- Home »
- Undang-Undang »
- 1992 » Undang-Undang Perbankan (UU 7 thn 1992)
1992
Undang-Undang Perbankan (UU 7 thn 1992)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perbankan_(uu_7_thn_1992)_7.pdf
UU 7/1992, PERBANKAN
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 7 TAHUN 1992 (7/1992)
Tanggal: 25 MARET 1992 (JAKARTA)
Sumber: LN 1992/31; TLN NO. 3472
Tentang: PERBANKAN
Indeks: ADMINISTRASI. EKONOMI. BANK. Uang.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan
nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan
harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan unsur-unsur Trilogi Pembangunan;
b. bahwa perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan
fungsi ulamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf
hidup rakyat banyak;
c. bahwa perkembangan perekonomian nasional maupun
internasional yang senantiasa bergerak cepat disertai dengan
tantangan-tantangan yang semakin luas, harus selalu diikuti
secara tanggap oleh perbankan nasional dalam menjalankan
fungsi dan tanggung jawabnya kepada masyarakat;
d. bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perbankan dan beberapa Undang-undang di bidang perbankan
lainnya yang berlaku sampai saat ini, sudah tidak dapat
mengikuti perkembangan perekonomian nasional maupun
internasional;
e. bahwa untuk mencapai maksud di atas, perlu disusun
Undang-undang baru tentang Perbankan;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2387);
3. Undang-undang Nomor 12 11Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral
(Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2865);
5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969
tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun
1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2904);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERBANKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
2. Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran;
3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan
hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
4. Bank Campuran adalah Bank Umum yang didirikan bersama oleh
satu atau lebih Bank Umum yang berkedudukan di Indonesia dan
didirikan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara
Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di
luar negeri;
5. Kantor Cabang adalah setiap kantor bank yang secara langsung
bertanggung jawab kepada kantor pusat bank yang
bersangkutan, dengan tempat usaha yang permanen dimana
kantor cabang tersebut melakukan kegiatannya;
6. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat
kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
7. Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lainnya,
atau dengan cara pemindahbukuan;
8. Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian
antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan;
9. Sertifikat Deposito adalah deposito berjangka yang bukti
simpanannya dapat diperdagangkan;
10. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat
dipersamakan dengan itu;
11. Surat Berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham,
obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat
berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari
penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar
modal: dan pasar uang;
12. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan
atau pembagian hasil keuntungan;
13. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan kontrak
antara Bank Umum dengan penitip yang didalamnya ditentukan
bahwa Bank Umum yang bersangkutan melakukan penyimpanan
harta tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut;
14. Wali Amanat adalah Bank Umum, yang berdasarkan suatu
perjanjian antara Bank Umum tersebut dengan emiten surat
berharga, ditunjuk untuk mewakili kepentingan semua pemegang
surat berharga tersebut;
15. Pihak Terafiliasi adalah:
a. anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi,
pejabat, atau karyawan bank;
b. anggota pengurus, badan pemeriksa, direksi, pejabat,
atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
c. pihak yang memberikan jasanya kepada bank yang
bersangkutan, termasuk konsultan, konsultan hukum, akuntan
publik, penilai;
d. pihak yang berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank;
16. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut
kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan;
17. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku;
18. Dewan Moneter adalah dewan moneter sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang yang berlaku;
19. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia; 20.
Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia.
BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
*7907 Pasal 2
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Pasal 3
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat.
Pasal 4
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.
BAB III
JENIS DAN USAHA BANK
Bagian Pertama
Jenis Bank
Pasal 5
(1) Menurut jenisnya, bank terdiri dari :
a. Bank Umum;
b. Bank Perkreditan Rakyat.
(2) Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan
kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar
kepada kegiatan tertentu.
Bagian Kedua
Usahas Bank Umum
Pasal 6
Usaha Bank Umum meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh
bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada
kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang
masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan
pemerintah;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5. obligasi;
*7908 6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1
(satu) tahun;
7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu
sampai dengan 1 (satu) tahun;
e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah;
f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan
dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana
lainnya;
g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga;
i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak;
j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah
lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di
bursa efek;
k. membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian
dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank,
dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya;
1. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
kegiatan wali amanat;
m. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah;
n. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Bank Umum dapat pula:
a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau
perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha,
modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga
kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana
pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Pasal 8
Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Pasal 9
(1) Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan penitipan sebagai
mana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i, bertanggung jawab untuk
menyimpan harta milik penitip, dan memenuhi kewajiban lain
sesuai dengan kontrak.
(2) Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara
tersendiri.
(3) Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang
dititip kan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta
kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang
bersangkutan.
Pasal 10
Bank Umum dilarang:
a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c;
b. melakukan usaha perasuransian;
c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 11
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi
surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam
yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam
kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
boleh melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank
yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi
surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada:
a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus)
atau lebih dari modal disetor bank;
b. anggota dewan komisaris;
c. anggota direksi;
d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b dan huruf c; dan
e. pejabat bank lainnya; serta
f. perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepen
tingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
tidak boleh melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari modal
bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 12
Pemerintah dapat menugaskan Bank Umum untuk melaksanakan pro gram
pemerintah guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian
tertentu, atau memberikan perhatian yang lebih besar pada
koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, berdasarkan
ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Usaha Bank Perkreditan Rakyat
Pasal 13
Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah;
d. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau
tabungan pada bank lain.
Pasal 14
Bank Perkreditan Rakyat dilarang:
a. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu
lintas pembayaran;
b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
c. melakukan penyertaan modal;
d. melakukan usaha perasuransian;
e. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13.
Pasal 15
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 11 berlaku
juga bagi Bank Perkreditan Rakyat.
BAB IV
PERIZINAN, BENTUK HUKUM DAN KEPEMILIKAN
Bagian Pertama
Perizinan
*7911 Pasal 16
(1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu, wajib terlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Menteri, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan
Undang-undang tersendiri.
(2) Izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat diberikan
oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(3) Untuk mendapatkan izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dipenuhi
persyaratan tentang:
a. susunan organisasi;
b. permodalan;
c. kepemilikan;
d. keahlian di bidang perbankan;
e. kelayakan rencana kerja; dan
f. hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri, setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(4) Untuk mendapatkan izin usaha Bank Perkreditan Rakyat, di
samping memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), wajib dipenuhi pula persyaratan tentang tempat
kedudukan kantor pusat Bank Perkreditan Rakyat di kecamatan.
(5) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4), dengan memenuhi ketentuan yang diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah, Bank Perkreditan Rakyat dapat
didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya, sepanjang di
ibukota kabupaten atau kotamadya dimaksud belum terdapat
Bank Perkreditan Rakyat.
(6) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ayat (4),
ayat (5), dan tata cara perizinannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Untuk mendapatkan izin usaha sebagai Bank Umum yang berbentuk
bank campuran, wajib dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (3) dan ayat (6), serta ketentuan yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, yang mengatur:
a. jumlah kepemilikan dan kepengurusan pihak asing yang
diizinkan;
b. pihak-pihak yang diizinkan bekerja sama;
c. hal-hal lain yang menurut Dewan Moneter perlu diatur untuk
kepentingan pembangunan nasional.
Pasal 18
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan
dengan izin Menteri, setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang dan perwakilan Bank Umum di
luar negeri hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri,
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia.
Pasal 19
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat di ibukota
negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten dan kotamadya,
hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri, setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang di luar ibukota negara, ibukota
propinsi, ibukota kabupaten dan kotamadya, serta pembukaan
kantor di bawah kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(3) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor Bank
Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia.
Pasal 20
(1) Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor
perwakilan dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri
hanya dapat dilakukan dengan izin. Menteri, setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang pembantu dari bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada
Bank Indonesia.
(3) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Bentuk Hukum
Pasal 21
(1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa salah satu dari:
a. Perusahaan Perseroan (PERSERO);
b. Perusahaan Daerah;
c. Koperasi;
d. Perseroan Terbatas.
(2) Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa
salah satu dari:
a. Perusahaan Daerah;
b. Koperasi;
c. Perseroan Terbatas;
*7913 d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank
yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum
kantor pusatnya.
Bagian Ketiga
Kepemilikan
Pasal 22
Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang
sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia; atau
b. Bank yang pendirinya sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dengan bank yang berkedudukan di luar negeri.
Pasal 23
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh
warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat
dimiliki bersama diantara ketiganya.
Pasal 24
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum
koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam
Undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
Pasal 25
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum
perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk
saham atas nama.
Pasal 26
(1) Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek di
Indonesia.
(2) Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum
Indonesia dan/atau badan hukum asing dapat membeli saham
Bank Umum yang dijual berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(3) Warga negara asing dan/atau badan hukum asing dapat membeli
saham Bank Umum melalui bursa efek, dengan ketentuan tidak
menjadi mayoritas.
(4) Khusus bagi Bank Umum milik negara, emisi saham sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan tanpa
mengakibatkan perubahan atas mayoritas kepemilikan saham
oleh negara.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Perubahan kepemilikan bank wajib:
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(6), Pasal 17, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan
Pasal 26;
b. dilaporkan kepada Bank Indonesia.
Pasal 28
(1) Merger dan konsolidasi antar bank, serta akuisisi bank wajib
terlebih dahulu mendapat izin Menteri setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 29
(1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank
dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset,
kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas,
dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
(3) Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan
usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(4) Dalam memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha
lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya
kepada bank.
(5) Untuk kepentingan nasabah., bank menyediakan informasi
mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian bagi
transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
Pasal 30
(1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala
keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata
cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan
kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang
ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan
dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,
dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang
bersangkutan.
(3) Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
tidak diumumkan dan bersifat rahasia.
Pasal 31
(1) Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik
secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
(2) Dalam hal diperlukan untuk menetapkan kebijaksanaan makro,
dewan moneter dapat meminta Bank Indonesia untuk :
a. menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank
yang diperlukan;
b. melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank, dan
melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Pasal 32
Jika dianggap perlu, Menteri dapat pula meminta Bank Indonesia
untuk menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank atau
meminta Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan khusus
terhadap bank dan melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Pasal 33
(1) Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
dan Pasal 32 bersifat rahasia.
(2) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 dan Pasal 32 ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 34
(1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan
perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta
laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Neraca serta perhitungan laba/rugi tahunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu diaudit oleh
akuntan publik.
(3) Tahun buku bank adalah tahun takwim.
Pasal 35
Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba/rugi dalam
waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 36
Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) bagi Bank
Perkreditan Rakyat.
Pasal 37
(1) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank
diperkirakan mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, Bank Indonesia memberitahukan hal
tersebut kepada Menteri.
(2) Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat:
a. melakukan tindakan agar:
1. pemegang saham menambah modal;
2. pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atau
direksi bank;
3. bank menghapus-bukukan kredit yang macet, dan
memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
4. bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank
lain;
5. bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil
alih seluruh kewajiban;
b. mengambil tindakan lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia:
a. keadaan suatu bank membahayakan sistem perbankan; atau
b. tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum
cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank;
Bank Indonesia mengusulkan kepada Menteri untuk mencabut
izin usaha bank tersebut.
(4) Berdasarkan usul Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), Menteri mencabut izin usaha bank yang bersangkutan
dan memerintahkan direksi untuk melikuidasi bank tersebut.
(5) Dalam hal direksi tidak melikuidasi bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4), Menteri setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia meminta kepada Pengadilan untuk
melikuidasi bank yang bersangkutan.
BAB VI
DEWAN KOMISARIS, DIREKSI DAN
TENAGA ASING
Pasal 38
(1) Pengangkatan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank,
wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (6) dan Pasal 17.
(2) Perubahan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada
Bank Indonesia.
Pasal 39
(1) Dalam menjalankan kegiatannya, bank dapat menggunakan tenaga
asing.
(2) Persyaratan mengenai penggunaan tenaga asing sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VII
*7917 RAHASIA BANK
Pasal 40
(1) Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank
tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya,
yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam
dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi pihak terafiliasi.
Pasal 41
(1) Untuk kepentingan perpajakan Menteri berwenang mengeluarkan
perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat
mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat
pajak.
(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak
yang dikehendaki keterangannya.
Pasal 42
(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri
dapat memberi izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk
memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan
tersangka/terdakwa pada bank.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara
tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian
Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama
tersangka/ terdakwa, sebab-sebab keterangan diperlukan dan
hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan
keterangan-keterangan yang diperlukan.
Pasal 43
Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank
yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan
tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan
keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.
Pasal 44
(1) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi
bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada
bank lain.
(2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank
Indonesia.
*7918 Pasal 45
Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh
bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan
Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan' tersebut dan
meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang
diberikan.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 46
(1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah).
(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan
terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka
penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik
terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan
itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu
atau terhadap kedua-duanya.
Pasal 47
(1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis dari Menteri
kepada bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 atau tanpa
izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dengan
sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak
terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
Pasal 48
(1) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan
ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
*7919 dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 49
(1) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
dengan sengaja:
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan
tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau
dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh
milyar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui
untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan,
pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan
pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka
mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam
memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit
dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan
oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan
kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam
rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk
melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya
pada bank;
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi bank,
diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling banyak Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar
rupiah).
Pasal 50
Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank diancam dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak
Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah).
Pasal 51
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47,
Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, dan Pasal 50 adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2)
adalah pelanggaran.
Pasal 52
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49, Bank Indonesia dapat
menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini atau
menyampaikan pertimbangan kepada Menteri untuk mencabut izin
usaha bank yang bersangkutan.
Pasal 53
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi
administratif kepada pihak terafiliasi yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini atau
menyampaikan pertimbangan kepada instansi yang berwenang untuk
mencabut izin yang bersangkutan.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 54
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini :
a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 21
Tahun 1960 tentang Bank Pembangunan Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1996);
b. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1962 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2490);
c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1968 tentang Bank Negara
Indonesia 1946 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2870);
d. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1968 tentang Bank Dagang
Negara (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 71, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2871);
*7921 e. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1968 tentang Bank
Bumi Daya (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2872);
f. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1968 tentang Bank Tabungan
Negara (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2873);
g. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1968 tentang Bank Rakyat
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2874);
h. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1968 tentang Bank Ekspor
Impor Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2875),
dinyatakan tetap berlaku untuk jangka waktu selama-lamanya 1
(satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.
(2) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank
yang didirikan berdasarkan Undang-undang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi ketentuan dalam
Undang-undang ini.
(3) Dalam hal bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah
menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini lebih
awal dari jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
menjadi tidak berlaku lagi.
Pasal 55
(1) Bank yang telah memiliki izin usaha dari Menteri pada saat
Undang- undang ini mulai berlaku, dinyatakan telah
memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Undang-undang ini selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya
Undang-undang ini.
(3) Bank Perkreditan Rakyat yang telah mempunyai izin usaha pada
saat Undang-undang ini mulai berlaku, dan berkedudukan di
ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan
kotamadya, tetap dapat melanjutkan usahanya sebagai Bank
Perkreditan Rakyat hingga dapat ditingkatkan menjadi Bank
Umum.
Pasal 56
Ketentuan batas maksimum pemberian kredit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (4), wajib dipenuhi oleh bank
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak mulai
berlakunya Undang-undang ini.
Pasal 57
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memiliki izin usaha dari
Menteri pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dapat
menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank berdasarkan ketentuan
dalam Undang-undang ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.
*7922
Pasal 58
Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih
Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa
(BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi
Desa (BKPD) dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan
dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan Undang-undang ini dengan memenuhi persyaratan tata
cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 59
Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan sebelum
berlakunya Undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-n undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
dicabut, diganti atau diperbaharui.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Dengan berlakunya Undang-undang ini maka :
a. Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 tanggal 14 September 1929
tentang Aturan-aturan mengenai Badan-badan Kredit Desa dalam
propinsi-propinsi di Jawa dan Madura di luar wilayah
kotapraja-kotapraja;
b. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1962 tentang Bank Pembangunan
Swasta (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2489);
c. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 34, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2842),
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 61
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG
PERBANKAN
UMUM
Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional
yang berasaskan kekeluargaan, perlu senantiasa dipelihara dengan
baik. Guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan
ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional.
Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam
menyerasikan dan menyeimbangkan masing-masing unsur dari Trilogi
Pembangunan adalah perbankan. Peran yang strategis tersebut
terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu wahana
yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara
efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi
mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan
taraf hidup rakyat banyak.
Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian
strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka
terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terdapat pembinaan
dan pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh landasan gerak
yang kokoh agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi
secara efisien, sehat, wajar, dan mampu menghadapi persaingan
yang semakin bersifat global, mampu melindungi secara baik dana
yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan
dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi
pencapaian sasaran pembangunan.
Dalam upaya mendukung kesinambungan dan peningkatan
pelaksanaan pembangunan, lembaga perbankan telah menunjukkan
perkembangan yang pesat, seiring dengan kemajuan pembangunan di
Indonesia dan perkembangan perekonomian internasional, serta
sejalan dengan peningkatan tuntutan kebutuhan masyarakat akan
jasa perbankan yang tangguh dan sehat.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan jasa perbankan yang telah
berkembang pesat, maka landasan gerak perbankan yang ada
dirasakan sudah saatnya diadakan penyesuaian agar mampu menampung
tuntutan pengembangan jasa perbankan.
Agar kemajuan yang dialami oleh lembaga perbankan dapat
ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar-benar dapat *7924
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pelaksanaan
pembangunan nasional, dan untuk menjamin berlangsungnya demokrasi
ekonomi, sehingga segala potensi, inisiatif dan kreasi masyarakat
dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi suatu kekuatan riil
bagi peningkatan kemakmuran rakyat, maka pembinaan dan pengawasan
perbankan serta landasan gerak perbankan yang selama ini
didasarkan kepada ketentuan Undang-undang Perbankan 1967 perlu
dikembangkan dan disempurnakan. Dengan penyempurnaan itu, maka
perbankan dapat menjadi lebih siap dan mampu berperan secara
lebih baik dalam mendukung proses pembangunan yang semakin
dihadapkan pada tantangan perkembangan perekonomian
internasional.
Sebagaimana diketahui, Undang-undang Perbankan 1967 tersebut
disusun pada saat situasi dan kondisi perekonomian yang jauh
berbeda dengan situasi dan kondisi perekonomian saat ini.
Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional yang
senantiasa bergerak cepat disertai tantangan yang semakin luas
perlu selalu dapat diikuti secara tanggap oleh perbankan nasional
dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, sehingga
perbankan nasional perlu:
1. ditata dalam struktur kelembagaan yang lebih lugas, dengan
landasan yang lebih luas, dan lebih jelas ruang geraknya;
2. diberi kesempatan untuk memperluas jangkauan pelayanannya di
segala penjuru tanah air, baik pelayanan sebagai perbankan
umum yang menjangkau semua lapisan masyarakat maupun
perbankan perkreditan rakyat yang pelayanannya diperuntukkan
bagi golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil,
3. diperkuat dengan landasan hukum yang dibutuhkan bagi
terselenggaranya pembinaan dan pengawasan yang mendukung
peningkatan kemampuan perbankan dalam menjalankan fungsinya
secara sehat, wajar dan efisien, sekaligus memungkinkan
perbankan Indonesia melakukan penyesuaian yang diperlukan
sejalan dengan berkembangnya norma-norma perbankan
internasional.
Selanjutnya dalam rangka penyempurnaan tata perbankan di
Indonesia ditempuh langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
1. Penyederhanaan jenis bank, menjadi jenis Bank Umum dan jenis
Bank Perkreditan Rakyat, serta memperjelas ruang lingkup dan
batas kegiatan yang dapat diselenggarakannya;
2. Persyaratan pokok untuk mendirikan suatu bank diatur secara
rinci, sehingga ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan
kegiatan perbankan lebih jelas dan terarah;
3. Peningkatan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan
pada lembaga perbankan melalui penerapan prinsip
kehati-hatian dan pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan
bank;
4. Peningkatan profesionalisme para pelaku di bidang perbankan;
5. Perluasan kesempatan untuk menyelenggarakan kegiatan di
bidang perbankan secara sehat dan bertanggung jawab,
sekaligus mencegah terjadinya praktek-praktek yang merugikan
kepentingan masyarakat luas.
Melalui upaya penyempurnaan tersebut dimaksudkan agar
perbankan Indonesia memiliki sikap tanggap terhadap perkembangan
pembangunan nasional, sehingga peranannya dalam peningkatan taraf
hidup rakyat banyak, pemerataan pembangunan dan
*7925
hasil-hasilnya, serta peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional dapat terwujud secara lebih nyata, dalam
rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai dengan angka 20
Cukup jelas
Pasal 2
Yang dimaksud dengan "demokrasi ekonomi" adalah demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "mengkhususkan diri untuk
melaksanakan kegiatan tertentu" adalah antara lain
melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan
untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha
golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor
non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.
Pasal 6
Bank Umum dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf
n. Masing-masing bank dapat memilih jenis usaha yang sesuai
dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya.
Dengan cara demikian kebutuhan masyarakat terhadap berbagai
jenis jasa bank dapat dipenuhi oleh dunia perbankan tanpa
mengabaikan prinsip kesehatan dan efisiensi.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Bank dapat menerbitkan surat pengakuan hutang baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Surat
pengakuan hutang yang berjangka pendek adalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 229 k Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, yang dalam pasar uang dikenal
sebagai Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), yaitu promes dan
wesel maupun jenis lain yang mungkin dikembangkan di masa
yang akan datang. Surat pengakuan hutang berjangka panjang
dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.
Huruf d
Usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf ini mencakup
kegiatan membeli, menjual atau menjamin surat-surat berharga
seperti tersebut pada penjelasan huruf c dan surat-surat
berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank
Indonesia.
Butir 1
Cukup jelas
Butir 2
Cukup jelas
Butir 3
Cukup jelas
Butir 4
Cukup jelas
Butir 5
Cukup jelas
Butir 6
Cukup jelas
Butir 7
Ketentuan ini dimaksud untuk menampung kemungkinan
adanya jenis surat berharga lain, selain dari yang telah
disebutkan pada butir 1 sampai dengan butir 6.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
*7927
Huruf g
Kegiatan ini mencakup antara lain inkaso dan kliring.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "menyediakan tempat" dalam
ketentuan ini adalah kegiatan bank yang semata-mata
melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat
berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan
isinya oleh bank.
Huruf i
Dalam melakukan kegiatan penitipan, bank menerima
titipan harta penitip dengan mengadministrasikannya secara
terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang titipan
dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip.
Huruf j
Dalam kegiatan ini bank berperan sebagai penghubung
antara nasabah yang membutuhkan dana dengan nasabah yang
memiliki dana.
Huruf k
Kewajiban bank dalam ketentuan ini, dimaksudkan untuk
melakukan pencairan secepatnya atas agunan yang dibeli
dengan lelang, agar dana hasil pencairan dari penjualan
agunan tersebut dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Dalam
hal terdapat sisa dari hasil pelelangan setelah
diperhitungkan dengan kewajiban nasabah kepada bank,
dimanfaatkan oleh nasabah.
Huruf l
Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan
piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi
perdagangan dalam atau luar negeri, yang dilakukan dengan
cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut.
Usaha kartu kredit merupakan usaha dalam kegiatan
pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau
jasa yang penarikannya dilakukan dengan kartu. Secara teknis
kartu kredit berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam
melakukan pembayaran suatu transaksi.
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
*7928
Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal
ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan
tersebut pada huruf a sampai dengan huruf m, yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, misalnya memberikan bank garansi, bertindak sebagai
bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi usaha
nasabah dan lain-lain.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga
dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas
perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut,
jaminan pembelian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan
dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan
kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
debitur.
Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan
pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain
telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur
mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang,
proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada
hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa
girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan
sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa
barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang
dibiayai, yang lazim dikenal dengan "agunan tambahan".
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
*7929 Cukup jelas
Huruf c
Usaha lain yang dilarang pada huruf c ini antara lain
melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek
(underwriter).
Pasal 11
Pemberian kredit oleh bank mengandung risiko kegagalan atau
kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit tersebut
bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, maka
risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada
keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu untuk
memelihara kesehatan dan meningkatkan daya-tahannya, bank
diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran
kredit, pemberian jaminan maupun fasilitas lain sedemikian
rupa sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok
debitur tertentu.
Ayat (1)
Kelompok (group) merupakan kumpulan orang atau badan
yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan,
kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan.
Ayat (2)
Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang
lebih rendah dari 30% (tiga puluh perseratus) dari modal
bank. Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank Indonesia
sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian
kesehatan bank. Batas maksimum dimaksud adalah untuk
masing-masing peminjam atau sekelompok peminjam termasuk
perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan "keluarga" dalam ketentuan
ini meliputi hubungan keluarga sampai dengan *7930 derajat
kedua menurut garis lurus maupun kesamping termasuk mertua,
menantu dan ipar.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (4)
Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang
lebih rendah dari 10% (sepuluh perseratus) dari modal bank.
Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai
dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian
kesehatan bank.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 12
Yang dimaksud dengan "Pemerintah dapat menugaskan Bank
Umum", adalah dalam rangka penjabaran atas ketentuan
mengenai asas, fungsi, dan tujuan perbankan sebagaimana
diatur dalam Bab II, yang penyelenggaraannya senantiasa
disesuaikan dengan tuntutan perkembangan pembangunan
nasional.
Yang dimaksud dengan "sektor-sektor perekonomian tertentu",
adalah antara lain program pengembangan pembangunan
perumahan, serta pengembangan ekspor non migas.
Dalam Peraturan Pemerintah dimaksud diatur pula ketentuan
mengenai pelaksanaan program tertentu oleh satu atau
beberapa Bank Umum tertentu.
Pasal 13
Huruf a
Penyebutan "bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu" dimaksudkan untuk menampung kemungkinan adanya bentuk
penghimpunan dana dari masyarakat oleh Bank Perkreditan
Rakyat yang serupa dengan deposito berjangka dan tabungan
tetapi bukan giro atau simpanan lain yang dapat ditarik
dengan cek.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
*7931
Pasal 14
Larangan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kegiatan
usaha Bank Perkreditan Rakyat yang terutama ditujukan untuk
melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah
pedesaan. Untuk itu jenis-jenis pelayanan yang dapat
diberikan oleh Bank Perkreditan Rakyat disesuaikan dengan
maksud tersebut.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Larangan yang dimaksud dalam huruf ini tidak termasuk
kegiatan tukar menukar valuta asing (money changer). Untuk
melakukan usaha tukar menukar valuta asing, Bank Perkreditan
Rakyat harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun
pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi,
mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat
yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana
tersebut.
Sehubungan dengan itu dalam ayat ini ditegaskan bahwa
kegiatan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan
hanya dapat dilakukan oleh suatu pihak, setelah pihak yang
bersangkutan terlebih dahulu memperoleh izin usaha, sebagai
Bank Umum atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
Namun demikian, di masyarakat terdapat pula jenis
lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan,
misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun,
atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan *7932
lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup sebagai kegiatan
usaha perbankan, berdasarkan ketentuan dalam ayat ini.
Terhadap kegiatan menghimpun dana masyarakat yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga tersebut, diatur dengan Undang-undang
tersendiri beserta peraturan pelaksanaannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "kecamatan" dalam ayat ini adalah
kecamatan di luar ibukota kabupaten, kotamadya, ibukota
propinsi, atau ibukota negara. Hal ini dimaksudkan agar Bank
Perkreditan Rakyat tetap dapat berfungsi sebagai.penunjang
pembangunan dan modernisasi di daerah pedesaan.
Ayat (5)
Dalam rangka menunjang peningkatan pembangunan yang
lebih merata, maka khusus di kota-kota sebagaimana dimaksud
dalam ayat ini dapat didirikan Bank Perkreditan Rakyat oleh
pemerintah daerah setempat, baik secara sendiri maupun
bersama-sama dengan koperasi, bank milik negara dan/atau
bank milik pemerintah daerah.
Ayat (6)
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5), ketentuan-ketentuan menyangkut
koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang
perkoperasian, misalnya tentang susunan organisasi,
kepemilikan, dan kepengurusan, perlu diperhatikan.
Pasal 17
Huruf a
Dalam ketentuan mengenai jumlah kepemilikan dan
kepengurusan pihak asing, termasuk pula pengertian tentang
proses Indonesianisasi.
Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan perbankan
nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.
Huruf b
Cukup jelas
*7933 Huruf c
Mengenai hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka
penyusunan Peraturan Pemerintah dimaksud diperoleh dari
dewan moneter oleh karena secara fungsional dewan moneter
mempunyai tugas-tugas menyangkut perumusan kebijaksanaan di
bidang moneter sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Namun demikian dalam perumusan Peraturan Pemerintah tersebut
dapat diminta pula masukan dari instansi-instansi pemerintah
lainnya.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Untuk memungkinkan pelayanan bagi golongan ekonomi
lemah/pengusaha kecil di daerah perkotaan, Menteri setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dapat memberi izin
kepada Bank Perkreditan Rakyat untuk membuka kantor cabang
di ibukota kabupaten, kotamadya, dan/atau di ibukota
propinsi yang bersangkutan. Izin tersebut dapat diberikan
pula kepada Bank Perkreditan Rakyat yang berkedudukan di
kecamatan sekitar ibukota negara untuk membuka kantor cabang
di ibukota negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Untuk menjaga kelangsungan usaha Bank Perkreditan
Rakyat, Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia menetapkan persyaratan dan tata cara pembukaan
kantor Bank Perkreditan Rakyat antara lain mencakup
persyaratan tingkat kesehatan bank dan kesiapan pembukaan
kantor. Khusus bagi Bank Perkreditan Rakyat yang membuka
kantor di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota
kabupaten, dan kotamadya, selain persyaratan kesehatan bank
dan kesiapan pembukaan *7934 kantor juga harus memenuhi
persyaratan lainnya seperti permodalan, dan tersedianya
tenaga yang profesional.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bank yang berkedudukan di luar
negeri" adalah bank yang didirikan berdasarkan hukum asing
dan berkantor pusat di luar negeri. Oleh karenanya bank yang
bersangkutan tunduk pada hukum di mana bank tersebut
didirikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wadah
bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari
Bank Perkreditan Rakyat, seperti bank desa, lumbung desa,
badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58.
*7935
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Huruf a
Dalam hal pendiri bank adalah badan hukum, maka badan
hukum yang bersangkutan harus dimiliki sepenuhnya oleh warga
negara Indonesia. Termasuk dalam pengertian badan hukum
Indonesia antara lain adalah badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 23
Dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dimiliki oleh badan hukum
Indonesia, maka badan hukum Indonesia dimaksud seluruh
pemiliknya adalah warga negara Indonesia.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Saham bank dalam bentuk saham atas nama dimaksudkan untuk
dapat mengetahui perubahan kepemilikan saham bank.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "mayoritas" adalah
sekurang-kurangnya sebesar 51% (lima puluh satu perseratus)
dari jumlah seluruh saham yang dijual melalui bursa efek.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "mayoritas kepemilikan saham oleh
negara" adalah sekurang-kurangnya sebesar 51% (lima puluh
satu perseratus) dari modal disetor.
Ayat (5)
*7936 Cukup jelas
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Merger (penggabungan usaha) adalah penggabungan dari
dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu bank dan melikuidasi bank-bank
lainnya. Konsolidasi (peleburan usaha) adalah penggabungan
dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru
dan melikuidasi bank-bank yang ada. Akuisisi adalah
pengambilalihan kepemilikan suatu bank.
Dalam hal bank umum milik negara, merger atau
konsolidasi hanya dapat dilakukan antar bank umum milik
negara. Dengan demikian pemilikan oleh swasta atas saham
bank umum milik negara hanya dapat dilakukan melalui bursa
efek.
Dalam melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi,
wajib dihindarkan timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada
satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Demikian pula merger, konsolidasi atau akuisisi yang
dilakukan, tidak boleh merugikan kepentingan para nasabah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari
masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan,
maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan
memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Sejalan dengan
itu Bank Indonesia diberi wewenang dan kewajiban untuk
membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan
menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif dalam
bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan dan
pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan
yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.
*7937 Ayat (5)
Informasi yang disediakan untuk nasabah tersebut adalah
informasi mengenai tingkat risiko dari kegiatan yang menjadi
sasaran penggunaan atau penempatan dana. Apabila informasi
telah disediakan, maka bank dianggap telah melaksanakan
ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan oleh bank,
dalam hal bank bertindak sebagai perantara dalam melakukan
penempatan dana dari nasabah atau membeli/menjual surat
berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
Pasal 30
Ayat (1) dan ayat (2)
Kewajiban penyampaian keterangan dan penjelasan yang
berkaitan dengan kegiatan usaha suatu bank kepada Bank
Indonesia diperlukan mengingat keterangan tersebut
dibutuhkan untuk memantau keadaan dari suatu bank.
Pemantauan keadaan bank perlu dilakukan dalam rangka
melindungi dana masyarakat dan menjaga keberadaan lembaga
perbankan.
Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya
dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan
usahanya selalu berada dalam keadaan sehat. Oleh karena itu,
dalam rangka memperoleh kebenaran atas laporan yang
disampaikan oleh bank, Bank Indonesia diberi wewenang untuk
melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada
pada bank.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Permintaan Menteri kepada Bank Indonesia untuk melakukan
pemeriksaan khusus atas suatu bank atau meminta laporan atas
hasil pemeriksaan bank adalah bilamana terdapat petunjuk
yang menurut pendapat Menteri membahayakan kesehatan dan
kelangsungan hidup bank serta kepentingan umum dan
kelangsungan pembangunan nasional.
Pasal 33
Ayat (1)
*7938 Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara
pemeriksaan" adalah antara lain meliputi jenis pemeriksaan,
prosedur pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, pelaporan,
dan langkah tindak lanjut hasil pemeriksaan dalam rangka
pembinaan dan pengawasan.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Pengecualian ini dapat diberikan dengan memperhatikan
kemampuan yang dimiliki oleh Bank Perkreditan Rakyat yang
bersangkutan.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam ayat ini ditetapkan langkah-langkah yang dapat
dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank yang mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, sebelum
dilakukan pencabutan izin usahanya dan/atau tindakan
likuidasi. Langkah-langkah dimaksud dilakukan dalam rangka
mempertahankan/menyelamatkan bank sebagai lembaga
kepercayaan masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
*7939
Pasal 38
Ayat (1)
Ketentuan dalam Pasal ini berlaku pula dalam hal
pengangkatan atau perubahan pejabat pimpinan yang setingkat
direksi dan anggota dewan komisaris, bagi bank yang
berbentuk hukum koperasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Penggunaan tenaga asing oleh bank dimungkinkan, sesuai
dengan kebutuhan bank yang bersangkutan.
Dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Umum, tenaga
asing dimaksud bersifat sementara dan terbatas pada tenaga
ahli, penasehat dan konsultan, sesuai dengan kebutuhan bank
yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal bank campuran dan
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, tenaga
asing tersebut disesuaikan dengan sifat kepemilikan oleh
asing. Namun demikian penggunaan tenaga asing dalam bank
campuran dan cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri, wajib disesuaikan dengan program Indonesianisasi.
Ayat (2)
Yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara
lain adalah mengenai persyaratan-persyaratan sebagai
penjabaran ketentuan dalam ayat (1) misalnya jenis pekerjaan
atau keahlian yang masih memerlukan tenaga asing dan jangka
waktu penggunaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 40
Ayat (1)
Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib
dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank
karena kegiatan usahanya.
Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank
sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang
menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan
mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank
apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan *7940
bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak
akan disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut
ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.
Walaupun demikian pemberian data dan informasi kepada pihak
lain dimungkinkan, yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 42,
Pasal 43, dan Pasal 44.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana atas
permintaan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa
Agung, atau Ketua Mahkamah Agung, Menteri dapat mengeluarkan
izin tertulis untuk memperoleh keterangan dari bank tentang
keadaan keuangan nasabah yang menjadi tersangka/terdakwa.
Kata "dapat" dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa izin
oleh Menteri akan diberikan sepanjang syarat/prosedur
administrasi pemberian izin dipenuhi oleh pihak yang meminta
izin, seperti nama, pangkat, NRP/NIP dan jabatan polisi,
jaksa atau hakim, maksud pemeriksaan, pejabat yang berwenang
mengajukan permohonan kepada Menteri, nama nasabah yang
menjadi tersangka/terdakwa serta sebab-sebab keterangan
diperlukan dalam hubungan perkara pidana yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 43
Dalam hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, bank dapat
menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara
serta keterangan lain yang berkaitan dengan perkara
tersebut, tanpa izin dari Menteri.
Pasal 44
*7941 Ayat (1)
Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk
memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara
lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan
dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank
dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum
melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank
lain.
Ayat (2)
Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh
Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara
penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis
informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti
indikator secara garis besar dari kredit yang diterima
nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang
bersangkutan dalam daftar kredit macet.
Pasal 45
Apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa
dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank tidak
dipenuhi oleh bank, maka masalah tersebut dapat diajukan
oleh pihak yang bersangkutan ke Pengadilan yang berwenang.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua
pejabat dan karyawan bank.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah pejabat bank
yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan
tugas operasional bank, dan karyawan yang mempunyai akses
terhadap informal mengenai keadaan bank.
*7942
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua
pejabat dan karyawan bank.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua
pejabat dan karyawan bank.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah pejabat
bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang
hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal-
pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan sebagai tindak
pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan
dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat
dibandingkan dengan apabila hanya sekedar sebagai
pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga
yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya,
sehingga perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya
kepercayaan masyarakat kepada Bank, yang pada dasarnya juga
akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu
dihindarkan.
Dengan digolongkan sebagai tindak kejahatan , maka
diharapkan akan dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini.
Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh
anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai Bank
Perkreditan Rakyat pada dasarnya berlaku ketentuan-ketentuan
tentang sanksi pidana dalam Bab VIII, mengingat sifat
ancaman pidana dimaksud berlaku umum. Dengan ditetapkannya
batas maksimum pidana terhadap kejahatan yang
*7943
dilakukan, maka besar kecilnya pidana dapat dipertimbangkan
dengan memperhatikan antara lain kerugian yang ditimbulkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 52
Sanksi administratif dalam pasal ini dapat berupa :
a. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang
tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam
Undang-undang ini;
b. penyampaian tegoran-tegoran tertulis;
c. penurunan tingkat kesehatan bank;
d. larangan turut serta dalam kliring;
e. pembekuan kegiatan usaha baik secara keseluruhan atau
untuk beberapa cabang;
f. pencabutan izin usaha.
Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
diatur oleh Bank Indonesia. Khusus mengenai huruf e dan
huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53
Sanksi administratif dalam Pasal ini dapat berupa :
a. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang
tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam
Undang-undang ini;
b. penyampaian tegoran-tegoran tertulis;
c. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai direksi atau
komisaris bank;
d. larangan untuk memberikan jasanya kepada perbankan;
e. penyampaian usul kepada instansi yang berwenang untuk
mencabut atau membatalkan izin usaha sebagai pemberi jasa
bagi bank (antara lain terhadap konsultan, konsultan hukum,
akuntan publik, penilai).
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penyesuaian bentuk hukum bank-bank milik negara
sebagaimana diatur dalam Pasal ini dilaksanakan berdasarkan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 1969. Dengan demikian setelah penyesuaian
bentuk hukum bank-bank milik negara tersebut
*7944
selesai, Undang-undang tentang pendirian bank-bank tersebut
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Demikian pula Undang-undang Nomor 13 Tahun 1962 tidak
berlaku lagi 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya
Undang-undang ini.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 56
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan bank memenuhi
ketentuan batas maksimum pemberian kredit berdasarkan
Undang-undang ini secara bertahap, sehingga tidak
menimbulkan kesulitan yang berat bagi perbankan dalam
memenuhi ketentuan dimaksud, mengingat pada saat ini berlaku
ketentuan batas maksimum pemberian kredit yang lebih tinggi
daripada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(2) dan ayat (4).
Pasal 57
Penyesuaian usaha Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi bank
berdasarkan Undang-undang ini dapat dilakukan dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak mulai
berlakunya Undang-undang ini. Sedangkan penyesuaian usaha
Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi perusahaan efek
didasarkan pada ketentuan di bidang pasar modal.
Pasal 58
Mengingat lembaga-lembaga dimaksud dalam Pasal ini telah
tumbuh dan berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia,
serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan
lembaga dimaksud diakui. Oleh karenanya Undang-undang ini
memberikan kejelasan status dari lembaga-lembaga dimaksud.
Selanjutnya untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam
pembinaan dan pengawasan, maka dengan Peraturan Pemerintah
ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian status
lembaga-lembaga dimaksud sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
Pasal 59
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya
kekosongan hukum dan menampung pengaturan masalah-masalah
*7945 yang timbul sampai dengan dikeluarkannya peraturan
yang baru.
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perbankan_(uu_7_thn_1992)_7.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






