- Home »
- Undang-Undang »
- 1997 » Undang-Undang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 19 Tahun 1992 (UU 14 thn 1997)
1997
Undang-Undang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 19 Tahun 1992 (UU 14 thn 1997)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 19 Tahun 1992 :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas_undang_undang_nomor_19_tahun_1992_14.pdf
UU 14/1997, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992
TENTANG MEREK
*9691 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)
NOMOR 14 TAHUN 1997 (14/1997)
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 19 TAHUN 1992
TENTANG
MEREK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung
cepat terutama di bidang perekonomian baik di tingkat
nasional maupun internasional, pemberian perlindungan hukum
yang semakin efektif terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual,
khususnya di bidang Merek, Perlu lebih ditingkatkan dalam
rangka mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perdagangan dan penanaman modal yang
sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional
yang bertujuan terciptanya masyarakat Indonesia yang adil,
makmur, maju dan mandiri berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dengan penerimaan dan keikutsertaan Indonesia dalam
Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan
Intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit
Goods/TRIPs) yang merupakan bagian dari Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement
Establishing the World Trade Organization) sebagaimana telah
disahkan dengan Undang-undang, berlanjut dengan melaksanakan
kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan
nasional di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual termasuk
Merek dengan persetujuan internasional tersebut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam
huruf a dan b, serta memperhatikan penilaian terhadap segala
pengalaman, khususnya kekurangan selama pelaksanaan
Undnag-undang tentang Merek, dipandang perlu untuk mengubah
dan menyempurnakan beberapa ketentuan Undang-undang Nomor 19
Tahun 1992 tentang Merek dengan Undang-undang.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33
Undang-undang Dasar 1945;
2. ndang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3490);
3. ndang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
Dengan persetujuan
*9692 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN
1992 TENTANG MEREK.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992
tentang Merek diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) diubah dan
ditambahkan ayat (3) dan ayat (4) baru, sehingga keseluruhan
Pasal 6 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 6
(1) Permintaan pendaftaran merek harus ditolak oleh Kantor
Merek apabila mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek milik orang lain yang sudah
terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang
sejenis.
(2) Permintaan pendaftaran merek juga harus ditolak oleh
Kantor Merek apabila :
a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal,
foto dan nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali
atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b. merupakan peniruan atau menyerupai nama atau
singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem,
dari negara atau lembaga nasional maupun internasional,
kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c. merupakan peniruan atau menyerupai tanda atau cap
atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga
pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak
yang berwenang; atau
d. merupakan atau menyerupai ciptaan orang lain yang
melindungi Hak Cipta, kecuali atas persetujuan tertulis dari
Pemegang Hak Cipta tersebut.
(3) Kantor Merek dapat menolak permintaan pendaftaran merek
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek yang sudah terkenal milik orang lain untuk
barang dan atau jasa yang sejenis.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat
pula diberlakukan terhadap barang dan atau jasa yang tidak
sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah".
2. Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut :
*9693 Pasal 8
(1) Pengajuan permintaan pendaftaran merek untuk dua atau
lebih kelas barang dan atau jasa dapat dilakukan dengan satu
permintaan pendaftaran.
(2) Permintaan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan atau jasa yang
termasuk dalam kelas yang dimintakan pendaftarannya.
(3) Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah".
3. Ketentuan Pasal 10 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan
Pasal 10 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 10
(1) Permintaan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 harus dilengkapi :
a. surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan
pendaftarannya adalah miliknya;
b. 20 (dua puluh) helai etiket merek yang
bersangkutan;
c. Tambahan Berita Negara yang memuat akta pendirian
badan hukum atau salinan yang sah akta pendirian badan
hukum, apabila pemilik merek adalah badan hukum;
d. surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek
diajukan melalui kuasa; dan
e. pembayaran seluruh biaya dalam rangka permintaan
pendaftaran merek, yang jenis dan besarnya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
(2) Etiket merek yang menggunakan bahasa asing dan atau di
dalamnya terdapat huruf selain huruf latin atau angka yang
tidak lazim digunakan dalam bahasan Indonesia wajib disertai
terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf latin atau
angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara
pengucapannya dalam ejaan latin.
(3) Ketentuan mengenai permintaan pendaftaran merek diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
4. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
:
Pasal 12
Permintaan pendaftaran merek yang diajukan dengan
menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur dalam konvensi
internasional mengenai perlindungan merek yang diikuti oleh
Negara Republik Indonesia, harus diajukan dalam waktu
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan
permintaan pendaftaran merek yang pertama kali di negara
lain yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut atau di
negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia.
5. Ketentuan Pasal 21 huruf b dan huruf e diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 21 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 21
Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan :
a. nama dan alamat lengkap pemilik merek, serta nama dan
alamat lengkap kuasanya apabila permintaan pendaftaran merek
diajukan melalui kuasa;
b. kelas dan jenis barang dan atau jasa bagi merek yang
dimintakan pendaftarannya;
c. tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek;
d. nama negara dan tanggal penerimaan pendaftaran merek
yang pertama kali, dalam hal permintaan pendaftaran merek
diajukan dengan menggunakan hak prioritas; dan
e. contoh etiket merek, termasuk keterangan mengenai warna
apabila merek menggunakan unsur warna, dan apabila etiket
merek menggunakan bahasa asing dan atau huruf selain huruf
latin dan atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa
Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia,
huruf latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa
Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan latin.
6. Ketentuan Pasal 29 ayat (3) huruf e dan huruf g diubah,
sehingga keseluruhan Pasal 29 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 29
(1) Sertifikat Merek diberikan kepada orang atau badan hukum
yang mengajukan permintaan pendaftaran merek dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal merek
tersebut didaftar dalam Daftar Umum Merek.
(2) Dalam hal permintaan pendaftaran merek diajukan melalui
kuasa, Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada kuasanya dengan tembusan kepada pemilik
merek.
(3) Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat
:
a. nama dan alamat lengkap pemilik merek yang didaftarkan;
b. nama dan alamat lengkap kuasa, dalam hal permintaan
pendaftaran merek diajukan berdasarkan Pasal 11;
c. tanggal pengajuan dan tanggal penerimaan pendaftaran
merek;
d. nama negara dan tanggal permintaan pendaftaran merek
yang pertama kali, apabila permintaan pendaftaran diajukan
dengan menggunakan hak prioritas;
e. etiket merek yang didaftarkan termasuk keterangan macam
warna apabila merek tersebut menggunakan unsur warna, dan
apabila merek menggunakan bahasa asing dan atau huruf selain
huruf latin dan atau angka yang tidak lazim digunakan dalam
bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, huruf latin dan angka yang lazim digunakan dalam
bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan
latin.
*9695 f. nomor dan tanggal pendaftaran;
g. kelas dan jenis barang dan atau jasa yang dimintakan
pendaftaran mereknya; dan
h. jangka waktu berlakunya pendaftaran merek.
(4) Setiap orang dapat mengajukan permintaan petikan resmi
pendaftaran merek yang tercatat dalam Daftar Umum Merek.
(5) Permintaan petikan resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
7. Ketentuan Pasal 31 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan
Pasal 31 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 31
(1) Permintaan banding dapat diajukan terhadap penolakan
permintaan pendaftaran merek dengan alasan dan dasar
pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau Pasal 6.
(2) Permintaan banding diajukan secara tertulis kepada
Komisi Banding Merek oleh orang atau badan hukum atau
kuasanya yang mengajukan permintaan pendaftaran merek dengan
tembusan kepada Kantor Merek.
(3) Komisi Banding Merek adalah badan khusus yang diketuai
secara tetap oleh seorang ketua merangkap anggota dan berada
di lingkungan departemen yang dipimpin Menteri.
(4) Anggota Komisi banding Merek berjumlah ganjil
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang yang terdiri dari ahli
yang diperlukan dan atau Pemeriksa Merek Senior yang tidak
melakukan pemeriksaan substantif terhadap permintaan
pendaftaran merek yang bersangkutan.
(5) Ketua dan anggota Komisi Banding Merek diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri.
8. Ketentuan Pasal 34 ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan
Pasal 34 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
(1) Keputusan Komisi Banding Merek diberikan dalam waktu
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan
permintaan banding.
(2) Keputusan Komisi Banding Merek bersifat final, baik
secara administratif maupun substantif.
(3) Dalam hal Komisi Banding Merek mengabulkan permintaan
banding, Kantor Merek melaksanakan pendaftaran dan
memberikan Sertifikat Merek dengan cara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 dan Pasal 29.
(4) Dalam hal Komisi banding Merek menolak permintaan
banding, Kantor Merek dalam waktu selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya keputusan Komisi
Banding Merek memberitahukan penolakan tersebut kepada orang
atau badan hukum atau kuasanya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (2).
9. Ketentuan Pasal 43 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 43
Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan
hasilnya sangat erat berkaitan dengan kemampuan atau
keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan, dapat
dialihkan atau dilisensikan dengan ketentuan harus ada
jaminan terhadap kualitas pemberian jasa dan hasilnya.
10. Ketentuan Pasal 51 dipecah menjadi 2 pasal, yaitu Pasal 51
baru dan Pasal 51A, sehingga keseluruhan Pasal 51 dan Pasal
51A berbunyi sebagai berikut :
Pasal 51
(1) Penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek
dilakukan Kantor Merek baik atas prakarsa sendiri maupun
berdasarkan permintaan pemilik merek yang bersangkutan.
(2) Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Kantor
Merek dapat dilakukan jika :
a. merek tidak digunakan berturut-turut selama 3
(tiga) tahun atau lebih dalam perdagangan barang dan atau
jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir
kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Kantor
Merek; atau
b. merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa
yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang
dimintakan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak
sesuai dengan merek yang didaftar.
(3) alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a
adalah :
a. larangan impor;
b. larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran
barang yang menggunakan merek yang bersangkutan atau
keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara;
atau
c. larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(4) Penghapusan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dicatat dalam Daftar Umum Merek, dan
diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(5) Keberatan terhadap keputusan penghapusan pendaftaran
merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau Pengadilan Negeri lain
yang akan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 51A
(1) Permintaan penghapusan pendaftaran merek oleh pemilik
merek baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan atau
jasa yang termasuk dalam satu kelas, diajukan kepada Kantor
Merek.
*9697 (2) Dalam hal merek sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) masih terikat perjanjian lisensi, maka penghapusan hanya
dapat dilakukan apabila hal tersebut disetujui secara
tertulis oleh penerima lisensi.
(3) Pengecualian atas persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) hanya dimungkinkan apabila penerima lisensi
dengan tegas setuju untuk mengenyampingkan adanya
persetujuan tersebut dalam perjanjian lisensi.
(4) Penghapusan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Merek, dan
diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(5) Pencatatan penghapusan pendaftaran merek sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) dikenakan biaya yang besarnya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
11. Ketentuan Pasal 53 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan
Pasal 53 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 53
(1) Terhadap putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 tidak dapat diajukan permohonan banding,
tetapi dapat langsung diajukan permohonan kasasi atau
peninjauan kembali.
(2) Salinan putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disampaikan oleh Panitera Pengadilan Negeri
yang bersangkutan kepada Kantor Merek dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal
putusan tersebut.
(3) Kantor Merek melaksanakan penghapusan merek yang
bersangkutan dari daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam
Berita Resmi Merek apabila gugatan penghapusan pendaftaran
merek tersebut diterima dan putusan badan peradilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
12. Ketentuan Pasal 56 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah,
sehingga keseluruhan Pasal 56 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 56
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan
oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, atau
Pasal 6.
(2) gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak dapat diajukan oleh pemilik merek yang tidak
terdaftar.
(3) Pemilik merek terkenal yang tidak terdaftar dapat
mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
setelah mengajukan permintaan pendaftaran merek kepada
Kantor Merek.
(4) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan kepada pemilik merek dan Kantor Merek melalui
Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
*9698 (5) Dalam hal pemilik merek yang digugat pembatalannya
bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia
gugatan diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
13. Ketentuan Pasal 58 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan
Pasal 58 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 58
(1) Terhadap putusan pengadilan negeri yang memutuskan
gugatan pembatalan sebagaimana di maksud dalam pasal 56 ayat
(4) tidak dapat diajukan permohonan banding tetapi dapat
langsung diajukan permohonan kasasi atau peninjauan kembali.
(2) Salinan putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disampaikan oleh Panitera Pengadilan Negeri
yang bersangkutan kepada Kantor Merek dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal
putusan tersebut.
(3) Kantor Merek melaksanakan pembatalan pendaftaran merek
yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya
dalam Berita Resmi Merek apabila gugatan pembatalan tersebut
diterima dan putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
14. Judul Bab VIII, Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 73 diubah,
sehingga Judul Bab VIII dan keseluruhan Pasal 72 dan Pasal
73 berbunyi sebagai berikut :
BAB VIII
GUGATAN ATAS PELANGGARAN MEREK
Pasal 72
(1) Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan
terhadap orang atau badan hukum yang secara tanpa hak
menggunakan merek untuk barang dan atau jasa atau mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan mereknya.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan
melalui Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52.
Pasal 73
Gugatan atas pelanggaran merek sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 72 dapat pula dilakukan oleh penerima lisensi merek
terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan
pemilik merek yang bersangkutan.
15. Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan BAB IXA, sebagai
berikut :
*9699 BAB IXA
INDIKASI GEOGRAFIS DAN INDIKASI ASAL
Bagian Pertama
Indikasi Geografis
Pasal 79A
(1) Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang
menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor
lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia,
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri
dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
(2) Indikasi geografis mendapat perlindungan setelah
terdaftar atas dasar permintaan yang diajukan oleh:
a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang
memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri dari :
1) pihak yang mengusahakan barang-barang yang
merupakan hasil alam atau kekayaan alam;
2) produsen barang-barang hasil pertanian;
3) pembuat barang-barang kerajinan tangan atau
hasil industri;
4) pedagang yang menjual barang-barang tersebut.
b. lembaga yang diberi kewenangan untuk itu;
c. kelompok konsumen barang-barang tersebut.
(3) Ketentuan mengenai pengumuman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23,
Pasal 24 dan Pasal 25 berlaku pula bagi pengumuman
permintaan pendaftaran indikasi geografis.
(4) Permintaan pendaftaran indikasi geografis ditolak oleh
Kantor Merek apabila tanda tersebut :
a. bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum,
dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai
sifat seperti ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan,
atau kegunaannya;
b. tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai
indikasi geografis.
(5) Ketentuan mengenai banding berlaku pula bagi penolakan
pendaftaran indikasi geografis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4).
(6) Indikasi geografis terdaftar mendapat perlindungan
hukum yang berlangsung selama ciri dan atau kualitas yang
menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi
geografis tersebut masih ada.
(7) Apabila sebelum atau pada saat dimintakan pendaftaran
sebagai indikasi geografis, suatu tanda telah dipakai dengan
itikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar
menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka
pihak yang beritikad baik tersebut tetap dapat menggunakan
tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung
sejak tanda tersebut terdaftar sebagai indikasi geografis.
*9700 (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pendaftaran indikasi geografis diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 79B
(1) Pemegang hak atas indikasi geografis, dapat mengajukan
gugatan terhadap pemakai indikasi geografis secara tanpa
hak, berupa permintaan ganti rugi dan penghentian penggunaan
serta pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan
secara tidak sah tersebut.
(2) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak
yang haknya dilanggar, Hakim dapat memerintahkan pelanggar
untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta
memerintahkan pemusnahan etiket indikasi geografis yang
digunakan secara tidak sah tersebut.
Pasal 79C
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 berlaku pula
dalam rangka pelaksanaan hak atas indikasi geografis.
Bagian Kedua
Indikasi Asal
Pasal 79D
Indikasi asal dilindungi sebagai suatu tanda yang :
a. memenuhi ketentuan Pasal 79A ayat (1), tetapi tidak
didaftarkan; atau
b. semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa.
16. Ketentuan Pasal 80 ayat (2) dan ayat (3) diubah dan
ditambahkan ayat (4) baru, sehingga keseluruhan Pasal 80
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 79E
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79B dan Pasal 79C
berlaku pula keseluruhan pemegang hak atas indikasi asal.
Pasal 80
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi pembinaan merek, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang merek.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek;
*9701 b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau
badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
merek;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau
badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang merek;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan
dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana di
bidang merek;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang
diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan
dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang merek; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang merek.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
17. Ketentuan Pasal 81 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
:
Pasal 81
Barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar
milik orang lain atau badan hukum lain untuk barang dan atau
jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
18. Ketentuan Pasal 82 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
:
Pasal 82
Barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik
orang lain atau badan hukum lain, untuk barang dan atau jasa
sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)."
19. Diantara Pasal 82 dan Pasal 83 disiplin Pasal 82A dan Paal
82B sebagai berikut :
*9702
Pasal 82A
(1) Barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan
indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama
atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi
geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau
sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana
penjara lam 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) tidak berlaku bagi pihak yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79A ayat (7).
(4) Pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan
hasil pelanggaran ataupun kata-kata yang menunjukkan bahwa
barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar
dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis, tidak
mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 82B
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda
yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau
jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat
mengenai asal barang atau jasa tersebut, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
20. Ketentuan Pasal 83 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
:
Pasal 83
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Pasal 82,
Pasal 82A dan Pasal 82B adalah kejahatan.
21. Ketentuan Pasal 84 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 84
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 84
(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan atau jasa yang
diketahui atau patut diketahui bahwa dan atau jasa tersebut
merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
81, Pasal 82, Pasal 82A, dan Pasal 82B dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
*9703 (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah pelanggaran.
22. Di antara Pasal 85 dan Pasal 86 disisipkan Pasal 85A,
sebagai berikut :
Pasal 85A
(1) Permintaan perpanjangan pendaftaran merek dan
pengalihan hak atas merek yang telah terdaftar ditolak oleh
Kantor Merek apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik
orang lain, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4).
(2) Keberatan terhadap keputusan penolakan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan ke Pengadilan Negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
Pasal II
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1997
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 19 TAHUN 1992
TENTANG
MEREK
UMUM
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1993
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara antara lain menegaskan
bahwa perkembangan dunia yang mengandung peluang yang menunjang
dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sesuai dengan arahan Garis-garis
Besar haluan Negara tersebut, maka segala perkembangan, perubahan
dan kecenderungan global yang diperkirakan akan dapat
mempengaruhi stabilitas nasional serta pencapaian tujuan nasional
perlu pula diikuti dengan seksama, sehingga dapat diambil
langkah-langkah untuk mengantisipasinya.
Salah satu perkembangan yang menonjol dan memperoleh perhatian
seksama dalam masa 10 (sepuluh) tahun terakhir dan kecenderungan
yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah
semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang sosial,
ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Di bidang
perdagangan, terutama karena perkembangan teknologi informasi dan
transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor ini meningkat
secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar
tunggal bersama.
Dengan memperhatikan kenyataan dan kecenderungan seperti itu,
maka menjadi hal yang dapat dipahami adanya tuntutan kebutuhan
bagi pengaturan dalam rangka perlindungan hukum yang lebih
memadai. Apalagi beberapa negara yang semakin mengandalkan
kegiatan ekonomi dan perdagangan atas produk-produk barang dan
jasa yang berkualitas sebagai hasil kemampuan intelektualita
manusia.
Persetujuan umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement
on Tariff and Trade/GATT) yang merupakan perjanjian perdagangan
multilateral pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan
bebas, perlakuan yang sama, dan membantu pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan manusia.
Dalam kerangka perjanjian multilateral tersebut, pada bulan April
1994 di Marakesh, Maroko, telah berhasil disepakati satu paket
hasil perundingan perdagangan yang paling lengkap yang pernah
dihasilkan oleh GATT. Perundingan yang telah dimulai sejak tahun
1986 di Punta del Este, Uruguay, yang dikenal dengan Putaran
Uruguay (Uruguay Round) antara lain memuat Persetujuan tentang
Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights/TRIPs).
Persetujuan TRIPs memuat norma-norma dan standar perlindungan
bagi karya intelektualita manusia dan menempatkan perjanjian
internasional di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai
dasar. Di samping itu, persetujuan tersebut mengatur pula aturan
pelaksanaan penegakan hukum di bidang Hak Atas Kekayaan
Intelektual secara ketat.
Sebagai negara pihak penandatangan persetujuan Putaran Uruguay
(Uruguay Round), Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan
tersebut dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(Agreement Establishing The World Trade Organization). sejalan
dengan *9705 kebijakan tersebut, maka untuk dapat mendukung
kegiatan pembangunan nasional, terutama dengan memperhatikan
berbagai perkembangan dan perubahan, Indonesia yang sejak tahun
1961 telah memiliki Undang-undang tentang merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan nasional yang kemudian dicabut dan diganti
dengan Undang-undangan Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, perlu
melakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap Undang-undang
tersebut.
Selain penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan yang dirasakan
kurang memberi perlindungan hukum bagi pemilik merek, dirasakan
perlu pula melakukan penyesuaian dengan persetujuan TRIPs.
Tujuannya, untuk menghapuskan berbagai hambatan terutama untuk
memberikan fasilitas yang mendukung upaya peningkatan pertumbuhan
ekonomi dan perdagangan baik nasional maupun internasional.
Sebagai konsekuensi dari telah diratifikasinya Persetujuan
Putaran Uruguay maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan
atau penyempurnaan pada Undang-undang tentang Merek. Perubahan
pada dasarnya diarahkan untuk menyesuaikan dengan Konvensi Paris
(Paris Convention for the Protection of Industrial Property)
Tahun 1883 sebagaimana telah beberapa kali diubah, dan
penyempurnaan terhadap kekurangan atas beberapa ketentuan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan dan praktek-praktek internasional,
termasuk penyesuaian dengan Persetujuan TRIPs.
Dengan latar belakang dan pertimbangan di atas, maka secara umum
bidang dan arah penyempurnaan yang dilakukan terhadap
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek meliputi antara
lain :
1. Penyempurnaan
a. Tata Cara Pendaftaran Merek.
Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, Undang-undang
Merek ini menganut prinsip bahwa satu permintaan pendaftaran
merek dapat diajukan untuk lebih dari satu kelas barang dan
atau jasa. Perubahan ini dilakukan terutama untuk
menyederhanakan administrasi permintaan pendaftaran merek.
Artinya, permintaan pendaftaran merek untuk lebih dari satu
kelas tidak perlu diajukan masing-masing secara terpisah.
Namun demikian kewajiban pembayaran biaya pendaftaran tetap
di kenakan sesuai dengan jumlah kelas barang dan atau jasa
yang dimintakan pendaftarannya.
Selain itu permintaan pendaftaran merek yang
menggunakan bahasa asing dan atau huruf latin atau angka
yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia wajib
disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf
latin dan dalam angka yang lazim digunakan dalam bahasa
Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan latin. Hal
ini diperlukan oleh Kantor Merek untuk dapat melakukan
penilaian apakah pengucapan merek tersebut mempunyai
persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain yang telah
terdaftar untuk barang dan atau jasa yang sejenis.
b. Penghapusan Merek terdaftar.
Merek terdaftar dapat dihapuskan pendaftarannya dengan
alasan tidak digunakan berturut-turut selama 3 (tiga)
*9706 tahun atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa
sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Akan
tetapi Undang-undang ini memberikan pengecualian terhadap
ketentuan di atas apabila tidak dipakainya merek terdaftar
itu di luar kehendaknya, seperti alasan larangan impor atau
pembatasan-pembatasan lainnya yang ditetapkan Pemerintah.
c. Perlindungan Merek Terkenal.
Perlindungan terhadap merek terkenal didasarkan pada
pertimbangan bahwa peniruan merek terkenal milik orang lain
pada dasarnya dilandasi itikad tidak baik, terutama untuk
mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain,
sehingga tidak seharusnya mendapat perlindungan hukum.
Berdasarkan Undang-undang ini, mekanisme perlindungan
merek terkenal, selain melalui inisiatif pemilik merek
tersebut sebagaimana telah diatur dalam Pasal 56 ayat (3)
Undnag-undang Nomor 19 Tahun 1992, dapat pula ditempuh
melalui penolakan oleh Kantor Merek terhadap permintaan
pendaftaran merek yang sama pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek terkenal.
d. Sanksi Pidana.
Penyempurnaan pada dasarnya menyangkut rumusan dalam
ketentuan pidana yang semula tertulis "setiap orang" diubah
menjadi barangsiapa. Perubahan ini dimaksudkan untuk
menghindari penafsiran yang keliru bahwa pelanggaran oleh
badan hukum tidak termasuk dalam tindakan yang diancam
dengan sanksi pidana tersebut. Di samping itu untuk
konsistensi dengan lingkup perlindungan merek, yaitu
terbatas pada barang dan atau jasa yang sejenis, maka dalam,
ketentuan pidana konsepsi ini dipertegas.
2. Penambahan.
Lingkup Pengaturan Perlindungan.
Selain perlindungan terhadap merek barang dan jasa, dalam
Undang-undang ini diatur pula perlindungan terhadap indikasi
geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu
barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk
faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua
faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada
barang yang dihasilkan.
Di samping itu diatur pula perlindungan terhadap indikasi
asal, yaitu tanda yang hampir serupa dengan tanda yang
dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi
perlindungannya diberikan tanpa harus didaftarkan.
3. Perubahan.
Pengalihan Merek Jasa Terdaftar.
Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan
hasilnya sangat erat kaitannya dengan kemampuan atau
*9707 keterampilan pribadi seseorang, dapat dialihkan maupun
dilisensikan kepada pihak lain dengan ketentuan harus
disertai dengan jaminan kualitas dari pemilik merek
tersebut. Semula pengalihan tersebut tidak dapat dilakukan.
Dalam Undang-undang ini selanjutnya ditentukan bahwa
pengalihan untuk merek jasa serupa itu hanya dapat dilakukan
apabila ada jaminan bahwa kualitas jasa yang diperdagangkan
memang sama. Hal ini perlu ditegaskan untuk menjaga dan
melindungi kepentingan konsumen.
PASAL DEMI PASAL
Angka 1
Penolakan oleh Kantor Merek dilakukan terhadap permintaan
pendaftaran merek yang sama baik pada pokoknya maupun pada
keseluruhan untuk barang dan atau jasa.
Adapun mengenai kriteria merek terkenal, selain
memperhatikan pengetahuan umum masyarakat, penentuannya juga
didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan yang
diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya yang
disertai dengan bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa
negara (jika ada). Apabila hal-hal di atas belum dianggap
cukup, maka hakim dapat memerintahkan lembaga yang bersifat
mandiri (independent) untuk melakukan survai guna memperoleh
kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang
bersangkutan.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 6 lama ayat (2)
huruf a.
Angka 2
Pada dasarnya, pendaftaran merek dapat dimintakan untuk
lebih dari satu kelas barang dan atau jasa. Hal itu
diserahkan kepada pertimbangan pemilik merek. Dalam hal
pemilik merek akan menggunakan mereknya untuk beberapa
barang dan atau jasa yang termasuk dalam beberapa kelas,
semestinya tidak perlu direpotkan dengan prosedur
administrasi yang mengharuskannya mengajukan permintaan
pendaftaran merek secara terpisah bagi setiap kelas barang
dan atau jasa yang dimaksud. Oleh karena itu, dengan
perubahan ini, prosedur pendaftaran merek menjadi lebih
sederhana. Selain untuk penyederhanaan administrasi,
dimungkinkannya pengajuan satu permintaan pendaftaran merek
untuk lebih dari satu kelas barang dan atau jasa akan
menyederhanakan penanganan pemeriksaannya. Namun demikian,
kewajiban pembayaran biaya bagi pendaftaran merek serupa itu
tetap dikenakan sesuai dengan jumlah kelas barang dan atau
jasa yang dimintakan pendaftarannya. Di samping itu,
kemudahan administrasi tidak bertentangan dengan esensi
Pasal 6 ayat (1), yaitu bahwa perlindungan hukum diberikan
untuk barang dan atau jasa yang berada pada jenis yang
bersangkutan.
Angka 3
Perubahan ini lebih merupakan penambahan persyaratan yang
harus dilengkapi oleh orang yang mengajukan permintaan
pendaftaran merek. Persyaratan tersebut berupa penjelasan
*9708 mengenai cara pengucapan dalam ejaan latin dari bahasa
asing yang digunakan atau huruf yang bukan huruf latin atau
angka yang dimintakan pendaftarannya sebagai merek, seperti
pengucapan atau bacaan kata TIGER maka harus ditulis dalam
ejaan latin cara pengucapan tersebut dengan TAIGER. Hal ini
penting untuk ditegaskan guna memudahkan pemeriksa merek
menentukan ada atau tidaknya persamaan dari segi pengucapan
pada merek tersebut dengan merek orang lain yang telah
terdaftar. Ini berarti, apabila ada permintaan pendaftaran
merek yang pengucapannya dalam ejaan latin ternyata sama
dengan merek terdaftar milik orang lain walaupun berbeda
tulisannya, maka Kantor Merek harus menolak permintaan
pendaftaran bagi merek yang bersangkutan.
Angka 4
Penambahan ketentuan mengenai "atau di negara anggota
Organisasi Perdagangan Dunia" sebagai konsekuensi dari turut
sertanya Indonesia dalam Organisasi Perdagangan Dunia.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 12 lama.
Angka 5
Dengan ditambahkannya persyaratan cara pengucapan dalam
ejaan latin pada kelengkapan pendaftaran merek sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 10 maka persyaratan yang sama harus
dicantumkan pula dalam ketentuan mengenai pengumuman
permintaan pendaftaran merek.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 21 lama huruf a.
Angka 6
Lihat penjelasan Angka 5. Selanjutnya, perubahan pada huruf
g yang semula berbunyi atas nama merek didaftarkan diubah
menjadi dimintakan pendaftaran mereknya dimaksudkan untuk
memperjelas pengertian persyaratan yang bersangkutan.
Lihat pula Penjelasan Pasal 29 lama.
Angka 7
Perubahan pada ketentuan ayat (1) yakni kata "dan" diubah
menjadi "atau" dimaksudkan untuk memperjelas pengertian
bahwa pemenuhan salah satu syarat dalam penolakan permintaan
pendaftaran merek sudah dapat dipakai untuk mengajukan
permintaan banding.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 31 lama.
Angka 8
Perubahan mengenai penunjukan Pasal 33 ayat (2) menjadi
Pasal 31 ayat (2) dimaksudkan untuk menunjuk pasal acuannya
yang lebih tepat.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 34 lama.
Angka 9
Seperti halnya dalam kepemilikan merek barang, hak atas
merek jasa pada dasarnya juga dapat dialihkan. Hal ini perlu
ditegaskan agar praktek pengalihan atau pelisensian atas
merek *9709 jasa yang sudah berlangsung selama ini
memperoleh landasan pengaturan yang jelas. Pengalihan hak
atas merek jasa hanya dapat dilakukan apabila ada jaminan,
baik dari pemilik merek maupun pemegang merek atau penerima
lisensi untuk menjaga kualitas dari jasa yang
diperdagangkannya.
Untuk itu, perlu suatu pedoman khusus yang disusun oleh
pemilik merek (pemberi lisensi atau pihak yang mengalihkan
merek tersebut) mengenai metode atau cara pemberian jasa
yang merek tersebut. Dalam hal pengalihan tersebut misalnya
berkaitan dengan tata rias rambut, maka jaminan kualitas
dapat berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh pemberi
lisensi yang menunjukan jaminan atas kemampuan atau
keterampilan pribadi penerima lisensi yang menghasilkan jasa
yang diperdagangkan.
Angka 10
Perubahan Pasal 51 yang materinya dipecah menjadi 2 pasal
yakni Pasal 51 baru dan Pasal 51A, dimaksudkan untuk lebih
memperjelas pengaturan mengenai penghapusan pendaftaran
merek. Dengan memperhatikan perbedaan pada siapa yang
memiliki prakarsa, pengaturan mengenai penghapusan
pendaftaran merek dirumuskan secara lebih sistematis dengan
memecah menjadi Pasal 51 baru yang berisi ketentuan mengenai
penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Kantor Merek dan
Pasal 51A yang mengatur penghapusan atas prakarsa pemilik
merek.
Untuk dapat menghapus pendaftaran merek atas prakarsanya
sendiri, Kantor Merek dapat secara aktif mencari bukti-bukti
atau mendasarkan pada masukan dari masyarakat guna dijadikan
bahan pertimbangan. Dalam melaksanakan kewenangan Kantor
Merek ini, pemilik merek diberikan kesempatan untuk
melakukan upaya pembelaan untuk dikecualikan dari ketentuan
tentang penghapusan itu dengan mengajukan alasan-alasan yang
kiranya dapat menjadi pertimbangan Kantor Merek. Alasan yang
dapat dipertimbangkan oleh Kantor Merek, misalnya produk
obat-obatan atau makanan dan minuman yang ijin peredarannya
menjadi kewenangan instansi lain atau keputusan pengadilan
yang bersifat sementara mengenai penghentian sementara
pemakaian merek selama perkara berlangsung.
Keberatan terhadap keputusan penghapusan pendaftaran merek
oleh Kantor Merek dapat diajukan dalam bentuk pengajuan
gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau Pengadilan
Negeri lain yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Dengan diberikannya kesempatan mengajukan gugatan keberatan
ini maka kepentingan pemilik merek memperoleh jaminan
perlindungan.
Sedangkan penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa
pemiliknya hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut
disetujui oleh penerima lisensi. Adanya syarat persetujuan
dari penerima lisensi ini dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan pihak yang bersangkutan.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 51 lama.
Angka 11
Perubahan pada ketentuan ayat (1) dengan menambahkan frasa
"tetapi dapat langsung ditujukan permohonan kasasi atau
*9710 peninjauan kembali dimaksudkan untuk menegaskan
mekanisme penyelesaian gugatan tentang penghapusan
pendaftaran merek tidak dapat dimintakan banding, namun
apabila ada keberatan terhadap putusan tersebut maka dapat
langsung dimintakan kasasi atau peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung.
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 53 lama.
Angka 12
Perubahan ketentuan Pasal 56 ini dilakukan pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (4). Penambahan alasan yang merujuk pada
Pasal 4 ayat (1) untuk memperjelas maksud atau konsepsi yang
terkandung dalam Pasal 56 ini, yaitu meninjau kembali
kedudukan merek yang didaftar dengan maksud terselubung atau
itikad tidak baik dari pendaftarnya. Adapun tujuan perubahan
ayat (4), untuk menegaskan adanya hak bagi setiap orang atau
badan hukum yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan
pembatalan merek. Dengan perubahan ini maka penjelasan ayat
(4) sekaligus dapat diperbaiki. Artinya, penjelasan ayat (4)
tersebut harus dibaca dengan pengertian bahwa gugatan
pembatalan melalui pengadilan negeri terhadap pemilik merek
dan Kantor Merek, tidak mengurangi kesempatan bagi penggugat
untuk mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Tata Usaha
Negara, sepanjang gugatan tersebut memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 55
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Angka 13
Seperti halnya pada gugatan penghapusan merek, putusan
pembatalan pendaftaran merek tidak dapat dimintakan banding,
tetapi dapat langsung mengajukan kasasi atau peninjauan
kembali.
Angka 14
Perubahan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan
perubahan pada ketentuan Pasal 6. Selain itu, ketentuan
pasal ini tidak lagi menyatakan secara tegas isi gugatan.
Sebab, isi gugatan yang akan diajukan, sepenuhnya merupakan
pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam praktek, isi gugatan
antara lain dapat berupa gugatan ganti rugi penghentian
pemakaian merek, atau gugatan untuk mendapatkan keuntungan
yang seharusnya diperoleh.
Angka 15
Berbeda dengan merek, indikasi geografis lebih merupakan
tanda yang menunjukan asal suatu barang yang karena faktor
geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut telah memberikan ciri
dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Tanda yang digunakan sebagai indikasi dapat berupa etiket
atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan.
Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah atau
wilayah, kata, gambar, huruf atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut.
Pengertian nama tempat dapat berasal dari nama yang tertera
*9711 dalam peta geografis atau nama yang karena pemakaian
secara terus menerus menjadi dikenal sebagai nama tempat
asal barang yang bersangkutan.
Perlindungan indikasi geografis meliputi barang-barang yang
dihasilkan oleh alam, barang hasil pertanian, hasil
kerajinan tangan dan hasil-hasil industri tertentu lainnya.
Apabila memenuhi syarat, indikasi geografis dapat didaftar,
terutama untuk kepentingan kepastian hukum. Pendaftaran
diajukan ke Kantor Merek oleh lembaga yang mewakili
masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang
bersangkutan. Di samping itu dapat pula diajukan oleh
lembaga yang diberi kewenangan untuk itu dan lembaga ini
dapat merupakan lembaga Pemerintah atau lembaga resmi
lainnya. Sebagai tambahan, kelompok konsumen dari barang
yang memakai tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi
geografis juga dapat mengajukan pendaftaran. Hal ini
dimungkinkan karena perlindungan terhadap indikasi geografis
seperti halnya merek, dimaksudkan juga untuk perlindungan
terhadap masyarakat konsumen, dalam arti untuk menghindari
kegiatan yang dapat menyesatkan masyarakat dalam hal suatu
tanda yang seharusnya dilindungi berdasarkan indikasi
geografis, dipakai oleh pihak lain yang beritikad baik,
bahkan sebelum indikasi geografis tersebut terdaftar maka
Undang-undang ini memungkinkan pemakaian bersama tanda
tersebut oleh pemegang hak atas indikasi geografis dan pihak
lain tersebut untuk jangka waktu tertentu. Hal ini
didasarkan pertimbangan untuk memberikan keseimbangan antara
kedua kepentingan tersebut.
Setelah lewatnya jangka waktu 2 (dua) tahun maka hanya
pemegang hak atas indikasi geografis yang berhak memakai
tanda yang bersangkutan. Memang harus diakui ketentuan ini
menimbulkan kesan bahwa pemegang indikasi geografis mendapat
prioritas perlindungan. Hal ini memang tidak salah karena
faktor utama indikasi geografis adalah faktor alam, faktor
kemampuan manusia, atau kombinasi keduanya yang relatif
bersifat tetap dan sangat melekat pada daerah yang
bersangkutan.
Dal hal tanda yang seharusnya dilindungi berdasarkan
indikasi geografis namun tidak didaftarkan, maka
perlindungan terhadap tanda tersebut berdasarkan indikasi
asal. Di samping itu indikasi asal meliputi pula tanda yang
semata-mata menunjukan asal suatu barang atau jasa. Ini
berarti, indikasi alasan perlindungan tanpa melalui
pendaftaran. Adapun asal mendapat perlindungan terhadap
indikasi asal tidak terlepas dari upaya perlindungan
terhadap produsen dan masyarakat konsumen barang dan jasa
tersebut.
Angka 16
Perubahan ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas kewenangan
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan tata cara
pelaksanaan tugas serta hubungannya dengan Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia, dan Penuntut Umum.
Kejelasan ketentuan mengenai penyidikan ini penting bagi
aparat penyidik dalam melaksanakan tugas penyidikannya.
Untuk itu perlu penegasan bahwa sekalipun Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri *9712 Sipil (PPNS) di lingkungan departemen
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan
di bidang Merek, diberi wewenang khusus sebagai Penyidik,
tetapi itu tidak meniadakan fungsi Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia sebagai Penyidik Utama. Dalam
melaksanakan tugasnya. Penyidik PPNS berada di bawah
koordinasi dan pengawasan Penyidik Pejabat Polisi Republik
Indonesia. Karenanya selama penyidikan berlangsung Penyidik
PPNS perlu berkonsultasi dengan Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia. Dalam tahapan inilah Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberikan petunjuk
yang bersifat teknis mengenai bentuk dan isi berita acara
dan sekaligus meneliti kebenaran materiil isi berita acara
penyelidikan tersebut. Setelah penyidikan selesai, hasil
penyidikan tersebut diserahkan Penyidik PPNS kepada Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang selanjutnya
wajib segera menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut
Umum. Hal ini sesuai dengan prinsip yang ditegaskan dalam
Pasal 6, 7 dan 107 Undnag-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
Dalam rangka pemikiran ini, kata "melalui pada ayat (4)
tidak harus diartikan bahwa Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia dapat atau perlu melakukan penyidikan
ulang. Sebab, secara teknis bimbingan penyidikan ataupun
pemberkasan hasil penyidikan pada dasarnya telah diberikan
oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia pada
saat atau selama Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
melaksanakan penyidikan. Dengan demikian, prinsip kecepatan
dan efektifitas seperti yang dikehendaki KUHAP dapat
benar-benar terwujud.
Angka 17
Perubahan frasa setiap orang menjadi barangsiapa dimaksudkan
untuk menegaskan prinsip bahwa yang dapat dikenakan ancaman
pidana adalah orang atau badan hukum.
Angka 18
Lihat penjelasan Angka 17.
Angka 19
Cukup jelas
Angka 20
Cukup jelas
Angka 21
Cukup jelas
Angka 22
Ketentuan ini diperlukan terutama untuk memberi landasan
kepada Kantor Merek untuk menolak permintaan perpanjangan
pendaftaran merek yang telah terdaftar di Kantor Merek
berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan.
Pasal II
Cukup jelas.
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas_undang_undang_nomor_19_tahun_1992_14.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Undang undang yang mengatur tentang warna etiket. Undang undang yang mengatur tentang warna etiket obat.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






