- Home »
- Undang-Undang »
- 1996 » Undang-Undang Pengesahan Convention On Psychotropic Substances 1971 (konvensi Psikotropika 1971) (UU 8 thn 1996)
1996
Undang-Undang Pengesahan Convention On Psychotropic Substances 1971 (konvensi Psikotropika 1971) (UU 8 thn 1996)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1996 Tentang Pengesahan Convention On Psychotropic Substances 1971 (konvensi Psikotropika 1971) :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_convention_on_psychotropic_substances_8.pdf
UU 8/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971
(KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 8 TAHUN 1996 (8/1996)
Tanggal: 7 NOPEMBER 1996 (JAKARTA)
Sumber: LN. 1996/100; TLN.3657
Tentang: PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971
(KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat dan berkedaulatan Rakyat dalam suasana perikehidupan
bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan
pergaulan dunia yang merdeka, adil, bersahabat, tertib, dan
damai;
b. bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut,
perlu dilakukan upaya secara terus menerus di bidang
kesejahteraan rakyat dengan memberikan perhatian khusus terhadap
bahaya penyalahgunaan obat, psikotropika, narkotika, dan zat
adiktif;
c. bahwa psikotropika sangat bermanfaat untuk pengobatan dan ilmu
pengetahuan, tetapi penyalahgunaannya dapat menimbulkan masalah
kesehatan dan kesejahteraan umat manusia serta masalah sosial
lainnya;
d. bahwa makin pesatnya kemajuan di bidang transportasi dan
informasi yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta
teknologi, maka masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap
psikotropika juga meningkat sehingga perlu kerja sama
internasional untuk mengatasinya;
e. bahwa berdasarkan resolusi The United Nations Economic and
Social Council (Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan
Bangsa-Bangsa) Nomor 1474 (XLVIII), tanggal 24 Maret 1970, maka
pada tanggal 11 Januari - 21 Pebruari 1971, di Wina, Austria,
diselenggarakan The United Nations Conference for the Adoption of
a Protocol on Psychotropic Substances (Konferensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Adopsi Protokol Psikotropika), yang telah
menghasilkan Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi
Psikotropika 1971);
f. bahwa ketentuan Konvensi tersebut selaras dengan usaha
Pemerintah Republik Indonesia dalam melakukan pengendalian dan
pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran psiktropika);
g. bahwa sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan
di atas, dipandang perlu untuk mengesahkan Convention on
Psychotropic Substances 1971 (Konvensi
*9359
Psikotropika 1971) dengan Undang-undang;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1)Undang-Undang
Dasar 1945.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC
SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971).
Pasal 1
Mengesahkan Convention on Psychotropic Substances 1971
(Konvensi Psikotropika 1971) dengan Reservation (Pensyaratan)
terhadap Pasal 31 ayat (2), yang bunyi lengkap Persyaratan itu
dalam bahasa Inggeris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia,
serta salinan naskah asli Convention on Psychotropic Substances
1971 (Konvensi Psikotropika 1971) dalam bahasa Inggeris serta
terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir,
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Nopember 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Nopember 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1996
TENTANG
PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971
(KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
UMUM
Cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana
tercantum dalam *9360 Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam rangka mencapai cita-cita Bangsa
Indonesia dan turut mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, perlu
ditingkatkan kerja sama internasional dengan prinsip politik luar
negeri yang bebas aktif.
Berdasarkan prinsip tersebut, kebijaksanaan
pembangunan yang bertumpu pada pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya, perlu tetap dipelihara dan diamankan dari
berbagai gangguan dan ancaman yang merupakan dampak dari era
globalisasi. Dalam mengantisipasi adanya gangguan dan ancaman
tersebut, Indonesia berusaha turut serta dalam upaya meningkatkan
kerja sama antar negara, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan
rakyat, dengan perhatian khusus terhadap bahaya penyalahgunaan
obat psikotropika, narkotika, dan zat adiktif.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sitetis, bukan narkotika, yang berkhasiat
psiko-aktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Pada prinsipnya psikotropika bermanfaat dan sangat
diperlukan dalam pelayanan kesehatan, seperti pada pelayanan
penderita gangguan jiwa dan saraf, maupun tujuan ilmu
pengetahuan. Walaupun demikian, penggunaan psikotropika yang
tidak dilakukan oleh dan/atau tidak di bawah pengawasan tenaga
yang diberikan wewenang dapat merugikan kesehatan, dan dapat
menimbulkan sindrom ketergantungan yang merugikan perseorangan,
keluarga, masyarakat, generasi sekarang dan generasi yang akan
datang serta merusak nilai-nilai budaya bangsa.
Psikotropika sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan
diatur secara tersendiri, hal ini dimaksudkan untuk menampung
perkembangan kesepakatan internasional dan penanganan secara
khusus bagi penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika.
Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang
letak geografinya cukup strategis bagi lalu lintas internasional
dengan jumlah penduduk yang besar, sangat rawan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika.
Dengan semakin pesatnya kemajuan dalam bidang
transportasi dan informasi yang sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, penyalahgunaan dan peredaran gelap
psikotropika menunjukkan gejala yang semakin luas dan berdimensi
internasional sehingga dipandang perlu adanya peningkatan kerja
sama internasional.
Berdasarkan resolusi The United Nations
Economic and Social Council (Dewan Ekonomi dan Sosial
Perserikatan Bangsa-Bangsa) Nomor 1474 (XLVIII), tanggal 24 Maret
1970, maka pada tanggal 11 Januari - 21 Pebruari 1971, di Wina,
Austria, diselenggarakan the United Nations Conference for the
Adoption of a Protocol on Psychotropic Substances (Konferensi
Perserikan Bangsa-Bangsa tentang Adopsi Protokol Psikotropika),
yang telah menghasilkan Convention *9361 Psychotropic Substances
1971 (Konvensi Psikotropika 1971).
Konvensi tersebut merupakan suatu perangkat
hukum internasional yang mengatur kerja sama internasional dalam
pengendalian dan pengawasan produksi, peredaran dan penggunaan
psikotropika, serta pencegahan, pemberantasan penyalahgunaannya
dengan membatasi penggunaan hanya bagi kepentingan pengobatan
dan/atau ilmu pengetahuan.
Materi muatan konvensi pada hakikatnya sudah
selaras dengan usaha Pemerintah Republik Indonesia dalam
melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap psikotropika.
Pengesahan konvensi tersebut dapat lebih
menjamin kemungkinan penyelenggaraan kerja sama dengan
negara-negara lain dalam pengawasan peredaran psikotropika dan
usaha-usaha penanggulangan atas penyalahgunaannya.
Dari aspek kepentingan dalam negeri dengan
menjadi pihak pada konvensi tersebut Indonesia dapat lebih
mengkonsolidasikan upayanya dalam mencegah dan melindungi
kepentingan masyarakat umum, terutama generasi muda, terhadap
akibat buruk yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan psikotropika.
Di samping itu, tindakan tersebut akan
memperkuat dasar-dasar tindakan Indonesia dalam melakukan
pengaturan yang komprehensif mengenai peredaran psikotropika di
dalam negeri. Dengan demikian penegakan hukum terhadap tindak
pidana penyalahgunaan psikotropika akan dapat lebih dimantapkan.
Salah satu wujud nyata dari kerja sama
internasional adalah ikut sertanya Indonesia untuk mengesahkan
Convention Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika
1971).
Pokok-pokok pikiran yang mendorong lahirnya
Konvensi sebagai berikut:
1. Perhatian terhadap kesehatan dan kesejahteraan umat manusia.
2. Perhatian terhadap kesehatan masyarakat dan masalah sosial
yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan psikotropika.
3. Tekad untuk mencegah dan memerangi penyalahgunaan dan
peredaran gelap psikotropika.
4. Pertimbangan bahwa tindakan yang tepat diperlukan untuk
membatasi penggunaan psikotropika hanya untuk pengobatan dan/atau
tujuan ilmu pengetahuan.
5. Pengakuan bahwa penggunaan psikotropika untuk pengobatan
dan/atau tujuan ilmu pengetahuan sangat diperlukan sehingga
ketersediaannya perlu terjamin.
6. Keyakinan bahwa tindakan efektif untuk memerangi
penyalahgunaan psikotropika tersebut memerlukan koordinasi dan
tindakan yang universal.
7. Pengakuan adanya kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
melakukan pengawasan psikotropika dan keinginan bahwa badan
internasional yang melakukan pengawasan tersebut berada dalam
kerangka organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
8. Pengakuan bahwa diperlukan konvensi
internasional untuk *9362 mencapai tujuan ini.
Dalam Konvensi ini beberapa materi pokok yang diatur, antara
lain, sebagai berikut:
1. Pengertian
Di dalam Konvensi ini yang dimaksud dengan psikotropika adalah
setiap bahan, baik alamiah maupun sitetis, sebagaimana
tertuang di dalam Daftar Psikotropika adalah setiap bahan,
baik alamiah maupun sintetis, sebagaimana tertuang di dalam
Daftar Psikotropika Golongan I, II, III dan IV yang
dilampirkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Konvensi ini.
Psikotropika ini mempunyai manfaat untuk pengobatan dan/atau
tujuan ilmu pengetahuan, tetapi dapat menimbulkan
kecenderungan untuk disalahgunakan sehingga akan dapat
mengganggu kesehatan dan menimbulkan masalah sosial lainnya.
2. Lingkup Pengawasan
Para Pihak diminta aktif melakukan pengawasan terhadap
psikotropika yang terdapat dalam Daftar Psikotropika Golongan
I, II, III, dan IV. Selain psikotropika yang tercantum di
dalam Daftar Psikotropika Golongan I, II, III, dan IV tersebut
agar Para Pihak juga diminta aktif melaporkan beserta data
pendukungnya kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa apabila mempunyai informasi berkenaan dengan
psikotropika yang belum berada di bawah pengawasan
internasional, yang menurut pendapatnya perlu dimasukkan ke
dalam Daftar Psikotropika.
Demikian pula apabila diperlukan pemindahan dari satu golongan
ke golongan lain ataupun penghapusan dari Daftar.
3. Penggunaan, Penandaan, dan Periklanan
Penggunaan psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan
resep dokter atau diberikan oleh tenaga lain yang diberi
wewenang.
Untuk keselamatan pemakai, diperlukan penandaan mengenai
petunjuk penggunaan dan peringatan yang dicantumkan pada
kemasan psikotropika. Periklanan psikotropika bagi masyarakat
umum pada prinsipnya dilarang.
4. Perdagangan Internasional
Para pihak diminta agar produksi, perdagangan, pemilikan, dan
pendistribusian psikotropika yang tertuang pada Daftar
Psikotropika Golongan I, II, III, dan IV didasarkan atas izin
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Berkenaan dengan psikotropika dalam Daftar Psikotropika
Golongan I, II, III, dan IV, Para Pihak diminta agar produsen
dan semua yang diberi wewenang untuk memperdagangkan dan
mendistribusi psikotropika, menyelenggarakan pencatatan yang
menunjukkan rincian, jumlah yang dibuat, psikotropika yang ada
dalam sediaan, nama penyalur, dan penerima.
Konvensi ini menghendaki agar Para Pihak melakukan pengaturan
yang sebaik-baiknya berkenaan dengan ekspor impor
Psikotropika. Para Pihak melalui Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dapat menyatakan bahwa
negara tersebut melarang pemasukan ke dalam negaranya
atau salah *9363 satu wilayahnya, psikotropika
yang tercantum dalam Daftar Psikotropika Golongan I,
II, III, dan IV.
5. Tindakan untuk Pertolongan Pertama dan Keadaan Darurat.
Psikotropika yang termasuk dalam Daftar Psikotropika Golongan
II, III, dan IV, yang dibawa melalui penangkutan internasional
untuk tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan atau untuk
keadaan darurat, tidak dianggap sebagai kegiatan ekspor-impor
atau perlintasan melalui negara.
6. Pemeriksaan
Para Pihak akan menegakkan suatu sistem pemeriksaan atas para
produsen, eksportir, importir, serta distributor psikotropika,
sarana pelayanan kesehatan dan lembaga ilmu pengetahuan yang
menggunakan psikotropika tersebut.
7. Pelaporan
Kewajiban Para Pihak melaporkan kepada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai:
a. penerapan Konvensi di negaranya, perubahan-perubahan penting
dalam hukum dan peraturan perundang-undangan psikotropika;
b. nama-nama pejabat pemerintah dan alamat yang menangani
perdagangan internasional psikotropika;
c. kasus lalu lintas gelap atau penyitaan dari lalu lintas
gelap yang dianggap penting;
d. ekspor, impor dan produksi.
8. Pencegahan Penyalahgunaan
Para Pihak akan mengambil langkah pencegahan penyalahgunaan
psikotropika, identifikasi dini, pengobatan dan rehabilitasi
secara terkoordinasi serta akan meningkatkan kemampuan
personal melalui pelatihan.
9. Peredaran Gelap
Dengan memperhatikan sistem konstitusi, hukum dan
administrasinya, Para Pihak akan melakukan pencegahan
penyalahgunaan dengan:
a. membuat peraturan-peraturan nasional guna kepentingan
koordinasi dalam tindakan pencegahan dan pembernatasan
peredaran gelap dengan menunjuk kepada suatu badan yang
bertanggung jawab terhadap koordinasi tersebut;
b. melakukan kampanye pemberantasan peredaran gelap
psikotropika;
c. mengadakan kerja sama antar Para Pihak dan organisasi
internasional yang berwenang.
10. Penerapan Ketentuan Tentang Pengawasan Yang Lebih Ketat
Para Pihak dapat mengambil langkah pengawasan yang lebih ketat
atau lebih tegas daripada yang ditetapkan dalam Konvensi ini,
dengan tujuan untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Indonesia bukan sebagai negara penandatangan Konvensi, maka
*9364 sesuai dengan isi Pasal 25 dan 26 Convention on
Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika
1971), cara yang ditempuh untuk menjadi Pihak pada
Konvensi adalah dengan menyampaikan Piagam Aksesi.
Apabila Indonesia telah menyampaikan Piagam Aksesi, maka
Konvensi ini akan mulai berlaku bagi Indonesia secara
internasional setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung
sejak tanggal diterimanya Piagam Aksesi oleh Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Aspek luar negeri yang hendak dicapai adalah untuk
memperlancar kerjasama internasional di bidang
penanggulangan bahaya peredaran gelap dan penyalahgunaan
psikotropika dengan semua negara dan lembaga
internasional, terutama dengan negara-negara anggota
ASEAN lainnya yang lebih dahulu telah meratifikasi
konvensi ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap
terjemahannya dalam bahasa Indonesia, maka yang berlaku
adalah naskah asli Konvensi ini dalam bahasa Inggeris.
Diajukannya Reservation (Pensyaratan) terhadap Pasal 31
ayat (2) Konvensi berdasarkan prinsip untuk tidak
menerima kewajiban dalam pengajuan perselisihan kepada
Mahkamah Internasional, kecuali dengan kesepakatan Para
Pihak.
Pasal 2
Cukup jelas
CATATAN
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1996
TENTANG
PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC
SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
RESERVATION ON ARTICLE 31 PARAGRAPH (2) CONVENTION
ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971
The Republic of Inconesia, while acceding to the Convention on
Psychotropic Substances 1971, does not consider it self bound by
the provision of Article 31 Paragraph (2) and takes the position
that dispute relating to the interpretation and application on
the Convention which have not been settled through the channel
provided for in paragraph (1) of the said article, may be refered
to the International Court of Justice only with the consent of
all the parties to the dispute.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KEBINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan
ttd.
Lambock V. Nahattands
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1996
TENTANG
PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC
SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)
PENSYARATAN TERHADAP PASAL 31 AYAT (2)
KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971
Republik Indonesia, walaupun melakukan aksesi terhadap *9365
Konvensi Psikotropika 1971, tidak berarti terikat pada ketentuan
Pasal 31 ayat (2) dan berpendirian bahwa apabila terjadi
perselisihan akibat perbedaan penafsiran dan penerapan isi
Konvensi, yang tidak terselesaikan melalui jalur sebagaimana
diatur dalam ayat (1) Pasal tersebut, dapat menunjuk Mahkamah
Internasional hanya berdasarkan kesepakatan Para Pihak yang
bersengketa.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KEBINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan
ttd.
Lambock V. Nahattands
KONVENSI PSIKOTROPIKA *)
MUKADIMAH
Para Pihak,
Memperhatikan dengan seksama kesehatan dan kesejahteraan umat
manusia,
Memperhatikan dengan seksama kesehatan masyarakat dan
masalah-masalah sosial yang diakibatkan oleh penyalahgunaan
psikotropika tertentu,
Bertekad mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran
gelap yang menyebabkan penyalahgunaan psikotropika tersebut,
Menimbang bahwa diperlukan tindakan yang keras untuk membatasi
penggunaan psikotropika tersebut untuk tujuan-tujuan yang sah,
Mengakui bahwa penggunaan psikotropika untuk tujuan medis dan
ilmu pengetahuan sangat diperlukan dan penyediaannya untuk tujuan
semacam itu seharusnya tidak terlalu dibatasi,
Meyakini bahwa langkah-langkah yang efektif memberantas
penyalahgunaan psikotropika tersebut memerlukan koordinasi dan
tindakan universal,
Mengakui kewenangan Perserikatan Bangsa=Bangsa di bidang
pengawasan psikotropika serta menginginkan agar badan-badan
internasional dimaksud hendaknya berada dalam kerangka Organisasi
itu,
Mengakui bahwa suatu konvensi internasional diperlukan untuk
mencapai tujuan-tujuan ini,
*)Catatan Sekretariat : Dalam naskah berikut ini sejumlah
perbaikan kecil dicantumkan hal tersebut diminta
karena kesalahan-kesalahan dan kelalian-kelalaian
tertentu dalam naskah asli bahasa Inggeris dari
Konvensi ini dan yang disebabkan oleh proses-verbal
Ratifikasi Konvensi Asli yang ditanda
*9366
tangani 15 Agustus 1973 dan disampaikan ke
Pemerintah-Pemerintah oleh Kantor Urusan Hukum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (the Office of Legal
Affairs of the United Nations) dalam selebaranya
bernomor PC.N.169, 1973. TREATIES-5 dan C.N.321,1974,
TREATIES-1 tertanggal 30 Agustus 1973 dan 9 Desember
1974.
(Perbaikan-perbaikan tersebut) mempengaruhi pasal 2,
paragraf 7(a) dan formula kimiawi dari bahan-bahan
tertentu dalam Daftar Psikotropika Golongan I, II, dan
IV yang dilampirkan pada Konvensi ini.
Menyetujui hal sebagai berikut:
Pasal I
PENGGUNAAN ISTILAH
Kecuali dinyatakan lain secara tegas atau konteks menghendaki
lain, istilah-istilah berikut dalam Konvensi ini mempunyai
pengertian seperti yang tersebut di bawah ini.
(a) "Dewan" adalah Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
(b). "Komisi" adalah Komisi Narkotika dari Dewan Ekonomi dan
Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(c) "Badan" adalah Badan Pengawasan Narkotika Internasional yang
ditetapkan dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961.
(d) "Sekretaris Jenderal" adalah Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(e) "Psikotropika" adalah setiap bahan, alami ataupun sintetis
(termasuk sediaan), yang terdapat dalam Daftar Psikotropika
Golongan I, II, III, atau IV.
(f) "Sediaan" adalah
(i) setiap larutan atau campuran, dalam bentuk apa pun, yang
mengandung satu atau lebih bahan psikotropik, atau
(ii) satu atau lebih bahan psikotropik dalam bentuk sediaan.
(g) "Daftar Psikotropika Golongan I", "Daftar Psikotropika
Golongan II", "Daftar Psikotropika Golongan III", dan "Daftar
Psikotropika Golongan IV", adalah daftar golongsn psikotropika
yang saling berkaitan yang dilampirkan pada Konvensi ini
sebagaimana yang diubah sesuai dengan pasal 2.
(h) "Ekspor"dan "Impor" dalam masing-masing konotasinya adalah
pemindahan psikotropika secara fisik dari satu negara ke negara
lain.
(i) "Produksi" adalah segala proses kegiatan dimana psikotropika
dapat dihasilkan, dan termasuk penyulingan ataupun transformasi
dari bahan psikotropik ke dalam psikotropik lain. Pengertian
istilah tersebut juga meliputi produksi sediaan di luar sedian
yang dibuat menurut resep di apotek-apotek.
(j) "Peredaran Gelap" adalah proses peredaran psikotropika yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini.
(k) "Wilayah" adalah setiap bagian dari suatu
Negara yang *9367 mengacu pada pasal 28, dinaytakan
sebagai kesatuan terpisah untuk maksud Konvensi ini.
(l) "Bangunan" adalah bangunan atau bagian dari
bangunan, termasuk tanah di sekitarnya.
Pasal 2
RUANG LINGKUP PENGAWASAN PSIKOTROPIKA
1. Bila suatu Pihak atau Organisasi Kesehatan Dunia mempunyai
informasi yang berkaitan dengan psikotropika yang belum berada
di bawah pengawasan internasional yang menurut pendapatnya
dapat ditambahkan ke dalam salah satu Daftar Psikotropika
Gplongan dalam Konvensi ini, maka Pihak atau Organisai
tersebut harus memberitahukan Sekretaris Jenderal dan
melengkapinya dengan informasi yang mendukung pemberitahuan
tersebut. Prosedur tersebut di atas harus juga berlaku apabila
suatu Pihak atau Organisasi Kesehatan Dunia mempunyai informsi
yang membenarkan pemindahan suatu psikotropika dari satu
Daftar ke Daftar lain diantara daftar-daftar tersebut, atau
penghapusan suatu psikotropika dari daftar-daftar itu.
2. Sekretaris Jenderal harus mengirimkan pemberitahuan beserta
setiap informsi yang dianggapnya sesuai kepada Para Pihak Komisi,
dan apabila pemberitahuan tersebut dibuat oleh satu Pihak,
dikirimkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia.
3. Apabila informasi yang dikirimkan bersama pemberitahuan
semacam itu menunjukan bahwa psikotropika tersebut layak untuk
dimasukkan ke dalam Daftar Psikotropika Golongan I atau Daftar
Psikotropika Golongan II sesuai dengan paragraf 4, maka Para
Pihak berdasarkan semua informsi yang tersedia harus meneliti
kemungkinan penerapan ketentuan atas psikotropika ini terhadap
semua tindakan pengawasan yang dapat diterapkan terhadap
psikotropika tersebut dalam Daftar Psikotropika Golongan I atau
Daftar Psikotropika Golongan II sebagaimana layaknya.
4. Apabila Organisasi Kesehatan Dunia berpendapat:
(a) bahwa psikotropika tersebut mempunyai potensi yang
mengakibatkan:
(i) (1) keadaan ketergantungan,
(2) rangsangan terhadap sistem saraf pusat atau depresi yang
mengakibatkan halusinasi atau gangguan-gangguan dalam fungsi
otak atau pikiran atau tingkah laku atau persepsi atau
suasana hati
(ii) penyalahgunaan serupa dan akibat buruk yang sama sebagai
akibat suatu psikotropika yang tercantum dalam Daftar
Psikotropika Golongan I, II, II, dan IV, dan
(b)ada cukup bukti bahwa bahan tersebut sedang atau cenderung
akan disalahgunakan sehingga menimbulkan suatu
masalah kesehatan masyarakat dan masalah sosial yang
memerlukan pengawasan internsional, maka Organisasi
Kesehatan Dunia akan menyampaikan kepada Komisi suatu
penilaian dari psikotropika tersebut, termasuk
luasnya atau kemungkinan penyalahgunaannya, tingkat
keseriusan masalah kesehatan masyarakat dan masalah
sosial serta tingkat kegunaan psikotropika
tersebut dalam terapi medis, bersama
*9368
saran-saran dan tindakan pengawasan, jika ada, yang
sesuai dengan hasil penilaian.
5. Dengan memperhatikan pemberitahuan dari Organisasi Kesehatan
Dunia yang penilaian-penilaiannya akan menentukan mengenai
hal-hal medis dan ilmu pengetahuan, dan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, sosial, hukum,
pemerintahan dan faktor-faktor lain yang dianggap sesuai, maka
Komisi dapat menambahkan bahan tersebut pada Daftar
Psikotropika Golongan I, II, III, atau IV. Selain itu Komisi
dapat mengusahakan informsi lebih lanjut dari Organisasi
Kesehatan Dunia atau dari sumber-sumber lain yang memadai.
6. Bila pemberitahuan menurut paragraf 1 menyangkut suatu
psikotropika yang telah dicantumkan pada salah satu Daftar
Golongan Psikotropika yang ada, maka Organisasi Kesehatan Dunia
akan memberitahukan kepada Komisi mengenai penemuan-penemuan
barunya, dan setiap penilaian baru yang mungkin dibuat tentang
Bahan tersebut sesuai dengan paragraf 4, serta saran-saran baru
mengenai tindakan-tindakan pengawasan yang dianggap memadai
mengenai penilaian itu.
Dengan memperhatikan pemberitahuan dari Organisasi Kesehatan
Dunia sebagaimana dimaksudkan paragraf 5 dan mengingat
faktor-faktor yang disebut dalam paragraf itu, Komisi dapat
memutuskan untuk memindahkan psikotropika tersebut dari satu
Daftar ke Daftar lain atau menghapuskannya dari daftar-daftar
yang ada.
7. Setiap keputusan Komisi yang sesuai dengan pasal ini harus
diberitahukan oleh Sekretaris Jenderal kepada semua Negara
Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara-negara yang bukan
Pihak pada Konvensi, Organisasi Kesehatan Dunia dan Badan.
Keputusan semacam itu harus sepenuhnya diberlakukan oleh
masing-masing Pihak, 180 hari (seratus delapan puluh hari)
setelah dikeluarkannya pemberitahuan itu, kecuali bagi setiap
Pihak yang dalam masa itu, berkaitan dengan keputusan penambahan
suatu bahan ke dalam suatu Daftar, telah menyampaikan kepada
Sekretaris Jenderal pemberitahuan tertulis bahwa pihak tersebut
karena keaadan yang luar biasa dimungkinkan memberlakukan
ketentuan-ketentuan Konvensi yang dapat diterapkan terhadap
Bahan-bahan dalam Daftar itu.Pemberitahuan itu harus disertai
alasan-alasan bagi tindakan luar biasa itu. Namun demikian,
sekalipun ada pemberitahuan tersebut masing-masing Pihak,
setidak-tidaknya harus menerapkan ketentuan-ketentuan pengawasan
sebagai berikut:
(a) Suatu pihak yang telah menyampaikan pemberitahuan mengenai
Bahan yang sebelumnya tidak diawasi yang ditambahkan pada
Daftar Psikotropika Golongan I akan sejauh mungkin
memperhatikan tindakan-tindakan pengawasan khusus yang dirinci
menurut pasal 7, dan berkenaan dengan Bahan itu, harus:
(i) memerlukan izin untuk produksi, perdagangan dan distribusi
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 8 untuk Bahan dalam Daftar
Psikotropika Golongan II;
(ii) memerlukan resep dokter untuk persediaan atau
penyaluran sebagaimana ditetapkan dalam pasal 9 bagi Bahan
yang terdapat dalam Daftar Psikotropika Golongan II;
(iii) mematuhi kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan
ekspor dan impor sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 12,
kecuali menyangkut Pihak lain yang telah menyampaikan
pemberitahuan mengenai Bahan yang dipermasalahkan;
v) mematuhi kewajiban-kewajiban sebagaimana yang ditetapkan dalam
*9369 pasal 13 untuk Bahan-bahan dalam
Daftar Psikotropika Golongan II yang berkenaan dengan
larangan dan pembatasan ekspor dan impor;
(v) memberikan laporan-laporan statistik kepada Badan
sesuai dengan paragraf 4(a) pasal 16;
(vi) mengatur langkah-langkah sesuai dengan pasal 22
untuk memberantas tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
hukum atau peraturan yang diterima sesuai dengan
kewajiban-kewajiban sebelumnya.
(b) Pihak yang telah menyampaikan pemberitahuan berkenaan dengan
Bahan yang sebelumnya tidak diawasi yang dimsukkan ke dalam
Daftar Golongan II, berkenaan dengan bahan tersebut, harus:
(i) memerlukan izin untuk produksi, perdagangan, dan
pendistribusian sesuai dengan pasal 8;
(ii) memerlukan resep dokter untuk persediaan dan penyaluran
sesuai dengan pasal 9;
(iii) mematuhi kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan
ekspor dan impor sebagaimana ditetapkan dalam pasal 12,
kecuali terhadap Pihak lain yang telah menyampaikan
pemberitahuan semacam itu untuk Bahan yang dipermasalahkan;
(iv) mematuhi kewajiban-kewajiban dari pasal 13 untuk
bahan-bahan dalam Daftar Psikotropika Golongan II yang
berkenaan dengan larangan dan pembatasan ekspor dan impor;
(v) memberikan laporan-laporan statistik kepada Badan
sesuai dengan paragraf 4(a), (c), dan (d) pasal 16; dan
(vi) mengatur langkah-langkah sesuai dengan pasal 22 untuk
memberantas tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum
dan peraturan yang diterima sesuai dengan kewajiban-kewajiban
sebelumnya.
(c) Pihak yang telah menyampaikan pemberitahuan berkenaan dengan
Bahan yang sebelumnya tidak diawasi yang diamsukkan ke dalam
Daftar Psikotropika Golongan III, berkenaan dengan Bahan
tersebut harus:
(i) memerlukan izin untuk produksi, perdagangan, dan
pendistribusian sesuai Pasal 8;
(ii) memerlukan resep dokter untuk persediaan dan penyaluran
sesuai dengan pasal 9;
(iii) mematuhi kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan
ekspor dan impor sebagaimana ditetapkan dalam pasal 12,
kecuali bagi Pihak lain yang telah menyampaikan
pemberitahuan tentang Bahan yang dipermasalahkan;
(iv) mematuhi kewajiban-kewajiban pasal 13 berkenaan dengan
larangan dan pembatasan mengenai ekspor dan impor; dan
(v) mengatur langkah-langkah sesuai dengan pasal 22 untuk
pemberantasan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan
hukum atau peraturan yang diterima sesuai dengan
kewajiban-kewajiban sebelumnya.
(d) Pihak yang telah menyampaikan pemberitahuan serupa itu
berkenaan dengan Bahan yang sebelumnya tidak diawasi yang
ditambahkan ke dalam Daftar Psikotropika Golongan IV yang
berkenaan dengan bahan tersebut, harus:
memerlukan izin produksi, perdagangan, dan pendistribusian
*9370 sesuai dengan Pasal 8;
(ii) mematuhi kewajiban-kewajiban pasal 13 yang
menyangkut larangan dan pembatasan atas ekspor dan impor;
dan
(iii) mengatur tindakan-tindakan sesuai dengan pasal 22
untuk memberantas kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan
hukum atau peraturan-peraturan yang diterima sesuai dengan
kewajiban-kewajiban sebelumnya.
(e) Pihak yang telah menyampaikan pemberitahuan berkenaan dengan
suatu Bahan yang dipindahkan ke suatu Daftar yang menetapkan
pengawasan dan kewajiban-kewajiban yang lebih ketat, harus
menerapkan sekurang-kurangnya semua ketentuan Konvensi ini
yang dapat diterapkan pada Daftar asal Bahan itu dipindahkan.
8. (a) Keputusan-keputusan yang diambil oleh Komisi
berdasarkan pasal ini harus ditinjau kembali oleh Dewan atas
permintaan setiap Pihak yang diajukan dalam waktu 180 hari
(seratus delapan puluh hari) setelah di terimanya pemberitahuan
keputusan tersebut.
Permintaan untuk peninjauan kembali harus dikirmkan
kepada Sekretaris Jenderal bersama dengan semua informasi
yang sesuai sehingga dapat dijadikan dasar bagi
peninjauan tersebut.
(b) Sekretaris Jenderal harus menyampaikan salinan-salinan
permintaan untuk penilaian dan informasi yang sesuai tersebut
kepada Komisi, Organisasi Kesehatan Dunia, dan semua Pihak
serta meminta mereka menyampaikan pandangan dalam jangka waktu
90 hari (sembilan puluh hari). Semua pandangan yang diterima
akan disampaikan kepada Dewan untuk di pertimbangkan.
(c) Dewan dapat mengukuhkan, mengubah, atau menarik
keputusan Komisi. Pemberitahuan keputusan Dewan akan
disampaikan kepada semua Negara Anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Negara yang bukan Pihak pada Konvensi ini,
Komisi, Organisasi Kesehatan Dunia, dan Badan.
(d) Selama menunggu hasil penilaian, keputusan yang asli
dari Komisi sesuai paragraf 7 harus tetap berlaku dan tunduk
pada paragraf 7.
9. Para Pihak harus mengusahakan sebaik mungkin langkah-langkah
pengawasan terhadap Bahan yang tidak diatur dalam Konvensi
ini. Akan tetapi, terhadap Bahan yang mungkin digunakan dalam
produksi Bahan psikotropik secara gelap, tindakan-tindakan
pengawasan yang memadai perlu diterapkan.
Pasal 3
KETENTUAN KHUSUS TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN
1. Kecuali sebagaimana dicantumkan dalam paragraf-paragraf
berikut dari pasal ini, suatu sediaan yang mengandung suatu
bahan psikotropik akan terkena tindakan-tindakan pengawasan
yang sama seperti tindakan pengawasan pada bahan psikotropik
itu sendiri. Jika sediaan itu mengandung lebih dari satu bahan
psikotropik, maka diberlakukan tindakan seperti yang
diterapkan terhadap bahan-bahan yang sangat ketat diawasi.
2. Apabila suatu sediaan mengandung bahan
psikotropik selain daripada yang tercantum dalam Daftar
Psikotropika Golongan I diracik sedemikian
*9371
rupa sehingga tidak berisiko atau hanya menimbulkan risiko
penyalahgunaan yang tak berati, dan bahan tersebut tidak dapat
dimurnikan kembali dengan sarana yang memadai dalam jumlah
yang dapat disalahgunakan sehingga sediaan tersebut tidak
menimbulkan masalah kesehatan umum dan sosial, maka sediaan
tersebut dapat dikecualikan dari tindakan pengawasan tertentu
sebagaimana tercantum dalam Konvensi ini sesusai dengan
paragraf 3.
3. Apabila suatu Pihak menemukan sesuatu di dalam paragraf
terdahulu tentang suatu sediaan, maka Pihak yang bersangkutan
dapat menentukan untuk mengecualikan sediaan tersebut, baik di
dalam negara maupun di salah satu wilayahnya, dari setiap atau
keseluruhan tindakan pengawasan sebagaimana ditetapkan dalam
Konvensi ini. Namun persyaratan dalam pasal-pasal dibawah ini
harus tetap diberlakukan:
(a) pasal 8 (perizinan), sebagaimana diterapkan terhadap proses
produksi;
(b) pasal 11 (perihal catatan), sebagaimana diterapkan
terhadap sediaan-sediaan yang dikecualikan;
(c) pasal 13 (larangan dan pembatasan ekspor dan impor);
(d) pasal 15 (pemeriksaan), sebagaimana diterapkan terhadap
proses produksi;
(e) pasal 16 (laporan yang harus diberikan oleh Para
Pihak), sebagaimana diterapkan terhadap sediaan-sediaan yang
dikecualikan; dan
(f) pasal 22 (ketentuan pidana), sampai tingkat yang
diperlukan untuk kegiatan yang bertentangan dengan hukum atau
peraturan yang diterima sesuai dengan kewajiban-kewajiban
sebelumnya.
Suatu Pihak harus memberitahukan Sekretaris Jenderal mengenai
setiap keputusan semacam itu, nama dan komposisi sediaan yang
dikecualikan, dan tindakan pengawasan terhadap sediaan yang
dikecualikan. Sekretaris Jenderal harus menyampaikan
pemberitahuan kepada Pihak-Pihak lain, Organisasi Kesehatan
Dunia, dan Dewan.
4. Apabila suatu Pihak atau Organisasi Kesehatan Dunia mempunyai
keterangan mengenai suatu sediaan yang dikecualikan sesuai
dengan paragraf 3, yang menurut pendapatnya mungkin perlu
dihentikan dari pengecualian secara keseluruhan ataupun
sebagian, maka Pihak atau Organisasi Kesehatan Dunia tersebut
harus memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal dan harus
melengkapinya dengan informasi yang mendukung pemberitahuan
tersebut.
Sekretaris Jenderal harus menyampaikan
pemberitahuan dan setiap informasi yang dianggapnya sesuai,
kepada semua Pihak dan Komisi. Apabila pembertihauan tersebut
dibuat oleh suatu Pihak, maka Sekretaris Jenderal harus
menyampaikannya kepada Organisasi Ksehatan Dunia. Organisasi
Kesehatan Dunia harus menyampaikan kepada Komisi suatu
penilaian atas sediaan tersebut yang berkaitan dengan hal-hal
yang ditetapkan dalam paragaf 2, bersama dengan rekomendasi
atas tindakan pengawasan apabila ada, sehingga sediaan
tersebut harus dihentikan dari pengecualian. Komisi, dengan
mempertimbangkan pemberitahuan dari Organisasi Kesehatan Dunia
yang penilaiannya akan menentukan bagi maslah-maslah medis dan
ilmu pengetahuan, dan mengingat faktor-faktor ekonomi, sosial,
hukum, administrasi dan faktor lainnya yang dianggap sesuai,
dapat memutuskan untuk mengakhiri pengecualian atas sediaan
tersebut dari suatu atau keseluruhan tindakan pengawasan.
Setiap keputusan yang diambil oleh Komisi sesuai dengan
paragraf ini harus diberitahukan oleh Sekretaris Jenderal
kepada semua Negara Anggota Perserikatan *9372
Bangsa-Bangsa, negara yang bukan Pihak pada Konvensi ini,
Organisasi Kesehatan Dunia dan kepada Badan. Semua Pihak harus
mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri pengecualian dari
tindakan pengawasan atau tindakan yang dipermasalahkan
terhitung jangka waktu 180 hari (seratus delapan puluh hari)
dari tanggal pemberitahuan Sekretaris Jenderal.
Pasal 4
KETENTUAN KHUSUS YANG LAIN TENTANG LINGKUP PENGAWASAN
Selain psikotropika yang tercantum dalam Daftar Psikotropika
Golongan I, Para Pihak dapat mengizinkan:
(a) bawaan sediaan dalam jumlah kecil untuk
keperluan pribadi oleh pelaku perjalanan internasional, namun
setiap Pihak berhak memperoleh keyakinan bahwa sediaan
tersebut diperoleh secara sah;
(b) penggunaan Bahan psikotropik demikian dalam
insdustri untuk produksi nonpsikotropika atau produk-produknya,
harus tunduk pada penerapan tindakan pengawasan sebagaimana
disyaratkan dalam Konvensi ini sehingga psikotropika tersebut
sampai pada suatu kondisi yang dalam praktiknya tidak dapat
disalahgunakan atau dikembalikan ke bentuk semula.
(c) penggunaan psikotropika semacqam itu, untuk
penangkapan binatang oleh orang secara khusus diberi izin oleh
instansi yang berwenang dengan tetap memperhatikan atauran
pengawasan sebagaimana disyaratkan oleh Konvensi.
Pasal 5
PEMBATASAN PENGGUNAAN BAGI KEPERLUAN PENGOBATAN
DAN TUJUAN ILMU PENGETAHUAN
1. Setiap Pihak harus membatasi penggunaan Bahan dalam Daftar
Psikotropika Golongan I sebagaimana dinyatakan dalam pasal 7.
2. Selain yang ditetapkan dalam pasal 4, setiap pihak harus
membatasi proses produksi, ekspor, impor, distribusi dan
penyediaan, perdagangan, penggunaan dan pemilikan psikotropika
dalam Daftar Psikotropika Golongan II, III, dan IV bagi keperluan
pengobatan dan tujuan ilmu pengetahuan dengan langkah-langkah
yang dianggap layak.
3. Diharapkan agar Para Pihak tidak mengizinkan pemilikan
psikotropika sebagaimana tercantum dalam Daftar Psikotropika
Golongan II, III, dan IV, kecuali apabila pemilikan tersebut
dibenarkan menurut hukum.
Pasal 6
ADMINISTRASI KHUSUS
Untuk tujuan penerapan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ini,
setiap Pihak diharapkan menyusun dan menyelenggarakan suatu
administrasi khusus yang bermanfaat yang memungkinkan kerja sama
secara erat dengan administrasi khusus yang dibentuk menurut
ketentuan-ketentuan dari konvensi pengawasan narkotika.
Pasal 7
KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS TENTANG PSIKOTROPIKA
DALAM DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN I
Berkenaan dengan psikotropika dalam Daftar Psikotropika *9373
Golongan I, Para Pihak harus:
(a) melarang semua penggunaan, kecuali untuk
keperluan pengobatan yang sangat dibatasi dan tujuan ilmu
pengetahuan serta pelaksanaannya oleh orang-orang yang
benar-benar telah diberi kewenangan dalam lembaga medis atau
lembaga ilmu pengetahuan yang secara langsung berada di bawah
pengawasan Pemerintah mereka atau yang secara khusus disetujui
oleh mereka;
(b) mensyaratkan agar proses produksi,
perdagangan, distribusi dan kepemilikan didasarkan atas izin
khusus atau telah mendapat kewenangan sebelumnya;
(c) menyelenggarakan pengawasan ketat atas
berbagai kegiatan dan tindakan sebagaimana dinyatakan dalam
paragraf (a) dan (b);
(d) membatasi jumlah pasokan kepada orang yang
diberi kewenangan dalam jumlah tertentu untuk keperluan sesuai
dengan peruntukannya;
(e) mensyaratkan agar orang-orang yang
melaksanakan fungsi medis dan ilmu pengetahuan membuat dan
menyimpan catatan tentang perolehan Bahan tersebut dengan rincian
lengkap mengenai penggunaannya dan arsip catatan tersebut
disimpan sekurang-kurangnya dua tahun setelah penggunaan terakhir
Bahan tersebut dicatat; dan
(f) melarang ekspor dan impor kecuali apabila
eksportir dan importir tersebut adalah pejabat atau badan yang
berwenang dari masing-masing negara atau wilayah yang mengekspor
atau mengimpor, atau orang atau perushaan yang secara khusus
diberi kuasa oleh pejabat yang berwenang di negara atau wilayah
mereka untuk maksud tersebut. Persyaratan paragraf 1 pasal 12
untuk izin ekspor dan impor bagi psikotropika dalam Daftar
Psikotropika Golongan II harus berlaku juga untuk psikotropika
yang terdapat dalam Daftar Psikotropika Golongan I.
Pasal 8
PERIZINAN
1. Para Pihak mensyaratkan agar produksi, perdagangan (termasuk
ekspor dan impor) dan distribusi psikotropika yang tercatat
dalam Daftar Psikotropika Golongan II, III, dan IV berdasarkan
izin atau tindakan pengawasan serupa lainnya.
2. Para Pihak harus:
(a) mengawasi semua orang dan perusahaan yang diberi kuasa untuk
melakukan atau terlibat dalam produksi, perdagangan (termasuk
ekspor dan impor) atau distribusi psikotropika yang disebutkan
dalam paragraf 1;
(b) mengawasi badan usaha atas bangunan tempat produksi,
perdagangan dan dsitribusi psikotropika tersebut agar
dilakukan sesuai dengan izin atau di bawah langkah pengawasan
serupa lainnya; dan
(c) mensyaratkan tindakan pengamanan yang harus diambil
terhadap badan usaha dan bangunan beserta tanah sekitarnya
untuk mencegah terjadinya pencurian atau pemindahan
persediaan.
3. Persyaratan dari paragraf 1 dan 2 pasal ini berkaitan
*9374 dengan izin atau tindakan pengawasan serupa lainnya,
tidak perlu diterapkan terhadap orang-orang yang diberi kuasa
untuk melakukan dan sedang melakukan fungsi-fungsi terapi atau
ilmu pengetahuan.
4. Para Pihak harus mensyaratkan agar semua orang yang memperoleh
izin sesuai dengan Konvensi ini atau mereka yang diberi kuasa
sesuai dengan paragraf 1 pasal ini atau subparagraf (b) pasal 7
harus mempunyai kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan
secara efektif dan tepat ketentuan perundang-undangan dan
peraturan sebagaimana diberlakukan sesuai dengan Konvensi.
Pasal 9
RESEP DOKTER
1. Para Pihak harus mensyaratkan agar psikotropika yang tercantum
dalam Daftar Psikotropika Golongan II, III, dan IV diberikan
atau dibagikan untuk digunakan oleh orang-orang sesuai dengan
resep dokter, kecuali bila seseorang secara sah mendapat
kewenangan hukum untuk memperoleh, menggunakan, menyalurkan
atau memberikan psikotropika semacam itu dalam melaksanakan
fungsi pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan.
2. Para Pihak harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin
bahwa resep untuk psikotropika tersebut dalam Daftar Psikotropika
Golongan II, III, dan IV dikeluarkan sesuai dengan praktik medis
yang benar dan tunduk pada peraturan, terutama mengenai berapa
kali pemberian ulang dan lamanya masa berlaku resep tersebut
karena hal itu akan melindungi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
3. Meskipun paragraf 1 mengaturnya, bila menurut pendapat Para
Pihak keadaan setempat menghendaki lain karena berdasarkan
kondisi seperti itu, termasuk penyimpanan catatan yang
mengharuskannya, maka suatu Pihak dapat memberi kuasa kepada
apoteker atau distributor eceran yang mempunyai izin dan ditunjuk
oleh yang berwenang yang bertanggung jawab atas kesehatan
masyarakat di negara atau negara bagiannya, untuk memberikan
psikotropika atas kebijaksanaan penggunaannya tanpa resep, untuk
tujuan medis bagi seseorang pada kasus-kasus yang perlu
pengecualian pada Daftar Psikotropika Golongan III dan IV dalam
jumlah kecil dalam batas-batas yang ditetapkan oleh Para Pihak.
Pasal 10
TANDA PERINGATAN PADA KEMASAN DAN PERIKLANAN
1. Masing-masing Pihak harus sejauh mungkin mensyaratkan adanya
petunjuk penggunaan yang meliputi perhatian dan peringatan
yang dicantumkan pada label, dan setidak-tidaknya dalam setiap
lembar petunjuk yang disertakan dalam kemasan eceran pada
psikotropika guna keselamatan pemakai dengan memperhatikan
setiap peraturan atau anjuran organisasi kesehatan dunia.
2. Masing-masing Pihak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan harus melarang periklanan psikotropika semacam
itu kepada masyarakat umum.
Pasal 11
PERIHAL CATATAN
1. Berkenaan dengan psikotropika dalam Daftar Psikotropika
*9375 Golongan I, Para Pihak mengharuskan produsen dan mereka
yang diberi kewenangan berdasarkan pasal 7 memperdagangkan dan
mendistribusikan psikotropika tersebut untuk menyimpan
catatan-catatan, sebagaimana ditentukan oleh masing-masing
Pihak, yang menunjukkan rincian jumlah bahan yang dibuat,
bahan dalam persediaan, dan untuk Pihak perolehan serta
pemusnahan dengan rincian tentang jumlah, tanggal, penyalur,
dan penerimanya.
2. Berkenaan dengan psikotropika yang terdapat dalam Daftar
psikotropika Golongan II dan III, Para Pihak mensyaratkan agar
para produsen, pedagang besar, distibutor, serta eksportir dan
importir untuk menyimpan catatan-catatan, sebagaimana ditentukan
masing-masing Pihak, yang menunjukkan rincian jumlah yang
diproduksi dan untuk masing-masing perolehan serta pemusnahan,
rincian jumlah, tanggal, penyalur, dan penerimanya.
3. Berkenaan dengan psikotropika dalam daftar Psikotropika
Golongan II, Para Pihak mensyaratkan kepada setiap distributor
eceran, rumah sakit dan lembaga perawatan serta lembaga ilmu
pengetahuan untuk menyimpan catatan-catatan, sebagaimana
ditentukan oleh masing-masing Pihak, yang menunjukkan, untuk
setiap perolehan dan pemusnahan menunjukkan rincian jumlah,
tanggal, penyalur, dan penerimanya.
4. Melalui metode yang layak dan dengan memperhatikan
praktik-praktik profesional dan perdagangan di negara
masing-masing, Para Pihak harus menjamin agar informasi mengenai
perolehan dan pemusnahan psikotropika dalam Daftar Psikotropika
Golongan III oleh setiap distributor eceran, rumah sakit dan
lembaga perawatan serta lembaga-lembaga ilmu pengetahuan akan
selalu tersedia.
5. Berkenaan dengan psikotropika dalam Daftar Psikotropika
Golongan IV, Para Pihak mensyaratkan agar setiap produsen,
eksportir dan importir untuk menyimpan catatan-catatan,
sebagaimana ditentukan oleh masing-masing Pihak, dan
catatan-catatan tersebut memperlihatkan jumlah bahan yang
diproduksi, diekspor, dan diimpor.
6. Para Pihak harus mensyaratkan agar setiap produsen sediaan
yang dikecualikan berdasarkan paragraf 3 pasal 3 menyimpan
catatan-catatan mengenai jumlah tiap psikotropika yang digunakan
dalam produksi suatu sediaan beserta sifatnya, jumlah
keseluruhan, dan pemusnahan awal dari psikotropika tersebut.
7. Para Pihak harus menjamin agar catatan dan informasi yang
dimaksud dalam pasal ini yang diperlukan dalam rangka pelaporan
berdasarkan pasal 16 harus disimpan paling tidak selama dua
tahun.
Pasal 12
KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PERDAGANGAN INTERNASIONAL
1. (a) Setiap Pihak yang mengizinkan ekspor dan impor
psikotropika yang tercantum dalam Daftar psikotropika Golongan
I atau II harus mensyaratkan perolehan izin ekspor atau impor
yang terpisah, pada suatu formulir yang akan ditentukan oleh
Komisi, yang harus berisikan rincian Bahannya.
(b) Izin semacam itu harus mencantumkan nama generik (INN) atau
*9376 kalau tanpa nama semacam itu, maka
ditetapkan nama psikotropika dalam Daftar Psikotropika
Golongan tersebut jumlah yang akan diekspor atau diimpor,
formulir farmasi, nama dan alamat eksportir atau
importir, dan jangka waktu berlakunya izin ekspor atau
impor. Apabila psikotropika tersebut diekspor atau
diimpor dalam bentuk sediaan, maka bila ada nama
sediaannya, nama tersebut harus dicantumkan juga. Izin
ekspor juga harus mencantumkan jumlah dan tanggal izin
impor dan nama instansi yang mengeluarkannya.
(c) Sebelum mengeluarkan suatu izin ekspor Para
Pihak harus mensyaratkan izin impor, yang dikeluarkan
oleh pejabat berwenang dari negara atau wilayah yang
bersangkutan dan menyatakan bahwa psikotropika atau Bahan
yang disebutkan di dalam surat pernyataan tersebut telah
disetujui, dan izin itu harus dimiliki oleh orang atau
perusahaan yang memohon izin ekspor.
(d) Salinan surat izin ekspor harus menyertai
tiap-tiap pengiriman; Pemerintah yang mengeluarkan izin
ekspor tersebut harus mengirimkan salinan kepada
Pemerintah negara atau wilayah yang mengimpor.
(e) Setelah impor dilaksanakan, Pemerintah negara
atau wilayah pengimpor, harus mengembalikan izin ekspor
itu dengan suatu pengesahan yang menyatakan jumlah yang
nyata diimpor, kepada Pemerintah negara atau wilayah
pengekspor.
2. (a) Untuk setiap ekspor psikotropika yang tercantum dalam
Daftar Psikotropika Golongan III, Para Pihak harus
mensyaratkan para eksportir agar membuat suatu pernyataan
rangkap tiga, pada formulir yang akan ditentukan oleh Komisi,
yang berisikan informasi sebagai berikut:
(I) nama dan alamat eksportir dan importir;
(II) jika nama yang bukan merupakan generik (INN), atau
kalau tidak ada nama generik semacam itu, maka digunakan nama
yang ditetapkan dalam Daftar tersebut;
(III) jumlah dan formulir farmasi yang mencantumkan jumlah
psikotropika yang diekspor, dan dalam bentuk sediaan bila ada,
disebut nama sediaannya; dan
(IV) tanggal pengiriman.
(b) Para eksportir akan menyerahkan kepada pejabat yang
berwenang dalam negara atau wilayahnya dua salinan pernyataan
ekspor. Mereka akan menyertakan salinan ketiga bersama barang
kirimannnya.
(c) Pihak Wilayah yang telah mengekpor suatu psikotropika
dalam Daftar Psikotropika Golongan III harus sesegera mungkin,
tetapi tidak lebih dari 90 hari (sembilan puluh hari) sesudah
tanggal pengiriman, mengirimkan kepada pejabat berwenang di
negara atau wilayah pengimpor, melalui surat tercatat dan
negara eksportir akan menerima kembali satu salinan bukti
pengirimannya.
(d) Para Pihak dapat meminta agar setelah diterimanya pengiriman,
importir harus mengirimkan salinan yang menyertai
pengiriman tersebut, dengan konfirmasi jumlah yang
diterima dan tanggal penerimaan, kepada pejabat
*9377 yang berwenang di negara atau wilayah.
3. Berkenaan dengan psikotropika dalam Daftar Psikotropika
Golongan I dan II harus diterapkan ketentuan-ketentuan
tambahan berikut.
(a) Para Pihak harus melaksanakan pengendalian dan pengawasan
yang sama di pelabuhan-pelabuhan dan zone-zone bebas seperti
yang dilakukan di tempat-tempat lain dikawasannya, namun
demikian mereka dapat menerapkan pengawasan yang lebih ketat.
(b) Ekspor melalui kantor pos atau bank kepada rekening
seseorang selain yang namanya tertera dalam izin ekspor harus
dilarang.
(c) Ekspor psikotropika yang tercantum dalam Daftar
Psikotropika Golongan I ke gudang berikat harus dilarang.
Ekspor psikotropika dalam Daftar Psikotropika Golongan II ke
gudang berikat dilarang kecuali jika Pemerintah negara
pengimpor memberikan izin yang tertera dalam dokumen impor,
yang diperlihatkan oleh orang atau perusahaan yang
memper-gunakan izin ekspor tersebut, bahwa pemerintahnya telah
menyetujui pengimporan itu untuk ditempatkan di gudang
berikat. Dalam kasus semacam ini izin ekspor harus menyatakan
bahwa pengirimannya merupakan ekspor untuk tujuan semacam itu.
Setiap pengeluaran dari gudang berikat harus seizin
pihak-pihak berwenang yang memiliki yurisdiksi atas gudang
berikat tersebut, dan untuk tujuan luar negeri, dalam
pengertian Konvensi ini, harus diperlakukan sebagai barang
ekspor baru.
(d) Pengiriman yang masuk atau keluar dari wilayah suatu
Pihak tanpa disertai izin ekspor harus ditahan oleh pejabat
yang berwenang.
(e) Suatu Pihak tidak akan mengizinkan psikotropika apapun
yang dikirim kenegara lain melalui wilayahnya, baik pengiriman
tersebut dipindahkan dari alat angkutnya maupun tidak, kecuali
jika salinan izin ekspor untuk pengiriman tersebut
diperlihatkan kepada pejabat yang berwenang di negara Pihak
tersebut.
(f) Pejabat yang berwenang dari setiap negara atau wilayah
yang mengizinkan untuk dilalui pengiriman psikotropika
tersebut, harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk
mencegah dialihkannya pengiriman tersebut ke tujuan yang tidak
tertera dalam salinan izin ekspor yang menyertainya, kecuali
jika pemerintah dari negara atau wilayah yang dilaluinya
memberikan wewenang untuk pengalihan tersebut. Pemerintah
negara atau wilayah yang dijadikan tempat transit harus
memperlakukan setiap permintaan pengalihan tujuan dengan
memperlakukannya sebagai suatu ekspor dari negara atau wilayah
transit ke negara atau wilayah tujuan baru. Apabila pengalihan
tujuan tersebut disetujui, maka ketentuan paragraf 1 (e) harus
diterapkan antara negara atau wilayah transit dan negara atau
wilayah asal psikotropika ekspor tersebut.
(g) Psikotropika dalam transit atau yang disimpan dalam
gudang berikat tidak diperbolehkan diproses yang dapat
mengubah sifatnya. Kemasan psikotropika tersebut tidak boleh
diubah tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
(h) Ketentuan-ketentuan sub paragraf (e) sampai dengan (g) yang
berkaitan dengan pelintasan psikotropika tersebut melalui
wilayah suatu negara Pihak tidak berlaku apabila
pengiriman yang dipermasalahkan *9378
dilaksanakan dengan pesawat terbang yang tidak mendarat
di suatu negara atau wilayah transit. Apabila pesawat
tersebut mendarat di suatu negara atau wilayah, maka
ketentuan tersebut akan diberlakukan sejauh keadaan
memungkinkan.
(i) Ketentuan-ketantuan paragraf ini, tanpa
berprasangka terhadap ketentuan-ketentuan setiap
persetujuan internasional yang membatasi pengawasan,
dapat dilakukan oleh setiap Pihak atas psikotropika
semacam itu sewaktu transit.
Pasal 13
LARANGAN DAN PEMBATASAN-PEMBATASAN
EKSPOR DAN IMPOR
1. Suatu Pihak dapat memberitahukan semua Pihak lainnya melalui
Sekretaris Jenderal bahwa Pihaknya melarang impor ke dalam
negara atau wilayahnya satu atau lebih psikotropika yang
tercantum dalam Daftar Psikotropika Golongan II, III, dan IV
sebagaimana dirinci dalam pemberitahuannya. Setiap
pemberitahuan semacam itu harus merincikan nama psikotropika
tersebut sebagaimana ditetapkan dalam Daftar Psikotropika
Golongan II, III, dan IV.
2. Apabila suatu Pihak telah diberitahu mengenai larangan sesuai
dengan paragraf 1, Pihak tersebut harus mengambil langkah-langkah
untuk menjamin bahwa tidak ada satupun psikotropika yang dirinci
dalam pemberitahuan tersebut diekspor ke negara atau salah satu
wilayah Pihak yang memberitahukan itu.
3. Meskipun ada ketentuan dalam paragraf sebelumnya, suatu Pihak
yang telah menyampaikan pemberitahuan sesuai dengan paragraf 1
dapat memberikan kuasa melalui izin impor khusus untuk setiap
kasus pengimporan sejumlah psikotropika tertentu yang
dipermasalahkan atau sediaan yang mengandung Bahan semacam itu.
Pejabat berwenang yang mengeluarkan izin impor dari negara
pengimpor tersebut harus mengirimkan dua salinan izin impor
khusus dimaksud, dengan mencantumkan nama dan alamat importir dan
eksportirnya kepada pejabat yang berwenang di negara atau wilayah
negara pengekspor untuk kemudian memberikan kuasa kepada
eksportir yang melakukan pengiriman.
Satu salinan dari izin impor khusus yang benar-benar disahkan
pejabat yang berwenang dari negara atau wilayah pengimpor
harus disertakan dalam pengiriman tersebut.
Pasal 14
KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS MENGENAI PENGANGKUT
PSIKOTROPIKA DALAM KOTAK OBAT PERTOLONGAN PERTAMA
DI KAPAL LAUT, PESAWAT TERBANG ATAU SARANA ANGKUTAN
UMUM LAIN YANG MELAKSANAKAN LALU LINTAS INTERNASIONAL
1. Pengangkutan internasional dengan kapal laut, pesawat terbang,
atau sarana angkutan umum internasional lainnya, seperti
kereta api dan kendaraan bermotor, yang memerlukan
psikotropika dalam jumlah yang terbatas sebagaimana tercantum
dalam Daftar Psikotropika Golongan II, III, dan IV yang
mungkin diperlukan selama perjalanan untuk tujuan pertolongan
pertama pada kecelakaan atau keadaan darurat selama perjalanan
itu tidak dianggap sebagai ekspor, impor, atau pelintasan
melalui suatu negara dalam pengertian yang dimaksud Konvensi.
2. Negara pendaftar sarana angkutan harus
mengambil langkah-langkah dalam usaha
*9379
pengamanan yang memadai untuk mencegah penggunaan psikotropika
seperti tertera pada paragraf 1, atau pengalihan psikotropika
tersebut untuk maksud-maksud yang terlarang.
Komisi harus menyarankan usaha-usaha pengamanan semacam itu
setelah berkonsultasi dengan organisasi internasional terkait.
3. Psikotropika yang dibawa oleh kapal laut, pesawat terbang,
atau sarana angkutan umum internasional lainnya seperti kereta
api dan kendaraan bermotor, sesuai dengan paragraf 1, harus
tunduk pada hukum, peraturan perundangan, perizinan dari
negara pendaftar, tanpa praduga terhadap hak instansi setempat
yang berwenang untuk melakukan pengecekan, pemeriksaan,
inspeksi, dan langkah-langkah pengawasan lain terhadap alat
angkutan tersebut. Pengaturan psikotropika semacam itu dalam
kasus gawat darurat tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran
atas ketentuan-ketentuan paragraf 1 dari pasal 9.
Pasal 15
PEMERIKSAAN
Para Pihak harus memelihara penegakkan suatu sistem pemeriksaan
terhadap para produsen, eksportir, importir, pedagang besar, dan
distributor eceran psikotropika, serta terhadap lembaga medis
maupun ilmu pengetahuan yang menggunakan Bahan semacam itu.
Mereka harus siap untuk sesering mungkin bila dianggap perlu
untuk memeriksa Bangunan, persediaan dan catatan.
Pasal 16
LAPORAN YANG HARUS DIBERIKAN
OLEH PARA PIHAK
1. Para Pihak harus memberikan informasi kepada Sekretaris
Jenderal, yang oleh Komisi diminta dan dianggap perlu untuk
melaksanakan fungsinya, dan khususnya laporan tahunan mengenai
pelaksanaan aturan Konvensi di wilayah mereka, termasuk
informasi mengenai:
(a) perubahan penting dalam hukum dan peraturan mereka mengenai
psikotropika dan
(b) perkembangan yang berarti dalam penyalahgunaan
peredaran gelap psikotropika di wilayahnya.
2. Para Pihak juga harus memberitahukan Sekretaris Jenderal,
mengenai nama dan alamat pejabat berwenang di kalangan
pemerintah yang mengacu pada subparagraf (f) pasal 7, pasal
12, dan paragraf 3 pasal 13.
Sekretaris Jenderal harus menyediakan keterangan tersebut bagi
Para Pihak yang memerlukannya.
3. Para Pihak harus memberikan laporan sesegera mungkin setelah
kejadian kepada Sekretaris Jenderal mengenai setiap kasus
peredaran gelap bahan psikotropik, atau penyitaan dari
peredaran gelap semacam itu yang dianggap penting karena:
(a) terungkapnya kecenderungan baru,
(b) jumlah yang dipermasalahkan,
(c) terungkapnya sumber perolehan psikotropika tersebut,
dan
(d) cara yang digunakan oleh para pelintas gelap.
Salinan laporan tersebut harus disampaikan sesuai dengan
subparagraf (b) pasal 21.
4. Para Pihak harus menyampaikan laporan statistik tahunan
*9380 kepada Badan sesuai dengan formulir yang disediakan oleh
Badan sebagai berikut:
(a) mengenai setiap psikotropika dalam Daftar Psikotropika
Golongan I dan II, tentang jumlah yang diproduksi, diekspor ke
dan diimpor dari masing-masing negara atau wilayah, serta
persediaan yang dimiliki oleh para produsen;
(b) mengenai setiap psikotropika dalam Daftar Psikotropika
Golongan III dan IV, tentang jumlah yang diperlukan serta
jumlah keseluruhan yang diekspor dan diimpor;
(c) mengenai setiap psikotropika dalam Daftar Psikotropika
Golongan II dan III, tentang jumlah yang digunakan dalam
produksi sediaan yang dikecualikan; dan
(d) mengenai setiap psikotropika selain yang terdapat dalam
Daftar Psikotropika Golongan I, tentang jumlah yang digunakan
untuk tujuan-tujuan industri sesuai dengan subparagraf (b)
pasal 4.
Jumlah yang diproduksi sesuai dengan subparagraf (a) dan (b)
pasal ini tidak termasuk jumlah sediaan yang diproduksi.
5. Suatu Pihak harus memberikan informasi statistik tambahan
kepada Badan atas permintaannya, dalam rangka keperluan yang
akan datang tentang jumlah setiap psikotropika dalam Daftar
Psikotropika Golongan III dan IV yang diekspor ke dan diimpor
dari masing-masing negara atau wilayah. Pihak tersebut dapat
meminta Badan agar menjaga kerahasiaan, baik tentang
permintaan informasi maupun informasi yang diberikan menurut
paragraf ini.
6. Para Pihak harus memberikan informasi seperti tertera pada
paragraf 1 dan 4 dengan cara dan waktu sesuai dengan permintaan
Komisi atau Badan.
Pasal 17
FUNGSI KOMISI
1. Komisi dapat mempertimbangkan semua masalah yang berkaitan
dengan maksud Konvensi ini dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan ketentuannya, serta dapat memberi saran-saran yang
berkaitan dengan hal tersebut.
2. Keputusan Komisi yang dicantumkan dalam pasal 2 dan 3 harus
diterima oleh mayoritas 2/3 anggota Komisi.
Pasal 18
LAPORAN BADAN
1. Badan harus mempersiapkan laporan tahunan hasil kerjanya yang
memuat analisis informasi statistik yang dapat digunakan dan
dalam kasus-kasus yang memadai, serta bila ada, uraian tentang
Penjelasan yang diberikan oleh atau diminta dari pemerintah,
beserta setiap hasil pengamatan dan saran yang dikehendaki
oleh Badan. Bila dianggap dianggap perlu, Badan dapat membuat
laporan tambahan.
Laporan tersebut harus disampaikan kepada Dewan melalui Komisi
yang dapat berupa tanggapan yang dianggapnya layak.
2. Laporan dari Badan harus disampaikan kepada
Para Pihak dan kemudian diterbitkan oleh Sekretaris Jenderal.
Para Pihak akan memberi izin
*9381
pendistribusian seluas-luasnya.
Pasal 19
TINDAKAN-TINDAKAN YANG DIAMBIL OLEH BADAN
UNTUK MENJAMIN PELAKSANAAN KETENTUAN KONVENSI
1. (a) Apabila, atas dasar penelitian informasi yang diberikan
oleh suatu pemerintah kepada Badan atau atas dasar informasi
yang disampaikan oleh organ organisasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa, maka Badan mempunyai alasan untuk mempercayai bahwa
tujuan Konvensi ini secara serius sedang terancam oleh
kegagalan suatu negara atau wilayah dalam melaksanakan
ketentuan-ketentuan Konvensi ini. Dalam hubungan ini Badan
tersebut berhak untuk meminta penjelasan dari Pemerintah
negara atau wilayah yang dipersoalkan. Berdasarkan hak yang
dimiliki Badan untuk meminta perhatian Para Pihak, maka Dewan
dan Komisi mengenai masalah tersebut dalam subparagraf (c) di
bawah ini harus memperlakukan permintaan informasi atau
penjelasan dari suatu pemerintah itu sebagai masalah yang
sifatnya rahasia sesuai dengan subparagraf ini.
(b) setelah mengambil tindakan menurut subparagraf (a),
bila menganggap puas, Badan dapat mengimbau Pemerintah yang
bersangkutan untuk mengambil langkah-langkah pemulihan yang
menurut keadaan diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan Konvensi
ini.
(c) Apabila Badan berpendapat bahwa Pemerintah yang
bersangkutan gagal memberikan penjelasan yang memuaskan ketika
diminta untuk melakukan tindakan pemulihan menurut subparagraf
(a), atau gagal mengambil tindakan pemulihan seperti yang
telah dimintakan padanya sesuai dengan subparagraf (b), maka
Badan tersebut dapat meminta perhatian para Pihak,Dewan, dan
Komisi atas masalah tersebut.
2. Ketika meminta perhatian Para Pihak, Dewan, dan Komisi
terhadap suatu masalah sesuai dengan paragraf 1(c), Badan,
bila menganggap puas bahwa cara itu diperlukan, dapat
menganjurkan Para Pihak agar menghentikan ekspor, dan/atau
impor psikotropika tertentu, dari atau ke negara atau wilayah
yang bersangkutan, untuk jangka waktu yang ditetapkan atau
sampai Badan merasa puas dengan situasi di negara atau wilayah
itu; Negara yang bersangkutan dapat membawa masalah itu ke
hadapan Dewan.
3. Badan berhak mempublikasikan laporan mengenai setiap masalah
yang dihadapi menurut ketentuan-ketentuan dari pasal ini dan
menyampaikannya kepada Dewan yang akan meneruskan ke Para Pihak.
Apabila Badan mencantumkan dalam laporan suatu keputusan yang
diambil menurut pasal ini atau informsi terkait lainnya, Badan
juga harus mencantumkan pandangan-pandangan dari Pemerintah yang
bersangkutan bila dikehendakinya.
4. Apabila ada keputusan Badan yang diumumkan menurut pasal ini
tidak diterima secara bulat, maka pandangan pihak minoritas harus
disebutkan.
5. Setiap Negara harus diundang untuk hadir pada pertemuan Badan
yang akan membahas permasalahan yang menarik secara langsung
menurut pasal ini.
6. Keputusan Badan menurut pasal ini akan diambil
setelah *9382 2/3 anggota Badan menyetujuinya.
7. Ketentuan dari paragraf-paragraf di atas juga harus
diberlakukan apabila Badan tersebut mempunyai alasan untuk
mempercayai bahwa tujuan Konvensi ini dapat terancam akibat suatu
keputusan yang diambil oleh suatu Pihak menurut paragraf 7, pasal
2.
Pasal 20
TINDAKAN-TINDAKAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN
PSIKOTROPIKA
1. Para Pihak harus mengambil tindakan yang dapat diterapkan bagi
pencegahan penyalahgunaan psikotropika, identifikasi dini,
perawatan, pendidikan, pascaperawatan, rehabilitasi dan
resosialisasi mereka yang terlibat, dan harus
mengkoordinasikan usaha-usaha untuk tujuan itu.
2. Para Pihak harus sejauh mungkin meningkatkan pelatihan
sumberdaya manusia di bidang perawatan, pascaperawatan,
rehabilitasi dan resosialisasi para penyalah guna psikotropika.
3. Para Pihak harus membantu mereka yang dalam pekerjaannya
memerlukan pengertian tentang masalah penyalahgunaan psikotropika
dan cara-cara pencegahannya, dan juga harus meningkatkan
pengertian tersebut kepada masyarakat umum kalau ada bahaya
meluasnya penyalahgunaan psikotropika tersebut.
Pasal 21
TINDAKAN TERHADAP PEREDARAN GELAP
Dengan memperhatikan sistem perundangan, hukum, dan pemerintahan
Para Pihak harus:
(a) mengatur pada tingkat nasional koordinasi
tindakan pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap, dan
bagi maksud tersebut mereka dapat menunjuk suatu badan yang
sesuai yang bertanggungjawab atas koordinasi semacam itu;
(b) saling membantu dalam kampanye pemberantasan
peredaran gelap psikotropika, dan secara khusus segera
mengirimkan laporan kepada Para Pihak yang langsung terkait
melalui saluran diplomatik atau pejabat berwenang yang ditunjuk
oleh para Pihak; satu salinan dari setiap laporan di kirimkan
kepada Sekretaris Jenderal sesuai dengan pasal 16 yang berkaitan
dengan penemuan kasus peredaran gelap atau penyitaan;
(c) bekerja sama secara erat antar Pihak dan juga
dengan para anggota organisasi internasional yang berwenang
dengan maksud untuk menyelenggarakan kampanye yang terkoordinasi
dalam melawan peredaran gelap;
(d) menjamin terselenggaranya kerja sama
internasional antar badan yang sesuai dan dilakukan secara cepat
dan efisien; serta
(e) menjamin bahwa apabila dokumen sah yang
dikirimkan antar negara untuk tujuan proses peradilan, maka
pengiriman tersebut hendaknya dilaksanakan secara cepat dan
efisien kepada badan yang ditunjuk oleh Para Pihak tanpa
mempertanyakan hak suatu Pihak untuk memperoleh dokumen hukum
*9383 melalui saluran diplomatik.
Pasal 22
KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA
1. (a) Dengan memperhatikan batasan peraturan perundangan
masing-masing, setiap Pihak harus memberlakukan setiap
tindakan yang bertentangan dengan hukum atau peraturan yang
sah sesuai dengan kewajiban menurut Konvensi ini yang
dilakukan dengan sengaja sebagai tindak pidana yang dapat
dihukum dan harus menjamin bahwa tindak kejahatan yang serius
harus dikenakan hukuman yang setimpal terutama dengan hukuman
kurungan atau hukuman lain yang mencabut kebebasannya.
(b) Meskipun telah disebutkan dalam subparagraf sebelumnya,
apabila penyalahgunaan psikotropika melakukan
pelanggaran-pelanggaran semacam itu, Para Pihak dapat
menetapkan langkah-langkah, baik sebagai langkah alternatif
terhadap pemidanaan maupun hukuman atau di samping itu,
sebagai tambahan, para panyalahguna menjalani langkah-langkah
pengobatan, pendidikan, pascaperawatan, rehabilitasi dan
resosialisasi sesuai dengan paragraf 1 pasal 20.
2. Dengan memperhatikan batasan peraturan perundangan, sistim
hukum dan hukum setempat dari suatu Pihak maka:
(a) (i) apabila suatu rangkaian tindakan pelanggaran terkait
dengan paragraf 1 telah dialkukan di berbagai negara yang
berbeda, masing-masing pelanggaran tersebut akan diperlakukan
sebagai suatu pelanggaran yang terpisah;
(ii) keikutsertaan yang disengaja, persekongkolan dan upaya
untuk melakukan tindak pelanggaran semacam itu, dan
kegiatan perseiapan serta kegiatan pendanaan yang
berkaitan dengan pelanggaran yang disepelanggaran yang
dapat dihukum sesuai dengan paragraf 1;
(iii) pemidanaan di negara asing atas tindakan
pelanggaran semacam itu harus dipertimbangkan juga untuk
menentukan residivisme; dan
(iv) tindak pelanggaran yang serius sebagaimana
disebutkan terdahulu yang dilakukan baik oleh warga
negara setempat atau warga negara asing harus dituntut
oleh Pihak di wilayah mana pelanggaran tersebut dilakukan
atau oleh Pihak di wilayah mana pelanggaran itu
ditemukan, dan apakah ekstradisi itu tidak dapat
diterapkan sesuai dengan hukum dari Pihak terhadap Pihak
mana permohonan dibuat dan apakah pelanggaran tersebut
telah dituntut dan diadili.
(b) Pelanggaran yang dimaksud dalam paragraf 1 dan paragraf 2.a).(ii)
seyogyanya dimasukkan sebagai kejahatan yang dapat
diekstradisikan di dalam perjanjian ekstradisi yang telah
atau mungkin akan dapat disepakati kemudian antar Pihak
dan sebagai antar Pihak yang tidak membuat perjanjian
ekstradisi timbal balik yang ada, dan dianggap sebagai
*9384 kejahatan yang dapat di ekstradisikan
sepanjang ekstradisi tersebut disetujui sesuai dengan
hukum dari suatu Pihak terhadap Pihak mana permohonan
dibuat, dan bahwa Pihak itu harus berhak untuk menolak
melakukan penangkapan atau mengizinkan ekstradisi dalam
kasus-kasus apabila pejabat yang berwenang menganggap
bahwa pelanggaran itu tidak cukup serius.
3. Setiap psikotropika atau Bahan lainnya, termasuk alat-alat
yang digunakan atau direncanakan untuk dipakai dalam setiap
pelanggaran sesuai dengan paragraf 1 dan 2, harus dapat disita
atau dirampas.
4. Ketentuan pasal ini harus tunduk pada hukum setempat dari
Pihak terkait tentang masalah-masalah yurisdiksi.
5. Pasal ini harus tidak memuat hal-hal yang mempengaruhi
asas-asas pelanggaran, sebagaimana disebutkan terdahulu, tuntutan
dan hukuman ditetapkan sesuai dengan hukum setempat suatu Pihak.
Pasal 23
PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PENGAWASAN YANG LEBIH KETAT
DARIPADA YANG DITETAPKAN OLEH KONVENSI
Satu Pihak dapat mengambil tindakan pengawasan yang lebih ketat
atau keras daripada yang ditetapkan oleh Konvensi ini apabila
menurut pendapatnya tindakan tersebut diinginkan atau diperlukan
untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pasal 24
BIAYA YANG DIKELUARKAN OLEH BAGIAN ORGANISASI
INTERNASIONAL GUNA PELAKSANAAN KETENTUAN KONVENSI
Biaya Komisi dan Badan dalam melaksanakan fungsi masing-masing
menurut Konvensi ini harus ditanggung oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan cara yang harus diputuskan oleh Majelis Umum
Para Pihak yang bukan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa harus
memberikan sumbangan dalam jumlah yang menurut Majelis Umum
dianggap pantas dengan penilaian dari waktu ke waktu setelah
berkonsultasi dengan Pemerintah Para Pihak.
Pasal 25
PROSEDUR PENGAKUAN, PENANDATANGANAN, RATIFIKASI,
DAN AKSESI
1. Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara-negara yang
bukan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang merupakan
anggota badan khusus Peserikatan Bangsa-Bangsa atau Badan
Tenaga Atom Internasional atau Para Pihak pada Statuta
Mahkamah Internasional, dan setiap Negara lainnya yang
diundang oleh Dewan, dapat menjadi Pihak pada Konvensi ini:
a)dengan menandatanganinya; atau
b)dengan meratifikasi setelah penandatangan dan tunduk pada
ratifikasi; atau
c)dengan mengaksesi Konvensi ini.
2. Konvensi harus terbuka untuk penandatanganan sampai 1
*9385 Januari 1972. Setelah itu, Konvensi harus terbuka untuk
aksesi.
3. Piagam ratifikasi atau aksesi akan didepositkan pada
Sekretarias Jenderal.
Pasal 26
MULAI BERLAKUNYA
1. Konvensi ini mulai berlaku pada hari kesembilan puluh setelah
empat puluh negara yang disebut dalam paragraf 1 pasal 25
menandatangani Konvensi ini tanpa ada persyaratan atas
ratifikasi atau telah mendepositkan piagam ratifikasi atau
piagam aksesinya.
2. untuk Negara lainnya yang mendatangani Konvensi tanpa ada
persyaratan atas ratifikasi, atau mendepositkan piagam ratifikasi
atau piagam aksesi setelah penandatanganan terakhir atau
mendepositkan sebagaimana yang disebut dalam paragraf sebelumnya,
maka Konvensi ini harus mulai berlaku pada hari kesembilan puluh
setelah tanggal penandatanganan atau pendepositan piagam
ratifikasi atau piagam aksesi.
Pasal 27
PENERAPAN WILAYAH
Konvensi ini harus berlaku untuk seluruh wilayah nonmetropolitan
bagi hubungan internasional dimana setiap Pihak bertanggung jawab
kecuali apabila persetujuan sebelumnya atas wilayah semacam itu
dikehendaki oleh peraturan perundangan suatu Piahk atau peraturan
perundangan wilayah yang bersangkutan, atau dikehendaki oleh
adat. Dalam hal semacam ini Pihak harus berupaya memperoleh
persetujuan yang diperlukan dari wilayah dalam waktu yang
sesingkat mungkin, dan apabila persetujuan itu diperoleh. Pihak
tersebut harus memberitahukan Sekretaris Jenderal. Konvensi ini
harus berlaku diwilayahnya atau di wilayah-wilayah yang
disebutkan dalam pemberitahuan tersebut sejak tanggal penerimaan
oleh Sekretaris Jenderal. Dalam hal ini apabila persetujuan
sebelumnya dari wilayah nonmetropolitan tidak diminta, Pihak yang
bersangkutan, pada saat penandatanganan, ratifikasi, atau aksesi
harus menyatakan wilayah nonmetropolitan atau wilayah-wilayah
dimana Konvensi ini berlaku.
Pasal 28
WILAYAH YANG DIMAKSUD DALAM KONVENSI
1. Setiap Pihak dapat memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal
bahwa, untuk penerapan Konvensi ini wilayahnya dibagi menjadi
dua atau lebih, atau dua wilayah atau lebih itu digabungkan
menjadi satu.
2. Dua atau lebih Pihak dapat memberitahukan kepada Sekretaris
Jenderal bahwa sebagai akibat dari pembentukan suatu kesatuan
adat di antara mereka, Para Pihak menyepakati sebagai satu
wilayah untuk penerapan Konvensi ini.
3. Setiap pemberitahuan menurut paragraf 1 atau 2 harus
diberlakukan pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya terhitung
sejak pemberitahuan tersebut dibuat.
Pasal 29
PEMBATALAN
1. Setelah berakhirnya masa dua tahun dari tanggal mulai
*9386 berlakunya Konvensi ini, setiap Pihak, atas namanya
sendiri atau atas nama wilayah dimana Pihak itu mempunyai
tanggung jawab internasional dan telah menarik persetujuan
yang diberikan sesuai dengan pasal 27, dapat secara resmi
menarik diri dari Konvensi ini melalui pernyataan tertulis
yang didepositkan kepada Sekretaris Jenderal.
2. Apabila pembatalan diterima oleh Sekretaris Jenderal pada atau
sebelum hari pertama bulan Juli setiap tahun, maka pembatalan itu
mulai berlaku pada hari pertama bulan Januari tahun berikutnya,
tetapi apabila diterima setelah hari pertama bulan Juli tahun
berjalan maka pembatalan tersebut akan diberlakukan sama dengan
pembatalan yang diterima pada atau sebelum hari pertama bulan
Juli tahun berikutnya.
3. Konvensi ini harus berkhir jika pembatalan-pembatalan sesuai
dengan paragraf 1 dan 2 menyebabkan persyaratan pemberlakuan
Konvensi sebagaimana tercantum dalam paragraf 1 pasal 26 tidak
terpenuhi lagi.
Pasal 30
AMANDEMEN
1. Setiap Pihak dapat mengusulkan amandemen atas Konvensi ini.
Naskah dari setiap amandemen tersebut dengan alasan-alasannya
harus disampaikan kepada Sekretaris Jenderal, yang selanjutnya
menyampaikan naskah-naskah tersebut kepada Para Pihak dan
Dewan. Dewan dapat memutuskan:
(a) apakah harus mengadakan konperensi sesuai dengan paragraf 4,
pasal 62 dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
mempertimbangkan amandemen yang diusulkan; atau
(b) menanyakan kepada Para Pihak apakah mereka menerima
usul amandemen tersebut dan juga meminta untuk menyampaikan
tanggapan apa saja terhadap usulan tersebut kepada Dewan.
2. Apabila sebuah usul amandemen yang diedarkan sesuai dengan
paagraf 1 (b) tidak ditolak oleh satu Pihak pun dalam jangka
waktu delapan belas bulan setelah diedarkan, maka usulan
amandemen harus diberlakukan. Namun, apabila amandemen yang
diusulkan tersebut ditolak oleh suatu Pihak, Dewan dapat
memutuskan sesuai dengan tanggapan yang diterima dari Para
Pihak apakah suatu konperensi harus diadakan untuk
mempertimbangkan amandemen semacam itu.
Pasal 31
PERBEDAAN PENDAPAT
1. Apabila timbul perbedaan pendapat di antara dua Pihak atau
lebih sehubungan dengan penafsiran atau penerapan Konvensi
ini, Para Pihak tersebut harus berkonsultasi bersama-sama
untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut melalui
negoisasi, penelitian, penengahan, perujukan, arbitrasi,
bantuan dari badan-badan regional, melalui proses hukum, atau
cara-cara damai lainnya sesuai dengan pilihannya.
2. Setiap perbedaan pendapat semacam itu yang tidak dapat
terselesaikan melalui cara-cara yang ditetapkan berdasarkan
permintaan dari salah satu Pihak yang berbeda pendapat harus
dialihkan kepada Mahkamah Internasional untuk diputuskan.
Pasal 32
PENSYARATAN
1. Tidak ada satu pensyaratan pun yang diperbolehkan,
*9387 kecuali yang dibuat sesuai dengan paragraf 2, 3, dan 4
pasal ini.
2. Setiap negara pada saat penandatanganan, ratifikasi, atau
aksesi dapat mengajukan pensyaratan terhadap ketentuan ketentuan
berikut dalam Konvensi ini:
(a) pasal 19, paragraf 1 dan 2;
(b) pasal 27; dan
(c) pasal 31.
3. Suatu Negara yang berkeinginan untuk menjadi Pihak tetapi
berkeinginan diberi kewenangan untuk mengajukan pensyaratan
lain yang berbeda dengan pensyaratan sesuai dengan paragraf 2
dan 4 dapat memberitahukan maksudnya kepada Sekretaris
Jenderal. Kecuali, bila pada akhir bulan ke dua belas setelah
tanggal penyampaian pensyaratan tersebut oleh Sekretaris
Jenderal, pensyaratan tersebut ditolak oleh sepertiga jumlah
negara yang menandatangani tanpa pensyaratan ratifikasi,
peratifikasian atau aksesi terhadap Konvensi sebelum akhir
periode tersebut, maka harus dianggap telah diizinkan, tetapi
dengan pengertian bahwa negara-negara yang telah menolak
pensyaratan itu, tidak dibebani kewajiban hukum kepada negara
yang mengajukan pensyaratan pada Konvensi ini yang dipengaruhi
oleh pensyaratan tersebut.
4. Suatu Negara yang di wilayahnya terdapat tanaman yang tumbuh
secara liar yang mengandung bahan psikotropik seperti diantara
yang tercantum dalam Daftar Psikotropoika Golongan I dan yang
dipergunakan secara tradisional yang digunakan oleh kelompok
kecil tertentu yang jelas diakui dalam upacara yang bersifat
magis atau agamis, pada waktu penandatanganan, ratifikasi atau
aksesi dapat mengajukan pensyaratan tentang tanaman tersebut
sehubungan dengan ketentuan pasal 7, kecuali untuk ketentuan yang
berkaitan dengan perdagangan internasional.
5. Suatu Negara yang telah mengajukan pensyaratan dapat setiap
waktu memberi tahu secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal
untuk menarik semua atau sebagian pensyaratan yang diajukannya.
Pasal 33
PEMBERITAHUAN
Sekretaris Jenderal harus memberitahukan kepada semua negara yang
tercantum dalam paragraf 1 pasal 25:
(a) penandatanganan, ratifikasi dan aksesi sesuai dengan pasal
25;
(b) tanggal berlakunya Konvensi ini sesuai dengan pasal 26;
(c) pembatalan sesuai dengan pasal 29; dan
(d) deklarasi dan pemberitahuan sesuai dengan pasal 27, 28, 30,
dan 32.
SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini, telah diberi
kuasa menandatangani Konvensi ini atas nama pemerintah
masing-masing.
DIBUAT di Wina, pada hari ke 21 bulan Februari seribu sembilan
ratus tujuh puluh satu dalam satu salinan bahasa Cina, Inggris,
Perancis, Rusia dan Spanyol, yang masing-masing mempunyai
kekuatan hukum yang sama. Konvensi *9388 ini akan didepositkan
kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan
menyampaikan salinan-salinan naskah asli yang telah disahkan
kepada seluruh Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
Negara-Negara lain sebagaimana yang disebut dalam paragraf 1
pasal 25.
Daftar psikotropika Golongan I
INN Nama lain Nama Kimia
(Nama Generik)
1. DET N,N-dietiltriptamina
2. DMPH 3-(1,2-dimetilheptil)-1-
hidroksi-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo (b,d)
piran
3. DMT N,N-dimetiltriptamina
4. (+)LYSERGIDE LSD,LSD-25 (+)-N,N-dietilli- sergamida
(asam-d-lisergat dietilamida)
5. meskalina 3,4,5-trimetoksi fene tilamina
6. paraheksil 3-heksil-1-hidroksi-7,8,9,
10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo (b,d)piran
7. psilosina, 3-(2-dimetilaminoetil) psilotsin -4-hidroksi indol
8. PSILOSIBINA 3-(2 dimetilaminoetil)
indol-4-il dihidrogen fosfat.
. STP,DOM 2-amino-1-(2,5-dimetoksi- 4-metil) penilpropana
10. tetrahidro- 1-hidroksi-3-pentil-6a,7,
kannabinol, 10,10a-tetrahidro-
semua 6,6,9-trimetil-
somer 6-H-dibenzo (b,d)piran
++ Garam-garam dari bahan-bahan tersebut terdaftar dalam Daftar
Psikotropika Golongan ini dimungkinkan akan ada.
Daftar Psikotropika Golongan II
INN Nama Lain Nama Kimia
(Nama Generik)
1. AMFETAMINA (+)-2-amino-1-fenilpropana
2. DEKSAMFETAMINA (+)-2-amino-1-fenilpropana
3. FENMETRAZINA 3-metil-2-fenil-
morfolina.
4. FENSIKLIDINA 1-(1-fenilsikloheksil
piperidina.
5. METAMFETAMINA (+)-2-metilamino-1-
fenilpropana.
6. METILFENIDAT Asam 2-fenil-2-(2-
piperidil) metil ester asetat.
++ Garam-garam dari bahan-bahan tersebut terdaftar dalam Daftar
Psikotropika Golongan ini dimungkinkan akan ada.
Daftar Psikotropika Golongan III
INN Nama Lain Nama Kimia
(Nama Generik)
1. AMOBARBITAL Asam
5-etil-5-(3-metilbutil) barbiturat
2. GLUTETIMIDA 2-etil-2-fenilglu-tarimida
3. PENTOBARBITAL Asam
5-etil-5-(1-metilbutil) barbiturat.
4. SEKOBARBITAL Asam
5-alil-5-(1-metilbutil) barbiturat.
5. SIKLOBARBITAL Asam
5-(1-sikloheksen-1-il)- 5-etilbarbiturat.
++ Garam-garam dari bahan-bahan tercantum dalam Daftar
*9389 Psikotropika Golongan ini dimungkinkan akan ada.
Daftar Psikotropika Golongan IV
INN Nama Lain Nama Kimia
(Nama Generik)
1. AMFEPRAMONA 2-(dietilamino) propiopenon
2. BARBITAL Asam 5,5-dietil
barbiturat.
3. ETINAMAT 1-etinil sikloheksanol
karbamat
4. etklorvirol etil-2-kloroviniletil- karbinol
5. FENOBARBITAL Asam 5-etil-5-fenil
barbiturat.
6. MEPROBAMAT 2-metil-2-propil-1,3
propanadiol dikarbamat.
7. METAKUALON 2-metil-3-0-tolil-4 (3H)
kuinazolinon.
8. METFENOBARBITAL Asam 5-etil-1-metil-5-
fenil-barbiturat.
9. METIPRILON 3,3-dietil-5-metil-2, 4 piperidina-dion
10. PIPRADO
1,1-difenil-1-(2-
piperidil) metanol
11. SPA (-)-1-dimetilamino-1, 2 difeniletana.
++ Garam-garam dari bahan-bahan tersebut terdaftar dalam Daftar
Psikotropika Golongan ini dimungkinkan akan ada.
----------------------
+ Nama-nama yang tercetak dalam huruf besar yang berada di
bagian lajur kiri adalah Bukan Nama Internasionl (INN). Dengan
satu kekecualian (+)-Lysergide), nama-nama bukan paten atau umum
diberikan hanya bila INN belum diusulkan.
++ Catatan dari Sekretariat: Komisi Narkotika menetapkan, melalui
pemungutan suara dengan surat-menyurat, sesuai dengan
keputusannya Nomor 6 (XXVII), 24 Februari 1977, untuk memasukkan
kalimat ini pada akhir masing-masing Daftar Psikotropika
Golongan.
Kutipan: LEMBARAN LEPAS SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1996
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_convention_on_psychotropic_substances_8.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






