- Home »
- Undang-Undang »
- 1998 » Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (UU 10 thn 1998)
1998
Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (UU 10 thn 1998)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_7_tahun_1992_tentang_perban_10.pdf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1998
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG PERBANKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan
yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional
yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan
tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang
semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang
ekonomi, termasuk Perbankan;
c. bahwa dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah
diratifikasinya beberapa perjanjian internasional di bidang
perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian,
khususnya sektor Perbankan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b,
dan huruf c di atas, dipandang perlu mengubah Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan Undang-undang;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945;
2. Undang ...
-2-
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2865);
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3472);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.
Pasal I
Mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
3. Bank ...
-3-
3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran;
4. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip
Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran;
5. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat
kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam
bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
6. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana
perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan;
7. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah
Penyimpan dengan bank;
8. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang
sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan;
9. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
10. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham,
obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau
kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam
bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan
pasar uang;
11. Kredit ...
-4-
11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga;
12. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil;
13. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan
atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah),
atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak
lain (ijarah wa iqtina);
14. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian
atau kontrak antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan
Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak
kepemilikan atas harta tersebut;
15. Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh
Bank Umum untuk mewakili kepentingan pemegang surat
berharga berdasarkan perjanjian antara Bank Umum dengan
emiten surat berharga yang bersangkutan;
16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank;
17. Nasabah ...
-5-
17. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang
menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan;
18. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan;
19. Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung
bertanggung jawab kepada kantor pusat bank yang
bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana
kantor cabang tersebut melakukan usahanya;
20. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku;
21. Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku;
22. Pihak Terafiliasi adalah :
a. anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya,
pejabat, atau karyawan bank;
b. anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya,
pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang
berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain
akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan
lainnya;
d. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang
saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga
pengawas, keluarga Direksi, keluarga pengurus;
23. Agunan ...
-6-
23. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah
Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
24. Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah
Penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim
lainnya;
25. Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan
cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan
membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa
melikuidasi;
26. Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih,
dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-
bank tersebut dengan atau tanpa melikuidasi;
27. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank;
28. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya."
2. Ketentuan Pasal 6 huruf k dihapus.
3. Ketentuan Pasal 6 huruf m diubah, sehingga Pasal 6 huruf m
menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 6
m. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia."
4. Ketentuan Pasal 7 huruf c diubah, sehingga Pasal 7 huruf c menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 7 ...
-7-
"Pasal 7
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik
kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan"
5. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 8
(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan
analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan.
(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman
perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia."
6. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) diubah, serta menambah
ayat baru di antara ayat (4) dan ayat (5) yang dijadikan ayat (4A),
sehingga Pasal 11 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4A) menjadi berbunyi
sebagai berikut :
"Pasal 11
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat
berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan ...
-8-
dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok
peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-
perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang
bersangkutan.
(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat
berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh
bank kepada :
a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus)
atau lebih dari modal disetor bank;
b. anggota Dewan Komisaris;
c. anggota Direksi;
d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c;
e. pejabat bank lainnya; dan
f. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat
kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(4A) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4)."
7. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga Pasal 12 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 12
(1) Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf
hidup rakyat banyak melalui pemberdayaan koperasi, usaha
kecil ...
-9-
kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank
Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan Bank Umum.
(2) Ketentuan mengenai kerjasama dengan Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah."
8. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 12 dan Pasal 13 yang
dijadikan Pasal 12A, yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 12A
(1) Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik
melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan
penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau
berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik
agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi
kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang
dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pembelian agunan dan
pencairannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."
9. Ketentuan Pasal 13 huruf c diubah, sehingga Pasal 13 huruf c
menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 13
c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia."
10. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga Pasal 16 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 16 ...
- 10 -
"Pasal 16
(1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali
apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud
diatur dengan Undang-undang tersendiri.
(2) Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. permodalan;
c. kepemilikan;
d. keahlian di bidang Perbankan;
e. kelayakan rencana kerja.
(3) Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia."
11. Ketentuan Pasal 17 dihapus.
12. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 18
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan
dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri dari Bank Umum hanya dapat
dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan ...
- 11 -
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank
Umum wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank
Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
ditetapkan oleh Bank Indonesia."
13. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga Pasal 19 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 19
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya
dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Bank Indonesia."
14. Ketentuan Pasal 20 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 20 ayat (1)
menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 20
(1) Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan
kantor perwakilan dari suatu bank yang berkedudukan di luar
negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank
Indonesia."
15. Ketentuan Pasal 21 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 21 ayat (1)
menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 21
(1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa :
a. Perseroan Terbatas;
b. Koperasi; atau
c. Perusahaan Daerah."
16. Ketentuan ...
- 12 -
16. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga Pasal 22 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 22
(1) Bank Umum hanya dapat didirikan oleh :
a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia;
atau
b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia
dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing
secara kemitraan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib
dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Bank Indonesia."
17. Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga Pasal 26 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 26
(1) Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2) Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum
Indonesia dan atau badan hukum asing dapat membeli saham
Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui bursa efek.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."
18. Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga Pasal 27 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 27
Perubahan kepemilikan bank wajib :
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26; dan
b. dilaporkan kepada Bank Indonesia."
19. Ketentuan ...
- 13 -
19. Ketentuan Pasal 28 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 28 ayat
(1) menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 28
(1) Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu
mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia."
20. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga Pasal 29 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 29
(1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank
Indonesia.
(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank
wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada
bank.
(4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan
informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian
sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui
bank.
(5) Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh
Bank Indonesia."
21. Ketentuan Pasal 31 diubah, sehingga Pasal 31 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 31 ...
- 14 -
"Pasal 31
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara
berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan."
22. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 31 dan Pasal 32 yang
dijadikan Pasal 31A, yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 31A
Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas
nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31."
23. Ketentuan Pasal 32 dihapus.
24. Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga Pasal 33 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 33
(1) Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 dan Pasal 31A bersifat rahasia.
(2) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 dan Pasal 31A ditetapkan oleh Bank Indonesia."
25. Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga Pasal 37 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 37
(1) Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat
melakukan tindakan agar :
a. pemegang saham menambah modal;
b. pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau
Direksi bank;
c. bank ...
- 15 -
c. bank menghapusbukukan kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan
memperhitung-kan kerugian bank dengan modalnya;
d. bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
e. bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih
seluruh kewajiban;
f. bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian
kegiatan bank kepada pihak lain;
g. bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau
kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
(2) Apabila :
a. tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum
cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; dan
atau
b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat
membahayakan sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia
dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi
bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank
dan membentuk tim likuidasi.
(3) Dalam hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk
mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan
hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah
pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku."
26. Menambah 2 (dua) ketentuan baru di antara Pasal 37 dan Pasal 38
yang dijadikan Pasal 37A dan Pasal 37B, yang masing-masing
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 37A ...
- 16 -
"Pasal 37A
(1) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan
Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas
permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkonsultasi
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat
membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam
rangka penyehatan Perbankan.
(2) Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
melakukan program penyehatan terhadap bank-bank yang
ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada badan
dimaksud.
(3) Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-
bank, badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (1) serta wewenang lain yaitu :
a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang
pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum
Pemegang Saham;
b. mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan
wewenang Direksi dan Komisaris bank;
c. menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan
atas kekayaan milik atau yang menjadi hak bank, termasuk
kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di
dalam maupun di luar negeri;
d. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau
mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga,
yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank;
e. menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi,
Komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri
ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun
melalui penawaran umum;
f. menjual ...
- 17 -
f. menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau
menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa
memerlukan persetujuan Nasabah Debitur;
g. mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen
bank kepada pihak lain;
h. melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara
langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus
menjadi penyertaan modal pada bank;
i. melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti
dengan penerbitan Surat Paksa;
j. melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan
milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak
lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara
penegak hukum yang berwenang;
k. melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh
segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank
dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang
terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan
yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut;
l. menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank
dalam program penyehatan dan membebankan kerugian
tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan
bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham,
maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang
bersangkutan;
m. menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor
oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan;
n. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang
pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan huruf m.
(4) Tindakan ...
- 18 -
(4) Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan
khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah sah
berdasarkan Undang-undang ini.
(5) Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), bank dalam program penyehatan wajib memberikan
segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk
memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan
berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang
diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen,
dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
(6) Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k
wajib memberikan keterangan dan penjelasan yang diminta
oleh badan khusus.
(7) Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
menyampaikan laporan kegiatan kepada Menteri Keuangan.
(8) Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah
menyelesaikan tugasnya, Pemerintah menyatakan berakhirnya
badan khusus tersebut.
(9) Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37B
(1) Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan
pada bank yang bersangkutan.
(2) Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin
Simpanan.
(3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan
Lembaga Penjamin Simpanan, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah."
27. Ketentuan ...
- 19 -
27. Ketentuan Pasal 40 diubah, sehingga Pasal 40 seluruhnya
menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 40
(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal
44, dan Pasal 44A.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi Pihak Terafiliasi."
28. Ketentuan Pasal 41 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 41 ayat (1)
menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 41
(1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan
perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak."
29. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 41 dan Pasal 42 yang
dijadikan Pasal 41A, yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 41A
(1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan
kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia
Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan
izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.
(2) Izin ...
- 20 -
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan
Piutang Negara.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama
Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya
keterangan."
30. Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga Pasal 42 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 42
(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan
Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa,
atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara
tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik
Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama
tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan
hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan
keterangan yang diperlukan."
31. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 42 dan Pasal 43 yang
dijadikan Pasal 42A, yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 42A ...
- 21 -
"Pasal 42A
Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42."
32. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 44 dan Pasal 45 yang
dijadikan Pasal 44A, yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 44A
(1) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah
Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan
keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank
yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah
Penyimpan tersebut.
(2) Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli
waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan
berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah
Penyimpan tersebut."
33. Ketentuan Pasal 46 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 46 ayat (1)
menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 46
(1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)."
34. Ketentuan Pasal 47 diubah, sehingga Pasal 47 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 47 ...
"Pasal 47
- 22 -
(1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau
izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja
memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak
Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)."
35. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 47 dan Pasal 48 yang
dijadikan Pasal 47A, yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 47A
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan
sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)."
36. Ketentuan Pasal 48 diubah, sehingga Pasal 48 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 48 ...
"Pasal 48
- 23 -
(1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank
yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan
ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang
lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34
ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda sekurang-kurangnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)."
37. Ketentuan Pasal 49 diubah, sehingga Pasal 49 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 49
(1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang
dengan sengaja :
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen
atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan
tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. mengubah ...
- 24 -
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan,
menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan
dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam
dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi
atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah,
mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau
merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang
dengan sengaja :
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui
untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan,
pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan
pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam
rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang
lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau
fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau
pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat
promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya,
ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang
lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi
batas kreditnya pada bank;
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan
paling ...
- 25 -
paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah)."
38. Ketentuan Pasal 50 diubah, sehingga Pasal 50 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 50
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-
langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan
paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
39. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 50 dan Pasal 51 yang
dijadikan Pasal 50A, yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 50A
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan
Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)."
40. Ketentuan ...
- 26 -
40. Ketentuan Pasal 51 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 51 ayat
(1) menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 51
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47,
Pasal 47A, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A
adalah kejahatan."
41. Ketentuan Pasal 52 diubah, sehingga Pasal 52 seluruhnya berbunyi
sebagai berikut :
"Pasal 52
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, dan
Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi
administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini, atau
Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang
bersangkutan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
antara lain adalah :
a. denda uang;
b. teguran tertulis;
c. penurunan tingkat kesehatan bank;
d. larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor
cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;
f. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk
dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum
Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat
pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;
g. pencantuman ...
- 27 -
g. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank,
pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang
Perbankan.
(3) Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
ditetapkan oleh Bank Indonesia."
42. Ketentuan Pasal 55 diubah, sehingga Pasal 55 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 55
Bank yang telah memiliki izin usaha pada saat Undang-undang ini
mulai berlaku, dinyatakan telah memperoleh izin usaha
berdasarkan Undang-undang ini."
43. Menambah ketentuan baru di antara Pasal 59 dan Pasal 60 yang
dijadikan Pasal 59A, yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 59A
Badan khusus yang melakukan tugas penyehatan Perbankan yang
telah ada sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap
berlaku."
Pasal II
1. Dengan berlakunya Undang-undang ini, Peraturan tentang Usaha
Perkreditan Yang Diselenggarakan Oleh Kelurahan Di Daerah
Kadipaten Paku Alaman (Rijksblaad Dari Daerah Paku Alaman
Tahun 1937 Nomor 9), dinyatakan tidak berlaku.
2. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar ...
- 28 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 1998
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 182
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_7_tahun_1992_tentang_perban_10.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






