- Home »
- Undang-Undang »
- 1992 » Undang-Undang Keimigrasian (UU 9 thn 1992)
1992
Undang-Undang Keimigrasian (UU 9 thn 1992)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
keimigrasian_(uu_9_thn_1992)_9.pdf
UU 9/1992, KEIMIGRASIAN
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 9 TAHUN 1992 (9/1992)
Tanggal: 31 MARET 1992 (JAKARTA)
Sumber: LN 1992/33; TLN NO. 3474
Tentang: KEIMIGRASIAN
Indeks: ADMINISTRASI. HANKAM. KEHAKIMAN. Imigrasi.
Warganegara.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas
orang masuk atau ke luar wilayah Indonesia merupakan hak dan
wewenang Negara Republik Indonesia serta merupakan salah
satu perwujudan dari kedaulatannya sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang
berwawasan Nusantara dan dengan semakin meningkatnya lalu
lintas orang serta hubungan antar bangsa dan negara
diperlukan penyempurnaan pengaturan keimigrasian yang dewasa
ini diatur dalam berbagai bentuk peraturan
perundang-undangan yang tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan,
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang
perlu mengatur ketentuan tentang keimigrasian dalam suatu
Undang undang;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia (Lembaran Negara-Tahun 1958 Nomor 113,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang
Perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun
1976 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3077);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
*7974 MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEIMIGRASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk
atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan
pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat
wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
3. Surat Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat
identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan
antar negara.
4. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara,
atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagai
tempat masuk atau ke luar wilayah Indonesia.
5. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang keimigrasian.
6. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Republik
Indonesia.
7. Visa untuk Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa
adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang
berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat
lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan
melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
8. Izin Masuk adalah izin yang diterakan pada Visa atau Surat
Perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang
diberikan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan
Imigrasi.
9. Izin Masuk Kembali adalah izin yang diterakan pada Surat
Perjalanan orang asing yang mempunyai izin tinggal di
Indonesia untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
10. Tanda Bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan oleh
Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam Surat
Perjalanan setiap orang yang akan meninggalkan wilayah
Indonesia.
11. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana
transportasi lainnya yang lazim dipergunakan untuk
mengangkut orang.
12. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap
orang orang tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia
berdasarkan alasan tertentu.
13. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara
terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah
Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
14. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dalam
bidang keimigrasian di luar proses peradilan.
15. Karantina Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi
orang asing yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi
atau tindakan keimigrasian lainnya.
16. Pengusiran atau deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang
asing dari wilayah Indonesia karena keberadaannya tidak
dikehendaki.
Pasal 2
Setiap Warga Negara Indonesia berhak melakukan perjalanan ke luar
atau masuk wilayah Indonesia.
BAB II
MASUK DAN KE LUAR WILAYAH INDONESIA
Pasal 3
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib
memiliki Surat Perjalanan.
Pasal 4
(1) Setiap orang dapat ke luar wilayah Indonesia setelah
mendapat Tanda Bertolak.
(2) Setiap orang asing dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah
mendapat Izin Masuk.
Pasal 5
(1) Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib
melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 6
(1) Setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib
memiliki Visa.
(2) Visa diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan
kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta. tidak akan
menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan
nasional.
Pasal 7
(1) Dikecualikan dari kewajiban memiliki Visa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah:
*7976 a. orang asing warga negara dari negara yang
berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki
Visa;
b. orang asing yang memiliki Izin Masuk Kembali;
c. kapten atau nakhoda dan, awak yang bertugas pada alat
angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di bandar
udara di wilayah Indonesia;
d. penumpang transit di pelabuhan atau bandar udara di
wilayah Indonesia sepanjang tidak ke luar dari tempat
transit yang berada di daerah Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, persyaratan dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan Visa diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dapat menolak
atau tidak memberi izin kepada orang asing untuk masuk ke wilayah
Indonesia apabila orang asing tersebut:
a. tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah;
b. tidak memiliki Visa kecuali yang tidak diwajibkan
memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf a;
c. menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang
membahayakan kesehatan umum;
d. tidak memiliki Izin Masuk Kembali atau tidak mempunyai
izin untuk masuk ke negara lain;
e. ternyata telah memberi keterangan yang tidak benar
dalam memperoleh Surat Perjalanan dan/atau Visa.
Pasal 9
Penanggung jawab alat angkut yang datang atau akan berangkat ke
luar wilayah Indonesia diwajibkan untuk:
a. memberitahukan kedatangan atau, rencana keberangkatan;
b. menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak alat
angkut yang ditandatangani kepada Pejabat Imigrasi;
c. mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang datang
dari luar. wilayah Indonesia dengan membawa penumpang;
d. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut
tanpa izin Pejabat Imigrasi selama dilakukan pemeriksaan
keimigrasian;
e. membawa kembali ke luar wilayah Indonesia setiap orang
asing yang datang dengan alat angkutnya yang tidak mendapat
Izin Masuk dari Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan
Imigrasi.
Pasal 10
Pejabat Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi,
berwenang naik ke alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau
mendarat di bandar udara untuk kepentingan pemeriksaan
keimigrasian.
*7977 BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN
Bagian Pertama
Pencegahan
Pasal 11
(1) Wewenang dan tanggung jawab pencegahan dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat
keimigrasian;
b. Menteri Keuangan, sepanjang menyangkut urusan piutang
negara;
c. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan
Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan
pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi
yang ditunjuk olehnya.
Pasal 12
(1) Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat
sekurang kurangnya:
a. identitas orang yang terkena pencegahan;
b. alasan pencegahan; dan
c. jangka waktu pencegahan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan
dengan surat tercatat kepada orang atau orang-orang yang
terkena pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal penetapan.
Pasal 13
(1) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf a dan b berlaku untuk jangka waktu paling
lama 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang untuk paling
banyak 2 (dua) kali masing-masing tidak lebih dari 6 (enam)
bulan.
(2) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf c berlaku untuk jangka waktu sesuai dengan
keputusan Jaksa Agung.
(3) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf d berlaku untuk jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk
paling lama 6 (enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa
*7978 perpanjangan pencegahan tersebut tidak lebih dari 2
(dua) tahun.
(4) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) pencegahan tersebut
berakhir demi hukum.
Pasal 14
Berdasarkan keputusan pencegahan dari pejabat-pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu ke luar
wilayah Indonesia.
Bagian Kedua
Penangkalan
Pasal 15
(1) Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap orang asing
dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat
keimigrasian;
b. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan
Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia;
c. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan
pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1982 tenlang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi
yang ditunjuk olehnya.
Pasal 16
(1) Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap Warga
Negara Indonesia dilakukan oleh sebuah Tim yang dipimpin
oleh Menteri dan anggotanya terdiri dari unsur-unsur:
a. Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
b. Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c. Departemen Luar Negeri;
d. Departemen Dalam Negeri;
e. Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas
Nasional; dan
f. Badan Koordinasi Intelijen Negara.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi
yang ditunjuk olehnya.
Pasal 17
Penangkalan terhadap orang asing dilakukan karena :
a. diketahui atau diduga terlibat dengan kegiatan sindikat
kejahatan internasional;
b. pada saat berada di negaranya sendiri atau di negara lain
bersikap bermusuhan terhadap Pemerintah Indonesia atau
melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik bangsa dan
Negara Indonesia;
c. diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan
dan ketertiban umum, kesusilaan, agama dan adat kebiasaan
masyarakat Indonesia;
d. atas permintaan suatu negara, orang asing yang berusaha
menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di
negara tersebut karena melakukan kejahatan yang juga diancam
pidana menurut hukum yang berlaku di Indonesia;
e. pernah diusir atau dideportasi dari wilayah Indonesia ; dan
f. alasan-alasan lain yang berkaitan dengan keimigrasian yang
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Warga Negara Indonesia hanya dapat dikenakan penangkalan dalam
hal:
a. telah lama meninggalkan Indonesia atau tinggal menetap
atau telah menjadi penduduk suatu negara lain dan melakukan
tindakan atau bersikap bermusuhan terhadap Negara atau
Pemerintah Republik Indonesia;
b. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengganggu
jalannya pembangunan, menimbulkan perpecahan bangsa, atau
dapat mengganggu stabilitas nasional; atau
c. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengancam
keselamatan diri atau keluarganya.
Pasal 19
(1) Penangkalan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat
sekurang kurangnya:
a. identitas orang yang terkena penangkalan;
b. alasan penangkalan; dan
c. jangka waktu penangkalan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan
kepada perwakilan-perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 20
(1) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) huruf a dan c, berlaku untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk
jangka waktu, yang sama atau kurang dari waktu tersebut.
(2) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) huruf b, berlaku untuk jangka waktu sesuai dengan
keputusan Jaksa Agung.
(3) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir demi
hukum.
Pasal 21
(1) Keputusan penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlaku untuk jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat
diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan dengan
ketentuan seluruh masa perpanjangan penangkalan tersebut
tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(2) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir demi
hukum.
Pasal 22
Berdasarkan keputusan penangkalan dari pejabat-pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16
ayat (1) Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
wajib menolak orang-orang tertentu masuk wilayah Indonesia.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penangkalan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KEBERADAAN ORANG ASING
DI WILAYAH INDONESIA
Pasal 24
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib
memiliki izin keimigrasian.
(2) izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas:
a. Izin Singgah;
b. Izin Kunjungan;
c. Izin Tinggal Terbatas;
d. Izin Tinggal Tetap.
Pasal 25
(1) Izin Singgah diberikan kepada orang asing yang memerlukan
singgah di wilayah Indonesia untuk meneruskan perjalanan ke
negara lain.
(2) Izin Kunjungan diberikan kepada orang asing berkunjung ke
wilayah Indonesia untuk waktu yang singkat dalam rangka
tugas pemerintahan, pariwisata, kegiatan sosial budaya atau
usaha.
(3) Izin Tinggal Terbatas diberikan kepada orang asing untuk
tinggal di wilayah Indonesia dalam jangka waktu yang
terbatas.
(4) Izin Tinggal Tetap diberikan kepada orang asing untuk
tinggal menetap di wilayah Indonesia.
Pasal 26
(1) Ketentuan Pasal 8 berlaku pula terhadap permohonan izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Izin Tinggal Tetap tidak diberikan kepada orang asing yang
memperoleh izin untuk masuk ke wilayah Indonesia yang tidak
memiliki paspor kebangsaan negara tertentu.
Pasal 27
Pemegang Izin Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Tetap yang akan
melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dan bermaksud
untuk kembali, dapat diberikan Izin Masuk Kembali.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan,
pemberian atau penolakan izin keimigrasian serta hal-hal lain
yang berkenaan dengan keberadaan orang asing di wilayah Indonesia
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 29
(1) Surat Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas:
a. Paspor Biasa;
b. Paspor Diplomatik;
c. Paspor Dinas;
d. Paspor Haji;
e. Paspor untuk Orang Asing;
f. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara
Indonesia;
g. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing;
h. Surat Perjalanan Laksana Paspor Dinas.
(2) Surat Perjalanan Republik Indonesia adalah dokumen negara.
Pasal 30
(1) Paspor Biasa diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang
akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia.
(2) Paspor biasa diberikan juga kepada Warga Negara Indonesia
yang bertempat tinggal di luar negeri.
(3) Dalam keadaan khusus apabila Paspor Biasa tidak dapat
diberikan, sebagai penggantinya dikeluarkan Surat Perjalanan
Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia.
Pasal 31
Paspor Diplomatik diberikan kepada Warga Negara Indonesia
yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam
rangka penempatan atau perjalanan untuk tugas yang bersifat
diplomatik.
Pasal 32
(1) Paspor Dinas diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang
akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam
rangka penempatan atau perjalanan dinas yang bukan bersifat
diplomatik.
(2) Dalam keadaan khusus apabila Paspor Dinas tidak dapat
diberikan, sebagai penggantinya dikeluarkan Surat Perjalanan
Laksana Paspor Dinas.
Pasal 33
Paspor Haji diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan
melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka
menunaikan ibadah haji.
Pasal 34
(1) Paspor untuk Orang Asing dapat diberikan kepada orang asing,
yang pada saat berlakunya Undang-undang ini telah memiliki
Izin Tinggal Tetap, akan melakukan perjalanan ke
luar.wilayah Indonesia dan tidak mempunyai Surat Perjalanan
serta dalam waktu yang dianggap layak tidak dapat memperoleh
dari negaranya atau negara lain.
(2) Paspor untuk Orang Asing tidak berlaku lagi pada saat
pemegangnya memperoleh Surat Perjalanan dari negara lain.
Pasal 35
(1) Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing dapat
diberikan kepada orang asing yang tidak mempunyai Surat
Perjalanan yang sah dan:
a. atas kehendak sendiri ke luar dari wilayah Indonesia,
sepanjang orang asing yang bersangkutan tidak terkena
pencegahan;
b. dikenakan tindakan pengusiran atau deportasi; atau
c. dalam keadaan tertentu yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, diberi izin untuk masuk ke wilayah
Indonesia.
(2) Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) hanya diberikan untuk satu kali perjalanan.
Pasal 36
Anak-anak yang berumur di bawah 16 (enam belas) tahun dapat
diikutsertakan dalam Surat Perjalanan orang tuanya.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
permohonan, pemberian atau pencabutan serta hal-hal lain yang
berkenaan dengan Surat Perjalanan Republik Indonesia diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PENGAWASAN ORANG ASING
DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN
Pasal 38
(1) Pengawasan terhadap orang asing di Indonesia meliputi:
a. masuk dan keluarnya orang asing ke dan dari wilayah
Indonesia;
b. keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah
Indonesia.
(2) untuk kelancaran dan ketertiban pengawasan, Pemerintah
menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang berada di
wilayah Indonesia.
Pasal 39
Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib:
a. memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai
identitas diri dan atau keluarganya, perubahan status sipil
dan kewarganegaraannya serta perubahan alamatnya;
b. memperlihatkan Surat Perjalanan atau dokumen
keimigrasian yang dimilikinya pada waktu diperlukan dalam
rangka pengawasan;
c. mendaftarkan diri jika berada di Indonesia lebih dari
90 (sembilan puluh) hari.
Pasal 40
Pengawasan orang asing dilaksanakan dalam bentuk dan cara:
a. pengumpulan dan pengolahan data orang asing yang masuk
atau ke luar wilayah Indonesia;
b. pendaftaran orang asing yang berada di wilayah
Indonesia;
c. pemantauan, pengumpulan, dan pengolahan bahan
keterangan dan informasi mengenai kegiatan orang asing;
d. penyusunan daftar nama-nama orang asing yang tidak
dikehendaki masuk atau ke luar wilayah Indonesia; dan
e. kegiatan lainnya.
Pasal 41
Pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing yang beradawilayah Indonesia dilakukan Menteri dengan koordinasi bersama
Badan atau Instansi Pemerintah yang terkait.
Pasal 42
(1) Tindakan keimigrasian dilakukan terhadap orang asing
yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan
yang berbahaya atau patut diduga akan berbahaya bagi
keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menghormati atau
menaati peraturan perundang undangan yang berlaku.
(2) Tindakan keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat berupa:
a. pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberadaan;
b. larangan untuk berada di suatu atau, beberapa tempat
tertentu di wilayah Indonesia;
c. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat
tertentu di wilayah Indonesia;
d. pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau
penolakan masuk ke wilayah Indonesia.
Pasal 43
(1) Keputusan mengenai tindakan keimigrasian harus disertai
dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).
(2) Setiap orang asing yang dikenakan tindakan keimigrasian
dapat mengajukan keberatan kepada Menteri.
Pasal 44
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dapat
ditempatkan di Karantina Imigrasi:
a. apabila berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin
keimigrasian yang sah; atau
b. dalam rangka menunggu proses pengusiran atau deportasi
ke luar wilayah Indonesia.
(2) Karena alasan tertentu orang asing sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat ditempatkan di tempat lain.
Pasal 45
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia
melampaui waktu tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari dari
izin keimigrasian yang diberikan, dikenakan biaya beban.
(2) Penanggung jawab alat angkut yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dikenakan
biaya beban.
(3) Penetapan biaya beban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan (2) diatur oleh Menteri dengan persetujuan Menteri
Keuangan.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan orang asing dan
tindakan keimigrasian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENYIDIKAN
Pasal 47
*7985
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
pembinaan keimigrasian, diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan
penyidikan tindak pidana keimigrasian.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan tentang adanya tindak pidana
keimigrasian;
b. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan
seorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian;
c. memeriksa dan/atau menyita surat-surat,
dokumen-dokumen, Surat Perjalanan, atau benda-benda yang ada
hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
d. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai
saksi;
e. melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tertentu yang
diduga terdapat surat-surat, dokumen-dokumen, Surat
Perjalanan, atau benda-benda lain yang ada hubungannya
dengan tindak pidana keimigrasian;
f. mengambil sidik jari dan memotret tersangka.
(3) Kewenangan Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 48
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia tanpa
melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan
Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta
rupiah).
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah):
a. orang asing yang dengan sengaja membuat palsu atau
memalsukan Visa atau izin keimigrasian; atau
b. orang asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau
izin keimigrasian palsu atau yang dipalsukan untuk masuk
atau berada di wilayah Indonesia.
Pasal 50
Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan
kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin *7986
keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 51
Orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 atau tidak membayar biaya beban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 52
Orang asing yang izin keimigrasiannya habis berlaku dan masih
berada dalam wilayah Indonesia melampaui 60 (enam puluh) hari
dari batas waktu izin yang diberikan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 53
Orang asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah
atau yang pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di
wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
Pasal 54
Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan, melindungi,
memberi pemondokan, memberi penghidupan atau pekerjaan kepada
orang asing yang diketahui atau patut diduga:
a. pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di
wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah);
b. berada di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 25.,000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah);
c. izin keimigrasiannya habis berlaku, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 55
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menggunakan Surat Perjalanan Republik Indonesia
sedangkan ia mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa Surat
Perjalanan itu palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau *7987 denda paling
banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
b. menggunakan Surat Perjalanan orang lain atau Surat
Perjalanan Republik Indonesia yang sudah dicabut atau
dinyatakan batal, atau menyerahkan kepada orang lain Surat
Perjalanan Republik Indonesia yang diberikan kepadanya,
dengan maksud digunakan secara tidak berhak, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
c. memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang
tidak benar untuk memperoleh Surat Perjalanan Republik
Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda
paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); atau
d. memiliki atau menggunakan secara melawan hukum 2 (dua)
atau lebih Surat Perjalanan Republik Indonesia yang semuanya
berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah).
Pasal 56
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah):
a. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
mencetak, mempunyai, menyimpan blanko Surat Perjalanan
Republik Indonesia atau blanko dokumen keimigrasian; atau
b. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
membuat, mempunyai atau menyimpan cap yang dipergunakan
untuk mensahkan Surat Perjalanan Republik Indonesia atau
dokumen keimigrasian,
Pasal 57
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk
kepentingan diri sendiri atau orang lain merusak, menghilangkan
atau mengubah baik sebagian maupun seluruhnya keterangan atau cap
yang terdapat dalam Surat Perjalanan Republik Indonesia, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 58
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk
kepentingan diri sendiri atau orang lain mempunyai, menyimpan,
mengubah atau menggunakan data keimigrasian baik secara manual
maupun elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun.
Pasal 59
*7988
Pejabat yang dengan sengaja dan melawan hukum memberikan atau
memperpanjang berlakunya Surat Perjalanan Republik Indonesia atau
dokumen keimigrasian kepada seseorang yang diketahuinya tidak
berhak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun.
Pasal 60
Setiap orang yang memberi kesempatan menginap kepada orang asing
dan tidak melaporkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Pejabat Pemerintah Daerah setempat yang berwenang
dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan orang asing
tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 61
Orang asing yang sudah mempunyai izin tinggal yang tidak melapor
kepada kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat
tinggal atau tempat kediamannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak diperolehnya izin tinggal, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp
5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 62
Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 48, 49, 50, 52,
53, 54, 55, 56, 57, 58, dan Pasal 59 Undang-undang ini adalah
kejahatan. Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 51, 60,
dan Pasal 61 Undang-undang ini adalah pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 63
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini:
a. Izin menetap yang telah diberikan berdasarkan
Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1955 tentang Kependudukan
Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 463); dinyatakan tetap berlaku untuk
paling lama 3 (tiga) tahun.
b. Perizinan keimigrasian lainnya yang telah diberikan dan
masih berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka
waktunya habis.
c. Surat Perjalanan Republik Indonesia yang telah
dikeluarkan, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktunya
habis.
Pasal 64
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Peraturan
Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya di bidang
keimigrasian dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti dengan yang baru berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN LAIN
Pasal 65
Ketentuan keimigrasian bagi lalu lintas orang di daerah
perbatasan dapat diatur tersendiri dengan perjanjian Lintas Batas
antara Pemerintah Negara Republik Indonesia dan pemerintah negara
tetangga yang memiliki perbatasan yang sama, dengan memperhatikan
ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 66
Ketentuan yang berlaku bagi orang asing yang datang dan berada di
wilayah Indonesia dalam rangka tugas diplomatik dan dinas diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 67
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini:
a. Toelatingstesluit (Staatsblad 1916 Nomor 47)
sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan
Staatsblad 1949 Nomor 330 serta Toelatingsordonnantie
(Staatsblad 1949 Nomor 331);
b. Undang-undang Nomor 42 Drt. Tahun 1950 tentang Bea
Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 77);
c. Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1953 tentang
Pengawasan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 463);
d. Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 tentang Tindak
Pidana Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 28,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 807);
e. Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1955 tentang
Kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 812); dan
f. Undang-undang Nomor 14 Drt. Tahun 1959 tentang Surat
Perjalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1959
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1799);
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 68
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
*7990
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan Penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1992
TENTANG
KEIMIGRASIAN
UMUM
Peraturan perundang-undangan keimigrasian yang sekarang
berlaku tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Sebagian masih merupakan peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda, dan sebagian dibentuk
sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Peraturan perundang-undangan yang berasal dari masa Hindia
Belanda-Toelatingsbesluit 1916 (Staatsblad 1916 Nomor 47),
Toelatingsbesluit 1949 (Staatsblad 1949 Nomor 330), dan
Toelatingsordonnantie 1949 (Staatsblad 1949 Nomor 331) - begitu
pula peraturan perundang-undangan yang dibentuk setelah Indonesia
merdeka, seperti Undang-undang Nomor 42 Drt. Tahun 1950 tentang
Bea Imigrasi, Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1953 tentang
Pengawasan Orang Asing, Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955
tentang Tindak Pidana Imigrasi dan berbagai peraturan
perundang-undangan lainnya, dipandang tidak sesuai lagi dengan
tuntutan dan perkembangan serta kebutuhan hukum masyarakat dewasa
ini. Baik karena perkembangan nasional maupun internasional telah
berkembang hukum-hukum baru yang mengatur mengenai wilayah negara
dan berbagai hak-hak berdaulat yang diakui oleh hukum dan
pergaulan internasional yang mempengaruhi ruang lingkup
tugas-tugas dan wewenang keimigrasian.
Dalam upaya mewujudkan Wawasan Nusantara, pada tahun 1960
ditetapkan Undang-undang Nomor 4 Prp. Tahun 1960 tentang Perairan
Indonesia yang menyebabkan tugas dan wewenang keimigrasian secara
teritorial menjadi lebih luas. Selanjutnya jangkauan teritorial
ini makin luas setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor I
Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia, Undang-undang Nomor
7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Propinsi
Daerah Tingkat I Timor Timur, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983
tentang Zona Ekonomi Eksklusif, serta Undang-undang Nomor 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut.
Selain kehadiran berbagai peraturan perundang-undangan baru
tersebut di atas, terdapat pula berbagai faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan tugas dan wewenang keimigrasian seperti
pembangunan nasional, kemajuan ilmu dan teknologi serta
berkembangnya kerjasama regional maupun internasional yang
mendorong meningkatnya arus orang untuk masuk dan ke luar wilayah
Indonesia.
Untuk menjamin kemanfaatan dan melindungi berbagai
kepentingan nasional maka perlu ditetapkan prinsip, tata
pengawasan, tata pelayanan atas masuk dan ke luar orang ke dan
dari wilayah Indonesia sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan
nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Terhadap orang asing, pelayanan dan pengawasan di bidang
keimigrasian dilaksanakan berdasarkan prinsip yang bersifat
selektif (selective policy). Berdasarkan prinsip ini, hanya
orang-orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi
kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia serta
tidak membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan
baik terhadap rakyat, maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
diizinkan masuk atau ke luar wilayah Indonesia.
Orang asing karena alasan-alasan tertentu seperti sikap
permusuhan terhadap rakyat dan negara Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 - untuk
sementara waktu dapat ditangkal masuk ke wilayah Indonesia.
Selanjutnya berdasarkan "selective policy", akan diatur secara
selektif izin tinggal bagi orang asing sesuai dengan maksud dan
tujuannya berada di Indonesia.
Terhadap Warga Negara Indonesia berlaku prinsip bahwa setiap
Warga Negara Indonesia berhak ke luar atau masuk ke wilayah
Indonesia. Namun demikian hak-hak ini bukan sesuatu yang tidak
dapat dibatasi. Karena alasan-alasan tertentu dan untuk jangka
waktu tertentu Warga Negara Indonesia dapat dicegah ke luar dari
wilayah Indonesia dan dapat ditangkal masuk ke wilayah Indonesia.
Tetapi karena penangkalan pada dasarnya ditujukan pada orang
asing, maka penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia hanya
dikenakan dalam keadaan yang sangat khusus. Penangkalan terhadap
Warga Negara Indonesia hanya dikenakan terhadap mereka yang telah
lama meninggalkan Indonesia, atau tinggal menetap atau telah
menjadi penduduk negara lain dan melakukan tindakan atau sikap
permusuhan terhadap Negara atau Pemerintah Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lebih
lanjut, penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia dapat pula
dikenakan berdasarkan pertimbangan bahwa dengan masuknya mereka
ke wilayah Indonesia diperkirakan akan mengganggu jalannya *7992
pembangunan nasional, menimbulkan perpecahan bangsa, mengganggu
stabilitas nasional, dan dapat pula menimbulkan ancaman terhadap
diri atau keluarganya. Mengingat pencegahan dan penangkalan
bersangkut paut dengan hak seseorang untuk berpergian, maka
keputusan pencegahan dan penangkalan harus mencerminkan dan
mengingat prinsip-prinsip negara yang berdasarkan atas hukum
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Aspek pelayanan keimigrasian mengandung makna melancarkan
dan memudahkan orang masuk dan ke luar ke dan dari Wilayah
Indonesia. Dalam aspek pelayanan termasuk pengaturan pembebasan
Visa bagi orang asing dari negara-negara tertentu. Berbagai
bentuk pelayanan ini tidak terlepas dari kepentingan nasional,
karena itu setiap kemudahan keimigrasian yang diberikan kepada
warga negara asing dari satu atau beberapa negara tertentu
dilakukan dengan sedapat mungkin mengupayakan penerapan prinsip
resiprositas yang memungkinkan Warga Negara Indonesia menikmati
kemudahan-kemudahan yang sama dari negara-negara yang mendapat
kemudahan keimigrasian di Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan prinsip "selective policy"
diperlukan pengawasan terhadap orang asing. Pengawasan ini tidak
hanya pada saat mereka masuk, tetapi selama mereka berada di
wilayah Indonesia termasuk kegiatan-kegiatannya. Pengawasan
keimigrasian mencakup penegakan hukum keimigrasian baik yang
bersifat administratif maupun tindak pidana keimigrasian.
Karena itu, perlu pula diatur mengenai Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan keimigrasian yang akan menjalankan
tugas dan wewenang menurut ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang ini dan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Aspek pelayanan dan pengawasan ini tidak pula terlepas dari
sifat wilayah Indonesia yang berpulau-pulau, mempunyai jarak yang
dekat bahkan berbatasan dengan beberapa negara tetangga. Pada
tempat-tempat tersebut terdapat lalu lintas tradisional masuk dan
ke luar baik Warga Negara Indonesia maupun warga negara tetangga.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memudahkan pengawasan,
dapat diatur perjanjian lintas batas dan diusahakan perluasan
Tempat-tempat Pemeriksaan Imigrasi. Dengan demikian dapat
dihindari orang masuk atau ke luar wilayah Indonesia di luar
Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Kepentingan nasional adalah kepentingan seluruh rakyat
Indonesia. Karena itu, pengawasan terhadap orang asing memerlukan
juga partisipasi masyarakat untuk melaporkan orang asing yang
diketahui atau diduga berada di wilayah Indonesia secara tidak
sah atau menyalahgunakan izin keimigrasiannya.
Untuk meningkatkan partisipasi tersebut, perlu dilakukan
usaha-usaha meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Perkembangan-perkembangan baru, dan berbagai materi muatan
yang berkaitan dengan prinsip-prinsip keimigrasian seperti
selective policy, tata pelayanan, pengawasan, pencegahan,
penangkalan, penyidikan, pemantauan dan lain-lain belum
seluruhnya tertampung dalam peraturan perundang-undangan yang
telah ada. Karena itu, untuk memadukan dan menyatukan berbagai
peraturan perundang-undangan yang ada dan menampung berbagai
perkembangan baru, maka disusunlah Undang-undang
*7993
Keimigrasian yang baru ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud pembebasan Visa dalam ayat ini,
misalnya untuk kepentingan pariwisata.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan kapten, nakhoda dan awak
dalam huruf c ayat ini adalah orang asing yang menjadi
kapten, nakhoda, atau awak yang sedang bertugas pada pesawat
udara, kapal laut atau alat angkut lainnya yang mendarat
atau berlabuh di bandar udara atau pelabuhan yang ditetapkan
sebagai tempat atau pintu masuk ke wilayah Indonesia.
Mengingat bagian-bagian tertentu wilayah Indonesia
berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga, tidak
tertutup kemungkinan berkembangnya hubungan darat antara
Indonesia dengan negara-negara tetangga dengan menggunakan
alat angkut seperti bus atau kereta api.
Apabila hal ini terjadi maka kepada pengemudi bus,
masinis kereta api, atau pengemudi kendaraan umum lainnya
termasuk awaknya, dapat diberlakukan ketentuan yang berlaku
bagi kapten atau nakhoda yang sedang bertugas sepanjang
tidak ditentukan secara khusus dalam perjanjian lintas batas
antara Indonesia dan negara tetangga yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas
*7994 Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Orang asing pada waktu melintasi batas wilayah Indonesia
sebenarnya secara nyata telah memasuki wilayah Indonesia
tetapi masuknya orang asing itu baru sah setelah melalui
pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi. Keabsahan orang asing masuk wilayah
Indonesia tersebut penting karena akan menjadi dasar bagi
pemberian izin keimigrasian lainnya.
Huruf a
Yang dimaksud dengan Surat Perjalanan yang sah dalam
huruf a ini adalah Surat Perjalanan yang masih berlaku.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan penanggung jawab alat angkut dalam
Pasal ini adalah pengusaha alat angkut yang bersangkutan
atau perwakilannya. Kapten atau nakhoda dianggap pula
sebagai penanggung jawab alat angkut.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud bendera isyarat dalam huruf c Pasal ini
adalah Bendera "N" dari kapal laut sebagai pemberitahuan
bahwa kapal tersebut datang dari luar negeri dengan membawa
penumpang dan tanda permintaan untuk dilakukan pemeriksaan
keimigrasian di atas kapal tersebut.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
*7995 Yang dimaksud dengan urusan yang bersifat
keimigrasian dalam huruf a ayat ini adalah pencegahan yang
dilakukan karena alasan-alasan seperti :
1) Warga Negara Indonesia yang pernah diusir
atau dideportasi ke Indonesia oleh suatu negara lain;
2) Warga Negara Indonesia yang pada saat berada
di luar negeri melakukan perbuatan yang mencemarkan nama
baik bangsa dan Negara Indonesia;
3) Warga negara asing yang belum atau tidak
memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap Negara atau Pemerintah
Republik Indonesia, misalnya belum melunasi pajak sebagai
orang asing.
Huruf b
Yang dimaksud dengan piutang negara dalam huruf b
ayat ini adalah tagihan terhadap seseorang atau badan hukum
yang timbul dari perjanjian keperdataan dengan instansi
Pemerintah, Badan-badan Usaha Negara, atau badan-badan
lainnya baik di pusat maupun di daerah yang secara langsung
atau tidak langsung dikuasai Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pelaksanaan pencegahan dalam huruf d ayat ini,
dilakukan semata-mata untuk mencapai tujuan dan dalam
batas-batas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988, terutama Pasal 3
dan Pasal 12.
Berdasarkan Undang-undang ini pertahanan dan
keamanan negara bertujuan untuk menjamin tetap tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 terhadap segala ancaman baik dari
luar maupun dari dalam negeri serta tercapainya tujuan
nasional. Pelaksanaan komando pertahanan keamanan negara ada
pada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan tugas di bidang
pertahanan keamanan, Panglima Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dapat mencegah seseorang untuk ke luar dari
wilayah Indonesia. Pencegahan tersebut dilakukan apabila
orang atau orang-orang tertentu menunjukkan secara nyata
sikap atau tindakan yang akan mengganggu atau mengancam
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang *7996
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal-hal
yang semata-mata berdasarkan dugaan tanpa bukti-bukti awal
yang cukup bahwa orang-orang tertentu mengganggu atau
mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak
dapat dijadikan alasan untuk melakukan pencegahan. Begitu
pula perbedaan pandangan, persepsi atau kebijaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan negara, tanpa dimaksudkan untuk
mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak
dapat dijadikan alasan pencegahan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan surat tercatat dalam ayat ini
termasuk juga bukti penerimaan oleh yang bersangkutan atau
orang lain pada alamat orang atau orang-orang yang terkena
pencegahan.
Pasal 13
Ayat (1)
Setiap keputusan perpanjangan pencegahan harus memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan urusan yang bersifat
keimigrasian dalam huruf a ayat ini adalah penangkalan yang
dilakukan karena alasan-alasan sebagai-mana dimaksud dalam
Pasal 8.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
*7997 Pelaksanaan penangkalan dalam huruf c ayat
ini, dilakukan semata-mata untuk mencapai tujuan dan dalam
batas-batas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
Berdasarkan Undang-undang ini, pertahanan dan
keamanan negara bertujuan untuk tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 terhadap segala ancaman baik dari
luar maupun dari dalam negeri serta tercapainya tujuan
nasional. Pelaksanaan komando pertahanan keamanan negara ada
pada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Dengan
demikian, dalam rangka melaksanakan tugas di bidang
pertahanan keamanan, Panglima Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia berwenang menangkal orang asing untuk masuk ke
wilayah Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Penanganan oleh sebuah Tim ini, dimaksudkan untuk menjamin
agar penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia benar-benar
dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan obyektif
melalui suatu penelitian yang sangat mendalam dan seksama,
sehingga di satu pihak tujuan untuk memberikan perlindungan
kepada hak-hak mereka sebagai Warga Negara Indonesia dapat
dipenuhi dan di pihak lain tujuan untuk melindungi
kepentingan yang lebih luas dan lebih besar yaitu
kepentingan tetap tegaknya Negara Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tetap
terjamin.
Pasal 17
Huruf a
Yang dimaksud dengan sindikat kejahatan
internasional.dalam huruf a Pasal ini antara lain kejahatan
narkotik dan terorisme.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 18
*7998 Pada dasarnya Warga Negara Indonesia berhak untuk
masuk atau kembali ke Indonesia. Karena itu penangkalan
terhadap mereka hanya dilakukan berdasarkan keadaan yang
khusus.
Keadaan khusus tersebut adalah bahwa mereka telah lama
berada dan tinggal menetap di luar negeri, sehingga sikap
mental, ucapan dan tingkah laku mereka benar-benar sudah
seperti orang asing dan melakukan tindakan yang memusuhi
Negara Indonesia serta bersikap anti Pemerintah Negara
Republik Indonesia. Di samping itu, penangkalan terhadap
Warga Negara Indonesia dapat juga dilakukan atas
pertimbangan masuknya mereka ke Indonesia dapat menimbulkan
gangguan terhadap pembangunan nasional, menimbulkan
perpecahan bangsa, atau mengganggu stabilitas nasional dan
dapat pula menimbulkan ancaman terhadap diri atau
keluarganya.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perwakilan-perwakilan Republik
Indonesia dalam ayat ini adalah Atase Imigrasi atau Dinas
Konsuler pada perwakilan Republik Indonesia.
Pengiriman keputusan penangkalan kepada perwakilan
Republik Indonesia dimaksudkan agar orang asing yang
bersangkutan tidak diberikan Visa untuk masuk ke wilayah
Indonesia.
Khusus bagi Warga Negara Indonesia yang terkena
penangkalan sedapat mungkin pemberitahuannya disampaikan
kepada yang bersangkutan melalui perwakilan Republik
Indonesia tersebut.
Pasal 20
Ayat (1)
Setiap keputusan perpanjangan penangkalan harus
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(2).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
*7999 Ayat (1)
Izin keimigrasian yang dimaksud dalam ayat ini
merupakan bukti keberadaan yang sah bagi setiap orang asing
di wilayah Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Izin Singgah dalam ayat ini sering
juga disebut izin transit adalah izin untuk berada di
wilayah Indonesia yang diberikan kepada orang asing yang
memerlukan singgah di Indonesia dalam perjalanannya menuju
atau meneruskan perjalanan ke suatu negara lain.
Lamanya Izin Singgah tergantung pada jadwal
pemberangkatan pesawat atau kapal yang akan ditumpangi
menuju atau untuk meneruskan perjalanan tersebut. Karena
Izin Singgah memberikan izin memasuki wilayah Indonesia maka
semua persyaratan keimigrasian harus dipenuhi termasuk tiket
untuk meneruskan perjalanan ke negara tujuan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Izin Kunjungan dalam ayat ini
sesuai dengan sifatnya adalah kunjungan singkat, untuk
tugas-tugas pemerintahan, kegiatan sosial budaya, atau
usaha.
Jangka waktu Izin Kunjungan disesuaikan dengan
keperluan atau jadwal kegiatan tersebut. Izin Kunjungan
kepariwisataan ditentukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Adapun yang dimaksud dengan
kunjungan kegiatan sosial budaya antara lain untuk misi
kesenian, misi pendidikan, atau program tukar menukar
budaya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Izin Tinggal Terbatas dalam ayat
ini adalah izin yang diberikan kepada orang asing yang
memenuhi persyaratan-persyaratan keimigrasian dan mengajukan
permohonan tinggal untuk jangka waktu terbatas di wilayah
Indonesia baik karena pekerjaan, atau alasan-alasan lain
yang sah.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Izin Tinggal Tetap dalam ayat ini
adalah izin yang diberikan kepada orang asing yang telah
menetap di wilayah Indonesia secara berturut-turut untuk
jangka waktu tertentu dan memenuhi persyaratan-persyaratan
keimigrasian serta syarat-syarat lain yang akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya dalam Peraturan
Pemerintah akan diatur pula mengenai kedudukan istri dan
anak-anak orang asing yang mendapat Izin Tinggal Tetap serta
hal-hal yang menyangkut gugurnya Izin Tinggal Tetap
tersebut. Bagi orang asing yang telah mendapat Izin
*8000 Tinggal Tetap berlaku semua ketentuan-ketentuan
tentang kependudukan Indonesia.
Pasal 26
Ayat (1)
Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, faktor-faktor
yang disebut dalam Pasal 8 juga menjadi dasar bagi pemberian
atau penolakan permintaan izin keimigrasian tersebut.
Ayat (2)
Penegasan ketentuan dalam ayat ini untuk mengurangi
kemungkinan orang asing terutama yang berstatus tanpa
kewarganegaraan untuk memperoleh Izin Tinggal Tetap.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Paspor Biasa, Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk
Warga Negara Indonesia, Paspor untuk Orang Asing, dan Surat
Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing :
a. di Indonesia diberikan oleh Pejabat Imigrasi yang
ditunjuk Menteri; atau
b. di luar negeri diberikan oleh Pejabat Imigrasi
atau pejabat dinas luar negeri pada kantor perwakilan
Republik Indonesia yang ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri;
Paspor Diplomatik diberikan atas nama Presiden oleh
Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk Menteri Luar
Negeri. Paspor Dinas dan Surat Perjalanan Laksana Paspor
Dinas diberikan atas nama Menteri Luar Negeri oleh pejabat
yang ditunjuk Menteri Luar Negeri.
Paspor Haji diberikan oleh Menteri Agama atau pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan keadaan khusus dalam ayat ini
antara lain pemulangan Warga Negara Indonesia dari negara
lain.
Pasal 31
Cukup jelas
*8001
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan keadaan khusus dalam ayat ini
antara lain pengiriman rombongan untuk melaksanakan misi
Pemerintah yang tidak bersifat diplomatik dan dalam waktu
yang singkat.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Berdasarkan ketentuan ayat ini maka Paspor Untuk Orang
Asing tidak diberikan lagi kepada orang asing, yang sesudah
mulai berlakunya Undang-undang ini karena sesuatu hal
memperoleh izin tinggal. Penegasan ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 26 ayat (2).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam huruf
c ayat ini antara lain dalam hal seseorang yang kehilangan
kewarganegaraan Indonesia berdasarkan Pasal 17 huruf k
Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958, bermaksud kembali ke
Indonesia untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia
kembali.
Yang dimaksud dengan kepentingan nasional adalah
kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan tercapainya
tujuan nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan pemantauan adalah
kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui secara
dini setiap peristiwa yang diduga mengandung unsur-unsur
pelanggaran keimigrasian.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 41
Yang dimaksud dengan koordinasi bersama Badan atau Instansi
Pemerintah yang terkait, adalah bahwa pada dasarnya
pengawasan orang asing menjadi tanggung jawab Menteri c.q.
Pejabat Imigrasi. Mekanisme pelaksanaannya harus dilakukan
dengan mengadakan koordinasi dengan Badan atau Instansi
Pemerintah yang bidang tugasnya menyangkut orang asing.
Badan atau instansi tersebut, antara lain Departemen Luar
Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan
Keamanan, Departemen Tenaga Kerja, Kejaksaan Agung, Badan
Koordinasi Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Koordinasi pengawasan orang asing dilakukan secara terpadu,
terutama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
hal yang berkaitan dengan pendaftaran orang asing dan
kewajiban bagi orang asing yang telah memperoleh izin
tinggal untuk melapor pada Kantor Kepolisian Negara Republik
Indonesia di tempat tinggalnya atau tempat kediamannya.
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan alasan tertentu dalam ayat ini
adalah antara lain karena menyangkut anak-anak yang masih di
bawah umur, orang sakit yang memerlukan perawatan khusus,
atau Karantina Imigrasi tidak dapat menampung.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
*8003 Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Tindak pidana keimigrasian dalam Undang-undang ini
merupakan tindak pidana umum.
Ayat (2)
Pemberian wewenang kepada Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil dalam ayat ini, sama sekali tidak mengurangi
wewenang Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
untuk menyidik tindak pidana keimigrasian.
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
diminta atau tidak diminta memberi petunjuk dan bantuan
penyidikan kepada Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pemberian petunjuk dan bantuan tersebut, antara lain
meliputi ha]-ha] yang berkaitan dengan teknik dan taktik
penyidikan, penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan
laboratorium. Oleh karena itu, Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil sejak awal harus memberitahukan tentang
penyidikan yang sedang dilakukan kepada Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia. Setelah itu, hasil
penyidikan berupa berkas perkara, tersangka dan barang bukti
disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia, untuk kepentingan
penuntutan.
Pelaksanaan wewenang Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilakukan
berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, terutama ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil, yaitu antara lain Pasal 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan
Pasal 107.
Selain hal tersebut, wewenang Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil untuk menerima laporan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a ayat ini termasuk menerima pengaduan tentang
adanya tindak pidana keimigrasian.
Khusus mengenai wewenang menangkap dan menahan tersebut
dalam huruf b ayat ini hanya digunakan dalam hal-hal yang
sangat perlu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Yang dimaksud dengan Pejabat dalam Pasal ini adalah pegawai
negeri yang tugas dan wewenangnya berkaitan dengan pemberian
dan perpanjangan Surat Perjalanan Republik Indonesia atau
dokumen keimigrasian lainnya.
Pasal 60
Yang dimaksud dengan setiap orang dalam Pasal ini adalah
termasuk pengurus penginapan, hotel, pemondokan dan
lain-lain.
Apabila di daerah orang yang memberikan kesempatan menginap
kepada orang asing tidak terdapat kantor kepolisian, laporan
tersebut disampaikan kepada Pejabat Pemerintah setempat
yaitu Camat atau Kepala Desa/Lurah.
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Huruf a
Yang dimaksud dengan dinyatakan tetap berlaku untuk
paling lama 3 (tiga) tahun, dihitung sejak berlakunya
Undang-undang ini.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
*8005
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Yang dimaksud dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang
ini adalah bahwa perjanjian lintas batas yang akan dilakukan
oleh Pemerintah dengan pemerintah negara tetangga sejauh
mungkin memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam
Undang-undang ini.
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992
Silahkan download versi PDF nya sbb:
keimigrasian_(uu_9_thn_1992)_9.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






