- Home »
- Undang-Undang »
- 2007 » Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai (UU 39 thn 2007)
2007
Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai (UU 39 thn 2007)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_11_tahun_1995_tentang_cukai_39.pdf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995
TENTANG CUKAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang
aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan;
b. bahwa cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan
terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik sesuai dengan undang-undang merupakan
penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan
bangsa;
c. bahwa dalam upaya untuk lebih memberikan kepastian
hukum dan keadilan serta menggali potensi penerimaan
cukai, perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 33
ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
76; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3613);
Dengan . . .
-2-
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3613) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan
terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat
atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-
undang ini.
2. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan,
halaman, dan lapangan yang merupakan bagian
daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang
kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
3. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
4. Pengusaha pabrik adalah orang yang mengusahakan
pabrik.
5. Tempat penyimpanan adalah tempat, bangunan,
dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari
pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang
kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang
cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau
diekspor.
6. Pengusaha . . .
-3-
6. Pengusaha tempat penyimpanan adalah orang yang
mengusahakan tempat penyimpanan.
7. Tempat penjualan eceran adalah tempat untuk menjual
secara eceran barang kena cukai kepada konsumen
akhir.
8. Pengusaha tempat penjualan eceran adalah orang
yang mengusahakan tempat penjualan eceran.
9. Penyalur adalah orang yang menyalurkan atau menjual
barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya yang
semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen akhir.
10. Dokumen cukai adalah dokumen yang digunakan dalam
rangka pelaksanaan undang-undang ini dalam bentuk
formulir atau melalui media elektronik.
11. Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
12. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur
pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen
Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
13. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
14. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan
Cukai.
15. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan
tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu
berdasarkan undang-undang ini.
16. Tempat penimbunan sementara adalah bangunan
dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan
dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang
sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
17. Tempat penimbunan berikat adalah bangunan, tempat,
atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu
yang digunakan untuk menimbun barang dengan
tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea
masuk.
18. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi
eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku
undang-undang di bidang kepabeanan.
19. Audit . . .
-4-
19. Audit cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan
laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang
menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data
elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan
di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang
cukai.
20. Surat tagihan adalah surat berupa ketetapan yang
digunakan untuk melakukan tagihan utang cukai,
kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda,
dan/atau bunga.
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah sehingga Pasal 2 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik:
a. konsumsinya perlu dikendalikan;
b. peredarannya perlu diawasi;
c. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau
d. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara
demi keadilan dan keseimbangan,
dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini.
(2) Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan sebagai barang kena cukai.
3. Di antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni
Pasal 3A dan Pasal 3B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3A
(1) Dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)
disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau
dalam bentuk data elektronik.
(2) Dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat
bukti yang sah menurut undang-undang ini.
(3) Ketentuan . . .
-5-
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen cukai
dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan
peraturan menteri.
Pasal 3B
Terhadap barang kena cukai berlaku seluruh ketentuan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
4. Pasal 4 tetap dengan perubahan penjelasan Pasal 4 ayat (2)
sehingga penjelasan Pasal 4 menjadi sebagaimana
ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal undang-
undang ini.
5. Ketentuan Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah dan
ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal 5
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai
berdasarkan tarif paling tinggi:
a. untuk yang dibuat di Indonesia:
1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari
harga dasar apabila harga dasar yang digunakan
adalah harga jual pabrik; atau
2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga
jual eceran.
b. untuk yang diimpor:
1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari
harga dasar apabila harga dasar yang digunakan
adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga
jual eceran.
(2) Barang kena cukai lainnya dikenai cukai berdasarkan
tarif paling tinggi:
a. untuk . . .
-6-
a. untuk yang dibuat di Indonesia:
1. 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari
harga dasar apabila harga dasar yang digunakan
adalah harga jual pabrik; atau
2. 80% (delapan puluh persen) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga
jual eceran.
b. untuk yang diimpor:
1. 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari
harga dasar apabila harga dasar yang digunakan
adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
2. 80% (delapan puluh persen) dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga
jual eceran.
(3) Tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dapat diubah dari persentase harga dasar
menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan
barang kena cukai atau sebaliknya atau penggabungan
dari keduanya.
(4) Penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai
pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN) dan alternatif kebijakan Menteri dalam
mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan,
dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi
pelaku usaha industri, disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia (DPR RI) untuk
mendapat persetujuan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tarif cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta
perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan peraturan menteri.
6. Ketentuan Pasal 6 ayat (3) diubah sehingga Pasal 6 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai
atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia adalah
harga jual pabrik atau harga jual eceran.
(2) Harga . . .
-7-
(2) Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai
atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai
pabean ditambah bea masuk atau harga jual eceran.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan harga dasar
diatur dengan peraturan menteri.
7. Judul BAB III diubah sehingga BAB III berbunyi sebagai
berikut:
BAB III
PELUNASAN, PENUNDAAN, DAN FASILITAS
8. Ketentuan Bagian Pertama diubah sehingga Bagian Pertama
berbunyi sebagai berikut:
Bagian Pertama
Pelunasan
9. Ketentuan Pasal 7 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (8)
diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua)
ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), serta ayat (6) dan ayat (7)
dihapus sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia,
dilunasi pada saat pengeluaran barang kena cukai dari
pabrik atau tempat penyimpanan.
(2) Cukai atas barang kena cukai yang diimpor dilunasi
pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai.
(3) Cara pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan:
a. pembayaran;
b. pelekatan pita cukai; atau
c. pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
(3a) Pencetakan pita cukai sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b dan pengadaan tanda pelunasan cukai
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
dilaksanakan oleh badan usaha milik negara dan/atau
badan atau lembaga yang ditunjuk oleh Menteri dengan
syarat-syarat yang ditetapkan.
(3b) Syarat-syarat . . .
-8-
(3b) Syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3a) paling sedikit memenuhi asas keamanan,
kontinuitas, efektivitas, efisiensi, dan memberi
kesempatan yang sama.
(4) Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
dan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c disediakan oleh Menteri.
(5) Dalam hal pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita
cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b atau
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dalam
pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang cukai, cukai dianggap
tidak dilunasi.
(6) Dihapus.
(7) Dihapus.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelunasan cukai diatur
dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
10. Di antara Bagian Pertama dan Bagian Kedua disisipkan 1
(satu) bagian, yakni Bagian Pertama A sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Bagian Pertama A
Penundaan
Pasal 7A
(1) Pelunasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) huruf a pembayarannya dapat diberikan secara
berkala kepada pengusaha pabrik dalam jangka waktu
paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal
pengeluaran barang kena cukai tanpa dikenai bunga.
(2) Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada
pengusaha pabrik dalam jangka waktu:
a. paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal
pemesanan pita cukai bagi yang melaksanakan
pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf b;
b. paling . . .
-9-
b. paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak
tanggal pengeluaran barang kena cukai bagi yang
melaksanakan pelunasan dengan cara
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf c.
(3) Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada
importir barang kena cukai dalam jangka waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemesanan
pita cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan
cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) huruf b.
(4) Untuk pembayaran secara berkala sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pengusaha pabrik wajib
menyerahkan jaminan.
(5) Untuk mendapat penundaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3), pengusaha pabrik atau
importir barang kena cukai wajib menyerahkan
jaminan.
(6) Jenis dan besaran jaminan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan atau
berdasarkan peraturan menteri.
(7) Pengusaha pabrik yang pelunasan cukainya dengan
cara pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang tidak membayar cukai sampai dengan
jangka waktu pembayaran secara berkala berakhir,
wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh
persen) dari nilai cukai yang terutang.
(8) Pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang
mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) yang tidak membayar cukai sampai
dengan jatuh tempo penundaan, wajib membayar cukai
yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai
yang terutang.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran secara
berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan
menteri.
11. Ketentuan . . .
- 10 -
11. Ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) diubah, dan di antara
ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a)
sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap:
a. tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil
tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk
penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan
eceran dengan bahan pengemas tradisional yang
lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya
tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau
yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang
lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil
tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun
tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang,
etiket, atau yang sejenis itu;
b. minuman yang mengandung etil alkohol hasil
peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat
di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk
mata pencaharian dan tidak dikemas untuk
penjualan eceran.
(2) Cukai juga tidak dipungut atas barang kena cukai
apabila:
a. diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan
luar daerah pabean;
b. diekspor;
c. dimasukkan ke dalam pabrik atau tempat
penyimpanan;
d. digunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang
merupakan barang kena cukai;
e. telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari
pabrik, tempat penyimpanan atau sebelum
diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
(2a) Perubahan barang kena cukai yang tidak dipungut
cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
perubahan tujuan barang kena cukai yang tidak
dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
(3) Pengusaha . . .
- 11 -
(3) Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, atau setiap orang yang
melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali
nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai
cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan
menteri.
12. Ketentuan Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) diubah, dan di antara
ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a)
sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Pembebasan cukai dapat diberikan atas barang kena
cukai:
a. yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang
bukan merupakan barang kena cukai;
b. untuk keperluan penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan;
c. untuk keperluan perwakilan negara asing beserta
para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik;
d. untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang
bertugas pada badan atau organisasi internasional
di Indonesia;
e. yang dibawa oleh penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar
negeri dalam jumlah yang ditentukan;
f. yang dipergunakan untuk tujuan sosial;
g. yang dimasukkan ke dalam tempat penimbunan
berikat.
(1a) Perubahan tujuan barang kena cukai yang diberikan
pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas barang
kena cukai tertentu yaitu:
a. etil . . .
- 12 -
a. etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk
diminum;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil
tembakau, yang dikonsumsi oleh penumpang dan
awak sarana pengangkut yang berangkat langsung
ke luar daerah pabean.
(3) Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, atau setiap orang yang
melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2),
dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit
2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh)
kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebasan
cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
13. Ketentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah,
dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 3 (tiga) ayat,
yakni ayat (2a), ayat (2b), dan ayat (2c) sehingga Pasal 10
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) Penagihan dilakukan atas:
a. utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya;
b. kekurangan cukai; dan/atau
c. sanksi administrasi berupa denda.
(2) Utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi
administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dibayar paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal diterima surat tagihan.
(2a) Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yang melebihi jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dari nilai utang cukai,
kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi
berupa denda yang tidak dibayar.
(2b) Dalam . . .
- 13 -
(2b) Dalam hal tertentu, atas permintaan pengusaha pabrik,
Direktur Jenderal dapat memberikan kemudahan untuk
mengangsur pembayaran tagihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama
12 (dua belas) bulan dan dikenai bunga sebesar 2%
(dua persen) setiap bulan.
(2c) Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi
administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan bunga sebagaimana dimaksud pada
ayat (2a) jumlahnya dibulatkan dalam ribuan rupiah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan
dan pengangsuran diatur dengan atau berdasarkan
peraturan menteri.
14. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga Pasal 12 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Pengembalian cukai yang telah dibayar diberikan dalam
hal:
a. terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan
penghitungan;
b. barang kena cukai diekspor;
c. barang kena cukai diolah kembali di pabrik atau
dimusnahkan;
d. barang kena cukai mendapat pembebasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
e. pita cukai dikembalikan karena rusak atau tidak
dipakai; atau
f. terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat
putusan Pengadilan Pajak.
(2) Pengembalian cukai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
ditetapkannya kelebihan pembayaran.
(3) Apabila pengembalian cukai dilakukan setelah jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pemerintah memberikan bunga 2% (dua
persen) perbulan, dihitung setelah jangka waktu
tersebut berakhir sampai dengan saat dilakukan
pengembalian.
(4) Ketentuan . . .
- 14 -
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian cukai
diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
15. Ketentuan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat
(6), ayat (7), dan ayat (8) diubah; di antara ayat (1) dan ayat
(2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat
(1c); di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (3a); di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 2
(dua) ayat, yakni ayat (5a) dan ayat (5b) sehingga Pasal 14
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Setiap orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai:
a. pengusaha pabrik;
b. pengusaha tempat penyimpanan;
c. importir barang kena cukai;
d. penyalur; atau
e. pengusaha tempat penjualan eceran,
wajib memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha
Barang Kena Cukai dari Menteri.
(1a) Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan
sebagai penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d atau pengusaha tempat penjualan eceran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berlaku
untuk etil alkohol dan minuman yang mengandung etil
alkohol.
(1b) Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan
sebagai penyalur atau pengusaha tempat penjualan
eceran selain etil alkohol dan minuman yang
mengandung etil alkohol sebagaimana dimaksud pada
ayat (1a) ditetapkan dengan peraturan menteri.
(1c) Importir barang kena cukai yang telah memiliki izin
berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
melaksanakan impor barang kena cukai.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada:
a. orang yang berkedudukan di Indonesia; atau
b. orang yang secara sah mewakili badan hukum atau
orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia.
(3) Dalam . . .
- 15 -
(3) Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a adalah orang pribadi, apabila yang
bersangkutan meninggal dunia, izin dapat
dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal
meninggal yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang
dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut,
izin wajib diperbaharui.
(3a) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibekukan, dalam hal:
a. adanya bukti permulaan yang cukup bahwa
pemegang izin melakukan pelanggaran pidana di
bidang cukai;
b. adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan
perizinan tidak lagi dipenuhi; atau
c. pemegang izin berada dalam pengawasan kurator
sehubungan dengan utangnya.
(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut
dalam hal:
a. atas permohonan pemegang izin yang
bersangkutan;
b. tidak dilakukan kegiatan selama 1 (satu) tahun;
c. persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi;
d. pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan
hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di
luar Indonesia;
e. pemegang izin dinyatakan pailit;
f. tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3);
g. pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap karena melanggar ketentuan undang-undang
ini;
h. pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30; atau
i. Izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau
dikerjasamakan dengan orang/pihak lain tanpa
persetujuan Menteri.
(5) Dalam . . .
- 16 -
(5) Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicabut, terhadap barang kena cukai yang belum
dilunasi cukainya yang masih berada di dalam pabrik
atau tempat penyimpanan harus dilunasi cukainya dan
dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
surat keputusan pencabutan izin.
(5a) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c dimusnahkan.
(5b) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d diatur lebih
lanjut dengan peraturan menteri.
(6) Ketentuan mengenai pelunasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tidak berlaku bagi importir barang kena
cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan
eceran.
(7) Setiap orang yang menjalankan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tanpa memiliki izin dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling sedikit
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur
dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
16. Judul BAB VI diubah sehingga BAB VI berbunyi sebagai
berikut:
BAB VI
PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN
17. Judul Bagian Pertama diubah sehingga Bagian Pertama
berbunyi sebagai berikut:
Bagian Pertama
Pembukuan
18. Ketentuan . . .
- 17 -
18. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga Pasal 16 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 16
(1) Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib
memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d wajib
menyelenggarakan pembukuan.
(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tetapi wajib melakukan pencatatan adalah
pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang
wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan
eceran yang wajib memiliki izin.
(3) Pengusaha pabrik wajib memberitahukan secara
berkala kepada Kepala Kantor tentang barang kena
cukai yang selesai dibuat.
(4) Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib
memiliki izin, yang tidak menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
(5) Pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang
wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan
eceran yang wajib memiliki izin, yang tidak melakukan
pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(6) Pengusaha pabrik yang tidak memberitahukan barang
kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai
yang tidak diberitahukan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
pemberitahuan mengenai barang kena cukai yang
selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
19. Di antara . . .
- 18 -
19. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 2 (dua) pasal,
yakni Pasal 16A dan Pasal 16B sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16A
(1) Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik yang
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya dan sekurang-kurangnya terdiri dari
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan,
biaya, dan arus keluar masuknya barang kena cukai.
(2) Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf latin, angka arab, mata uang
rupiah, serta bahasa Indonesia, atau dengan mata uang
asing dan bahasa lain yang diizinkan oleh Menteri.
(3) Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang
menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta surat yang
berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai wajib
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat
usahanya di Indonesia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman
penyelenggaraan pembukuan diatur dengan atau
berdasarkan peraturan menteri.
Pasal 16B
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir
barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin,
yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16A dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
20. Ketentuan Pasal 17 ayat (2) diubah sehingga Pasal 17
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17
(1) Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku
rekening barang kena cukai untuk setiap pengusaha
pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan mengenai
barang kena cukai tertentu yang masih terutang cukai
dan berada di pabrik atau tempat penyimpanan.
(2) Pejabat . . .
- 19 -
(2) Pejabat bea dan cukai mencatat barang kena cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan
Pasal 25 ayat (1) atau ayat (3) yang masih terutang
cukai ke dalam buku rekening barang kena cukai.
(3) Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan
bertanggung jawab atas utang cukai dari barang kena
cukai yang ada menurut buku rekening barang kena
cukai.
21. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) diubah sehingga Pasal 18
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(1) Buku rekening barang kena cukai ditutup pada setiap
akhir tahun kalender.
(2) Buku rekening barang kena cukai juga ditutup setelah
dilakukan pencacahan atau atas permintaan pengusaha
pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan.
(3) Ketentuan tentang buku rekening barang kena cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta
dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
oleh Menteri.
22. Ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan di
antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (1a) sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
(1) Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku
rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik yang
mendapatkan kemudahan pembayaran berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1).
(1a) Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku
rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik atau
importir barang kena cukai mengenai cukai yang
mendapatkan penundaan pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2) dan ayat (3).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai buku rekening kredit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a)
diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
23. Pasal 20 . . .
- 20 -
23. Pasal 20 tetap dengan perubahan penjelasan Pasal 20 ayat (2)
sehingga penjelasan Pasal 20 menjadi sebagaimana
ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal undang-
undang ini.
24. Ketentuan Pasal 25 ayat (4) dan ayat (5) diubah, dan di
antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (4a) sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke
atau dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib
diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi
dengan dokumen cukai.
(2) Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di
bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
(3) Dalam hal pemasukan atau pengeluaran barang kena
cukai di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai,
yang menjadi dasar untuk membukukan dalam buku
rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 adalah yang didapati oleh pejabat bea
dan cukai yang bersangkutan.
(4) Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan
yang mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau
tempat penyimpanan, yang tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali
nilai cukai dari barang kena cukai yang dikeluarkan.
(4a) Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat
penyimpanan, yang memasukkan barang kena cukai ke
pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling sedikit
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan atau
pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau
berdasarkan peraturan menteri.
25. Ketentuan . . .
- 21 -
25. Ketentuan Pasal 26 ayat (3) dan ayat (4) diubah sehingga
Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26
(1) Dalam keadaan darurat, barang kena cukai yang belum
dilunasi cukainya dapat dipindahkan ke luar pabrik
atau tempat penyimpanan tanpa dilindungi dokumen
cukai.
(2) Pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus segera dilaporkan kepada Kepala
Kantor dalam jangka waktu yang ditetapkan.
(3) Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan
yang tidak melaporkan pemindahan barang kena cukai
yang belum dilunasi cukainya karena keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan
menteri.
26. Ketentuan Pasal 27 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah
sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi
cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
(2) Pengangkutan barang kena cukai tertentu, walaupun
sudah dilunasi cukainya, harus dilindungi dengan
dokumen cukai.
(3) Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang
pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi
cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua)
kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai
cukai yang seharusnya dibayar.
(4) Setiap . . .
- 22 -
(4) Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang
pengangkutan barang kena cukai sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi
berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan barang
kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan
menteri.
27. Ketentuan Pasal 29 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, dan
di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (2a) sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29
(1) Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan
cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda
pelunasan cukai lainnya hanya boleh ditawarkan,
diserahkan, dijual, atau disediakan untuk dijual,
setelah dikemas untuk penjualan eceran dan dilekati
pita cukai atau dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya
yang diwajibkan.
(2) Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan
cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda
pelunasan cukai lainnya yang berada dalam tempat
penjualan eceran atau tempat lain yang kegiatannya
adalah untuk menjual dianggap disediakan untuk
dijual.
(2a) Pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang
melekatkan pita cukai atau membubuhkan tanda
pelunasan cukai lainnya pada barang kena cukai yang
tidak sesuai dengan pita cukai atau tanda pelunasan
cukai lainnya yang diwajibkan, yang menyebabkan
kekurangan pembayaran cukai, wajib melunasi
cukainya dan dikenai sanksi administrasi berupa denda
paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak
10 (sepuluh) kali nilai cukai dari nilai cukai yang
seharusnya dilunasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan
menteri.
28. Ketentuan . . .
- 23 -
28. Ketentuan Pasal 31 ayat (3) diubah sehingga Pasal 31
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
(1) Di dalam tempat penyimpanan dilarang:
a. menyimpan barang kena cukai yang telah dilunasi
cukainya atau yang mendapatkan pembebasan
cukai;
b. menyimpan barang selain barang kena cukai yang
ditetapkan dalam surat izin bersangkutan.
(2) Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya atau
yang mendapatkan pembebasan cukai yang kedapatan
berada di dalam tempat penyimpanan dianggap belum
dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan
cukai.
(3) Pengusaha tempat penyimpanan yang melanggar
ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dikenai sanksi administrasi
berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
29. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Di dalam pabrik, tempat usaha importir barang kena
cukai, tempat usaha penyalur, dan tempat penjualan
eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan
pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya dilarang:
a. menyimpan atau menyediakan pita cukai dan/atau
tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dipakai;
dan/atau
b. menyimpan atau menyediakan pengemas barang
kena cukai yang telah dipakai dengan pita cukai
dan/atau tanda pelunasan cukai lainnya yang
masih utuh.
(2) Pengusaha . . .
- 24 -
(2) Pengusaha pabrik, importir barang kena cukai,
penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran,
yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita
cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya, yang melanggar ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali
nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai
cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai
lainnya yang didapati telah dipakai.
30. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga Pasal 33 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 33
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang:
a. mengambil tindakan yang diperlukan atas barang
kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait
dengan barang kena cukai berupa penghentian,
pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan untuk
melaksanakan undang-undang ini;
b. mengambil tindakan yang diperlukan berupa tidak
melayani pemesanan pita cukai atau tanda
pelunasan cukai lainnya; dan
c. menegah barang kena cukai, barang lainnya yang
terkait dengan barang kena cukai, dan/atau sarana
pengangkut.
(2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pejabat bea dan cukai dapat
dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-
syarat penggunaannya diatur dengan peraturan
pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b serta penegahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah.
31. Ketentuan . . .
- 25 -
31. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga Pasal 34 berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 34
(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan undang-
undang ini pejabat bea dan cukai dapat meminta
bantuan Kepolisian Republik Indonesia, Tentara
Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya.
(2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional
Indonesia, dan/atau instansi lainnya wajib untuk
memenuhinya.
32. Judul Bagian Kedua pada Bab X diubah sehingga Bagian
Kedua pada BAB X berbunyi sebagai berikut:
Bagian Kedua
Pemeriksaan
33. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga Pasal 35 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 35
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan
pemeriksaan terhadap:
a. pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain yang
digunakan untuk menyimpan barang kena cukai
dan/atau barang lainnya yang terkait dengan
barang kena cukai, yang belum dilunasi cukainya
atau memperoleh pembebasan cukai;
b. bangunan atau tempat lain yang secara langsung
atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan
atau tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran,
atau tempat lain yang bukan rumah tinggal, yang di
dalamnya terdapat barang kena cukai; dan
d. barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang
terkait dengan barang kena cukai yang berada di
tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, dan huruf c.
(2) Dalam . . .
- 26 -
(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang
mengambil contoh barang kena cukai.
(3) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, pejabat bea dan cukai berwenang
meminta catatan sediaan barang, dokumen cukai,
dan/atau dokumen pelengkap cukai, yang wajib
diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini.
(4) Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai
tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling sedikit
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
34. Ketentuan Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan di
antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (1a) sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 36
(1) Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha
tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai
yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang
terhadapnya dilakukan pemeriksaan, wajib
menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan
buku, catatan, dan/atau dokumen yang wajib
diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini.
(1a) Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur,
pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang
kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan
cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang
terhadapnya dilakukan pemeriksaan, tidak berada di
tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) beralih kepada yang
mewakilinya.
(2) Pengusaha . . .
- 27 -
(2) Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha
tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai
yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang
terhadapnya dilakukan pemeriksaan, yang tidak
menyediakan tenaga atau peralatan atau tidak
menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen pada
waktu dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda
paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah).
35. Ketentuan Pasal 37 ayat (1) dan ayat (4) diubah sehingga
Pasal 37 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang untuk menghentikan
dan memeriksa sarana pengangkut serta barang kena
cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan
barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut.
(2) Pengangkut wajib menunjukkan dokumen cukai
dan/atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan
menurut undang-undang ini.
(3) Sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau
penegak hukum lain, dikecualikan dari pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai
tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan pengangkut yang tidak
mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda
paling sedikit Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu
rupiah) dan paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah).
36. Ketentuan . . .
- 28 -
36. Ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan di
antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat
(1a), ayat (1b), dan ayat (1c), serta ditambah 1 (satu) ayat,
yakni ayat (3) sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
(1) Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit
cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur,
dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan
fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9.
(1a) Dalam melaksanakan audit cukai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai
berwenang:
a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan
dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan,
dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan
usaha, termasuk data elektronik serta surat yang
berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai;
b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis kepada
pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai,
penyalur, pengguna barang kena cukai yang
mendapatkan fasilitas pembebasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dan/atau
pihak lain yang terkait;
c. memasuki bangunan atau ruangan tempat untuk
menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan
dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan,
dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan
usaha, termasuk sarana/media penyimpan data
elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai
lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang
dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan
usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting,
serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut;
atau
d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang
perlu terhadap bangunan atau ruangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
(1b) Pengusaha . . .
- 29 -
(1b) Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna
barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas
pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai, wajib
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis,
menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan
laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang
menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data
elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di
bidang cukai.
(1c) Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur,
atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan
fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai,
tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) beralih kepada
yang mewakilinya.
(2) Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai
tidak dapat menjalankan kewenangan audit cukai
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai audit cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
atau berdasarkan peraturan menteri.
37. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga Pasal 40 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 40
Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel,
dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan
terhadap bagian-bagian dari pabrik, tempat penyimpanan,
tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha
penyalur, tempat penjualan eceran, tempat lain, atau sarana
pengangkut yang di dalamnya terdapat barang kena cukai
guna pengamanan cukai.
38. Setelah . . .
- 30 -
38. Setelah Bagian Ketiga pada BAB X ditambah 1 (satu) bagian,
yakni Bagian Keempat yang berbunyi sebagai berikut:
Bagian Keempat
Kewenangan Khusus Direktur Jenderal
Pasal 40A
(1) Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan
dari orang yang bersangkutan dapat:
a. membetulkan surat tagihan atau surat keputusan
keberatan, yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang-
undang ini; atau
b. mengurangi atau menghapus sanksi administrasi
berupa denda dalam hal sanksi tersebut dikenakan
pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan
atau bukan karena kesalahannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan
permohonan, pembetulan, pengurangan, atau
penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
39. Judul BAB XI diubah sehingga BAB XI berbunyi sebagai
berikut:
BAB XI
KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN
40. Judul Bagian Pertama diubah sehingga Bagian Pertama
berbunyi sebagai berikut:
Bagian Pertama
Keberatan
41. Ketentuan Pasal 41 ayat (1) dihapus, ayat (2), ayat (3), ayat
(4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diubah, dan ditambah 1
(satu) ayat, yakni ayat (8) sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 41 . . .
- 31 -
Pasal 41
(1) Dihapus.
(2) Orang yang berkeberatan atas penetapan pejabat bea
dan cukai dalam penegakan undang-undang ini, yang
mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau sanksi
administrasi berupa denda, dapat mengajukan
keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya surat tagihan dengan menyerahkan
jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi
administrasi berupa denda yang ditetapkan.
(3) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan.
(4) Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal
tidak memberikan keputusan, keberatan yang
bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan
dikembalikan.
(5) Apabila Direktur Jenderal memutuskan mengabulkan
keberatan yang diajukan, jaminan wajib dikembalikan.
(6) Dalam hal jaminan berupa uang tunai, apabila
pengembalian jaminan dilakukan setelah jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak keberatan diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5),
Pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen)
perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan.
(7) Apabila Direktur Jenderal memutuskan menolak
keberatan yang diajukan, jaminan dicairkan untuk
membayar cukai dan/atau sanksi administrasi berupa
denda yang ditetapkan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai keberatan diatur
dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
42. Pasal 42 dihapus.
43. Pasal 43 dihapus.
44. Di antara . . .
- 32 -
44. Di antara Bagian Pertama dan Bagian Kedua disisipkan 1
(satu) bagian, yakni Bagian Pertama A sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Bagian Pertama A
Banding dan Gugatan
Pasal 43A
Orang yang berkeberatan atas keputusan Direktur Jenderal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat
mengajukan banding dalam jangka waktu paling lama 60
(enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau keputusan.
Pasal 43B
Orang yang berkeberatan atas pencabutan izin bukan atas
permohonan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g,
huruf h, atau huruf i dapat mengajukan gugatan dalam
jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
penetapan atau keputusan.
Pasal 43C
Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal
43A atau gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43B
diajukan kepada Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang mengatur tentang pengadilan
pajak.
45. Pasal 44 dihapus.
46. Ketentuan Bagian Kedua dihapus.
47. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga Pasal 50 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 50 . . .
- 33 -
Pasal 50
Setiap orang yang tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 menjalankan kegiatan pabrik, tempat
penyimpanan, atau mengimpor barang kena cukai dengan
maksud mengelakkan pembayaran cukai dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali
nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai
yang seharusnya dibayar.
48. Pasal 51 dihapus.
49. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga Pasal 52 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 52
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang
mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau tempat
penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dengan maksud
mengelakkan pembayaran cukai dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai
dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang
seharusnya dibayar.
50. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga Pasal 53 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 53
Setiap orang yang dengan sengaja memperlihatkan atau
menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) atau laporan
keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti
dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan
kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang
berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1b) yang palsu atau
dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus
lima puluh juta rupiah).
51. Ketentuan . . .
- 34 -
51. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga Pasal 54 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 54
Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau
menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak
dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita
cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh)
kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
52. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga Pasal 55 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 55
Setiap orang yang:
a. membuat secara melawan hukum, meniru, atau
memalsukan pita cukai atau tanda pelunasan cukai
lainnya;
b. membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual,
menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual,
atau mengimpor pita cukai atau tanda pelunasan cukai
lainnya yang palsu atau dipalsukan; atau
c. mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan,
menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai
atau tanda pelunasan cukai lainnya yang sudah
dipakai,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling
sedikit 10 (sepuluh) kali nilai cukai dan paling banyak 20
(dua puluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
53. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga Pasal 56 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 56 . . .
- 35 -
Pasal 56
Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki,
menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang
kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya
berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh)
kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
54. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga Pasal 57 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 57
Setiap orang yang tanpa izin membuka, melepas, atau
merusak kunci, segel, atau tanda pengaman sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua)
tahun 8 (delapan) bulan dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan
paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah).
55. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga Pasal 58 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 58
Setiap orang yang menawarkan, menjual, atau menyerahkan
pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kepada yang
tidak berhak atau membeli, menerima, atau menggunakan
pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang bukan
haknya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling
banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya
dibayar.
56. Di antara . . .
- 36 -
56. Di antara Pasal 58 dan Pasal 59 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 58A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58A
(1) Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem
elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau
pengawasan di bidang cukai dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara
berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
57. Ketentuan Pasal 62 ayat (3) diubah sehingga Pasal 62
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 62
(1) Barang kena cukai yang tersangkut tindak pidana
berdasarkan ketentuan undang-undang ini dirampas
negara.
(2) Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana
berdasarkan ketentuan undang-undang ini dapat
dirampas untuk negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian atas
barang yang dirampas untuk negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
peraturan menteri.
58. Di antara . . .
- 37 -
58. Di antara BAB XIII dan BAB XIV disisipkan 1 (satu) bab,
yakni BAB XIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB XIII A
PEMBINAAN PEGAWAI
Pasal 64A
(1) Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai terikat pada kode etik yang menjadi pedoman
pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini.
(2) Pelanggaran terhadap kode etik oleh pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai diselesaikan oleh komisi kode
etik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik diatur
dengan peraturan menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan,
susunan, dan tata kerja komisi kode etik diatur dengan
peraturan menteri.
Pasal 64B
Apabila pejabat bea dan cukai dalam menghitung atau
menetapkan cukai tidak sesuai dengan undang-undang ini
sehingga menyebabkan belum terpenuhinya pungutan
negara, pejabat bea dan cukai dikenai sanksi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 64C
(1) Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang
cukai yang menyangkut pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai, Menteri dapat menugasi unit pemeriksa
internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk
melakukan pemeriksaan pegawai guna menemukan
bukti permulaan.
(2) Ketentuan . . .
- 38 -
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Pasal 64D
(1) Orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit
kerja yang berjasa dalam menangani pelanggaran di
bidang cukai berhak memperoleh premi.
(2) Jumlah premi diberikan paling banyak sebesar 50%
(lima puluh persen) dari sanksi administrasi berupa
denda dan/atau dari hasil lelang barang hasil
pelanggaran di bidang cukai.
(3) Dalam hal barang hasil tangkapan merupakan barang
yang menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku tidak boleh dilelang, besarnya nilai barang
sebagai dasar perhitungan premi ditetapkan oleh
Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian premi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan peraturan menteri.
Pasal 64E
(1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberikan insentif
atas dasar pencapaian kinerja di bidang cukai.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
59. Ketentuan Pasal 65 diubah sehingga Pasal 65 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 65 . . .
- 39 -
Pasal 65
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir
barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan
eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapat
fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9, bertanggung jawab atas perbuatan orang yang
dipekerjakan atau yang ditunjuk sebagai wakil atau sebagai
kuasa yang berhubungan dengan pekerjaan mereka dalam
rangka pelaksanaan undang-undang ini.
60. Ketentuan Pasal 66 ayat (3) diubah sehingga Pasal 66
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
(1) Barang kena cukai dan barang lain yang berasal dari
pelanggar tidak dikenal dikuasai negara dan berada di
bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
dan apabila dalam jangka waktu empat belas hari sejak
dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui,
barang kena cukai dan barang lain tersebut menjadi
milik negara.
(2) Barang kena cukai yang pemiliknya tidak diketahui,
dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan serta
wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai untuk diselesaikan oleh yang
bersangkutan dalam waktu tiga puluh hari terhitung
sejak dikuasai negara, dan apabila dalam jangka waktu
dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan
kewajibannya, barang kena cukai tersebut menjadi milik
negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian barang
kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
61. Di antara Pasal 66 dan Pasal 67 disisipkan 4 (empat) pasal,
yakni Pasal 66A, Pasal 66B, Pasal 66C, dan Pasal 66D
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66A . . .
- 40 -
Pasal 66A
(1) Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang
dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil
cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen) yang
digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan
baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan
sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau
pemberantasan barang kena cukai ilegal.
(2) Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau
pada tahun berjalan.
(3) Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil
cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana
bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota
di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran
kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.
(4) Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
persetujuan Menteri, dengan komposisi 30% (tiga puluh
persen) untuk provinsi penghasil, 40% (empat puluh
persen) untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan
30% (tiga puluh persen) untuk kabupaten/kota lainnya.
Pasal 66B
Penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan
dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum
negara ke rekening kas umum daerah provinsi dan rekening
kas umum daerah kabupaten/kota.
Pasal 66C
(1) Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi atas
penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan
baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan
sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau
pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal
dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat
di Indonesia.
(2) Apabila . . .
- 41 -
(2) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi atas
penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan
baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan
sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau
pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal
dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau
mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan
akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Pasal 66D
(1) Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil
tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan
sampai dengan penghentian penyaluran dana bagi hasil
cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi atas
penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil
tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan menteri.
Pasal II
1. Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:
a. peraturan pelaksanaan yang telah ada di bidang cukai
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau
belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru
berdasarkan undang-undang ini;
b. terhadap urusan cukai yang pada saat berlakunya
undang-undang ini belum dapat diselesaikan,
penyelesaiaannya dilakukan berdasarkan ketentuan
perundang-undangan di bidang cukai yang meringankan
setiap orang.
2. Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan
undang-undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun
sejak undang-undang ini diundangkan.
3. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 42 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 105
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
MUHAMMAD SAPTA MURTI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995
TENTANG CUKAI
I. UMUM
2. Dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang
Cukai, disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung untuk
memberdayakan peranan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan
negara sehingga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
perlu diubah sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan
kebijakan pemerintah.
3. Cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-
barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan
undang-undang merupakan penerimaan negara guna mewujudkan
kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan.
4. Pengenaan cukai perlu dipertegas batasannya sehingga dapat
memberikan landasan dan kepastian hukum dalam upaya menambah
atau memperluas obyek cukai dengan tetap memperhatikan aspirasi
dan kemampuan masyarakat.
5. Untuk dapat mengoptimalkan upaya penerimaan negara dari sektor
cukai, selain upaya penegasan batasan obyek cukai, juga perlu
penyempurnaan sistem administrasi pungutan cukai dan peningkatan
upaya penegakan hukum (law enforcement) serta penegasan pembinaan
pegawai dalam rangka tata pemerintahan yang baik (good governance).
Oleh karena itu, materi perubahan undang-undang ini antara lain juga
meliputi:
a. perluasan cara pelunasan cukai yang lebih akomodatif untuk
menyesuaikan dengan praktek bisnis tanpa mengabaikan
pengamanan hak-hak negara;
b. penyempurnaan sistem penagihan utang cukai, kekurangan cukai,
dan/atau sanksi administrasi berupa denda dengan menambah
skema pembayaran secara angsuran tanpa mengabaikan
pengamanan hak-hak negara;
c. menghapus . . .
-2-
c. menghapus ketentuan yang mengatur lembaga banding untuk
menyesuaikan dengan ketentuan yang mengatur mengenai badan
peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
d. penyelenggaraan pembukuan yang diselaraskan dengan
perkembangan zaman dan ketentuan audit cukai;
e. penegasan penggunaan dokumen cukai dan dokumen pelengkap
cukai dalam bentuk data elektronik dan sanksi terhadap
pelanggaran terhadap pihak yang mengakses sistem elektronik yang
berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang cukai
secara tidak sah;
f. pengaturan tentang pembinaan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai dengan kode etik dan penyelesaian pelanggarannya
(punishment) melalui komisi kode etik serta pemberian insentif
kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan kinerja;
g. pengaturan pemberian penghargaan (reward) bagi yang berjasa; dan
h. pengaturan tentang bagi hasil dari cukai hasil tembakau kepada
pemerintah daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b.
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d.
Yang dimaksud dengan "pemakaiannya perlu pembebanan
pungutan negara dalam rangka keadilan dan keseimbangan"
adalah pungutan cukai dapat dikenakan terhadap barang
yang . . .
-3-
yang dikategorikan sebagai barang mewah dan/atau bernilai
tinggi, namun bukan merupakan kebutuhan pokok,
sehingga tetap terjaga keseimbangan pembebanan pungutan
antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan
konsumen yang berpenghasilan rendah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 3A
Cukup jelas.
Pasal 3B
Pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
Angka 4
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "etil alkohol atau etanol" adalah
barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan
senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang
diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan
maupun secara sintesa kimiawi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "minuman yang mengandung etil
alkohol" adalah semua barang cair yang lazim disebut
minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan
dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya,
antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang
sejenis.
Yang dimaksud dengan "konsentrat yang mengandung etil
alkohol" adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "sigaret" adalah hasil tembakau
yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan
kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu
yang digunakan dalam pembuatannya.
Sigaret . . .
-4-
Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret
kelembak kemenyan.
Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya
dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli
maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya
tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau
kemenyan.
Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang
dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain,
daripada mesin.
Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek
yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret
kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan,
pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk
penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai,
seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek
yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret
putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya
mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan
dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan
pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam
pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau
kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan
jumlahnya.
Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang
dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau
tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun
tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan
pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam
pembuatannya.
Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau
yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau
sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu
yang digunakan dalam pembuatannya.
Yang dimaksud dengan tembakau iris adalah hasil
tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang,
untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Yang . . .
-5-
Yang dimaksud dengan hasil pengolahan tembakau lainnya
adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau
selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain
sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera
konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Ayat (2)
Penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai
disampaikan oleh pemerintah kepada alat kelengkapan DPR RI
yang membidangi keuangan untuk mendapatkan persetujuan
dan dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Angka 5
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh
lima persen) dari harga jual pabrik atau 57% (lima puluh
tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas
pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang
karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi
kesehatan ingin dibatasi secara ketat peredaran dan
pemakaiannya maka cara membatasinya adalah melalui
instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud
dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh
lima persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran
didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena
cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak
negatif bagi kesehatan, ingin dibatasi secara ketat impor,
peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya
adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai
dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Ayat (2)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima
puluh persen) dari harga jual pabrik atau 80% (delapan
puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas
pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang
karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi
kesehatan, . . .
-6-
kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial ingin
dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya, maka
cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga
barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai
paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat
dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan
misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat
yang berpenghasilan tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima
puluh persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau
80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran
didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena
cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak
negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial,
ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan
pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui
instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud
dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling
tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan
keseimbangan misalnya barang-barang yang dikonsumsi
oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Ayat (3)
Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat
berupa perubahan dari persentase harga dasar (advalorum)
menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang
kena cukai (spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat
berupa gabungan dari kedua sistem tersebut.
Perubahan tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain
untuk kepentingan penerimaan negara, untuk pembatasan
konsumsi barang kena cukai, dan untuk memudahkan
pemungutan atau pengawasan barang kena cukai.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "DPR RI" adalah komisi yang
membidangi keuangan.
Yang dimaksud dengan "alternatif kebijakan" adalah kebijakan
besaran tarif cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
Persetujuan DPR RI pada ayat ini antara lain sebagai upaya
perlindungan dan keberpihakan terhadap industri hasil
tembakau yang padat karya terutama yang proses produksinya
menggunakan cara lain daripada mesin.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 6 . . .
-7-
Angka 6
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "harga jual pabrik" adalah harga
penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang di
dalamnya belum termasuk cukai.
Yang dimaksud dengan "harga jual eceran" adalah harga yang
ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "nilai pabean dan bea masuk" adalah
nilai pabean dan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang di bidang kepabeanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "diimpor untuk dipakai" adalah
dimasukkan ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk
dipakai, dimiliki, atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di
Indonesia.
Ayat (3)
Pada dasarnya pelunasan cukai atas barang kena cukai
merupakan pemenuhan persyaratan dalam rangka
mengamankan hak-hak negara yang melekat pada barang kena
cukai sehingga barang kena cukai tersebut dapat disetujui
untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau
diimpor untuk dipakai.
Barang . . .
-8-
Barang kena cukai yang telah selesai dibuat dan digunakan
sebelum dikeluarkan dari pabrik dianggap telah dikeluarkan
dan harus dilunasi cukainya.
Huruf a
Pelunasan cukai dengan cara pembayaran dibuktikan
dengan dokumen cukai yang dipersyaratkan.
Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia,
pembayaran harus dilakukan sebelum barang kena cukai
dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan.
Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembayaran
cukainya dilakukan pada saat barang kena cukai diimpor
untuk dipakai.
Huruf b
Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan
dengan cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan
dilekatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia,
pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang
kena cukai dikeluarkan dari pabrik.
Untuk barang kena cukai yang diimpor, pelekatan pita
cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai
diimpor untuk dipakai.
Pelekatan pita cukai tersebut dapat dilakukan di tempat
penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, atau
di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.
Huruf c
Pelunasan cukai dengan cara pembubuhan tanda pelunasan
cukai lainnya dilakukan dengan cara membubuhkan tanda
pelunasan cukai lainnya yang seharusnya dan dibubuhkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain: barcode
dan hologram.
Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia,
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus
dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari
pabrik.
Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembubuhan tanda
pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang
kena cukai diimpor untuk dipakai. Pembubuhan tanda
pelunasan cukai lainnya tersebut dapat dilakukan di tempat
penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, atau
di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.
Ayat (3a) . . .
-9-
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (3b)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "disediakan" adalah disediakan dalam
bentuk fisik barang dan/atau spesifikasi desain.
Ayat (5)
Cukai dianggap tidak dilunasi apabila pelekatan pita cukai atau
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya pada barang kena
cukai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain:
a. pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan tarif cukai
dan/atau harga dasar barang kena cukai yang ditetapkan;
b. pita cukai yang dilekatkan tidak utuh atau rusak; atau
c. pita cukai yang dilekatkan atau tanda pelunasan cukai
lainnya yang dibubuhkan pada barang kena cukai yang bukan
haknya dan/atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 7A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "sejak tanggal pengeluaran barang kena
cukai" adalah tanggal pendaftaran dokumen pengeluaran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penundaan" adalah kemudahan
pembayaran yang diberikan kepada pengusaha pabrik dalam
bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "sejak tanggal pemesanan pita
cukai" adalah tanggal pendaftaran dokumen pemesanan pita
cukai.
Huruf b . . .
- 10 -
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penundaan" adalah kemudahan
pembayaran yang diberikan kepada importir barang kena cukai
dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai
bunga.
Ayat (4)
Jaminan dapat berupa jaminan bank atau jaminan dari
perusahaan asuransi.
Ayat (5)
Jaminan dapat berupa jaminan bank, jaminan dari perusahaan
asuransi, atau jaminan perusahaan (corporate guarantee)
Jenis dan besaran jaminan ditetapkan dengan pertimbangan
tingkat kepatuhan dari pengusaha pabrik atau importir barang
kena cukai selama mendapat penundaan. Misalnya, pengusaha
pabrik atau importir barang kena cukai yang tidak pernah
melakukan pelanggaran atas penundaannya dapat
menyerahkan jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan
(corporate guarantee).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 8
Ayat (1)
Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai sebagaimana
dimaksud pada ayat ini adalah untuk memberikan keringanan
kepada masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang
tersebut secara sederhana dan merupakan sumber mata
pencaharian.
Yang . . .
- 11 -
Yang dimaksud dengan "dikemas untuk penjualan eceran"
adalah dikemas dalam kemasan dengan isi tertentu dengan
menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan
dan meningkatkan pemasarannya.
Ayat (2)
Kewajiban membayar cukai masih melekat pada barang kena
cukai yang diatur pada ayat ini, tetapi pemungutannya tidak
dilakukan selama memenuhi persyaratan yang ditentukan,
dibuktikan dengan dokumen cukai yang diwajibkan dan barang
kena cukai masih tetap berada dalam pengawasan.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "diangkut terus" adalah diangkut
dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean tanpa
dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
Yang dimaksud dengan "diangkut lanjut" adalah diangkut
dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean dengan
dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai
sebagaimana dimaksud huruf ini karena di dalam pabrik
atau tempat penyimpanan dapat ditimbun barang kena
cukai yang belum dilunasi cukainya yang berasal dari pabrik
atau tempat penyimpanan lain atau dari impor. Pemungutan
atau pelunasan cukai atas barang kena cukai dimaksud
dilakukan pada saat dikeluarkan kembali dari pabrik atau
tempat penyimpanan.
Huruf d
Barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku
atau bahan penolong menurut ketentuan huruf ini tidak
dipungut cukai, karena cukainya akan dikenai terhadap
barang hasil akhir yang juga merupakan barang kena cukai,
seperti etil alkohol yang dipergunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol
atau sebagai bahan penolong dalam pembuatan hasil
tembakau.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2a) . . .
- 12 -
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang tidak
dipungutnya cukai" yaitu apabila barang kena cukai didapati
menyimpang dari tujuan sehingga tidak lagi memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (2), misalnya barang
kena cukai tidak dapat dibuktikan telah diangkut terus atau
diekspor.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembebasan" adalah fasilitas yang
diberikan kepada pengusaha pabrik atau pengusaha tempat
penyimpanan atau importir untuk tidak membayar cukai yang
terutang.
Huruf a
Fasilitas pembebasan cukai berdasarkan ketentuan dalam
huruf ini dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan
atau perkembangan industri yang menggunakan barang
kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan
barang kena cukai, baik untuk tujuan ekspor maupun
untuk pemasaran dalam negeri, seperti etil alkohol yang
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan etil asetat, asam asetat, obat-obatan dan
sebagainya.
Huruf b
Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan
berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya
sesuai dengan kebutuhan yang wajar.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan
berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya
sesuai dengan kebutuhan yang wajar.
huruf e . . .
- 13 -
Huruf e
1. Yang dimaksud dengan "penumpang" adalah setiap orang
yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan
menggunakan sarana pengangkut tetapi bukan awak
sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.
2. Yang dimaksud dengan "awak sarana pengangkut" adalah
setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada
dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana
pengangkutnya.
3. Yang dimaksud dengan "pelintas batas" adalah penduduk
yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah
perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang
melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan
melalui pos pengawas lintas batas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "tujuan sosial", antara lain untuk
bantuan bencana alam.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "tempat penimbunan berikat" adalah
tempat penimbunan berikat sebagaimana diatur dalam
undang-undang di bidang kepabeanan.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "etil alkohol yang dirusak sehingga
tidak baik untuk diminum" adalah etil alkohol yang dirusak
dengan bahan perusak tertentu, yang dalam istilah
perdagangan lazim disebut spiritus bakar (brand spiritus).
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang
pembebasan cukai" adalah menyalahgunakan fasilitas
pembebasan cukai. Misalnya, etil alkohol diberikan
pembebasan cukai karena akan digunakan sebagai bahan baku
atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir
tertentu yang telah ditetapkan, ternyata digunakan untuk
membuat barang hasil akhir lain selain yang ditetapkan.
Ayat (4) . . .
- 14 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "utang cukai yang tidak dibayar
pada waktunya", antara lain:
a. utang cukai yang timbul akibat cukai yang
pembayarannya secara berkala sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7A ayat (1) tidak dibayar sampai dengan
jangka waktu pembayaran berkala berakhir; dan
b. utang cukai yang timbul akibat cukai yang
pembayarannya mendapat penundaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2) dan ayat (3) tidak
dibayar sampai dengan jatuh tempo penundaan berakhir.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kekurangan cukai", antara lain:
a. kekurangan cukai akibat kesalahan hitung dalam
dokumen pemberitahuan atau pemesanan pita cukai; dan
b. kekurangan cukai akibat hasil pencacahan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tanggal diterima" adalah tanggal
stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau media antar
lainnya. Dalam hal surat tagihan dikirim secara langsung, yang
dirujuk adalah tanggal pada saat surat tagihan diterima secara
langsung.
Ayat (2a)
Dalam pengenaan bunga, apabila jangka waktunya kurang
dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7
(tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7
(tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (2b)
Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah pengusaha
pabrik mengalami kesulitan keuangan atau dalam keadaan
kahar.
Ayat (2c) . . .
- 15 -
Ayat (2c)
Yang dimaksud dengan "dibulatkan dalam ribuan rupiah"
adalah dibulatkan ke atas sehingga bagian dari ribuan menjadi
ribuan penuh.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kelebihan pembayaran karena
kesalahan penghitungan" adalah kesalahan penghitungan
dalam perkalian, pengurangan, dalam penerapan tarif atau
harga, atau kesalahan dalam pencacahan. Dalam hal
demikian, terhadap cukai yang telah dibayar, dapat
diberikan pengembalian sebesar kelebihan pembayaran
akibat adanya kesalahan penghitungan tersebut.
Huruf b
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara
pembayaran atau pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian
diekspor dapat diberikan pengembalian sepanjang
dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang
cukup.
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara
pelekatan pita cukai yang telah dibayar cukainya tetapi
kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian sepanjang
dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang
cukup dan pita cukai yang telah dilekatkan harus dirusak
sebelum diekspor.
Pengembalian cukai atas barang kena cukai yang diekspor
yang telah dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita
cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
hanya dapat diberikan kepada pengusaha pabrik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
- 16 -
Huruf e
Pita cukai yang dipesan dan telah diterima oleh pengusaha
pabrik atau importir barang kena cukai jika belum
dilekatkan pada barang kena cukai dapat dikembalikan ke
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan, antara lain:
a. adanya perubahan desain pita cukai;
b. perubahan tarif cukai atau harga eceran;
c. pita cukai rusak sebelum dilekatkan; atau
d. pabrik yang bersangkutan tidak lagi berproduksi.
Atas pengembalian pita cukai, pengusaha pabrik atau
importir barang kena cukai berhak mendapatkan
pengembalian cukai yang telah dibayarkan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kelebihan pembayaran dapat diketahui oleh pejabat bea dan
cukai dari hasil pemeriksaan atau atas permohonan yang
bersangkutan.
Setelah diketahui dan terbukti adanya kelebihan pembayaran,
pejabat bea dan cukai menerbitkan surat ketetapan.
Pengembalian cukai dapat diperhitungkan dengan utang cukai
yang belum dilunasi.
Ayat (3)
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang
dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7
(tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7
(tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (1b) . . .
- 17 -
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengertian izin wajib diperbaharui berarti setelah jangka waktu
dua belas bulan berakhir, harus telah memiliki izin baru.
Ayat (3a)
Yang dimaksud dengan "dibekukan" adalah tidak
diperbolehkannya melakukan kegiatan usaha di bidang cukai
sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan
kembali atau pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban
yang harus diselesaikan kepada negara.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), perlu dipenuhi persyaratan yang ditetapkan; apabila
persyaratan yang ditetapkan tidak lagi dipenuhi, izin dapat
dicabut.
Huruf d
Izin untuk badan hukum atau orang pribadi yang
berkedudukan di luar Indonesia berdasarkan ketentuan
yang diatur pada ayat (2) hanya diberikan kepada badan
hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia yang
mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, apabila badan
hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lagi mewakili secara sah badan hukum atau orang pribadi
yang berkedudukan di luar Indonesia, izin dapat dicabut.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 18 -
Huruf g
Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan
sanksi tambahan yang bersifat administratif.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (5a)
Cukup jelas.
Ayat (5b)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dan berada di
tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, dan
pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah
dicabut, harus dipindahkan ke tempat usaha importir barang
kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran
lainnya atau dimusnahkan.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "menjalankan kegiatan" adalah segala
perbuatan yang berindikasi ke arah menjalankan kegiatan
produksi, penyimpanan, impor, penyaluran, atau penjualan
barang kena cukai.
Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan
terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian
negara.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Angka 18 . . .
- 19 -
Angka 18
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembukuan" adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan
mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan
biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian
diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Ayat (2)
Kewajiban melakukan pencatatan dimaksudkan untuk memberi
kemudahan dalam memenuhi ketentuan undang-undang ini
dengan tetap menjamin pengamanan hak-hak negara.
Yang dimaksud dengan "pencatatan" adalah proses
pengumpulan dan penulisan data secara teratur tentang:
a. pemasukan, produksi, dan pengeluaran barang kena cukai;
dan
b. penerimaan, pemakaian, dan pengembalian pita cukai atau
tanda pelunasan cukai lainnya.
Yang dimaksud dengan pengusaha pabrik skala kecil dan
penyalur skala kecil adalah orang pribadi yang tidak
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "secara berkala" dapat berupa harian,
mingguan, bulanan, atau tahunan, yang disesuaikan dengan
jenis barang kena cukai. Misalnya:
a. untuk etil alkohol dan minuman yang mengandung etil
alkohol, pengusaha pabrik memberitahukan barang kena
cukai yang selesai dibuat kepada pejabat bea dan cukai
setiap hari;
b. untuk hasil tembakau, pengusaha pabrik memberitahukan
barang kena cukai yang selesai dibuat kepada pejabat bea
dan cukai setiap bulan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) . . .
- 20 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 16A
Ayat (1)
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem
yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan standar
akuntansi keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan
di bidang cukai menentukan lain. Hal tersebut dimaksudkan
agar pembukuan yang diselenggarakan dapat dipercaya dan
diandalkan dalam rangka pengawasan terhadap produksi
barang kena cukai, peredaran barang kena cukai, dan/atau
nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi
bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan
dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan
kegiatan di bidang cukai termasuk hasil pengolahan data
elektronik harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia dengan maksud apabila akan dilakukan audit cukai,
masih tetap ada dan dapat segera disediakan.
Dalam hal data yang disimpan berupa data elektronik wajib
dijaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan agar
data elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca, atau
diambil kembali suatu saat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16B
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 17
Ayat (1) . . .
- 21 -
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "buku rekening barang kena cukai"
adalah buku daftar yang berisi catatan tentang jumlah barang
kena cukai tertentu yaitu etil alkohol dan minuman yang
mengandung etil alkohol yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan
serta potongan, kekurangan, dan kelebihan hasil pencacahan
dari suatu pabrik atau tempat penyimpanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 18
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 19
Yang dimaksud dengan "buku rekening kredit" adalah buku yang
berisi catatan tentang jumlah cukai yang diberikan penundaan
pembayaran atau mendapat kemudahan pembayaran secara
berkala serta penyelesaiannya.
Angka 23
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pencacahan" adalah kegiatan untuk
mengetahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaan barang kena
cukai.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi atau
pelarian cukai, maka undang-undang ini memberikan
wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan
pencacahan terhadap barang kena cukai tertentu seperti etil
alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, baik yang
berada di dalam pabrik maupun tempat penyimpanan. Dalam
pencacahan yang dilakukan kemungkinan akan didapati
kekurangan atau kelebihan barang kena cukai yang ada
berdasarkan buku rekening barang kena cukai sesuai dengan
sifat atau karakteristik barang kena cukai tersebut.
Pejabat . . .
- 22 -
Pejabat bea dan cukai yang melaksanakan pencacahan harus
dilengkapi dengan surat tugas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "menyediakan tenaga dan peralatan"
adalah menyediakan tenaga pekerja dan peralatan yang
diperlukan untuk membantu kegiatan pejabat bea dan cukai
dalam melakukan pencacahan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 25
Ayat (1)
Barang kena cukai yang ditimbun dalam pabrik atau tempat
penyimpanan masih terutang cukai. Oleh karena itu, terhadap
pemasukan barang kena cukai ke tempat tersebut wajib
diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen
cukai.
Demikian pula pada pengeluaran barang kena cukai dari
tempat tersebut baik yang belum dilunasi cukainya atau yang
mendapatkan pembebasan cukai maupun yang sudah dilunasi
cukainya wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan
dilindungi dokumen cukai sebagai alat pengawasan atau
sebagai bahan pencatatan dalam buku rekening barang kena
cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
Ayat (2)
Pada dasarnya untuk pemasukan atau pengeluaran barang
kena cukai berlaku sistem pemberitahuan sendiri yang
memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pengusaha
sehingga tidak memerlukan pengawasan secara fisik oleh
pejabat bea dan cukai. Namun apabila ada dugaan bahwa
pengusaha akan atau telah melakukan penyimpangan yang
mengakibatkan kerugian negara, demikian pula terhadap
barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ketertiban
masyarakat, seperti minuman yang mengandung etil alkohol,
pejabat bea dan cukai dapat melakukan pengawasan atas
pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari
pabrik atau tempat penyimpanan.
Ayat (3) . . .
- 23 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (4a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 26
Ayat (1)
Pada dasarnya undang-undang ini menetapkan bahwa
pemasukan, pengeluaran, atau pengangkutan barang kena
cukai yang belum dilunasi cukainya ke atau dari pabrik atau
tempat penyimpanan harus dilindungi dokumen cukai. Namun
dalam keadaan darurat, seperti kebakaran, banjir atau bencana
alam lainnya, maka untuk menyelamatkan barang kena cukai
tersebut dapat dilakukan pemindahan tanpa dokumen cukai
yang ditentukan.
Ayat (2)
Atas pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pengusaha pabrik atau pengusaha tempat
penyimpanan dalam jangka waktu yang ditetapkan harus
melaporkannya kepada Kepala Kantor setempat serta wajib
menaati petunjuk Kepala Kantor yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 27
Ayat (1)
Untuk mencegah pelarian cukai dan penyalahgunaan
pemakaian barang kena cukai, pengangkutan barang kena
cukai, baik dalam keadaan telah dikemas dalam kemasan
untuk penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau
dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran, yang
belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen
cukai.
Ayat (2) . . .
- 24 -
Ayat (2)
Dengan mempertimbangkan sifat kerawanan dari barang kena
cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang
mengandung etil alkohol, walaupun sudah dibayar cukainya,
pengangkutannya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 27
Pasal 29
Ayat (1)
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara
pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya harus dikemas untuk penjualan eceran sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai
dalam rangka pengawasan dan pengamanan penerimaan
negara.
Yang dimaksud dengan "pita cukai atau tanda pelunasan cukai
lainnya yang diwajibkan" adalah pita cukai yang dilekatkan
atau tanda pelunasan cukai lainnya yang dibubuhkan pada
kemasan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat ini, misalnya
pengusaha pabrik melekatkan pita cukai hasil tembakau sigaret
kretek tangan pada hasil tembakau sigaret kretek mesin, tetapi
pita cukai tersebut benar-benar milik atau haknya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 31
Cukup jelas.
Angka 29 . . .
- 25 -
Angka 29
Pasal 32
Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Tindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan,
dan penyegelan dilakukan dalam lingkup kewenangan
administratif.
Huruf b
Tindakan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau
tanda pelunasan cukai lainnya dilakukan dalam lingkup
kewenangan administratif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "menegah barang kena cukai" adalah
melakukan tindakan administratif untuk menunda
pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang kena
cukai.
Yang dimaksud dengan "menegah sarana pengangkut"
adalah melakukan tindakan administratif untuk mencegah
keberangkatan sarana pengangkut, kecuali sarana
pengangkut umum.
Ayat (2)
Mengingat besarnya bahaya penggunaan senjata api bagi
keamanan dan keselamatan orang, maka penggunaannya
sangat dibatasi. Oleh karena itu, jenis dan syarat untuk dapat
digunakannya senjata api akan diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 26 -
Ayat (2)
Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun militer bila
diminta, berkewajiban memberi bantuan dan perlindungan atau
memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan cukai dalam
segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Angka 32
Cukup jelas.
Angka 33
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemeriksaan dilakukan mengingat pada waktu dilakukan
pemeriksaan kemungkinan barang kena cukai oleh yang
bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau ke
tempat lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak
langsung dengan pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat
lain yang sedang dilakukan pemeriksaan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "sediaan barang" adalah sediaan barang
kena cukai, pita cukai, dan tanda pelunasan cukai lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a) . . .
- 27 -
Ayat (1a)
Yang dimaksud dengan "yang mewakili" adalah karyawan atau
bawahan atau pihak lain yang bertanggung jawab oleh
pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, penyalur,
pengusaha tempat penjualan eceran, atau pengguna barang
kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya
dilakukan pemeriksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 37
Ayat (1)
Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea
dan cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk
menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan
perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana
pengangkut serta barang kena cukai hanya dilakukan secara
selektif didasarkan informasi adanya barang kena cukai yang
belum memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan
berdasarkan undang-undang ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dokumen cukai dan dokumen
pelengkap cukai" adalah semua dokumen yang disyaratkan
berdasarkan undang-undang ini untuk melindungi
pengangkutan barang kena cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 39
Ayat (1) . . .
- 28 -
Ayat (1)
Audit cukai dimaksudkan untuk menilai kepatuhan pengusaha
pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena
cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang
mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang cukai.
Ayat (1a)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pihak lain yang terkait" adalah
pihak-pihak yang mempunyai hubungan atau kaitan dengan
transaksi yang dilakukan oleh pengusaha pabrik, pengusaha
tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur,
atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan
fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9. Misalnya, pembeli, penjual, bank, serta pihak lain
yang diyakini dapat memberikan keterangan sehubungan
dengan transaksi tersebut.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "tindakan pengamanan" adalah
tindakan penyegelan yang dilakukan untuk menjamin
laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang
menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang
berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik
serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai,
dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak
berubah atau tidak berpindah tempat/ruangan sampai
pemeriksaan dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan
tindakan lain yang dibenarkan oleh ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang cukai dengan
tetap mempertimbangkan kelangsungan kegiatan usaha.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan,
importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang
kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, berupa badan hukum,
maka . . .
- 29 -
maka yang dimaksud dengan "tidak berada di tempat atau
berhalangan" adalah pimpinan dari badan hukum tersebut
tidak berada di tempat atau berhalangan.
Yang dimaksud dengan "yang mewakili" adalah karyawan atau
bawahan yang bertanggung jawab atau pihak lain yang
ditunjuk oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau
pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas
pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang
terhadapnya dilakukan audit cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 37
Pasal 40
Wewenang pejabat bea dan cukai dimaksudkan untuk lebih
menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan
keuangan negara.
Angka 38
Pasal 40A
Ayat (1)
Huruf a
Pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan
menurut ketentuan ini dilaksanakan untuk menjalankan
pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat
kesalahan atau kekeliruan manusiawi dalam suatu
penetapan perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.
Istilah membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi,
atau menghapus sesuai dengan sifat kesalahan dan
kekeliruannya.
Direktur Jenderal karena jabatannya dapat membetulkan
atau membatalkan surat tagihan yang tidak benar, misalnya
tidak memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan
materialnya telah terpenuhi.
Huruf b . . .
- 30 -
Huruf b
Direktur Jenderal dapat mengurangi atau menghapus sanksi
administrasi berupa denda apabila orang yang dikenai
sanksi ternyata hanya melakukan kekhilafan, bukan
kesalahan yang disengaja, atau kesalahan dimaksud terjadi
akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai
hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan
persetujuannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 39
Cukup jelas.
Angka 40
Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal batas waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dilewati,
hak yang bersangkutan untuk mengajukan keberatan menjadi
gugur.
Jaminan dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau
jaminan dari perusahaan asuransi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Keputusan Direktur Jenderal atas pengajuan keberatan dapat
berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian sehingga
besarnya jaminan yang dikembalikan sesuai dengan keputusan.
Ayat (6) . . .
- 31 -
Ayat (6)
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang
dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7
(tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7
(tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 42
Cukup jelas.
Angka 43
Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 43A
Cukup jelas.
Pasal 43B
Cukup jelas.
Pasal 43C
Cukup jelas.
Angka 45
Cukup jelas.
Angka 46
Cukup jelas.
Angka 47
Pasal 50
Cukup jelas.
Angka 48 . . .
- 32 -
Angka 48
Cukup jelas.
Angka 49
Pasal 52
Cukup jelas.
Angka 50
Pasal 53
Cukup jelas.
Angka 51
Pasal 54
Cukup jelas.
Angka 52
Pasal 55
Cukup jelas.
Angka 53
Pasal 56
Cukup jelas.
Angka 54
Pasal 57
Cukup jelas.
Angka 55
Pasal 58
Cukup jelas.
Angka 56
Pasal 58A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mengakses" adalah tindakan atau
upaya yang dilakukan untuk login ke sistem cukai.
Ayat (2) . . .
- 33 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 57
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang-
barang yang berkaitan langsung dengan barang kena cukai,
seperti sarana pengangkut yang digunakan untuk mengangkut
barang kena cukai, peralatan atau mesin yang digunakan
untuk membuat barang kena cukai.
Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan
ketentuan undang-undang ini dapat dirampas untuk negara
adalah sebagai penegasan bahwa tindak pidana di bidang cukai
mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan
tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut tindak
pidana dimaksud.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 58
Pasal 64A
Cukup jelas.
Pasal 64B
Cukup jelas.
Pasal 64C
Cukup jelas.
Pasal 64D
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "berjasa" yaitu berjasa dalam
menangani:
a. pelanggaran . . .
- 34 -
a. pelanggaran administrasi meliputi memberikan informasi,
menemukan baik secara administrasi maupun secara fisik,
dan/atau sampai dengan penyelesaian penagihan oleh
pejabat bea dan cukai; atau
b. pelanggaran pidana di bidang cukai meliputi memberikan
informasi, melakukan penangkapan, penyidikan, dan/atau
sampai dengan penuntutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 64E
Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 65
Cukup jelas.
Angka 60
Pasal 66
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pelanggar yang tidak dikenal" adalah
orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan cukai, baik ketentuan administrasi maupun
ketentuan pidana, yang tidak diketahui.
Dalam keadaan demikian, terhadap barang kena cukai dan
barang lain yang tersangkut dalam pelanggaran tersebut
dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dan dalam jangka waktu empat belas
hari sejak dikuasai negara dinyatakan menjadi milik negara
apabila pemiliknya tetap tidak diketahui.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 61 . . .
- 35 -
Angka 61
Pasal 66A
Ayat (1)
Cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagihasilkan
kepada daerah karena barang kena cukai berupa hasil
tembakau memiliki sifat atau karakteristik yang konsumsinya
perlu dikendalikan dan diawasi serta memberikan dampak
negatif bagi masyarakat dan mengoptimalkan upaya
penerimaan negara dari cukai.
Pengendalian dan pengawasan tersebut dilakukan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dana bagi hasil cukai merupakan bagian kapasitas fiskal yang
perhitungannya disesuaikan dengan formula Dana Alokasi
Umum (DAU) yang setiap tahun ditetapkan dalam pembahasan
RAPBN.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembagian, pengelolaan, dan penggunaan pembagian dana bagi
hasil cukai hasil tembakau kepada kabupaten/kota
penyumbang cukai hasil tembakau dan dihitung berdasarkan
kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 66B
Cukup jelas.
Pasal 66C
Cukup jelas.
Pasal 66D
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4755
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_11_tahun_1995_tentang_cukai_39.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






