- Home »
- Undang-Undang »
- 1996 » Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UU 4 thn 1996)
1996
Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UU 4 thn 1996)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
hak_tanggungan_atas_tanah_beserta_benda_benda_ber_4.pdf
UU 4/1996, HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA BENDA YANG
BERKAITAN DENGAN TANAH
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 4 TAHUN 1996 (4/1996)
Tanggal: 9 APRIL 1996 (JAKARTA)
Sumber: LN 1996/42; TLN NO. 3632
Tentang: HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG
BERKAITAN DENGAN TANAH
Indeks: TANAH. HAK TANGGUNGAN. Jaminan Utang. Sertipikat.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional
yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan
penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan
lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian
hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat
mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,
adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945;
b. bahwa sejak berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sampai dengan
saat ini, ketentuan-ketentuan yang lengkap mengenai Hak
Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan
atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang
berkaitan dengan tanah, belum terbentuk;
c. bahwa ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana diatur dalam
Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia
sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai
Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah
diubah dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan Pasal 57
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai
dengan terbentuknya Undang-undang tentang Hak Tanggungan,
dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan
perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi
Indonesia;
d. bahwa mengingat perkembangan yang telah dan akan terjadi di
bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak
*9285 Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan yang
telah ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan oleh
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, Hak Pakai atas tanah tertentu yang
wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan,
perlu juga dimungkinkan untuk dibebani Hak Tanggungan;
e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, perlu
dibentuk undang-undang yang mengatur Hak Tanggungan atas
tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sekaligus
mewujudkan Unifikasi Hukum Tanah Nasional;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA
BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan,
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor
tertentu terhadap kreditor-kreditor lain;
2. Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan
utang-piutang tertentu;
3. Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan
utang-piutang tertentu;
*9286
4. Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT,
adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta
pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah,
dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta PPAT yang berisi
pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai
jaminan untuk pelunasan piutangnya;
6. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan
Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah
administratif lain yang setingkat, yang melakukan
pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum
pendaftaran tanah.
Pasal 2
(1) Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi,
kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(2) Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas
tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang
dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya
sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang
merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan
dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian
Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan
untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.
Pasal 3
(1) Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat
berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan
dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan
eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan
berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain
yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.
(2) Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang
berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau
lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
BAB II
OBYEK HAK TANGGUNGAN
Pasal 4
(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah :
a. Hak Milik;
*9287 b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan.
(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang
berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.
(3) Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak
Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah
berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada
atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah
yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas
tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut
hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya
atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta
otentik.
Pasal 5
(1) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari
satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu
utang.
(2) Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih
dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak
Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada
Kantor Pertanahan.
(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang
sama ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan.
Pasal 6
Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Pasal 7
Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun
obyek tersebut berada.
BAB III
*9288 PEMBERI DAN PEMEGANG HAK TANGGUNGAN
Pasal 8
(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan
hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek
Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada
pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak
Tanggungan dilakukan.
Pasal 9
Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
BAB IV
TATA CARA PEMBERIAN, PENDAFTARAN,
PERALIHAN, DAN HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
Pasal 10
(1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang
tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan
atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
(2) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang
berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat
untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum
dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan
dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang
bersangkutan.
Pasal 11
(1) Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan :
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan:
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar
Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili
pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu
tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan
*9289
Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang
dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang
dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat
(1);
d. nilai tanggungan;
e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan
janji-janji, antara lain :
a. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan
untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan
atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa
di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu
dari pemegang Hak Tanggungan;
b. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan
untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak
Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu
dari pemegang Hak Tanggungan;
c. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan
penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor
sungguh-sungguh cidera janji;
d. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika
hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk
mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang
menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau
dilanggarnya ketentuan undang-undang;
e. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai
hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak
Tanggungan apabila debitor cidera janji;
f. janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan
pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan
dari Hak Tanggungan;
g. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan
melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa
persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak
Tanggungan;
h. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh
seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi
Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya *9290 apabila
obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak
Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;
i. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh
seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima
pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika
obyek Hak Tanggungan diasuransikan;
j. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan
obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;
k. janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).
Pasal 12
Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan
untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji,
batal demi hukum.
Pasal 13
(1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan
Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah
lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan
buku-tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah
hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta
menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak tas tanah yang
bersangkutan.
(4) Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan
secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi
pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari
libur, buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari
kerja berikutnya.
(5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 14
(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan
menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
*9291
(2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA".
(3) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang
mengenai hak atas tanah.
(4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas
tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan
kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak
Tanggungan.
Pasal 15
(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan
akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain
daripada membebankan Hak Tanggungan;
b. tidak memuat kuasa substitusi;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah
utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan
identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak
Tanggungan.
(2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik
kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga
kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena
telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4).
(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas
tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan
Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sesudah diberikan.
(4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas
tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan
Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sesudah diberikan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
tidak berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak
*9292 Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu
yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau
ayat (4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.
Pasal 16
(1) Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih
karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain,
Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada
kreditor yang baru.
(2) Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor
Pertanahan.
(3) Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan
mencatatnya pada buku-tanah Hak Tanggungan dan buku-tanah
hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta
menyalin catatan tersebut pada sertipikat Hak Tanggungan dan
sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal pencatatan pada buku-tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya
secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran
beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh
pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja
berikutnya.
(5) Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga
pada hari tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
Pasal 17
Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi
buku-tanah Hak Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan dan
diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pasal 18
(1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
*9293 b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak
Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan
peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
(2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya
dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai
dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak
Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
(3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan
berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri
terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang
dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang
dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
(4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang
dibebani Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang
yang dijamin.
Pasal 19
(1) Pembeli obyek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan
umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual
beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan
agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban
Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
(2) Pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
pernyataan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan yang berisi
dilepaskannya Hak Tanggungan yang membebani obyek Hak
Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak
Tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di antara para
pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek
Hak Tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembeli benda tersebut
dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan
yang bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan
sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil
penjualan lelang di antara para yang berpiutang dan
peringkat mereka menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4) Permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan dari Hak
Tanggungan yang membebaninya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut,
*9294 apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual
beli sukarela dan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan para pihak telah dengan tegas memperjanjikan
bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban
Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
huruf f.
BAB V
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Pasal 20
(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :
a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek
Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),
obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut
tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak
mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan,
penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah
tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan
sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau
pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua)
surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan
dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang
menyatakan keberatan.
(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan
dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.
(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan
pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu
beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
Pasal 21
Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang
Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang
diperolehnya menurut ketentuan Undang-undang ini.
BAB VI
PENCORETAN HAK TANGGUNGAN
Pasal 22
(1) Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan
tersebut pada buku-tanah hak atas tanah dan sertipikatnya.
(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan
yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku-tanah Hak
Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor
Pertanahan.
(3) Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena
sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan,
hal tersebut dicatat pada buku-tanah Hak Tanggungan.
(4) Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan
sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh
kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang
dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas,
atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan
telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan
Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor
melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pihak yang
berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah
pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang
bersangkutan didaftar.
(6) Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa
yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain,
permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
(7) Permohonan pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan
perintah Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan
dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan
Negeri yang bersangkutan.
(8) Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak
Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya permohonan
*9296
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7).
(9) Apabila pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), hapusnya Hak
Tanggungan pada bagian obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan dicatat pada buku-tanah dan sertipikat Hak
Tanggungan serta pada buku-tanah dan sertipikat hak atas
tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula
membebaninya.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 23
(1) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat
(2), dan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang ini dan/atau
peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif,
berupa :
a. tegoran lisan;
b. tegoran tertulis;
c. pemberhentian sementara dari jabatan;
d. pemberhentian dari jabatan.
(2) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Pasal 16 ayat
(4), dan Pasal 22 ayat (8) Undang-undang ini dan/atau
peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) tidak mengurangi sanksi yang dapat dikenakan menurut
peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
(1) Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya Undang-undang
ini, yang menggunakan ketentuan Hypotheek atau
Credietverband berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
diakui, dan selanjutnya berlangsung sebagai Hak Tanggungan
menurut Undang-undang ini sampai dengan berakhirnya hak
tersebut.
(2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan ketentuan-ketentuan mengenai eksekusi dan
pencoretannya sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 22
setelah buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang
bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14.
(3) Surat kuasa membebankan hipotik yang ada pada saat
diundangkannya Undang-undang ini dapat digunakan sebagai
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam waktu 6 (enam)
bulan terhitung sejak saat berlakunya Undang-undang ini,
dengan mengingat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (5).
Pasal 25
Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang
ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai pembebanan Hak
Tanggungan kecuali ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan
Undang-undang ini dan dalam penerapannya disesuaikan dengan
ketentuan dalam Undang-undang ini.
Pasal 26
Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya,
dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai
eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang
ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Ketentuan Undang-undang ini berlaku juga terhadap pembebanan hak
jaminan atas Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Pasal 28
Sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini,
ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan Undang-undang ini
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan mengenai
Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo.
Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah
diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan
ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai
pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
*9298
Pasal 30
Undang-undang ini dapat disebut Undang-Undang Hak Tanggungan.
Pasal 31
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1996
TENTANG
HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA
BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
I. UMUM
1. Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan
nasional, merupakan salah satu upaya mewujudkan
kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka
memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para
pelakunya meliputi baik Pemerintah maupun masyarakat sebagai
orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana
dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatnya kegiatan
pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana,
yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan.
*9299 Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan
tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika
pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait
mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang
kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi
semua pihak yang berkepentingan.
2. Dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut juga
Undang-Undang Pokok Agraria, sudah disediakan lembaga hak
jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah,
yaitu Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga Hypotheek
dan Credietverband. Selama 30 tahun lebih sejak mulai
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, lembaga Hak
Tanggungan di atas belum dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, karena belum adanya undang-undang yang mengaturnya
secara lengkap, sesuai yang dikehendaki oleh ketentuan Pasal
51 Undang-undang tersebut. Dalam kurun waktu itu,
berdasarkan ketentuan peralihan yang tercantum dalam Pasal
57 Undang-Undang Pokok Agraria, masih diberlakukan ketentuan
Hypotheek sebagaimana dimaksud dalam Buku II Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan ketentuan
Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana yang
telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, sepanjang mengenai
hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam atau berdasarkan
Undang-Undang Pokok Agraria.
Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di
atas berasal dari zaman kolonial Belanda dan didasarkan pada
hukum tanah yang berlaku sebelum adanya Hukum Tanah
Nasional, sebagaimana pokok-pokok ketentuannya tercantum
dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan dimaksudkan untuk
diberlakukannya hanya untuk sementara waktu, yaitu sambil
menunggu terbentuknya Undang-undang yang dimaksud oleh Pasal
51 di atas.
Oleh karena itu ketentuan tersebut jelas tidak sesuai dengan
asas-asas Hukum Tanah Nasional dan dalam kenyataannya tidak
dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang
perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dari kemajuan
pembangunan ekonomi. Akibatnya ialah timbulnya perbedaan
pandangan dan penafsiran mengenai berbagai masalah dalam
pelaksanaan hukum jaminan atas tanah, misalnya mengenai
pencantuman titel eksekutorial, pelaksanaan eksekusi dan
lain sebagainya, sehingga peraturan perundang-undangan
tersebut dirasa kurang memberikan jaminan kepastian hukum
dalam kegiatan perkreditan.
3. Atas dasar kenyataan tersebut, perlu segera ditetapkan
undang-undang mengenai lembaga hak jaminan atas tanah yang
kuat dengan ciri-ciri :
a. memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu
kepada pemegangnya;
*9300
b. selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan
siapa pun obyek itu berada;
c. memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat
mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada
pihak-pihak yang berkepentingan;
d. mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
4. Memperhatikan ciri-ciri di atas, maka dengan Undang-undang
ini ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai lembaga hak
jaminan yang oleh Undang-Undang Pokok Agraria diberi nama
Hak Tanggungan. Dengan diundangkannya Undang-undang ini,
maka kita akan maju selangkah dalam mewujudkan tujuan
Undang-Undang Pokok Agraria membangun Hukum Tanah nasional,
dengan menciptakan kesatuan dan kesederhanaan hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam
arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak
Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang
dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu
daripada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan
tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi
piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku.
5. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang ditunjuk sebagai hak
atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha,
dan Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Oleh
karena itu dalam Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang
harus diatur dengan undang-undang adalah Hak Tanggungan atas
Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan.
Hak Pakai dalam Undang-Undang Pokok Agraria tidak ditunjuk
sebagai obyek Hak Tanggungan, karena pada waktu itu tidak
termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan
karenanya tidak dapat memenuhi syarat publisitas untuk dapat
dijadikan jaminan utang. Dalam perkembangannya Hak Pakai pun
harus didaftarkan, yaitu Hak Pakai yang diberikan atas tanah
Negara. Sebagian dari Hak Pakai yang didaftar itu, menurut
sifat dan kenyataannya dapat dipindahtangankan, yaitu yang
diberikan kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum
perdata. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan itu dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani fidusia.
Dalam Undang-undang ini Hak Pakai tersebut ditunjuk
sebagai obyek Hak Tanggungan. Sehubungan dengan itu, maka
untuk selanjutnya, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya
lembaga hak jaminan atas tanah, dan dengan demikian menjadi
tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang merupakan
salah satu tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria.
Pernyataan bahwa Hak Pakai tersebut dapat dijadikan obyek
Hak Tanggungan merupakan penyesuaian ketentuan Undang-Undang
Pokok Agraria dengan perkembangan Hak Pakai itu sendiri
serta kebutuhan masyarakat.
Selain mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang tidak
kurang pentingnya adalah, bahwa degan ditunjuknya Hak Pakai
tersebut sebagai obyek Hak Tanggungan, bagi para pemegang
haknya, yang sebagian terbesar terdiri atas golongan ekonomi
lemah yang tidak berkemampuan untuk mempunyai tanah dengan
Hak Milik atau Hak Guna Bangunan, menjadi terbuka
kemungkinannya untuk memperoleh kredit yang diperlukannya,
dengan menggunakan tanah yang dipunyainya sebagai jaminan.
Dalam pada itu Hak Pakai atas tanah Negara, yang walaupun
wajib didaftar, tetapi karena sifatnya tidak dapat
dipindahtangankan, seperti Hak Pakai atas nama Pemerintah,
Hak Pakai atas nama Badan Keagamaan dan Sosial, dan Hak
Pakai atas nama Perwakilan Negara Asing, yang berlakunya
tidak ditentukan jangka waktunya dan diberikan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu, bukan
merupakan obyek Hak Tanggungan.
Demikian pula Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak dapat
dibebani Hak Tanggungan, karena tidak memenuhi kedua syarat
di atas. Tetapi mengingat perkembangan kebutuhan masyarakat
dan pembangunan di kemudian hari, dalam Undang-undang ini
dibuka kemungkinannya untuk dapat juga ditunjuk sebagai
obyek Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratan
sebagai yang disebutkan di atas. Hal itu lebih lanjut akan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian maka hak-hak atas tanah yang dengan
Undang-undang ini ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan
adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan. Sedang bagi Hak Pakai atas tanah Hak
Milik dibuka kemungkinannya untuk di kemudian hari dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, jika telah
dipenuhi persyaratannya.
Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang
dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci
lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat dan
tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat
dibebani Hak Tanggungan.
6. Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-undang ini pada
dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas
tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda
berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap
merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan
tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional
didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan
horizontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam kaitannya
dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut, Hukum
Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan horizontal.
Dalam rangka asas pemisahan horizontal, benda-benda yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan
merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena
itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah,
tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.
Namun demikian penerapan asas-asas hukum adat tidaklah
mutlak, melainkan selalu memperhatikan dan disesuaikan
dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat
yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu,
dalam rangka asas pemisahan horizontal tersebut, dalam
Undang-undang ini dinyatakan, bahwa pembebanan Hak
Tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula meliputi
benda-benda sebagaimana dimaksud di atas. Hal tersebut telah
dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek, sepanjang
benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah
yang bersangkutan dan keikutsertaannya dijadikan jaminan,
dengan tegas dinyatakan oleh pihak-pihak dalam akta
Pemberian Hak Tanggungannya. Bangunan, tanaman, dan hasil
karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada
yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki
pihak lain. Sedangkan bangunan yang menggunakan ruang bawah
tanah, yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan
bangunan yang ada di atas permukaan bumi di atasnya, tidak
termasuk dalam pengaturan ketentuan mengenai Hak Tanggungan
menurut Undang-undang ini.
Oleh sebab itu Undang-undang ini diberi judul :
Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan dapat disebut
Undang-Undang Hak Tanggungan.
7. Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua
tahap kegiatan, yaitu :
a. tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta
Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah,
untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan
perjanjian utang-piutang yang dijamin;
b. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang
merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.
*9303
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, PPAT
adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan
hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak
atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang
terletak dalam daerah kerjanya masing-masing. Dalam
kedudukan sebagai yang disebutkan di atas, maka akta-akta
yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik.
Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah yang
pembuatan aktanya merupakan kewenangan PPAT, meliputi
pembuatan akta pembebanan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Undang-Undang
Pokok Agraria dan pembuatan akta dalam rangka pembebanan Hak
Tanggungan yang diatur dalam Undang-undang ini.
Dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan
wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena sesuatu sebab tidak
dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai
kuasanya, dengan surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan,
disingkat SKMHT, yang berbentuk akta otentik. Pembuatan
SKMHT selain kepada Notaris, ditugaskan juga kepada PPAT
yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam
rangka memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak
yang memerlukan.
Pada saat pembuatan SKMHT dan Akta Pemberian Hak Tanggungan,
harus sudah ada keyakinan pada Notaris atau PPAT yang
bersangkutan, bahwa pemberi Hak Tanggungan mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek
Hak Tanggungan yang dibebankan, walaupun kepastian mengenai
dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada
waktu pemberian Hak Tanggungan itu didaftar.
Pada tahap pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi Hak
Tanggungan kepada kreditor, Hak Tanggungan yang bersangkutan
belum lahir. Hak Tanggungan itu baru lahir pada saat
dibukukannya dalam buku-tanah di Kantor Pertanahan. Oleh
karena itu kepastian mengenai saat didaftarnya Hak
Tanggungan tersebut adalah sangat penting bagi kreditor.
Saat tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang
diutamakan terhadap kreditor-kreditor yang lain, melainkan
juga menentukan peringkatnya dalam hubungannya dengan
kreditor-kreditor lain yang juga pemegang Hak Tanggungan,
dengan tanah yang sama sebagai jaminannya. Untuk memperoleh
kepastian mengenai saat pendaftarannya, dalam Undang-undang
ini ditentukan, bahwa tanggal buku-tanah Hak Tanggungan yang
bersangkutan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan
surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran tersebut secara
lengkap oleh Kantor Pertanahan, dan jika hari ketujuh itu
jatuh pada hari libur, maka buku tanah yang bersangkutan
diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
*9304 Dalam rangka memperoleh kepastian mengenai kedudukan
yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan
tersebut, ditentukan pula, bahwa Akta Pemberian Hak
Tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi
pendaftarannya, wajib dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor
Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganannya. Demikian pula pelaksanaan kuasa
membebankan Hak Tanggungan yang dimaksudkan di atas
ditetapkan batas waktunya, yaitu 1 (satu) bulan untuk hak
atas tanah yang sudah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk hak
atas tanah yang belum terdaftar.
8. Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan
atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan
pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain,
maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya
piutang yang dijamin pelunasannya.
Dalam hal piutang yang bersangkutan beralih kepada kreditor
lain, Hak Tanggungan yang menjaminnya, karena hukum beralih
pula kepada kreditor tersebut. Pencatatan peralihan Hak
Tanggungan tersebut tidak memerlukan akta PPAT, tetapi cukup
didasarkan pada akta beralihnya piutang yang dijamin.
Pencatatan peralihan itu dilakukan pada buku-tanah dan
sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan, serta pada
buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dijadikan
jaminan.
Demikian juga Hak Tanggungan menjadi hapus karena hukum,
apabila karena pelunasan atau sebab-sebab lain, piutang yang
dijaminnya menjadi hapus. Dalam hal ini pun pencatatan
hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan cukup didasarkan
pada pernyataan tertulis dari kreditor, bahwa piutang yang
dijaminnya hapus.
Pada buku-tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dibubuhkan
catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang sertipikatnya
ditiadakan. Pencatatan serupa, yang disebut pencoretan atau
lebih dikenal sebagai "roya", dilakukan juga pada buku-tanah
dan sertipikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan.
Sertipikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan
tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya.
Dengan tidak mengabaikan kepastian hukum bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, kesederhanaan administrasi pendaftaran
Hak Tanggungan, selain dalam hal peralihan dan hapusnya
piutang yang dijamin, juga tampak pada hapusnya hak tersebut
karena sebab-sebab lain, yaitu karena dilepaskan oleh
kreditor yang bersangkutan, pembersihan obyek Hak Tanggungan
berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan
Negeri, dan hapusnya hak atas tanah yang dijadikan jaminan.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas,
Undang-undang ini mengatur tata cara pencatatan peralihan
dan hapusnya Hak Tanggungan, termasuk pencoretan atau roya.
*9305
9. Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan
pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera
janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah
diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang
perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang
eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang
mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene
Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum
Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling
van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura).
Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak Tanggungan, yang
berfungsi sebagai surat-tanda-bukti adanya Hak Tanggungan,
dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", untuk memberikan
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan
yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu
sertipikat Hak Tanggungan tersebut dinyatakan sebagai
pengganti grosse acte Hypotheek, yang untuk eksekusi
hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat dalam
melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua Reglemen di atas.
Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai
penggunaan ketentuan-ketentuan tersebut, ditegaskan lebih
lanjut dalam Undang-undang ini, bahwa selama belum ada
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, peraturan
mengenai eksekusi hypotheek yang diatur dalam kedua Reglemen
tersebut, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
10. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan
ketentuan-ketentuan Undang-undang ini bagi kepentingan
pihak-pihak yang bersangkutan, kepada Ketua Pengadilan
Negeri diberikan kewenangan tertentu, yaitu : penetapan
memberikan kuasa kepada kreditor untuk mengelola obyek Hak
Tanggungan, penetapan hal-hal yang berkaitan dengan
permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan, dan pencoretan
Hak Tanggungan.
11. Untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dalam Undang-undang
ini diatur sanksi administratif yang dikenakan kepada para
pelaksanaan yang bersangkutan, terhadap pelanggaran atau
kelalaian dalam memenuhi berbagai ketentuan pelaksanaan
tugasnya masing-masing.
Selain dikenakan sanksi administratif tersebut di atas,
apabila memenuhi syarat yang diperlukan, yang bersangkutan
masih dapat digugat secara perdata dan/atau dituntut pidana.
12. Undang-undang ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Pokok
Agraria yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan dan
mengatur berbagai hal baru berkenaan dengan lembaga Hak
*9306 Tanggungan sebagaimana telah diuraikan di atas, yang
cakupannya meliputi :
a. obyek Hak Tanggungan;
b. pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
c. tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan, dan
hapusnya Hak Tanggungan;
d. eksekusi Hak Tanggungan;
e. pencoretan Hak Tanggungan;
f. sanksi administratif;
dan dilengkapi pula dengan Penjelasan Umum serta Penjelasan
Pasal demi Pasal.
Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut hal-hal yang diatur dalam
Undang-Undang Hak Tanggungan ini, terdapat dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang sudah ada, sedang sebagian
lagi masih perlu ditetapkan dalam bentuk Peraturan
Pemerintah dan peraturan perundang-undangan lain.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi dari
Hak Tanggungan adalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara
utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya.
Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak
berarti terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan dari beban
Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani
seluruh obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum
dilunasi.
Ayat (2)
Ketentuan ini merupakan perkecualian dari asas yang
ditetapkan pada ayat (1) untuk menampung kebutuhan
perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk
mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan kompleks
perumahan yang semula menggunakan kredit untuk pembangunan
seluruh kompleks dan kemudian akan dijual kepada pemakai
satu persatu, sedangkan untuk membayarnya pemakai akhir ini
juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang
bersangkutan.
Sesuai ketentuan ayat ini apabila Hak Tanggungan itu
dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari
beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan
yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri,
asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal
itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan.
*9307
Pasal 3
Ayat (1)
Utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan dapat berupa
utang yang sudah ada maupun yang belum ada tetapi sudah
diperjanjikan, misalnya utang yang timbul dari pembayaran
yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam
rangka pelaksanaan bank garansi. Jumlahnya pun dapat
ditentukan secara tetap di dalam perjanjian yang
bersangkutan dan dapat pula ditentukan kemudian berdasarkan
cara perhitungan yang ditentukan dalam perjanjian yang
menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan,
misalnya utang bunga atas pinjaman pokok dan ongkos-ongkos
lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian.
Perjanjian yang dapat menimbulkan hubungan
utang-piutang dapat berupa perjanjian pinjam meminjam maupun
perjanjian lain, misalnya perjanjian pengelolaan harta
kekayaan orang yang belum dewasa atau yang berada di bawah
pengampuan, yang diikuti dengan pemberian Hak Tanggungan
oleh pihak pengelola.
Ayat (2)
Seringkali terjadi debitor berutang kepada lebih dari
satu kreditor, masing-masing didasarkan pada perjanjian
utang-piutang yang berlainan, misalnya kreditor adalah suatu
bank dan suatu badan afiliasi bank yang bersangkutan.
Piutang para kreditor tersebut dijamin dengan satu Hak
Tanggungan kepada semua kreditor dengan satu akta pemberian
Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut dibebankan atas
tanah yang sama. Bagaimana hubungan para kreditor satu
dengan yang lain, diatur oleh mereka sendiri, sedangkan
dalam hubungannya dengan debitor dan pemberi Hak Tanggungan
kalau bukan debitor sendiri yang memberinya, mereka menunjuk
salah satu kreditor yang akan bertindak atas nama mereka.
Misalnya mengenai siapa yang akan menghadap PPAT dalam
pemberian Hak Tanggungan yang diperjanjikan dan siapa yang
akan menerima dan menyimpan sertipikat Hak Tanggungan yang
bersangkutan.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak
Guna Bangunan adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Hak Guna Bangunan meliputi Hak Guna Bangunan di atas
tanah Negara, di atas tanah Hak Pengelolaan, maupun di atas
tanah Hak Milik.
*9308 Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan
Umum angka 5, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang
dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan adalah :
a. hak tersebut sesuai ketentuannya yang berlaku
wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada Kantor
Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan
(preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang Hak
Tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada
catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku-tanah dan
sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap
orang dapat mengetahuinya (asas publisitas), dan
b. hak tersebut menurut sifatnya harus dapat
dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera
direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya.
Sehubungan dengan kedua syarat di atas, Hak Milik yang
sudah diwakafkan tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena
sesuai dengan hakikat perwakafan, Hak Milik yang demikian
sudah dikekalkan sebagai harta keagamaan. Sejalan dengan
itu, hak atas tanah yang dipergunakan untuk keperluan
peribadatan dan keperluan suci lainnya juga tidak dapat
dibebani Hak Tanggungan.
Ayat (2)
Hak Pakai atas tanah Negara yang dapat
dipindahtangankan meliputi Hak Pakai yang diberikan kepada
orang perseorangan atau badan hukum untuk jangka waktu
tertentu yang ditetapkan di dalam keputusan pemberiannya.
Walaupun di dalam Pasal 43 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ditentukan bahwa
untuk memindahtangankan Hak Pakai atas tanah Negara
diperlukan izin dari pejabat yang berwenang, namun menurut
sifatnya Hak Pakai itu memuat hak untuk memindahtangankan
kepada pihak lain. Izin yang diperlukan dari pejabat yang
berwenang hanyalah berkaitan dengan persyaratan apakah
penerima hak memenuhi syarat untuk menjadi pemegang Hak
Pakai.
Mengenai kewajiban pendaftaran Hak Pakai atas tanah
Negara, lihat Penjelasan Umum angka 5.
Ayat (3)
Hak Pakai atas tanah Hak Milik baru dapat dibebani Hak
Tanggungan apabila hal itu sudah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. Ketentuan ini diadakan, karena perkembangan
mengenai Hak Pakai atas tanah Hak Milik tergantung pada
keperluannya di dalam masyarakat. Walaupun pada waktu ini
belum dianggap perlu mewajibkan pendaftaran Hak Pakai atas
tanah Hak Milik, sehingga hak tersebut tidak memenuhi syarat
untuk dibebani Hak *9309 Tanggungan, namun untuk menampung
perkembangan di waktu yang akan datang kemungkinan untuk
membebankan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak
Milik tidak ditutup sama sekali.
Lihat Penjelasan Umum angka 5.
Ayat (4)
Sebagaimana sudah dijelaskan dalam Penjelasan Umum
angka 6, Hak Tanggungan dapat pula meliputi bangunan,
tanaman, dan hasil karya misalnya candi, patung, gapura,
relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang
bersangkutan. Bangunan yang dapat dibebani Hak Tanggungan
bersamaan dengan tanahnya tersebut meliputi bangunan yang
berada di atas maupun di bawah permukaan tanah misalnya
basement, yang ada hubungannya dengan hak atas tanah yang
bersangkutan.
Ayat (5)
Sebagai konsekuensi dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan,
tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang hak atas tanah
wajib dilakukan bersamaan dengan pemberian Hak Tanggungan
atas tanah yang bersangkutan dan dinyatakan di dalam satu
Akta Pemberian Hak Tanggungan, yang ditandatangani bersama
oleh pemiliknya dan pemegang hak atas tanahnya atau kuasa
mereka, keduanya sebagai pihak pemberi Hak Tanggungan.
Yang dimaksud dengan akta otentik dalam ayat ini adalah
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atas benda-benda yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk dibebani Hak
Tanggungan bersama-sama tanah yang bersangkutan.
Pasal 5
Ayat (1)
Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani lebih dari
satu Hak Tanggungan sehingga terdapat pemegang Hak
Tanggungan peringkat utama, peringkat kedua, dan seterusnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tanggal pendaftaran adalah tanggal
buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (4).
Ayat (3)
Dalam hal lebih dari satu Hak Tanggungan atas satu
obyek Hak Tanggungan dibuat pada tanggal yang sama,
peringkat Hak Tanggungan tersebut ditentukan oleh nomor urut
akta pemberiannya. Hal ini dimungkinkan karena *9310
pembuatan beberapa Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut
hanya dapat dilakukan oleh PPAT yang sama.
Pasal 6
Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan
sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan
diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau
pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih
dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan
pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa
apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak
untuk menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum
tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak
Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada
kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap
menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.
Pasal 7
Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi
kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Walaupun obyek Hak
Tanggungan sudah berpindahtangan dan menjadi milik pihak
lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya
melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat
didaftarnya Hak Tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan
diharuskan ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat
pembuatan buku-tanah Hak Tanggungan. Untuk itu harus
dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat
didaftarnya Hak Tanggungan yang bersangkutan. Lihat
Penjelasan Umum angka 7.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan,
pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari perjanjian
pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum
utang-piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang
menimbulkan hubungan utang-piutang ini dapat dibuat dengan
akta di bawah tangan atau harus dibuat dengan akta otentik,
tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi
perjanjian itu. Dalam hal hubungan utang-piutang itu timbul
dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit,
perjanjian tersebut dapat *9311 dibuat di dalam maupun
di luar negeri dan pihak-pihak yang bersangkutan dapat orang
perseorangan atau badan hukum asing sepanjang kredit yang
bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di
wilayah negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan hak lama adalah hak kepemilikan
atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi
proses administrasi dalam konversinya belum selesai
dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah
syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Mengingat tanah dengan hak sebagaimana dimaksud di atas
pada waktu ini masih banyak, pembebanan Hak Tanggungan pada
hak atas tanah itu dimungkinkan asalkan pemberiannya
dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas
tanah tersebut. Kemungkinan ini dimaksudkan untuk memberi
kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang belum
bersertipikat untuk memperoleh kredit. Disamping itu,
kemungkinan di atas dimaksudkan juga untuk mendorong
pensertipikatan hak atas tanah pada umumnya.
Dengan adanya ketentuan ini berarti bahwa penggunaan
tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan
lain-lain yang sejenis masih dimungkinkan sebagai agunan
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Ketentuan ini menunjukkan bagaimana
caranya untuk meningkatkan pemberian agunan tersebut menjadi
Hak Tanggungan.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk
sahnya Akta Pemberian Hak Tanggungan. Tidak dicantumkannya
secara lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan mengakibatkan akta yang
bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan
untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik
mengenai subyek, obyek, maupun utang yang dijamin.
Huruf a
Apabila Hak Tanggungan dibebankan pula pada
benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik
orang perseorangan atau badan hukum lain daripada pemegang
hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang hak
atas tanah bersama-sama pemilik benda tersebut.
Huruf b
*9312 Dengan dianggapnya kantor PPAT sebagai
domisili Indonesia bagi pihak yang berdomisili di luar
negeri apabila domisili pilihannya tidak disebut di dalam
akta, syarat pencantuman domisili pilihan tersebut dianggap
sudah dipenuhi.
Huruf c
Penunjukan utang atau utang-utang yang dijamin
sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi juga nama dan
identitas debitor yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi rincian
mengenai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan atau
bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat
uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas, dan luas
tanahnya.
Ayat (2)
Janji-janji yang dicantumkan pada ayat ini sifatnya
fakultatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya
akta. Pihak-pihak bebas menentukan untuk menyebutkan atau
tidak menyebutkan janji-janji ini dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan.
Dengan dimuatnya janji-janji tersebut dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang kemudian didaftar pada Kantor
Pertanahan, janji-janji tersebut juga mempunyai kekuatan
mengikat terhadap pihak ketiga.
Huruf a dan b
Pemberi Hak Tanggungan masih diperbolehkan
melaksanakan kewenangan yang dibatasi sebagaimana dimaksud
pada huruf-huruf ini sepanjang untuk itu telah diperoleh
persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan.
Huruf c
Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang
Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan dapat
merugikan pemberi Hak Tanggungan. Oleh karena itu, janji
tersebut haruslah disertai persyaratan bahwa pelaksanaannya
masih memerlukan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Sebelum
mengeluarkan penetapan tersebut Ketua Pengadilan Negeri
perlu memanggil dan mendengar pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu pemegang Hak Tanggungan dan pemberi
Hak Tanggungan serta debitor apabila pemberi Hak Tanggungan
bukan debitor.
*9313
Huruf d
Dalam janji ini termasuk pemberian kewenangan
kepada pemegang Hak Tanggungan untuk atas biaya pemberi Hak
Tanggungan mengurus perpanjangan hak atas tanah yang
dijadikan obyek Hak Tanggungan untuk mencegah hapusnya Hak
Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah, dan melakukan
pekerjaan lain yang diperlukan untuk menjaga agar obyek Hak
Tanggungan tidak berkurang nilainya yang akan mengakibatkan
berkurangnya harga penjualan sehingga tidak cukup untuk
melunasi utang yang dijamin.
Huruf e
Untuk dipunyainya kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
dicantumkan janji ini.
Huruf f
Janji ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
pemegang Hak Tanggungan kedua dan seterusnya. Dengan adanya
janji ini, tanpa persetujuan pembersihan dari pemegang Hak
Tanggungan kedua dan seterusnya, Hak Tanggungan kedua dan
seterusnya tetap membebani obyek Hak Tanggungan, walaupun
obyek itu sudah dieksekusi untuk pelunasan piutang pemegang
Hak Tanggungan pertama.
Huruf g
Yang dimaksud pada huruf ini adalah melepaskan
haknya secara sukarela.
Huruf h
Yang dimaksud pada huruf ini adalah pelepasan hak
secara sukarela, atau pencabutan hak untuk kepentingan umum
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Janji ini penting untuk dapat memperoleh harga
yang tinggi dalam penjualan obyek Hak Tanggungan.
Huruf k
Tanpa dicantumkannya janji ini, sertipikat hak
atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan diserahkan kepada
pemberi Hak Tanggungan.
Pasal 12
Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan
debitor dan pemberi Hak Tanggungan lainnya, terutama jika
*9314 nilai obyek Hak Tanggungan melebihi besarnya utang
yang dijamin. Pemegang Hak Tanggungan dilarang untuk secara
serta merta menjadi pemilik obyek Hak Tanggungan karena
debitor cidera janji. Walaupun demikian tidaklah dilarang
bagi pemegang Hak Tanggungan untuk menjadi pembeli obyek Hak
Tanggungan asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal
20.
Pasal 13
Ayat (1)
Salah satu asas Hak Tanggungan adalah asas publisitas.
Oleh Karena itu didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan
merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan
tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak
ketiga.
Ayat (2)
Dengan pengiriman oleh PPAT berarti akta dan warkah
lain yang diperlukan itu disampaikan ke Kantor Pertanahan
melalui petugasnya atau dikirim melalui pos tercatat. PPAT
wajib menggunakan cara yang paling baik dan aman dengan
memperhatikan kondisi daerah dan fasilitas yang ada, serta
selalu berpedoman pada tujuan untuk didaftarnya Hak
Tanggungan itu secepat mungkin.
Warkah lain yang dimaksud pada ayat ini meliputi
surat-surat bukti yang berkaitan dengan obyek Hak Tanggungan
dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk di
dalamnya sertipikat hak atas tanah dan/atau surat-surat
keterangan mengenai obyek Hak Tanggungan.
PPAT wajib melaksanakan ketentuan pada ayat ini karena
jabatannya. Sanksi atas pelanggarannya akan ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan PPAT.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Agar pembuatan buku-tanah Hak Tanggungan tersebut tidak
berlarut-larut sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang
berkepentingan dan mengurangi jaminan kepastian hukum, ayat
ini menetapkan satu tanggal yang pasti sebagai tanggal
buku-tanah itu, yaitu tanggal hari ketujuh dihitung dari
hari dipenuhinya persyaratan berupa surat-surat untuk
pendaftaran secara lengkap.
Ayat (5)
Dengan dibuatnya buku-tanah Hak Tanggungan, asas
publisitas terpenuhi dan Hak Tanggungan itu mengikat juga
pihak ketiga.
Pasal 14
*9315 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) dan ayat (3)
Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat Hak
Tanggungan dan dalam ketentuan pada ayat ini, dimaksudkan
untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada
sertipikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitor cidera
janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate
executie sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata.
Lihat Penjelasan Umum angka 9 dan penjelasan Pasal 26.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum
angka 7 pada asasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib
dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. Hanya apabila
benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal pemberi Hak
Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PPAT, diperkenankan
penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Sejalan
dengan itu, surat kuasa tersebut harus diberikan langsung
oleh pemberi Hak Tanggungan dan harus memenuhi persyaratan
mengenai muatannya sebagaimana ditetapkan pada ayat ini.
Tidak dipenuhinya syarat ini mengakibatkan surat kuasa yang
bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat
kuasa yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan. PPAT wajib menolak
permohonan untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan,
apabila Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak dibuat
sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan atau tidak memenuhi
persyaratan termaksud di atas.
Huruf a
Yang dimaksud dengan tidak memuat kuasa untuk
melakukan perbuatan hukum lain dalam ketentuan ini, misalnya
tidak memuat kuasa untuk menjual, menyewakan obyek Hak
Tanggungan, atau memperpanjang hak atas tanah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengertian substitusi menurut
Undang-undang ini adalah penggantian penerima *9316
kuasa melalui pengalihan. Bukan merupakan substitusi, jika
penerima kuasa memberikan kuasa kepada pihak lain dalam
rangka penugasan untuk bertindak mewakilinya, misalnya
Direksi Bank menugaskan pelaksanaan kuasa yang diterimanya
kepada Kepala Cabangnya atau pihak lain.
Huruf c
Kejelasan mengenai unsur-unsur pokok dalam
pembebanan Hak Tanggungan sangat diperlukan untuk
kepentingan perlindungan pemberi Hak Tanggungan. Jumlah
utang yang dimaksud pada huruf ini adalah jumlah utang
sesuai dengan yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Tanah yang belum terdaftar adalah tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3). Batas waktu penggunaan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas
tanah yang belum terdaftar ditentukan lebih lama daripada
tanah yang sudah didaftar pada ayat (3), mengingat pembuatan
Akta Pemberian Hak Tanggungan pada hak atas tanah yang belum
terdaftar harus dilakukan bersamaan dengan permohonan
pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 10 ayat (3), yang terlebih dahulu
perlu dilengkapi persyaratannya.
Persyaratan bagi pendaftaran hak atas tanah yang belum
terdaftar meliputi diserahkannya surat-surat yang memerlukan
waktu untuk memperolehnya, misalnya surat keterangan riwayat
tanah, surat keterangan dari Kantor Pertanahan bahwa tanah
yang bersangkutan belum bersertipikat, dan apabila bukti
kepemilikan tanah tersebut masih atas nama orang yang sudah
meninggal, surat keterangan waris dan surat pembagian waris.
Ketentuan pada ayat ini berlaku juga terhadap tanah
yang sudah bersertipikat, tetapi belum didaftar atas nama
pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah yang
baru, yaitu tanah yang belum didaftar peralihan haknya,
pemecahannya, atau penggabungannya.
Ayat (5)
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan mengingat
kepentingan golongan ekonomi lemah, untuk pemberian kredit
tertentu yang ditetapkan Pemerintah seperti kredit program,
kredit kecil, kredit pemilikan rumah, dan kredit
*9317
lain yang sejenis, batas waktu berlakunya Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4) tidak berlaku. Penentuan batas waktu
berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk
jenis kredit tertentu tersebut dilakukan oleh Menteri yang
berwenang di bidang pertanahan setelah mengadakan koordinasi
dan konsultasi dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank
Indonesia, dan pejabat lain yang terkait.
Ayat (6)
Ketentuan mengenai batas waktu berlakunya Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan dimaksudkan untuk mencegah
berlarut-larutnya waktu pelaksanaan kuasa itu. Ketentuan ini
tidak menutup kemungkinan dibuatnya Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan baru.
Pasal 16
Ayat (1)
Cessie adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh
kreditor pemegang Hak Tanggungan kepada pihak lain.
Subrogasi adalah penggantian kreditor oleh pihak ketiga
yang melunasi utang debitor.
Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain adalah hal-hal
lain selain yang dirinci pada ayat ini, misalnya dalam hal
terjadi pengambilalihan atau penggabungan perusahaan
sehingga menyebabkan beralihnya piutang dari perusahaan
semula kepada perusahaan yang baru.
Karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam
ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pencatatan
beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan
akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada
kreditor yang baru.
Lihat Penjelasan Umum angka 8.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
*9318
Pasal 18
Ayat (1)
Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan,
adanya Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang
dijamin pelunasannya. Apabila piutang itu hapus karena
pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan sendirinya Hak
Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga.
Selain itu, pemegang Hak Tanggungan dapat melepaskan
Hak Tanggungannya dan hak atas tanah dapat hapus, yang
mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan.
Hak atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal
sebagaimana disebut dalam Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria atau peraturan perundang-undangan
lainnya. Dalam hal Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau
Hak Pakai yang dijadikan obyek Hak Tanggungan berakhir
jangka waktu berlakunya dan diperpanjang berdasarkan
permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu
tersebut, Hak Tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak
atas tanah yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi
kepentingan pembeli obyek Hak Tanggungan, agar benda yang
dibelinya terbebas dari Hak Tanggungan yang semula
membebaninya, jika harga pembelian tidak mencukupi untuk
melunasi utang yang dijamin.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Para pemegang Hak Tanggungan yang tidak mencapai
kesepakatan perlu berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai
kesepakatan mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan
sebelum masalahnya diajukan pembeli kepada Ketua Pengadilan
Negeri. Apabila diperlukan, dapat diminta jasa penengah yang
disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
*9319
Dalam menetapkan pembagian hasil penjualan obyek Hak
Tanggungan dan peringkat para pemegang Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat ini Ketua Pengadilan Negeri
harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dan Pasal 5.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan
yang disediakan oleh Undang-undang ini bagi para kreditor
pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus dilakukan eksekusi.
Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan
dengan melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini
diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk
obyek Hak Tanggungan. Kreditor berhak mengambil pelunasan
piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak
Tanggungan. Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar
daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar
nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak
Tanggungan.
Ayat (2)
Dalam hal penjualan melalui pelelangan umum
diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dengan
menyimpang dari prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di
bawah tangan, asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi
dan pemegang Hak Tanggungan, dan syarat yang ditentukan pada
ayat (3) dipenuhi. Kemungkinan ini dimaksudkan untuk
mempercepat penjualan obyek Hak Tanggungan dengan harga
penjualan tertinggi.
Ayat (3)
Persyaratan yang ditetapkan pada ayat ini dimaksudkan
untuk melindungi pihak-pihak yang berkepentingan, misalnya
pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga, dan kreditor lain
dari pemberi Hak Tanggungan.
Pengumuman dimaksud dapat dilakukan melalui surat kabar
atau media massa lainnya, misalnya radio, televisi, atau
melalui kedua cara tersebut. Jangkauan surat kabar dan media
massa yang dipergunakan haruslah meliputi tempat letak obyek
Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan tanggal pemberitahuan tertulis
adalah tanggal pengiriman pos tercatat, tanggal penerimaan
melalui kurir, atau tanggal pengiriman facsimile. Apabila
ada perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan
*9320
tanggal pengumuman yang dimaksud pada ayat ini, jangka waktu
satu bulan dihitung sejak tanggal paling akhir di antara
kedua tanggal tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Untuk menghindarkan pelelangan obyek Hak Tanggungan,
pelunasan utang dapat dilakukan sebelum saat pengumuman
lelang dikeluarkan.
Pasal 21
Ketentuan ini lebih memantapkan kedudukan diutamakan
pemegang Hak Tanggungan dengan mengecualikan berlakunya
akibat kepailitan pemberi Hak Tanggungan terhadap obyek Hak
Tanggungan.
Pasal 22
Ayat (1)
Hak Tanggungan telah hapus karena peristiwa-peristiwa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Pencoretan catatan atau
roya Hak Tanggungan dilakukan demi ketertiban administrasi
dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan
yang bersangkutan yang sudah hapus.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
*9321 Yang dimaksud dengan pejabat pada ayat ini adalah
PPAT dan notaris yang disebut di dalam pasal-pasal yang
bersangkutan. Pemberian sanksi kepada pejabat tersebut
dilakukan oleh pejabat yang berwenang menurut ketentuan yang
dimaksud pada ayat (4). Jenis-jenis hukumannya disesuaikan
dengan berat ringannya pelanggaran.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyesuaian buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan
diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Sebelum buku-tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang
bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, eksekusi dan pencoretannya
dilakukan menurut ketentuan yang berlaku sebelum
Undang-undang ini diundangkan.
Ayat (3)
Termasuk dalam pengertian surat kuasa membebankan
hipotik yang dimaksud pada ayat ini adalah surat kuasa untuk
menjaminkan tanah.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Yang dimaksud dengan peraturan mengenai eksekusi hypotheek
yang ada dalam pasal ini, adalah ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbarui
(Het Herzienen Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941-44)
dan Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa
dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de
Gewesten Buiten Java en Madura, Staatsblad 1927-227).
Ketentuan dalam Pasal 14 yang harus diperhatikan adalah
bahwa grosse acte Hypotheek yang berfungsi sebagai surat
tanda bukti adanya Hypotheek, dalam hal Hak Tanggungan
adalah sertipikat Hak Tanggungan.
Adapun yang dimaksud dengan peraturan
*9322
perundang-undangan yang belum ada, adalah peraturan
perundang-undangan yang mengatur secara khusus eksekusi Hak
Tanggungan, sebagai pengganti ketentuan khusus mengenai
eksekusi hypotheek atas tanah yang disebut di atas.
Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 9,
ketentuan peralihan dalam Pasal ini memberikan ketegasan,
bahwa selama masa peralihan tersebut, ketentuan hukum acara
di atas berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan, dengan
penyerahan sertipikat Hak Tanggungan sebagai dasar
pelaksanaannya.
Pasal 27
Dengan ketentuan ini Hak Tanggungan dapat dibebankan pada
Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang
didirikan di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara.
Lihat Penjelasan Umum angka 5.
Pasal 28
Peraturan pelaksanaan yang perlu dikeluarkan antara lain
adalah mengenai jabatan PPAT.
Lihat Penjelasan Umum angka 12.
Pasal 29
Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan mengenai
Credietverband seluruhnya tidak diperlukan lagi. Sedangkan
ketentuan mengenai Hypotheek yang tidak berlaku lagi hanya
yang menyangkut pembebanan hypotheek atas hak atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBAR LEPAS SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1996
Silahkan download versi PDF nya sbb:
hak_tanggungan_atas_tanah_beserta_benda_benda_ber_4.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






