Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 1997
  • » Undang-Undang Pengesahan United Nations Convention Againts Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988 (konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (UU 7 thn 1997)

1997

Undang-Undang Pengesahan United Nations Convention Againts Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988 (konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (UU 7 thn 1997)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1997 Tentang Pengesahan United Nations Convention Againts Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988 (konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa :

UU 7/1997, PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINTS ILLICIT
TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS AND PSYCHOTROPIC SUBSTANCES, 1988
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG PEMBERANTASAN
PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, 1988)

           *9542 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)
                   NOMOR 7 TAHUN 1997 (7/1997)

                             TENTANG

               PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION
            AGAINTS ILLICIT TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS
                 AND PSYCHOTROPIC SUBSTANCES, 1988
          (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG
             PEMBERANTASAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA
                      DAN PSIKOTROPIKA, 1988)

               DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a.   bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu
     masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
     spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
     dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
     bersatu, berdaulat, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana
     perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan
     dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, adil,
     bersahabat, tertib, dan damai;
b.   bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut,
     perlu dilakukan upaya secara terus-menerus termasuk di
     bidang keamanan dan ketertiban serta di bidang kesejahteraan
     rakyat dengan memberikan perhatian khusus terhadap bahaya
     dan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
     lainnya;
c.   bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
     psikotropika dapat mengancam kehidupan individu, ketahanan
     nasional, bangsa, dan negara Indonesia serta merupakan
     malasah    bersama    yang   dihadapi     bangsa-bangsa    dan
     negara-negara di dunia yang harus ditanggulangi serta
     diberantas bersama dalam bentuk upaya penegakan hukum, baik
     dalam skala nasional maupun internasional melalui kerjasama
     bilateral, regional atau multilateral;
d.   bahwa    Konvensi    Perserikatan     Bangsa-Bangsa    tentang
     Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika,
     1988    merupakan   penegasan     dan    penyempurnaan    atas
     prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur
     dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol 1972
     yang telah mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 1961, serta
     Konvensi Psikotropika 1971, sehingga menjadi sarana yang
     lebih efektif dalam memberantas peredaran gelap narkotika
     dan psikotropika;
e.   bahwa Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk
     bersama-sama dengan anggota masyarakat dunia lainnya aktif
     mengambil bagian dalam upaya memberantas peredaran gelap
     narkotika   dan    psikotropika,   oleh    karena    itu   telah
     menandatangani United Nations Convention Against Illicit
     Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988
              (Konvensi    Perserikatan     Bangsa-Bangsa     tentang
     *9543
     Pemberantasan Peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika,
     1988) di Wina, Austria pada tanggal 27 Maret 1989 dan telah
     pula meratifikasi Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dengan
     Undang-undang Nomor 8 Tahun 1976 dan Konvensi Psikotropika
     1971, dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1996, serta
     membentuk   Undang-undang    Nomor   9   Tahun    1976   tentang
     Narkotika;
f.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
     huruf a, b, c, d, dan e dipandang perlu mengesahkan United
     Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs
     and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan
     Bangsa-Bangsa    tentang    Pemberantasan    Peredaran     Gelap
     Narkotika dan Psikotropika, 1988) dengan Undang-undang;

Mengingat:     Pasal 5 ayat (1) Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1)
     Undang-Undang Dasar 1945;

                       Dengan persetujuan
           DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                             MEMUTUSKAN

Menetapkan:    UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN UNITED NATION
     CONVENTION AGAINST ILLICIT TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS AND
     PSYCHOTROPIC   SUBSTANCES,   1988   (KONVENSI   PERSERIKATAN
     BANGSA-BANGSA   TENTANG    PEMBERANTASAN   PEREDARAN   GELAP
     NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, 1988)

                              Pasal 1

Mengesahkan United Nations Convention Against Illicit Traffic in
Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Narkotika    dan    Psikotropika,    1988)    dengan  Reservation
(Persyaratan) terhadap Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3) yang bunyi
lengkap Persyaratan itu dalam bahasa Inggeris dan terjemahannya
dalam bahasa Indonesia serta salinan naskah asli United Nations
Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic     Substances,    1988     (Konvensi   Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika, 1988) dalam bahasa Inggeris serta terjemahannya
dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir, merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Undang-undang.
                               Pasal 2

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

                                     Disahkan di Jakarta
                                     pada tanggal 24 Maret 1997
                                              PRESIDEN     REPUBLIK
                                     *9544
INDONESIA,

                                     ttd.

                                     SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Maret 1997

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MOERDINO

       LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 17

                              PENJELASAN
                                  ATAS
                   UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                          NOMOR 7 TAHUN 1997
                                TENTANG
                PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION
              AGAINST ILLICIT TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS
                  AND PSYCHOTROPIC SUBSTANCES, 1988
                (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
                TENTANG PEMBERANTASAN PEREDARAN GELAP
                  NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, 1988)

UMUM

       Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam
       Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap
       bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
       untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
       bangsa,   dan  ikut   melaksanakan  ketertiban   dunia  yang
       berdasarkan kemerdekaan abadi, dan keadilan sosial.

       Untuk mencapai cita-cita tersebut dan menjaga kelangsungan
       pembangunan nasional dalam suasana aman, ternteram, tertib,
       dan   dinamis  baik   dalam   lingkungan  nasional   maupun
        internasional, perlu ditingkatkan pengendalian terhadap
        hal-hal yang dapat mengganggu kestabilan nasional antara
        lain terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
        dan psikotropika.

        Dalam mengantisipasi adanya gangguan dan ancaman tersebut,
        Indonesia turut serta dalam upaya meningkatkan kerjasama
        antar negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat,
        dengan memberi perhatian khusus terhadap penyalahgunaan
        narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dengan
        tidak mengabaikan manfaatnya di bidang pengobatan dan ilmu
        pengetahuan.
*9545
        Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umunya,
        saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat
        mengkhawatirkan akibat semakin maraknya pemakaian secara
        tidak   sah  bermacam-macam  narkotika  dan   Psikotropika.
        Kekhawatiran   ini  semakin  dipertajam  akibat   meluasnya
        peredaran gelap narkotika dan psikotropika yang telah
        merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan
        generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap
        kehidupan bangsa dan negara selanjutnya, karena generasi
        muda adalah penerus cita-cita bangsa dan negara pada masa
        mendatang.

        Peningkatan peredaran gelap narkotika dan prikotropika tidak
        terlepas   dari   kegiatan  organisas-organisasi   kejahatan
        trans-nasional yang beroperasi di berbagai negara dalam
        suatu jaringan kejahatan internasional. Karena keuntungan
        yang sangat besar, organisasi kejahatan tersebut berusaha
        dengan segala cara untuk mempertahankan dan mengembangan
        terus usaha peredaran gelap narkotika dan psikotropika
        dengan cara menyusup, mencampuri, dan merusak struktur
        pemerintahan, usaha perdagangan, dan keuangan yang sah serta
        kelompok-kelompok berpengaruh dalam masyarakat.

        Untuk mengatasi masalah tersebut, telah diadakan berbagai
        kegiatan yang bersifat internasional termasuk konferensi
        yang   telah   diadakan   baik   di  bawah    nauangan   Liga
        Bangsa-bangsa    maupun  di    bawah  naungan    Perserikatan
        Bangsa-Bangsa. Diawali dengan upaya Liga bangsa-Bangsa pada
        1909 di Shanghai, Cina telah diselanggarakan persidangan
        yang membicarakan cara-cara pengawasan perdagangan gelap
        obat bius. selanjutnya pada persidangan Opium Commission
        (Komisi Opium) telah dihasilkan traktat pertama mengenai
        pengawasan obat bius, yaitu Internasional Opium Convention
        (konvensi internasional tentang Opium) di Den Haag, Belanda
        pada tahun 1912.

        Dibawah   nauangan    Perserikatan   Bangsa-Bangsa,   telah
        dihasilkan Single Convention on Narcotic Drugs, 1961
        (Konvensi Tunggal Narkotika 1961) di New York, Amerika
        Serikat pada tanggal 30 Maret 1961, dan telah diubah dengan
     1972 Protocol Amending the Single Convention on Narcotic
     Drugs, 1961 (protokol 1972 tentang Perubahan Konvensi
     Tunggal narkotika 1961) dan Convention on Psychotropic
     Substances, 1971 (Konvensi Psikotropika 1971) di Wina,
     Austria pada tanggal 25 Maret 1972, dan terakhir adalah
     United Nations Convention Againts Illicit Traffic in
     Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi
     Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran
     Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988).

     Dalam hal ini, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Tunggal
     Narkotika 1961 serta Protokolnya dengan Undang-undang Nomor
     8 Tahun 1976 dan Konvensi Psikotropika 1971 dengan
     Undang-undang   Nomor   8   Tahun  1996,   serta    membentuk
     Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.

     Sejalan dengan cita-cita bangsa di atas, dan komitmen
     Pemerintah dan rakyat untuk senantiasa aktif mengambil
     bagian dalam setiap usaha memberantas penyalahgunaan dan
     peredaran gelap narkotika dan psikotropika, Indonesia
     memandang perlu meratifikasi United Nations Convention
     Against Illicit Praffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
     Substances,   1988   (Konvensi    Perserikatan   Bangsa-Bangsa
     tentang   Pemberantasan   Peredaran    Gelap   narkotika   dan
     Psikotropika, 1988) dengan Undang-undang. Undang-undang ini
     akan memberikan landasan hukum yang lebih kuat untuk
     mengambil   langkah-langkah    dalam   uapaya   mencegah   dan
     memeberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotik dan
     psikotropika.

               POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDORONG
                       LAHIRNYA KONVENSI

Didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya
produksi,   permintaan,   penyalahgunaan   dan  peredaran   gelap
narkotika dan psikotropika serta kenyataan bahwa anak-nak dan
remaja digunakan sebagai pasar pemakai narkotika dan psikotropika
secara gelap, serta sebagai sasaran produksi, distribusi, dan
perdaganggan gelap narkotika dan psikotropika, telah mendorong
lahirnya    Konvensi     Perserikatan    Bangsa-bangsa    tentang
Pemberantasan Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988. Konvensi
tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, antara
lain, sebagai berikut:

1.   Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu
     memberikan perhatian dan prioritas utama atas masalah
     pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

2.   Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika
     merupakan masalah semua negara yang perlu ditangani secara
     bersama pula.

3.   Ketentuan-ketentuan   yang   diatur   dalam   Konvensi   Tunggal
     Narkotika 1961, protokol 1972 Tentang perubahan Konvensi
     Tunggal Narkotika 1961, dan Konvensi Psikotropika 1971,
     perlu dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum
     untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan
     psikotropika.

4.   Perlunya memperuat dan meningkatkan sarana hukum yang lebih
     efektif dalam rangka kerjsama internasional di bidang
     kriminal    untuk    memberantas    organisasi    kejahatan
     transnasional dalam kegiatan peredaran gelap narkotika dan
     psikotropika.

                     POKOK-POKOK ISI KONVENSI

1.   Ruang Lingkup Konvensi

     Konvensi bertujuan untuk meningkatkan kerjsama internasional
     yang lebih efektif terhadap berbagai aspek peredaran gelap
     narkotika dan psikotropika. Untuk tujuan tersebut, para
     pihak akan menyelaraskan peraturan perundang-undangan dan
     prosedur administrasi masing-masing sesuai Konvensi ini
     dengan tidak mengabaikan asas kesamaan kedaulatan, keutuhan
     wilayah negara, serta asas tidak mencampuri urusan yang pada
     hakekatnya merupakan masalah dalam negeri masing-masing.

2.   Kejahatan dan Sanksi

     Tanpa   mengabaikan  prinsip-prinsip   hukum   masing-masing,
     Negara-negara Pihak dari Konvensi akan mengambil tindakan
     yang perlu untuk menetapkan sebagai kejahatan setiap
     peredaran gelap narkotika dan psikotropika, Pengertian
     peredaran mencakup berbagai kegiatan dari awal sekali, yaitu
     mulai dari penanaman, produksi, penyaluran, lalulintas,
     pengedaran,   sampai   ke  pemakaiaannya,    termasuk   untuk
     pemakaian pribadi.

     Terhadap kejahatan tersebut di atas, dapat dikenakan sanksi
     berupa pidana penjara atau bentuk perampasan kemerdekaan,
     denda dan penyitaan aset sejauh dapat dibuktikan sebagai
     hasil   dari   kejahatan.  Disamping  itu   pelakunya dapat
     dikenakan    pembinaan,   purnarawat,   rehabilitasi,  atau
     reintegrasi sosial.

     Para pihak menjamin bahwa lembaga peradilan dan pejabat
     berwenang   lainnya   yang  mempunyai  yurisdiksi   dapat
     mempertimbangkan keadaan nyata yang menyebabkan kejahatan
     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), merupakan
     kejahatan serius, seperti:

     a.   keterlibatan di dalam kejahatan dari kelompok kejahatan
     terorganisasi yang pelakunya sebagai anggota;
     b.   keterlibatan pelaku dalam kegiatan kejahatan lain yang
     terorganisasi secara internasional;
     c.   keterlibatan dalam perbuatan melawan hukum lain yang
     dipermudah oleh dilakukannya kejahatan tersebut;
     d.   penggunaan kekerasan atau senjata api oleh pelaku;
     e.   kejahatan dilakukan oleh pegawai negeri dan kejahatan
     tersebut berkaitan dengan jabtannya;
     f.   menjadikan anak-anak sebagai korban atau menggunakan
     anak-anak untuk melakukan kejahatan;
     g.   kejahatan dilakukan di dalam atau di sekitar lembaga
     pemasyarakatan,   lembaga   pendidikan,   lembaga   pelayanan
     sosial, atau tempat-tempat lain anak sekolah atau pelajar
     berkumpul untuk melakukan kegiatan pendidikan, olahraga dan
     kegiatan sosial;
     h.   sebelum    menjatuhkan    sanksi   pidana,     khususnya
     pengulangan kejahatan serupa yang dilakukan, baik di dalam
     maupun di luar negeri sepanjang kejahatan      *9547 tersebut
     dapat dijangkau oleh hukum nasional masing-masing Pihak;

     Kejahatan-kejahatan yang dimaksud dalam Konvensi ini adalah
     jenis-jenis kejahatan yang menurut sistem hukum nasional
     negara pihak dianggap sebagai tindakan kejahatan yang dapat
     dituntut dan dipidana.

3.   Yurisdiksi

     Negara harus mengambil tindakan yurisdiksi terhadap berbagai
     kejahatan   yang  dilakukan   oleh  pelaku   atau  tersangka
     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Konvensi, baik
     terhadap kejahatan yang dilakukan di wilayah, di atas kapal
     atau di dalam pesawat udara Negara Pihak tersebut, baik yang
     dilakukan oleh warga negaranya maupun oleh orang yang
     bertempat tinggal di wilayah tersebut.

     Masing-masing Pihak harus mengambil juga tindakan apabila
     diperlukan untuk menetapkan yurisdiksi atas kejahatan
     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), jika tersangka
     pelaku kejahatan berada di dalam wilayahnya dan tidak
     diekstradisikan ke Pihak lain.

4.   Perampasan

     Para Pihak dapat merampas narkotika dan psikotropika,
     bahan-bahan serta peralatan lainnya yang merupakan hasil
     dari kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
     Konvensi.

     Lembaga peradilan atau pejabat yang berwenang dari Negara
     pihak berwenang untuk memeriksa atau menyita catatan bank,
     keuangan atau perdagangan Petugas atau badan yang diharuskan
     menunjukkan catatan tersebut tidak dapat menolaknya dengan
     alasan kerahasiaan bank.

     Kecuali   dapat   dibuktikan sebaliknya, seluruh kekayaan
     sebagai   hasil   kejahatan dapat dirampas. Apabila hasil
     kejahatan telah bercampur dengan kekayaan dari sumber yang
     sah, maka perampasan hanya dikenakan sebatas nilai taksiran
     hasil kejahatan yang telah tercampur. Namun demikian,
     perampasan tersebut baru dapat berlaku setelah diatur oleh
     hukum nasional Negara Pihak.

5.   Ekstradisi

     Kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
     Konvensi ini termasuk kejahatan yang dapat diekstradisikan
     dalam perjanjian ekstradisi yang diadakan di antara para
     Pihak.

     Apabila Para Pihak tidak mempunyai perjanjian ekstradisi,
     *9548 maka Konvensi ini dapat digunakan sebagai dasar hukum
     ekstradisi bagi kejahatan yang termasuk dalam lingkup
     berlakunya pasal ini.

6.   Bantuan Hukum Timbal Balik

     Para Pihak akan saling memberikan bantuan hukum timbal balik
     dalam penyidikan, penuntutan, dan proses acara sidang yang
     berkaitan dengan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
     3 ayat (1) Konvensi ini.

     Bantuan Hukum timbal balik dapat diminta untuk keperluan:

     a.   mengambil alat bukti atau pernyataan dari orang;
     b.   memberikan pelayanan dokumen hukum;
     c.   melakukan penggeledahan dan penyitaan;
     d.   memeriksa benda dan lokasi;
     e.   memberikan informasi dan alat bukti;
     f.   memberikan dokumen asli atau salinan dokumen yang
     relevan    yang    disahkan    dan     catatannya,     termasuk
     catatan-catatan    bank,     keuangan,     perusahaan,     atau
     perdagangan; atau
     g.   mengidentifikasi    atau   melacak     hasil   kejahatan,
     kekayaan, perlengkapan atau benda lain untuk kepentingan
     pembuktian;

7.   Pengalihan Proses Acara

     Dibukanya kemungkinan bagi Negara Pihak untuk mengalihkan
     proses acara dari negara satu ke negara lain, jika
     pengalihan proses acara tersebut dipandang perlu untuk
     kepentingan pelaksanaan peradilan yang lebih baik.

8.   Kerja Sama Peningkatan Penegakan Hukum

     Para Pihak harus saling bekerjasama secara erat, sesuai
     dengan sistem hukum dan sistem administrasi masing-masing,
     dalam rangka meningkatkan secara efektif tindakan penegakan
     hukum untuk memberantas kejahatan sebagaimana dimaksud dalam
     Pasal 3 ayat (1) Konvensi ini, antara lain:

     a.   membentuk dan memelihara jalur komunikasi antar lembaga
     dan dinas masing-masing yang berwenang, untuk memudahkan
     pertukaran informasi;
     b.   saling kerjasama dalam melakukan pemeriksaan yang
     berkaitan dengan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
     3 ayat (1) Konvensi ini;
     c.   membentuk tim gabungan;
     d.   menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk analisa
     atau penyidikan;
     e.   mengadakan program latihan khusus bagi personil penegak
     hukum atau personil lainnya termasuk pabean yang bertugas
     memberantas kejahatan tersebut dalam Pasal 3 ayat (1)
     Konvensi ini; dan
     *9549 f. merencanakan dan melaksanakan program penelitian
     dan pengembangan yang dirancang untuk meningkatkan keahlian.

9.   Kerja Sama Oganisasi Internasional dan Bantuan bagi Negara
     Transit

          Para Pihak harus bekerjasama langsung atau melalui
     organisasi internasional atau regional yang berwenang untuk
     membantu   dan    mendukung   negara   transit,   khususnya
     negara-negara berkembang, yang membutuhkan bantuan melalui
     program kerjasama teknik guna mencegah kejahatan dan
     kegiatan lain yang terkait.

10   Penyerahan yang Diawasi

     Untuk keperluan identifikasi orang-orang yang terlibat dalam
     kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
     Konvensi ini, Para Pihak dapat mengambil berbagai tindakan
     yang perlu dalam batas kemampuannya untuk menggunakan
     penyerahan yang diawasi (controlled delivery) pada tingkat
     internasional berdasarkan Persetujuan atau Pengaturan yang
     disepakati bersama oleh masing-masing pihak, sepanjang
     tindakan tersebut tidak bertentangan dengan sistem hukum
     nasionalnya.

     Keputusan menggunakan penyerahan yang diawasi dilakukan
     secara kasus demi kasus. Barang kiriman gelap yang
     penyerahannya diawasi telah disetujui, atas persetujuan Para
     Pihak yang bersangkutan, dapat diperiksa, dan dibiarkan
     lewat dengan membiarkan narkotika atau psikotropika tetap
     utuh, dikeluarkan atau diganti seluruhnya atau sebagian.

11   Bahan-bahan yang Sering Digunakan   dalam     Pembuatan   Secara
     Gelap Narkotika dan Psikotropika.

     Laporan tersebut disampaikan kepada Para Pihak dan Komisi
     melalui Sekretaris Jenderal untuk mendapatkan tanggapan.
     Berdasarkan tanggapan tersebut, melalui kerjasama, Para
     Pihak harus mengambil tindakan yang diperlukan dalam
     mencegah penyalahgunaan bahan-bahan yang termasuk Tabel I
     dan II tersebut.

12   Pembasmian Tanaman Gelap Narkotika dan Peniadaan Permintaan
     Gelap narkotika dan Psikotropika

     Dalam Konvensi ini ditetapkan bahwa Para Pihak harus
     mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah penanaman
     secara gelap dan memberantas tanaman yang mengandung
     narkotika dan psikotropika yang ditanam di dalam wilayahnya
     masing-masing, serta mendorong kerjasama untuk meningkatkan
     efektifitas pembasmian meliputi dukungan pembinaan desa
     *9550 terpadu yang mengarah pada pembinaan alternatif
     ekonomis yang lebih baik daripada melakukan penanaman secara
     gelap tanaman tersebut. para pihak juga harus mempermudah
     pertukaran ilmiah, teknik, dan pelaksanaan penelitian.

13   Pengangkutan Komersial

     Sehubungan dengan pengangkutan komersial, Konvensi ini
     mengharuskan para Pihak untuk mengambil tindakan yang
     diperlukan guna menjamin agar angkutan komersial tidak
     digunakan untuk melakukan kejahatan sebagaimana dimaksud
     dalam Pasal 3 ayat (1) dan mengambil tindakan pencegahan dan
     pengamanan serta mengadakan kerjasama di antara pejabat yang
     berwenang dan pabean.

14   Dokumen Perdagangan dan pemasangan Label Ekspor
     Dokumen perdagangan seperti faktur, surat muatan kargo,
     dokumen pabean, surat pengangkutan, dan pengapalan lainnya
     serta pemasangan label ekspor narkotika dan psikotropika
     yang sudah akan didokumentasikan secara baik. Di dalam label
     ekspor tersebut harus dicantumkan nama narkotika dan
     psikotropika, jumlah yang diekpor serta nama dan alamat
     eksportir dan importir.

15   Lalu Lintas Gelap melalui Laut

     Di dalam Konvensi ini ditetapkan bahwa Para Pihak harus
     bekerjasama untuk memberantas lalu lintas gelap melalui laut
     sesuai dengan hukum laut internasional atas perjanjian yang
     berlaku antara Para Pihak, Negara Bendera dapat memberi izin
     kepada Negara Peminta untuk, inter alia, memasuki dan
     memeriksa kapal serta mengambil tindakan yang diperlukan
     menyangkut kapal, orang dan muatan dalam kapal, jika
     terbukti terlibat dalam peredaran gelap.

     Tindakan tersebut hanya dapat dilakukan oleh kapal perang
     atau pesawat terbang militer atau kapal laut atau pesawat
     terbang lain yang diberi tanda dengan jelas sebagai kapal
     laut atau pesawat terbang pemerintah.
16   Kerja Sama Pemberantasan    Peredaran   Gelap   Narkotika   dan
     Psikotropika

     Para Pihak harus bekerjasama untuk memberantas peredaran
     gelap narkotika melalui laut, di pelabuhan bebas, di zona
     perdagangan   bebas,   atau    dengan   menggunakan sarana
     pengangkutan konvensional atau jasa pos.

     Para   Pihak    harus   berusaha   untuk    menetapkan  dan
     menyelenggarakan sistem pengawasan di wilayah pelabuhan dan
     dermaga, pelabuhan udara, dan pos pengawasan perbatasan di
     Zona perdagangan bebas daan pelabuhan bebas.

17   Tindakan yang Lebih Ketat untuk Mencegah atau Memberantas
     *9551 Peredaran Gelap Narkotika

     Negara-negara Pihak dapat mengambil tndakan yang lebih ketat
     daripada yang diatur dalam Konvensi ini, jika tindakan itu
     memang diperlukan untuk mencegah atau memberantas peredaran
     gelap narkotika.

18   Perselisihan
     Perselisihan yang timbul di antara Para Pihak dalam
     meanfsirkan atau menerapkan Konvensi ini, akan diselesaikan
     melalui   negoisasi,   pemeriksaan,  mediasi,   konsoliasi,
     arbitrasi, atau cara penyelesaian perselisihan dengan jalan
     damai yang mereka pilih.

     Jika Perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan
     cara sebagaimana disebutkan di atas, dengan permintaan salah
     satu Pihak yang berselisih, permasalahnnya dapat diajukan ke
     Mahkamah Internasional.

     Jika pihak di dalam perselisihan adalah suatu organisasi
     integrasi    ekonomi   regional,    melalui   Negara  Anggota
     Perserikatan    Bangsa-Bangsa    dapat   dimintakan  Pendapat
     (Advisory Opinion) Mahkamah Internasional sebagai putusan
     yang mengikat.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

     Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya
     dalam Bahasa Indonesia, maka yang berlaku adalah naskah asli
     Konvensi ini dalam bahasa Inggeris. Diajukannya Reservation
     (Pensyaratan) terhadap Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3)
     Konvensi berdasarkan prinsip untuk tidak menerima kewajiban
     dalam pengajuan perselisihan kepada Mahkamah Internasional,
     kecuali dengan kesepakatan Para Pihak.

Pasal 2
     Cukup jelas

          TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3673

                             LAMPIRAN

             PENSYARATAN TERHADAP PASAL 32 AYAT (2)
               DAN AYAT (3) KONVENSI PERSERIKATAN
               BANGSA-BANGSA TENTANG PEMBERANTASAN
                  PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN
                        PSIKOTROPIKA 1988

Republik Indonesia, walaupun melakukan aksesi terhadap dan
Konvensi    Perserikatan   Bangsa-Bangsa   tentang   Pemberantasan
Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988 tidak berarti
terikat pada ketentuan Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3), dan *9552
berpendirian bahwa apabila terjadi perselisihan akibat perbedaan
penafsiran dan penerapan isi Konvensi, yang tidak terselesaikan
melalui jalur sebagaimana diatur dalam ayat (1) Pasal tersebut,
dapat    menunjuk   Mahkamah   Internasional   hanya   berdasarkan
kesepakatan Para Pihak yang bersengketa.

                               PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                          ttd.

                                        SOEHARTO

                             LAMPIRAN

                      RESERVATION ON ARTICLE 32
                   PARAGRAPHS (2) AND (3) UNITED
                     NATIONS CONVENTION AGAINST
                    ILLICIT TRAFFIC IN NARCOTIC
                       DRUGS AND PSYCHOTROPIC
                           SUBSTANCES 1988

The Republic of Indonesia, while acceding to United Nations
Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances, 1988 does not consider if self bound by
the provision of Article 32 Paragraphs (2) and (3), and takes the
position that dispute relating to the interpretaion and
application on the Convention which have not been settled through
the channel provided for in Paragraph (1) of the said Article,
may be referred to the International Court of Justice only with
the concent of all the Parties to the dispute.

                               PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                          ttd.

                                        SOEHARTO


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_united_nations_convention_againts_illi_7.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Terjemahan pasal pasal dalam illicit traffic in narcotic. Terjemahan united nation convention against illicit traffic in narcotic drug. United nation convention against illicit traffic in narcotic drug and psychotropic substances 1988) terjemahan.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
Artikel Terkait (10)
FIND US ON FACEEBOOK