- Home »
- Undang-Undang »
- 1991 » Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia (UU 5 thn 1991)
1991
Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia (UU 5 thn 1991)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
kejaksaan_republik_indonesia_(uu_5_thn_1991)_5.pdf
UU 5/1991, KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 5 TAHUN 1991 (5/1991)
Tanggal: 22 JULI 1991 (JAKARTA)
Sumber: LN 1991/59; TLN NO. 3451
Tentang: KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
Indeks: ADMINISTRASI. LEMBAGA NEGARA. TINDAK PIDANA.
KEJAKSAAN. Warganegara.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa untuk meningkatkan upaya pembaharuan hukum nasional
dalam Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka
dianggap perlu untuk lebih memantapkan kedudukan dan peranan
Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan
yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
dalam tata susunan kekuasaan badanbadan penegak hukum dan
keadilan;
b. bahwa Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang
ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia dan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan
Kejaksaan Tinggi, sudah tidak sesuai lagi dengan pertumbuhan
dan perkembangan hukum serta ketatanegaraan Republik
Indonesia, dan oleh karena itu perlu dicabut;
c. bahwa oleh karena itu perlu dibentuk undang-undang yang baru
sebagai pengganti kedua undang-undang sebagaimana dimaksud
pada huruf b;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2951);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
*7743
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang
ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
2. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
Undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan
melaksanakan penetapan hakim.
3. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang
pengadilan.
4. Jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat
keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena
fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas
kejaksaan.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 2
(1) Kejaksaan Republik Indonesia, selanjutnya dalam
Undang-undang ini disebut kejaksaan, adalah lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan.
(2) Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan dalam
melakukan penuntutan.
Pasal 3
Pelaksanaan kekuasaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
diselenggarakan oleh Kejaksanaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan
Kejaksaan Negeri.
Bagian Ketiga
Tempat Kedudukan
Pasal 4
(1) Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan
Negara Republik Indonesia.
(2) Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota propinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah propinsi.
(3) Kejaksaan Negeri berkedudukan di ibukota kabupaten atau
di kotamadya atau di kota administratif dan daerah hukumnya
meliputi wilayah kabupaten atau kotamadya dan atau kota
administratif.
BAB II
SUSUNAN KEJAKSAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 5
Susunan kejaksaan terditi dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi,
dan Kejaksaan Negeri.
Pasal 6
(1) Susunan organisasi dan tata kerja kejaksaan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(2) Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dibentuk dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 7
(1) Dalam daerah hukum Kejaksaan Negeri dapat dibentuk Cabang
Kejaksaan Negeri.
(2) Cabang Kejaksaan Negeri dibentuk dengan Keputusan Jaksa
Agung setelah mendapat persetujuan dari Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negera.
Bagian Kedua
Jaksa
Pasal 8
(1) Jaksa adalah pejabat fungsional yang diangkat dan
diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam melakukan penuntutan jaksa bertindak untuk dan atas
nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran
hierarki.
(3) Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhan Yang Maha
Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan
alat bukti yang sah.
(4) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa
bertindak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma
keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan serta wajib menggali
nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup
dalam masyarakat.
Pasal 9
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
a. warganegara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis
Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang
yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam "Gerakan
*7745 Kontra Revolusi G. 30. S/PKI" atau organisasi
teriarang lainnya;
e. pegawai negeri;
f. sarjana hukum;
g. berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
h. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
i. lulus pendidikan dan latihan pembentukan jaksa.
Pasal 10
(1) Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah
atau janji menurut agama atau kepercayaannya, yang berbunyi:
"Sayabersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa
saya,untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga,
tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada
siapapun juga". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini,
tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung
dari siapapun juga suatu janji atau pemberian" "Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan akan
mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala
undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara
Republik Indonesia". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya,
senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur,
seksama, dan dengan tidak membedabedakan orang dan akan
berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang jaksa yang
berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
(2) Jaksa mengucapkan sumpah atau janjinya dihadapan Jaksa
Agung.
Pasal 11
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang,
jaksa tidak boleh merangkap :
a. menjadi pengusaha; atau
b. menjadi penasihat hukum; atau
c. melakukan pekerjaan lain yang dapat mempengaruhi
martabat jabatannya.
(2) Jabatan/pekerjaan yang tidak boleh dirangkap oleh jaksa
selain jabatan/ pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a. permintaan sendiri; atau
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus; atau
c. telah berumur 58 (lima puluh delapan) tahun dan 60 (enam
puluh) tahun bagi Kepala Kejaksaan Tinggi dan Wakil Kepala
Kejaksaan Tinggi alau jabatan yang dipersamakan dengan
*7746 Kepala Kejaksaan Tinggi dan Wakil Kepala Kejaksaan
Tinggi; atau
d. ternyata tidak cakap menjalankan tugas; atau
e. meninggal dunia.
Pasal 13
(1) Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
dengan alasan :
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana
kejahatan; atau
b. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan
tugas/ pekerjaannya; atau
c. melanggar larangan yang dimaksud dalam Pasal 11; atau
d. melanggar sumpah atau janji jabatan; atau
e. melakukan perbuatan tercela.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, c, d, dan e,
dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan
Jaksa.
(3) Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan
Jaksa serta tatacara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa
Agung.
Pasal 14
(1) Jaksa yang diberhentikan dari jabatan fungsional jaksa,
tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai
negeri.
(2) Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), jaksa yang bersangkutan
dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa
Agung.
(3) Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan
fungsionalnya berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela
dari.
Pasal 15
(1) Apabila terhadap seorang jaksa ada perintah penangkapan yang
diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya jaksa tersebut
diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(2) Pemberhentian sementara dapat dilakukan oleh Jaksa Agung
dalam hal jaksa dituntut di muka pengadilan dalam perkara
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tanpa ditahan.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan
hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian
sementara, serta hak-hak jabatan fungsional jaksa yang
terkena pemberhentian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Tunjangan jabatan fungsional jaksa diatur dengan Keputusan
Presiden.
Bagian Ketiga
Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa
Agung Muda
Pasal 18
(1) JaksaAgungadalahpimpinan dan penanggungjawab tertinggi
kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang
kejaksaan.
(2) Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan
beberapa orang Jaksa Agung Muda.
(3) Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan kesatuan unsur
pimpinan.
(4) Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.
Pasal 19
Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh serta bertanggung
jawab kepada Presiden.
Pasal 20
(1) Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
atas usul Jaksa Agung.
(2) Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(3) Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa
Agung Muda.
Pasal 21
(1) Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
atas usul Jaksa Agung.
(2) Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah Jaksa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, yang berpengalaman
sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi atau jabatan yang
dipersamakan dengan jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi.
(3) Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan
kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu.
(4) Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena :
a. permintaan sendiri; atau
b. sakit jasmani atau rohani terus menerus; atau
c. telah berumur 60 (enam puluh) tahun; atau
d. ternyata tidak cakap menjalankan tugas; atau
c. meninggal dunia.
*7748 Pasal 22
(1) Dalam hal Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda dinilai
melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan pemberhentian
tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1), Presiden atas usul Jaksa Agung dapat memberhentikan
untuk sementara dari jabatannya sebelum diambil tindakan
pemberhentian tersebut.
(2) Ketentuan tentang pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2), berlaku pula terhadap Wakil Jaksa Agung
dan Jaksa Agung Muda.
Bagian Keempat
Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi,
Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri
Pasal 23
(1) Kepala Kejaksaan Tinggi adalah pimpinan Kejaksaan Tinggi
yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan
di daerah hukumnya serta melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan oleh Jaksa Agung.
(2) Kepala Kejaksaan Tinggi dibantu oleh seorang Wakil Kepala
Kejaksaan Tinggi sebagai kesatuan unsur pimpinan dan
beberapa orang unsur pembantu pimpinan.
Pasal 24
(1) Kepala Kejaksaan Negeri adalah pimpinan Kejaksaan Negeri
yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan
di daerah hukumnya.
(2) Kepala Kejaksaan Negeri dibantu oleh beberapa orang unsur
pembantu pimpinan dan unsur pelaksana.
(3) Kepala Cabang Kejaksaan Negeri adalah pimpinan Cabang
Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, yang
mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di
sebagian daerah hukum Kejaksaan Negeri yang membawahkannya.
(4) Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dibantu oleh beberapa orang
unsur pelaksana.
Pasal 25
Yang dapat diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil,
Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala
Cabang Kejaksaan Negeri adalah jaksa yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan lebih lanjut oleh Jaksa Agung.
Bagian Kelima
Tenaga Ahli dan Tenaga Tata Usaha
Pasal 26
(1) Pada kejaksaan dapat ditugaskan pegawai negeri yang tidak
menduduki jabatan fungsional jaksa yang diangkat dan
*7749 diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
diangkat sebagai tenaga ahli atau tenaga tata usaha untuk
mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 27
(1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang
a. melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan,
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
keputusanlepas bersyarat;
d. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan
kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
(3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan
turut menyelenggarakan kegiatan:
a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. pengamanan peredaran barang cetakan;
d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
masyarakat dan negara;
e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik
kriminal.
Pasal 28
Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang
terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat
lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri
sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan
orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
Pasal 29
Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-undang ini,
kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan
undang-undang.
Pasal 30
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan membina
hubungan kerjasama dengan badan-badan penegak hukum dan keadilan
serta badan negara atau instansi lainnya.
Pasal 31
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada
instansi pemerintah lainnya.
Bagian Kedua
Khusus
Pasal 32
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan
keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
b. mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan
instansi terkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan
koordinasinya ditetapkan oleh Presiden;
c. menyampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah
Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;
e. mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung
dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f. menyampaikan pertimbangan kepada Presiden mengenai
permohonan grasi dalam hal pidana mati;
g. mencegah atau melarang orang-orang tertentu untuk masuk ke
dalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Republik
Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana.
Pasal 33
(1) Jaksa Agung memberikan izin kepada seorang tersangka atau
terdakwa dalam hal tertentu untuk berobat atau menjalani
perawatan di rumah sakit baik di dalam maupun di luar
negeri.
(2) Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan
di dalam negeri diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri
setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau
menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya
diberikan oleh Jaksa Agung.
(3) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), hanya
diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal
diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut
dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan
dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di
dalam negeri.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua
peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai kejaksaan
dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan
Undang-undang ini belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu
tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 254,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2298) dan Undang-undang Nomor 16
Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi (Lembaran Negara
Tahun 1961 Nomor 255, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2299)
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 36
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agarsetiaporangmengetahuinya,memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1991
TENTANG
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Pembangunan hukum nasional adalah bagian yang tak
terpisahkan dari upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
*7752 Dalam rangka pembangunan hukum, upaya pembaharuan
hukum dan pemantapan kedudukan serta peranan badan-badan
penegak hukum secara terarah dan terpadu dibutuhkan untuk
dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan
tuntutan pembangunan serta kesadaran hukum dan dinamika yang
berkembang dalam masyarakat.
Sehubungan dengan itu berbagai peraturan
perundang-undangan dan perangkat hukum yang dipandang sudah
tidak sesuai lagi, baik dengan kebutuhan pembangunan dan
kesadaran hukum serta dinamika yang berkembang dalam
masyarakat maupun dengan prinsip negara berdasarkan atas
hukum, perlu ditinjau dan diperbaharui.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan dan Undang-undang Nomor
16 Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi yang
mengatur dan menetapkan kedudukan, tugas, dan wewenang
kejaksaan dalam kerangka sebagai alat revolusi dan
menempatkan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen
sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketata-negaraan yang
berlaku.
Demikian juga sejumlah tugas dan wewenang kejaksaan di
bidang pidana mengalami perubahan yang mendasar dalam kaitan
dengan sistem peradilan pidana terpadu sebagaiman diatur
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia dan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan
Kejaksaan Tinggi yang semangat dan materi muatannya tidak
lagi mencerminkan kenyataan yang ada dan sudah tidak
memenuhi kebutuhan pembangunan perlu diperbaharui.
Pembaharuan Undang-undang Kejaksaan Republik Indonesia
diarahkan dan dimaksudkan untuk memantapkan kedudukan dan
peranan kejaksaan agar lebih mampu dan berwibawa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam negara hukum yang
berdasarkan Pancasila, sebagai negara yang sedang membangun.
Oleh karena itu kejaksaan wajib mengamankan dan
mempertahankan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa
Indonesia terhadap usaha-usaha yang dapat menggoyahkan
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
kejaksaan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban
hukum, keadilan dan kebernaran berdasarkan hukum dan
mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan
serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kejaksaan juga harus
mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara
lain turut menciptakan kondisi dan prasarana yang
mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan
kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi
kepentingan rakyat melalui penegakan hukum.
Dalam rangka memantapkan kedudukan dan peranan
kejaksaan sesuai dengan sistem pemerintahan berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945, maka Undang-undang ini menegaskan
bahwa kedudukan kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan
di lingkungan peradilan umum.
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan terdiri dari
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bertindak demi keadilan
dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan
senantiasa menjunjung tinggi prinsip bahwa setiap orang
bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang mengendalikan
pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan. Dalam pelaksanaan
tugas dan wewenangnya, Jaksa Agung dibantu oleh seorang
Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
Guna memungkinkan terlaksananya tugas dan wewenang
kejaksaan dengan lebih baik dan untuk lebih mengembangkan
profesionalisme jaksa, maka jaksa ditetapkan sebagai pejabat
fungsional. Dengan adanya jabatan fungsional memungkinkan
jaksa berdasarkan prestasinya mencapai pangkat puncak.
Disamping memantapkan kedudukan, organisasi, jabatan,
tugas dan wewenang kejaksaan, Undang-undang ini menetapkan
pula :
1. Kewenangan kejaksaan untuk melengkapi berkas perkara
tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan, dengan
pembatasan-pembatasan tertentu.
Pemeriksana tambahan dilakukan untuk memperoleh kepastian
penyelesaian perkara dalam rangka pelaksanaan asas peradilan
cepat, sederhana, dan dengan biaya ringan serta menjamin
kepastian hukum, hak-hak asasi pencari keadilan, baik
tersangka, terdakwa, saksi korban, maupun kepentingan umum.
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan
dengan kuasa khusus dapat bertindak untuk dan atas nama
negara atau pemerintah di dalam atau di luar pengadilan.
Sebagai negara hukum yang menyelenggarakan kesejahteraan
masyarakat akan banyak ditemukan keterlibatan dan
kepentingan hukum dari negara atau pemerintah di bidang
perdata dan tata usaha negara, baik dalam kedudukan sebagai
tergugat maupun penggugat atau sebagai pihak yang mempunyai
kepentingan hukum di luar pengadilan yang dapat diwakilkan
kepada kejaksaan.
*7754 3. Di bidang ketertiban dan ketenteraman umum,
kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan seperti upaya
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan pengamanan
kebijakan penegakan hukum. Upaya peningkatan kesadaran hukum
masyarakat dilakukan antara lain dengan penyuluhan dan
penerangan hukum. Sedangkan pengamanan kebijakan penegakan
hukum dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan preventif dan
represif melalui dukungan intelijen yustisial kejaksaan.
4. Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain
berdasarkan undang-undang.
Undang-undang ini mengatur pula tugas dan wewenang
Jaksa Agung menetapkan serta mengendalikan kebijakan
penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas
wewenang kejaksaan, menyampingkan perkara demi kepentingan
umum, dan wewenang yang berkaitan dengan pemberian
pertimbangan teknis hukum dalam penyelesaian kasasi, grasi,
dan pencegahan atau larangan terhadap orang-orang tertentu
untuk masuk ke dalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan
negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam
perkara pidana. Selain itu karena jabatannya, Jaksa Agung
berwenang mengkoordinasikan penanganan perkara pidana
tertentu dengan instansi terkait berdasarkan undang-undang
yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden,
dengan memperhatikan asas hukum yang berlaku.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga pemerintahan pelaksana
kekuasaan negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang
penuntutan dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan
peradilan umum.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Kejaksaan adalah satu dan tidak
terpisah-pisahkan" adalah satu landasan dalam pelaksanaan
tugas dan wewenangnya di bidang penuntutan yang bertujuan
memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga
dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir,
tata laku, dan tata kerja kejaksaan.
Oleh karena itu kegiatan penuntutan di pengadilan oleh
kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang semula
bertugas berhalangan. Dalam hal demikian tugas penuntutan
oleh kejaksaan akan tetap berlangsung sekalipun untuk itu
dilakukan oleh jaksa lainnya sebagai pengganti.
Pasal 3
*7755 Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berkedudukan
di Jakarta.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Susunan organisasi kejaksaan pada dasarnya sama dengan
susunan organisasi pemerintahan lainnya yang terdiri dari
unsur pimpinan, pembantu pimpinan, pelaksana operasional,
dan pengawasan, yang membedakannya hanya ciri khusus dalam
tugas dan wewenang kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Pembentukan Cabang Kejaksaan Negeri dalam satu daerah hukum
Kejaksaan Negeri dilakukan apabila dipandang perlu dalam
rangka memberikan pelayanan hukum dan keadilan yang
sebaik-baiknya kepada masyarakat. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan perkembangan dan luas wilayah serta pertambahan
penduduk.
Ayat (2)
Persetujuan tersebut diberikan secara tertulis oleh Menteri
yang betanggung jawab di bidang aparatur negara.
Pasal 8
Ayat (1)
Jabatan Jaksa sebagai jabatan fungsional, terkait dengan
fungsi yang secara khusus dijalankan oleh jaksa dalam bidang
penuntutan sehingga memungkinkan organisasi kejaksaan
menjalankan tugas pokoknya.
Ayat (2)
Dalam melaksanakan jabatan fungsional di bidang penuntutan,
jaksa bertindak sebagai wakil negara dengan tetap
memperhatikan kepentingan masyarakat dan pemerintah. Oleh
karena itu pelaksanaan penuntutan harus berdasarkan hukum
dan senantiasa mengindahkan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dalam
penanganan perkara pidana.
Dalam melaksanakan tugas yang diembannya, jaksa
*7756
bertanggung jawab kepada pejabat kejaksaan yang secara
organisatoris menjadi atasan langsung jaksa tersebut. Dalam
hubungan ini Kepala Cabang Kejaksaan Negeri bertanggung
jawab kepada Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan
Negeri bertanggung jawab kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, dan
Kepala Kejaksaan Tinggi bertanggung jawab kepada Jaksa
Agung.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 9
Penilaian terhadap pemenuhan syarat-syarat yang dicantumkan
dalam huruf h Pasal ini, diberikan oleh pejabat yang
berwenang menurut peraturan perundang-udangan dalam bidang
kepegawaian.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Apabila Jaksa Agung berhalangan, pengucapan sumpah atau
janji dapat dilakukan di hadapan pejabat lain yang
ditunjuknya.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan penasihat hukum termasuk juga konsultan
hukum.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Yang dimaksud dengan "jabatannya" dalam Pasal ini ialah
jabatan fungsional.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani terus
menerus" ialah sakit yang menyebabkan si penderita tidak
mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c
Batas usia pensiun jaksa dapat diubah oleh atau berdasarkan
Undang-undang tentang Kepegawaian.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "tidak cakap" ialah misalnya yang
bersangkutan banyak melakukan kesalahan besar dalam
menjalankan tugasnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah dijatuhi pidana
penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "terus-menerus melalaikan kewajibakan
tugas pekerjaan"ialah apabila dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersangkutan tidak menyelesaikan tugas yang dibebankan
kepadanya tanpa suatu alasan yang sah.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan "perbuatan tercela" ialah sikap,
perbuatan, dan tindakan jaksa yang bersangkutan baik pada
saat bertugas maupun tidak bertugas merendahkan martabat
jaksa atau kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam hal keputusan pemberhentian sebagai jaksa dengan
kualifikasi dengan hormat, maka yang bersangkutan
diberhentikan statusnya sebagai jaksa. Pemberhentian
tersebut tidak menutup kemungkinan diambilnya tindakan
susulan dalam bentuk pemberhentian sebagai pegawai negeri.
Dalam hal keputusan pemberhentian sebagai jaksa dengan
kualifikasi tidak dengan hormat, maka jaksa yang
bersangkutan diberhentikan pula sebagai pegawai negeri,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pemberhentian sementara" ialah
tindakan memberhentikan sementara waktu sebagai jaksa,
sampai adanya keputusan definitif dari
*7758
Jaksa Agung berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap atau keputusan Majelis
Kehormatan Jaksa atas kesalahan jaksa yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Dengan adanya surat perintah penangkapan dan penahanan oleh
pihak yang berwenang, maka Jaksa Agung segera menyusuli
dengan surat keputusan pemberhentian sementara.
Ayat (2)
Pasal 21 ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana menetapkan tindak pidana tertentu
yang memberi wewenang kepada penyidik, penuntut umum atau
pengadilan untuk melakukan tindakan penahanan atas pelaku
tindak pidana tersebut. Dalam hal seorang Jaksa dituntut di
muka pengadilan karena melakukan salah satu tindak pidana
tersebut, walaupun yang bersangkutan tidak ditahan, ia dapat
dikenakan tindakan pemberhentian sementara.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Mengingat Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab
tertinggi kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan
wewenang kejaksaan, maka Jaksa Agung adalah juga pimpinan
dan penanggung jawab tertinggi dalam bidang penuntutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kesatuan unsur pimpinan" ialah wujud
keterpaduan dan kebersamaan antara Jaksa Agung dan Wakil
Jaksa Agung dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan
oleh Jaksa Agung.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Adanya jabatan Wakil Jaksa Agung akan sangat membantu Jaksa
Agung khususnya dalam pembinaan *7759
administrasi sehari-hari dan segi-segi teknis operasional
lainnya. Karena sifat tugasnya tersebut, maka jabatan Wakil
Jaksa Agung merupakan jabatan karier dalam lingkungan
kejaksaan.
Pengusulan pencalonan oleh Jaksa Agung harus memperhatikan
pembinaan karier di lingkungan kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "jabatan yang dipersamakan dengan
jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi" adalah jabatan Kepala
Direktorat, Kepala Biro, atau jabatan lainnya yang
setingkat.
Ayat (3)
Pada dasarnya jabatan Jaksa Agung Muda adalah jabatan
karier. Ketentuan dalam ayat ini memberikan kemungkinan
pengangkatan seorang Jaksa Agung Muda dari luar lingkungan
kejaksaan. Sifatnya sangat selektif dan berdasarkan
kebutuhan serta pejabat tersebut mempunyai keahlian tertentu
yang bermanfaat bagi pelaksanaan tugas dan wewenang
kejaksaan.
Ayat (4)
Lihat penjelasan Pasal 12 huruf b, c, dan d.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur pembantu pimpinan" dalam Pasal
ini adalah Kepala Seksi atau pejabat yang setingkat,
sedangkan unsur pelaksana adalah jaksa sesuai dengan tugas
dan wewenangnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 25
*7760 Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam kedudukan sebagai pegawai negeri, kepadanya
diberlakukan ketentuan mengenai pangkat, penghasilan, hak
serta kewajiban lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai pegawai negeri.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" ialah ahli-ahli dalam
berbagai disiplin ilmu dan tidak dimaksudkan untuk
memberikan "keterangan ahli" dalam suatu persidangan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 28 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim,
kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa
menyampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.
Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan
tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati
dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah
dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keputusan lepas bersyarat" adalah
keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman.
Huruf d
Untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) tidak dilakukan terhadap tersangka;
2) hanya terhadap perkara-perkara yang
sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat,
dan/atau yang dapat membayakan keselamatan Negara;
3) harus dapat diselesaikan dalam
waktu 14 (empat belas) hari setelah dilaksanakan ketentuan
Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana;
4) prinsip koordinasi dan kerja sama
dengan penyidik.
Ayat (2)
Cyukup jelas
*7761 Ayat (3)
Tugas dan wewenang kejaksaan dalam ayat ini bersifat
preventif dan/atau edukatif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang belaku.
Yang dimaksud dengan "turut menyelenggarakan" adalah
mencakup kegiatan-kegiatan membantu, turut serta, dan
bekerja sama.
Dalam turut menyelenggarakan tersebut, kejaksaan senantiasa
memperhatikan koordinasi dengan instansi terkait.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Adalah menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama
dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan
dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan,
kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna
mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu.
Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi
horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan
dengan tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang
masing-masing. Kerja sama antara kejaksaan dengan instansi
penegak hukum lainnya dimaksudkan untuk memperlancar upaya
penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana dan
biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam
penyelesaian perkara.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
1) Yang dimaksud dengan "perkara pidana
tertentu" adalah perkara-perkara pidana yang dapat
meresahkan masyarakat luas, dan/atau dapat membahayakan
keselamatan negara, dan/ atau dapat merugikan perekonomian
negara;
2) Yang dimaksud dengan "instansi terkait"
adalah instansi yang secara fungsional terkait dengan
penangan perkara pidana tetentu, baik badan penegak hukum
maupun instansi pemerintah lainnya, dalam hal ini tidak
termasuk badan peradilan;
3) Penetapan oleh Presiden tentang
pelaksanaan koordinasi sama sekali tidak mengurangi asas
kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 dan tetap memperhatikan
asas-asas hukum yang berlaku demi kepastian hukum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "kepentingan umum" adalah
kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan
masyarakat luas.
Menyampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, hanya dapat
dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan
pendapat dari badan-badan kekuasan negara yang mempunyai
hubungan dengan masalah tersebut.
Sesuai dengan sifat dan bobot perkara yang disampingkan
tersebut, Jaksa Agung dapat melaporkan terlebih dahulu
rencana penyampingan perkara kepada Presiden, untuk
mendapatkan petunjuk.
Huruf d
Pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Pertimbangan Jaksa Agung kepada Presiden melalui Mahkamah
Agung sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 8
ayat( 6) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan
Grasi.
Huruf g
Tugas dan wewenang yang diatur dalam ayat ini semata-mata
dalam perkara pidana. Mengingat pelaksanaan wewenang
tersebut berkaitan dengan instansi lainnya seperti
keimigrasian, maka harus dikoordinasikan dengan instansi
yang bersangkutan.
Pasal 33
Ayat (1)
Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat
yang ditunjuk sesuai dengan keputusan Jaksa Agung. Yang
dimaksud dengan "tersangka atau terdakwa" adalah tersangka
atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
*7763 Pasal 36
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan:LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1991
Silahkan download versi PDF nya sbb:
kejaksaan_republik_indonesia_(uu_5_thn_1991)_5.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






