- Home »
- Undang-Undang »
- 1992 » Undang-Undang Perkeretaapian (UU 13 thn 1992)
1992
Undang-Undang Perkeretaapian (UU 13 thn 1992)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perkeretaapian_(uu_13_thn_1992)_13.pdf
UU 13/1992, PERKERETAAPIAN
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 13 TAHUN 1992 (13/1992)
Tanggal: 11 MEI 1992 (JAKARTA)
Sumber: LN 1992/47; TLN NO. 3479
Tentang: PERKERETAAPIAN
Indeks: ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Prasarana.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis
untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh
ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa
dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi
tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang
ditata dalam sistem transportasi nasional, mempunyai
karakteristik pengangkutan secara masal dan keunggulan
tersendiri, perlu lebih dikembangkan potensinya dan
ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik
nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong,
dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan
kesejahteraan rakyat;
c. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur
perkeretaapian yang ada pada saat ini tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan
dan teknologi;
d. bahwa untuk meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan
perkeretaapian sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat
dan bangsa Indonesia serta agar lebih berhasilguna dan
berdayaguna dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai
perkeretaapian dalam Undang-undang;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
*8109 Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKERETAAPIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perkeretaapian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
sarana, prasarana, dan fasilitas penunjang kereta api untuk
penyelenggaraan angkutan kereta api yang disusun dalam satu
sistem;
2. Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan
lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel,
3. Jaringan jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api
yang terkait satu sama lain yang menghubungkan berbagai
tempat sehingga merupakan satu sistem;
4. Jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang
digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk
menunjang kegiatannya;
5. Fasilitas keselamatan perkeretaapian adalah perangkat
bangunan, peralatan, dan perlengkapan yang digunakan untuk
menunjang kelancaran dan keselamatan perjalanan kereta api;
6. Sarana kereta api adalah segala sesuatu yang dapat bergerak
di atas jalan rel;
7. Prasarana kereta api adalah jalur dan stasiun kereta api
termasuk fasilitas yang diperlukan agar sarana kereta api
dapat dioperasikan;
8. Fasilitas penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang
melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api yang dapat
memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi pengguna jasa
kereta api;
9. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang
menggunakan jasa angkutan kereta api baik untuk angkutan
orang maupun barang;
10. Badan penyelenggara adalah badan usaha milik negara yang
melaksanakan penyelenggaraan angkutan kereta api;
11. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di
bidang perkeretaapian.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi nasional
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata,
keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, dan percaya pada
diri sendiri.
Pasal 3
Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar
perpindahan orang dan/atau barang secara masal, menunjang
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong
dan penggerak pembangunan nasional.
BAB III
PEMBINAAN
Pasal 4
Perkeretaapian dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan
oleh Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pembinaan perkeretaapian diarahkan untuk meningkatkan
peranserta angkutan kereta api dalam keseluruhan moda
transportasi secara terpadu.
(2) Ketentuan mengenai pembinaan perkeretaapian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PENYELENGGARAAN
Pasal 6
(1) Perkeretaapian diselenggarakan oleh Pemerintah dan
pelaksanaannya diserahkan kepada badan penyelenggara yang
dibentuk untuk itu berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Badan usaha lain selain badan penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapat diikutsertakan dalam kegiatan
perkeretaapian atas dasar kerjasama dengan badan
penyelenggara.
(3) Bentuk dan syarat-syarat kerjasama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 7
(1) Untuk menunjang kegiatan badan usaha di bidang industri,
pertanian, pertambangan, dan kepariwisataan oleh badan usaha
yang bersangkutan dapat digunakan kereta api khusus.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PRASARANA DAN SARANA
Pasal 8
(1) Pemerintah menyediakan dan merawat prasarana kereta api.
(2) Penyediaan dan perawatan prasarana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dapat dilimpahkan kepada badan
penyelenggara.
(3) Pengusahaan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan oleh badan penyelenggara.
Pasal 9
(1) Badan penyelenggara menyediakan dan merawat sarana kereta
api.
(2) Penyediaan dan perawatan sarana sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dapat dilakukan oleh badan usaha lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dengan cara kerjasama
dengan badan penyelenggara.
(3) Pengusahaan sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2), dilaksanakan oleh badan penyelenggara.
Pasal 10
(1) Prasarana dan sarana kereta api yang dioperasikan wajib
mempunyai keandalan dan memenuhi persyaratan keselamatan.
(2) Untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), terhadap setiap prasarana dan sarana kereta api
dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
(3) Syarat keselamatan dan tata cara pemeriksaan serta pengujian
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
Pemerintah mengembangkan rancang bangun dan rekayasa
perkeretaapian.
Pasal 12
(1) Pengoperasian prasarana dan sarana kereta api hanya dapat
dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah memenuhi kualifikasi
keahlian.
(2) Persyaratan keahlian dan tata cara mendapatkan kualifikasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
Untuk kelancaran dan keselamatan pengoperasian kereta api,
Pemerintah menetapkan pengaturan mengenai jalur kereta api yang
meliputi daerah manfaat jalan, daerah milik jalan, dan daerah
pengawasan jalan termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas di
atasnya.
Pasal 14
(1) Dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul
dan bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi serta
menempatkan barang pada jalur kereta api baik yang dapat
mengganggu pandangan bebas, maupun dapat membahayakan
keselamatan kereta api.
(2) Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Perlintasan antara jalur kereta api dengan jalan dibuat
dengan prinsip tidak sebidang.
(2) Pengecualian terhadap prinsip sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), hanya dimungkinkan dengan tetap mempertimbangkan
keselamatan dan kelancaran, baik perjalanan kereta api
maupun lalu lintas di jalan.
(3) Ketentuan mengenai perpotongan dan pengecualiannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
Dalam hal terjadi perpotongan jalur kereta api dengan jalan yang
digunakan untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus, pemakai
jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Pasal 17
(1) Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan,
saluran air dan/atau prasarana lain yang menimbulkan atau
memerlukan persambungan, pemotongan atau penyinggungan
dengan jalur kereta api, dilaksanakan dengan cara yang tidak
membahayakan keselamatan perjalanan kereta api.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pembangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1),
berwenang melarang siapapun:
a. berada di daerah manfaat jalan kereta api;
b. menyeret barang di atas atau melintasi jalur kereta api;
c. menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain
untuk angkutan kereta api;
d. berada di luar tempat yang disediakan untuk angkutan
penumpang dan/atau barang;
e. mengganggu ketertiban dan/atau pelayanan umum.
Pasal 19
(1) Stasiun merupakan tempat kereta api berangkat dan berhenti
untuk melayani naik dan turunnya penumpang dan/atau bongkar
muat barang dan/atau untuk keperluan operasi kereta api.
(2) Kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh badan
penyelenggara, naik turunnya penumpang dan/atau bongkar muat
barang hanya dapat dilakukan di stasiun.
Pasal 20
(1) Selain berfungsi sebagai tempat naik atau turunnya penumpang
dan/atau bongkar muat barang, di stasiun dapat dilakukan
kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
BAB VI
JARINGAN PELAYANAN ANGKUTAN KERETA API
Pasal 21
(1) Jaringan pelayanan angkutan kereta api diselenggarakan
secara terpadu dalam satu kesatuan yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari sistem transportasi secara
keseluruhan.
(2) Jaringan pelayanan angkutan kereta api disusun dalam
jaringan pelayanan angkutan antar kota dan jaringan
pelayanan angkutan kota.
*8114
Pasal 22
(1) Jaringan pelayanan angkutan kereta api antar kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) yang berfungsi
sebagai pelayanan lintas utama, melayani angkutan jarak jauh
dan sedang.
(2) Jaringan pelayanan angkutan kereta api antar kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) yang berfungsi
sebagai pelayanan lintas cabang, melayani angkutan jarak
sedang dan dekat.
Pasal 23
Jaringan pelayanan angkutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (2), berfungsi sebagai pelayanan lintas utama dalam satu
sistem angkutan kota.
Pasal 24
Angkutan kereta api khusus berfungsi untuk melayani kegiatan
badan usaha tertentu di bidang industri, pertanian, pertambangan,
dan kepariwisataan.
BAB VII
ANGKUTAN
Pasal 25
(1) Penyelenggaraan pelayanan angkutan orang atau barang
dilakukan setelah dipenuhinya syarat-syarat umum angkutan
yang ditetapkan badan penyelenggara berdasarkan
Undang-undang ini.
(2) Karcis penumpang atau surat angkutan barang merupakan tanda
bukti terjadinya perjanjian angkutan.
Pasal 26
Penumpang dan/atau barang yang telah memenuhi syarat-syarat umum
angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, wajib diangkut oleh
badan penyelenggara.
Pasal 27
Jika terjadi pembatalan pemberangkatan perjalanan kereta api oleh
badan penyelenggara, badan penyelenggara wajib mengembalikan
jumlah biaya yang telah dibayar oleh penumpang dan/atau pengirim
barang.
Pasal 28
(1) Badan penyelenggara bertanggung jawab atas kerugian
yang diderita oleh pengguna jasa dan/atau pihak ketiga yang
timbul dari penyelenggaraan pelayanan angkutan kereta api.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diberikan dengan ketentuan:
a. sumber kerugian berasal dari pelayanan angkutan dan
harus dibuktikan adanya kelalaian petugas, atau pihak lain
yang dipekerjakan oleh badan penyelenggara;
b. besarnya ganti rugi dibatasi sejumlah maksimum asuransi
yang ditutup oleh badan penyelenggara dalam hal
penyelenggaraan kegiatannya.
Pasal 29
Badan penyelenggara diberi wewenang untuk:
a. melaksanakan pemeriksaan terhadap pemenuhan syarat-syarat
umum angkutan bagi penumpang dan/atau barang;
b. melaksanakan penindakan atas pelanggaran terhadap
syarat-syarat umum angkutan tersebut huruf a;
c. membatalkan perjalanan kereta api apabila dianggap dapat
membahayakan ketertiban dan kepentingan umum;
d. menertibkan penumpang kereta api atau masyarakat yang
mengganggu perjalanan kereta api.
Pasal 30
Struktur dan golongan tarif angkutan kereta api ditetapkan oleh
Pemerintah.
Pasal 31
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dimulai sejak
diangkutnya penumpang dan/atau diterimanya barang dan berakhir di
tempat tujuan yang disepakati.
Pasal 32
(1) Pengirim dan/atau penerima barang yang tidak mengambil
barangnya dari tempat penyimpanan yang ditetapkan badan
penyelenggara dalam jangka waktu yang ditetapkan sesuai
dengan syarat-syarat umum angkutan, dikenakan biaya
pcnyimpanan barang.
(2) Pengirim dan/atau penerima barang hanya dapat mengambil
barang setelah biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilunasi.
(3) Barang yang tidak diambil sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) lebih dari waktu tertentu, dinyatakan sebagai
barang tak bertuan dan dapat dijual secara lelang sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 33
Pengangkutan barang berbahaya dilaksanakan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 34
Badan penyelenggara wajib mengasuransikan tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
Pasal 35
(1) Penderita cacat dan/atau orang sakit berhak memperoleh
pelayanan berupa perlakuan khusus dalam bidang angkutan
kereta api.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 36
(1) Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang
perkeretaapian, dapat diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perkeretaapian.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang
untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pengaduan
atau keterangan tentang adanya tindak pidana;
b. memanggil dan memeriksa saksi dan/atau tersangka;
c. melakukan penggeledahan, penyegelan dan/atau penyitaan
alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
d. melakukan pemeriksaan tempat yang diduga digunakan
untuk melakukan tindak pidana;
c. meminta keterangan kepada saksi-saksi dan mengumpulkan
barang bukti dari orang dan/atau badan hukum sehubungan
dengan tindak pidana;
f. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup
bukti tentang adanya tindak pidana.
(3) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2), dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 37
Barangsiapa membangun gedung, membuat tembok, pagar tanggul dan
bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi serta
menempatkan barang pada jalur kereta api, baik yang dapat
mengganggu pandangan bebas maupun yang dapat membahayakan
keselamatan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan
diwajibkan membayar ganti rugi kepada badan penyelenggara serta
wajib membongkar ataupun menghilangkan gangguan dimaksud.
Pasal 38
Barangsiapa karena perbuatannya mengakibatkan rusaknya pintu
perlintasan kereta api atau tanpa hak membuka pintu perlintasan
kereta api pada waktu kereta api akan dan/atau sedang berjalan
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah) dan
diwajibkan membayar ganti rugi kepada badan penyelenggara.
Pasal 39
Barangsiapa melakukan perbuatan yang mengakibatkan terjadinya
pergeseran tanah di jalur kereta api, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 sehingga mengganggu atau membahayakan perjalanan kereta
api, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah)
dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada badan penyelenggara.
Pasal 40
Barangsiapa melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusaknya,
mengurangi nilai atau tidak dapat berfungsinya atau tidak dapat
berfungsi secara sempurna sarana dan/atau prasarana kereta api,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan
diwajibkan membayar ganti rugi kepada badan penyelenggara.
Pasal 41
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal
39, dan Pasal 40 Undang-undang ini adalah pelanggaran.
Pasal 42
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
menyebabkan matinya orang, luka berat atau cacat dapat dipidana
sesuai dengan ketentuan dalam hukum pidana.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 43
(1) Terhadap setiap kecelakaan kereta api harus dilakukan
penelitian sebab-sebabnya.
(2) Penelitian kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan oleh Panitia yang pembentukan, susunan dan
tugas-tugasnya diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Pada tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan
pelaksanaan mengenai perkeretaapian dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
1. Algemeene Regelen betreffende den Aanleg en de Exploitatie
van Spoor en Tramwegen, bestemd voor Algemeen Verkeer in
Nederlandsch Indie (Koninklijke Besluit, Staatsblad 1926
Nomor 26 jo. Staatsbiad Nomor 295);
2. Algemeene Bepalingen betreffende de Spoor en Tramwegen
(Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 258);
3. Bepalingen betreffende den Aanleg en het Bedrijf der
Spoorwegen (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 259);
4. Bepalingen voor de Stadstramwegen (Ordonnantie, Staatsblad
1927 Nomor 260);
5. Bepalingen Landelijke Tramwegen (Ordonnantie, Staatsblad
1927 Nomor 261);
6. Bepalingen betreffende het Vervoer over Spoorwegen
(Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 262);
7. Industriebaan Ordonnantie (Staatsblad 1885 Nomor 158 jo
Staatsblad 1938 Nomor 595), dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1992.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1992
TENTANG
PERKERETAAPIAN
UMUM
Bahwa berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa Negara Republik
Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri
dari beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, di
antara dua benua dan dua samudera, oleh karena itu mempunyai
posisi dan peranan yang sangat strategis dalam hubungan antar
bangsa.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, sebagai
pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting
dan strategis dalam pembangunan bangsa dan hal ini harus
tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah.
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan
strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh
persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan
bangsa dan negara. Pentingnya transportasi tersebut tercermin
pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi
mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah
air, bahkan dari dan ke luar negeri.
Di samping itu, transportasi juga berperan sebagai
penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang
berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan
dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.
Menyadari peranannya, maka transportasi harus ditata dalam
satu sistem transportasi nasional secara terpadu, dan mampu
mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan
tingkat kebutuhan pelayanan yang aman, nyaman, cepat, tepat,
teratur dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai moda
transportasi dengan memperhitungkan karakteristik dan keunggulan
moda yang bersangkutan, dalam kaitannya dengan jenis dan volume
yang diangkut serta jarak tempuh yang harus dilayani.
Perkeretaapian merupakan salah satu modal transportasi yang
memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam
kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang maupun barang secara
masal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai
faktor keamanan yang tinggi, dan tingkat pencemaran yang rendah
serta lebih efisien dibanding dengan moda transportasi jalan raya
untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu
lintas, seperti angkutan kota. Keunggulan dan karakteristik
perkeretaapian tersebut perlu dimanfaatkan dalam upaya
pengembangan sistem transportasi secara terpadu, maka
penyelenggaraannya mulai dari perencanaan dan pembangunan,
pengusahaan, pemeliharaan, dan pengoperasiannya perlu diatur
dengan sebaik-baiknya, sehingga terdapat keterpaduan dan
keserasian serta keseimbangan beban antar modal transportasi yang
pada akhirnya mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi
mobilitas orang serta barang secara aman, nyaman, cepat, tepat,
teratur dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Keseluruhan hal tersebut di atas perlu diatur dalam satu
Undang-undang.
Dalam Undang-undang ini juga diatur mengenai hak, kewajiban
serta tanggung jawab badan penyelenggara dan pengguna jasa
terhadap kerugian pihak ketiga, yang timbul dari penyelenggaraan
pelayanan angkutan kereta api.
Kecuali hal-hal tersebut di atas dan dalam rangka
pembangunan hukum nasional serta untuk lebih mewujudkan kepastian
hukum, melalui undang-undang ini hendak dicapai penyederhanaan,
penyesuaian, dan penggantian perundang-undangan di bidang
perkeretaapian yang berlaku selama ini, yaitu:
a. Algemeene Regelen betreffende den Aanleg en de Exploitatie
van Spoor en Tramwegen, bestemd voor Algemeen Verkeer in
Nederlandsch Indie (Koninklijke Besluit, Staatsblad 1926
Nomor 26 jo Staatsblad Nomor 295);
b. Algemeene Bepalingen betreffende de Spoor en Tramwegen
(Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 258);
c. Bepalingen betreffende den Aanleg en het Bedrijf der
Spoorwegen (Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 259);
d. Bepalingen voor de Stadstramwegen (Ordonnantie, Staatsblad
1927 Nomor 260);
e. Bepalingen Landelijke Tramwegen (Ordonnantie, Staatsblad
1927 Nomor 261);
f. Bepalingen betreffende het Vervoer over Spoorwegen
(Ordonnantie, Staatsblad 1927 Nomor 262);
g. Industriebaan Ordonnantie (Staatsblad 1885 Nomor 158
jo. Staatsblad 1938 Nomor 595), yang sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dalam Undang-undang ini hanya diatur hal-hal yang bersifat
pokok, sedangkan yang bersifat teknis akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Yang dimaksud dengan segala sesuatu dalam ketentuan ini
meliputi perencanaan, pembangunan, pengadaan, pengoperasian,
pengusahaan, pemeliharaan, pengaturan, pengendalian,
pengawasan, penelitian dan pengembangan Serta pendidikan dan
pelatihan.
Angka 2
Yang dimaksud dengan akan ataupun sedang bergerak di
jalan rel adalah yang terkait dengan urusan perjalanan
kereta api.
Angka 3
Pengertian menghubungkan berbagai tempat termasuk
menghubungkan titik temu berbagai moda transportasi.
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Pasal 2
Dalam ketentuan pasal ini yang dimaksud dengan:
a. asas manfaat yaitu, bahwa perkeretaapian harus dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan
perikehidupan yang berkeseimbangan bagi Warga Negara;
b. asas adil dan merata yaitu, bahwa perkeretaapian harus
dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada
segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat;
*8122 c. asas keseimbangan yaitu, bahwa perkeretaapian
harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat
keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara
kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan
individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional
dan internasional;
d. asas kepentingan umum yaitu, bahwa perkeretaapian harus
lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi
masyarakat luas;
e. asas keterpaduan yaitu, bahwa perkeretaapian harus
merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling
menunjang dan saling mengisi baik intra maupun antar moda
transportasi;
f. asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa
perkeretaapian harus berlandaskan pada kepercayaan akan
kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada
kepribadian bangsa.
Pasal 3
Secara masal mengandung pengertian bahwa kereta api memiliki
kemampuan untuk mengangkut orang dan/atau barang dalam
jumlah atau volume besar setiap kali perjalanannya.
Pasal 4
Pengertian dikuasai oleh Negara adalah bahwa Negara
mempunyai hak penguasaan atas penyelenggaraan
perkeretaapian, yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
Perwujudan pembinaan tersebut meliputi aspek-aspek
pengaturan, pengendalian dan pengawasan.
Aspek pengaturan mencakup perumusan dan penentuan
kebijaksanaan umum maupun teknis antara lain berupa
persyaratan keselamatan, perizinan dan penyelenggaraan
angkutan kereta api.
Aspek pengendalian dilakukan baik di bidang pembangunan
maupun operasi berupa pengarahan dan bimbingan terhadap
penyelenggaraan angkutan kereta api.
Aspek pengawasan adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan
angkutan kereta api.
Pasal 5
Ayat (1)
Peningkatan peranserta angkutan kereta api diutamakan
untuk lintas jarak jauh dan angkutan kota.
Untuk lintas jarak jauh dengan pertimbangan bahwa
sesuai karakteristiknya sebagai angkutan masal lebih efisien
apabila dibandingkan dengan moda angkutan lainnya.
Sebagai angkutan kota, ditujukan untuk mengurangi
kepadatan lalu lintas di jalan serta memperlancar mobilitas
orang secara masal.
*8123 Sedangkan untuk lintas jarak sedang lebih
ditujukan untuk memperlancar dan menghimpun penumpang atau
barang dari daerah penyangga.
Ayat (2)
Dalam Peraturan Pemerintah akan diatur antara lain
mengenai keterpaduan antara perkeretaapian dengan moda
transportasi lainnya.
Pasal 6
Ayat (1)
Pelaksanaan penyelenggaraan angkutan kereta api oleh
badan penyelenggara tidak mengurangi tanggung jawab
Pemerintah dalam penyediaan prasarana dan sarana serta
kualitas pelayanan kereta api.
Ayat (2)
Yang dimaksud badan usaha lain selain badan
penyelenggara ialah badan hukum Indonesia.
Keikutsertaan badan hukum tersebut ialah dengan cara
bekerjasama dengan badan penyelenggara sebagai pencerminan
dari usaha bersama dan kekeluargaan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Penggunaan kereta api khusus semata-mata hanya untuk
menunjang kegiatan pokok dari badan usaha di bidang
industri, pertanian termasuk kehutanan dan perkebunan,
pertambangan, kepariwisataan, dan tidak dipergunakan untuk
angkutan umum.
Kegiatan kereta api khusus di bidang kepariwisataan
dibatasi hanya pada taman rekreasi yang merupakan kesatuan
dari usaha pokoknya dan tidak digolongkan sebagai angkutan
umum.
Penyediaan, perawatan dan pengoperasian prasarana dan
sarana kereta api khusus dilakukan oleh badan usaha yang
bersangkutan.
Ayat (2)
Dalam Peraturan Pemerintah akan diatur antara lain
mengenai tata cara dan syarat-syarat perizinan, keandalan,
dan keselamatan.
Pasal 8
Ayat (1)
Penyediaan dan perawatan prasarana kereta api dilakukan
oleh Pemerintah hanya terbatas bagi prasarana kereta api
untuk umum dengan prinsip mengutamakan produksi dalam
negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
*8124 Ayat (1)
Penyediaan dan perawatan sarana kereta api, dilakukan
oleh badan penyelenggara dengan prinsip mengutamakan
produksi dalam negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mempunyai keandalan dan memenuhi
persyaratan keselamatan adalah kondisi prasarana dan sarana
siap pakai dan secara teknis laik untuk dioperasikan.
Ayat (2)
Hasil pemeriksaan dan pengujian dinyatakan dengan
pemberian tanda lulus pemeriksaan dan pengujian. Khusus
untuk hasil pemeriksaan dan pengujian sarana kereta api di
dalamnya juga dimuat daya angkut maksimal yang
diperkenankan, hal tersebut dimaksudkan agar dalam
pengoperasiannya tetap diperhatikan batas muatan maksimum.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Dalam mengembangkan rancang bangun dan rekayasa, Pemerintah
menciptakan iklim dan mendorong berkembangnya industri
perkeretaapian dalam negeri dengan teknologi tepat guna
antara lain yang hemat energi dan berwawasan lingkungan,
dengan demikian harus dilakukan upaya yang konsisten dalam
rangka mengurangi, mencegah, dan mengendalikan dampak
pencemaran yang timbul dan dapat membahayakan lingkungan.
Pasal 12
Ayat (1)
Sesuai tuntutan perkembangan teknologi dan kelangsungan
usaha, badan penyelenggara dituntut secara berkesinambungan
meningkatkan keterampilan dan kualitas sumberdaya manusia di
bidang perkeretaapian melalui pendidikan dan pelatihan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Penetapan peraturan mengenai jalur kereta api dalam
ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan
terhadap kelancaran dan keselamatan pengoperasian kereta api
itu sendiri sehingga diharapkan tetap dapat terwujud
penyelenggaraan kereta api dengan kualitas yang tinggi.
Sesuai maksud tersebut maka jalur kereta api sepenuhnya
dikuasai oleh Pemerintah melalui badan penyelenggara. Hal
ini berarti bahwa badan penyelenggara dalam memanfaatkan
*8125 jalur tersebut tidak boleh mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan angkutan kereta api.
Agar masyarakat luas mengetahui batas jalur kereta api, maka
badan penyelenggara wajib menempatkan tanda atau patok
batas-batas jalur kereta api.
Di dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. daerah manfaat jalan kereta api adalah jalan rel
beserta tanah di kiri dan kanannya yang dipergunakan untuk
konstruksi jalan rel;
b. daerah milik jalan kereta api yaitu daerah manfaat
jalan kereta api beserta tanah di kiri dan kanannya yang
dipergunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel;
c. daerah pengawasan jalan kereta api yaitu daerah milik
jalan kereta api beserta tanah di kiri dan kanannya yang
dipergunakan untuk pengamanan dan kelancaran operasional
kereta api;
d. jalan rel yaitu satu kesatuan konstruksi yang terbuat
dari baja, beton atau konstruksi lain yang terletak di
permukaan, di bawah dan diatas tanah atau bergantung beserta
perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pandangan bebas dalam ketentuan
ini adalah pandangan bebas masinis kereta api untuk melihat
jauh ke depan dan pandangan bebas masyarakat pemakai jalan
yang akan melintasi jalur kereta api.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan jalan adalah sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan.
Yang dimaksud dengan prinsip tidak sebidang adalah
prinsip letak jalan tidak berpotongan secara horizontal,
melainkan dibangun di atas atau di bawah jalur kereta api.
Prinsip ini berlaku pula untuk jalur kereta api khusus.
Terhadap perlintasan antara jalur kereta api dengan
jalan yang telah ada pada saat ini dan belum menerapkan
prinsip tidak sebidang, secara berangsur-angsur sesuai
dengan kemampuan Pemerintah diupayakan untuk dibuat tidak
sebidang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
*8126 Cukup jelas
Pasal 16
Kewajiban mendahulukan perjalanan kereta api ini didasarkan
pertimbangan bahwa sifat pengoperasian kereta api sangat
terbatas pada jalan rel tersebut dan keterbatasan teknis
lainnya.
Pasal 17
Ayat (1)
Pihak-pihak yang memerlukan penyambungan, pemotongan
atau penyinggungan dengan jalur kereta api dapat
melakukannya setelah memenuhi persyaratan dan perizinan
serta tidak membahayakan perjalanan kereta api.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Huruf a
Termasuk dalam ketentuan ini adalah kegiatan
menggembala atau menggiring ternak.
Huruf b
Termasuk dalam ketentuan ini adalah melintasi jalur
kereta api menjelang kereta api lewat dan termasuk
pengertian menyeret adalah mendorong barang tanpa roda.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan di luar tempat yang disediakan
adalah di tempat-tempat tertentu dalam stasiun yang tidak
disediakan untuk naik atau turunnya penumpang dan/atau
bongkar muat barang.
Huruf e
Yang dimaksud dengan mengganggu ketertiban dan/atau
pelayanan umum antara lain kegiatan percaloan, duduk di atas
atap kereta api dan tempat-tempat lain yang membahayakan.
Termasuk dalam pengertian ini adalah penumpang dan/atau
barang yang menimbulkan gangguan kepada penumpang lainnya
dan atau yang dapat membahayakan keselamatan perjalanan
kereta api.
Pasal 19
Ayat (1)
Operasi kereta api memerlukan tempat untuk bersilang,
bersusulan, berangkat, berhenti dan operasi lainnya.
Pemilihan tempat tersebut disesuaikan dengan kebutuhan
pengguna jasa kereta api untuk naik turunnya penumpang
dan/atau bongkar muat barang serta perpindahan antar moda
transportasi.
Selain itu terdapat pula stasiun yang hanya untuk
melayani penumpang, barang, baik barang-barang umum atau
barang- barang sejenis antara lain peti kemas, *8127
batu bara, hewan dan sebagainya, serta stasiun yang hanya
untuk keperluan operasi. Pengertian tempat dalam ketentuan
ini adalah merupakan suatu kawasan yang memiliki batas-batas
tertentu.
Ayat (2)
Yang dimaksud hal-hal tertentu adalah naik turunnya
penumpang atau barang di luar stasiun yang disebabkan karena
keadaan yang memaksa antara lain kerusakan kereta api,
jembatan atau jalan rel dan dalam rangka tugas-tugas
keamanan.
Pasal 20
Ayat (1)
Kegiatan usaha penunjang pada ayat ini antara lain
dapat berupa usaha pertokoan, restoran, perkantoran,
perhotelan sepanjang usaha penunjang tersebut tidak
mengganggu fungsi pokok stasiun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyusunan jaringan pelayanan angkutan antar kota
adalah untuk menghubungkan antar kota-kota di dalam negeri.
Sesuai dengan kebutuhan, dapat pula menghubungkan antara
kota di dalam negeri dengan kota di luar negeri.
Penyusunan jaringan pelayanan angkutan antar kota dan
pelayanan angkutan kota ke dalam satu sistem yang terpadu
ditujukan untuk memperoleh efisiensi yang tinggi serta dalam
rangka pemberian pelayanan yang sebaik-baiknya.
Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk
mengintegrasikan pelayanan angkutan kereta api khusus ke
dalam sistem ini.
Sistem angkutan kota pada dasarnya merupakan suatu
jaringan pelayanan tersendiri yang tidak sama dengan
jaringan angkutan antar kota. Namun demikian kedua sistem
tersebut harus diintegrasikan agar memungkinkan pengguna
jasa berpindah dari satu jaringan pelayanan ke jaringan
pelayanan kereta api yang lain, termasuk kemungkinan
berpindah ke moda transportasi lainnya, karena merupakan
satu sistem distribusi dan akumulasi bagi angkutan kota.
Pasal 22
Ayat (1)
Pelayanan lintas utama dalam ayat ini dimaksudkan untuk
melayani angkutan yang bervolume besar dengan jarak tempuh
yang jauh sehingga biaya angkutannya menjadi lebih murah.
Ayat (2)
*8128 Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (1)
Pasal 25
Ayat (1)
Syarat-syarat umum angkutan sebagaimana dimaksud
meliputi hak dan kewajiban pengguna jasa dan badan
penyelenggara angkutan penumpang dan angkutan barang yang
antara lain memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Hak pengguna jasa untuk memperoleh pelayanan
sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakati misalnya
pemegang karcis tertentu akan memperoleh tingkat pelayanan
sesuai dengan karcis yang dimilikinya. Kewajiban pengguna
jasa untuk membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat
pelayanan yang dikehendakinya.
b. Kewajiban badan penyelenggara untuk mengangkut
penumpang yang telah memiliki karcis penumpang sesuai dengan
tingkat pelayanan yang disepakati atau mengangkut barang
pengguna jasa yang telah memiliki surat angkutan barang.
Demikian pula kewajiban badan penyelenggara untuk
membayar ganti rugi sesuai syarat-syarat umum yang telah
disepakati, kepada pengguna jasa yang mengalami kerugian
sebagai akibat dari kelalaian badan penyelenggara.
Memberikan pelayanan dalam batas-batas kelayakan
sesuai kemampuan badan penyelenggara kepada pengguna jasa,
selama menunggu keberangkatan dalam hal terjadi
keterlambatan pemberangkatan karena kelalaian badan
penyelenggara.
c. Apabila calon pengguna jasa yang telah memiliki
karcis atau surat angkutan barang, kemudian membatalkan
perjalanannya, atau pengiriman barangnya maka berlaku
ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam
syarat-syarat umum angkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ketentuan wajib angkut ini dimaksudkan agar badan
penyelenggara tidak melakukan perbedaan perlakuan terhadap
pemakai jasa angkutan kereta api, sepanjang pengguna jasa
*8129 telah memenuhi syarat-syarat umum angkutan yang
ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 27
Pembatalan dalam ketentuan ini tidak termasuk pembatalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c.
Pasal 28
Ayat (1)
Pengertian kerugian yang diderita oleh pengguna jasa
tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh ataupun bagian
biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penindakan yang dapat dilakukan oleh badan
penyelenggara antara lain berupa:
1) pengenaan denda atau menurunkan penumpang di
stasiun terdekat;
2) menurunkan barang dan melaporkan kepada aparat
yang berwenang apabila barang tersebut diduga membahayakan
keselamatan perjalanan kereta api.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Dalam penertiban penumpang kereta api atau masyarakat,
dapat dilakukan bersama aparat keamanan.
Pasal 30
Dalam penetapan struktur dan golongan taraf. Pemerintah
memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan badan
penyelenggara.
Pemerintah menetapkan tarif yang berorientasi kepada
kepentingan dan kemampuan masyarakat luas.
Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut,
badan penyelenggara menetapkan tarif yang berorientasi
kepada kelangsungan dan pengembangan usaha badan
penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta
perluasan jaringan angkutan kereta api.
Pasal 31
Dalam angkutan barang maka tanggung jawab tersebut berakhir
hingga diserahkannya barang ditempat tujuan yang disepakati.
Pasal 32
Ayat (1)
*8130 Tempat penyimpanan yang disediakan oleh badan
penyelenggara dapat berupa gerbong, gudang dan ruang
terbuka.
Biaya penyimpanan antara lain sewa gerbong, biaya
pembongkaran, biaya pemindahan, biaya penumpukan, dan biaya
sewa gudang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan waktu tertentu dalam ketentuan ini
adalah waktu yang disebutkan dalam syarat-syarat umum
angkutan.
Pasal 33
Pada dasarnya barang berbahaya seperti bahan peledak, bahan
kimia dan lain-lain harus diperlakukan dengan pengamanan
khusus, seperti cara pengepakan, pemuatan dan lain-lain
sehingga tidak membahayakan keselamatan.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Pelayanan khusus bagi penumpang yang menderita cacat
atau orang sakit tersebut dimaksudkan agar mereka juga dapat
menikmati pelayanan angkutan kereta api dengan baik. Yang
dimaksud pelayanan khusus dalam ketentuan ini dapat berupa
pembuatan jalan khusus di stasiun dan sarana khusus untuk
naik kereta api, atau penyediaan ruang yang disediakan
khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi
orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi
tidur.
Yang dimaksud dengan cacat dalam ketentuan ini misalnya
penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat
kaki, tuna netra dan sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Penyidikan pelanggaran terhadap Undang-undang
Perkeretaapian memerlukan keahlian dalam bidang
perkeretaapian sehingga perlu adanya petugas khusus untuk
melakukan penyidikan disamping pegawai yang biasa bertugas
menyidik tindak pidana, petugas dimaksud adalah pegawai
negeri sipil di lingkungan Departemen yang membawahi bidang
perkeretaapian.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pelaksanaan penyidikan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara
lain Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 107 *8131 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Perbuatan yang mengakibatkan pergeseran tanah disekitar
jalur kereta api dapat berupa menggali tanah, menimbun,
membuang limbah, air dan sebagainya di daerah milik jalan
kereta api.
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Yang dimaksud dengan ketentuan dalam hukum pidana adalah
ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau peraturan
perundang-undangan yang menggantikannya.
Pasal 43
Ayat (1)
Penelitian sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam
ketentuan ini adalah bukan dalam kaitan dengan penyidikan
(penegakan hukum), melainkan semata-mata untuk mengetahui
sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam rangka perbaikan
teknologi dan agar kecelakaan serupa tidak terjadi lagi
dikemudian hari. Apabila dalam kecelakaan tersebut memang
terdapat unsur melawan hukum maka pemeriksaannya juga
dilakukan oleh penyidik dalam rangka penegakan hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Diberlakukannya Undang-undang ini mulai tanggal 17 September
1992 dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada aparat
Pemerintah dan badan penyelenggara guna menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-undang ini serta memberikan penyuluhan
kepada masyarakat untuk mengetahui Undang-undang ini.
--------------------------------
*8132 CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perkeretaapian_(uu_13_thn_1992)_13.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Pengertian kereta api menurut para ahli. Pengertian stasiun kereta api menurut para ahli. Definisi kereta api menurut para ahli. Isi algemeene bepalinge van spoor en tramwegen dki jakarta. Dasar untuk tertib perkeretaapian adalah algemeene bepalingen van spoor en tramwegen. Definisi prasarana kereta api menurut uu no. 13 tahun 1992. Stasiun kereta api menurut para ahli.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






