- Home »
- Undang-Undang »
- 1995 » Undang-Undang Kepabeanan (UU 10 thn 1995)
1995
Undang-Undang Kepabeanan (UU 10 thn 1995)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
kepabeanan_(uu_10_thn_1995)_10.pdf
UU 10/1995, KEPABEANAN
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995)
Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA)
Sumber:
Tentang: KEPABEANAN
Indeks:
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan
perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional,
khususnya di bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk
dan praktek penyelenggaraan kegiatan perdagangan
internasional;
b. bahwa dalam upaya untuk selalu menjaga agar perkembangan
seperti tersebut di atas dapat berjalan sesuai dengan
kebijaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan
dalam garis-garis besar daripada haluan Negara dan lebih
dapat diciptakan kepastian hukum dan kemudahan
administrasi berkaitan dengan aspek Kepabeanan bagi
bentuk-bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan
perdagangan internasional yang terus berkembang serta
dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi,
diperlukan langkah-langkah pembaruan;
c. bahwa peraturan perundang-undangan Kepabeanan yang selama
ini berlaku sudah tidak dapat mengikuti perkembangan
perekonomian nasional dalam hubungannya dengan perdagangan
internasional;
d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut, dipandang perlu
untuk membentuk Undang-undang tentang Kepabeanan yang
dapat memenuhi perkembangan keadaan dan kebutuhan
pelayanan Kepabeanan yang berlandaskan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2)
Undang-undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
*9049
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEPABEANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar
Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk.
2. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku
Undang-undang ini.
3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu
di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang
ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada
di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean
sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
5. Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh
Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap
lalu-lintas impor dan ekspor.
6. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang
Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan
dalam Undang-undang ini.
7. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh
Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam
bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
10. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana
tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang
Kepabeanan dan Cukai.
11. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk
melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini.
12. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
13. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam
Daerah Pabean.
14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah
Pabean.
15. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang
ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
16. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan.atau
lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di
Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu
pemuatan atau pengeluarannya.
17. Tem[at Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau
kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan
untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan
barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan Bea
Masuk.
18. Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan
atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan
oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah
pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk
menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang
yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara
berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 2
(1) Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan
sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk.
(2) Barang yang telah dimuat atau akan dimuat di sarana
pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean dianggap
telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan
barang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang
tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam
Daerah Pabean.
Pasal 3
(1) Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
(3) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan secara selektif.
(4) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
*9051
Pasal 4
(1) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen.
(2) Dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas
barang ekspor.
(3) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean atau
tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dengan
menggunakan Pemberitahuan Pabean.
(2) Pemberitahuan Pabean diserahkan kepada Pejabat Bea dan
Cukai di Kantor Pabean atau tempat laun yang disamakan
dengan Kantor Pabean dalam bentuk formulir atau melalui
media elektronik.
(3) Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan Kewajiban
Pabean, ditetapkan Kawasan Pabean dan Pos Pengawasan
Pabean.
(4) Penetapan Kawasan Pabean, Kantor Pabean, dan Pos
Pengawasan Pabean dilakukan oleh Manteri.
Pasal 6
Terhadap barang yang diimpor atau diekspor, berlaku segala
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
BAB II
IMPOR DAN EKSPOR
Bagian Pertama
Impor
Paragraf 1
Kedatangan, Pembongkaran, Penimbunan,
dan Pengeluaran Barang
Pasal 7
(1) Barang impor harus dibawa ke Kantor Pabean tujuan pertama
melalui jalur yang ditetapkan dan kedatangan tersebut
wajib diberitahukan oleh pengangkutnya.
(2) Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, dengan
tanpa memenuhi ketentuan pada ayat (1), pengangkut dapat
membongkar barang impor terlebih dahulu, kemudian
*9052
wajib melaporkan hal tersebut ke Kantor Pabean terdekat.
(3) Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling banyak Rp 25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tetapi jumlah barang
yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam
Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa
kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya, disamping
wajib membayar Bea Masuk atas barang yang kurang
dibongkar, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(5) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), tetapi jumlah barang
yang dibongkar lebih banyak dari yang diberitahukan dalam
Pemberitahuan Pabean dikenai sanksi administrasi berupa
denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
(6) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sementara
menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, dapat
ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.
(7) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya
Kewajiban Pabean untuk :
a. diimpor untuk dipakai;
b. diimpor sementara;
c. ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat;
d. diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara Kawasan Pabean lainnya;
e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atau
f. diekspor kembali.
(8) Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean
sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Paragraf 2
Impor untuk Dipakai
Pasal 8
(1) Impor untuk dipakai adalah :
a. memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan
tujuan untuk dipakai; atau
b. memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean untuk
dimiliki atau dikuasai oleh Orang yang berdomisili di
Indonesia.
(2) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk
dipakai :
a. setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan
dilunasi Bea Masuknya;
b. setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan
jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42; atau
c. setelah diserahkan dokumen pelengkap pabean dan
jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
(3) Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana
pengangkut, dan pelintas batas ke Daerah Pabean pada saat
kedatangan wajib diberitahukan oleh pembawanya kepada
Pejabat Bea dan Cukai.
(4) Barang impor yang dikirim melalui yang dikirim melalui pos
atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan
Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(6) Importir yang tidak melunasi Bea Masuk atas barang impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau huruf c
dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut Undang-undang
ini dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar
sepuluh persen dari Bea Masuk yang wajib dilunasinya.
Paragraf 3
Impor Sementara
Pasal 9
(1) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor
sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali.
(2) Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali berada
dalam pengawasan pabean.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
serta penentuan jangka waktu sementara diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
(4) Barangsiapa yang tidak mengekspor kembali barang
impor sementara dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda
seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
Pasal 10
(1) Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan
menggunakan Pemberitahuan Pabean.
(2) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak diperlukan atas barang pribadi penumpang, awak
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas nilai pabean dan atau jumlah tertentu.
(3) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara
menunggu pemuatannya dapat ditimbun di Tempat Penimbunan
Sementara.
(4) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), jika dibatalkan harus dilaporkan
kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspornya
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai saksi
administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Pengangkutan Barang
Pasal 11
(1) Pengangkut pada saat sarana pengangkutnya akan
meninggalkan Kantor Pabean dengan tujuan ke luar Daerah
Pabean wajib memberitahukan barang yang diangkutnya dengan
menggunakan Pemberitahuan Pabean.
(2) Pengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain dalam
Daerah Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan
Pabean sepanjang mengenai :
a. barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara
atau Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan Tempat
Penimbunan Berikat lainnya;
b. barang impor yang diangkut terus dan/atau
diangkut lanjut;
c. barang ekspor yang diangkut terus dan/atau
diangkut lanjut;
*9055
d. barang dari Daerah Pabean yang pengangkutnya
melalui suatu tempat di luar Daerah Pabean.
(3) Pengangkut yang tidak memberitahukan barang yang diangkut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00
(lima juta rupiah).
(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b, tetapi barang
yang diangkutnya tidak sampai ke tempat tujuan atau jumlah
barang setelah sampai di tempat tujuan tidak sesuai dengan
Pemberitahuan Pabean, dan tidak dapat membuktikan bahwa
kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, disamping
wajib membayar Bea Masuk atas barang yang tidak sampai di
tempat tujuan atau kurang dibongkar tersebut, dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit
Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(5) Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk
impor atau Ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau
saluran pipa.
(6) Persyaratan dan tata cara pengangkutan barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
BAB III
TARIP DAN NILAI PABEAN
Bagian Pertama
Tarip
Paragraf 1
Tarip Bea Masuk
Pasal 12
(1) Barang impor dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif
setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean
untuk perhitungan Bea Masuk.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) :
a. barang impor hasil pertanian tertentu;
b. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif
Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai tarif
dan Perdagangan; dan
c. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1).
*9056
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 13
(1) Bea Masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya
berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
terhadap :
a. barang impor yang dikenakan tarif Bea Masuk
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional;
b. barang impor bawaan penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui
pos atau jasa titipan; atau
c. barang impor yang berasal dari negara yang
memperlakukan barang ekspor Indonesia secara
diskriminatif.
(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif Bea Masuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Paragraf 2
Klasifikasi Barang
Pasal 14
(1) Untuk penetapan tarif Bea Masuk, barang dikelompokkan
berdasarkan sistem klasifikasi barang.
(2) Ketentuan tentang klasifikasi barang diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Bagian Kedua
Nilai Pabean
Pasal 15
(1) Nilai pabean untuk penghitung Bea Masuk adalah nilai
transaksi dari barang yang bersangkutan.
(2) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), nilai pabean untuk menghitung Bea
Masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang
indentik.
(3) Dalam hal nilai pabean untuk menghitung Bea
Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai pabean untuk
penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan nilai
transaksi dari barang serupa.
(4) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), nilai pabean untuk penghitungan
Bea Masuk dihitung berdasarkan metode deduksi.
(5) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), nilai pabean untuk penghitungan
Bea Masuk dihitung berdasarkan metode komputasi.
(6) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak
dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau
ayat (5), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk
dihitung dengan menggunakan tata cara yang wajar dan
konsisten dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana diatur
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5)
berdasarkan data yang tersedia di daerah Pabean dengan
pembatasan tertentu.
(7) Ketentuan tentang nilai pabean untuk menghitung Bea Masuk
diatur lebih lanjut oleh Manteri.
Bagian Ketiga
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean
Pasal 16
(1) Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan tarif atas barang
impor sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean atau dalam
waktu tiga puluh hari sejak tanggal Pemberitahuan Pabean.
(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan nilai pabean untuk
penghitungan Bea Masuk atas barang impor dalam waktu tiga
puluh hari sejak tanggal Pemberitahuan Pabean.
(3) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau ayat (2) mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea
Masuk kecuali importir mengajukan keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1), importir harus melunasi
Bea Masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan.
(4) Importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk
menghitung Bea Masuk sehingga mengakibatkan kekurangan
pembayaran Bea Masuk dikenai sanksi administrasi berupa
denda paling banyak lima ratus persen dari Bea Masuk yang
kurang dibayar atau paling sedikit seratus persen dari Bea
Masuk yang kurang dibayar.
(5) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan/atau ayat (2) mengakibatkan kelebihan
pembayaran Bea Masuk, pengembalian Bea Masuk dibayar
sebesar kelebihannya.
(6) Ketentuan tentang penetapan tarif dan nilai pabean diatur
lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 17
(1) Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai
pabean untuk penghitungan Bea Masuk dalam jangka waktu du
tahun terhitung sejak tanggal Pemberitahuan Pebean.
(2) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16, Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis
kepada importir untuk :
a. melunasi Bea Masuk yang kurang dibayar; atau
b. diberikan pengembalian Bea Masuk yang lebih
dibayar.
(3) Bea masuk yang kurang dibayar atau pengembalian Bea Masuk
yang dibayar lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibayar sesuai dengan penetapan kembali.
BAB IV
BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN
Bagian Pertama
Bea Masuk Antidumping
Pasal 18
Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal
:
a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai
normalnya; dan
b. impor barang tersebut :
1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam
negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
tersebut;
2. mengecam terjadinya kerugian terhadap industri
dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
tersebut; dan
3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis
di dalam negeri.
*9059
Pasal 19
(1) Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 setinggi-tingginya
sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor
dari barang tersebut.
(2) Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tambahan dari Bea Masuk yang dipungut
berdasarkan Pasal 12 ayat (1).
Pasal 20
Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk
Antidumping serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Bea Masuk Imbalan
Pasal 21
Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor dalam hal :
a. ditemukan adanya subsidi yang diberikan di negara
pengekspor terhadap barang tersebut; dan
b. impor barang tersebut :
1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam
negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
tersebut;
2. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri
dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
tersebut; atau
3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis
di dalam negeri.
Pasal 22
(1) Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 setinggi-tingginya
sebesar selisih antara subsidi dengan :
a. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain
yang dikeluarkan untuk memperoleh subsidi; dan/atau
b. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk
mengganti subsidi yang diberikan kepada barang ekspor
tersebut.
*9060
(2) Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tambahan dari Bea Masuk yang dipungut
berdasarkan Pasal 12 ayat (1).
Pasal 23
Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk
Imbalan serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB V
TIDAK DIPUNGUT, PEMBEBASAN, KERINGANAN, DAN
PENGEMBALIAN BEA MASUK
Bagian Pertama
Tidak Dipungut Bea Masuk
Pasal 24
Barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus atau
diangkut lanjut ke luar Daerah Pabean tidak dipungut Bea Masuk.
Bagian Kedua
Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk
Pasal 25
(1) Pembebasan Bea Masuk diberikan atas Impor :
a. barang perwakilan negara asing beserta para
pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas
timbal balik;
b. barang untuk keperluan badan internasional
beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
c. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau
dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor;
d. buku ilmu pengetahuan;
e. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah
umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
f. barang untuk keperluan museum, kebun binatang,
dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
g. barang untuk keperluan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
h. barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra
dan penyandang cacat lainnya;
*9061
i. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer,
termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara;
j. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan
negara;
k. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
l. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau
abu jenazah;
m. barang pindahan;
n. barang pribadi penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai
batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.
(2) Perubahan atas barang impor yang diberikan pembebasan
berdasarkan tujuan pemakaiannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur oleh Menteri.
(3) Ketentuan tentang pembebasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(4) Barangsiapa yang tidak memenuhi ketentuan tentang
pembebasan Bea Masuk yang ditetapkan menurut Undang-undang
ini, jika mengakibatkan kerugian pada penerimaan negara,
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus
persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
Pasal 16
(1) Pembebasan atau keringanan Bea Masuk dapat diberikan atas
Impor :
a. mesin untuk pembangunan dan pengembangan
industri;
b. barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan
pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu;
c. peralatan dan bahan yang digunakan untuk
mencegah pencemaran lingkungan;
d. bibit dan benih untuk pembangunan dan
pengembangan industri pertanian, peternakan, atau
perikanan;
e. hasil laut yang ditangkap dengan sarana
penangkap yang telah mendapat izin;
f. barang yang telah diekspor untuk keperluan
perbaikan, pengerjaan, dan pengujian;
*9062 g. barang yang telah diekspor, kemudian diimpor
kembali dalam kualitas yang sama;
h. barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu,
kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena
alamiah antara saat diangkut ke dalam Daerah Pabean dan
saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai;
i. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan
bahan penjenisan jaringan;
j. barang oleh Pemerintah pusat atau Pemerintah
daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
k. barang dengan tujuan untuk diimpor sementara.
(2) Perubahan atas barang impor yang dapat diberikan
pembebasan atau kekeringan berdasarkan tujuan pemakaiannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
(3) Ketentuan tentang pembebasan atau keringanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(4) Barangsiapa yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau
keringanan Bea Masuk yang ditetapkan menurut Undang-undang
ini, jika mengakibatkan kerugian pada penerimaan negara,
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus
persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
Bagian Ketiga
Pengembalian Bea Masuk
Pasal 27
(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau
sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas :
a. kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau
karena kesalahan tata usaha;
b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
dan Pasal 26;
c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus
diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan
Pejabat Bea dan Cukai;
d. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan
impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih
kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat,
bukan batang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah;
atau
*9063 e. kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat
putusan lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal
99.
(2) Ketentuan tentang pengembalian Bea Masuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VI
PEMBERITAHUAN PABEAN DAN TANGGUNG
JAWAB ATAS BEA MASUK
Bagian Pertama
Pemberitahuan Pabean
Pasal 28
Ketentuan dan tata cara tentang :
a. bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan buku
catatan pabean;
b. penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean;
c. penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan
Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean;
d. pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean dan
buku catatan pabean;
e. penggunaan dokumen pelengkap pabean;
diatur oleh Menteri.
Bagian Kedua
Pengurusan Pemberitahuan Pabean
Pasal 29
(1) Pengurusan Pemberitahuan Pabean yang diwajibkan
Undang-undang ini dilakukan oleh pengangkut, importir,
atau eksportir.
(2) Dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, importir
atau eksportir menguasakannya kepada pengusaha pengurusan
jasa kepabeanan.
(3) Ketentuan tentang pengurusan Pemberitahuan Pabean diatur
lebih lanjut oleh Manteri.
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab atas Bea Masuk
*9064 Pasal 30
(1) Importir bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang
terutang sejak tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.
(2) Bea Masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada
tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor dan nilai pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
Pasal 31
Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang mendapat kuasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) bertanggung jawab
terhadap Bea Masuk yang terutang dalam hal importir tidak
ditemukan.
Pasal 32
(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara bertanggung jawab
terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang yang ditimbun
di Tempat Penimbunan Sementaranya.
(2) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara dibebaskan dari
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam
hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementaranya
:
a. musnah tanpa sengaja;
b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai,
atau diimpor sementara; atau
c. telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara
lain, Tempat Penimbunan Berikat, atau Tempat Penimbunan
Pabean.
(3) Perhitungan Bea Masuk atas barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang harus dilunasi, sepanjang tidak dapat
didasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang
bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk
golongan barang yang tertera dalam Pemberitahuan Pabean
pada saat barang tersebut ditimbun di Tempat Penimbunan
Sementara dan nilai pebean ditetapkan oleh Pejabat Bea dan
Cukai.
Pasal 33
(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab
terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang yang ditimbun
di Tempat Penimbunan Berikatnya.
(2) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat dibebaskan
dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan
Berikatnya :
a. musnah tanpa sengaja;
b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai,
atau diimpor sementara; atau
c. telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan
Sementara, Tempat Penimbunan Berikat lain, atau Tempat
Penimbunan Pabean.
(3) Perhitungan Bea Masuk atas barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang harus dilunasi didasarkan pada tarif
yang berlaku pada saat dilakukan pencacahan dan nilai
pabean barang pada saat ditimbun di Tempat Penimbunan
Berikat.
Pasal 34
(1) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
dan Pasal 26 tidak lagi dipenuhi, Bea Masuk atas barang
impor yang terutang menjadi tanggung jawab :
a. Orang yang mendapatkan pembebasan atau
kekeringan; atau
b. Orang yang menguasai barang yang bersangkutan
dalam hal Orang sebagaimana dimaksud huruf a tidak
ditemukan.
(2) Perhitungan Bea Masuk yang terutang sebagaimana dimaksud
pada ayat (q) didasarkan pada tarif dan nilai pabean yang
berlaku pada tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.
Pasal 35
Barangsiapa yang kedapatan menguasai barang impor di tempat
kedatangan sarana pengangkutan atau di daerah perbatasan yang
ditunjuk bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang atas
barang tersebut.
BAB VII
PEMBAYARAN BEA MASUK, PENAGIHAN UTANG,
DAN JAMINAN
Bagian Pertama
Pembayaran Bea Masuk
Pasal 36
(1) Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang
kepada negara menurut Undang-undang ini, dibayar di kas
*9066 negara atau di tempat pembayaran lain yang ditunjuk
oleh Menteri.
(2) Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) jumlahnya dibulatkan dalam rupiah
penuh.
(3) Ketentuan tentang tata cara pembayaran, penerimaan,
penyetoran Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pembulatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
Pasal 37
(1) Bea Masuk dan denda administrasi yang terutang wajib
dibayar selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari
sejak timbulnya kewajiban membayar menurut Undang-undang
ini.
(2) Dalam hal tertentu. kewajiban membayar Bea Masuk dan denda
administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan penundaan.
(3) Ketentuan tentang penundaan pembayaran utang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian Kedua
Penagihan utang
Pasal 38
(1) Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan Undang-undang
ini yang tidak atau kurang dibayar dikenakan bunga sebesar
dua persen setiap bulannya atau selama-lamanya dua puluh
empat bulan, dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai
hari pembayarannya, dan bagian bulan dihitung satu bulan.
(2) Penghitungan utang atau tagihan kepada negara
Undang-undang ini jumlahnya dibulatkan dalam rupiah penuh.
Pasal 39
(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pebean atas
barang-barang milik yang berutang.
(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi Bea Masuk, denda administrasi, bunga,
dan biaya penagihan.
(3) Hak mendahulu untuk tagihan pabean melebihi segala hak
mendahulu lainnya, kecuali :
*9067 a. biaya perkara semata-mata disebabkan oleh suatu
penghukuman untuk melelang barang bergerak dan/atau tidak
bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan
suatu barang;
c. biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh
pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
(4) Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun
sejak tanggal diterbitkannya surat tagihan, kecuali
apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan
pembayaran.
(5) Dalam hal diberikan penundaan pembayaran, jangka waktu dua
tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak
tanggal penundaan pembayaran diberikan.
Pasal 40
(1) Hak penagihan atas utang berdasarkan Undang-undang ini
kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak timbulnya
kewajiban membayar.
(2) Masa kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dapat diperhitungkan dalam hal :
a. yang terutang tidak bertempat tinggal Indonesia;
b. yang terutang memperoleh penundaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2); atau
c. yang terutang melakukan pelanggaran
Undang-undang ini.
Pasal 41
Pelaksanaan penagihan utang dan penghapusan penagihan utang yang
tidak dapat ditagih berpedoman pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagian Ketiga
Jaminan
Pasal 42
(1) Jaminan yang disyaratkan menurut Undang-undang ini dapat
dipergunakan :
a. sekali; atau
*9068 b. terus-menerus.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk
:
a. uang tunai;
b. jaminan bank;
c. jaminan dari perusahaan asuransi; atau
d. jaminan lainnya.
(3) Ketentuan tentang jaminan diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
BAB V
TEMPAT PENIMBUNAN DI BAWAH PENGAWASAN PABEAN
Bagian Pertama
Tempat Penimbunan Sementara
Pasal 43
(1) Di setiap Kawasan Pabean disediakan Tempat Penimbunan
Sementara yang dikelola oleh pengusaha Tempat Penimbunan
Sementara.
(2) Dalam hal barang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara,
jangka waktu penimbunan barang paling lama tiga puluh hari
sejak penimbunannya.
(3) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di
tempat tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar dua puluh lima persen dari Bea Masuk yang
seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan tentang penunjukan Tempat Penimbunan Sementara,
tata cara penggunaannya, dan perubahan jangka waktu
penimbunan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian Kedua
Tempat Penimbunan Berikat
Pasal 44
(1) Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau
bangunan dapat ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan
Berikat untuk :
a. menimbun barang guna diimpor untuk dipakai atau
diekspor atau diimpor kembali;
*9069 b. menimbun dan/atau mengolah barang sebelum
diekspor atau diimpor untuk dipakai;
c. menimbun dan memamerkan barang impor; atau
d. menimbun, menyediakan untuk dan menjual barang
impor kepada orang tertentu.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ketentuan tentang pendirinya, penyelenggaraan, dan
pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
(1) Barang dapat dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat
atas persyaratan Pejabat Bea dan Cukai untuk :
a. diimpor untuk dipakai;
b. diolah;
c. diekspor sebelum atau sesudah diolah; atau
d. diangkut ke Tempat Penimbunan Berikat atau
Tempat Penimbunan Sementara.
(2) Barang dari Tempat Penimbunan Berikat yang diimpor untuk
dipakai, dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif yang berlaku
pada saat diimpor untuk dipakai serta nilai pabean yang
terjadi pada saat barang dimasukkan ke Tempat Penimbunan
Berikat.
(3) Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Tempat
Penimbunan Berikat sebelum diberikan persetujuan oleh
Pejabat Bea dan Cukai dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(4) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di
tempat tersebut, dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang
seharusnya dibayar.
Pasal 46
(1) Izin Tempat Penimbunan Berikat dibekukan bilamana
penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :
a. berada dalam pengawasan kurator sehubungan
Tempat Penimbunan Berikat.
b. menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan
Tempat Penimbunan Berikat.
(2) Pembekuan izin dimaksud pada ayat (1) dapat
diubah menjadi pencabutan bilamana penyelenggara Tempat
Penimbunan Berikat :
a. tidak melunasi utangnya dalam jangka waktu yang
ditetapkan; atau
b. tidak mampu lagi mengusahakan Tempat Penimbunan
Berikat tersebut.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan
kembali bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :
a. telah melunasi utangnya; atau
b. telah mengusahakan Tempat Penimbunan Berikat
tersebut.
(4) Izin Tempat Penimbunan Berikat dalam hal :
a. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat untuk
jangka waktu satu tahun terus menerus tidak lagi melakukan
kegiatan;
b. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat
mengalami pailit;
c. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat
bertindak tidak jujur dalam usahanya; atau
d. terdapat permintaan dari yang bersangkutan.
(5) Ketentuan tentang pembekuan, pemberlakuan kembali, dan
pencabutan izin Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 47
Bilamana izin Tempat Penimbunan Berikat telah dicabut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46, pengusaha dalam batas waktu tiga puluh
hari sejak pencabutan izin harus :
a. melunasi semua Bea Masuk yang terutang;
b. mengekspor kembali barang yang masih ada di Tempat
Penimbunan Berikat; atau
c. memindahkan barang yang masih ada di Tempat Penimbunan
Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain.
Bagian Ketiga
Tempat Penimbunan Pabean
*9071 Pasal 48
(1) Di setiap Kantor Pabean disediakan Tempat Penimbunan
Pabean yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
(2) Penunjukan tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat
Penimbunan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.
BAB IX
PEMBUKUAN
Pasal 49
Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara,
pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan atau pengusaha pengangkutan diwajibkan
menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan catatan serta surat
menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor.
Pasal 50
(1) Atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, Orang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 wajib menyerahkan buku, catatan,
dan surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor
untuk kepentingan pemeriksaan.
(2) Dalam hak orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berada di tempat, kewajiban untuk menyediakan buku,
catatan, dan surat-menyurat yang bertalian dengan Impor
atau Ekspor untuk diperiksa beralih kepada yang
mewakilinya.
Pasal 51
Pembukuan dan catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 harus
menggunakan huruf latin, angka Arab, mata uang rupiah, serta
bahasa Indonesia atau dengan mata uang asing dan bahasa asing dan
bahasa lain yang ditetapkan oleh Menteri, dan semua buku,
catatan, serta wajib disimpan selama sepuluh tahun pada tempat
usahanya di Indonesia.
Pasal 52
Barangsiapa yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 51 dan perbuatan tersebut tidak
menyebabkan kerugian keuangan negara dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
BAB X
LARANGAN DAN PEMBATASAN IMPOR ATAU EKSPOR SERTA
*9072 PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG
HASIL PELANGGARAN HAK ATAS
KEKAYAAN INTELEKTUAL
Bagian Pertama
Larangan dan Pembatasan Impor atau Ekspor
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan
ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang
menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas
Impor atau Ekspor baran tertentu wajib memberitahukan
kepada Menteri.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan pengawasan peraturan
larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(3) Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak
memenuhi syarat untuk diekspor atau diimpor, jika telah
diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean, atas permintaan
importir atau eksportir dapat :
a. dibatalkan ekspornya;
b. diekspor kembali; atau
c. dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan
Cukai.
(4) Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau
diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan
secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, kecuali
terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengendalian Impor atau Ekspor Barang
Hasil Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual
Pasal 54
Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak
cipta, Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat mengeluarkan
perintah tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk menangguhkan
sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari Kawasan
Pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil
pelanggaran merek dan hak cipta yang melindungi di Indonesia.
Pasal 55
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diajukan
dengan disertai :
a. bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau
hak cipta yang bersangkutan;
b. bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan;
c. perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor
atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluarannya,
agar dengan cepat dapat dikenali oleh Pejabat Bea dan
Cukai; dan
d. jaminan.
Pasal 56
Atas penerimaan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54, Pejabat Bea dan Cukai :
a. memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir,
atau pemilik barang mengenai adanya perintah penangguhan
pengeluaran barang impor atau ekspornya;
b. terhitung tanggal diterimanya perintah tertulis Ketua
Pengadilan Negeri setempat, melaksanakan penangguhan
pengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan
dari Kawasan Pabean.
Pasal 57
(1) Penangguhan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 huruf b dilaksanakan untuk jangka waktu paling
lama hari kerja.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berdasarkan alasan dan dengan syarat tertentu, dapat
diperpanjang satu kali untuk paling lama sepuluh hari
kerja dengan perintah tertulis Ketua Pengadilan Negeri
setempat.
(3) Perpanjangan penangguhan terhadap pengeluaran barang impor
atau ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai
dengan perpanjangan jaminan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 huruf d.
Pasal 58
(1) Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau
hak cipta yang meminta perintah penangguhan, Ketua
Pengadilan Negeri setempat dapat memberi izin kepada
pemilik atau pemegang hak tersebut guna memeriksa barang
impor atau ekspor yang diminta penangguhan pengeluarannya.
(2) Pemberian izin pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri
setempat setelah mendengarkan dan mempertimbangkan
penjelasan serta memperhatikan kepentingan pemilik barang
impor atau ekspor yang dimintakan penangguhan
pengeluarannya.
Pasal 59
(1) Apabila dalam jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai
tidak menerima pemberitahuan dari pihak yang meminta
penangguhan pengeluaran bahwa tindakan hukum yang
diperlukan untuk mempertahankan haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dilakukan
dan Ketua Pengadilan Negeri setempat tidak memperpanjang
secara tertulis perintah penangguhan, Pejabat Bea dan
Cukai wajib mengakhiri tindakan penangguhan pengeluaran
barang impor atau ekspor yang bersangkutan dan
menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan
berdasarkan Undang-undangan ini.
(2) Dalam hal tindakan hukum untuk mempertahankan hak telah
mulai dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam jangka waktu sepuluh hari kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang meminta
penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor wajib
secepatnya melaporkannya kepada Pejabat Bea dan Cukai yang
menerima perintah dan melaksanakan penangguhan barang
impor atau ekspor.
(3) Dalam hal tindakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) telah diberitahukan dan Ketua Pengadilan Negeri
setempat tidak memperpanjang secara tertulis perintah
penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2),
Pejabat Bea dan Cukai mengakhiri tindakan penangguhan
pengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan dan
menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan
berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 60
Dalam keadaan tertentu, importir, eksportir, atau pemilik barang
impor atau ekspor dapat mengajukan permintaan kepada Ketua
Pengadilan Negeri setempat untuk memerintahkan secara tertulis
kepada Pejabat Bea dan Cukai agar mengakhiri penangguhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dengan menyerahkan jaminan
yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d.
Pasal 61
(1) Apabila dari hasil pemeriksaan perkara terbukti bahwa
barang impor atau ekspor tersebut merupakan atau tidak
berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta,
*9075 pemilik barang impor atau ekspor berhak untuk
memperoleh ganti rugi dari pemilik atau pemegang hak yang
meminta penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor
tersebut.
(2) Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memerintahkan
agar jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d
digunakan sebagai pembayaran atau bagian pembayaran ganti
rugi yang harus dibayarkan.
Pasal 62
Tindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor dapat
pula dilakukan karena jabatan oleh Pejabat Bea dan Cukai apabila
terdapat bukti yang cukup bahwa barang tersebut merupakan atau
berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta.
Pasal 63
Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan
hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual tidak
diberlakukan terhadap barang bawaan penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui pos atau
jasa titipan yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial.
Pasal 64
(1) Pengendalian impor atau ekspor barang yang diduga
merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual,
selain merek dan hak cipta sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan
Pasal 54 sampai dengan Pasal 63 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XI
BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG
YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG
YANG MENJADI MILIK NEGARA
Bagian Pertama
Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai
Pasal 65
(1) Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai
adalah :
*9076 a. barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan
Sementara yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (2);
b. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat
Penimbunan Berikat yang telah dicabut izinnya dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47; atau
c. barang yang dikirim melalui pos :
1. yang ditolak oleh si alamat atau orang yang
dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di
luar Daerah Pabean;
2. dengan tujuan luar Daerah Pabean yang
diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat
disampaikan kepada alamat yang dituju, dan tidak
diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu tiga puluh
hari sejak diterimanya pemberitahuan dari kantor pos.
(2) barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di
Tempat Penimbunan Pabean dan dipungut sewa gudang yang
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 66
(1) barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai
selain yang dimaksud pada ayat (3) pasal ini, oleh Pejabat
Bea dan Cukai segera diberitahukan secara tertulis kepada
pemiliknya bahwa barang tersebut akan dilelang jika tidak
diselesaikan dalam jangka waktu enam puluh hari sejak
disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
(2) barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang belum
dilelang, oleh pemiliknya dapat :
a. diimpor untuk dipakai setelah Bea Masuk dan
biaya lainnya yang terutang dilunasi;
b. diekspor kembali setelah biaya yang terutang
dilunasi;
c. dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang
dilunasi;
d. diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi;
atau
e. dikeluarkan dengan tujuan Tempat Penimbunan
Berikat setelah biaya yang terutang dilunasi.
(3) Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) yang :
a. busuk segera dimusnahkan;
*9077 b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak,
berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi
dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara
tertulis kepada pemiliknya;
c. merupakan barang yang dilarang dinyatakan
menjadi milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73;
atau
d. merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk
diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu enam puluh
hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
Pasal 67
(1) Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)
dan ayat (3) huruf b dilakukan melalui lelang umum.
(2) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
dikurangi Bea Masuk yang terutang dan biaya yang harus
dibayar, sisanya disediakan untuk pemiliknya.
(3) Pejabat Bea dan Cukai memberitahukan secara tertulis
kepada pemiliknya sisa hasil lelang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dalam waktu tujuh hari setelah tanggal
pelelangan.
(4) Sisa hasil lelang menjadi miliki negara apabila tidak
diambil oleh pemiliknya dalam jangka waktu sembilan puluh
setelah tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(5) Harga terendah untuk barang yang akan dilelang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, jika harga
yang ditetapkan tidak tercapai, barang dapat dimusnahkan
atau untuk tujuan lain atas persetujuan Menteri.
Bagian Kedua
Barang yang Dikuasai Negara
Pasal 68
(1) Barang yang dikuasai negara adalah :
a. barang yang dilarang atau dibatasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4);
b. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah
oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (1); atau
c. barang dan/atau sarana pengangkut yang
ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak
kenal.
*9078
(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau
huruf b diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai secara
tertulis kepada pemiliknya dengan menyebutkan alasan dan
barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diumumkan selama tiga puluh hari sejak disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan Tempat Penimbunan Pabean.
Pasal 69
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) yang :
a. busuk segera dimusnahkan;
b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau
pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang bukan
merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dapat segera
dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada
pemiliknya; atau
c. merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dinyatakan
menjadi barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73.
Pasal 70
Barang dan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
ayat (1) huruf b diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam
jangka waktu tiga puluh hari sejak penyimpanan di Tempat
Penimbunan Pabean dalam hal :
a. Bea Masuk yang terutang telah dibayar dan apabila
merupakan barang larangan atau pembatasan telah diserahkan
dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan
larangan atau pembatasan impor atau ekspor; atau
b. Bea Masuk yang terutang telah dibayar dan apabila
merupakan barang larangan atau pembatasan telah diserahkan
dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan
larangan atau pembatasan impor atau ekspor serta telah
diserahkan sejumlah uang ditetapkan oleh Menteri sebagai
ganti barang yang besarnya tidak melebihi harga barang,
sepanjang barang tersebut tidak diperlukan untuk bukti di
pengadilan.
Pasal 71
(1) Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b
dilakukan melalui lelang umum.
(2) Harga terendah untuk barang yang akan dilelang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri, dan jika harga yang ditetapkan tidak tercapai,
barang dapat dimusnahkan untuk tujuan lain atas
persetujuan Menteri.
(3) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan
sebagai ganti barang yang bersangkutan sambil keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) atau
untuk alat bukti di sidang pengadilan.
Pasal 72
(1) Pemilik barang dan/atau sarana pengangkut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 dapat mengajukan keberatan secara
tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu tiga puluh hari
sejak diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan
menyebutkan alasan dan bukti yang menguatkan keberatannya.
(2) Dalam jangka waktu sembilan puluh hari sejak diterimanya
permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri memberikan keputusan bahwa :
a. tidak terdapat pelanggaran terhadap
Undang-undang ini dan segera memerintahkan agar dan/tau
sarana pengangkut yang dikuasai negara atau uang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b dan Pasal 70
huruf b diserahkan kepada pemiliknya; atau
b. telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang
ini, barang dan/atau sarana pengangkut atau uang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b diselesaikan
lebih lanjut berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Keputusan yang diambil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan kepada pemiliknya dan Direktur Jenderal.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Menteri tidak memberikan keputusan, permohonan yang
bersangkutan dianggap diterima.
Bagian Ketiga
Barang yang menjadi Milik Negara
Pasal 73
(1) barang yang menjadi milik negara adalah :
a. barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 ayat (3) huruf c;
b. barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 ayat (3) huruf d yang tidak diselesaikan oleh
*9080 pemiliknya dalam jangka waktu enam puluh hari
terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
c. barang dan/sarana pengangkut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b yang berasal dari
tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal;
d. barang dan/sarana pengangkut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf c yang tidak
diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (2);
e. barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf
c; atau
f. barang dan/atau sarana pengangkut yang
berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 ayat 91) atau ayat (2).
(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kekayaan negara dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.
(3) Ketentuan tentang penggunaan barang yang menjadi milik
negara ditetapkan oleh Menteri.
BAB XII
WEWENANG KEPABEANAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 74
(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini dan
peraturan perudang-undangan lain yang pelaksanaannya
dibebankan kepada Direktorat Jenderal, Pejabat Bea dan
Cukai untuk mengamankan hak-hak negara berwenang mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap barang.
(2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan
senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 75
(1) Pejabat Bea dan Cukai dalam melaksanakan pengawasan sarana
pengangkut agar melalui jalur yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) serta untuk melaksanakan
pemeriksaan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 90, menggunakan kapal patroli atau sarana lainnya.
*9081
(2) Kapal patroli atau sarana lainnya yang digunakan oleh
Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilengkapi dengan senjata api yang jumlah dan
jenisnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini,
Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta bantuan angkatan
bersenjata dan/atau instansi lainnya.
(2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya berkewajiban
untuk memenuhinya.
Pasal 77
(1) Untuk dipenuhinya Kewajibannya Pabean berdasarkan
Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang
menengah barang dan/atau sarana pengangkut.
(2) Ketentuan tentang tata cara pencegahan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Penyegelan
Pasal 78
Terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajibannya
pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang hari\us diawasi
menurut Undang-undang ini yang berada di sarana pengangkut atau
di tempat penimbunan atau tempat lain, Pejabat Bea dan Cukai
berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda
pengaman yang diperlukan.
Pasal 79
(1) Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi
pabean di negara lain atau pihak lain dapat diterima
sebagai pengganti segel atau tanda pengaman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78.
(2) Persyaratan dapat diterimanya segel atau tanda pengamannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 80
(1) Pemilik dan/atau yang menguasai sarana
pengangkut atau tempat-tempat yang dikunci, disegel,
dan/atau dilekati tanda pengaman oleh Pejabat Bea dan
Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 wajib menjamin
agar semua kunci segel, atau tanda pengaman tersebut tidak
rusak, lepas, atau hilang.
(2) Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 tidak
boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin Pejabat Bea
dan Cukai.
Pasal 81
(1) Di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang berisi
barang di bawah pengawasan pebean dapat ditempat Pejabat
Bea dan Cukai.
(2) Apabila di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia akomodasi,
pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan wajib
memberikan bantuan yang layak.
(3) Pengangkut atau pengusaha yang memberikan bantuan yang
layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Paragraf 1
Pemeriksaan atas Barang
Pasal 82
(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan
barang impor dan ekspor setelah Pemberitahuan Pabean
diserahkan.
(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta importir,
eksportir, pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan
Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau yang
mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka
sarana pengangkut atau bagiannya dan membuka setiap
bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa.
(3) Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memenuhi
keperluan tersebut atas resiko dan biaya yang
bersangkutan.
(4) Barangsiapa yang tidak memenuhi permintaan
Pejabat Bea dan Cukai sebagimana dimaksud pada ayat (2)
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(5) Barangsiapa yang salah memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Impor yang
mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling banyak lima ratus
persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar dan paling
sedikit seratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar.
(6) Barangsiapa yang salah memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Ekspor
dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Pasal 83
Surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang ekspor yang
dikirim melalui pos dapat dibuka di hadapan si alamat, atau jika
si alamat tidak dapat ditemukan, surat dapat dibuka oleh Pejabat
Bea dan Cukai bersama petugas kantor pos.
Pasal 84
(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta kepada importir
atau eksportir untuk menyerahkan buku, catatan, surat
menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor, dan
mengambil contoh barang untuk pemeriksaan Pemberitahuan
Pabean.
(2) Pengambilan contoh barang dapat pula dilakukan atas
permintaan importir.
Pasal 85
(1) Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan impor atau
ekspor setelah diterimanya Pemberitahuan Pabean yang telah
memenuhi persyaratan dan hasil pemeriksaan barang tersebut
sesuai dengan Pemberitahuan Pabean.
(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang menunda pemberian
persetujuan impor atau ekspor dalam hal Pemberitahuan
Pabean tidak memenuhi persyaratan.
Paragraf 2
Pemeriksaan Pembukuan
Pasal 86
*9084
(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan,
surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor,
dan sediaan barang dari orang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 untuk kepentingan audit di bidang Kepabeanan.
(2) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang tidak
memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai yang menyerahkan
buku, catatan, dan surat-menyurat yang bertalian dengan
Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50,
atau tidak bersedia untuk diperiksa sediaan barangnya
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Paragraf 3
Pemeriksaan Pembukuan
Pasal 87
(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas
bangunan dan tempat lain :
a. yang penyelenggaraannya berdasarkan izin yang
telah diberikan menurut Undang-undang ini; atau
b. yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang
di bawah pengawasan pabean.
(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas
bangunan dan tempat lain yang secara langsung atau tidak
langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat
sebagimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 88
(1) Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang
ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan
memeriksa bangunan atau tempat yang bukan rumah tinggal
selain yang dimaksud dalam Pasal 87 dan dapat memeriksa
setiap barang yang ditemukan.
(2) Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), atas permintaan Pejabat Bea dan
Cukai, pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat
tersebut wajib menunjukkan surat atau dokumen yang
bertalian dengan barang yang berada di tempat tersebut.
Pasal 89
(1) Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) atau Pasal 88 ayat (1)
harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal.
*9085
(2) Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperlukan untuk melakukan :
a. pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut
Undang-undang ini berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai;
b. pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki
bangunan atau tempat lain.
(3) Pengelola bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 dan Pasal 88 tidak boleh menghalangi Pejabat Bea
dan Cukai yang masuk ke dalam bangunan atau tempat lain
dimaksud, kecuali bangunan atau tempat lain tersebut
merupakan rumah tinggal.
(4) Barangsiapa yang menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak
dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 dan Pasal 88 dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Paragraf 4
Pemeriksaan Sarana Pengangkut
Pasal 90
(1) Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang
ini Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan
memeriksa sarana pengangkut serta barang di atasnya.
(2) Sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain
atau dinas pos dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Pemberitahuan Pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) berwenang
untuk menghentikan pembongkaran barang dari sarana
pengangkut apabila ternyata barang yang dibongkar tersebut
bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Barangsiapa yang tidak melaksanakan perintah penghentian
pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00
(lima juta rupiah).
Pasal 91
(1) Untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 90 ayat (1) atas permintaan atau isyarat Pejabat Bea
dan Cukai, pengangkut wajib menghentikan sarana
pengangkutnya.
*9086
(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang agar sarana pengangkut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa ke Kantor Pabean
atau tempat lain yang sesuai untuk keperluan pemeriksaan
atas biaya yang bersalah.
(3) Pengangkut atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai wajib
menunjukkan semua dokumen pengangkutan serta Pemberitahuan
Pabean yang diwajibkan menurut Undang-undang ini.
(4) Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan Pejabat
Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan/atau ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Paragraf 5
Pemeriksaan Badan
Pasal 92
(1) Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang
ini atau peraturan perundang-undangan lain tentang
larangan dan pembatasan impor atau ekspor barang, Pejabat
Bea dan Cukai berwenang memeriksa badan setiap orang :
a. yang berada di atas atau baru saja turun dari
sarana pengangkut yang masuk ke dalam Daerah Pabean;
b. yang berada di atas atau siap naik ke sarana
pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar Daerah
Pabean;
c. yang sedang berada atau baru saja meninggalkan
Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan
Berikat; atau
d. yang sedang berada di atau saja meninggalkan
Kawasan Pabean.
(2) Orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai menuju
tempat pemeriksaan.
BAB XIII
KEBERATAN, BANDING, DAN LEMBAGA BANDING
Bagian Pertama
Keberatan dan Banding
Pasal 93
(1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan
Pejabat Bea dan Cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean
untuk penghitungan Bea Masuk dapat mengajukan keberatan
secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam waktu
tiga puluh hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan
jaminan sebesar Bea Masuk yang harus dibayar.
(2) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu enam puluh hari
sejak diterimanya keberatan.
(3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditolak oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan dan Bea
Masuk yang terutang dianggap telah dilunasi, dan apabila
keberatan diterima, jaminan dikembalikan.
(4) Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagimana
dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan
keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima
dan jaminan dikembalikan.
(5) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
uang tunai dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan setelah jangka waktu
enam puluh hari, Pemerintah memberikan bunga sebesar dua
persen setiap bulannya untuk selama-lamanya dua puluh
empat bulan.
Pasal 94
(1) Orang yang dikenai sanksi administrasi dapat mengajukan
keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal
dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diterimanya surat
pemberitahuan dengan menyerahkan jaminan sebesar sanksi
administrasi yang ditetapkan.
(2) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu enam puluh hari
sejak diterimanya keberatan.
(3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditolak oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan dan
sanksi administrasi dianggap telah dilunasi, dan apabila
keberatan diterima, jaminan dikembalikan.
(4) Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan
keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima
dan jaminan dikembalikan.
(5) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
uang tunai dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan setelah jangka waktu
enam puluh hari, Pemerintah memberikan bunga sebesar dua
*9088 persen setiap bulannya untuk selama-lamanya dua
puluh empat bulan.
Pasal 95
(1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur
Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) atau keputusan Direktur Jenderal
sebagimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) atau Pasal 94
ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
badan peradilan pajak dalam jangka waktu enam puluh hari
sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah
Bea Masuk yang terutang dilunasi.
(2) Badan peradilan pajak sebagimana dimaksud pada ayat (10
adalah badan peradilan pajak yang dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
Pasal 96
(1) Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 95 ayat (2) dibentuk, permohonan banding diajukan
kepada lembaga banding yang putusannya bukan merupakan
Keputusan Tata Usaha Negara.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas, dalam jangka waktu enam puluh hari sejak penetapan
atau keputusan diterima, dilampiri salinan dari penetapan
atau keputusan tersebut.
(3) Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan
bersifat tetap.
Bagian Kedua
Lembaga Banding
Pasal 97
(1) Untuk memeriksa dan memutus permohonan banding sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1), dibentuk lembaga banding
dengan nama Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai.
(2) Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai berkedudukan Jakarta.
(3) Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang
ketua dan beranggotakan unsur Pemerintah, pengusaha
swasta, dan pakar.
*9089
Pasal 98
(1) Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk majelis
untuk memutuskan permohonan banding yang diajukan.
(2) Setiap mejelis terdiri dari tiga anggota dengan
memperhatikan pertimbangan keanggotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3).
Pasal 99
(1) Persidangan majelis untuk memutuskan suatu permohonan
banding bersifat tertutup.
(2) Putusan majelis diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat.
(3) Dalam hal tidak dicapai permufakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), putusan didasarkan pada suara terbanyak.
(4) Putusan majelis diberitahukan kepada pemohon banding dan
Direktur Jenderal selambat-lambatnya empat belas sejak
tanggal putusan.
Pasal 100
Anggota majelis yang mempunyai kepentingan pribadi dengan
permasalahan yang diperiksa harus mengundurkan diri dari majelis.
Pasal 101
Susunan organisasi dan tata kerja serta urusan mengenai
administrasi, tunjangan, pengeluaran, dan tata tertib Lembaga
Pertimbangan Bea dan Cukai ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 102
Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor
atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang
ini dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara
paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 103
*9090
Barangsiapa yang :
a. menyerahkan Pemberitahuan Pabean dan/atau dokumen
pelengkap pabean dan atau memberikan keterangan lisan atau
tertulis yang palsu atau dipalsukan yang digunakan untuk
pemenuhan kewajiban Pabean;
b. mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean atau dari
Tempat Penimbunan Berikat, tanpa persetujuan Pejabat Bea
dan Cukai dengan maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea
Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor;
c. membuat, menyetujui, atau serta dalam penambahan data
palsu ke dalam buku atau catatan; atau
d. menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar,
memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102,
dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah).
Pasal 104
Barangsiapa yang :
a. mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102;
b. memusnahkan, mengubah, memotong, menyembunyikan, atau
membuang buku atau catatan yang menurut Undang-undang ini
harus disimpan;
c. menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam
penghilangan keterangan dari Pemberitahuan Pabean, dokumen
pelengkap pabean, atau catatan; atau
d. menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari
perusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui
dapat digunakan sebagai kelengkapan Pemberitahuan Pabean
menurut Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara
paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 105
barangsiapa yang :
a. membongkar barang impor di tempat lain dari tempat yang
ditentukan menurut Undang-undang ini;
b. tanpa izin membuka, melepas atau merusak kunci, segel,
atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh Pejabat Bea
dan *9091 Cukai, dipidana dengan pidana penjara
paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 106
Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara,
pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan yang tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, Pasal 50, atau
Pasal 51 dan perbuatan tersebut menyebabkan kerugian keuangan
negara dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 125.000.000,00 (seratus dua
puluh lima juta rupiah).
Pasal 107
Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pengurusan
Pemberitahuan Pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir
atau eksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan
pidana berdasarkan Undang-undang ini, ancaman pidana tersebut
berlaku juga terhadapnya.
Pasal 108
(1) Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut
Undang-undang ini dilakukan oleh atau atas nama suatu
badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan,
yayasan atau koperasi, tuntutan pidana ditujukan dan
sanksi pidana dijatuhkan kepada :
a. badan hukum, perseroan atau perusahaan,
perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut; dan atau
b. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan
tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai
pimpinan atau melalaikan pencegahannya.
(2) Tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan juga
oleh atas nama badan hukum, perseroan atau perusahaan,
perkumpulan, yayasan atau koperasi, apabila tindak pidana
tersebut dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasarkan
hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak
dalam lingkungan badan hukum, perseroan atau perusahaan,
perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpa
memperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah
melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(3) Dalam hal suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap badan
hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan
atau koperasi yang dipidana dengan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang ini, pidana pokok yang
dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak
Rp. *9092 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
jika atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana
penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila
atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara
dan pidana denda.
Pasal 109
(1) Barang impor atau ekspor yang berasal dari tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, 103 huruf b atau
huruf d, Pasal 104 huruf a atau Pasal 105 huruf a dirampas
untuk negara.
(2) Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dapat dirampas
untuk negara.
(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan
berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73.
Pasal 110
(1) Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh terpidana,
sebagai gantinya diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan
terpidana.
(2) Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana
kurungan paling lama enam bulan.
Pasal 111
Tindak pidana di bidang Kepabeanan tidak dapat dituntut setelah
lampau waktu sepuluh tahun sejak diserahkan Pemberitahuan Pabean
atau sejak terjadinya tindak pidana.
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 112
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) karena kewajibannya
berwenang :
a. menerima laporan atau keterangan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan;
*9093
b. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
c. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
dengan tindak pidana di bidang Kepabeanan;
d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang
Kepabeanan;
e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang
sangka melakukan tindak pidana di bidang Kepabeanan;
f. memotret dan/atau merekam melalui media
audiovisual terhadap orang, barang, sarana pengangkut,
atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak
pidana di bidang Kepabeanan;
g. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan
menurut Undang-undang ini dan pembukuan lainnya yang
terkait;
h. mengambil sidik jari orang;
i. menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan;
j. menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan
memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila
dicurigai adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan;
k. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan
barang yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan
dengan tindak pidana di bidang Kepabeanan;
l. memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa
saja yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan
tindak pidana di bidang Kepabeanan;
m. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana di
bidang Kepabeanan;
n. menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan
tindak pidana di bidang Kepabeanan serta memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
o. menghentikan penyidikan;
p. melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan
menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan
ketentuan *9094 yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 113
(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan
Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak
pidana di Bidang Kepabeanan.
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah
yang bersangkutan melunasi Bea Masuk yang tidak atau
kurang dibayar, ditambah dengan sanksi administrasi berupa
denda empat kali jumlah Bea Masuk yang tidak atau kurang
dibayar.
BAB XVI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 114
(1) Semua pelanggaran yang oleh Undang-undang ini diancam
dengan sanksi administrasi berupa denda yang dihitung
berdasarkan persentase dari Bea Masuk, jika tarif atau
tarif akhir Bea Masuk atas barang yang berkaitan dengan
pelanggaran tersebut nol persen, maka atas pelanggaran
tersebut, si pelanggar dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Ketentuan tentang pengenaan sanksi administrasi dan
penyesuaian besarnya sanksi administrasi serta penyesuaian
besarnya bunga menurut Undang-undang ini ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 115
Persyaratan dan atas cara :
a. barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah ditunjuk
sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas;
b. Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang
berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 116
Dengan mulai berlakunya Undang-undang ini :
a. semua urusan Kepabeanan yang belum dapat diselesaikan,
untuk penyelesaian tetap berlaku ketentuan peraturan
perundang-undang Kepabeanan yang lama sampai dengan
tanggal 1 April 1997;
b. semua barang yang disimpan di dalam Tempat Penimbunan
Pabean, penyelesaiannya berdasarkan ketentuan
Undang-undang ini.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 117
dengan berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku
lagi :
1. Indische Tarief Wet Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35
sebagaimana telah diubah dan ditambah;
2. Rechten Ordonnantie Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240
sebagaimana telah diubah dan ditambah;
3. Tarief Ordonnantie Staatsblad tahun 1910 Nomor 628
sebagaimana telah diubah dan ditambah.
Pasal 118
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1996.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
*9096
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1995
TENTANG
KEPABEANAN
UMUM
1. Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki
terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi
kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan
Undang-undang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk
sehingga Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif
Indonesia) Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten
Ordonnantie (Ordonansi Bea) Staatsblad Tahun 1882 Nomor
240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif) Staatsblad
Tahun 1910 Nomor 628 masih diberlakukan berdasarkan Pasal
II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan
tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk
menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan
tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda
falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan
tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga
perlu dilakukan pembaruan.
2. Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang
didalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak
setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban
Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan
peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana
melalui pembayaran Bea Masuk, maka peraturan
perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari
hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan
masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen,
penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan
iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan
nasional.
Dalam rangka mencapai tujuan dimaksud, aparatur kepabeanan
dituntut untuk memberikan pelayanan yang semakin baik,
efektif, dan efisien, sesuai dengan lingkup tugas dan
fungsinya.
3. Undang-undang Kepabeanan ini telah memperhatikan
aspek-aspek:
a. keadilan, sehingga Kewajiban Pabean hanya
dibebankan kepada masyarakat yang melakukan kegiatan
kepabeanan dan terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal
dan kondisi yang sama;
*9097 b. pemberian insentif yang akan memberikan manfaat
pertumbuhan perekonomian nasional yang antara lain berupa
fasilitas Tempat Penimbunan Berikat, pembebasan Bea Masuk
atas impor mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor, dan
pemberian persetujuan impor barang sebelum pelunasan Bea
Masuk dilakukan;
c. netralitas dalam pemungutan Bea Masuk, sehingga
distorsi yang mengganggu perekonomian nasional dapat
dihindari;
d. kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan
administrasi kepabeanan dapat dilaksanakan lebih tertib,
terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota
masyarakat sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena
itu biaya administrasi dapat ditekan serendah mungkin;
e. kepentingan penerimaan negara, dalam arti
ketentuan dalam Undang-undang ini telah memperhatikan
segi-segi stabilitas, potensial, dan fleksibilitas dari
penerimaan, sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan
negara, dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan
pembiayaan pembangunan nasional;
f. penerapan pengawasan dan sanksi dalam upaya agar
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini ditaati;
g. Wawasan Nusantara, sehingga ketentuan dalam
Undang-undang ini diberlakukan di Daerah Pabean yang
meliputi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia,
dimana Indonesia mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat
yaitu, diperairan pedalaman, perairan nusantara, laut
wilayah, zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas
Kontinen, dan selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional;
h. praktek kepabeanan internasional sebagaimana
diatur dalam persetujuan perdagangan internasional.
4. Undang-undang Kepabeanan ini juga mengatur hal-hal baru
yang sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan
perundang-undangan yang digantikannya, antara lain
ketentuan tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk
Imbalan, pengendalian impor atau ekspor barang hasil
pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukaan,
sanksi administrasi, penyidikan, dan lembaga banding.
5. Selain daripada itu untuk meningkatkan pelayanan
kelancaran arus barang, orang, dan dokumen agar menjadi
semakin baik, efektif, dan efisien, maka diatur pula
antara lain:
a. pelaksanaan pemeriksaan secara selektif;
*9098 b. penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media
elektronik (hubungan antar komputer);
c. pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang
pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang
Kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan;
d. peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung
jawab atas Bea Masuk melalui sistem menghitung dan
membayar sendiri Bea Masuk yang terutang (self
assessment), dengan tatap memperhatikan pelaksanaan
ketentuan larangan atau pembatasan yang berkaitan dengan
impor atau ekspor barang, seperti barang pornografi,
narkotika, uang palsu, dan senjata api.
6. Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas dan
mengingat Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945,
serta memperhatikan amanat yang tersurat dan tersirat
dalam garis-garis besar daripada haluan Negara,
Undang-undang Kepabeanan ini merupakan produk nasional
yang mampu menjawab tuntutan pembangunan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang
dipergunakan dalam Undang-undang ini. Dengan adanya
pengertian tentang istilah tersebut, dapat dicegah adanya
salah pengertian atau salah penafsiran dalam melaksanakan
pasal-pasal bersangkutan, sehingga masyarakat akan lebih
mudah memahaminya.
Pasal 2
Ayat (1)
Ayat ini memberikan penegasan pengertian Impor
secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki Daerah
Pabean dan menetapkan saat barang tersebut wajib Bea Masuk
serta merupakan dasar yuridis bagi Pejabat Bea dan Cukai
untuk melakukan pengawasan.
Ayat (2)
Ayat ini memberikan penegasan tentang pengertian
Ekspor. Secara nyata Ekspor terjadi pada saat barang
melintasi Daerah Pabean, namun mengingat dari segi
pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan Pejabat
Bea dan Cukai di sepanjang garis perbatasan untuk
memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan ekspor
barang, maka secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi
pada saat barang tersebut sudah dimuat atau akan dimuat di
sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah
Pabean.
Yang dimaksud dengan "sarana pengangkut" adalah
setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana
lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang.
*9099 Akan dimuat dalam ayat ini mengandung
pengertian bahwa barang ekspor tersebut telah dapat
diketahui untuk tujuan dikirim ke luar Daerah Pabean
(ekspor), karena telah diserahkannya Pemberitahuan Pabean
kepada Pejabat Bea dan Cukai. Dapat saja barang tersebut
masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di
tempat-tempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk
di gudang atau pabrik eksportir yang bersangkutan.
Ayat (3)
Ayat ini memberikan penegasan bahwa walaupun
barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang
akan berangkat ke luar Daerah Pabean, jika dapat
dibuktikan barang tersebut akan dibongkar di dalam Daerah
Pabean dengan menyerahkan suatu Pemberitahuan Pabean,
barang tersebut tidak dianggap sebagai barang ekspor.
Pasal 3
Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai
Pemberitahuan Pabean yang diajukan, terhadap barang impor
dilakukan pemeriksaan pabean dalam bentuk penelitian
terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang. Dalam
rangka memperlancar arus barang, pemeriksaan atas fisik
barang dilakukan secara selektif dalam arti pemeriksaan
barang hanya dilakukan terhadap importasi yang beresiko
tinggi, antara lain barang yang bea masuknya tinggi,
barang berharganya bagi negara dan masyarakat, serta Impor
yang dilakukan oleh importir yang mempunyai catatan kurang
baik.
Pasal 4
Dalam rangka mendorong Ekspor, terutama dalam kaitannya
dengan upaya untuk meningkatkan daya saing barang ekspor
Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu kecepatan dan
kepastian bagi eksportir. Dengan demikian, pemeriksaan
pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor
harus diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap
barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan penelitian
terhadap dokumennya.
Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai
Pemberitahuan Pabean yang diajukan, pasal ini memberikan
kewenangan kepada Menteri untuk dalam hal-hal tertentu
dapat menetapkan ketentuan tentang pemeriksaan fisik atas
barang ekspor.
Pasal 5
Ayat (1)
Dilihat dari keadaan geografis negara Republik
Indonesia yang demikian luas dan merupakan negara
kepulauan, maka tidaklah mungkin menempatkan Pejabat Bea
dan Cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua
barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari
Daerah Pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan *9100
Kewajiban Pabean hanya dapat dilakukan di Kantor Pabean.
Penegasan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di
Kantor Pabean maksudnya adalah kalau kedapatan barang
dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk
sebagai Kantor Pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan Undang-undang ini.
Dengan demikian, pengawasan lebih mudah
dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi Kewajiban Pabean
seperti penyerahan Pemberitahuan Pabean atau pelunasan Bea
Masuk telah dibatasi dengan penunjukan Kantor Pabean yang
disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan.
Pemenuhan Kewajiban Pabean di tempat selain di
Kantor Pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan
tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan
kepentingan perdagangan dan perekonomian; atau apabila
dengan cara tersebut Kewajiban Pabean dapat dipenuhi
dengan lebih mudah, aman, dan murah, pemberian kemudahan
tersebut bersifat sementara.
Ayat (2)
Ayat ini menegaskan bahwa Pemberitahuan Pabean
yang digunakan untuk pemenuhan Kewajiban Pabean dapat
berupa tulisan di atas formulir atau melalui media
elektronik berupa disket atau hubungan langsung antar
komputer.
Ayat (3)
Untuk keperluan pelayanan, pengawasan,
kelancaran lalu-lintas barang serta ketertiban bongkar
muat barang, dan pengamanan keuangan negara, Undang-undang
ini menetapkan adanya suatu kawasan di pelabuhan laut,
bandar udara, atau tempat lain sebagai Kawasan Pabean yang
sepenuhnya berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
Demikian pula penunjukan Pos Pengawasan Pabean
dimaksudkan untuk tempat Pejabat Bea dan Cukai melakukan
pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari Kantor
Pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi
Kewajiban Pabean.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Pasal ini mengandung arti bahwa sesuatu yang berkaitan
dengan penyelesaian Kewajiban Pabean atas barang impor
atau ekspor harus senantiasa didasarkan pada ketentuan
dalam Undang-undang ini yang pelaksanaan penegakannya
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pasal 7
Ayat (1)
Adanya kewajiban untuk melaporkan
*9101
kedatangan barang impor di Kantor Pabean tujuan pertama
melalui jalur yang ditetapkan dimaksudkan agar
pembongkaran dilakukan dengan memenuhi ketentuan dalam
Undang-undang ini. Dalam pengertian barang impor termasuk
juga sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai atau
diimpor sementara.
Yang dimaksud dengan "jalur yang ditetapkan"
adalah alur pelayaran, jalur udara, jalan perairan
daratan, dan jalan darat yang ditetapkan, artinya secara
pengangkut harus melalui alur-alur yang dicantumkan dalam
buku petunjuk pelayaran. Demikian pula untuk barang yang
diangkut melalui udara harus melalui jalur (koridor) udara
yang ditetapkan oleh Departemen Perhubungan, sedangkan
jalan perairan daratan dan jalan darat di perbatasan darat
ditetapkan oleh Menteri.
Yang dimaksud dengan "pengangkut" adalah orang,
kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian
sarana pengangkut yang nyata-nyata mengangkut barang atau
orang.
Pemberitahuan Pabean dibuat dan diserahkan oleh
pengangkut dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Ayat (2)
Pada dasarnya barang impor hanya dapat dibongkar
setelah diajukan Pemberitahuan Pabean tentang kedatangan
sarana pengangkut. Akan tetapi, dalam hal sarana
pengangkut dalam keadaan darurat seperti kebakaran,
kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, cuaca buruk,
atau hal-hal lain yang terjadi diluar kemampuan manusia
dapat diadakan penyimpangan dengan melakukan pembongkaran
tanpa memberitahukan terlebih dahulu tentang kedatangan
sarana pengangkut.
Yang dimaksud dengan "Kantor Pabean terdekat"
adalah Kantor Pabean yang paling mudah dicapai.
Ayat (3)
Pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut atas
ketentuan pada ayat (1) merupakan kesalahan yang dapat
terjadi lebih dari satu kali.
Oleh karena itu, sanksi administrasi yang
ditetapkan pada ayat ini berupa denda dari jumlah yang
paling sedikit sampai dengan jumlah yang paling banyak.
Dengan demikian, pengangkut yang melanggar ketentuan pada
ayat (1) lebih dari satu kali akan dikenai denda yang
lebih besar dari yang hanya satu kali. Sedangkan
pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut atas ketentuan
pada ayat (2) tidak akan terjadi setiap saat dan terjadi
diluar kemampuannya. Oleh karena itu, sanksi administrasi
atas kesalahan tersebut hanya berupa denda minimum yang
diatur pada ayat ini.
Ayat (4)
*9102 Kewajiban yang harus dilakukan oleh
pengangkut atau kuasanya adalah memberitahukan kedatangan
sarana pengangkut dengan Pemberitahuan Pabean kepada
Pejabat Bea dan Cukai dan dokumen tersebut harus memuat
atau berisi semua barang impor yang diangkut di dalam
sarana pengangkut tersebut, baik berupa barang dagangan
maupun bekal kapal. Apabila jumlah barang yang dibongkar
kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam Pemberitahuan
Pabean, pengangkut berdasarkan ketentuan pada ayat ini
dianggap telah memasukkan barang impor tersebut ke
peredaran bebas sehingga, selain wajib membayar Bea Masuk
atas barang yang kurang dibongkar tersebut, juga dikenai
sanksi administrasi, jika yang bersangkutan tidak dapat
membuktikan bahwa kekurangan barang yang dibongkar
tersebut bukan karena kesalahannya.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara
bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di Tempat
Penimbunan Sementara hanya dilakukan dalam hal barang
tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan segera.
Yang dimaksud dengan "pengeluaran" adalah
pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan
Sementara, Tempat Penimbunan Berikat, atau Tempat
Penimbunan Pabean ke peredaran bebas dengan persetujuan
Pejabat Bea dan Cukai setelah dipenuhinya Kewajiban
Pabean.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "barang diangkut terus"
adalah barang yang diangkut dengan sara pengangkut melalui
kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.
Yang dimaksud dengan "barang diangkut lanjut"
adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut
melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran
terlebih dulu.
Yang dimaksud dengan "diekspor kembali" adalah
pengiriman kembali barang impor keluar Daerah Pabean
karena ternyata tidak sesuai dengan yang dipesan atau oleh
karena suatu ketentuan baru dari pemerintah tidak boleh
diimpor ke dalam Daerah Pabean.
Ayat (8)
Meskipun pengeluaran barang pada ayat ini
dilakukan dengan tanpa maksud untuk mengelakkan pembayaran
Bea Masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan Pabean dan
Bea Masuknya telah dilunasi, akan tetapi karena
pengeluarannya tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai,
maka atas pelanggaran tersebut di pelanggar dikenai sanksi
administrasi.
*9103 Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat ini memungkinkan importir yang memenuhi
persyaratan, untuk mengeluarkan barang impor untuk dipakai
sebelum melunasi Bea Masuk yang terutang dengan
menyerahkan jaminan. Namun, importir wajib menyelesaikan
kewajibannya dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut
Undang-undang ini. Kemudahan ini diberikan dengan tujuan
untuk memperlancar arus barang.
Yang dimaksud dengan "pelintas batas" adalah
penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal wilayah
perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan
perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos
pengawas lintas batas.
Yang dimaksud dengan "awak sarana pengangkut"
adalah setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus
berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana
pengangkutnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan 'Persetujuan Pejabat Bea
dan Cukai" adalah penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang
menyatakan bahwa barang tersebut telah dipenuhi Kewajiban
Pabeannya berdasarkan Undang-undang ini.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Ketentuan dalam ayat ini mengenakan sanksi
kepada importir yang memperoleh kemudahan berdasarkan
ketentuan pada ayat (2) huruf b atau huruf c, yaitu
mengimpor barang untuk dipakai sebelum melunasi Bea
Masuknya dengan penyerahan jaminan, tetapi tidak
menyelesaikan kewajiban untuk membayar Bea Masuk menurut
jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang
ini.
Yang dimaksud dengan "importir" adalah orang
yang mengimpor.
Pasal 9
Ayat (1)
Tujuan pengaturan impor sementara adalah untuk
memberikan kemudahan atas pemasukan barang dengan
*9104 tujuan tertentu seperti barang pameran, barang
perlombaan, kendaraan yang dibawa oleh wisatawan,
peralatan penelitian, yang digunakan untuk penelitian
sains dan teknologi serta pendidikan, peralatan yang
digunakan oleh teknisi, wartawan, dan tenaga ahli untuk
digunakan sementara waktu dan pada waktu pengimporannya
telah jelas bahwa barang tersebut akan diekspor kembali.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pengawasan pabean" adalah
pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara
bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di Tempat
Penimbunan Sementara hanya dilakukan dalam hal barang
tersebut tidak dapat dimuat dengan segera.
Ayat (4)
Pemberitahuan pembatalan tersebut diwajibkan
dalam rangka penyelesaian dan tertib administrasi serta
pengawasan terhadap pemberian fasilitas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan sebagai
sarana untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang
akan dikeluarkan ke luar Daerah Pabean.
Ayat (2)
*9105 Ketentuan yang diatur pada huruf a dan b
bertujuan untuk pengaman hak-hak negara yang masih pada
barang-barang tersebut mengingat barang yang bersangkutan
masih terutang Bea Masuk. Sedangkan ketentuan pada huruf c
dimaksudkan agar barang yang diangkut tersebut pada
dibedakan dari barang impor yang dimuat di pelabuhan di
luar Daerah Pabean.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Dengan memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun
1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia), besarnya tarif maksimum dalam ayat ini
ditetapkan setinggi-tingginya empat puluh persen termasuk
Bea Masuk Tambahan (BMT) yang pada waktu diundangkannya
Undang-undang ini masih dikenakan terhadap barang-barang
tertentu. Namun, dengan tetap memperhatikan kemampuan saya
saing industri dalam negeri, kebijaksanaan umum di bidang
tarif harus senantiasa ditujukan untuk menurunkan tingkat
tarif yang ada dengan tujuan :
a. meningkatkan daya saing produk Indonesia di
pasaran internasional;
b. melindungi konsumen dalam negeri; dan
c. mengurangi hambatan dalam perdagangan
internasional dalam rangka mendukung terciptanya
perdagangan bebas.
Ayat (2)
Sesuai dengan Notifikasi Indonesia pada
Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT):
Huruf a
Untuk produk pertanian tertentu sebagaimana
tercantum dalam Skedul XXI-Indonesia, tarif Bea Masuknya
diikut pada tingkat yang lebih tinggi dari empat persen,
dengan tujuan untuk menghapus penggunaan
*9106
hambatan nontarif sehingga menjadi tarifikasi.
Huruf b
Demi kepentingan nasional, produk tertentu
yang termasuk dalam daftar ekslusif Skedul XXI-Indonesia,
tarif Bea Masuknya tidak diikat pada tingkat tarif
tertentu sehingga dikecualikan dari ketentuan pengenaan
tarif maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Namun,
dalam jangka waktu tertentu tarif atas produk tersebut
akan diturunkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Untuk mengantisipasi perkembangan perdagangan
internasional yang demikian cepat dan dengan tetap
memperhatikan kepentingan nasional, perlu diberikan
pendelegasian wewenang kepada Menteri untuk menetapkan
besarnya tarif Bea Masuk setiap jenis barang dan melakukan
perubahan terhadap besarnya tarif tersebut.
Pasal 13
Ayat (1)
Ayat ini memberikan kewenangan kepada Menteri
untuk menetapkan tarif Bea Masuk yang besarnya berbeda
dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
Huruf a
Tarif Bea Masuk dikenakan berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan Pemerintah
Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain atau
beberapa negara lain, misalnya Bea Masuk berdasarkan
Common Effective Preferential Tarif untuk Asean Free Trade
Area (CEPT for AFTA).
Huruf b
dalam rangka mempermudah dan mempercepat
penyelesaian impor barang bawaan penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos
atau jasa titipan, dapat dikenakan Bea Masuk berdasarkan
tarif yang berbeda dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam
pasal 12 ayat 91), misalnya dengan pengenaan tarif
rata-rata. Ketentuan ini perlu, mengingat barang-barang
yang dibawa oleh para penumpang, awak sarana pengangkut,
dan pelintas batas pada umumnya terdiri dari beberapa
jenis.
Huruf c
*9107 Dalam hal barang ekspor Indonesia
diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu negara misalnya
dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan Bea
Masuk, barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat
dikenakan tarif yang besarnya berbeda dengan tarif yang
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Yang dimaksud dengan "sistem klasifikasi barang" dalam
pasal ini adalah suatu daftar penggolongan barang yang
dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah
penarifan perdagangan, ditambah dengan :
a. biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum
tercantum dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya
dibayar berupa :
1. komisi dan jasa, kecuali komisi pembelian;
2. biaya pengemas, yang untuk kepentingan
pabean, pengemas tersebut menjadi yang terpisahkan dengan
barang yang bersangkutan;
3. biaya pengepakan meliputi biaya material dan
upah tenaga kerja pengepakan;
b. Nilai dari barang dan jasa berupa :
1. material, komponen, bagian, dan barang-barang
sejenis yang terkandung dalam barang impor;
2. peralatan, cetakan, dan barang-barang yang
sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor;
3. material yang digunakan dalam pembuatan
barang impor;
4. teknik, pengembangan, karya seni, desain,
perencanaan dan sketsa yang dilakukan di mana saja di luar
Daerah Pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor,
yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh
pembeli, dengan syarat barang dan jasa tersebut :
a) dipasok dengan cuma-cuma atau dengan
harga diturunkan;
b) untuk kepentingan produksi dan penjualan
untuk ekspor barang impor yang dibelinya;
*9108 c) harganya belum termasuk dalam harga
yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari barang
impor yang bersangkutan.
c. royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar
oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai
persyaratan jual beli barang impor yang sedang dinilai,
sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum
termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang
seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan;
d. nilai setiap bagian dari hasil/pendapatan
yang diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung
atau tidak langsung kepada penjual, atas penjualan,
pemanfaatan, atau pemakaian barang impor yang
bersangkutan;
e. biaya transportasi barang impor yang dijual
untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah
Pabean;
f. biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan
yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke
pelabuhan atau tempat di Daerah Pabean.
g. biaya asuransi.
Ayat (2)
Dua barang dianggap identik apabila keduanya
sana dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik,
kualitas, dan reputasinya sama serta :
a. diproduksi oleh produsen yang sama di negara
yang sama; atau
b. diproduksi oleh produsen lain di negara yang
sama.
Ayat (4)
yang dimaksud dengan "metode deduksi" adalah
metode untuk menghitung nilai pabean barang impor
berdasarkan data harga dari harga pasar dalam Daerah
Pabean dikurangi biaya/pengeluaran, antara lain
komisi/keuntungan, transportasi, asuransi, Bea Masuk, dan
pajak; harga dari katalog dan daftar harga atau data harga
lainnya.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "metode komputasi" adalah
metode untuk menghitung nilai pabean barang impor
berdasarkan penjumlahan bahan baku, biaya proses
pembuatan, dan biaya/pengeluaran lainnya sampai barang
tersebut tiba di pelabuhan atau tempat impor di Daerah
Pabean.
*9109 Ayat (6)
Yang dimaksud dengan 'pembatasan tertentu"
adalah bahwa dalam perhitungan nilai pabean barang impor
berdasarkan ayat ini tidak diizinkan ditetapkan
berdasarkan :
a. harga jual barang produksi dalam negeri;
b. suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih
tinggi apabila ada dua alternatif nilai pembanding;
c. harga barang di pasaran dalam negeri negara
pengekspor;
d. biaya produksi, selain nilai yang dihitung
berdasarkan metode komputasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) yang telah ditentukan untuk barang identik atau
serupa;
e. harga barang yang diekspor ke suatu negara
selain ke Daerah Pabean;
f. harga patokan;
g. nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang
atau fiktif.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 16
Prinsip yang dianut dalam pembayaran Bea Masuk adalah asas
perhitungan sendiri (self assessment). Namun, Pejabat Bea
dan Cukai tetap diberi wewenang untuk meneliti dan
menetapkan tarif dan nilai pabean untuk perhitungan Bea
Masuk yang tersebut dalam Pemberitahuan Pabean yang
diserahkan importir.
Penetapan tarif dapat diberikan sebelum atau sesudah
Pemberitahuan Pabean atas impor diserahkan, sedangkan
penetapan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk hanya
dapat diberikan setelah Pemberitahuan Pabean diserahkan.
Pengertian "dapat" dalam pasal ini dimaksudkan bahwa
Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean
hanya dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan
berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang
yang sebenarnya sehingga :
a. Bea Masuk kurang dibayar dalam hal tarif
dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi;
b. Bea Masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau
nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah.
*9110 Dalam hal pemberitahuan kedapatan sesuai atau benar,
pemberitahuan diterima dan dianggap telah dilakukan
penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal tertentu
atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai
pabean untuk pemberitahuan Bea Masuk setelah pemeriksaan
fisik, tetapi sebelum diserahkan Pemberitahuan Pabean,
misalnya untuk barang penumpang.
Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada
masyarakat, jika Pemberitahuan Pabean susah didaftarkan,
penetapan harus sudah diberikan dalam waktu tiga puluh
hari sesudah tanggal pendaftaran. Batas waktu tiga puluh
hari dianggap cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk
mengumpulkan informasi sebagai dasar pertimbangan dalam
melakukan penetapan.
Pasal 17
Ayat (1)
Pada dasarnya penetapan Pejabat Bea dan Cukai
sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika
hasil pemeriksaan ulang atas Pemberitahuan Pabean atau
Dokumen Pelengkap Pabean menunjukkan adanya kekurangan
atau kelebihan pembayaran Bea dan Masuk, untuk mengamankan
penerimaan negara atau menjamin hak pengguna jasa,
Direktur Jenderal dapat membuat penetapan baru.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Yang dimaksud dengan "harga ekspor" adalah harga yang
sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang
diekspor ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui
adanya hubungan antara importir dan eksportir atau pihak
ketiga, atau karena alasan tertentu harga ekspor diragukan
kebenarannya, harga ekspor ditetapkan berdasarkan :
a. harga dari barang impor dimaksud yang dijual
kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas; atau
b. harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat
penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak
dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu diimpor.
Yang dimaksud dengan "nilai normal" adalah harga yang
sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis
dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara
pengekspor untuk tujuan konsumsi.
*9111 Dalam hal tidak terdapat barang sejenis yang dijual
di pasar domestik negara pengekspor atau volume penjualan
di pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga
tidak dapat digunakan sebagai pembanding, nilai normal
ditetapkan berdasarkan :
a. harga tinggi barang sejenis yang diekspor ke
negara ketiga; atau
b. harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya
produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba
yang wajar (constructed value).
Yang dimaksud dengan "barang sejenis" adalah barang yang
identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor
dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik,
teknik, atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Yang dimaksud dengan "subsidi" adalah :
a. Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh
pemerintah atau badan-badan Pemerintah baik langsung
maupun tidak langsung kepada perusahaan, industri,
kelompok industri, atau eksportir; atau
b. setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau
harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung
untuk meningkatkan Ekspor atau menurunkan Impor dari atau
ke negara yang bersangkutan.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Pada dasarnya barang dari luar Daerah Pabean sejak
memasuki Daerah Pabean sudah terutang Bea Masuk. Namun,
mengingat barang tersebut tidak diimpor untuk dipakai,
barang tersebut tidak dipungut Bea Masuk.
Pasal 25
Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah
pembebasan yang bersifat mutlak, dalam arti jika
*9112 persyaratan yang diatur dalam pasal ini dipenuhi,
barang yang diimpor tersebut diberi pembebasan.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembebasan Bea Masuk"
adalah peniadaan pembayaran Bea Masuk yang diwajibkan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "barang perwakilan
negara asing beserta para pejabatnya" adalah barang milik
atau untuk keperluan perwakilan negara asing tersebut,
termasuk pejabat pemegang paspor diplomatik dan
keluarganya di Indonesia. Pembebasan tersebut diberikan
apabila negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang
sama terhadap diplomat Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "barang untuk keperluan
badan internasional beserta pejabatnya" adalah milik atau
untuk keperluan badan internasional yang diakui dan
terdaftar pada Pemerintah Indonesia, termasuk para
pejabatnya yang ditugaskan di Indonesia. Pembebasan ini
tidak diberikan kepada pejabat badan internasional yang
memegang paspor Indonesia.
Huruf c
Pembebasan Bea Masuk yang diberikan
berdasarkan huruf ini merupakan fasilitas untuk
menghilangkan beban yang dipikul oleh importir produsen
yang akan memberikan nilai tambah terhadap barang atau
bahan impor dimaksud dengan cara mengolah, merakit, atau
memasangnya pada barang lain, kemudian mengekspor barang
jadinya.
Huruf d
Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan
rekomendasi dari departemen terkait terhadap buku-buku
yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Huruf e
Yang dimaksud "barang untuk keperluan ibadah
umum" adalah barang-barang yang semata-mata digunakan
untuk keperluan ibadah dari setiap agama yang diakui di
Indonesia.
Yang dimaksud dengan "barang keperluan amal
dan sosial" adalah barang yang semata-mata ditujukan untuk
keperluan amal/sosial dan tidak mengandung unsur
komersial, seperti bantuan untuk bencana alam atau
pemberantasan wabah penyakit.
Yang dimaksud dengan "barang untuk keperluan
kebudayaan" adalah barang yang ditujukan untuk
meningkatkan hubungan kebudayaan antarnegara. *9113
Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan rekomendasi
dari departemen terkait.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "barang untuk keperluan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan" adalah
barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan
penelitian/riset atau percobaan guna peningkatan atau
pengembangan suatu penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan
rekomendasi dari departemen terkait.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Yang dimaksud dengan "barang contoh" adalah
barang yang diimpor khusus sebagai contoh, antara lain
untuk keperluan produksi (prototipe) dan pameran dalam
jumlah dan jenis yang terbatas, baik tipe maupun merek.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Yang dimaksud dengan "barang pindahan" adalah
barang-barang keperluan rumah tangga milik orang yang
semula berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pindah
ke dalam negeri.
Huruf n
Yang dimaksud dengan "barang pribadi
penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas"
adalah barang-barang yang dibawa oleh mereka sebagaimana
dimaksud dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (3), sedangkan
barang kiriman adalah barang yang dikirim adalah barang
yang dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada
penerima tertentu di dalam negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat ini memberikan wewenang kepada Menteri
untuk mengatur lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang
harus dipenuhi guna memperoleh pembebasan berdasarkan
pasal ini.
*9114
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 26
Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah
pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang
diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan
tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan
pembebasan atau hanya keringanan Bea Masuk.
Ayat (1)
yang dimaksud dengan "keringanan Bea Masuk"
adalah pengurangan sebagian pembayaran Bea Masuk yang
diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
Huruf a
Yang dimaksud dengan mesin untuk pembangunan
dan pengembangan industri adalah setiap mesin, permesinan,
alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau
perkakas yang digunakan untuk pembangunan dan pengembangan
industri.
Pengertian pembangunan dan pengembangan
industri meliputi pendirian perusahaan atau pabrik baru
serta perluasan (diversifikasi) hasil produksi,
modernisasi, rehabilitasi untuk tujuan peningkatan
kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang telah
ada.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "barang dan bahan" ialah
semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan
komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen
untuk menghasilkan barang jadi, sedangkan batas waktu akan
diatur dalam keputusan pelaksanaannya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan "bibit dan benih" ialah
segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor
dengan tujuan nyata-nyata untuk dikembangbiakkan lebih
lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "hasil laut" ialah semua
jenis tumbuhan laut, ikan atau hewan laut yang layak untuk
dimakan seperti ikan, udang, kerang, dan kepiting yang
belum atau sudah diolah dalam sarana penangkap yang
bersangkutan.
*9115 Yang dimaksud dengan "sarana penangkap"
ialah satu atau sekelompok kapal yang mempunyai peralatan
untuk menangkap atau mengambil hasil laut, termasuk juga
yang mempunyai peralatan pengolahan.
Yang dimaksud dengan "sarana penangkap yang
telah mendapat izin" adalah sarana penangkap yang
berbendera Indonesia atau berbendera asing yang telah
memperoleh izin dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan
penangkapan atau pengambilan hasil laut.
Huruf f
Pembebasan Bea Masuk dapat diberikan atas
impor barang yang sebelumnya diekspor untuk keperluan
perbaikan, pengerjaan, atau pengajuan di luar negeri.
Yang dimaksud dengan "perbaikan" adalah
penanganan barang yang rusak, usang, atau tua dengan
mengembalikannya pada keadaan semula tanpa mengubah sifat
hakikinya.
Yang dimaksud dengan "pengerjaan" adalah
penanganan barang, selain perbaikan tersebut di atas, juga
mengakibatkan peningkatan harga barang dari segi ekonomis
tanpa mengubah sifat hakikinya.
Pengajuan meliputi pemeriksaan barang dari
segi teknik dan menyangkut mutu serta kapasitasnya sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
Pembebasan atau keringanan dalam hal ini
hanya dapat diberikan terhadap barang dalam keadaan
seperti pada waktu diekspor, sedangkan atas bagian yang
diganti atau ditambah dan biaya perbaikan tetap dikenakan
Bea Masuk
Huruf g
Pembebasan Bea Masuk dapat diberikan terhadap
barang setelah diekspor, diimpor kembali tanpa mengalami
suatu proses pengerjaan atau penyempurnaan apa pun,
seperti barang yang dibawa oleh penumpang ke luar negeri,
barang keperluan pameran, pertunjukan, atau perlombaan.
Terhadap barang lain yang diekspor untuk
kemudian karena suatu hal, diimpor kembali dalam keadaan
yang sama dengan ketentuan segala fasilitas yang pernah
diterimanya dikembalikan.
Huruf h
Dalam transaksi perdagangan kemungkinan
adanya perubahan kondisi barang sebelum barang diterima
oleh pembeli dapat saja terjadi. Sedangkan prinsip
pemungutan Bea Masuk dalam Undang-undang ini diterapkan
atas semua barang yang diimpor untuk dipakai sehingga,
apabila terjadi perubahan kondisi (kerusakan, penurunan
mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena
sebab alamiah), barang tersebut tidak
*9116
sepenuhnya dapat dipakai atau memberikan manfaat
sebagaimana diharapkan, wajar apabila barang yang
mengalami perubahan kondisi sebagaimana diuraikan di atas
tidak sepenuhnya dipungut Bea Masuk. Oleh karena itu
pembatasan pada saat kapan terjadinya perubahan kondisi
barang tersebut, adalah antara waktu pengangkutan dan
diberikannya persetujuan impor untuk dipakai.
Huruf i
Bahan terapi manusia, pengelompokan darah,
dan bahan penjenisan jaringan adalah :
1) bahan terapi yang berasal dari manusia,
yaitu darah manusia serta derivatifnya (turunannya)
seperti darah seluruhnya, plasma kering, albumin,
gamaglobulin, fibrinogen, serta organ tubuh;
2) bahan pengelompokan darah yang berasal
dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain;
3) bahan penjenisan jaringan yang berasal
dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain;
Huruf j
Yang dimaksud dengan "kepentingan umum"
adalah kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan
kepentingan di bidang keuangan, misalnya proyek pemasangan
lampu jalan umum.
Huruf k
Mengingat pemasukannya hanya untuk sementara,
barang-barang tersebut diberi pembebasan atau keringanan
Bea Masuk.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Kesalahan tata usaha antara lain adalah
kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan
pencantuman tarif.
*9117
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sebab tertentu" pada
ayat ini adalah bahwa hal tersebut bukan merupakan
kehendak importir, melainkan disebabkan oleh adanya
kebijaksanaan Pemerintah yang mengakibatkan barang yang
telah diimpor tidak dapat dimasukkan ke dalam Daerah
Pabean sehingga harus diekspor kembali atau dimusnahkan
dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dalam kondisi
yang sama.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Undang-undang ini memberi kewenangan kepada Menteri untuk
mengatur lebih lanjut hal-hal yang berkenaan dengan
Pemberitahuan Pabean, buku cacatan pabean, dan dokumen
pelengkap pabean, misalnya bentuk pemberitahuan Pabean dan
dokumen pelengkap pabean dapat ditetapkan baik berupa
tulisan di atas formulir, disket, maupun hubungan langsung
antar komputer tanpa menggunakan kertas.
contoh Pemberitahuan Pabean adalah :
a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;
b. pemberitahuan impor untuk dipakai;
c. pemberitahuan impor sementara;
d. pemberitahuan pemindahan barang dari Kawasan
Pabean ke Tempat Penimbunan Berikat;
e. pemberitahuan pemindahan barang dari suatu
Kantor Pabean ke Kantor Pabean lain dalam Daerah Pabean;
f. pemberitahuan ekspor barang.
Yang dimaksud dengan "buku catatan pabean" adalah buku
daftar atau formulir yang digunakan untuk mencatat
Pemberitahuan Pabean dan kegiatan Kepabeanan berdasarkan
Undang-undang ini.
Buku catatan pabean, antara lain adalah daftar
untuk mencatat :
*9118 a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut;
b. pemberitahuan impor untuk dipakai;
c. pemberitahuan ekspor barang;
d. barang yang dianggap tidak dikuasai;
e. barang yang akan dilelang.
Yang dimaksud dengan "dokumen pelengkap pabean" adalah
semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap
Pemberitahuan Pabean, misalnya "invoice", "bill of
lading", "packing list", dan "manifest".
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pada dasarnya Undang-undang ini menganut prinsip
bahwa semua pemilik barang dapat menyelesaikan Kewajiban
Pabean. Mengingat tidak semua pemilik barang mengetahui
atau menguasai ketentuan tata laksana Kepabeanan atau
karena suatu hal tidak dapat menyelesaikan sendiri
Kewajiban Pabean, ayat ini memberi kemungkinan pemberian
kuasa penyelesaian Kewajiban Pabean kepada pengusaha
pengurusan jasa kepabeanan yang terdaftar di Kantor
Pabean.
Pengusaha semacam ini sebelumnya telah ada dan
di dalam praktik sehari-hari dikenal dengan nama Ekspedisi
Muatan Kapal Laut (EMKL), Ekspedisi Muatan Kapal Udara
atau Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMKU/EMPU), atau
pengusaha Jasa Transportasi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Bea Masuk atas barang impor merupakan tanggung jawab
importir yang bersangkutan, kecuali jika pengurusan
pemberitahuan impor dikuasakan kepada pengusaha pengurusan
jasa kepabeanan dan importir tidak ditemukan, misalnya
melarikan diri, maka tanggung jawab atas Bea Masuk beralih
ke pengusaha jasa kepabeanan.
Yang dimaksud dengan "pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan" adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas nama
pemilik barang.
Pasal 32
*9119 Ayat (1)
Pada prinsipnya importir bertanggung jawab atas
Bea Masuk barang yang diimpornya. Namun berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-undang ini,
importir baru dinyatakan bertanggung jawab atas Bea Masuk
sejak didaftarkannya Pemberitahuan Pabean. Dengan
Demikian, sebelum didaftarkannya Pemberitahuan Pabean,
tanggung jawab atas Bea Masuk berada pada pengusaha Tempat
Penimbunan Sementara, yaitu tempat penimbunan barang impor
yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Apabila barang impor yang harus dilunasi Bea
Masuknya terdiri dari beberapa jenis dengan satu nama umum
(golongan barang), sedangkan jenis barang yang sebenarnya
tidak dapat diketahui, sebagai dasar perhitungan Bea
Masuk, diambil tarif tertinggi yang berlaku atas golongan
barang tersebut dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat
Bea dan Cukai.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Pembebasan atau kekeringan Bea Masuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 pada hakikatnya tidak
membebaskan importir dari tanggung jawab Bea Masuk yang
harus dilunasi, karena pembebasan atau kekeringan tersebut
harus memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan
secara limitatif pada saat fasilitas tersebut diberikan.
Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa fasilitas
tersebut pada suatu saat digunakan tidak sesuai dengan
fasilitas yang diberikan.
Karena prinsip pengenaan Bea Masuk melekat erat
pada barang impor, untuk menghindari kemungkinan
penyalahgunaan fasilitas yang telah diberikan sehingga
syarat yang telah ditetapkan tidak lagi dipenuhi,
Undang-undang ini menegaskan letak tanggung jawab atas Bea
Masuk yang terutang berada pada orang yang mendapatkan
pembebasan atau kekeringan atau yang menguasai barang
tersebut.
Tujuan perluasan tanggung jawab atas Bea Masuk
dalam Undang-undang ini adalah untuk menjamin hak-hak
negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Pasal-pasal terdahulu dalam bagian ini telah menegaskan
pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap Bea Masuk atas
barang impor. Pasal ini juga menegaskan siapa yang
bertanggung jawab atas Bea Masuk barang impor yang
kedapatan di bawah penguasaan seseorang yang tidak
termasuk dalam ketentuan pasal-pasal tersebut di atas.
Dalam keadaan demikian dapat saja mereka merupakan
penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau
siapa pun yang kedapatan menguasai barang impor di tempat
kedatangan sarana pengangkut atau di tempat-tempat
tertentu di daerah perbatasan yang ditunjuk.
Yang dimaksud dengan "tempat tertentu di daerah perbatasan
yang ditunjuk" adalah suatu tempat di daerah perbatasan
yang merupakan bagian dari jalan perairan daratan atau
jalan darat di perbatasan yang ditunjuk sebagai tempat
lintas batas (point of entry).
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Kewajiban membayar menurut pasal ini sepanjang
mengenai Bea Masuk timbul sejak tanggal pendaftaran
Pemberitahuan Pabean mengenai impor barang dan sepanjang
mengenai denda timbul sejak diterimanya surat
pemberitahuan oleh yang bersangkutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penundaan" dalam ayat ini
adalah pemberian perpanjangan jangka waktu pelunasan Bea
Masuk dan denda administrasi sampai batas waktu yang
ditetapkan.
Perpanjangan jangka waktu pembayaran ini
diberikan dengan pertimbangan bahwa pihak yang terutang
menunjukkan itikat baik untuk menyelesaikan utangnya,
tetapi pada waktu yang ditentukan belum dapat dilunasinya
sehingga perlu diberikan penundaan pelunasan utang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tujuan tempo" adalah :
a. dalam hal tagihan negara kepada pihak yang
terutang lihat Pasal 37 ayat (1);
*9121 b. dalam hal tagihan pihak yang
terpiutang kepada negara adalah tiga puluh hari sejak
tanggal keputusan adanya tagihan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai
kreditur preferensi yang dinyatakan mempunyai hak
mendahulu atas barang-barang milik yang terutang. Setelah
tagihan pabean dilunasi, baru diselesaikan pembayaran
kepada pihak-pihak lainnya.
Maksud ayat ini adalah untuk memberi kesempatan
kepada Pemerintah untuk mendapatkan bagian lebih dahulu
dari pihak-pihak lainnya atas harta milik yang berutang
untuk melunasi tagihan pabean.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Hak menagih atas utang berdasarkan pasal ini
berlaku, baik untuk tagihan negara yang terutang maupun
tagihan pihak yang berpiutang kepada negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Utang yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan ketentuan
dalam Undang-undang ini, penagihannya diserahkan kepada
instansi pemerintah yang mengurusi penagihan piutang
negara.
Pasal 42
Ayat (1)
*9122 Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "jaminan yang dapat
digunakan terus-menerus" adalah jaminan yang diserahkan
dalam bentuk dan jumlah tertentu dan dapat digunakan
dengan cara :
1. jaminan yang diserahkan dapat dikurangi
setiap ada pelunasan Bea Masuk sampai jaminan tersebut
habis; atau
2. jaminan tetap dalam batas waktu yang
tidak terbatas sehingga setiap pelunasan Bea Masuk
dilakukan dengan tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Jaminan lainnya dalam ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberi kemungkinan diserahkannya
jaminan selain yang tercantum dalam huruf a sampai dengan
huruf c.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Mengingat penyediaan Tempat Penimbunan Sementara
dimaksudkan untuk menimbun barang untuk sementara waktu,
perlu adanya pembatasan jangka waktu penimbunan
barang-barang didalamnya.
Jangka waktu tiga puluh hari yang disediakan
dianggap cukup untuk memberi kesempatan kepada yang
berkepentingan agar segera mengeluarkan barangnya dari
Tempat Penimbunan Sementara juga agar tidak mengganggu
kelancaran arus barang di pelabuhan (kongesti).
*9123 Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa
terhadap barang impor wajib Bea Masuk yang hilang dari
Tempat Penimbunan Sementara, disamping adanya kewajiban
membayar Bea Masuk yang terutang, kepada pengusaha Tempat
Penimbunan Sementara juga dikenai sanksi administrasi
berupa denda.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 44
Tujuan pengadaan Tempat Penimbunan Berikat dalam
Undang-undang ini adalah untuk memberikan fasilitas kepada
pengusaha berupa penangguhan pembayaran Bea Masuk serta
dapat melakukan kegiatan penyimpanan, menimbun,
memamerkan, menjual, mengemas, mengemas kembali, dan/atau
mengolah barang yang berasal dari luar Daerah Pabean tanpa
lebih dahulu dipungut Bea Masuknya.
Dengan adanya Tempat Penimbunan Berikat ini, akan dapat
dijamin adanya kelancaran arus barang dalam kegiatan Impor
atau Ekspor serta peningkatan produksi dalam negeri dalam
rangka pembangunan dan pengembangan ekonomi nasional.
Yang dimaksud dengan "penangguhan" adalah peniadaan
sementara kewajiban pembayaran Bea Masuk sampai timbul
kewajiban untuk membayar Bea Masuk berdasarkan
Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan "pengusaha Tempat Penimbunan Berikat"
adalah orang yang nyata-nyata melakukan kegiatan usaha
menimbun, mengolah, memamerkan, atau menjual barang di
Tempat Penimbunan Berikat.
Yang dimaksud dengan "penyelenggara Tempat Penimbunan
Berikat" adalah orang yang memperoleh izin untuk
menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat di suatu
tempat, bangunan, atau kawasan. Dalam hal tertentu,
penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat dapat juga
berfungsi sebagai pengusaha Tempat Penimbunan Berikat
apabila penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat hanya
diperuntukkan bagi pelaksanaan kegiatan usaha yang
dilakukan oleh penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tarif yang dipergunakan untuk menghitung Bea
Masuk atas barang yang dikeluarkan dari tempat Penimbunan
Berikat ke peredaran bebas adalah tarif yang berlaku pada
saat tersebut dikeluarkan. Sedangkan nilai pabean yang
dipergunakan sebagai dasar perhitungan Bea Masuk adalah
nilai pabean dari barang pada saat barang tersebut
dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat.
*9124 Apabila dasar perhitungan Bea Masuk
diberitahukan dalam mata usang asing, kurs yang
dipergunakan adalah kurs yang berlaku pada saat barang
dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat.
Ayat (3)
Meskipun pengeluaran barang pada ayat ini
dilakukan dengan tanpa maksud untuk menggelakkan
pembayaran Bea Masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan
Pabean dan Bea Masuknya telah dilunasi, tetapi
pengeluarannya dilakukan tanpa persetujuan Pejabat Bea dan
Cukai, maka atas pelanggaran tersebut si pelanggar dikenai
sanksi administrasi.
Ayat (4)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa
terhadap barang impor yang wajib Bea Masuk yang hilang
dari Tempat Penimbunan Berikat, disamping adanya kewajiban
membayar Bea Masuk yang terutang, kepada pengusaha Tempat
Penimbunan Berikat juga dikenai sanksi administrasi berupa
denda.
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan"izin Tempat Penimbunan
Berikat dibekukan" adalah bahwa Tempat Penimbunan Berikat
tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan sampai
diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali izin
dimaksud. Pembekuan izin ini merupakan tindak lanjut dari
hasil audit Pejabat Bea dan Cukai terhadap Tempat
Penimbunan Berikat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
*9125 Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan dan
menyimpan catatan serta surat menyurat yang bertalian
dengan Impor atau Ekspor diperlukan untuk pelaksanaan
audit di bidang Kepabeanan setelah barang dikeluarkan dari
Kawasan Pabean. Audit di bidang Kepabeanan dilakukan dalam
rangka mengamankan hak-hak negara sebagai konsekuensi
diberlakukannya sistem "self-assessment" dan pemeriksaan
barang secara selektif.
Yang dimaksud dengan "pengusaha pengangkutan" adalah orang
yang menyediakan jasa angkutan barang impor atau ekspor
dengan sarana pengangkut di darat, laut, atau udara.
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Buku, catatan, dan surat-menyurat yang berhubungan dengan
kegiatan usaha Impor atau Ekspor harus disimpan selama
sepuluh tahun, sehingga apabila dalam batas waktu tersebut
diketahui terdapat pelanggaran terhadap Undang-undang ini,
buku, catatan, dan surat-menyurat yang diperlukan masih
tetap tersedia. Keharusan kurun waktu sepuluh tahun
penyimpanan buku, catatan, dan surat-menyurat tersebut
adalah taat asas (konsisten) dengan ketentuan Pasal 111
mengenai kedaluwarsanya tuntutan pidana di bidang
Kepabeanan.
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Pada hakikatnya pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan larangan dan pembatasan atas impor atau ekspor
barang tertentu tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri
oleh tiap instansi teknis yang menetapkan peraturan
larangan atau pembatasan pada saat pemasukan atau
pengeluaran barang ke atau dari Daerah Pabean.
Sesuai dengan praktek kepabeanan internasional,
pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau keluar dari
Daerah Pabean dilakukan oleh instansi pabean. Dengan
demikian, agar pelaksanaan pengawasan peraturan larangan
dan pembatasan menjadi efektif dan terkoordinasi, instansi
teknis yang bersangkutan wajib menyampaikan peraturan
dimaksud kepada Menteri untuk ditetapkan dan dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas
*9126 Ayat (3)
Barang yang dilarang atau dibatasi impor atau
ekspornya yang tidak memenuhi syarat dalam ayat ini adalah
barang impor atau ekspor yang telah diberitahukan dengan
Pemberitahuan Pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam ketentuan larangan atau
pembatasan atas barang yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan diberitahukan dengan
Pemberitahuan Pabean dalam pasal ini dapat berupa
pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut, pemberitahuan
impor untuk dipakai, dan pemberitahuan ekspor barang.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "ditetapkan lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku"
adalah bahwa peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaian
barang impor yang dibatasi atau dilarang, misalnya impor
limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Pasal 54
Perintah tertulis tersebut dikeluarkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi Kawasan
Pabean, yaitu tempat kegiatan Impor atau Ekspor tersebut
berlangsung.
dalam hal impor barang tersebut ditujukan ke beberapa
Kawasan Pabean dalam Daerah Pabean Indonesia, permintaan
perintah tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh
Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
Kawasan Pabean pertama, yaitu tempat impor barang yang
bersangkutan ditujukan atau dibongkar. Dalam hal Ekspor
dilakukan dari beberapa Kawasan Pabean, permintaan
tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi Kawasan
Pabean pertama, yaitu tempat Ekspor berlangsung.
Pasal 55
Kelengkapan bahan-bahan seperti tersebut dalam huruf a
sampai dengan huruf d sangat penting dan karena itu
kelengkapannya bersifat mutlak. Hal tersebut dimaksudkan
untuk menghindarkan penggunaan ketentuan ini dalam praktik
dagangan yang justru bertentangan dengan tujuan pengaturan
untuk mengurangi atau meniadakan perdagangan barang-barang
hasil pelanggaran merek dan hak cipta.
Praktik dagang serupa itu, yang kadang kala dilakukan
sebagai cara melemahkan atau melumpuhkan pesaing, pada
akhirnya tidak menguntungkan bagi perekonomian pada
umumnya. Oleh karena itu, keberadaan jaminan yang cukup
nilainya memiliki arti penting setidaknya karena tiga hal.
Pertama, melindungi pihak yang diduga melakukan
pelanggaran dari kerugian yang tidak perlu. Kedua,
mengurangi kemungkinan berlangsungnya penyalahgunaan hak.
Ketiga, *9127 melindungi Pejabat Bea dan Cukai dari
kemungkinan adanya tuntutan ganti rugi karena
dilaksanakannya perintah penangguhan.
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Jangka waktu sepuluh hari kerja tersebut
merupakan jangka waktu maksimum bagi penangguhan. Jangka
waktu tersebut disediakan untuk memberi kesempatan kepada
pihak yang meminta penangguhan agar segera mengambil
langkah-langkah untuk mempertahankan haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Perpanjangan jangka waktu penangguhan tersebut
hanya dapat dilakukan dengan syarat yang ketat untuk
mencegahan kemungkinan penyalahgunaan hak untuk meminta
penangguhan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam rangka
identifikasi atau pencacahan untuk kepentingan pengambilan
tindakan hukum atau langkah-langkah untuk mempertahankan
hak yang diduga telah dilanggar.
Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan
sepengetahuan Pejabat Bea dan Cukai.
Ayat (2)
Karena permintaan penangguhan tersebut masih
berdasarkan dugaan, kepentingan pemilik barang juga perlu
diperhatikan secara wajar. Kepentingan tersebut, antara
lain kepentingan untuk menjaga rahasia dagang atau
informasi teknologi yang dirahasiakan, yang digunakan
untuk memproduksi barang impor atau ekspor tersebut. dalam
hal demikian, pemeriksaan hanya diizinkan secara fisik,
sekedar untuk mengidentifikasi atau mencacah barang-barang
yang dimintakan penangguhan.
Pasal 59
Cukup jelas
*9128
Pasal 60
Yang dimaksud dengan keadaan tertentu tersebut, misalnya
kondisi atau sifat barang yang cepat rusak.
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Tindakan karena jabatan ini dilakukan hanya kalau dimiliki
bukti-bukti yang cukup. Tujuannya untuk mencegah peredaran
barang-barang yang merupakan atau berasal dari hasil
pelanggaran merek atau hak cipta yang berdampak buruk
terhadap perekonomian pada umumnya. Dalam hal diambil
tindakan serupa ini, berlaku sepenuhnya tata cara
sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Merek atau
Undang-undang tentang Hak Cipta.
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Dengan tetap memperhatikan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia, penerapan ketentuan dalam
pasal 54 sampai dengan Pasal 63 terhadap hak atas kekayaan
intelektual, selain menyangkut merek dan hak cipta,
dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan
kemampuan dan kesiapan pengelolaan sistem atas kekayaan
intelektual.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "sepanjang belum dilelang"
adalah dua hari kerja sebelum tanggal pelelangan.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
*9129
Huruf b
yang dimaksud dengan barang :
1) yang sifatnya tidak tahan lama, antara
lain barang yang cepat busuk misalnya buah segara dan
sayur segar;
2) yang sifatnya merusak adalah barang yang
dapat merusak atau mencemari barang lainnya, misalnya asam
sulfat dan belerang;
3) yang berbahaya adalah barang yang antara
lain mudah terbakar, meledak, atau membahayakan kesehatan;
4) yang memerlukan biaya tinggi adalah
barang yang pengurusannya memerlukan perlakukan khusus,
misalnya binatang hidup dan barang yang harus disimpan
dalam ruangan pendingin.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "lelang umum" adalah
penjualan barang yang dilakukan melalui kantor lelang
negara.
Ayat (2)
Sisa yang disediakan untuk pemiliknya adalah
hasil lelang tersebut setelah dikurangi Bea Masuk dan
pajak yang terutang menurut Undang-undang ini serta biaya,
antara lain sewa gudang, upah buruh, ongkos angkut, dan
biaya pelelangan. Sisa hasil lelang tersebut tetap
merupakan hak si pemilik barang yang dapat diambilnya
dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan Pasal ini.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud "harga terendah" adalah
serendah-rendahnya yang ditetapkan oleh Menteri yang
terdiri dari Bea Masuk, pajak yang terutang menurut
Undang-undang ini, sewa gudang, dan biaya lain, misalnya
upah *9130 buruh dan ongkos angkut yang harus
dicapai dalam pelelangan umum.
Pasal 68
Ayat (1)
yang dimaksud dengan "barang yang dikuasai
negara" adalah barang yang untuk sementara waktu
penguasaannya berada pada negara sampai dapat ditentukan
status barang yang sebenarnya. Perubahan status ini
dimaksudkan agar Pejabat Bea dan Cukai dapat memproses
barang tersebut secara administrasi sampai dapat
dibuktikan bahwa telah terjadi kesalahan atau sama sekali
tidak terjadi kesalahan, sehingga masalah kepabeanannya
dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan Undang-undang
ini.
Huruf a
Barang yang dikuasai negara pada huruf a ini
adalah barang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dinyatakan dilarang
dan/atau dibatasi untuk diimpor dan tidak diberitahukan
secara tidak benar, kecuali jika peraturan yang melarang
dan/atau membatasinya menentukan penyelesaian lain atas
barang tersebut.
Huruf b
Barang yang dikuasai negara pada huruf b ini
adalah barang impor atau ekspor yang ditunda
pengeluarannya, pemuatannya atau pengangkutannya atau
sarana pengangkutan yang ditunda keberangkatannya oleh
Pejabat Bea dan Cukai guna pemenuhan Kewajiban Pabean
berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini.
Sarana pengangkut yang ditinggalkan biasanya
adalah sarana pengangkut yang kepastiannya kecil seperti
motor boat yang digunakan untuk mengangkut barang yang
tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini.
Ayat (2)
Pemberitahuan secara tertulis adalah
pemberitahuan yang diberikan secara tertulis kepada
pemilik atau kuasanya yang menyatakan bahwa barang atau
sarana pengangkut miliknya berada dalam penguasaan negara
dan pemilik atau kuasanya diminta untuk menyelesaikan
Kewajiban Pabeannya.
Pengumuman yang dilakukan adalah pengumuman yang
ditempelkan pada papan pengumuman yang terdapat di
Kantor-kantor Pabean atau diumumkan melalui media massa
seperti surat kabar.
Ayat (3)
*9131 Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Dalam ayat ini secara tegas ditetapkan bahwa
Pejabat Bea dan Cukai untuk menyelesaikan pekerjaan yang
termasuk wewenangnya dalam rangka mengamankan hak-hak
negara, dapat menggunakan segala upaya terhadap orang atau
barang, termasuk di dalamnya binatang untuk dipenuhinya
ketentuan dalam Undang-undang ini.
Jika perlu dapat digunakan berbagai upaya untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa di bidang Kepabeanan
yang diduga sebagai tindak pidana Kepabeanan guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut Undang-undang ini.
Ayat (2)
Penggunaan senjata api sangat dibatasi mengingat
besarnya bahaya bagi keselamatan dan keamanan. Oleh karena
itu, syarat-syarat penggunaannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 75
Ayat (1)
Dalam melaksanakan tugas pengawasan agar sarana
pengangkut melalui jalur yang ditetapkan dan untuk
memeriksa sarana pengangkut berupa kapal, Pejabat Bea dan
Cukai perlu dilengkapi sarana operasional berupa kapal
atau seperti pengawasan lainnya seperti radio
telekomunikasi atau radar.
Yang dimaksud dengan "kapal patroli" adalah
kapal laut dan kapal milik Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai yang dipimpin oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagai
komando patroli, yang mempunyai kewenangan
*9132
penegakan hukum di Daerah Pabean sesuai dengan
Undang-undang ini.
Ayat (2)
Mengingat dalam penggunaan kapal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ada kemungkinan menghadapi bahaya
yang mengancam jiwa atau keselamatan Pejabat Bea dan Cukai
dan kapal patroli, maka dengan memperhatikan ketentuan
yang berlaku, kapal patroli dapat dilengkapi dengan
senjata api yang jenis dan/atau jumlahnya ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun angkatan
bersenjata bila diminta berkewajiban memberi bantuan dan
perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi Pejabat
Bea dan Cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Ketentuan dalam pasal ini menegaskan bahwa bantuan
sebagimana dimaksud di atas adalah sehubungan dengan
segala kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
Ayat (1)
Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea
dan Cukai untuk melaksanakan tugas administrasi Kepabeanan
berdasarkan Undang-undang ini.
Yang dimaksud dengan "menengah barang" adalah
tindakan administrasi untuk menunda pengeluaran, pemuatan,
dan pengangkutan barang impor atau ekspor sampai
dipenuhinya Kewajiban Pabean.
yang dimaksud dengan "menegah sarana pengangkut"
adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana
pengangkut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 78
Wewenang Pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam ketentuan
ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih
baik dalam rangka pengamanan keuangan negara karena tidak
diperlukan adanya penjagaan/pengawalan secara
terus-menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 79
Pasal ini memuat ketentuan mengenai wewenang Menteri untuk
menetapkan bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman
sebagai pengganti segel yang dilakukan oleh pihak pabean
di luar negeri atau pihak lain, dapat diterima.
Dapat diterima mengandung pengertian bahwa
*9133
penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tersebut
dianggap telah disegel atau dibubuhkan di dalam negeri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudahan demikian sudah tentu membantu kelancaran
perdagangan Indonesia dengan pihak luar negeri.
Apabila menurut pertimbangan Menteri, penyegelan atau
pembubuhan tanda pengaman yang telah dilakukan tersebut
dianggap tidak cukup atau kurang aman, penyegelan atau
pembubuhan tanda pengaman tidak dapat diterima.
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Penempatan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini dilaksanakan apabila pengamanan
dalam bentuk penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
78 tidak dapat dilakukan atau apabila atas pertimbangan
tertentu, tindakan penjagaan oleh Pejabat Bea dan Cukai
merupakan tindakan yang lebih tepat.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini memberikan kewajiban
kepada pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan untuk
memberikan bantuan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang
ditugaskan, karena di tempat tersebut tidak tersedia
akomodasi, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,
antara lain berupa tempat atau ruang kerja, akomodasi,
serta makanan dan minuman yang cukup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea
dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan barang guna
memperoleh data dan penilaian yang tepat pemberitahuan
atau dokumen yang diajukan, Pemeriksaan terhadap barang
ekspor hanya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam Pasal 4 ayat (2).
Pemeriksaan dilakukan secara selektif sesuai
dengan tata cara yang diatur oleh Menteri. Hasil
pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dasar yang
digunakan untuk perhitungan Bea Masuk.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
*9134
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 83
Rahasia surat yang dipercayakan kepada Pos atau perusahaan
pengangkutan umum yang ditunjuknya tidak dapat diganggu
gugat, kecuali dalam hal yang diuraikan dalam
Undang-undang ini.
Dalam praktik menunjukkan bahwa tidak jarang barang yang
kecil ukurannya dikirimkan dalam surat. Sehubungan dengan
itu, surat yang mungkin berisi barang harus dapat pula
dibuka untuk keperluan pemeriksaan.
Walaupun dapat dipertanggungjawabkan bahwa pembukaan surat
itu untuk keperluan pemeriksaan barang di dalamnya tanpa
membaca isinya dan tidak bertentangan dengan rahasia pos,
pembukaan surat tersebut harus dilakukan bersama di
alamat.
Dalam hal di alamat tidak ditemukan, disyaratkan adanya
surat perintah dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan
dilakukan bersama-sama petugas pos.
Yang dimaksud dengan "si alamat" adalah penerima surat
dalam hal Impor atau pengirim dalam hal Ekspor.
Pasal 84
Ayat (1)
Ayat ini memberikan kewenangan kepada Pejabat
Bea dan Cukai untuk meminta kepada Importir atau
eksportir untuk :
a. menyerahkan buku, catatan, dan surat menyurat
yang berkaitan dengan :
1. pembelian;
2. penjualan;
3. impor;
4. ekspor;
5. persediaan; atau
6. pengiriman barang yang bersangkutan.
b. menyerahkan contoh barang untuk tujuan
pemeriksaan pemberitahuan.
Atas penyerahan yang dilakukan oleh importir
atau eksportir sebagaimana dimaksud di atas, diberikan
*9135 tanda bukti penerimaan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
Dalam hal permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana
dimaksud di atas tidak dipenuhi Pejabat Bea dan Cukai akan
melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean
berdasarkan data yang ada, dan mungkin akan mengakibatkan
kerugian bagi yang bersangkutan.
Segera setelah penelitian selesai, buku,
catatan, surat menyurat, dan/atau contoh barang
dikembalikan kepada pemiliknya.
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Untuk memperlancar arus barang, pemeriksaan barang di
Kawasan Pabean diupayakan seminimal mungkin dengan
menggunakan metode selektif.
Untuk menjamin kebenaran Pemberitahuan Pabean dalam rangka
mengamankan hak-hak negara dilakukan audit di bidang
Kepabeanan setelah barang keluar dari Kawasan Pabean.
Audit di Bidang Kepabeanan dilakukan dengan cara
pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan, surat menyurat,
serta sediaan barang yang bertalian dengan Impor atau
Ekspor.
Pasal 87
Ayat (1)
Dilihat dari segi kepentingan pengamanan hak-hak
negara, perlu dilakukan pengawasan terhadap barang, baik
yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara, di dalam
Tempat Penimbunan Berikat atau di tempat usaha lain yang
barangnya memperoleh pembebasan, keringanan, atau
penangguhan Bea Masuk maupun di tempat yang mempunyai
sediaan barang yang terkena ketentuan larangan dan
pembatasan.
Dalam rangka pengawasan tersebut d atas,
ketentuan ini mengatur mengenai kewenangan Pejabat Bea dan
Cukai untuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap bangunan
dan tempat lain yang telah diberi izin pengoperasian
berdasarkan pemberitahuan atau dokumen pabean terdapat
barang wajib bea atau barang yang dikenai peraturan
larangan atau pembatasan.
Ayat (2)
Mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh
Pejabat Bea dan Cukai ada kemungkinan barang oleh yang
bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau tempat
lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung
dengan bangunan atau tempat lain yang sedang dilakukan
pemeriksaan, maka ditetapkan ketentuan ini.
Berhubungan langsung dalam ayat ini dimaksudkan
adalah hubungan secara fisik, sedangkan berhubungan tidak
*9136 langsung adalah hubungan yang secara fisik tidak
berhubungan secara langsung, tidak secara operasional
saling berhubungan. Dengan demikian, dapat dicegah usaha
untuk menghindari pemeriksaan atau menyembunyikan barang.
Pasal 88
Ayat (1)
Bangunan dan tempat lain yang bukan rumah
tinggal yang dimaksud dalam ayat ini adalah bangunan dalam
Undang-undang ini, misalnya bangunan yang didirikan khusus
untuk menyimpan barang apa pun dan pendirinya bukan
dimaksudkan sebagai tempat usaha berdasarkan Undang-undang
ini.
Apabila berdasarkan petunjuk yang ada bahwa di
tempat tersebut terdapat barang yang tersangkut
pelanggaran, baik sebagai barang yang wajib Bea Masuk
maupun yang dikenai peraturan larangan dan pembatasan,
Direktur dapat memerintahkan Pejabat Bea dan Cukai untuk
melakukan pemeriksaan terhadap tempat tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 89
Ayat (1)
Sebagai syarat untuk melakukan pemeriksaan,
Pejabat Bea dan Cukai harus memiliki surat perintah dari
Direktur Jenderal untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
Dalam pelaksanaannya, penerbitan surat perintah
oleh Direktur Jenderal dapat didelegasikan kepada Pejabat
Bea dan Cukai yang ditunjuk.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 90
Ayat (1)
Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh
Pejabat Bea dan Cukai terhadap sarana pengangkutan
bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya
peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya
dibebankan kepada Direktorat Jenderal *9137 Bea dan
Cukai. Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana
pengangkut serta barang diatasnya hanya dilakukan secara
selektif.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam melaksanakan pengawasan atas sarana
pengangkut yang melakukan pembongkaran barang impor,
Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan
pekerjaan tersebut jika ternyata barang yang dibongkar
berdasarkan peraturan perudang-undangan yang berlaku tidak
boleh diimpor ke dalam daerah Pebean.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 91
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "isyarat" adalah
tanda-tanda yang diberikan kepada nakhoda atau pengangkut,
berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, isyarat lampu,
radio, dan sebagainya yang lazim dipergunakan sebagai
isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut.
Ayat (2)
Untuk menghindari kesewenangan-wenangan Pejabat
Bea dan Cukai, biaya yang timbul akibat pemeriksaan
tersebut dibebankan kepada yang bersalah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "dokumen pengangkutan"
adalah semua dokumen yang diisyaratkan baik oleh ketentuan
pengangkutan nasional maupun internasional.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Mengingat bahwa beberapa barang yang sedemikian
kecil ukurannya sehingga dapat disembunyikan di dalam
badan atau pakaian yang dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai
perlu diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan badan.
Pemeriksaan badan harus diusahakan sedemikian
rupa sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan. Oleh
karena itu, pemeriksaannya harus dilakukan di tempat
tertutup oleh orang yang sama jenis kelaminnya, serta
*9138 dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini ditujukan untuk menjamin
adanya kepastian hukum dan sebagai manifestasi dari asas
keadilan yang memberikan hak kepada pengguna jasa
kepabeanan untuk mengajukan keberatan atas keputusan
Pejabat Bea dan Cukai.
Waktu tiga puluh hari yang diberikan kepada
pengguna jasa kepabeanan ini dianggap cukup bagi yang
bersangkutan untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna
pengajuan keberatan kepada Direktur Jenderal. Dalam hal
batas waktu tiga puluh hari tersebut dilewati, hak yang
bersangkutan menjadi gugur dan penetapan dianggap
disetujui.
Ayat (2)
Penetapan jangka waktu enam puluh hari Kepada
Direktur Jenderal untuk memberikan keputusan atas
keberatan yang diajukan oleh pengguna jasa kepabeanan ini
merupakan jangka waktu yang wajar mengingat Direktur
Jenderal juga perlu melakukan pengumpulan data dan
informasi dalam memutuskan suatu keberatan yang diajukan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "ditolak oleh Direktur
Jenderal" adalah penolakan oleh Direktur Jenderal atas
keberatan yang diajukan sehingga penetapan yang dilakukan
oleh Pejabat Bea dan Cukai menjadi tetap.
Penolakan oleh Direktur Jenderal ini dapat pula
berupa penolakan sebagian atas keberatan yang diajukan,
yang seperti bahwa Direktur Jenderal menetapkan lain dari
penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai, dan
penetapan ini dapat lebih besar atau lebih kecil dari pada
penetapan Pejabat bea dan Cukai tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
*9139 Badan peradilan pajak yang dimaksud dalam pasal ini
adalah badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 yang dibentuk khusus
untuk memeriksa dan memutus permohonan banding di bidang
fiskal (perpajakan).
Dalam pengertian, pajak terdiri dari pajak langsung dan
pajak tidak langsung. Pajak langsung antara lain berupa
pajak penghasilan, sedangkan yang termasuk dalam pajak
tidak langsung antara lain pajak pertambahan nilai, Bea
Masuk, dan cukai.
Untuk itu badan peradilan pajak yang akan dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 akan
mengatur pula peradilan di bidang Bea Masuk dan Cukai. Hal
ini dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi badan
peradilan di bidang fiskal sehingga dapat dihindarkan
adanya dua badan peradilan di bidang fiskal yang harus
dibentuk dengan Undang-undang tersendiri.
Pasal 96
Ayat (1)
Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 dibentuk, permohonan banding
diajukan atau upaya untuk memperoleh keadilan di bidang
Kepabeanan dan cukai dilakukan melalui suatu lembaga
banding yang keputusannya bukan merupakan keputusan Tata
Usaha Negara sehingga tidak dapat diajukan banding kepada
Peradilan Tata Usaha Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Meskipun anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan
Cukai diangkat oleh Pemerintah, dalam memberikan keputusan
atas permohonan banding, lembaga tersebut harus netral.
Oleh karena itu susunan keanggotaannya tidak hanya terdiri
dari kalangan Pemerintah, tetapi juga dari kalangan
pengusaha swasta dan pakar.
*9140
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Ayat (1)
Persidangan majelis untuk memeriksa dan
memutuskan suatu permohonan banding bersifat tertutup
mengandung pengertian bahwa persidangan tersebut tidak
terbuka untuk umum sehingga yang hadir dalam persidangan
hanyalah anggota mejelis itu sendiri.
Untuk kepentingan pemeriksaan, majelis dapat
meminta kehadiran pihak pemohon atau kuasanya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 100
Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai adalah Lembaga netral
yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang seobjektif
mungkin. Oleh karena itu apabila dalam menyelesaikan atau
memeriksa suatu permohonan banding ada anggota Lembaga
Pertimbangan Bea dan Cukai yang mempunyai kepentingan
pribadi dengan pemohon, anggota yang bersangkutan tidak
boleh memeriksa permohonan banding tersebut dan harus
mengundurkan diri dari keanggotaan majelis.
Untuk kepentingan pemeriksaan permohonan banding tersebut,
Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk anggota
pengganti.
Kepentingan pribadi dalam pasal ini meliputi juga adanya
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
ketiga, dan hubungan suami istri, meskipun sudah cerai,
antara anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dan
pemohon.
Anggota majelis yang mengundurkan diri harus diganti oleh
anggota yang lain dari unsur yang sama.
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Undang-undang ini telah mengatur atau menetapkan tata cara
atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila seseorang
mengimpor atau mengekspor barang. Dalam hal
*9141
seseorang mengimpor atau mengekspor barang tanpa
mengindahkan ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan
oleh Undang-undang ini diancam dengan pidana berdasarkan
pasal ini dengan hukuman akumulatif berupa pidana penjara
dan denda.
Yang dimaksud dengan "tanpa mengindahkan ketentuan
Undang-undang ini" adalah sama sekali tidak memenuhi
ketentuan atau prosedur sebagaimana telah ditetapkan
Undang-undang ini. Dengan demikian, apabila seseorang
mengimpor atau mengekspor barang yang telah mengindahkan
ketentuan Undang-undang ini, walaupun tidak sepenuhnya,
tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan
Pasal ini.
Pasal 103
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Mengelakkan pembayaran Bea Masuk dan/atau
pungutan negara lainnya dalam rangka impor, dapat terjadi
hanya dalam hal yang bersangkutan telah mengajukan
Pemberitahuan Pabean dan telah melakukan pembayaran namun
mengelakkan pembayaran kekurangannya, tetapi juga karena
sama sekali belum mengajukan Pemberitahuan Pabean dan
belum membayar Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya
dalam rangka impor.
Pungutan negara lainnya dalam rangka impor
antara lain berupa cukai atas Barang Kena Cukai Impor dan
Pajak Pertambahan Nilai atas barang kena pajak impor.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Ketentuan pidana ini berhubungan dengan keadaan
di mana seseorang ditemukan menimbun, memiliki, menyimpan,
membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan
barang impor yang berasal dari tindak pidana penyelundupan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102. Jika barang tersebut
ditemukan sebagai hasil dari pemeriksaan buku atau
informasi intelejen, penyidik dapat menyita barang
tersebut sesuai dengan wewenang berdasarkan Pasal 112 ayat
(2) huruf k.
Seseorang yang ditemukan menimbun, memiliki,
menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau
memberikan barang tanpa diketahui siapa pelaku kejahatan
dapat dikenai pidana sesuai dengan pasal ini. Akan tetapi,
jika yang bersangkutan memperoleh barang tersebut dengan
itikad baik, yang bersangkutan tidak dituntut. Kemungkinan
bida terjadi, pelaku kejahatan dapat diketahui, sehingga
kedua-duanya dapat dituntut.
Pasal 104
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Ayat ini dimaksudkan untuk mencegah dilakukannya
pemalsuan atau pemanipulasian data pada dokumen pelengkap
pabean, misalnya "invoice".
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Pasal ini menegaskan, jika pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang
ini dalam melaksanakan pekerjaan yang dikuasakan oleh
importir atau eksportir, yang bersangkutan diancam dengan
pidana yang sama dengan ancaman pidana terhadap importir
atau eksportir.
Misalnya, jika pengusaha jasa kepabeanan memalsukan nilai
pabean pada "invoice" yang diterima dari importir sehingga
Pemberitahuan pabean yang diajukan atas nama importir
tersebut lebih rendah, pengusaha pengurusan jas kepabeanan
dikenai ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
103 huruf c.
Pasal 108
Pasal ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu
badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan
usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha
lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firma atau
kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi
dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan tindakan
dengan bersembunyi di belakang atau atas nama badan-badan
tersebut di atas.
Oleh karena itu, selain badan tersebut, harus dipidana
juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan
tindak pidana atau yang sesungguhnya melakukan tindak
pidana tersebut. Dengan demikian orang yang bertindak
tidak untuk diri sendiri, tetapi wakil dari badan
tersebut, harus juga mengindahkan peraturan dan larangan
yang diancam *9143 dengan pidana, seolah-olah mereka
sendirilah yang melakukan tindak pidana tersebut.
Atas dasar hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan
pidana yang akan dikenakan kepada badan-badan yang
bersangkutan dan/atau pimpinannya. Sanksi pidana yang
dijatuhkan kepada badan tersebut senantiasa berupa pidana
denda.
Pasal 109
Secara umum, pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh
Penuntut Umum. namun, barang atau ekspor yang berdasarkan
putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara,
berdasarkan Undang-undang ini menjadi milik negara yang
pemanfaatannya ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Kadaluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang Kepabeanan
dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian hukum, baik
kepada masyarakat usaha maupun penegak hukum.
Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Ayat (1)
Pengenaan denda administrasi yang dihitung
berdasarkan persentase Bea Masuk dirasa cukup memenuhi
rasa keadilan karena besar kecilnya sanksi dapat
diterapkan secara proporsional dengan berat ringannya
pelanggaran yang dapat mengakibatkan kerugian negara.
Namun, dalam era globalisasi ekonomi, kebijaksanaan umum
di bidang tarif ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif
sehingga akan terdapat beberapa jenis barang yang tarif
Bea Masuknya nol persen.
Apabila demikian halnya, pengenaan sanksi
administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan
persentase dari Bea Masuk tidak dapat lagi diterapkan
secara proporsional, sedangkan pelanggaran yang timbul
atas tidak dipenuhinya suatu ketentuan tetap harus
diberikan sanksi. Oleh karena itu, pelanggaran ketentuan
di bidang Kepabeanan yang dilakukan terhadap impor barang
yang tarif atau tarif akhirnya nol persen,
*9144
dikenai sanksi administrasi berdasarkan satuan jumlah
dalam rupiah.
Ayat (2)
Penetapan penyesuaian besarnya sanksi
administrasi dan besarnya bunga dengan Peraturan
Pemerintah bertujuan untuk mengantisipasi adanya perubahan
nilai mata uang.
Pasal 115
Cukup jelas
Pasal 116
Huruf a
Meskipun peraturan perundang-undangan Kepabeanan
yang lama telah dicabut dengan diundangkannya
Undang-undang ini, untuk menampung penyelesaian tagihan
Bea Masuk dan pungutan impor lainnya, demikian pula
tagihan pihak yang berpiutang kepada negara berupa
kelebihan pembayaran Bea Masuk dan pungutan lain yang
pelaksanaannya masih berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan Kepabeanan yang lama, maka
Undang-undang ini menentukan jangka waktu berlakunya
peraturan perundang-undangan lama sampai dengan tanggal 1
April 1997.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBAR LEPAS SETNEG TAHUN 1995
Silahkan download versi PDF nya sbb:
kepabeanan_(uu_10_thn_1995)_10.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Mengapa ada barang yang di larang impornya dan tujuana.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






