Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2009
  • » Undang-Undang Pengesahan Agreement For The Implementation Of The Provisions Of The United Nations Convention On The Law Of The Sea Of 10 December 1982 Relating To The Conservation And (UU 21 thn 2009)

2009

Undang-Undang Pengesahan Agreement For The Implementation Of The Provisions Of The United Nations Convention On The Law Of The Sea Of 10 December 1982 Relating To The Conservation And (UU 21 thn 2009)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Agreement For The Implementation Of The Provisions Of The United Nations Convention On The Law Of The Sea Of 10 December 1982 Relating To The Conservation And :
                                                            SALINAN



                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 21 TAHUN 2009
                            TENTANG
PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS
    OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF
        10 DECEMBER 1982 RELATING TO THE CONSERVATION AND
            MANAGEMENT OF STRADDLING FISH STOCKS AND
                  HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS
   (PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI
  PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL
    10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN
        PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS
               DAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA JAUH)


                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang   :   a.   bahwa tujuan nasional Negara Republik Indonesia
                     sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan Undang-
                     Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
                     adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
                     seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
                     kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
                     dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
                     berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
                     keadilan sosial;
                b.   bahwa untuk melindungi keanekaragaman hayati dan
                     memelihara keutuhan ekosistem laut di Zona Ekonomi
                     Eksklusif Indonesia dan Laut Lepas perlu dilakukan
                     konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya
                     terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh;
                c.   bahwa dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan
                     Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Juli sampai dengan 4
                     Agustus 1995, telah diterima Agreement for the
                     Implementation of the Provisions of the United Nations
                     Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982
                     relating to the Conservation and Management of
                     Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks
                     (Persetujuan     Pelaksanaan      Ketentuan-Ketentuan
                     Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
                     Laut tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan
                     Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya
                     Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh);


                                                               d. bahwa . . .
                                  -2-


                d.   bahwa Indonesia telah mengesahkan United Nations
                     Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan
                     Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) dengan Undang-
                     Undang Nomor 17 Tahun 1985 yang mengamanatkan
                     pengaturan lebih lanjut mengenai sediaan ikan yang
                     beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh;

                e.   bahwa     berdasarkan     pertimbangan    sebagaimana
                     dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
                     perlu mengesahkan Agreement for the Implementation of
                     the Provisions of the United Nations Convention on the
                     Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the
                     Conservation and Management of Straddling Fish Stocks
                     and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan
                     Pelaksanaan         Ketentuan-Ketentuan       Konvensi
                     Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
                     tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan
                     Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya
                     Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh) dengan
                     Undang-Undang;



Mengingat   :   1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang
                   Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
                2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
                   Pengesahan United Nations Convention on the Law of the
                   Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
                   Hukum Laut) (Lembaran Negara Republik Indonesia
                   Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
                   Republik Indonesia Nomor 3319);
                3. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
                   Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran
                   Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
                4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang
                   Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran
                   Negara Republik Indonesia Nomor 4012);



                                                                Dengan . . .
                               -3-



                    Dengan Persetujuan Bersama
         DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                            dan
                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                           MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT
             FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE
             UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF
             10 DECEMBER 1982 RELATING TO THE CONSERVATION AND
             MANAGEMENT OF STRADDLING FISH STOCKS AND HIGHLY
             MIGRATORY FISH STOCKS (PERSETUJUAN PELAKSANAAN
             KETENTUAN-KETENTUAN      KONVENSI    PERSERIKATAN
             BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL
             10   DESEMBER    1982  YANG    BERKAITAN  DENGAN
             KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG
             BERUAYA TERBATAS DAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA
             JAUH).


                               Pasal 1
            Mengesahkan Agreement for the Implementation of the
            Provisions of the United Nations Convention on the Law of the
            Sea of 10 December 1982 relating to the Conservation and
            Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory
            Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan
            Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
            tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan Konservasi
            dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan
            Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh) yang salinan naskah aslinya
            dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa
            Indonesia sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang
            tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.


                               Pasal 2
            Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



                                                                Agar . . .
                                 -4-




              Agar   setiap  orang    mengetahuinya,    memerintahkan
              pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
              dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



                                Disahkan di Jakarta
                                pada tanggal 18 Juni 2009
                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                            ttd.

                                DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juni 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,

                  ttd.

           ANDI MATTALATTA



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 95


     Salinan sesuai dengan aslinya
      SEKRETARIAT NEGARA RI
  Kepala Biro Hukum dan Administrasi
    Peraturan Perundang-undangan,




        Bigman T. Simanjuntak
                             PENJELASAN
                                 ATAS
              UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 21 TAHUN 2009
                            TENTANG
PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS
    OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF
        10 DECEMBER 1982 RELATING TO THE CONSERVATION AND
            MANAGEMENT OF STRADDLING FISH STOCKS AND
                   HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS
   (PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI
  PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL
    10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN
         PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS
               DAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA JAUH)




I. UMUM


  Dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini terjadi penurunan yang tajam
  sediaan sumber daya ikan sehingga perikanan berada dalam kondisi
  kritis. Pada tahun 1994 penurunan sediaan jenis ikan yang memiliki nilai
  komersial tinggi, khususnya sediaan jenis ikan yang beruaya terbatas
  (straddling fish stocks) dan jenis ikan yang beruaya jauh (highly migratory
  fish stocks), telah menimbulkan keprihatian dunia.

  Jenis ikan yang beruaya terbatas merupakan jenis ikan yang beruaya
  antara Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu negara dan ZEE negara lain
  sehingga pengelolaannya melintasi batas yurisdiksi beberapa negara.

  Jenis ikan yang beruaya jauh merupakan jenis ikan yang beruaya dari
  ZEE ke Laut Lepas dan sebaliknya yang jangkauannya dapat melintasi
  perairan beberapa samudera sehingga memiliki kemungkinan timbulnya
  konflik kepentingan antara negara pantai dan negara penangkap ikan
  jarak jauh khususnya dalam pemanfaatan dan konservasi ikan baik di
  ZEE maupun di Laut Lepas yang berbatasan dengan ZEE. Oleh karena itu,
  kerja sama internasional dianggap sebagai solusi untuk mengatasi
  masalah yang timbul.




                                                                Konvensi . . .
                               -2-



Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United
Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) 1982 mengatur secara
garis besar mengenai beberapa spesies ikan yang mempunyai sifat
khusus, termasuk jenis ikan yang beruaya terbatas (straddling fish), serta
jenis ikan yang beruaya jauh (highly migratory fish). Pada tahun 1995
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyusun suatu persetujuan baru
untuk mengimplementasikan ketentuan tersebut dalam bentuk Agreement
for the Implementation of the Provisions of the UNCLOS of 10 December 1982
relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and
Highly Migratory Fish Stocks (United Nations Implementing Agreement
/UNIA 1995).

UNIA 1995 merupakan persetujuan multilateral yang mengikat para pihak
dalam masalah konservasi dan pengelolaan jenis ikan yang beruaya
terbatas dan jenis ikan yang beruaya jauh, sebagai pelaksanaan Pasal 63
dan Pasal 64 UNCLOS 1982.

Mengingat UNIA 1995 mulai berlaku tanggal 11 Desember 2001 dan
tujuan pembentukan Persetujuan ini untuk menciptakan standar
konservasi dan pengelolaan jenis ikan yang persediaannya sudah
menurun, maka pengesahan UNIA 1995 merupakan hal yang mendesak
bagi Indonesia.


1.   LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

     Konservasi dan pengelolaan perikanan di Laut Lepas telah menjadi
     bahan perdebatan panjang masyarakat internasional sejak Konferensi
     Hukum Laut I hingga Konferensi Hukum Laut III. Namun, hingga
     disahkan Konvensi Hukum Laut 1982, Konferensi belum berhasil
     merumuskan pengaturan yang komprehensif mengenai masalah
     konservasi dan pengelolaan perikanan di Laut Lepas. Konferensi telah
     menyerahkan pengaturan tersebut pada negara yang berkepentingan
     dengan perikanan di Laut Lepas di wilayahnya masing-masing.

     Dalam perkembangannya, sediaan sumber daya ikan di Laut Lepas,
     khususnya jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis ikan yang
     beruaya jauh, terus mengalami penurunan secara drastis. Hal ini
     telah mendorong masyarakat internasional untuk mencari solusi guna
     mengatasi persoalan tersebut.




                                                                 Pada . . .
                               -3-



     Pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan
     Hidup dan Pembangunan yang diselenggarakan di Rio de Janeiro
     pada tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992, telah dihasilkan sebuah
     agenda (Agenda 21) yang mengharuskan negara-negara mengambil
     langkah yang efektif melalui kerja sama bilateral dan multilateral,
     baik pada tingkat regional maupun global, untuk menjamin bahwa
     perikanan di Laut Lepas dapat dikelola sesuai dengan ketentuan
     Hukum Laut 1982.

     Amanat Agenda 21 tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan
     dikeluarkannya Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
     Nomor 47/192 tanggal 22 Desember 1992, yang menghendaki
     dilaksanakannya Konferensi tentang Jenis Ikan yang Beruaya
     Terbatas dan Jenis Ikan yang Beruaya Jauh. Dalam Resolusi tersebut
     ditekankan agar Konferensi dapat mengidentifikasi persoalan yang
     berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan jenis ikan yang beruaya
     terbatas dan jenis ikan yang beruaya jauh, mempertimbangkan
     pentingnya peningkatan kerja sama antarnegara, serta menyusun
     rekomendasi yang tepat.

     Setelah melalui enam kali persidangan yang berlangsung sejak April
     1993 sampai Agustus 1995, bertempat di Markas Besar Perserikatan
     Bangsa-Bangsa di New York, ditandatangani draft final persetujuan
     dalam bentuk Agreement for the Implementation of the Provisions of the
     UNCLOS of 10 December 1982 relating to the Conservation and
     Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish
     Stocks (United Nations Implementing Agreement/UNIA 1995).

     Tujuan Persetujuan ini adalah untuk menjamin konservasi jangka
     panjang dan pemanfaatan secara berkelanjutan atas sediaan ikan
     yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh melalui
     pelaksanaan yang efektif atas ketentuan yang terkait dari UNCLOS
     1982.


2.   MANFAAT PENGESAHAN UNIA 1995

     Dengan mengesahkan UNIA 1995, Indonesia mengadopsi Persetujuan
     tersebut sebagai hukum nasional untuk lebih lanjut dijabarkan dalam
     peraturan perundang-undangan nasional.



                                                               Adapun . . .
                               -4-



     Adapun manfaat pengesahan UNIA 1995 bagi Indonesia adalah:

     a.   memantapkan       kebijakan    Pemerintah  Indonesia   dalam
          memberantas penangkapan ikan secara melanggar hukum di
          Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia oleh kapal
          perikanan asing dan membuka kesempatan bagi kapal Indonesia
          untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di Laut Lepas;
     b.   mendapatkan data dan informasi perikanan yang akurat secara
          mudah dan tepat waktu melalui mekanisme pertukaran data dan
          informasi di antara negara pihak;
     c.   mendapatkan alokasi sumber daya ikan untuk jenis ikan yang
          beruaya terbatas dan jenis ikan yang beruaya jauh melalui
          penetapan kuota internasional;
     d.   mendapatkan hak akses dan kesempatan untuk turut
          memanfaatkan potensi perikanan di Laut Lepas;
     e.   memperoleh perlakuan khusus sebagai negara berkembang,
          antara lain untuk mendapatkan bantuan keuangan, bantuan
          teknis, bantuan alih teknologi, bantuan penelitian ilmiah,
          bantuan pengawasan, dan bantuan penegakan hukum;
     f.   memperoleh bantuan dana untuk penerapan Persetujuan ini,
          termasuk bantuan dana untuk penyelesaian sengketa yang
          mungkin terjadi antara negara yang bersangkutan dan negara
          pihak lain;
     g.   memperkuat posisi Indonesia dalam forum organisasi perikanan
          internasional;
     h.   mempertegas hak berdaulat Indonesia berkaitan dengan
          pengelolaan sumber daya ikan di ZEE Indonesia;
     i.   memperkuat penerapan persetujuan regional di bidang
          pengelolaan sumber daya ikan.


3.   MATERI POKOK UNIA 1995

     UNIA 1995 disusun berdasarkan prinsip menjamin kelestarian jangka
     panjang sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang
     beruaya jauh dan memajukan tujuan penggunaan optimal sediaan
     ikan tersebut serta menerapkan pendekatan kehati-hatian dalam
     pengelolaan sumber daya ikan.

     UNIA 1995 terdiri atas 50 pasal dan 2 lampiran:

     Lampiran I :   Persyaratan Standar      untuk     Pengumpulan    dan
                    Pertukaran Data;

                                                            Lampiran . . .
                                -5-



     Lampiran II :   Pedoman      bagi   Pelaksanaan  Titik-Titik Rujuk
                     Pencegahan dalam Konservasi dan Pengelolaan
                     Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas (Straddling Fish
                     Stocks) dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh (Highly
                     Migratory Fish Stocks).

     Materi pokok dimuat UNIA 1995 antara lain sebagai berikut:

     a.   uraian prinsip umum mengenai konservasi dan pengelolaan
          sediaan ikan yang beruaya terbatas (straddling fish stocks) dan
          sediaan ikan yang beruaya jauh (highly migratory fish stocks);
     b.   penerapan     pendekatan kehati-hatian dalam konservasi dan
          pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas (straddling fish
          stocks) dan sediaan ikan yang beruaya jauh (highly migratory fish
          stocks);
     c.   uraian mengenai kewajiban negara anggota berkaitan dengan
          kapal perikanan yang mengibarkan benderanya yang melakukan
          kegiatan penangkapan ikan di Laut Lepas;
     d.   memperkenalkan ketentuan penaatan dan penegakan hukum di
          Laut Lepas;
     e.   memperkenalkan ketentuan yang berkaitan dengan persyaratan
          bagi negara-negara berkembang;
     f.   pengumpulan dan penyediaan informasi dan kerja sama
          penelitian ilmiah;
     g.   sistem pemantauan, pengawasan, dan pengendalian;
     h.   persyaratan standar pengumpulan dan pertukaran data.


4.   PRINSIP-PRINSIP UMUM UNIA 1995 adalah sebagai berikut:

     a.   mengambil tindakan untuk menjamin kelestarian jangka panjang
          sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang
          beruaya     jauh dan memajukan tujuan penggunaan optimal
          sediaan ikan tersebut;
     b.   menjamin bahwa tindakan tersebut didasarkan pada bukti ilmiah
          terbaik yang ada dan dirancang untuk memelihara atau
          memulihkan sediaan ikan pada tingkat yang dapat menjamin
          hasil maksimum yang lestari;
     c.   menerapkan pendekatan kehati-hatian;
     d.   mengukur dampak dari penangkapan ikan, kegiatan manusia
          lainnya, dan faktor-faktor lingkungan terhadap sediaan target
          dan spesies yang termasuk dalam ekosistem yang sama atau
          menyatu/berhubungan dengan atau bergantung pada sediaan
          target tersebut;

                                                          e. mengambil . . .
                               -6-



     e.   mengambil tindakan konservasi dan pengelolaan untuk spesies
          dalam ekosistem yang sama atau menyatu/berhubungan dengan
          atau bergantung pada sediaan target tersebut;
     f.   meminimalkan pencemaran, sampah barang-barang buangan,
          tangkapan yang tidak berguna, alat tangkap yang ditinggalkan,
          tangkapan spesies non target, baik ikan maupun bukan spesies
          ikan, dan dampak terhadap spesies, melalui tindakan
          pengembangan dan penggunaan alat tangkap yang selektif serta
          teknik yang ramah lingkungan dan murah;
     g.   melindungi keanekaragaman hayati pada lingkungan laut;
     h.   mengambil tindakan untuk mencegah dan/atau mengurangi
          kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan dan penangkapan
          ikan yang melebihi kapasitas dan untuk menjamin bahwa tingkat
          usaha penangkapan ikan tidak melebihi tingkat yang sepadan
          dengan penggunaan lestari sumber daya ikan;
     i.   memperhatikan kepentingan nelayan pantai dan subsistensi;
     j.   mengumpulkan dan memberikan pada saat yang tepat, data yang
          lengkap dan akurat mengenai kegiatan perikanan, antara lain,
          posisi kapal, tangkapan spesies target dan nontarget dan usaha
          penangkapan ikan, serta informasi dari program riset nasional
          dan internasional;
     k.   memajukan dan melaksanakan riset ilmiah dan mengembangkan
          teknologi yang tepat dalam mendukung konservasi dan
          pengelolaan ikan; dan
     l.   melaksanakan dan menerapkan tindakan konservasi dan
          pengelolaan     melalui    pemantauan,     pengawasan,     dan
          pengendalian.


5.   KEWAJIBAN NEGARA YANG TELAH MELAKUKAN PENGESAHAN
     UNIA 1995, adalah sebagai berikut:

     a.   melakukan tindakan konservasi dan pengelolaan yang
          kompatibel;
          Negara pantai dan negara penangkap ikan jarak jauh (distant
          water fishing nations) wajib bekerjasama untuk mencapai
          tindakan yang sebanding antara yang dilaksanakan di perairan
          yang berada di bawah yurisdiksi nasionalnya (perairan
          pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial) dengan di
          Laut Lepas.




                                                      b. menerapkan . . .
                          -7-



b.   menerapkan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach);
     Negara     wajib    menerapkan     pendekatan    kehati-hatian
     (precautionary approach) ketika menetapkan tindakan konservasi
     dan pengelolaan sediaan ikan.
c.   mengelola perikanan dengan pendekatan ekosistem;
     Negara wajib mengurangi hasil tangkapan samping (by catch)
     bagi jenis sumber daya hayati lain, seperti ikan, mamalia laut,
     penyu laut, dan burung laut di luar spesies yang akan ditangkap
     (non    target species),  melalui    skema     konservasi   dan
     pengelolaannya secara terpadu, yang nontarget species dijadikan
     subjek konservasi dan pengelolaan;
     Persetujuan implementasi ini juga mewajibkan negara untuk
     mengumpulkan dan menginformasikan data penangkapan
     spesies target dan spesies nontarget, berdasarkan Lampiran I
     Persetujuan ini, yang memuat ketentuan rinci tentang syarat-
     syarat pengumpulan dan penginformasian data tersebut.
d.   menetapkan larangan pembenderaan semu;
     Negara juga wajib mengatur secara ketat larangan pembenderaan
     semu (reflagging), antara lain dengan menetapkan kewajiban bagi
     kapal-kapal yang mengibarkan bendera negaranya untuk
     memiliki izin penangkapan ikan di Laut Lepas, dan menjamin
     bahwa kapal-kapal yang sama juga tidak melakukan kegiatan
     perikanan tanpa izin di Zona Ekonomi Eksklusif negara lain;
e.   memperkuat peranan dari organisasi pengelolaan perikanan
     regional;
     Negara yang melakukan kegiatan perikanan di Laut Lepas dan
     negara pantai terkait wajib menjadi anggota organisasi regional
     yang ada atau mendirikan organisasi regional;
     Negara wajib meningkatkan penerapan kewajiban untuk
     melakukan konservasi dan pengelolaan sediaan ikan oleh
     organisasi regional yang ada. Sebagai insentif, negara tersebut
     akan diberi hak akses dalam bentuk alokasi kuota terhadap
     sumber-sumber perikanan tersebut.
f.   menetapkan mekanisme penaatan dan penegakan hukum;
     Persetujuan implementasi ini menetapkan bahwa penegakan
     hukum dapat diterapkan oleh negara anggota organisasi
     perikanan tersebut. Negara dapat menaiki dan memeriksa kapal
     ikan negara anggota lain yang diduga telah melakukan
     pelanggaran terhadap peraturan konservasi dan pengelolaan
     yang dikeluarkan oleh organisasi regional tersebut;
                                                         Negara . . .
                               -8-



          Negara berkewajiban untuk memperkuat skema pemeriksaan
          dengan menetapkan kewajiban untuk melapor. Baik organisasi
          antarnegara    maupun      bukan     organisasi   antarnegara
          diperkenankan untuk berpartisipasi sebagai peninjau (observer)
          dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh organisasi
          regional dimaksud. Untuk itu, negara wajib untuk memperkuat
          sistem pengawasan (MCS) dan program pengamat.
     g.   mengintegrasikan kebijakan pengelolaan sediaan ikan yang
          beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh di ZEE
          dengan prinsip pengelolaan sumber-sumber perikanan di Laut
          Lepas berdasarkan pengaturan dalam UNIA 1995, ke dalam
          hukum nasional;
     h.   negara    wajib   menjamin penaatan oleh kapal-kapal yang
          mengibarkan bendera negaranya terhadap tindakan konservasi
          dan pengelolaan subregional dan regional untuk sediaan ikan
          yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh;
     i.   menerapkan      pendekatan kehati-hatian secara luas untuk
          konservasi, pengelolaan, dan eksploitasi sediaan ikan yang
          beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dalam
          rangka melindungi sumber daya kelautan dan konservasi
          lingkungan laut;
     j.   menerapkan standar umum minimum internasional            yang
          direkomendasikan untuk tata laksana perikanan            yang
          bertanggung jawab untuk operasi penangkapan ikan;
     k.   kapal perikanan Indonesia, termasuk para awaknya, harus
          memenuhi standar internasional untuk beroperasi di Laut Lepas.


6.   PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN
     UNIA 1995

     a.   Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
          Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
          1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
          Nomor 3260);
     b.   Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan
          United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi
          Perserikatan bangsa-bangsa tentang Hukum Laut) (Lembaran
          Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan
          Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);


                                                  c. Undang-Undang . . .
                               -9-



     c.   Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
          Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
          Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran
          Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
     d.   Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
          (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73,
          Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
     e.   Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
          Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
          1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
          Nomor 3699);
     f.   Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
          Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
          Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
          Nomor 4012);
     g.   Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
          (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118,
          Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
     h.   Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
          (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
          Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);


7.   KONVENSI INTERNASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN UNIA 1995

     a.   Convention on Migratory Species (Konvensi tentang Spesies
          Migrasi) 1979;
     b.   United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi
          Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) 1982;
     c.   United   Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi
          Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati)
          1992;
     d.   Agreement to Promote Compliance with International Conservation
          and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas
          (Persetujuan untuk Memajukan Penaatan terhadap Tindakan
          Pengelolaan dan Konservasi Secara Internasional oleh Kapal
          Penangkap Ikan di Laut Lepas) 1993;




                                                              e. Code . . .
                                - 10 -




        e.   Code of Conduct for Responsible Fisheries     (Tata   Laksana
             Perikanan yang Bertanggung Jawab) 1995.


   8.   Persetujuan ini telah ditindaklanjuti dengan dibentuknya beberapa
        organisasi pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries
        Management Organization/RFMO), antara lain Western and Central
        Pacific Fisheries Commission (WCPFC) berdasarkan Convention on the
        Conservation and Management of Highly Migratory Fish Stocks in the
        Western and Central Pacific Ocean, Honolulu 4 September 2000 yang
        merupakan implementasi masalah teknis perikanan.



II. PASAL DEMI PASAL


  Pasal 1

             Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya
             dalam bahasa Indonesia, maka digunakan salinan naskah
             aslinya dalam bahasa Inggris.

  Pasal 2

             Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5024
  AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF
  THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF
    10 DECEMBER 1982 RELATING TO THE CONSERVATION AND
        MANAGEMENT OF STRADDLING FISH STOCKS AND
               HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS




The States Parties to this Agreement,

Recalling the relevant provisions of the United Nations Convention on the Law of
the Sea of 10 December 1982,

Determined to ensure the long-term conservation and sustainable use of straddling
fish stocks and highly migratory fish stocks,

Resolved to improve cooperation between States to that end,

Calling for more effective enforcement by flag States, port States and coastal States
of the conservation and management measures adopted for such stocks,

Seeking to address in particular the problems identified in chapter 17, programme
area C, of Agenda 21 adopted by the United Nations Conference on Environment
and Development, namely, that the management of high seas fisheries is
inadequate in many areas and that some resources are overutilized; noting that
there are problems of unregulated fishing, over-capitalization, excessive fleet size,
vessel reflagging to escape controls, insufficiently selective gear, unreliable
databases and lack of sufficient cooperation between States,

Committing themselves to responsible fisheries,

Conscious of the need to avoid adverse impacts on the marine environment,
preserve biodiversity, maintain the integrity of marine ecosystems and minimize the
risk of long-term or irreversible effects of fishing operations,

Recognizing the need for specific assistance, including financial, scientific and
technological assistance, in order that developing States can participate effectively
in the conservation, management and sustainable use of straddling fish stocks and
highly migratory fish stocks,

Convinced that an agreement for the implementation of the relevant provisions of
the Convention would best serve these purposes and contribute to the maintenance
of international peace and security,

Affirming that matters not regulated by the Convention or by this Agreement
continue to be governed by the rules and principles of general international law,




                                                                                   1
Have agreed as follows:


                                     PART I
                               GENERAL PROVISIONS

                                       Article 1
                               Use of terms and scope


1. For the purposes of this Agreement:

   (a)   "Convention" means the United Nations Convention on the Law of the Sea
         of 10 December 1982;

   (b)   "conservation and management measures" means measures to conserve
         and manage one or more species of living marine resources that are
         adopted and applied consistent with the relevant rules of international law
         as reflected in the Convention and this Agreement;

   (c)   "fish" includes molluscs and crustaceans except those belonging to
         sedentary species as defined in article 77 of the Convention; and

   (d)   "arrangement" means a cooperative mechanism established in accordance
         with the Convention and this Agreement by two or more States for the
         purpose, inter alia, of establishing conservation and management
         measures in a subregion or region for one or more straddling fish stocks or
         highly migratory fish stocks.

2. (a)   "States Parties" means States which have consented to be bound by this
         Agreement and for which the Agreement is in force.

   (b)    This Agreement applies mutatis mutandis:
         (i) to any entity referred to in article 305, paragraph 1 (c), (d) and (e), of
             the Convention and
         (ii) subject to article 47, to any entity referred to as an "international
              organization" in Annex IX, article 1, of the Convention which becomes a
              Party to this Agreement, and to that extent "States Parties" refers to
              those entities.

3. This Agreement applies mutatis mutandis to other fishing entities whose vessels
   fish on the high seas.


                                       Article 2
                                       Objective

The objective of this Agreement is to ensure the long-term conservation and
sustainable use of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks through
effective implementation of the relevant provisions of the Convention.




                                                                                      2
                                      Article 3
                                     Application

1.    Unless otherwise provided, this Agreement applies to the conservation and
      management of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks beyond
      areas under national jurisdiction, except that articles 6 and 7 apply also to the
      conservation and management of such stocks within areas under national
      jurisdiction, subject to the different legal regimes that apply within areas
      under national jurisdiction and in areas beyond national jurisdiction as
      provided for in the Convention.

2.    In the exercise of its sovereign rights for the purpose of exploring and
      exploiting, conserving and managing straddling fish stocks and highly
      migratory fish stocks within areas under national jurisdiction, the coastal
      State shall apply mutatis mutandis the general principles enumerated in
      article 5.

3.    States shall give due consideration to the respective capacities of developing
      States to apply articles 5, 6 and 7 within areas under national jurisdiction and
      their need for assistance as provided for in this Agreement. To this end, Part
      VII applies mutatis mutandis in respect of areas under national jurisdiction.


                                   Article 4
            Relationship between this Agreement and the Convention

Nothing in this Agreement shall prejudice the rights, jurisdiction and duties of
States under the Convention. This Agreement shall be interpreted and applied in
the context of and in a manner consistent with the Convention.


                              PART II
     CONSERVATION AND MANAGEMENT OF STRADDLING FISH STOCKS AND
                   HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS

                                       Article 5
General principles In order to conserve and manage straddling fish stocks and
highly migratory fish stocks, coastal States and States fishing on the high seas
shall, in giving effect to their duty to cooperate in accordance with the Convention:
(a) adopt measures to ensure long-term sustainability of straddling fish stocks and
    highly migratory fish stocks and promote the objective of their optimum
    utilization;
(b) ensure that such measures are based on the best scientific evidence available
    and are designed to maintain or restore stocks at levels capable of producing
    maximum sustainable yield, as qualified by relevant environmental and
    economic factors, including the special requirements of developing States, and
    taking into account fishing patterns, the interdependence of stocks and any
    generally recommended international minimum standards, whether sub-
    regional, regional or global;
(c) apply the precautionary approach in accordance with article 6;




                                                                                     3
(d) assess the impacts of fishing, other human activities and environmental factors
    on target stocks and species belonging to the same ecosystem or associated with
    or dependent upon the target stocks;
(e) adopt, where necessary, conservation and management measures for species
    belonging to the same ecosystem or associated with or dependent upon the
    target stocks, with a view to maintaining or restoring populations of such
    species above levels at which their reproduction may become seriously
    threatened;
(f) minimize pollution, waste, discards, catch by lost or abandoned gear, catch of
    non-target species, both fish and non-fish species, (hereinafter referred to as
    non-target species) and impacts on associated or dependent species, in
    particular endangered species, through measures including, to the extent
    practicable, the development and use of selective, environmentally safe and
    cost-effective fishing gear and techniques;
(g) protect biodiversity in the marine environment;
(h) take measures to prevent or eliminate overfishing and excess fishing capacity
    and to ensure that levels of fishing effort do not exceed those commensurate
    with the sustainable use of fishery resources;
(i) take into account the interests of artisanal and subsistence fishers;
(j) collect and share, in a timely manner, complete and accurate data concerning
    fishing activities on, inter alia, vessel position, catch of target and non-target
    species and fishing effort, as set out in Annex I, as well as information from
    national and international research programmes;
(k) promote and conduct scientific research and develop appropriate technologies in
    support of fishery conservation and management; and
(l) implement and enforce conservation and management measures through
    effective monitoring, control and surveillance


                                    Article 6
                   Application of the precautionary approach

1. States shall apply the precautionary approach widely to conservation,
   management and exploitation of straddling fish stocks and highly migratory fish
   stocks in order to protect the living marine resources and preserve the marine
   environment.

2. States shall be more cautious when information is uncertain, unreliable or
   inadequate. The absence of adequate scientific information shall not be used as
   a reason for postponing or failing to take conservation and management
   measures.

3. In implementing the precautionary approach, States shall:

   (a) improve decision-making for fishery resource conservation and management
       by obtaining and sharing the best scientific information available and
       implementing improved techniques for dealing with risk and uncertainty;




                                                                                    4
   (b) apply the guidelines set out in Annex II and determine, on the basis of the
       best scientific information available, stock-specific reference points and the
       action to be taken if they are exceeded;

   (c) take into account, inter alia, uncertainties relating to the size and
       productivity of the stocks, reference points, stock condition in relation to
       such reference points, levels and distribution of fishing mortality and the
       impact of fishing activities on non-target and associated or dependent
       species, as well as existing and predicted oceanic, environmental and socio-
       economic conditions; and

   (d) develop data collection and research programmes to assess the impact of
       fishing on non-target and associated or dependent species and their
       environment, and adopt plans which are necessary to ensure the
       conservation of such species and to protect habitats of special concern.

4. States shall take measures to ensure that, when reference points are
   approached, they will not be exceeded. In the event that they are exceeded,
   States shall, without delay, take the action determined under paragraph 3 (b) to
   restore the stocks.

5. Where the status of target stocks or non-target or associated or dependent
   species is of concern, States shall subject such stocks and species to enhanced
   monitoring in order to review their status and the efficacy of conservation and
   management measures. They shall revise those measures regularly in the light
   of new information.

6. For new or exploratory fisheries, States shall adopt as soon as possible cautious
   conservation and management measures, including, inter alia, catch limits and
   effort limits. Such measures shall remain in force until there are sufficient data
   to allow assessment of the impact of the fisheries on the long-term
   sustainability of the stocks, whereupon conservation and management
   measures based on that assessment shall be implemented. The latter measures
   shall, if appropriate, allow for the gradual development of the fisheries.

7. If a natural phenomenon has a significant adverse impact on the status of
   straddling fish stocks or highly migratory fish stocks, States shall adopt
   conservation and management measures on an emergency basis to ensure that
   fishing activity does not exacerbate such adverse impact. States shall also adopt
   such measures on an emergency basis where fishing activity presents a serious
   threat to the sustainability of such stocks. Measures taken on an emergency
   basis shall be temporary and shall be based on the best scientific evidence
   available.


                                   Article 7
           Compatibility of conservation and management measures

1. Without prejudice to the sovereign rights of coastal States for the purpose of
   exploring and exploiting, conserving and managing the living marine resources
   within areas under national jurisdiction as provided for in the Convention, and
   the right of all States for their nationals to engage in fishing on the high seas in
   accordance with the Convention:



                                                                                     5
   (a) with respect to straddling fish stocks, the relevant coastal States and the
       States whose nationals fish for such stocks in the adjacent high seas area
       shall seek, either directly or through the appropriate mechanisms for
       cooperation provided for in Part III, to agree upon the measures necessary for
       the conservation of these stocks in the adjacent high seas area;

   (b) with respect to highly migratory fish stocks, the relevant coastal States and
       other States whose nationals fish for such stocks in the region shall
       cooperate, either directly or through the appropriate mechanisms for
       cooperation provided for in Part III, with a view to ensuring conservation and
       promoting the objective of optimum utilization of such stocks throughout the
       region, both within and beyond the areas under national jurisdiction.

2. Conservation and management measures established for the high seas and
   those adopted for areas under national jurisdiction shall be compatible in order
   to ensure conservation and management of the straddling fish stocks and highly
   migratory fish stocks in their entirety. To this end, coastal States and States
   fishing on the high seas have a duty to cooperate for the purpose of achieving
   compatible measures in respect of such stocks. In determining compatible
   conservation and management measures, States shall:

   (a) take into account the conservation and management measures adopted and
       applied in accordance with article 61 of the Convention in respect of the
       same stocks by coastal States within areas under national jurisdiction and
       ensure that measures established in respect of such stocks for the high seas
       do not undermine the effectiveness of such measures;

   (b) take into account previously agreed measures established and applied for
       the high seas in accordance with the Convention in respect of the same
       stocks by relevant coastal States and States fishing on the high seas;

   (c) take into account previously agreed measures established and applied in
       accordance with the Convention in respect of the same stocks by a sub-
       regional or regional fisheries management organization or arrangement;

   (d) take into account the biological unity and other biological characteristics of
       the stocks and the relationships between the distribution of the stocks, the
       fisheries and the geographical particularities of the region concerned,
       including the extent to which the stocks occur and are fished in areas under
       national jurisdiction;

   (e) take into account the respective dependence of the coastal States and the
       States fishing on the high seas on the stocks concerned; and

   (f) ensure that such measures do not result in harmful impact on the living
       marine resources as a whole.

3. In giving effect to their duty to cooperate, States shall make every effort to agree
   on compatible conservation and management measures within a reasonable
   period of time.

4. If no agreement can be reached within a reasonable period of time, any of the
   States concerned may invoke the procedures for the settlement of disputes
   provided for in Part VIII.


                                                                                     6
5. Pending agreement on compatible conservation and management measures, the
   States concerned, in a spirit of understanding and cooperation, shall make
   every effort to enter into provisional arrangements of a practical nature. In the
   event that they are unable to agree on such arrangements, any of the States
   concerned may, for the purpose of obtaining provisional measures, submit the
   dispute to a court or tribunal in accordance with the procedures for the
   settlement of disputes provided for in Part VIII.

6. Provisional arrangements or measures entered into or prescribed pursuant to
   paragraph 5 shall take into account the provisions of this Part, shall have due
   regard to the rights and obligations of all States concerned, shall not jeopardize
   or hamper the reaching of final agreement on compatible conservation and
   management measures and shall be without prejudice to the final outcome of
   any dispute settlement procedure.

7. Coastal States shall regularly inform States fishing on the high seas in the
   subregion or region, either directly or through appropriate sub-regional or
   regional fisheries management organizations or arrangements, or through other
   appropriate means, of the measures they have adopted for straddling fish stocks
   and highly migratory fish stocks within areas under their national jurisdiction.

8. States fishing on the high seas shall regularly inform other interested States,
   either directly or through appropriate sub-regional or regional fisheries
   management organizations or arrangements, or through other appropriate
   means, of the measures they have adopted for regulating the activities of vessels
   flying their flag which fish for such stocks on the high seas.


                             PART III
     MECHANISMS FOR INTERNATIONAL COOPERATION CONCERNING
    STRADDLING FISH STOCKS AND HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS

                                   Article 8
                 Cooperation for conservation and management

1. Coastal States and States fishing on the high seas shall, in accordance with the
   Convention, pursue cooperation in relation to straddling fish stocks and highly
   migratory fish stocks either directly or through appropriate sub-regional or
   regional fisheries management organizations or arrangements, taking into
   account the specific characteristics of the sub-region or region, to ensure
   effective conservation and management of such stocks.

2. States shall enter into consultations in good faith and without delay,
   particularly where there is evidence that the straddling fish stocks and highly
   migratory fish stocks concerned may be under threat of over-exploitation or
   where a new fishery is being developed for such stocks. To this end,
   consultations may be initiated at the request of any interested State with a view
   to establishing appropriate arrangements to ensure conservation and
   management of the stocks. Pending agreement on such arrangements, States
   shall observe the provisions of this Agreement and shall act in good faith and
   with due regard to the rights, interests and duties of other States.



                                                                                   7
3. Where a sub-regional or regional fisheries management organization or
   arrangement has the competence to establish conservation and management
   measures for particular straddling fish stocks or highly migratory fish stocks,
   States fishing for the stocks on the high seas and relevant coastal States shall
   give effect to their duty to cooperate by becoming members of such organization
   or participants in such arrangement, or by agreeing to apply the conservation
   and management measures established by such organization or arrangement.
   States having a real interest in the fisheries concerned may become members of
   such organization or participants in such arrangement. The terms of
   participation in such organization or arrangement shall not preclude such
   States from membership or participation; nor shall they be applied in a manner
   which discriminates against any State or group of States having a real interest
   in the fisheries concerned.

4. Only those States which are members of such an organization or participants in
   such an arrangement, or which agree to apply the conservation and
   management measures established by such organization or arrangement, shall
   have access to the fishery resources to which those measures apply.

5. Where there is no sub-regional or regional fisheries management organization or
   arrangement to establish conservation and management measures for a
   particular straddling fish stock or highly migratory fish stock, relevant coastal
   States and States fishing on the high seas for such stock in the subregion or
   region shall cooperate to establish such an organization or enter into other
   appropriate arrangements to ensure conservation and management of such
   stock and shall participate in the work of the organization or arrangement.

6. Any State intending to propose that action be taken by an intergovernmental
   organization having competence with respect to living resources should, where
   such action would have a significant effect on conservation and management
   measures already established by a competent sub-regional or regional fisheries
   management organization or arrangement, consult through that organization or
   arrangement with its members or participants. To the extent practicable, such
   consultation should take place prior to the submission of the proposal to the
   intergovernmental organization.


                                    Article 9
      Sub-regional and regional fisheries management organizations and
                                 arrangements

1. In establishing sub-regional or regional fisheries management organizations or
   in entering into sub-regional or regional fisheries management arrangements for
   straddling fish stocks and highly migratory fish stocks, States shall agree, inter
   alia, on:

   (a) the stocks to which conservation and management measures apply, taking
       into account the biological characteristics of the stocks concerned and the
       nature of the fisheries involved;




                                                                                   8
      (b) the area of application, taking into account article 7, paragraph 1, and the
          characteristics of the sub-region or region, including socio-economic,
          geographical and environmental factors;

      (c) the relationship between the work of the new organization or arrangement
          and the role, objectives and operations of any relevant existing fisheries
          management organizations or arrangements; and

      (d) the mechanisms by which the organization or arrangement will obtain
          scientific advice and review the status of the stocks, including, where
          appropriate, the establishment of a scientific advisory body.

2. States cooperating in the formation of a sub-regional or regional fisheries
   management organization or arrangement shall inform other States which they
   are aware have a real interest in the work of the proposed organization or
   arrangement of such cooperation.


                                    Article 10
           Functions of sub-regional and regional fisheries management
                         organizations and arrangements

In fulfillling their obligation to cooperate through sub-regional or regional fisheries
management organizations or arrangements, States shall:

(a)    agree on and comply with conservation and management measures to ensure
       the long-term sustainability of straddling fish stocks and highly migratory fish
       stocks;

(b)    agree, as appropriate, on participatory rights such as allocations of allowable
       catch or levels of fishing effort;

(c)    adopt and apply any generally recommended international               minimum
       standards for the responsible conduct of fishing operations;

(d)    obtain and evaluate scientific advice, review the status of the stocks and
       assess the impact of fishing on non-target and associated or dependent
       species;

(e)    agree on standards for collection, reporting, verification and exchange of data
       on fisheries for the stocks;

(f)    compile and disseminate accurate and complete statistical data, as described
       in Annex I, to ensure that the best scientific evidence is available, while
       maintaining confidentiality where appropriate;

(g)    promote and conduct scientific assessments of the stocks and relevant
       research and disseminate the results thereof;

(h)    establish appropriate cooperative mechanisms for effective monitoring, control,
       surveillance and enforcement;

(i)    agree on means by which the fishing interests of new members of the
       organization or new participants in the arrangement will be accommodated;


                                                                                     9
(j)   agree on decision-making procedures which facilitate the adoption of
      conservation and management measures in a timely and effective manner;

(k)   promote the peaceful settlement of disputes in accordance with Part VIII;

(l)   ensure the full cooperation of their relevant national agencies and industries
      in implementing the recommendations and decisions of the organization or
      arrangement; and

(m) give due publicity to the conservation and management measures established
    by the organization or arrangement.


                                  Article 11
                           New members or participants

In determining the nature and extent of participatory rights for new members of a
sub-regional or regional fisheries management organization, or for new participants
in a sub-regional or regional fisheries management arrangement, States shall take
into account, inter alia:

(a)   the status of the straddling fish stocks and highly migratory fish stocks and
      the existing level of fishing effort in the fishery;

(b)   the respective interests, fishing patterns and fishing practices of new and
      existing members or participants;

(c)   the respective contributions of new and existing members or participants to
      conservation and management of the stocks, to the collection and provision of
      accurate data and to the conduct of scientific research on the stocks;

(d)   the needs of coastal fishing communities which are dependent mainly on
      fishing for the stocks;

(e)   the needs of coastal States whose economies are overwhelmingly dependent on
      the exploitation of living marine resources; and

(f)   the interests of developing States from the sub-region or region in whose areas
      of national jurisdiction the stocks also occur.


                                   Article 12
 Transparency in activities of sub-regional and regional fisheries management
                       organizations and arrangements

1. States shall provide for transparency in the decision- making process and other
   activities of sub-regional and regional fisheries management organizations and
   arrangements.

2. Representatives from other intergovernmental organizations and representatives
   from non-governmental organizations concerned with straddling fish stocks and
   highly migratory fish stocks shall be afforded the opportunity to take part in
   meetings of sub-regional and regional fisheries management organizations and

                                                                                  10
     arrangements as observers or otherwise, as appropriate, in accordance with the
     procedures of the organization or arrangement concerned. Such procedures
     shall not be unduly restrictive in this respect. Such intergovernmental
     organizations and non-governmental organizations shall have timely access to
     the records and reports of such organizations and arrangements, subject to the
     procedural rules on access to them.


                                     Article 13
             Strengthening of existing organizations and arrangements

States shall cooperate to strengthen existing sub-regional and regional fisheries
management organizations and arrangements in order to improve their
effectiveness in establishing and implementing conservation and management
measures for straddling fish stocks and highly migratory fish stocks.


                                     Article 14
              Collection and provision of information and cooperation
                               in scientific research

1.    States shall ensure that fishing vessels flying their flag provide such
      information as may be necessary in order to fulfilll their obligations under this
      Agreement. To this end, States shall in accordance with Annex I:

      (a)   collect and exchange scientific, technical and statistical data with respect
            to fisheries for straddling fish stocks and highly migratory fish stocks;

      (b)   ensure that data are collected in sufficient detail to facilitate effective
            stock assessment and are provided in a timely manner to fulfilll the
            requirements of sub-regional or regional fisheries management
            organizations or arrangements; and

      (c)   take appropriate measures to verify the accuracy of such data.

2.    States shall cooperate, either directly or through sub-regional or regional
      fisheries management organizations or arrangements:

      (a)   to agree on the specification of data and the format in which they are to
            be provided to such organizations or arrangements, taking into account
            the nature of the stocks and the fisheries for those stocks; and

      (b)   to develop and share analytical techniques and stock assessment
            methodologies to improve measures for the conservation and management
            of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks.

3.    Consistent with Part XIII of the Convention, States shall cooperate, either
      directly or through competent international organizations, to strengthen
      scientific research capacity in the field of fisheries and promote scientific
      research related to the conservation and management of straddling fish stocks
      and highly migratory fish stocks for the benefit of all. To this end, a State or
      the competent international organization conducting such research beyond
      areas under national jurisdiction shall actively promote the publication and
      dissemination to any interested States of the results of that research and


                                                                                     11
     information relating to its objectives and methods and, to the extent
     practicable, shall facilitate the participation of scientists from those States in
     such research.


                                    Article 15
                         Enclosed and semi-enclosed seas

In implementing this Agreement in an enclosed or semi-enclosed sea, States shall
take into account the natural characteristics of that sea and shall also act in a
manner consistent with Part IX of the Convention and other relevant provisions
thereof.


                                   Article 16
            Areas of high seas surrounded entirely by an area under
                   the national jurisdiction of a single State

1.   States fishing for straddling fish stocks and highly migratory fish stocks in an
     area of the high seas surrounded entirely by an area under the national
     jurisdiction of a single State and the latter State shall cooperate to establish
     conservation and management measures in respect of those stocks in the high
     seas area. Having regard to the natural characteristics of the area, States shall
     pay special attention to the establishment of compatible conservation and
     management measures for such stocks pursuant to article 7. Measures taken
     in respect of the high seas shall take into account the rights, duties and
     interests of the coastal State under the Convention, shall be based on the best
     scientific evidence available and shall also take into account any conservation
     and management measures adopted and applied in respect of the same stocks
     in accordance with article 61 of the Convention by the coastal State in the area
     under national jurisdiction. States shall also agree on measures for
     monitoring, control, surveillance and enforcement to ensure compliance with
     the conservation and management measures in respect of the high seas.

2.   Pursuant to article 8, States shall act in good faith and make every effort to
     agree without delay on conservation and management measures to be applied
     in the carrying out of fishing operations in the area referred to in paragraph 1.
     If, within a reasonable period of time, the fishing States concerned and the
     coastal State are unable to agree on such measures, they shall, having regard
     to paragraph 1, apply article 7, paragraphs 4, 5 and 6, relating to provisional
     arrangements or measures. Pending the establishment of such provisional
     arrangements or measures, the States concerned shall take measures in
     respect of vessels flying their flag in order that they not engage in fisheries
     which could undermine the stocks concerned.




                                                                                    12
                                PART IV
                    NON-MEMBERS AND NON-PARTICIPANTS

                                  Article 17
              Non-members of organizations and non-participants
                              in arrangements

1. A State which is not a member of a sub-regional or regional fisheries
   management organization or is not a participant in a sub-regional or regional
   fisheries management arrangement, and which does not otherwise agree to
   apply the conservation and management measures established by such
   organization or arrangement, is not discharged from the obligation to cooperate,
   in accordance with the Convention and this Agreement, in the conservation and
   management of the relevant straddling fish stocks and highly migratory fish
   stocks.

2. Such State shall not authorize vessels flying its flag to engage in fishing
   operations for the straddling fish stocks or highly migratory fish stocks which
   are subject to the conservation and management measures established by such
   organization or arrangement.

3. States which are members of a sub-regional or regional fisheries management
   organization or participants in a sub-regional or regional fisheries management
   arrangement shall, individually or jointly, request the fishing entities referred to
   in article 1, paragraph 3, which have fishing vessels in the relevant area to
   cooperate fully with such organization or arrangement in implementing the
   conservation and management measures it has established, with a view to
   having such measures applied de facto as extensively as possible to fishing
   activities in the relevant area. Such fishing entities shall enjoy benefits from
   participation in the fishery commensurate with their commitment to comply
   with conservation and management measures in respect of the stocks.

4. States which are members of such organization or participants in such
   arrangement shall exchange information with respect to the activities of fishing
   vessels flying the flags of States which are neither members of the organization
   nor participants in the arrangement and which are engaged in fishing
   operations for the relevant stocks. They shall take measures consistent with this
   Agreement and international law to deter activities of such vessels which
   undermine the effectiveness of sub-regional or regional conservation and
   management measures.


                                    PART V
                           DUTIES OF THE FLAG STATE

                                    Article 18
                              Duties of the flag State

1.   A State whose vessels fish on the high seas shall take such measures as may
     be necessary to ensure that vessels flying its flag comply with sub-regional and
     regional conservation and management measures and that such vessels do not
     engage in any activity which undermines the effectiveness of such measures.




                                                                                    13
2.   A State shall authorize the use of vessels flying its flag for fishing on the high
     seas only where it is able to exercise effectively its responsibilities in respect of
     such vessels under the Convention and this Agreement.

3.   Measures to be taken by a State in respect of vessels flying its flag shall
     include:

     (a) control of such vessels on the high seas by means of fishing licenses,
         authorizations or permits, in accordance with any applicable procedures
         agreed at the sub-regional, regional or global level;

     (b) establishment of regulations:

        (i)    to apply terms and conditions to the license, authorization or permit
               sufficient to fulfilll any sub-regional, regional or global obligations of
               the flag State;

        (ii)   to prohibit fishing on the high seas by vessels which are not duly
               licensed or authorized to fish, or fishing on the high seas by vessels
               otherwise than in accordance with the terms and conditions of a
               license, authorization or permit;

        (iii) to require vessels fishing on the high seas to carry the license,
              authorization or permit on board at all times and to produce it on
              demand for inspection by a duly authorized person; and

        (iv) to ensure that vessels flying its flag do not conduct unauthorized
             fishing within areas under the national jurisdiction of other States;

     (c) establishment of a national record of fishing vessels authorized to fish on
         the high seas and provision of access to the information contained in that
         record on request by directly interested States, taking into account any
         national laws of the flag State regarding the release of such information;

     (d) requirements for marking of fishing vessels and fishing gear for
         identification in accordance with uniform and internationally recognizable
         vessel and gear marking systems, such as the Food and Agriculture
         Organization of the United Nations Standard Specifications for the Marking
         and Identification of Fishing Vessels;

     (e) requirements for recording and timely reporting of vessel position, catch of
         target and non-target species, fishing effort and other relevant fisheries
         data in accordance with sub-regional, regional and global standards for
         collection of such data;

     (f) requirements for verifying the catch of target and non-target species
         through such means as observer programmes, inspection schemes,
         unloading reports, supervision of transshipment and monitoring of landed
         catches and market statistics;

     (g) monitoring, control and surveillance of such vessels, their fishing
         operations and related activities by, inter alia:




                                                                                       14
         (i)    the implementation of national inspection schemes and sub-regional
                and regional schemes for cooperation in enforcement pursuant to
                articles 21 and 22, including requirements for such vessels to permit
                access by duly authorized inspectors from other States;

         (ii)   the implementation of national observer programmes and sub-regional
                and regional observer programmes in which the flag State is a
                participant, including requirements for such vessels to permit access
                by observers from other States to carry out the functions agreed under
                the programmes; and

         (iii) the development and implementation of vessel monitoring systems,
               including, as appropriate, satellite transmitter systems, in accordance
               with any national programmes and those which have been sub-
               regionally, regionally or globally agreed among the States concerned;

     (h) regulation of transshipment on the high seas to ensure that the
         effectiveness of conservation and management measures is not
         undermined; and

     (i) regulation of fishing activities to ensure compliance with sub-regional,
         regional or global measures, including those aimed at minimizing catches
         of non-target species.

4. Where there is a sub-regionally, regionally or globally agreed system of
   monitoring, control and surveillance in effect, States shall ensure that the
   measures they impose on vessels flying their flag are compatible with that
   system.


                                    PART VI
                          COMPLIANCE AND ENFORCEMENT

                                    Article 19
                    Compliance and enforcement by the flag State

1. A State shall ensure compliance by vessels flying its flag with sub-regional and
   regional conservation and management measures for straddling fish stocks and
   highly migratory fish stocks. To this end, that State shall:

   (a)   enforce such measures irrespective of where violations occur;

   (b)   investigate immediately and fully any alleged violation of sub-regional or
         regional conservation and management measures, which may include the
         physical inspection of the vessels concerned, and report promptly to the
         State alleging the violation and the relevant sub-regional or regional
         organization or arrangement on the progress and outcome of the
         investigation;

   (c)   require any vessel flying its flag to give information to the investigating
         authority regarding vessel position, catches, fishing gear, fishing operations
         and related activities in the area of an alleged violation;




                                                                                    15
     (d)   if satisfied that sufficient evidence is available in respect of an alleged
           violation, refer the case to its authorities with a view to instituting
           proceedings without delay in accordance with its laws and, where
           appropriate, detain the vessel concerned; and

     (e)   ensure that, where it has been established, in accordance with its laws, a
           vessel has been involved in the commission of a serious violation of such
           measures, the vessel does not engage in fishing operations on the high seas
           until such time as all outstanding sanctions imposed by the flag State in
           respect of the violation have been complied with.

2. All investigations and judicial proceedings shall be carried out expeditiously.
   Sanctions applicable in respect of violations shall be adequate in severity to be
   effective in securing compliance and to discourage violations wherever they
   occur and shall deprive offenders of the benefits accruing from their illegal
   activities. Measures applicable in respect of masters and other officers of fishing
   vessels shall include provisions which may permit, inter alia, refusal,
   withdrawal or suspension of authorizations to serve as masters or officers on
   such vessels.


                                       Article 20
                       International cooperation in enforcement

1.     States shall cooperate, either directly or through sub-regional or regional
       fisheries management organizations or arrangements, to ensure compliance
       with and enforcement of sub-regional and regional conservation and
       management measures for straddling fish stocks and highly migratory fish
       stocks.

2.     A flag State conducting an investigation of an alleged violation of conservation
       and management measures for straddling fish stocks or highly migratory fish
       stocks may request the assistance of any other State whose cooperation may
       be useful in the conduct of that investigation. All States shall endeavor to meet
       reasonable requests made by a flag State in connection with such
       investigations.

3.     A flag State may undertake such investigations directly, in cooperation with
       other interested States or through the relevant sub-regional or regional
       fisheries management organization or arrangement. Information on the
       progress and outcome of the investigations shall be provided to all States
       having an interest in, or affected by, the alleged violation.

4.     States shall assist each other in identifying vessels reported to have engaged in
       activities undermining the effectiveness of sub-regional, regional or global
       conservation and management measures.

5.     States shall, to the extent permitted by national laws and regulations,
       establish arrangements for making available to prosecuting authorities in
       other States evidence relating to alleged violations of such measures.

6.     Where there are reasonable grounds for believing that a vessel on the high
       seas has been engaged in unauthorized fishing within an area under the
       jurisdiction of a coastal State, the flag State of that vessel, at the request of the


                                                                                         16
     coastal State concerned, shall immediately and fully investigate the matter.
     The flag State shall cooperate with the coastal State in taking appropriate
     enforcement action in such cases and may authorize the relevant authorities
     of the coastal State to board and inspect the vessel on the high seas. This
     paragraph is without prejudice to article 111 of the Convention.

7.   States Parties which are members of a sub-regional or regional fisheries
     management organization or participants in a sub-regional or regional
     fisheries management arrangement may take action in accordance with
     international law, including through recourse to sub-regional or regional
     procedures established for this purpose, to deter vessels which have engaged
     in activities which undermine the effectiveness of or otherwise violate the
     conservation and management measures established by that organization or
     arrangement from fishing on the high seas in the sub-region or region until
     such time as appropriate action is taken by the flag State.


                                   Article 21
             Sub-regional and regional cooperation in enforcement

1.   In any high seas area covered by a sub-regional or regional fisheries
     management organization or arrangement, a State Party which is a member of
     such organization or a participant in such arrangement may, through its duly
     authorized inspectors, board and inspect, in accordance with paragraph 2,
     fishing vessels flying the flag of another State Party to this Agreement, whether
     or not such State Party is also a member of the organization or a participant in
     the arrangement, for the purpose of ensuring compliance with conservation
     and management measures for straddling fish stocks and highly migratory fish
     stocks established by that organization or arrangement.

2.   States shall establish, through sub-regional or regional fisheries management
     organizations or arrangements, procedures for boarding and inspection
     pursuant to paragraph 1, as well as procedures to implement other provisions
     of this article. Such procedures shall be consistent with this article and the
     basic procedures set out in article 22 and shall not discriminate against non-
     members of the organization or non-participants in the arrangement. Boarding
     and inspection as well as any subsequent enforcement action shall be
     conducted in accordance with such procedures. States shall give due publicity
     to procedures established pursuant to this paragraph.

3.   If, within two years of the adoption of this Agreement, any organization or
     arrangement has not established such procedures, boarding and inspection
     pursuant to paragraph 1, as well as any subsequent enforcement action, shall,
     pending the establishment of such procedures, be conducted in accordance
     with this article and the basic procedures set out in article 22.

4.   Prior to taking action under this article, inspecting States shall, either directly
     or through the relevant sub-regional or regional fisheries management
     organization or arrangement, inform all States whose vessels fish on the high
     seas in the sub-region or region of the form of identification issued to their
     duly authorized inspectors. The vessels used for boarding and inspection shall
     be clearly marked and identifiable as being on government service. At the time
     of becoming a Party to this Agreement, a State shall designate an appropriate
     authority to receive notifications pursuant to this article and shall give due


                                                                                     17
     publicity of such designation through the relevant sub-regional or regional
     fisheries management organization or arrangement.

5.   Where, following a boarding and inspection, there are clear grounds for
     believing that a vessel has engaged in any activity contrary to the conservation
     and management measures referred to in paragraph 1, the inspecting State
     shall, where appropriate, secure evidence and shall promptly notify the flag
     State of the alleged violation.

6.   The flag State shall respond to the notification referred to in paragraph 5
     within three working days of its receipt, or such other period as may be
     prescribed in procedures established in accordance with paragraph 2, and
     shall either:

     (a) fulfilll, without delay, its obligations under article 19 to investigate and, if
         evidence so warrants, take enforcement action with respect to the vessel,
         in which case it shall promptly inform the inspecting State of the results
         of the investigation and of any enforcement action taken; or

     (b) authorize the inspecting State to investigate.

7.   Where the flag State authorizes the inspecting State to investigate an alleged
     violation, the inspecting State shall, without delay, communicate the results of
     that investigation to the flag State. The flag State shall, if evidence so
     warrants, fulfilll its obligations to take enforcement action with respect to the
     vessel. Alternatively, the flag State may authorize the inspecting State to take
     such enforcement action as the flag State may specify with respect to the
     vessel, consistent with the rights and obligations of the flag State under this
     Agreement.

8.   Where, following boarding and inspection, there are clear grounds for believing
     that a vessel has committed a serious violation, and the flag State has either
     failed to respond or failed to take action as required under paragraphs 6 or 7,
     the inspectors may remain on board and secure evidence and may require the
     master to assist in further investigation including, where appropriate, by
     bringing the vessel without delay to the nearest appropriate port, or to such
     other port as may be specified in procedures established in accordance with
     paragraph 2. The inspecting State shall immediately inform the flag State of
     the name of the port to which the vessel is to proceed. The inspecting State
     and the flag State and, as appropriate, the port State shall take all necessary
     steps to ensure the well-being of the crew regardless of their nationality.

9.   The inspecting State shall inform the flag State and the relevant organization
     or the participants in the relevant arrangement of the results of any further
     investigation.

10. The inspecting State shall require its inspectors to observe generally accepted
    international regulations, procedures and practices relating to the safety of the
    vessel and the crew, minimize interference with fishing operations and, to the
    extent practicable, avoid action which would adversely affect the quality of the
    catch on board. The inspecting State shall ensure that boarding and
    inspection is not conducted in a manner that would constitute harassment of
    any fishing vessel.



                                                                                      18
11. For the purposes of this article, a serious violation means:

    (a)   fishing without a valid license, authorization or permit issued by the flag
          State in accordance with article 18, paragraph 3 (a);

    (b)   failing to maintain accurate records of catch and catch-related data, as
          required by the relevant sub-regional or regional fisheries management
          organization or arrangement, or serious misreporting of catch, contrary to
          the catch reporting requirements of such organization or arrangement;

    (c)   fishing in a closed area, fishing during a closed season or fishing without,
          or after attainment of, a quota established by the relevant sub-regional or
          regional fisheries management organization or arrangement;

    (d)   directed fishing for a stock which is subject to a moratorium or for which
          fishing is prohibited;

    (e)   using prohibited fishing gear;

    (f)   falsifying or concealing the markings, identity or registration of a fishing
          vessel;

    (g)   concealing, tampering with or disposing of evidence relating to an
          investigation;

    (h)   multiple violations which together constitute a serious disregard of
          conservation and management measures; or

    (i)   such other violations as may be specified in procedures established by the
          relevant sub-regional or regional fisheries management organization or
          arrangement.

12. Notwithstanding the other provisions of this article, the flag State may, at any
    time, take action to fulfill its obligations under article 19 with respect to an
    alleged violation. Where the vessel is under the direction of the inspecting
    State, the inspecting State shall, at the request of the flag State, release the
    vessel to the flag State along with full information on the progress and
    outcome of its investigation.

13. This article is without prejudice to the right of the flag State to take any
    measures, including proceedings to impose penalties, according to its laws.

14. This article applies mutatis mutandis to boarding and inspection by a State
    Party which is a member of a sub-regional or regional fisheries management
    organization or a participant in a sub-regional or regional fisheries
    management arrangement and which has clear grounds for believing that a
    fishing vessel flying the flag of another State Party has engaged in any activity
    contrary to relevant conservation and management measures referred to in
    paragraph 1 in the high seas area covered by such organization or
    arrangement, and such vessel has subsequently, during the same fishing trip,
    entered into an area under the national jurisdiction of the inspecting State.

15. Where a sub-regional or regional fisheries management organization or
    arrangement has established an alternative mechanism which effectively

                                                                                   19
     discharges the obligation under this Agreement of its members or participants
     to ensure compliance with the conservation and management measures
     established by the organization or arrangement, members of such organization
     or participants in such arrangement may agree to limit the application of
     paragraph 1 as between themselves in respect of the conservation and
     management measures which have been established in the relevant high seas
     area.

16. Action taken by States other than the flag State in respect of vessels having
    engaged in activities contrary to sub-regional or regional conservation and
    management measures shall be proportionate to the seriousness of the
    violation.

17. Where there are reasonable grounds for suspecting that a fishing vessel on the
    high seas is without nationality, a State may board and inspect the vessel.
    Where evidence so warrants, the State may take such action as may be
    appropriate in accordance with international law.

18. States shall be liable for damage or loss attributable to them arising from
    action taken pursuant to this article when such action is unlawful or exceeds
    that reasonably required in the light of available information to implement the
    provisions of this article.


                                    Article 22
              Basic procedures for boarding and inspection pursuant
                                   to article 21


1.   The inspecting State shall ensure that its duly authorized inspectors:

     (a)   present credentials to the master of the vessel and produce a copy of the
           text of the relevant conservation and management measures or rules and
           regulations in force in the high seas area in question pursuant to those
           measures;

     (b)   initiate notice to the flag State at the time of the boarding and inspection;

     (c)   do not interfere with the master's ability to communicate with the
           authorities of the flag State during the boarding and inspection;

     (d)   provide a copy of a report on the boarding and inspection to the master
           and to the authorities of the flag State, noting therein any objection or
           statement which the master wishes to have included in the report;

     (e)   promptly leave the vessel following completion of the inspection if they
           find no evidence of a serious violation; and

     (f)   avoid the use of force except when and to the degree necessary to ensure
           the safety of the inspectors and where the inspectors are obstructed in the
           execution of their duties. The degree of force used shall not exceed that
           reasonably required in the circumstances.




                                                                                      20
2.   The duly authorized inspectors of an inspecting State shall have the authority
     to inspect the vessel, its license, gear, equipment, records, facilities, fish and
     fish products and any relevant documents necessary to verify compliance with
     the relevant conservation and management measures.

3.   The flag State shall ensure that vessel masters:

     (a)   accept and facilitate prompt and safe boarding by the inspectors;

     (b)   cooperate with and assist in the inspection of the vessel conducted
           pursuant to these procedures;

     (c)   do not obstruct, intimidate or interfere with the inspectors in the
           performance of their duties;

     (d)   allow the inspectors to communicate with the authorities of the flag State
           and the inspecting State during the boarding and inspection;

     (e)   provide reasonable facilities, including, where appropriate, food and
           accommodation, to the inspectors; and

     (f)   facilitate safe disembarkation by the inspectors.

4.   In the event that the master of a vessel refuses to accept boarding and
     inspection in accordance with this article and article 21, the flag State shall,
     except in circumstances where, in accordance with generally accepted
     international regulations, procedures and practices relating to safety at sea, it
     is necessary to delay the boarding and inspection, direct the master of the
     vessel to submit immediately to boarding and inspection and, if the master
     does not comply with such direction, shall suspend the vessel's authorization
     to fish and order the vessel to return immediately to port. The flag State shall
     advise the inspecting State of the action it has taken when the circumstances
     referred to in this paragraph arise.


                                     Article 23
                           Measures taken by a port State

1.   A port State has the right and the duty to take measures, in accordance with
     international law, to promote the effectiveness of sub-regional, regional and
     global conservation and management measures. When taking such measures
     a port State shall not discriminate in form or in fact against the vessels of any
     State.

2.   A port State may, inter alia, inspect documents, fishing gear and catch on
     board fishing vessels, when such vessels are voluntarily in its ports or at its
     offshore terminals.

3.   States may adopt regulations empowering the relevant national authorities to
     prohibit landings and transshipments where it has been established that the
     catch has been taken in a manner which undermines the effectiveness of sub-
     regional, regional or global conservation and management measures on the
     high seas.



                                                                                    21
4.   Nothing in this article affects the exercise by States of their sovereignty over
     ports in their territory in accordance with international law.


                                PART VII
                    REQUIREMENTS OF DEVELOPING STATES

                                    Article 24
           Recognition of the special requirements of developing States

1.   States shall give full recognition to the special requirements of developing
     States in relation to conservation and management of straddling fish stocks
     and highly migratory fish stocks and development of fisheries for such stocks.
     To this end, States shall, either directly or through the United Nations
     Development Programme, the Food and Agriculture Organization of the United
     Nations and other specialized agencies, the Global Environment Facility, the
     Commission on Sustainable Development and other appropriate international
     and regional organizations and bodies, provide assistance to developing States.
2.   In giving effect to the duty to cooperate in the establishment of conservation
     and management measures for straddling fish stocks and highly migratory fish
     stocks, States shall take into account the special requirements of developing
     States, in particular:

     (a) the vulnerability of developing States which are dependent on the
         exploitation of living marine resources, including for meeting the nutritional
         requirements of their populations or parts thereof;
     (b) the need to avoid adverse impacts on, and ensure access to fisheries by,
         subsistence, small-scale and artisanal fishers and women fish-workers, as
         well as indigenous people in developing States, particularly small island
         developing States; and
     (c) the need to ensure that such measures do not result in transferring,
         directly or indirectly, a disproportionate burden of conservation action onto
         developing States.


                                   Article 25
                   Forms of cooperation with developing States

1.   States shall cooperate, either directly or through sub-regional, regional or
     global organizations:

     (a)   to enhance the ability of developing States, in particular the least-
           developed among them and small island developing States, to conserve
           and manage straddling fish stocks and highly migratory fish stocks and to
           develop their own fisheries for such stocks;

     (b)   to assist developing States, in particular the least-developed among them
           and small island developing States, to enable them to participate in high
           seas fisheries for such stocks, including facilitating access to such
           fisheries subject to articles 5 and 11; and

     (c)   to facilitate the participation of developing States in sub-regional and
           regional fisheries management organizations and arrangements.



                                                                                    22
2.   Cooperation with developing States for the purposes set out in this article shall
     include the provision of financial assistance, assistance relating to human
     resources development, technical assistance, transfer of technology, including
     through joint venture arrangements, and advisory and consultative services.

3.   Such assistance shall, inter alia, be directed specifically towards:

     (a)   improved conservation and management of straddling fish stocks and
           highly migratory fish stocks through collection, reporting, verification,
           exchange and analysis of fisheries data and related information;

     (b)   stock assessment and scientific research; and

     (c)   monitoring, control, surveillance, compliance and enforcement, including
           training and capacity-building at the local level, development and funding
           of national and regional observer programmes and access to technology
           and equipment.


                                    Article 26
           Special assistance in the implementation of this Agreement

1.   States shall cooperate to establish special funds to assist developing States in
     the implementation of this Agreement, including assisting developing States to
     meet the costs involved in any proceedings for the settlement of disputes to
     which they may be parties.
2.   States and international organizations should assist developing States in
     establishing new sub-regional or regional fisheries management organizations
     or arrangements, or in strengthening existing organizations or arrangements,
     for the conservation and management of straddling fish stocks and highly
     migratory fish stocks.


                                  PART VIII
                      PEACEFUL SETTLEMENT OF DISPUTES

                                     Article 27
                  Obligation to settle disputes by peaceful means

States have the obligation to settle their disputes by negotiation, inquiry,
mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies
or arrangements, or other peaceful means of their own choice.

                                     Article 28
                               Prevention of disputes

States shall cooperate in order to prevent disputes. To this end, States shall agree
on efficient and expeditious decision-making procedures within sub-regional and
regional fisheries management organizations and arrangements and shall
strengthen existing decision-making procedures as necessary.




                                                                                   23
                                    Article 29
                          Disputes of a technical nature

Where a dispute concerns a matter of a technical nature, the States concerned may
refer the dispute to an ad hoc expert panel established by them. The panel shall
confer with the States concerned and shall endeavor to resolve the dispute
expeditiously without recourse to binding procedures for the settlement of
disputes.


                                    Article 30
                    Procedures for the settlement of disputes

1.   The provisions relating to the settlement of disputes set out in Part XV of the
     Convention apply mutatis mutandis to any dispute between States Parties to
     this Agreement concerning the interpretation or application of this Agreement,
     whether or not they are also Parties to the Convention.

2.   The provisions relating to the settlement of disputes set out in Part XV of the
     Convention apply mutatis mutandis to any dispute between States Parties to
     this Agreement concerning the interpretation or application of a sub-regional,
     regional or global fisheries agreement relating to straddling fish stocks or
     highly migratory fish stocks to which they are parties, including any dispute
     concerning the conservation and management of such stocks, whether or not
     they are also Parties to the Convention.

3.   Any procedure accepted by a State Party to this Agreement and the Convention
     pursuant to article 287 of the Convention shall apply to the settlement of
     disputes under this Part, unless that State Party, when signing, ratifying or
     acceding to this Agreement, or at any time thereafter, has accepted another
     procedure pursuant to article 287 for the settlement of disputes under this
     Part.

4.   A State Party to this Agreement which is not a Party to the Convention, when
     signing, ratifying or acceding to this Agreement, or at any time thereafter, shall
     be free to choose, by means of a written declaration, one or more of the means
     set out in article 287, paragraph 1, of the Convention for the settlement of
     disputes under this Part. Article 287 shall apply to such a declaration, as well
     as to any dispute to which such State is a party which is not covered by a
     declaration in force. For the purposes of conciliation and arbitration in
     accordance with Annexes V, VII and VIII to the Convention, such State shall be
     entitled to nominate conciliators, arbitrators and experts to be included in the
     lists referred to in Annex V, article 2, Annex VII, article 2, and Annex VIII,
     article 2, for the settlement of disputes under this Part.

5.   Any court or tribunal to which a dispute has been submitted under this Part
     shall apply the relevant provisions of the Convention, of this Agreement and of
     any relevant sub-regional, regional or global fisheries agreement, as well as
     generally accepted standards for the conservation and management of living
     marine resources and other rules of international law not incompatible with
     the Convention, with a view to ensuring the conservation of the straddling fish
     stocks and highly migratory fish stocks concerned.




                                                                                    24
                                     Article 31
                                Provisional measures

1.   Pending the settlement of a dispute in accordance with this Part, the parties to
     the dispute shall make every effort to enter into provisional arrangements of a
     practical nature.

2.   Without prejudice to article 290 of the Convention, the court or tribunal to
     which the dispute has been submitted under this Part may prescribe any
     provisional measures which it considers appropriate under the circumstances
     to preserve the respective rights of the parties to the dispute or to prevent
     damage to the stocks in question, as well as in the circumstances referred to
     in article 7, paragraph 5, and article 16, paragraph 2.

3.   A State Party to this Agreement which is not a Party to the Convention may
     declare that, notwithstanding article 290, paragraph 5, of the Convention, the
     International Tribunal for the Law of the Sea shall not be entitled to prescribe,
     modify or revoke provisional measures without the agreement of such State.


                                   Article 32
                Limitations on applicability of procedures for the
                             settlement of disputes

Article 297, paragraph 3, of the Convention applies also to this Agreement.


                                  PART IX
                       NON-PARTIES TO THIS AGREEMENT

                                     Article 33
                           Non-parties to this Agreement

1.   States Parties shall encourage non-parties to this Agreement to become parties
     thereto and to adopt laws and regulations consistent with its provisions.

2.   States Parties shall take measures consistent with this Agreement and
     international law to deter the activities of vessels flying the flag of non-parties
     which undermine the effective implementation of this Agreement.


                                   PART X
                       GOOD FAITH AND ABUSE OF RIGHTS

                                     Article 34
                           Good faith and abuse of rights

States Parties shall fulfill in good faith the obligations assumed under this
Agreement and shall exercise the rights recognized in this Agreement in a manner
which would not constitute an abuse of right.




                                                                                     25
                                  Part XI
                        RESPONSIBILITY AND LIABILITY

                                   Article 35
                            Responsibility and liability

States Parties are liable in accordance with international law for damage or loss
attributable to them in regard to this Agreement.
                                      PART XII
                              REVIEW CONFERENCE

                                    Article 36
                                Review conference

1.   Four years after the date of entry into force of this Agreement, the Secretary-
     General of the United Nations shall convene a conference with a view to
     assessing the effectiveness of this Agreement in securing the conservation and
     management of straddling fish stocks and highly migratory fish stocks. The
     Secretary-General shall invite to the conference all States Parties and those
     States and entities which are entitled to become parties to this Agreement as
     well as those intergovernmental and non-governmental organizations entitled
     to participate as observers.

2.   The conference shall review and assess the adequacy of the provisions of this
     Agreement and, if necessary, propose means of strengthening the substance
     and methods of implementation of those provisions in order better to address
     any continuing problems in the conservation and management of straddling
     fish stocks and highly migratory fish stocks.


                                    PART XIII
                                FINAL PROVISIONS

                                     Article 37
                                     Signature

This Agreement shall be open for signature by all States and the other entities
referred to in article 1, paragraph 2(b), and shall remain open for signature at
United Nations Headquarters for twelve months from the fourth of December 1995.


                                     Article 38
                                    Ratification

This Agreement is subject to ratification by States and the other entities referred to
in article 1, paragraph 2(b). The instruments of ratification shall be deposited with
the Secretary-General of the United Nations.




                                                                                   26
                                      Article 39
                                      Accession

This Agreement shall remain open for accession by States and the other entities
referred to in article 1, paragraph 2(b). The instruments of accession shall be
deposited with the Secretary-General of the United Nations.


                                    Article 40
                                  Entry into force

1.   This Agreement shall enter into force 30 days after the date of deposit of the
     thirtieth instrument of ratification or accession.

2.   For each State or entity which ratifies the Agreement or accedes thereto after
     the deposit of the thirtieth instrument of ratification or accession, this
     Agreement shall enter into force on the thirtieth day following the deposit of its
     instrument of ratification or accession.


                                     Article 41
                              Provisional application

1.   This Agreement shall be applied provisionally by a State or entity which
     consents to its provisional application by so notifying the depositary in writing.
     Such provisional application shall become effective from the date of receipt of
     the notification.

2.   Provisional application by a State or entity shall terminate upon the entry into
     force of this Agreement for that State or entity or upon notification by that
     State or entity to the depositary in writing of its intention to terminate
     provisional application.


                                    Article 42
                           Reservations and exceptions

No reservations or exceptions may be made to this Agreement.


                                    Article 43
                           Declarations and statements

Article 42 does not preclude a State or entity, when signing, ratifying or acceding to
this Agreement, from making declarations or statements, however phrased or
named, with a view, inter alia, to the harmonization of its laws and regulations with
the provisions of this Agreement, provided that such declarations or statements do
not purport to exclude or to modify the legal effect of the provisions of this
Agreement in their application to that State or entity.




                                                                                      27
                                     Article 44
                           Relation to other agreements

1.   This Agreement shall not alter the rights and obligations of States Parties
     which arise from other agreements compatible with this Agreement and which
     do not affect the enjoyment by other States Parties of their rights or the
     performance of their obligations under this Agreement.

2.   Two or more States Parties may conclude agreements modifying or suspending
     the operation of provisions of this Agreement, applicable solely to the relations
     between them, provided that such agreements do not relate to a provision
     derogation from which is incompatible with the effective execution of the object
     and purpose of this Agreement, and provided further that such agreements
     shall not affect the application of the basic principles embodied herein, and
     that the provisions of such agreements do not affect the enjoyment by other
     States Parties of their rights or the performance of their obligations under this
     Agreement.

3.   States Parties intending to conclude an agreement referred to in paragraph 2
     shall notify the other States Parties through the depositary of this Agreement
     of their intention to conclude the agreement and of the modification or
     suspension for which it provides.


                                     Article 45
                                    Amendment

1.   A State Party may, by written communication addressed to the Secretary-
     General of the United Nations, propose amendments to this Agreement and
     request the convening of a conference to consider such proposed amendments.
     The Secretary-General shall circulate such communication to all States
     Parties. If, within six months from the date of the circulation of the
     communication, not less than one half of the States Parties reply favorably to
     the request, the Secretary-General shall convene the conference.

2.   The decision-making procedure applicable at the amendment conference
     convened pursuant to paragraph 1 shall be the same as that applicable at the
     United Nations Conference on Straddling Fish Stocks and Highly Migratory
     Fish Stocks, unless otherwise decided by the conference. The conference
     should make every effort to reach agreement on any amendments by way of
     consensus and there should be no voting on them until all efforts at
     consensus have been exhausted.

3.   Once adopted, amendments to this Agreement shall be open for signature at
     United Nations Headquarters by States Parties for twelve months from the date
     of adoption, unless otherwise provided in the amendment itself.

4.   Articles 38, 39, 47 and 50 apply to all amendments to this Agreement.

5.   Amendments to this Agreement shall enter into force for the States Parties
     ratifying or acceding to them on the thirtieth day following the deposit of
     instruments of ratification or accession by two thirds of the States Parties.
     Thereafter, for each State Party ratifying or acceding to an amendment after
     the deposit of the required number of such instruments, the amendment shall


                                                                                   28
     enter into force on the thirtieth day following the deposit of its instrument of
     ratification or accession.

6.   An amendment may provide that a smaller or a larger number of ratifications
     or accessions shall be required for its entry into force than are required by this
     article.

7.   A state which becomes a Party to this Agreement after the entry into force of
     amendments in accordance with paragraph 5 shall, failing an expression of a
     different intention by that State:

     (a)   be considered as a Party to this Agreement as so amended; and

     (b)   be considered as a Party to the unamended Agreement in relation to any
           State Party not bound by the amendment.


                                       Article 46
                                      Denunciation

1.   A State Party may, by written notification addressed to the Secretary-General
     of the United Nations, denounce this Agreement and may indicate its reasons.
     Failure to indicate reasons shall not affect the validity of the denunciation. The
     denunciation shall take effect one year after the date of receipt of the
     notification, unless the notification specifies a later date.

2.   The denunciation shall not in any way affect the duty of any State Party to
     fulfill any obligation embodied in this Agreement to which it would be subject
     under international law independently of this Agreement.


                                       Article 47
                     Participation by international organizations

1.   In cases where an international organization referred to in Annex IX, article 1,
     of the Convention does not have competence over all the matters governed by
     this Agreement, Annex IX to the Convention shall apply mutatis mutandis to
     participation by such international organization in this Agreement, except that
     the following provisions of that Annex shall not apply:

     (a)   article 2, first sentence; and
     (b)   article 3, paragraph 1.

2.   In cases where an international organization referred to in Annex IX, article 1,
     of the Convention has competence over all the matters governed by this
     Agreement, the following provisions shall apply to participation by such
     international organization in this Agreement:

     (a)   at the time of signature or accession, such international organization shall
           make a declaration stating:

           (i)   that it has competence over all the matters governed by this
                 Agreement;



                                                                                    29
           (ii)   that, for this reason, its member States shall not become States
                  Parties, except in respect of their territories for which the
                  international organization has no responsibility; and

           (iii) that it accepts the rights and obligations of States under this
                 Agreement;

     (b)   participation of such an international organization shall in no case confer
           any rights under this Agreement on member States of the international
           organization;

     (c)   in the event of a conflict between the obligations of an international
           organization under this Agreement and its obligations under the
           agreement establishing the international organization or any acts relating
           to it, the obligations under this Agreement shall prevail.


                                        Article 48
                                         Annexes

1.   The Annexes form an integral part of this Agreement and, unless expressly
     provided otherwise, a reference to this Agreement or to one of its Parts
     includes a reference to the Annexes relating thereto.

2.   The Annexes may be revised from time to time by States Parties. Such
     revisions shall be based on scientific and technical considerations.
     Notwithstanding the provisions of article 45, if a revision to an Annex is
     adopted by consensus at a meeting of States Parties, it shall be incorporated in
     this Agreement and shall take effect from the date of its adoption or from such
     other date as may be specified in the revision. If a revision to an Annex is not
     adopted by consensus at such a meeting, the amendment procedures set out
     in article 45 shall apply.


                                        Article 49
                                        Depositary

The Secretary-General of the United Nations shall be the depositary of this
Agreement and any amendments or revisions thereto.


                                       Article 50
                                     Authentic texts

The Arabic, Chinese, English, French, Russian and Spanish texts of this Agreement
are equally authentic.


IN WITNESS WHEREOF, the undersigned Plenipotentiaries, being duly authorized
thereto, have signed this Agreement.

OPENED FOR SIGNATURE at New York, this fourth day of December, one
thousand nine hundred and ninety-five, in a single original, in the Arabic, Chinese,
English, French, Russian and Spanish languages.


                                                                                     30
                          ANNEX I
STANDARD REQUIREMENTS FOR THE COLLECTION AND SHARING OF DATA


                                      Article 1
                                  General principles

1.    The timely collection, compilation and analysis of data are fundamental to the
      effective conservation and management of straddling fish stocks and highly
      migratory fish stocks. To this end, data from fisheries for these stocks on the
      high seas and those in areas under national jurisdiction are required and
      should be collected and compiled in such a way as to enable statistically
      meaningful analysis for the purposes of fishery resource conservation and
      management. These data include catch and fishing effort statistics and other
      fishery-related information, such as vessel-related and other data for
      standardizing fishing effort. Data collected should also include information on
      non-target and associated or dependent species. All data should be verified to
      ensure accuracy. Confidentiality of non-aggregated data shall be maintained.
      The dissemination of such data shall be subject to the terms on which they
      have been provided.

2.    Assistance, including training as well as financial and technical assistance,
      shall be provided to developing States in order to build capacity in the field of
      conservation and management of living marine resources. Assistance should
      focus on enhancing capacity to implement data collection and verification,
      observer programmes, data analysis and research projects supporting stock
      assessments. The fullest possible involvement of developing State scientists
      and managers in conservation and management of straddling fish stocks and
      highly migratory fish stocks should be promoted.

                                       Article 2
              Principles of data collection, compilation and exchange

The following general principles should be considered in defining the parameters
for collection, compilation and exchange of data from fishing operations for
straddling fish stocks and highly migratory fish stocks:

(a)   States should ensure that data are collected from vessels flying their flag on
      fishing activities according to the operational characteristics of each fishing
      method (e.g., each individual tow for trawl, each set for long-line and purse-
      seine, each school fished for pole-and-line and each day fished for troll) and in
      sufficient detail to facilitate effective stock assessment;

(b)   States should ensure that fishery data are verified through an appropriate
      system;

(c)   States should compile fishery-related and other supporting scientific data and
      provide them in an agreed format and in a timely manner to the relevant sub-
      regional or regional fisheries management organization or arrangement where
      one exists. Otherwise, States should cooperate to exchange data either directly
      or through such other cooperative mechanisms as may be agreed among them;

(d)   States should agree, within the framework of sub-regional or regional fisheries
      management organizations or arrangements, or otherwise, on the specification


                                                                                      31
      of data and the format in which they are to be provided, in accordance with
      this Annex and taking into account the nature of the stocks and the fisheries
      for those stocks in the region. Such organizations or arrangements should
      request non-members or non-participants to provide data concerning relevant
      fishing activities by vessels flying their flag;

(e)   such organizations or arrangements shall compile data and make them
      available in a timely manner and in an agreed format to all interested States
      under the terms and conditions established by the organization or
      arrangement; and

(f)   scientists of the flag State and from the relevant sub-regional or regional
      fisheries management organization or arrangement should analyse the data
      separately or jointly, as appropriate.


                                        Article 3
                                    Basic fishery data

1.    States shall collect and make available to the relevant sub-regional or regional
      fisheries management organization or arrangement the following types of data
      in sufficient detail to facilitate effective stock assessment in accordance with
      agreed procedures:

      (a)   time series of catch and effort statistics by fishery and fleet;

      (b)   total catch in number, nominal weight, or both, by species (both target
            and non-target) as is appropriate to each fishery. [Nominal weight is
            defined by the Food and Agriculture Organization of the United Nations as
            the live-weight equivalent of the landings];

      (c)   discard statistics, including estimates where necessary, reported as
            number or nominal weight by species, as is appropriate to each fishery;

      (d)   effort statistics appropriate to each fishing method; and

      (e)   fishing location, date and time fished and other statistics on fishing
            operations as appropriate.

2.    States shall also collect where appropriate and provide to the relevant sub-
      regional or regional fisheries management organization or arrangement
      information to support stock assessment, including:

      (a)   composition of the catch according to length, weight and sex;

      (b)   other biological information supporting stock assessments, such as
            information on age, growth, recruitment, distribution and stock identity;
            and

      (c)   other relevant research, including surveys of abundance, biomass
            surveys, hydro-acoustic surveys, research on environmental factors
            affecting stock abundance, and oceanographic and ecological studies.




                                                                                   32
                                         Article 4
                               Vessel data and information

1.    States should collect the following types of vessel-related data for
      standardizing fleet composition and vessel fishing power and for converting
      between different measures of effort in the analysis of catch and effort data:

      (a)   vessel identification, flag and port of registry;

      (b)   vessel type;

      (c)   vessel specifications (e.g., material of construction, date built, registered
            length, gross registered tonnage, power of main engines, hold capacity
            and catch storage methods); and

      (d)   fishing gear description (e.g., types, gear specifications and quantity).

2.    The flag State will collect the following information:
      (a) navigation and position fixing aids;

      (b)   communication equipment and international radio call sign; and

      (c)   crew size.


                                         Article 5
                                         Reporting

A State shall ensure that vessels flying its flag send to its national fisheries
administration and, where agreed, to the relevant sub-regional or regional fisheries
management organization or arrangement, logbook data on catch and effort,
including data on fishing operations on the high seas, at sufficiently frequent
intervals to meet national requirements and regional and international obligations.
Such data shall be transmitted, where necessary, by radio, telex, facsimile or
satellite transmission or by other means.


                                         Article 6
                                     Data verification

States or, as appropriate, sub-regional or regional fisheries management
organizations or arrangements should establish mechanisms for verifying fishery
data, such as:

(a)   position verification through vessel monitoring systems;

(b)   scientific observer programmes to monitor catch, effort, catch composition
      (target and non-target) and other details of fishing operations;

(c)   vessel trip, landing and transshipment reports; and

(d)   port sampling.




                                                                                        33
                                    Article 7
                                  Data exchange

1.   Data collected by flag States must be shared with other flag States and
     relevant coastal States through appropriate sub-regional or regional fisheries
     management organizations or arrangements. Such organizations or
     arrangements shall compile data and make them available in a timely manner
     and in an agreed format to all interested States under the terms and
     conditions established by the organization or arrangement, while maintaining
     confidentiality of non-aggregated data, and should, to the extent feasible,
     develop database systems which provide efficient access to data.

2.   At the global level, collection and dissemination of data should be effected
     through the Food and Agriculture Organization of the United Nations. Where a
     sub-regional or regional fisheries management organization or arrangement
     does not exist, that organization may also do the same at the sub-regional or
     regional level by arrangement with the States concerned.




                                                                                34
                             ANNEX II
   GUIDELINES FOR THE APPLICATION OF PRECAUTIONARY REFERENCE
   POINTS IN CONSERVATION AND MANAGEMENT OF STRADDLING FISH
            STOCKS AND HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS


1. A precautionary reference point is an estimated value derived through an agreed
   scientific procedure, which corresponds to the state of the resource and of the
   fishery, and which can be used as a guide for fisheries management.

2. Two types of precautionary reference points should be used: conservation, or
   limit, reference points and management, or target, reference points. Limit
   reference points set boundaries which are intended to constrain harvesting
   within safe biological limits within which the stocks can produce maximum
   sustainable yield. Target reference points are intended to meet management
   objectives.

3. Precautionary reference points should be stock-specific to account, inter alia,
   for the reproductive capacity, the resilience of each stock and the characteristics
   of fisheries exploiting the stock, as well as other sources of mortality and major
   sources of uncertainty.

4. Management strategies shall seek to maintain or restore populations of
   harvested stocks, and where necessary associated or dependent species, at
   levels consistent with previously agreed precautionary reference points. Such
   reference points shall be used to trigger pre-agreed conservation and
   management action. Management strategies shall include measures which can
   be implemented when precautionary reference points are approached.

5. Fishery management strategies shall ensure that the risk of exceeding limit
   reference points is very low. If a stock falls below a limit reference point or is at
   risk of falling below such a reference point, conservation and management
   action should be initiated to facilitate stock recovery. Fishery management
   strategies shall ensure that target reference points are not exceeded on average.

6. When information for determining reference points for a fishery is poor or
   absent, provisional reference points shall be set. Provisional reference points
   may be established by analogy to similar and better-known stocks. In such
   situations, the fishery shall be subject to enhanced monitoring so as to enable
   revision of provisional reference points as improved information becomes
   available.

7. The fishing mortality rate which generates maximum sustainable yield should
   be regarded as a minimum standard for limit reference points. For stocks which
   are not overfished, fishery management strategies shall ensure that fishing
   mortality does not exceed that which corresponds to maximum sustainable
   yield, and that the biomass does not fall below a predefined threshold. For
   overfished stocks, the biomass which would produce maximum sustainable
   yield can serve as a rebuilding target.




                                                                                     35
     PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN
      KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG
         HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG
                BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN
                  PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG
                  BERUAYA TERBATAS DAN SEDIAAN
                       IKAN YANG BERUAYA JAUH


Negara-negara Pihak pada Persetujuan ini,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Menetapkan untuk menjamin konservasi jangka panjang dan penggunaan
berkelanjutan dari sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang
beruaya jauh,

Memutuskan untuk meningkatkan kerja sama di antara Negara-negara untuk
tujuan tersebut,

Mengajak untuk penegakan hukum yang lebih efektif oleh Negara Bendera, Negara
Pelabuhan dan Negara Pantai untuk tindakan konservasi dan pengelolaan yang
disetujui untuk sediaan tersebut,

Mengupayakan untuk menangani secara khusus permasalahan-permasalahan
yang diidentifikasi dalam Bab 17, bagian program C, dari Agenda 21 yang diterima
oleh   Konferensi    Perserikatan   Bangsa-Bangsa     untuk    Lingkungan    dan
Pembangunan, yaitu, bahwa pengelolaan perikanan di Laut Lepas tidak memadai
pada beberapa wilayah dan bahwa beberapa sumber daya digunakan secara
berlebihan; memperhatikan bahwa terdapat beberapa masalah mengenai
penangkapan ikan yang tidak diatur, kapitalisasi berlebihan, ukuran armada yang
terlalu besar, pembenderaan semu kapal untuk menghindari pengawasan,
pemilihan alat tangkap yang tidak sesuai, database yang tidak dapat dipercaya
dan tiadanya kerja sama yang memadai diantara Negara-negara,

Menyetujui diantara mereka perikanan yang bertanggungjawab,

Menyadari kebutuhan untuk menghindari dampak yang merugikan lingkungan
laut, melindungi keanekaragaman hayati, memelihara keutuhan ekosistem laut,
dan mengurangi risiko jangka panjang atau dampak tidak terpulihkan dari
kegiatan penangkapan ikan.

Mengakui perlunya bantuan khusus, termasuk keuangan, bantuan ilmiah dan
teknologi, sehingga Negara-negara berkembang dapat berpartisipasi secara efektif
dalam konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan yang berkelanjutan atas sediaan
ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh,




                                                                              1
Meyakini bahwa suatu Persetujuan bagi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dari
Konvensi akan sangat membantu tujuan-tujuan tersebut dan mendukung bagi
pemeliharaan perdamaian dan keamanan dunia,

Menegaskan bahwa berbagai hal yang tidak diatur oleh Konvensi atau oleh
Persetujuan ini tetap diatur dengan ketentuan dan prinsip-prinsip umum hukum
internasional,

Menyetujui hal-hal sebagai berikut:


                                   BAGIAN I
                                KETENTUAN UMUM

                                    Pasal 1
                     Penggunaan terminologi dan ruang lingkup


1.   Untuk tujuan Persetujuan ini:
     (a) "Konvensi" berarti Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
         Laut Tanggal 10 Desember 1982;



     (b)   "Tindakan konservasi dan pengelolaan" berarti tindakan untuk
           melindungi dan mengelola satu atau beberapa spesies sumber daya
           hayati yang disetujui dan diterapkan konsisten dengan ketentuan yang
           terkait dari hukum internasional sebagaimana tercantum di dalam
           Konvensi dan Persetujuan ini;



     (c)   "Ikan" termasuk Moluska dan Crustacea kecuali yang termasuk dalam
           jenis Sedenter sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 77 Konvensi; dan



     (d)   "Pengaturan" berarti mekanisme kerja sama yang ditetapkan oleh dua
           negara atau lebih berdasarkan Konvensi dan Persetujuan ini untuk
           tujuan, antara lain, menetapkan tindakan konservasi dan pengelolaan
           pada suatu sub regional atau wilayah untuk satu atau beberapa sediaan
           ikan beruaya terbatas atau sediaan ikan beruaya jauh.



2.   (a)   "Negara Pihak" berarti negara yang telah menyetujui untuk tunduk pada
           Persetujuan ini dan untuk mana Persetujuan ini berlaku.



     (b)   Persetujuan ini berlaku, mutatis mutandis:



           (i)   untuk setiap lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat
                 (1) poin (c), poin (d), dan poin (e) dari Konvensi; dan


                                                                              2
          (ii)   tunduk pada pasal 47, untuk setiap lembaga yang dinamakan
                 "organisasi internasional" pada Lampiran IX, pasal 1 dari Konvensi,

     yang menjadi Pihak dari Persetujuan ini, dan lebih lanjut "Negara Pihak"
     menunjuk kepada lembaga-lembaga tersebut.


3.    Persetujuan ini berlaku mutatis mutandis bagi lembaga-lembaga perikanan
      lainnya yang kapal-kapalnya melakukan kegiatan penangkapan ikan di Laut
      Lepas.


                                        Pasal 2
                                        Tujuan

Tujuan dari Persetujuan ini adalah untuk menjamin konservasi jangka panjang
dan penggunaan berkelanjutan atas sediaan ikan yang beruaya terbatas dan
sediaan ikan yang beruaya jauh melalui pelaksanaan yang efektif atas ketentuan-
ketentuan yang terkait dari Konvensi.

                                       Pasal 3
                                      Penerapan

1.    Kecuali ditentukan lain, Persetujuan ini berlaku untuk konservasi dan
      pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang
      beruaya jauh di luar wilayah yurisdiksi nasional, kecuali Pasal 6 dan 7
      berlaku juga untuk konservasi dan pengelolaan sediaan tersebut di dalam
      wilayah di bawah yurisdiksi nasional, tunduk pada rejim hukum yang
      berbeda yang berlaku di dalam wilayah di bawah yurisdiksi nasional dan di
      wilayah di luar yurisdiksi nasional sebagaimana ditentukan di dalam
      Konvensi.

2.    Dalam pelaksanaan hak berdaulatnya untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi
      konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan
      ikan yang beruaya jauh di dalam wilayah di bawah yurisdiksi nasional,
      Negara pantai harus menerapkan mutatis mutandis prinsip-prinsip umum
      yang disebutkan dalam Pasal 5.

3.    Negara-negara harus mempertimbangkan kapasitas masing-masing negara
      berkembang untuk menerapkan Pasal 5, 6 dan 7 di dalam wilayah di bawah
      yurisdiksi nasional dan kebutuhan mereka untuk bantuan sebagaimana
      ditentukan di dalam Persetujuan ini. Untuk tujuan ini, Bagian VII berlaku
      mutatis mutandis terhadap wilayah di bawah yurisdiksi nasional.

                                    Pasal 4
                   Hubungan antara Persetujuan ini dan Konvensi

Hal-hal yang diatur dalam Persetujuan ini tidak mempengaruhi hak, yurisdiksi
atau kewajiban-kewajiban Negara dalam Konvensi. Persetujuan ini harus diartikan
dan diterapkan dalam konteks dan cara yang konsisten dengan Konvensi.




                                                                                  3
                            BAGIAN II
KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS
DAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA JAUH

                                     Pasal 5
                              Prinsip-prinsip umum

Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan
sediaan ikan yang beruaya jauh, negara pantai dan negara yang melakukan
penangkapan ikan di Laut Lepas harus, dalam melaksanakan kewajiban mereka
untuk bekerjasama sesuai dengan Konvensi:

(a)   Mengambil tindakan-tindakan untuk menjamin kelestarian jangka panjang
      sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dan
      memajukan tujuan penggunaan optimum mereka;

(b)   Menjamin bahwa tindakan-tindakan tersebut didasarkan pada bukti ilmiah
      terbaik yang ada dan dirancang untuk memelihara atau memulihkan sediaan
      ikan pada tingkat yang dapat menjamin hasil maksimum yang lestari,
      sebagaimana ditentukan oleh faktor ekonomi dan lingkungan yang terkait
      termasuk kebutuhan khusus negara berkembang dan dengan memperhatikan
      pola penangkapan ikan, saling ketergantungan sediaan jenis ikan dan standar
      minimum internasional yang dianjurkan secara umum, baik di tingkat sub
      regional, regional, maupun global;

(c)   Menerapkan pendekatan kehati-hatian sesuai dengan Pasal 6;

(d)   Mengukur dampak dari penangkapan ikan, kegiatan manusia lainnya dan
      faktor-faktor lingkungan terhadap sediaan target dan spesies yang termasuk
      dalam ekosistem yang sama atau berhubungan dengan atau tergantung pada
      sediaan target tersebut;

(e)   Mengambil, apabila diperlukan, tindakan konservasi dan pengelolaan untuk
      spesies dalam ekosistem yang sama atau berhubungan          dengan atau
      tergantung pada sediaan target tersebut, dengan tujuan untuk memelihara
      atau memulihkan populasi dari spesies tersebut di atas tingkat dimana
      reproduksinya dapat sangat terancam;

(f)   Meminimalkan pencemaran, sampah barang-barang buangan serta tangkapan
      yang tidak berguna atau alat tangkap yang ditinggalkan, tangkapan spesies
      yang bukan target, baik ikan maupun bukan spesies ikan, (selanjutnya
      disebut sebagai spesies non target) dan dampak terhadap spesies
      berhubungan atau tergantung, khususnya spesies yang terancam, melalui
      tindakan termasuk, yang lazim, pengembangan dan penggunaan yang selektif,
      alat tangkap dan teknik yang aman secara lingkungan dan murah;

(g)   Melindungi keanekaragaman hayati pada lingkungan laut;

(h) Mengambil tindakan untuk mencegah atau mengurangi kegiatan
    penangkapan ikan yang berlebihan dan penangkapan ikan yang melebihi
    kapasitas dan untuk menjamin bahwa tingkat usaha penangkapan tidak
    melebihi tingkat yang sepadan dengan penggunaan lestari sumber daya ikan;


                                                                               4
(i)   Memperhatikan kepentingan nelayan artisanal dan subsisten;

(j)   Mengumpulkan dan memberikan, pada saat yang tepat, data yang lengkap
      dan akurat mengenai kegiatan-kegiatan perikanan, antara lain, posisi kapal,
      tangkapan spesies target dan non target dan usaha penangkapan ikan,
      sebagaimana tercantum di dalam Lampiran I, juga informasi dari program
      riset nasional dan internasional;

(k)   Memajukan dan melaksanakan riset ilmiah dan mengembangkan teknologi
      yang tepat dalam mendukung konservasi dan pengelolaan ikan; dan

(l)   Melaksanakan dan menerapkan tindakan konservasi dan pengelolaan melalui
      pemantauan, pengawasan dan pengamatan.
                                  Pasal 6
                     Penerapan pendekatan kehati-hatian

1.    Negara-negara harus menerapkan pendekatan kehati-hatian secara luas
      untuk konservasi, pengelolaan, dan eksploitasi sediaan ikan yang beruaya
      terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dalam rangka melindungi
      sumber daya kelautan dan konservasi lingkungan laut.

2.    Negara-negara harus lebih berhati-hati pada saat informasi tidak menentu,
      tidak dapat dipercaya atau tidak mencukupi. Tidak tersedianya informasi
      ilmiah yang memadai tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk menunda
      atau menggagalkan tindakan konservasi dan pengelolaan.

3.    Dalam melaksanakan pendekatan kehati-hatian, Negara-negara harus:

      (a) Meningkatkan     pengambilan    keputusan   untuk   konservasi    dan
          pengelolaan sumber daya ikan dengan mendapatkan dan membagikan
          informasi ilmiah terbaik yang tersedia dan menerapkan teknik lanjutan
          untuk menangani risiko dan ketidakpastian;

      (b) Menerapkan petunjuk pelaksanaan sebagaimana ditentukan di dalam
          Lampiran II dan menetapkan, atas dasar informasi ilmiah terbaik yang
          tersedia, titik-titik referensi khusus sediaan dan tindakan yang dilakukan
          apabila mereka terlampaui;

      (c) Mempertimbangkan, antara lain, ketidakpastian yang berkaitan dengan
          ukuran dan produktivitas dari sediaan, titik referensi, kondisi sediaan
          dalam kaitan dengan titik referensi tersebut, tingkat-tingkat dan
          distribusi pertumbuhan perikanan dan dampak dari kegiatan perikanan
          pada spesies non target dan berhubungan atau tergantung, serta kondisi
          saat ini dan prakiraan lautan, lingkungan, dan sosial ekonomi; dan

      (d) Mengembangkan pengumpulan data dan program riset untuk menilai
          dampak atas penangkapan pada spesies non target, berhubungan atau
          tergantung, dan lingkungan mereka, dan menyetujui perencanaan yang
          diperlukan untuk menjamin konservasi spesies tersebut dan untuk
          melindungi habitat yang mendapatkan perhatian khusus.

4.    Negara-negara harus mengambil tindakan untuk menjamin bahwa, pada saat
      mendekati titik-titik referensi, mereka tidak akan terlampaui. Dalam hal
      mereka terlampaui, Negara-negara harus, tanpa menunda, mengambil

                                                                                  5
     tindakan sebagaimana ditentukan di bawah ayat (3) poin (b) untuk
     memulihkan sediaan tersebut.

5.   Dalam hal status spesies sediaan target atau non target atau berhubungan
     atau tergantung diperlukan, Negara-negara harus membicarakan sediaan dan
     spesies tersebut untuk meningkatkan pemantauan dalam rangka mengubah
     status mereka dan efektivitas tindakan konservasi dan pengelolaan. Mereka
     harus menyempurnakan tindakan-tindakan tersebut secara teratur
     berdasarkan informasi baru.




6.   Untuk penangkapan ikan baru atau eksploratori, Negara-negara harus
     mengambil dengan sangat berhati-hati tindakan konservasi pengelolaan
     termasuk, antara lain, batas penangkapan dan batas-batas upaya. Tindakan-
     tindakan tersebut harus tetap berlaku sampai tersedianya data yang memadai
     untuk memungkinkan penilaian terhadap dampak dari penangkapan ikan
     untuk kelestarian jangka panjang sediaan tersebut, dimana tindakan
     konservasi dan pengelolaan yang didasarkan pada penilaian tersebut harus
     dilaksanakan. Tindakan terakhir tersebut harus, apabila memungkinkan,
     mengizinkan untuk pengembangan secara bertahap dari penangkapan ikan.

7.   Apabila suatu fenomena alamiah memiliki dampak merugikan yang besar
     terhadap status dari sediaan ikan yang beruaya terbatas atau sediaan ikan
     yang beruaya jauh, Negara-negara harus mengambil tindakan konservasi dan
     pengelolaan pada suatu keadaan darurat untuk menjamin bahwa kegiatan
     perikanan tidak memperburuk dampak merugikan tersebut. Negara-negara
     juga harus mengambil tindakan-tindakan dengan basis darurat apabila
     kegiatan perikanan mengakibatkan ancaman yang serius bagi kelestarian
     sediaan tersebut. Tindakan-tindakan yang diambil pada basis keadaan
     darurat harus bersifat sementara dan harus didasarkan pada bukti ilmiah
     terbaik yang tersedia.

                                    Pasal 7
                 Kesesuaian tindakan konservasi dan pengelolaan

1.   Tanpa mengabaikan hak berdaulat Negara-negara pantai untuk tujuan
     eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati
     kelautan di dalam wilayah di bawah yurisdiksi nasional, sebagaimana
     ditentukan di dalam Konvensi, dan hak semua Negara bagi warga negaranya
     untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di Laut Lepas sesuai dengan
     Konvensi:

     (a)   berkaitan dengan sediaan ikan yang beruaya terbatas, Negara-negara
           pantai tersebut dan Negara-negara yang warga negaranya melakukan
           penangkapan sediaan tersebut pada wilayah yang berdampingan dengan
           Laut Lepas harus meminta, apakah secara langsung atau melalui
           mekanisme yang sesuai untuk kerja sama sebagaimana ditentukan di
           dalam Bagian III, untuk menyetujui terhadap tindakan-tindakan yang
           diperlukan untuk konservasi sediaan-sediaan tersebut pada wilayah yang
           berdampingan dengan Laut Lepas;

                                                                               6
     (b)   berkaitan dengan sediaan ikan yang beruaya jauh, Negara-negara pantai
           yang terkait dan Negara-negara lain yang warga negaranya melakukan
           penangkapan ikan pada suatu regional tertentu harus bekerjasama, baik
           langsung atau melalui mekanisme yang sesuai untuk kerja sama
           sebagaimana ditentukan di dalam Bagian III, dengan tujuan untuk
           menjamin konservasi dan meningkatkan tujuan penggunaan optimum
           dari sediaan tersebut pada seluruh regional tersebut, baik di dalam
           maupun di luar wilayah di bawah yurisdiksi nasional.

2.   Tindakan konservasi dan pengelolaan yang ditetapkan untuk Laut Lepas dan
     yang disetujui untuk wilayah-wilayah di bawah yurisdiksi nasional haruslah
     berkesesuaian dalam rangka untuk menjamin konservasi dan pengelolaan
     sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh bagi
     keseluruhan mereka. Untuk tujuan tersebut, Negara-negara pantai dan
     Negara-negara yang melakukan penangkapan ikan di Laut Lepas mempunyai
     suatu tugas untuk bekerjasama untuk tujuan mencapai tindakan-tindakan
     yang berkesesuaian berkaitan dengan sediaan tersebut. Dalam menentukan
     kesesuaian tindakan konservasi dan pengelolaan, Negara-negara harus:

     (a)   memperhatikan tindakan konservasi dan pengelolaan yang diambil dan
           diterapkan sesuai dengan Pasal 61 dari Konvensi yang berkaitan dengan
           sediaan yang sama oleh Negara-negara pantai di dalam wilayah di bawah
           yurisdiksi nasional dan menjamin bahwa tindakan-tindakan tersebut
           dirumuskan berkaitan dengan sediaan tersebut untuk Laut Lepas tidak
           merusak efektivitas tindakan-tindakan tersebut;

     (b)   memperhatikan tindakan yang telah disetujui sebelumnya dirumuskan
           dan dilakukan untuk Laut Lepas sesuai dengan Konvensi yang berkaitan
           dengan sediaan yang sama oleh Negara-negara pantai yang terkait dan
           Negara-negara yang melakukan penangkapan ikan di Laut Lepas;

     (c)   memperhatikan tindakan yang telah disetujui sebelumnya dirumuskan
           dan diterapkan sesuai dengan Konvensi yang berkaitan dengan sediaan
           yang sama oleh organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub
           regional atau regional;

     (d)   memperhatikan kesatuan biologis dan karakteristik biologis lainnya dari
           sediaan dan hubungan diantara distribusi sediaan, perikanan dan
           kekhususan geografi dari regional dimaksud, termasuk perluasan
           sediaan yang terjadi dan ditangkap di wilayah-wilayah di bawah
           yurisdiksi nasional;

     (e)   memperhatikan ketergantungan masing-masing Negara-negara pantai
           dan Negara-negara yang melakukan penangkapan ikan di Laut Lepas
           terhadap sediaan dimaksud; dan

     (f)   menjamin bahwa tindakan-tindakan tersebut tidak mengakibatkan
           dampak yang membahayakan terhadap sumber daya hayati laut secara
           keseluruhan.

3.   Dalam melaksanakan kewajiban mereka untuk bekerjasama, Negara-negara
     harus membuat setiap usaha untuk menyetujui kesesuaian tindakan
     konservasi dan pengelolaan di dalam suatu jangka waktu yang layak;

                                                                                7
4.    Jika tidak ada persetujuan dapat dicapai dalam suatu periode waktu yang
      layak, setiap Negara-negara tersebut dapat memohon prosedur untuk
      penyelesaian sengketa yang ditentukan dalam Bagian VIII;

5.    Sementara menunggu persetujuan untuk persesuaian tindakan konservasi
      dan pengelolaan, Negara-negara yang bersangkutan, dalam suatu semangat
      saling pengertian dan kerja sama, harus membuat setiap usaha untuk
      membuat pengaturan-pengaturan tambahan yang bersifat praktis. Dalam hal
      mereka tidak dapat menyetujui pengaturan tersebut, setiap Negara-negara
      yang terkait dapat, untuk tujuan mendapatkan tindakan-tindakan tambahan,
      mengajukan sengketa kepada suatu pengadilan atau tribunal sesuai dengan
      prosedur untuk penyelesaian sengketa yang ditetapkan dalam Bagian VIII;

6.    Pengaturan atau tindakan tambahan yang dibuat atau ditentukan
      berdasarkan ayat (5) harus mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam
      Bagian ini, harus mempertimbangkan kepada hak dan kewajiban bagi seluruh
      Negara-negara terkait, tidak akan mengancam atau merintangi pencapaian
      persetujuan akhir untuk kesesuaian tindakan konservasi dan pengelolaan
      dan harus tidak mengganggu hasil akhir atas setiap prosedur penyelesaian
      sengketa.

7.    Negara-negara pantai harus secara teratur menginformasikan Negara-negara
      yang melakukan penangkapan ikan di Laut Lepas dalam sub regional atau
      regional, baik langsung atau melalui organisasi atau pengaturan pengelolaan
      perikanan sub regional atau regional yang sesuai, atau melalui sarana lain
      yang sesuai, terhadap tindakan-tindakan yang telah mereka setujui untuk
      sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh di
      dalam wilayah di bawah yurisdiksi nasional mereka.

8.    Negara-negara yang melakukan penangkapan ikan di Laut Lepas harus secara
      teratur menginformasikan Negara-negara lain yang berkepentingan, baik
      langsung atau melalui organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub
      regional atau regional yang sesuai, atau melalui sarana lain yang sesuai,
      terhadap tindakan-tindakan yang telah mereka setujui untuk pengaturan
      kegiatan-kegiatan kapal yang mengibarkan bendera mereka yang melakukan
      penangkapan ikan untuk sediaan tersebut di Laut Lepas.


                             BAGIAN III
     MEKANISME UNTUK KERJA SAMA INTERNASIONAL MENGENAI SEDIAAN
                                IKAN
      YANG BERUAYA TERBATAS DAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA JAUH

                                    Pasal 8
                  Kerja sama untuk konservasi dan pengelolaan

1.    Negara-negara pantai dan Negara-negara yang melakukan penangkapan ikan
      di Laut Lepas harus, sesuai dengan Konvensi, mengikuti kerja sama yang
      berkaitan dengan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang
      beruaya jauh atau melalui organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan
      sub regional atau regional yang sesuai, dengan memperhatikan karakteristik
      khusus dari sub regional dan regional, untuk menjamin konservasi dan
      pengelolaan yang efektif terhadap sediaan tersebut.

                                                                               8
2.   Negara-negara harus melakukan konsultasi dengan iktikad baik dan tanpa
     penundaan, khususnya ketika terdapat bukti bahwa sediaan ikan yang
     beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh terkait mungkin
     dalam ancaman eksploitasi yang berlebihan atau ketika penangkapan ikan
     baru sedang dikembangkan untuk sediaan tersebut. Untuk tujuan tersebut,
     konsultasi dapat dimulai atas permintaan dari setiap negara yang
     berkepentingan dengan tujuan untuk merumuskan pengaturan yang
     memadai untuk menjamin konservasi dan pengelolaan sediaan tersebut.
     Sementara menunggu persetujuan terhadap pengaturan tersebut, Negara-
     negara harus meninjau ketentuan dari Persetujuan ini dan dengan iktikad
     baik dan memperhatikan kepada hak, kepentingan dan kewajiban dari
     Negara-negara lain.


3.   Apabila suatu organisasi atau pengaturan sub regional atau regional
     mempunyai kewenangan untuk merumuskan tindakan konservasi dan
     pengelolaan untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas atau sediaan ikan
     yang beruaya jauh tertentu, Negara-negara yang melakukan penangkapan
     sediaan tersebut pada Laut Lepas dan Negara-negara pantai terkait harus
     melaksanakan kewajiban mereka untuk bekerjasama dengan menjadi anggota
     pada organisasi tersebut atau menjadi peserta pada pengaturan tersebut, atau
     dengan menyetujui untuk melaksanakan tindakan konservasi dan
     pengelolaan yang dirumuskan oleh organisasi atau pengaturan tersebut.
     Negara-negara yang secara nyata memiliki kepentingan pada penangkapan
     dimaksud dapat menjadi anggota dari organisasi tersebut atau menjadi
     peserta pada pengaturan tersebut. Persyaratan keikutsertaan di dalam
     organisasi atau pengaturan tersebut harus tidak menghalangi Negara-negara
     tersebut dari keanggotaan atau keikutsertaan; dan tidak diterapkan kepada
     mereka suatu cara yang membedakan terhadap setiap negara atau kelompok
     Negara-negara yang mempunyai kepentingan nyata dalam perikanan terkait.

4.   Hanya Negara-negara yang menjadi anggota dari suatu organisasi tersebut
     atau peserta pada pengaturan tersebut, atau yang menyetujui untuk
     menerapkan tindakan konservasi dan pengelolaan yang ditetapkan oleh
     organisasi atau pengaturan tersebut, harus mempunyai akses kepada sumber
     daya ikan terhadap mana tindakan-tindakan tersebut diterapkan.

5.   Apabila tidak ada organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub
     regional atau regional untuk merumuskan tindakan konservasi dan
     pengelolaan untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas atau sediaan ikan
     yang beruaya jauh tertentu, Negara-negara pantai yang terkait dan Negara-
     negara yang melakukan penangkapan ikan di Laut Lepas untuk sediaan
     tersebut di dalam sub regional atau regional harus bekerjasama untuk
     membentuk organisasi tersebut atau membuat pengaturan lain yang sesuai
     guna menjamin konservasi dan pengelolaan sediaan tersebut dan harus
     berpartisipasi di dalam bekerjanya organisasi atau pengaturan tersebut.

6.   Setiap Negara yang bermaksud untuk mengusulkan tindakan tersebut
     dilaksanakan oleh suatu organisasi antarpemerintah yang memiliki
     kewenangan berhubungan dengan sumber daya hayati harus, apabila
     tindakan tersebut akan mempunyai efek yang besar pada tindakan konservasi
     dan pengelolaan yang telah ditetapkan oleh organisasi atau pengaturan sub
     regional atau regional yang berkompeten, berkonsultasi melalui organisasi

                                                                               9
      atau pengaturan tersebut dengan anggota atau pesertanya. Untuk tujuan
      praktis, konsultasi tersebut harus dilaksanakan sebelum pengajuan proposal
      kepada organisasi antarpemerintah.

                                   Pasal 9
  Organisasi pengelolaan perikanan sub regional dan regional dan pengaturan

1.    Dalam pembentukan organisasi perikanan sub regional atau regional atau
      dalam membuat pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional
      untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya
      jauh, Negara-negara harus menyetujui, antara lain:

      (a)   sediaan terhadap mana tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan
            diterapkan, dengan memperhatikan karakteristik biologis dari sediaan
            dimaksud dan sifat dari perikanan yang terkait;

      (b)   wilayah penerapan, dengan memperhatikan Pasal 7 ayat (1), dan
            karakteristik dari sub regional atau regional termasuk faktor-faktor sosial
            ekonomi, geografis dan lingkungan;

      (c)   hubungan antara bekerjanya organisasi atau pengaturan baru tersebut
            dan peranan, tujuan dan operasi dari setiap organisasi atau pengaturan
            pengelolaan perikanan terkait yang telah ada; dan

      (d)   mekanisme dengan mana organisasi atau pengaturan akan mendapatkan
            pengarahan ilmiah dan perubahan status dari sediaan tersebut,
            termasuk, apabila dimungkinkan, pendirian suatu badan penasehat
            ilmiah.

2.    Negara-negara yang bekerjasama dalam pembentukan organisasi atau
      pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional harus
      memberikan informasi Negara-negara lain yang mereka ketahui memiliki
      kepentingan nyata dalam bekerjanya organisasi atau pengaturan yang
      diusulkan untuk kerja sama tersebut.

                                      Pasal 10
            Fungsi-fungsi organisasi pengelolaan perikanan sub regional
                            dan regional dan pengaturan

Dalam memenuhi kewajiban mereka untuk kerja sama melalui organisasi atau
pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional, Negara-negara
harus:

(a)   menyetujui dan mengikuti tindakan konservasi dan pengelolaan untuk
      menjamin kelestarian jangka panjang dari sediaan ikan yang beruaya
      terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh;

(b)   menyetujui, jika sesuai, pada hak keikutsertaan antara lain alokasi
      tangkapan yang diperbolehkan atau tingkat usaha penangkapan perikanan;

(c)   menyetujui dan menerapkan setiap standar umum minimum internasional
      yang direkomendasikan untuk tata laksana yang bertanggung jawab untuk
      operasi penangkapan ikan;

                                                                                    10
(d)   menghasilkan dan mengevaluasi saran ilmiah, perubahan status sediaan
      tersebut dan menilai dampak penangkapan ikan pada spesies non target dan
      berhubungan atau bergantung;

(e)   menyetujui standar untuk pengumpulan, pelaporan, verifikasi dan pertukaran
      data perikanan untuk sediaan tersebut;

(f)   mengumpulkan dan menyebarluaskan data statistik yang akurat dan lengkap,
      sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I, untuk menjamin bahwa bukti
      ilmiah terbaik tersedia, serta memelihara keterbatasan apabila diperlukan;

(g)   memajukan dan melaksanakan penilaian ilmiah dari sediaan tersebut dan
      riset yang relavan dan penyebarluasan hasil-hasilnya;

(h) merumuskan mekanisme kerja sama yang memadai untuk pemantauan,
    pengawasan, pengamatan dan penegakan hukum yang efektif;

(i)   menyetujui sarana dengan mana kepentingan-kepentingan penangkapan dari
      anggota-anggota baru dari organisasi atau peserta baru dalam pengaturan
      akan diakomodasikan;

(j)   menyetujui prosedur pengambilan keputusan yang memfasilitasi persetujuan
      tindakan konservasi dan pengelolaan secara cepat dan efektif;

(k)   memajukan penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan Bagian VIII;

(l)   menjamin kerja sama penuh dari badan-badan dan industri nasional yang
      terkait dalam pelaksanaan rekomendasi dan keputusan dari organisasi atau
      pengaturan; dan

(m) melakukan publikasi tindakan konservasi dan pengelolaan yang telah
    dirumuskan oleh organisasi atau pengaturan.

                                    Pasal 11
                            Anggota baru atau peserta

Dalam menentukan sifat dan tingkat hak keikutsertaan untuk anggota-anggota
dari suatu organisasi pengelolaan perikanan sub regional atau regional, atau
untuk peserta-peserta baru dalam suatu pengaturan pengelolaan perikanan sub
regional atau regional, Negara-negara, harus memperhatikan, antara lain:

(a)   status dari sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang
      beruaya jauh dan tingkat usaha penangkapan saat ini dalam perikanan;

(b)   kepentingan masing-masing, pola penangkapan ikan dan praktek
      penangkapan ikan bagi anggota atau peserta baru atau yang telah ada saat
      ini;

(c)   kontribusi masing-masing anggota atau peserta baru atau yang telah ada saat
      ini untuk konservasi dan pengelolaan dari sediaan tersebut, untuk
      pengumpulan dan pengadaan data yang akurat dan untuk melaksanakan
      riset ilmiah mengenai sediaan tersebut;


                                                                                11
(d)   kebutuhan dari masyarakat perikanan pantai yang sangat tergantung
      utamanya pada penangkapan sediaan tersebut;

(e)   kebutuhan Negara-negara pantai yang perekonomiannya sangat bergantung
      pada eksploitasi sumber daya hayati laut; dan

(f)   kepentingan Negara-negara berkembang dari sub regional atau regional yang
      pada wilayah yurisdiksi nasionalnya juga terdapat sediaan tersebut.




                                     Pasal 12
              Transparansi kegiatan organisasi pengelolaan perikanan
                    sub regional dan regional dan pengaturan

1.    Negara-negara harus mempersiapkan untuk transparansi dalam proses
      pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan lain dari organisasi dan
      pengaturan pengelolaan perikanan sub regional dan regional.

2.    Perwakilan-perwakilan dari organisasi antarpemerintah lain dan perwakilan-
      perwakilan dari organisasi non pemerintah terkait dengan sediaan ikan yang
      beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh harus diperbolehkan
      berpartisipasi dalam pertemuan organisasi dan pengaturan pengelolaan
      perikanan sub regional dan regional sebagai peninjau atau yang lain, yang
      memungkinkan, sesuai dengan prosedur organisasi atau pengaturan terkait.
      Prosedur tersebut harus tidak boleh membatasi kegiatan tersebut. Organisasi
      antarpemerintah dan organisasi non pemerintah harus memiliki akses yang
      tepat terhadap catatan-catatan dan laporan-laporan dari organisasi dan
      pengaturan tersebut, tunduk pada ketentuan prosedur dalam mengakses
      mereka.

                                   Pasal 13
                 Memperkuat organisasi dan pengaturan yang ada

Negara-negara harus bekerjasama untuk memperkuat organisasi dan pengaturan
pengelolaan perikanan sub regional dan regional yang telah ada dalam rangka
meningkatkan efektivitas mereka dalam merumuskan dan melaksanakan tindakan
konservasi dan pengelolaan untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas dan
sediaan ikan yang beruaya jauh.

                                   Pasal 14
                    Pengumpulan dan penyediaan informasi dan
                          kerja sama penelitian ilmiah

1.    Negara-negara harus menjamin bahwa kapal-kapal penangkap ikan yang
      mengibarkan bendera mereka menyediakan informasi yang mungkin
      diperlukan dalam rangka memenuhi kewajiban mereka di bawah Persetujuan
      ini. Untuk tujuan tersebut, Negara-negara harus sesuai dengan Lampiran I:

      (a)   mengumpulkan dan tukar menukar data ilmiah, teknis dan statistik
            berkaitan dengan perikanan untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas
            dan sediaan ikan yang beruaya jauh;


                                                                              12
     (b)   menjamin bahwa data dikumpulkan secara rinci cukup untuk penilaian
           sediaan yang efektif dan disediakan dengan cara yang tepat untuk
           memenuhi persyaratan organisasi atau pengaturan pengelolaan
           perikanan sub regional atau regional; dan

     (c)   mengambil tindakan-tindakan yang memadai untuk menguji keakuratan
           data tersebut.

2.   Negara-negara harus bekerjasama, baik secara langsung atau melalui
     organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub regional dan regional:

     (a)   menyetujui spesifikasi data dan format yang disediakan untuk organisasi
           atau pengaturan tersebut, dengan memperhatikan sifat sediaan dan
           perikanan untuk sediaan tersebut; dan

     (b)   mengembangkan dan mempertukarkan teknik analisis dan metodologi
           penilaian sediaan untuk meningkatkan tindakan bagi konservasi dan
           pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang
           beruaya jauh.

3.   Konsisten dengan Bagian XIII dari Konvensi, Negara-negara harus
     bekerjasama, baik secara langsung atau melalui organisasi internasional yang
     berkompeten, untuk memperkuat kapasitas penelitian ilmiah dalam bidang
     perikanan dan memajukan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan
     konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan
     ikan yang beruaya jauh untuk kepentingan semua. Untuk tujuan tersebut,
     suatu Negara atau suatu organisasi internasional yang berkompeten, yang
     melakukan penelitian tersebut di luar wilayah di bawah yurisdiksi nasional
     harus secara aktif memajukan publikasi dan penyebarluasan kepada seluruh
     negara yang berkepentingan terhadap hasil penelitian tersebut dan informasi
     yang berkaitan dengan tujuan dan metodenya dan, sesuai praktek yang ada,
     harus memfasilitasi keikutsertaan ilmuwan dari Negara-negara tersebut
     dalam penelitian tersebut.

                                    Pasal 15
                       Laut tertutup dan setengah tertutup

Dalam pelaksanaan Persetujuan ini pada laut tertutup dan setengah tertutup,
Negara-negara harus memperhatikan karakteristik alamiah dari laut tersebut dan
harus juga bertindak dengan cara yang konsisten dengan Bagian IX dari Konvensi
dan ketentuan-ketentuan terkait lainnya dari Konvensi tersebut.

                                     Pasal 16
           Wilayah Laut Lepas yang seluruhnya dikelilingi oleh wilayah
                         yurisdiksi nasional satu Negara

1.   Negara-negara yang melakukan penangkapan sediaan ikan yang beruaya
     terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dalam satu wilayah Laut Lepas
     yang seluruhnya dikelilingi oleh suatu wilayah dibawah yurisdiksi nasional
     dari satu Negara dan Negara tersebut harus bekerjasama untuk merumuskan
     tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan yang berkaitan dengan
     sediaan tersebut di wilayah Laut Lepas. Dengan memperhatikan karakteristik
     alamiah dari wilayah tersebut, Negara-negara harus memperhatikan secara
     khusus untuk menetapkan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan

                                                                               13
     yang cocok untuk sediaan tersebut berdasarkan Pasal 7. Langkah-langkah
     yang diambil dalam hal Laut Lepas harus mempertimbangkan hak-hak,
     kewajiban-kewajiban dan kepentingan-kepentingan dari Negara pantai sesuai
     dengan Konvensi, harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang tersedia
     dan juga harus memperhatikan tindakan-tindakan konservasi dan
     pengelolaan yang diambil dan dilaksanakan dalam kaitannya dengan sediaan
     yang sama sesuai dengan Pasal 61 dari Konvensi oleh Negara pantai di dalam
     wilayah di bawah yurisdiksi nasional. Negara-negara harus juga menyetujui
     tindakan-tindakan pemantauan, pengawasan, pengamatan dan penegakan
     hukum untuk menjamin kesesuaian dengan tindakan-tindakan konservasi
     dan pengelolaan dalam kaitannya dengan Laut Lepas.
2.   Berdasarkan Pasal 8, Negara-negara harus bertindak dengan iktikad baik dan
     membuat setiap usaha menyetujui tanpa penundaan tindakan konservasi dan
     pengelolaan untuk diterapkan dalam operasi penangkapan ikan dalam
     wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Apabila, dalam jangka waktu
     yang layak, Negara-negara penangkap ikan terkait dan Negara pantai tidak
     dapat menyetujui tindakan tersebut, mereka harus, dengan memperhatikan
     ayat (1), menerapkan Pasal 7 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), berkaitan dengan
     pengaturan-pengaturan atau tindakan-tindakan sementara. Sementara
     menunggu penetapan pengaturan-pengaturan atau tindakan-tindakan
     sementara, Negara-negara terkait harus mengambil tindakan-tindakan
     berkaitan dengan kapal-kapal yang mengibarkan bendera mereka sehingga
     mereka tidak melakukan penangkapan ikan yang dapat merusak sediaan
     terkait.


                               BAGIAN IV
                    BUKAN ANGGOTA DAN BUKAN PESERTA

                                  Pasal 17
               Bukan anggota pada organisasi dan bukan peserta
                              pada pengaturan

1.   Suatu negara yang bukan merupakan anggota pada suatu organisasi
     pengelolaan perikanan sub regional dan regional atau tidak menjadi peserta
     pada suatu pengaturan pengelolaan perikanan sub regional dan regional, dan
     yang tidak menyetujui untuk menerapkan tindakan konservasi dan
     pengelolaan yang ditetapkan oleh organisasi atau pengaturan tersebut, tidak
     dibebaskan dari kewajiban untuk bekerjasama, sesuai dengan Konvensi dan
     Persetujuan ini, dalam konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya
     terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh yang terkait.

2.   Negara tersebut tidak harus memberikan izin kepada kapal-kapal yang
     mengibarkan benderanya untuk melakukan operasi penangkapan ikan untuk
     sediaan ikan yang beruaya terbatas atau sediaan ikan yang beruaya jauh
     yang tunduk pada tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan yang
     ditetapkan oleh organisasi atau pengaturan tersebut.

3.   Negara-negara yang menjadi anggota pada suatu organisasi pengelolaan
     perikanan sub regional atau regional atau peserta pada suatu pengaturan
     pengelolaan perikanan sub regional dan regional harus, secara sendiri-sendiri
     atau bersama-sama, meminta lembaga perikanan sebagaimana dimaksud
     dalam Pasal 1 ayat (3), yang memiliki kapal-kapal perikanan pada wilayah
     terkait untuk bekerjasama secara penuh dengan organisasi atau pengaturan

                                                                                 14
     tersebut yang telah ditetapkan dalam melaksanakan tindakan-tindakan
     konservasi dan pengelolaan yang telah ditentukan, dengan maksud untuk
     menerapkan tindakan-tindakan tersebut secara faktual seluas mungkin
     untuk kegiatan penangkapan pada wilayah terkait. Lembaga-lembaga
     penangkapan tersebut harus menikmati manfaat dari keikutsertaan dalam
     perikanan sepadan dengan komitmen mereka untuk menerapkan tindakan
     konservasi dan pengelolaan berkaitan dengan sediaan tersebut.

4.   Negara-negara yang menjadi anggota pada suatu organisasi atau peserta pada
     pengaturan tersebut harus melakukan tukar menukar informasi berkaitan
     dengan kegiatan-kegiatan kapal-kapal perikanan yang mengibarkan bendera
     dari Negara-negara yang tidak menjadi anggota pada organisasi tersebut atau
     tidak juga menjadi peserta pada pengaturan tersebut dan yang melakukan
     operasi penangkapan ikan untuk sediaan terkait. Mereka harus mengambil
     tindakan-tindakan yang konsisten dengan Persetujuan ini dan hukum
     internasional untuk menghalangi kegiatan kapal-kapal tersebut yang
     mengurangi efektivitas tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sub
     regional dan regional.


                                 BAGIAN V
                    KEWAJIBAN-KEWAJIBAN NEGARA BENDERA

                                     Pasal 18
                        Kewajiban-kewajiban Negara Bendera

1.   Suatu Negara yang kapal-kapalnya melakukan penangkapan ikan di Laut
     Lepas harus mengambil tindakan-tindakan yang mungkin diperlukan untuk
     menjamin bahwa kapal-kapal yang mengibarkan benderanya menerapkan
     tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sub regional dan regional dan
     kapal-kapal tersebut tidak melakukan kegiatan apapun yang mengurangi
     efektivitas tindakan-tindakan tersebut.

2.   Suatu Negara harus mengizinkan penggunaan kapal-kapal yang mengibarkan
     benderanya untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di Laut Lepas
     hanya apabila dapat melakukan pengawasan secara efektif tanggung
     jawabnya berkaitan dengan kapal-kapal tersebut di bawah Konvensi dan
     Persetujuan ini.

3.   Tindakan-tindakan yang diambil oleh suatu Negara berkaitan dengan kapal-
     kapal yang mengibarkan benderanya harus termasuk:

     (a)   pengawasan kapal-kapal tersebut di Laut Lepas melalui lisensi
           penangkapan ikan, otorisasi atau izin, sesuai dengan prosedur yang
           berlaku yang disetujui pada tingkat sub regional, regional atau global;

     (b)   menetapkan peraturan-peraturan:

           (i)   untuk menerapkan persyaratan-persyaratan dan kondisi-kondisi
                 bagi lisensi, otorisasi atau izin yang memadai untuk memenuhi
                 setiap kewajiban sub regional, regional atau global dari Negara
                 Bendera;



                                                                               15
      (ii)    melarang penangkapan ikan di Laut Lepas oleh kapal-kapal yang
              tidak sepatutnya diberi lisensi atau otorisasi untuk melakukan
              penangkapan ikan, atau melakukan penangkapan ikan di Laut Lepas
              dengan menggunakan kapal-kapal kecuali yang sesuai dengan
              persyaratan-persyaratan dan kondisi-kondisi suatu lisensi, otorisasi
              atau izin;

      (iii)   mengharuskan kapal-kapal yang melakukan penangkapan ikan di
              Laut Lepas untuk membawa di atas kapal lisensi, otorisasi atau izin
              setiap saat dan menunjukkannya atas permintaan untuk
              pemeriksaan oleh petugas yang berwenang; dan

      (iv)    menjamin bahwa kapal-kapal yang mengibarkan benderanya tidak
              melakukan penangkapan ikan yang tidak sah dalam wilayah di
              bawah yurisdiksi nasional Negara-negara lain;

(c)     pembentukan suatu pencatatan nasional terhadap kapal-kapal perikanan
        yang diberikan otorisasi untuk melakukan penangkapan ikan di Laut
        Lepas dan pemberian akses kepada informasi yang terdapat di dalam
        pencatatan atas permintaan secara langsung dari Negara-negara yang
        berkepentingan, dengan memperhatikan setiap hukum nasional dari
        negara bendera mengenai pemberian informasi tersebut;

(d)     persyaratan-persyaratan untuk penandaan kapal ikan dan alat
        penangkap ikan untuk identifikasi sesuai dengan keseragaman dan
        sistem pendanaan kapal dan alat tangkap yang diterima      secara
        internasional, seperti Standar Penandaan Food and Agriculture
        Organization of the United Nations untuk Penandaan dan Pengenalan
        Kapal-kapal penangkap ikan;

(e)     persyaratan untuk pencatatan dan pelaporan yang tepat dari posisi
        kapal, penangkapan spesies target dan non target, usaha penangkapan
        ikan dan data perikanan terkait lainnya sesuai dengan standar sub
        regional, regional dan global untuk pengumpulan data tersebut;

(f)     persyaratan-persyaratan pengujian penangkapan untuk spesies target
        dan non target melalui sarana seperti program peninjauan, skema
        pemeriksaan, laporan pemuatan, supervisi pengalihan muatan dan
        pengawasan pendaratan tangkapan dan statistik pasar;

(g)     pemantauan, pengawasan, dan pengamatan dari kapal-kapal tersebut,
        operasi penangkapan mereka dan kegiatan terkait dengan, antara lain:

       (i)    pelaksanaan skema pemeriksaan nasional dan skema sub regional
              dan regional untuk kerja sama dalam penegakan hukum
              berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 22, termasuk persyaratan-
              persyaratan bagi kapal-kapal tersebut untuk izin akses oleh
              inspektur yang berwenang dari Negara-negara lain;

      (ii)    pelaksanaan program pengamat nasional dan program pengamat sub
              regional dan regional dimana Negara Bendera menjadi peserta
              termasuk persyaratan-persyaratan untuk kapal tersebut untuk
              mengijinkan pemberian akses oleh pengamat-pengamat dari Negara-


                                                                               16
                   negara lain untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang disetujui di
                   bawah program-program tersebut; dan

           (iii)   pengembangan dan pelaksanaan sistem pengawasan kapal,
                   termasuk, jika dimungkinkan, sistem transmisi satelit, sesuai
                   dengan program-program nasional dan mereka yang telah disetujui
                   secara sub regional, regional atau global diantara Negara-negara
                   terkait;

     (h) pengaturan pengalihan muatan di Laut Lepas untuk menjamin bahwa
         efektivitas dari konservasi dan pengelolaan tidak dirusak; dan

     (i)     pengaturan kegiatan penangkapan ikan untuk menjamin kesesuaian
             dengan tindakan-tindakan sub regional, regional atau global, termasuk
             yang ditujukan untuk mengurangi penangkapan terhadap spesies non-
             target;

4.   Apabila terdapat suatu sistem pemantauan, pengawasan, dan pengamatan
     yang secara sub regional, regional, atau global disetujui berlaku, Negara-
     negara harus menjamin bahwa tindakan-tindakan yang diberlakukan kepada
     kapal-kapal yang mengibarkan bendera mereka sesuai dengan sistem
     tersebut.


                                    BAGIAN VI
                          PENAATAN DAN PENEGAKAN HUKUM

                                       Pasal 19
                   Penaatan dan penegakan hukum oleh Negara Bendera

1.   Suatu negara harus menjamin penaatan oleh kapal-kapal yang mengibarkan
     benderanya dengan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sub
     regional dan regional untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan
     ikan yang beruaya jauh. Untuk tujuan ini, negara tersebut harus:

     (a)     memberlakukan tindakan-tindakan tersebut        tanpa   memperhatikan
             dimana pelanggaran-pelanggaran terjadi;

     (b)     menyelidiki secara cepat dan menyeluruh setiap pelanggaran yang diduga
             terhadap tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sub regional
             atau regional, yang juga dapat mencakup pemeriksaan fisik terhadap
             kapal-kapal tersebut, dan melaporkan dengan cepat kepada negara yang
             diduga melakukan pelanggaran dan organisasi atau pengaturan sub
             regional atau regional yang terkait atas pelaksanaan dan hasil
             penyelidikan tersebut;

     (c)     mengharuskan setiap kapal yang mengibarkan benderanya untuk
             memberikan informasi kepada otoritas penyelidik mengenai posisi kapal,
             tangkapan, alat tangkap, operasi penangkapan ikan dan kegiatan-
             kegiatan terkait di wilayah dimana pelanggaran terjadi;

     (d)     apabila memenuhi bahwa bukti yang cukup telah tersedia berkaitan
             dengan pelanggaran tersebut, meneruskan kasus tersebut kepada
             otoritasnya dengan tujuan untuk melakukan penuntutan tanpa

                                                                                17
           penundaan seusai dengan hukumnya dan, apabila memungkinkan,
           menahan kapal tersebut; dan

     (e)   menjamin bahwa, apabila telah ditetapkan, berdasarkan hukumnya,
           suatu kapal telah terlibat di dalam perbuatan pelanggaran serius
           mengenai tindakan-tindakan tersebut, kapal tersebut tidak melakukan
           operasi penangkapan ikan di Laut Lepas hingga suatu waktu dimana
           seluruh sanksi telah dijatuhkan oleh Negara Bendera terhadap
           pelanggaran yang telah dilakukan.

2.   Seluruh penyelidikan dan penuntutan hukum harus dilaksanakan secara
     cepat. Sanksi-sanksi yang diterapkan terhadap pelanggaran-pelanggaran
     harus cukup keras sehingga efektif dalam menjamin penaatan dan untuk
     mencegah     pelanggaran-pelanggaran  dimanapun   terjadi dan   harus
     menghilangkan keuntungan pelanggar-pelanggar dari manfaat yang
     bertambah dari kegiatan tidak sah mereka. Tindakan-tindakan yang
     diterapkan terhadap nakhoda-nakhoda dan perwira-perwira lainnya dari
     kapal penangkap ikan harus meliputi ketentuan-ketentuan yang dapat
     mengizinkan, antara lain, penolakan, pengunduran atau penangguhan
     otorisasi untuk bertindak sebagai nakhoda-nakhoda atau perwira-perwira
     pada kapal tersebut.

                                    Pasal 20
                Kerja sama internasional dalam penegakan hukum

1.   Negara-negara harus bekerjasama, baik secara langsung atau melalui
     organisasi-organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub regional
     atau regional, untuk menjamin penaatan dan penegakan hukum bagi
     tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sub regional dan regional
     untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya
     jauh.

2.   Suatu Negara Bendera yang melaksanakan penyelidikan atas pelanggaran
     yang diduga dilakukan terhadap tindakan-tindakan konservasi dan
     pengelolaan untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang
     beruaya jauh dapat meminta bantuan kepada setiap negara lain yang
     kerjasamanya berguna di dalam melakukan penyelidikan. Semua negara
     harus berusaha memenuhi permintaan yang diajukan oleh Negara Bendera
     berkaitan dengan penyelidikan-penyelidikan tersebut.

3.   Suatu Negara Bendera dapat melakukan penyelidikan tersebut secara
     langsung, bekerjasama dengan Negara-negara lain yang berkepentingan atau
     melalui organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau
     regional yang terkait. Informasi mengenai pelaksanaan dan hasil penyelidikan
     harus disediakan untuk semua negara yang mempunyai kepentingan, atau
     terpengaruh oleh, pelanggaran yang diduga.

4.   Negara-negara harus saling membantu satu dengan yang lainnya dalam
     mengenali kapal-kapal yang dilaporkan telah melakukan kegiatan yang
     merusak efektivitas tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sub
     regional, regional atau global.

5.   Negara-negara harus, dalam hal diperbolehkan oleh peraturan perundang-
     undangan nasional, menetapkan pengaturan-pengaturan untuk menyediakan

                                                                              18
     bagi otoritas penuntutan di negara lain bukti yang berkaitan dengan
     pelanggaran yang diduga atas tindakan-tindakan tersebut.

6.   Apabila terdapat alasan yang layak untuk mempercayai bahwa suatu kapal di
     Laut Lepas telah melakukan penangkapan ikan tanpa izin di dalam suatu
     wilayah di bawah yurisdiksi suatu Negara Pantai, negara bendera dari kapal
     tersebut, atas permintaan dari Negara Pantai terkait, harus secepatnya dan
     sepenuhnya menyelidiki hal tersebut. Negara Bendera harus bekerjasama
     dengan Negara Pantai dalam mengambil tindakan penegakan hukum yang
     memadai dalam kasus tersebut dan dapat memberikan wewenang kepada
     otoritas yang terkait dari Negara Pantai untuk naik ke atas kapal dan
     memeriksa kapal di Laut Lepas. Ayat ini tidak mengurangi ketentuan Pasal
     111 dari Konvensi.

7.   Negara-negara Pihak yang menjadi anggota dari suatu organisasi pengelolaan
     perikanan sub regional atau regional atau menjadi peserta di dalam suatu
     pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional dapat
     melakukan tindakan sesuai dengan hukum internasional, termasuk melalui
     jalan lain kepada prosedur sub regional atau regional yang ditetapkan untuk
     tujuan ini, untuk menghalangi kapal-kapal yang telah melakukan kegiatan-
     kegiatan yang mengurangi efektivitas atau pelanggaran lain dari tindakan-
     tindakan konservasi dan pengelolaan yang ditetapkan oleh organisasi atau
     pengaturan tersebut dari perikanan di Laut Lepas pada sub regional atau
     regional sampai suatu waktu yang memungkinkan tindakan dilakukan oleh
     Negara Bendera.

                                  Pasal 21
        Kerja sama sub regional dan regional dalam penegakan hukum

1.   Pada setiap wilayah Laut Lepas yang dilindungi dengan suatu organisasi atau
     pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional, suatu Negara
     Pihak yang menjadi anggota dari organisasi tersebut atau menjadi peserta
     pada pengaturan tersebut dapat, melalui inspektur yang berwenang, naik ke
     atas kapal dan memeriksa, sesuai dengan ayat (2), kapal-kapal perikanan
     yang mengibarkan bendera dari Negara Pihak yang lain pada Persetujuan ini,
     apakah Negara Pihak tersebut juga menjadi anggota dari organisasi atau
     menjadi peserta pada pengaturan tersebut, untuk tujuan menjamin penaatan
     tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan untuk sediaan ikan yang
     beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh yang ditetapkan oleh
     organisasi atau pengaturan tersebut.

2.   Negara-negara harus menetapkan, melalui organisasi atau pengaturan
     pengelolaan perikanan sub regional atau regional, prosedur-prosedur untuk
     naik ke atas kapal dan pemeriksaan sesuai ayat (1), demikian juga prosedur
     untuk melaksanakan ketentuan lain dari Pasal ini. Prosedur tersebut harus
     konsisten dengan Pasal ini dan prosedur-prosedur dasar sebagaimana
     ditetapkan di dalam Pasal 22 dan tidak membedakan bukan anggota dari
     organisasi atau bukan peserta dari pengaturan tersebut. Tindakan menaiki
     kapal dan pemeriksaan serta tindakan penegakan hukum selanjutnya harus
     dilaksanakan sesuai dengan prosedur-prosedur tersebut. Negara-negara
     harus mengumumkan prosedur-prosedur yang disusun berdasarkan ayat ini.

3.   Apabila, dalam dua tahun sejak Persetujuan ini disetujui, setiap organisasi
     atau pengaturan belum menetapkan prosedur tersebut, menaiki kapal dan

                                                                             19
     pemeriksaan sesuai ayat (1), dan juga setiap tindakan penegakan hukum,
     harus, sementara menunggu penetapan prosedur-prosedur tersebut,
     dilaksanakan sesuai dengan Pasal ini dan prosedur-prosedur dasar yang
     ditetapkan dalam Pasal 22.

4.   Sebelum mengambil tindakan berdasarkan Pasal ini, Negara-negara yang
     melakukan pemeriksaan harus, baik langsung atau melalui organisasi atau
     pengaturan     pengelolaan   perikanan    sub   regional   atau   regional,
     menginformasikan     semua    negara    yang   kapal-kapalnya   melakukan
     penangkapan ikan di Laut Lepas pada sub regional atau regional dalam
     bentuk identifikasi masalah kepada inspektur yang berwenang mereka. Kapal
     yang digunakan untuk menaiki dan memeriksa harus secara jelas diberi
     tanda dan dapat diidentifikasi sebagai kapal pemerintah. Pada saat menjadi
     Pihak dari Persetujuan ini, suatu negara harus menetapkan otoritas yang
     memadai untuk menerima pemberitahuan-pemberitahuan sesuai dengan
     Pasal ini dan harus melakukan publikasi atas penetapan tersebut melalui
     organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional
     yang terkait.

5.   Apabila, setelah menaiki kapal dan pemeriksaan, terdapat alasan yang jelas
     untuk mempercayai bahwa suatu kapal telah melakukan kegiatan yang
     bertentangan dengan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan
     sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Negara yang melakukan pemeriksaan
     harus, apabila memungkinkan, melindungi bukti dan secepatnya
     memberitahukan negara bendera terhadap pelanggaran yang diduga tersebut.

6.   Negara Bendera harus menanggapi pemberitahuan sebagaimana dimaksud
     dalam ayat (5) dalam tiga hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan, atau
     jangka waktu yang lain yang mungkin diuraikan di dalam prosedur-prosedur
     yang telah ditetapkan sesuai ayat (2), dan harus:

     (a)   memenuhi, tanpa penundaan, kewajiban-kewajibannya sebagaimana
           dimaksud dalam Pasal 19 untuk melakukan penyelidikan dan, apabila
           bukti-bukti meyakinkan, mengambil tindakan penegakan hukum
           berkaitan dengan kapal tersebut, dalam hal ini dia harus secara cepat
           memberitahukan negara yang melakukan pemeriksaan hasil-hasil
           penyelidikan dan tindakan penegakan hukum yang dilakukan; atau

     (b)   memberikan wewenang kepada negara yang melakukan pemeriksaan
           untuk melakukan penyelidikan.

7.   Apabila Negara Bendera memberikan wewenang kepada negara yang
     melakukan pemeriksaan untuk melakukan penyelidikan suatu pelanggaran
     yang diduga, negara yang melakukan pemeriksaan harus, tanpa penundaan,
     memberitahukan hasil-hasil penyelidikan tersebut kepada Negara Bendera.
     Negara Bendera harus, jika bukti meyakinkan, memenuhi kewajiban-
     kewajibannya untuk mengambil tindakan penegakan hukum berkaitan
     dengan kapal tersebut. Sebagai alternatif, Negara Bendera dapat memberikan
     wewenang kepada negara pemeriksa untuk mengambil tindakan penegakan
     hukum tersebut yang ditentukan oleh Negara Bendera terhadap kapal
     tersebut, konsisten dengan hak dan kewajiban Negara Bendera menurut
     Persetujuan ini.



                                                                              20
8.   Apabila, setelah menaiki kapal dan pemeriksaan, terdapat alasan yang jelas
     untuk mempercayai bahwa suatu kapal telah melakukan pelanggaran yang
     serius, dan Negara Bendera baik telah gagal untuk menanggapi atau gagal
     untuk mengambil tindakan sebagaimana dipersyaratkan dalam ayat (6) atau
     ayat (7), inspektur dapat tetap berada di atas kapal dan mengamankan bukti
     dan dapat meminta Nahkoda kapal untuk membantu penyelidikan lanjutan
     termasuk, apabila memungkinkan, dengan membawa kapal tersebut tanpa
     penundaan ke pelabuhan yang terdekat yang memungkinkan, atau ke
     pelabuhan yang lain yang mungkin ditetapkan di dalam prosedur yang
     ditentukan sesuai ayat (2). Negara Pemeriksa harus secepatnya
     menginformasikan kepada Negara Bendera nama pelabuhan dimana kapal
     dibawa. Negara Pemeriksa dan Negara Bendera, dan apabila mungkin, Negara
     Pelabuhan harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
     menjamin      kesejahteraan    anak    buah     kapal   tanpa  memandang
     kewarganegaraan mereka.

9.   Negara Pemeriksa harus menginformasikan Negara Bendera dan organisasi
     yang terkait atau peserta pada pengaturan yang terkait hasil-hasil
     penyelidikan lebih lanjut.

10. Negara Pemeriksa harus meminta inspektur mereka untuk mengamati
    peraturan-peraturan internasional yang diterima umum, prosedur dan
    praktek yang berkaitan dengan keselamatan kapal dan anak buah kapal,
    mengurangi campur tangan dengan operasi penangkapan dan, apabila
    dimungkinkan, menghindari tindakan yang akan         merugikan kualitas
    tangkapan di atas kapal. Negara Pemeriksa harus menjamin bahwa menaiki
    kapal dan pemeriksaan tidak dilaksanakan apabila menyebabkan gangguan
    terhadap setiap kapal perikanan.

11. Untuk tujuan Pasal ini, pelanggaran yang serius berarti:

     (a)   melakukan penangkapan ikan tanpa lisensi, otorisasi atau izin yang
           masih berlaku yang dikeluarkan oleh Negara Bendera sesuai dengan
           Pasal 18 ayat (3) poin (a);

     (b)   gagal untuk memelihara catatan-catatan yang akurat mengenai
           tangkapan dan data yang berkaitan dengan tangkapan, sebagaimana
           diminta atau dipersyaratkan oleh organisasi atau pengaturan pengelolaan
           perikanan sub regional atau regional yang terkait, atau salah pelaporan
           yang serius terhadap tangkapan, bertentangan dengan persyaratan-
           persyaratan pelaporan dari organisasi atau pengaturan tersebut;

     (c)   melakukan penangkapan ikan pada suatu wilayah yang tertutup,
           melakukan penangkapan ikan selama musim yang tertutup atau
           melakukan penangkapan ikan tanpa, atau setelah pencapaian dari, suatu
           kuota yang ditetapkan oleh organisasi atau pengaturan pengelolaan
           perikanan sub regional atau regional yang terkait;

     (d)   mengarahkan penangkapan ikan untuk suatu sediaan yang tunduk pada
           moratorium atau untuk mana kegiatan penangkapan ikan dilarang;

     (e)   menggunakan alat tangkap yang dilarang;



                                                                               21
    (f)   memalsukan atau menyembunyikan          tanda-tanda,   identitas,   atau
          pendaftaran dari kapal perikanan;

    (g)   menyembunyikan, merusak atau membuang bukti-bukti yang berkaitan
          dengan suatu penyelidikan;

    (h) melakukan pelanggaran yang berulang-ulang yang bersama-sama
        membentuk suatu pelanggaran yang serius terhadap tindakan konservasi
        dan pengelolaan; atau

    (i)   pelanggaran-pelanggaran lainnya yang mungkin ditetapkan dalam
          prosedur yang ditentukan oleh organisasi atau pengaturan pengelolaan
          perikanan sub regional atau regional yang terkait.

12. Tanpa mengecualikan ketentuan-ketentuan lain dalam Pasal ini, Negara
    Bendera dapat, setiap saat, mengambil tindakan untuk memenuhi kewajiban-
    kewajibannya berdasarkan Pasal 19 berkenaan dengan suatu pelanggaran
    yang diduga. Apabila kapal tersebut sedang dalam pengarahan oleh Negara
    Pemeriksa, Negara Pemeriksa harus, atas permintaan dari Negara Bendera,
    menyerahkan kapal tersebut kepada Negara Bendera bersama-sama dengan
    seluruh informasi yang sedang berjalan dan hasil penyelidikannya.

13. Pasal ini tidak mengurangi hak dari Negara Bendera untuk melakukan setiap
    tindakan, termasuk cara bekerja untuk memberikan hukuman, berdasarkan
    hukumnya.

14. Pasal ini berlaku mutatis mutandis bagi kegiatan naik ke atas kapal dan
    pemeriksaan oleh suatu Negara Pihak yang merupakan anggota dari suatu
    organisasi pengelolaan perikanan sub regional atau regional atau peserta dari
    suatu pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional dan yang
    memiliki alasan yang jelas untuk mempercayai bahwa suatu kapal penangkap
    ikan yang mengibarkan bendera dari suatu Negara Pihak yang lain telah
    melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tindakan-tindakan konservasi
    dan pengelolaan yang terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di wilayah
    Laut Lepas yang dinaungi oleh organisasi atau pengaturan tersebut, dan
    kapal tersebut setelah itu, selama perjalanan penangkapan yang sama, masuk
    ke dalam suatu wilayah di bawah yurisdiksi nasional dari Negara Pemeriksa.

15. Apabila suatu organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub regional
    atau regional telah menetapkan suatu mekanisme alternatif yang secara
    efektif membebaskan kewajiban menurut Persetujuan ini bagi anggota-
    anggotanya atau peserta untuk menjamin penaatan tindakan-tindakan
    konservasi dan pengelolaan yang ditetapkan oleh organisasi atau pengaturan,
    anggota-anggota dari organisasi atau peserta dari pengaturan tersebut dapat
    menyetujui untuk membatasi penerapan ayat (1) untuk diantara mereka
    sendiri berkaitan dengan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan yang
    telah ditetapkan di wilayah Laut Lepas yang terkait.

16. Tindakan yang diambil oleh Negara-negara selain Negara Bendera berkaitan
    dengan kapal-kapal yang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan
    tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan perikanan sub regional atau
    regional harus sebanding dengan keseriusan pelanggaran tersebut.



                                                                               22
17. Apabila terdapat alasan yang memungkinkan untuk mencurigai bahwa suatu
    kapal ikan di Laut Lepas tanpa kebangsaan, suatu negara dapat menaiki
    kapal dan memeriksa kapal tersebut. Apabila bukti-bukti meyakinkan, negara
    tersebut dapat mengambil tindakan yang mungkin diperlukan sesuai dengan
    hukum internasional.

18. Negara-negara harus bertanggung jawab terhadap kerusakan atau kerugian
    yang diderita oleh mereka yang disebabkan oleh tindakan yang diambil
    berdasarkan pada Pasal ini apabila tindakan tersebut melawan hukum atau
    melampaui yang diminta mengingat informasi yang tersedia dalam
    melaksanakan ketentuan-ketentuan Pasal ini.



                                    Pasal 22
              Prosedur dasar untuk menaiki kapal dan pemeriksaan
                              berdasarkan Pasal 21

1.   Negara Pemeriksa harus menjamin inspektur-inspektur berwenang mereka:

     (a)   menunjukkan surat kuasa kepada nakhoda kapal dan memberikan
           salinan dari naskah tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan yang
           terkait atau ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang berlaku
           di Laut Lepas pada wilayah tersebut berdasarkan tindakan-tindakan
           tersebut;

     (b)   memberikan pemberitahuan kepada       Negara   Bendera   pada   waktu
           menaiki kapal dan pemeriksaan;

     (c)   tidak melakukan campur tangan terhadap kecakapan nakhoda untuk
           berkomunikasi dengan otoritas-otoritas dari Negara Bendera selama
           menaiki kapal dan melakukan pemeriksaan;

     (d)   menyediakan salinan dari laporan mengenai kegiatan menaiki kapal dan
           pemeriksan kepada nakhoda dan kepada otoritas-otoritas dari Negara
           Bendera, mencatat setiap penolakan atau pernyataan yang diinginkan
           oleh nakhoda kapal untuk dimasukkan ke dalam laporan tersebut;

     (e)   secepatnya meninggalkan kapal tersebut setelah selesai melakukan
           pemeriksaan apabila mereka tidak menemukan bukti-bukti adanya
           pelanggaran yang serius; dan

     (f)   menghindarkan penggunaan kekerasan kecuali apabila dan pada
           tingkatan yang diperlukan untuk menjamin keselamatan inspektur dan
           apabila inspektur-inspektur dihalangi dalam melaksanakan tugas
           mereka. Tingkat penggunaan kekerasan tidak melebihi yang disyaratkan
           pada situasi-situasi tersebut.

2.   Inspektur-inspektur yang berwenang dari suatu Negara Pemeriksa harus
     memiliki kewenangan untuk memeriksa kapal, lisensi mereka, alat tangkap,
     perlengkapan, catatan-catatan, fasilitas-fasilitas, ikan dan produk ikan dan
     dokumen-dokumen lain yang terkait yang diperlukan untuk menguji
     kesesuaian dengan tindakan konservasi dan pengelolaan yang terkait.


                                                                              23
3.   Negara Bendera harus menjamin bahwa nakhoda-nakhoda kapal:

     (a)   menerima dan memfasilitasi kegiatan menaiki kapal secara cepat dan
           aman oleh inspektur-inspektur;

     (b)   bekerjasama dengan dan memberikan bantuan dalam pemeriksaan kapal
           yang dilakukan sesuai dengan prosedur-prosedur tersebut;

     (c)   tidak menghalangi, mengancam atau campur tangan dengan inspektur-
           inspektur dalam melaksanakan kewajiban mereka;

     (d)   mengijinkan inspektur-inspektur untuk berkomunikasi dengan otoritas-
           otoritas dari Negara Bendera dan Negara Pemeriksa selama berada di atas
           kapal dan pemeriksaan kapal;

     (e)   menyediakan fasilitas yang layak, termasuk, apabila memungkinkan,
           makan, dan akomodasi, bagi inspektur-inspektur; dan

     (f)   memfasilitasi kegiatan ke luar kapal oleh inspektur.

4.   Dalam hal nakhoda kapal menolak untuk menerima tindakan naik ke atas
     kapal dan pemeriksaan sesuai dengan Pasal ini dan Pasal 21, Negara Bendera
     harus, kecuali dalam hal-hal, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
     internasional yang diterima umum, prosedur-prosedur dan praktek-praktek
     berkaitan dengan keselamatan di laut, hal ini diperlukan untuk menunda
     tindakan naik ke atas kapal dan melakukan pemeriksaan, mengarahkan
     nahkoda kapal untuk menyampaikan secepatnya untuk naik ke atas kapal
     dan melakukan pemeriksaan dan, apabila nakhoda kapal tidak mengikuti
     petunjuk tersebut, harus menunda otorisasi kapal untuk melakukan
     penangkapan dan memerintahkan kapal tersebut untuk kembali secepatnya
     ke pelabuhan. Negara Bendera harus memberikan petunjuk kepada Negara
     Pemeriksa terhadap tindakan yang telah diambilnya apabila situasi
     sebagaimana dimaksud dalam ayat ini timbul.

                                    Pasal 23
           Tindakan-tindakan yang diambil oleh suatu Negara Pelabuhan

1.   Suatu Negara Pelabuhan memiliki hak dan kewajiban untuk mengambil
     tindakan-tindakan, sesuai dengan hukum internasional, untuk memajukan
     efektivitas tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sub regional,
     regional dan global. Pada saat mengambil tindakan-tindakan tersebut suatu
     Negara Pelabuhan tidak diperbolehkan melakukan diskriminasi dalam bentuk
     atau dalam fakta terhadap kapal-kapal dari setiap negara.

2.   Negara Pelabuhan dapat, antara lain, memeriksa dokumen-dokumen, alat
     tangkap dan tangkapan diatas kapal ikan, apabila kapal-kapal tersebut secara
     sukarela berada di pelabuhannya atau pada terminal-terminal lepas
     pantainya.

3.   Negara-negara dapat membuat peraturan-peraturan yang memberikan
     kewenangan kepada otoritas nasional yang       terkait untuk melarang
     pendaratan dan transhipment apabila telah ditentukan bahwa tangkapan


                                                                               24
     telah diambil dengan cara yang mengurangi efektivitas tindakan-tindakan
     konservasi dan pengelolaan sub regional, regional atau global di Laut Lepas.

4.   Ketentuan Pasal ini tidak mempengaruhi pelaksanaan kedaulatan Negara-
     negara terhadap pelabuhan-pelabuhan di dalam wilayah mereka sesuai
     dengan hukum internasional.




                               BAGIAN VII
                 PERSYARATAN NEGARA-NEGARA BERKEMBANG

                                Pasal 24
Pengakuan persyaratan-persyaratan khusus untuk Negara-negara berkembang

1.   Negara-negara harus sepenuhnya mengakui persyaratan-persyaratan khusus
     dari Negara-negara berkembang berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan
     sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan beruaya jauh dan
     pengembangan perikanan untuk sediaan tersebut. Untuk tujuan ini, Negara-
     negara harus, baik secara langsung atau melalui United Nations Development
     Programme, United Nations Food and Agriculture Organization dan lembaga-
     lembaga khusus lainnya, Global Environment Facility, Komisi Pembangunan
     Berkelanjutan dan organisasi dan badan-badan internasional dan regional
     penting lainnya, menyediakan bantuan bagi Negara-negara berkembang.

2.   Dalam melaksanakan kewajiban untuk bekerjasama dalam penetapan
     tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya
     terbatas dan sediaan ikan beruaya          jauh, Negara-negara harus
     memperhatikan    persyaratan-persyaratan  khusus    dari  Negara-negara
     berkembang, secara khusus:

     (a)   kelemahan Negara-negara berkembang yang tergantung pada ekploitasi
           sumber daya hayati laut, termasuk untuk memenuhi persyaratan-
           persyaratan gizi bagi penduduk mereka atau bagian-bagiannya;

     (b)   kebutuhan untuk menghindarkan dampak yang merugikan pada, dan
           menjamin akses pada perikanan oleh, nelayan subsisten, skala kecil dan
           artisanal dan pekerja perikanan wanita, dan juga penduduk asli di
           Negara-negara berkembang, khususnya Negara-negara pulau kecil yang
           berkembang; dan

     (c)   kebutuhan untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan tersebut tidak
           berakibat dalam pemindahan, secara langsung atau tidak langsung, bukti
           yang tidak sebanding dari tindakan konservasi terhadap Negara-negara
           berkembang.

                                     Pasal 25

                                                                              25
           Bentuk-bentuk kerja sama dengan Negara-negara berkembang

1.   Negara-negara harus bekerjasama, baik langsung atau melalui organisasi sub
     regional, regional atau global:

     (a)   meningkatkan kemampuan Negara-negara berkembang, khususnya yang
           kurang berkembang diantara mereka dan Negara-negara pulau kecil yang
           sedang berkembang, untuk melindungi dan mengelola sediaan ikan yang
           beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dan untuk
           mengembangkan perikanan mereka sendiri untuk sediaan tersebut;

     (b)   membantu Negara-negara berkembang, khususnya yang kurang
           berkembang diantara mereka dan Negara-negara pulau kecil yang sedang
           berkembang, untuk memungkinkan mereka berpartisipasi dalam
           perikanan di Laut Lepas untuk sediaan tersebut, termasuk memfasilitasi
           akses kepada perikanan tersebut tunduk pada ketentuan Pasal 5 dan
           Pasal 11; dan

     (c)   untuk memfasilitasi keikutsertaan Negara-negara berkembang pada
           organisasi dan pengaturan pengelolaan perikanan sub regional dan
           regional.

2.   Kerja sama dengan Negara-negara berkembang untuk tujuan-tujuan
     sebagaimana ditetapkan dalam Pasal ini harus termasuk pengadaan bantuan
     keuangan, bantuan yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya
     manusia, bantuan teknis, transfer teknologi, termasuk melalui pengaturan
     join venture, dan pemberian nasehat dan jasa-jasa konsultansi.

3.   Bantuan tersebut harus, antara lain, diarahkan secara khusus kepada:

     (a)   peningkatan konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya
           terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh melalui pengumpulan,
           pelaporan, pengujian, tukar menukar dan analisa data perikanan dan
           informasi terkait;

     (b)   penilaian sediaan dan penelitian ilmiah; dan

     (c)   pemantauan, pengawasan, pengamatan, penaatan dan penegakan
           hukum, termasuk pelatihan dan pengembangan kelembagaan pada
           tingkat daerah, pembangunan dan pembiayaan program pengamat
           nasional dan regional dan akses kepada teknologi dan perlengkapan.

                                   Pasal 26
               Bantuan khusus dalam pelaksanaan Persetujuan ini.

1.   Negara-negara harus bekerjasama untuk membentuk dana khusus untuk
     membantu Negara-negara berkembang dalam pelaksanaan Persetujuan ini,
     termasuk membantu Negara-negara berkembang untuk menyediakan
     anggaran yang diperlukan dalam setiap proses hukum untuk penyelesaian
     sengketa dimana mereka menjadi para pihak.

2.   Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional harus membantu
     Negara-negara berkembang dalam mendirikan organisasi atau pengaturan
     pengelolaan perikanan sub regional atau regional baru, atau dalam

                                                                              26
     memperkuat organisasi-organisasi atau pengaturan-pengaturan yang telah
     ada, untuk konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas
     dan sediaan ikan yang beruaya jauh.


                             BAGIAN VIII
                 PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI

                                  Pasal 27
                  Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa
                          melalui cara-cara damai

Negara-negara memiliki kewajiban untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui
negosiasi, inquiry, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian hukum, melalui
lembaga-lembaga atau pengaturan-pengaturan regional, atau cara-cara damai
lainnya menurut pilihan mereka sendiri.

                                   Pasal 28
                             Pencegahan sengketa

Negara-negara harus bekerjasama dalam rangka untuk mencegah terjadinya
sengketa. Untuk tujuan ini, Negara-negara harus menyetujui prosedur-prosedur
pengambilan keputusan yang efisien dan cepat dalam organisasi-organisasi dan
pengaturan-pengaturan pengelolaan perikanan sub regional dan regional dan
harus memperkuat prosedur-prosedur pengambilan keputusan yang ada apabila
diperlukan.

                                   Pasal 29
                         Sengketa yang bersifat teknis

Apabila suatu sengketa berkaitan dengan masalah yang bersifat teknis, Negara-
negara terkait dapat menyelesaikan sengketa tersebut pada panel tenaga ahli ad
hoc yang ditetapkan oleh mereka. Panel tersebut harus berunding dengan Negara-
negara terkait dan harus berusaha untuk menyelesaikan sengketa secara cepat
tanpa jalan lain pada prosedur-prosedur yang mengikat untuk penyelesaian
sengketa.

                                  Pasal 30
               Prosedur-prosedur untuk penyelesaian sengketa

1.   Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa yang
     ditetapkan dalam Bagian XV dari Konvensi berlaku mutatis mutandis bagi
     setiap sengketa diantara Negara-negara Pihak Persetujuan ini mengenai
     interpretasi atau penerapan Persetujuan ini, apakah mereka menjadi Pihak-
     pihak atau tidak dalam Konvensi.

2.   Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa yang
     ditetapkan dalam Bagian XV dari Konvensi berlaku mutatis mutandis bagi
     setiap sengketa diantara Negara-negara pihak Persetujuan ini mengenai
     interpretasi atau penerapan Persetujuan, dari Persetujuan perikanan sub
     regional, regional atau global berkaitan dengan sediaan ikan yang beruaya
     terbatas atau sediaan ikan yang beruaya jauh dimana mereka menjadi pihak-
     pihak, termasuk setiap sengketa mengenai konservasi dan pengelolaan
     sediaan tersebut baik mereka menjadi pihak-pihak atau tidak dari Konvensi.

                                                                            27
3.   Setiap prosedur yang diterima oleh suatu negara pihak untuk Persetujuan ini
     dan Konvensi berdasarkan Pasal 287 dari Konvensi harus menerapkan pada
     penyelesaian sengketa di bawah Bagian ini, kecuali Negara Pihak, pada saat
     menandatangani, meratifikasi atau aksesi pada Persetujuan ini, atau waktu
     selanjutnya, telah menerima prosedur lain berdasarkan Pasal 287 untuk
     penyelesaian sengketa di bawah Bagian ini.

4.   Suatu Negara Pihak pada Persetujuan ini yang tidak menjadi pihak dari
     Konvensi, pada saat menandatangani, meratifikasi atau aksesi terhadap
     Persetujuan ini, atau waktu lain sesudahnya, harus bebas untuk memilih,
     melalui suatu pernyataan tertulis, satu atau beberapa cara sebagaimana
     ditetapkan dalam Pasal 287 ayat (1), dari Konvensi untuk penyelesaian
     sengketa di bawah Bagian ini. Pasal 287 harus diterapkan pada pernyataan
     tersebut, demikian juga untuk setiap sengketa dimana negara tersebut
     menjadi pihak yang tidak dilindungi oleh pernyataan yang berlaku. Untuk
     tujuan konsiliasi dan arbitrasi sesuai Lampiran V, VII dan VIII, dari Konvensi,
     negara tersebut harus berhak untuk mengusulkan konsiliator, arbiter dan
     tenaga ahli untuk dimasukkan kedalam daftar sebagaimana dimaksud dalam
     Lampiran V, Pasal 2, Lampiran VII, Pasal 2, dan Lampiran VIII, Pasal 2, untuk
     penyelesaian sengketa di bawah Bagian ini.

5.   Setiap pengadilan atau tribunal dimana sengketa telah diajukan dibawah
     Bagian ini harus menerapkan ketentuan-ketentuan yang terkait dari
     Konvensi, Persetujuan ini dan persetujuan perikanan sub regional, regional
     atau global yang terkait, dan juga standar-standar yang diterima umum
     untuk konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati laut dan ketentuan
     internasional lainnya yang tidak sesuai dengan Konvensi, dengan maksud
     untuk menjamin konservasi terhadap sediaan ikan yang beruaya terbatas
     dan sediaan ikan yang beruaya jauh terkait.

                                    Pasal 31
                          Tindakan-tindakan tambahan

1.   Sementara menunggu penyelesaian sengketa sesuai dengan Bagian ini, pihak-
     pihak dalam sengketa tersebut harus membuat setiap usaha untuk menuju
     pada pengaturan-pengaturan tambahan yang sifatnya praktis.

2.   Dengan tidak mengurangi berlakunya Pasal 287 Konvensi, pengadilan atau
     tribunal dimana sengketa telah diajukan dibawah Bagian ini dapat
     menentukan tindakan-tindakan tambahan yang dipertimbangkan dibawah
     situasi untuk melindungi masing-masing hak dari para pihak yang
     bersengketa atau untuk mencegah rusaknya sediaan yang menjadi sengketa,
     dan juga situasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), dan Pasal 16
     ayat (2).

3.   Suatu Negara Pihak pada Persetujuan ini yang tidak menjadi Pihak pada
     Konvensi dapat menyatakan bahwa, walaupun ada Pasal 290 ayat (5) dari
     Konvensi, tribunal internasional untuk hukum laut tidak berhak untuk
     menentukan, merubah atau menarik kembali tindakan-tindakan tambahan
     tanpa persetujuan dari negara tersebut.

                                  Pasal 32
             Batas penerapan prosedur bagi penyelesaian sengketa

                                                                                 28
Pasal 297 ayat (3), dari Konvensi berlaku juga untuk Persetujuan ini.



                               BAGIAN IX
                    BUKAN PIHAK PADA PERSETUJUAN INI

                                   Pasal 33
                       Bukan pihak pada Persetujuan ini

1.   Negara-negara pihak harus mendorong bukan pihak pada Persetujuan ini
     untuk menjadi pihak dan menyetujui hukum dan peraturan perundang-
     undangan sesuai dengan ketentuan-ketentuannya.

2.   Negara-negara pihak harus mengambil tindakan sesuai dengan Persetujuan
     ini dan hukum internasional untuk mencegah kegiatan-kegiatan kapal-kapal
     yang mengibarkan bendera dari bukan pihak yang mengurangi pelaksanaan
     yang efektif dari Persetujuan ini.


                               BAGIAN X
                 IKTIKAD BAIK DAN PENYALAHGUNAAN HAK

                                    Pasal 34
                     Iktikad baik dan penyalahgunaan hak

Negara-negara Pihak harus memenuhi dengan iktikad baik kewajiban-kewajiban
yang dibebankan di bawah Persetujuan ini dan harus melaksanakan hak-hak yang
diakui dalam Persetujuan ini dengan cara yang tidak akan menyebabkan
terjadinya penyalahgunaan hak.


                               BAGIAN XI
                     KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB

                                   Pasal 35
                         Kewajiban dan tanggung jawab

Negara-negara Pihak bertanggung jawab sesuai dengan hukum internasional
terhadap kerusakan atau kerugian yang dibebankan pada mereka berdasarkan
Persetujuan ini.


                                BAGIAN XII
                           KONFERENSI PENINJAUAN

                                   Pasal 36
                             Konferensi peninjauan

1. Empat tahun setelah tanggal berlakunya Persetujuan ini, Sekretaris Jenderal
   Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengadakan suatu Konferensi dengan
   maksud untuk menilai efektifitas dari Persetujuan ini dalam menjamin
   konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan
   ikan yang beruaya jauh. Sekretaris Jenderal harus mengundang pada
                                                                           29
     Konferensi tersebut seluruh negara pihak dan Negara-negara dan lembaga-
     lembaga yang berhak menjadi pihak pada Persetujuan ini dan juga organisasi
     antarpemerintah dan organisasi-organisasi non pemerintah yang berhak untuk
     berpartisipasi sebagai peninjau.

2. Konferensi harus memperbaiki dan menilai ketercukupan dari ketentuan-
   ketentuan Persetujuan ini dan, jika perlu, mengusulkan cara-cara memperkuat
   substansi dan metode pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut dengan
   maksud baik untuk membicarakan setiap permasalahan yang berlanjut dalam
   konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan
   ikan yang beruaya jauh.



                                 BAGIAN XIII
                             KETENTUAN PENUTUP

                                   Pasal 37
                               Penandatanganan

Persetujuan ini terbuka untuk penandatanganan oleh semua negara dan lembaga-
lembaga lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) poin (b), dan akan
tetap terbuka untuk penandatanganan pada Markas Besar Perserikatan Bangsa-
Bangsa selama 12 (dua belas) bulan dari tanggal 14 Desember 1995.

                                   Pasal 38
                                   Ratifikasi

Persetujuan ini memerlukan ratifikasi oleh Negara-negara dan lembaga-lembaga
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) poin (b). Piagam ratifikasi harus
didepositkan pada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

                                    Pasal 39
                                     Aksesi

Persetujuan ini tetap terbuka untuk aksesi oleh Negara-negara dan lembaga-
lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) poin (b). Piagam aksesi
harus didepositkan pada Sekretariat Jenderal Bangsa-Bangsa.

                                    Pasal 40
                               Saat mulai berlaku

1.    Perjanjian ini berlaku 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pendepositan
      piagam ratifikasi atau aksesi yang ke 30.

2.    Bagi setiap negara atau lembaga yang meratifikasi atau aksesi pada
      Persetujuan ini setelah pendepositan piagam ratifikasi atau aksesi,
      Persetujuan ini mulai berlaku pada hari ke 30 (tiga puluh) setelah saat
      pendepositan piagam ratifikasi atau aksesinya.

                                    Pasal 41
                              Penerapan tambahan



                                                                               30
1.   Persetujuan ini harus diterapkan dengan tambahan oleh suatu negara atau
     lembaga yang menyetujui penerapan tambahannya melalui pemberitahuan
     pendepositan tertulis. Penerapan tambahan tersebut berlaku pada hari
     diterimanya pemberitahuan tersebut.


2.   Penerapan tambahan oleh suatu negara atau lembaga mengakhiri berlakunya
     Persetujuan ini untuk negara atau lembaga tersebut atau melalui
     pemberitahuan oleh negara atau lembaga tersebut kepada depositari secara
     tertulis atas maksudnya untuk mengakhiri penerapan tambahan.




                                  Pasal 42
                        Pensyaratan dan pengecualian

Tidak ada pensyaratan atau pengecualian yang diajukan terhadap Persetujuan ini.

                                  Pasal 43
                          Deklarasi dan Pernyataan

Pasal 42 tidak menghalangi suatu negara atau lembaga, ketika menandatangani,
meratifikasi atau aksesi pada Persetujuan ini, membuat deklarasi-deklarasi atau
pernyataan-pernyataan, bagaimanapun dirumuskan atau dinamakan dengan
maksud, antara lain untuk menyelaraskan hukum dan perundang-undangannya
dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, asalkan deklarasi atau pernyataan
demikian tidak dimaksudkan untuk mengenyampingkan atau mengubah akibat
hukum daripada ketentuan-ketentuan       Persetujuan ini dalam penerapannya
terhadap negara atau lembaga tersebut.

                               Pasal 44
               Hubungan dengan persetujuan-persetujuan lain

1.   Persetujuan ini tidak mengubah hak-hak dan kewajiban-kewajiban Negara-
     negara pihak yang timbul dari persetujuan-persetujuan lain yang sejalan
     dengan Persetujuan ini dan tidak mempengaruhi dinikmatinya hak-hak atau
     pelaksanaan kewajiban-kewajiban oleh Negara-negara pihak lain berdasarkan
     Persetujuan ini.

2.   Dua atau lebih Negara Pihak dapat membuat persetujuan-persetujuan yang
     merubah atau menunda berlakunya ketentuan-ketentuan Persetujuan ini,
     yang dapat diterapkan hanya terhadap hubungan antara mereka, asalkan
     persetujuan demikian tidak berkenaan dengan suatu ketentuan yang
     penyimpangan daripadanya tidak sejalan dengan pelaksanaan yang efektif
     dan maksud serta tujuan Persetujuan ini, dan asalkan selanjutnya
     persetujuan-persetujuan demikian tidak mempengaruhi penerapan prinsip-
     prinsip dasar yang terkandung di dalam Persetujuan ini, dan bahwa
     ketentuan-ketentuan       persetujuan    demikian   tidak mempengaruhi
     dinikmatinya hak-hak atau pelaksanaan atau kewajiban-kewajiban
     berdasarkan Persetujuan ini oleh Negara Pihak lain.



                                                                             31
3.   Negara-negara pihak yang bermaksud membuat suatu persetujuan
     sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus memberitahu Negara-negara
     pihak lain melalui depositori Persetujuan ini mengenai maksud mereka untuk
     membuat persetujuan tersebut dan mengenai perubahan atau penundaan
     yang dimuat didalamnya.

                                    Pasal 45
                                   Amandemen

1.   Suatu Negara Pihak dapat, mengusulkan secara tertulis kepada Sekretaris
     Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, usulan amandemen-amandemen
     tertentu terhadap Persetujuan ini dan meminta untuk diselenggarakannya
     suatu konferensi untuk membahas amandemen-amandemen yang diusulkan
     itu. Sekretaris Jenderal harus mengedarkan usul tersebut kepada semua
     Negara Pihak. Jika, dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diedarkannya
     usul tersebut, tidak kurang dari setengah Negara-Negara Pihak memberi
     jawaban yang mendukung permintaan itu, Sekretaris Jenderal harus
     menyelenggarakan konferensi tersebut.

2.   Prosedur pengambilan keputusan yang diterapkan kepada konferensi yang
     membahas amandemen sesuai dengan ayat (1) harus sama dengan yang
     diterapkan pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang sediaan ikan
     yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh, kecuali jika
     diputuskan lain oleh konferensi. Konferensi harus berusaha mencapai
     kesepakatan terhadap amandemen dengan cara konsensus dan tidak boleh
     ada pemungutan suara terhadap amandemen-amandemen tersebut sampai
     segala usaha untuk mencapai konsensus telah habis ditempuh.

3.   Sekali diterima, amandemen-amandemen terhadap Persetujuan ini harus
     terbuka bagi penandatanganan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa
     oleh Negara-negara Pihak selama 12 (dua belas) bulan sejak diterima, kecuali
     ditentukan lain dalam amandemen itu sendiri.

4.   Pasal 38, Pasal 39, Pasal 47, dan Pasal 50 berlaku untuk semua amandemen
     terhadap Persetujuan ini.

5.   Amandemen-amandemen terhadap Persetujuan ini harus mulai berlaku bagi
     Negara-negara Pihak yang meratifikasi atau mengaksesinya pada hari ke 30
     (tiga puluh) setelah pendepositan piagam ratifikasi atau aksesi oleh dua
     pertiga Negara-negara pihak. Selanjutnya, bagi setiap negara pihak yang
     meratifikasi atau mengaksesi suatu amandemen setelah pendepositan
     sejumlah piagam yang dipersyaratkan, amandemen tersebut mulai berlaku
     pada hari ke 30 setelah pendepositan piagam ratifikasi atau aksesinya.

6.   Suatu amandemen dapat menentukan bahwa untuk berlakunya amandemen
     itu diperlukan jumlah ratifikasi atau aksesi yang lebih kecil atau aksesi yang
     lebih besar daripada yang disyaratkan oleh Pasal ini.

7.   Suatu negara yang menjadi pihak pada Persetujuan ini setelah mulai
     berlakunya suatu amandemen sesuai dengan ayat 5 harus, jika tidak ada
     suatu pernyataan niat yang berbeda oleh negara tersebut:

     (a)   Dianggap sebagai pihak pada Persetujuan ini         sebagaimana telah
           diamandemen; dan

                                                                                32
     (b)   Dianggap sebagai pihak pada Persetujuan yang belum diamandemenkan
           dalam hubungan dengan suatu Negara Pihak yang tidak terikat pada
           amandemen itu.

                                    Pasal 46
                                  Penyangkalan

1.   Suatu Negara Pihak dapat, dengan pemberitahuan secara tertulis yang
     dialamatkan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa,
     menyangkal Persetujuan ini dan dapat mengemukakan alasannya. Tidak
     adanya alasan yang dikemukakan tidak mempengaruhi keabsahan
     penyangkalan itu. Penyangkalan tersebut mulai berlaku 1 (satu) tahun setelah
     tanggal diterimanya pemberitahuan itu, kecuali jika pemberitahuan itu
     menyebutkan tanggal yang kemudian.

2.   Penyangkalan itu dengan cara apapun tidak mempengaruhi tugas Negara
     Pihak manapun untuk memenuhi kewajiban apapun yang terkandung dalam
     Persetujuan ini untuk mana negara tersebut tunduk pada hukum
     internasional terlepas dari Persetujuan ini.

                                      Pasal 47
                        Partisipasi organisasi internasional

1.   Dalam hal suatu organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam
     Lampiran IX, Pasal 1, dari Konvensi tidak mempunyai kewenangan terhadap
     seluruh hal yang diatur oleh Persetujuan ini, Lampiran IX dari Konvensi
     berlaku mutatis mutandis bagi keikutsertaan oleh organisasi internasional
     tersebut dalam Persetujuan ini, kecuali ketentuan-ketentuan di bawah ini
     dalam Lampiran tersebut tidak berlaku:
     (a) Pasal 2, kalimat pertama; dan
     (b) Pasal 3 ayat (1).

2.   Dalam hal suatu organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam
     Lampiran IX, Pasal 1, dari Konvensi mempunyai kewenangan terhadap
     seluruh hal yang diatur oleh Persetujuan ini, ketentuan-ketentuan berikut
     berlaku untuk keikutsertaan oleh organisasi internasional tersebut dalam
     Persetujuan ini:

     (a)   pada saat penandatanganan atau aksesi, organisasi        internasional
           tersebut harus membuat suatu pernyataan yang berisi:

            (i) bahwa dia memiliki kewenangan terhadap seluruh masalah yang
                diatur dalam Persetujuan ini;

           (ii) bahwa, untuk alasan ini, negara anggotanya tidak menjadi negara
                pihak, kecuali yang berkaitan dengan wilayah mereka dimana
                organisasi internasional tidak mempunyai tanggung jawab; dan

           (iii) bahwa dia menerima hak dan kewajiban dari Negara-negara dibawah
                 Persetujuan ini;

     (b)   Keikutsertaan dari organisasi internasional tersebut tidak membuat
           setiap hak dibawah Persetujuan ini bagi negara anggota dari organisasi
           internasional tersebut;

                                                                              33
     (c)   Dalam hal terdapat pertentangan diantara kewajiban-kewajiban dari
           suatu organisasi internasional di bawah Persetujuan ini, dan kewajiban-
           kewajibannya di bawah Persetujuan pendirian organisasi internasional
           atau setiap tindakan yang berkaitan dengannya, kewajiban di bawah
           Persetujuan ini harus diberlakukan.

                                    Pasal 48
                                Lampiran-lampiran

1.   Lampiran­lampiran merupakan bagian integral dari Persetujuan ini dan,
     kecuali dengan tegas ditentukan lain, suatu penunjukan kepada Persetujuan
     ini atau kepada salah satu Bagiannya termasuk penunjukan kepada
     Lampiran-lampiran yang bertalian dengannya.

2.   Lampiran-lampiran tersebut dapat diubah dari waktu ke waktu oleh Negara-
     negara Pihak. Perubahan tersebut harus didasarkan pada pertimbangan-
     pertimbangan ilmiah dan teknis. Walaupun ada ketentuan Pasal 45, jika
     suatu perubahan terhadap suatu Lampiran disetujui melalui konsensus pada
     suatu pertemuan Negara-negara Pihak, perubahan tersebut harus disatukan
     dengan Persetujuan ini dan berlaku sejak tanggal persetujuannya atau pada
     tanggal lain yang ditetapkan dalam perubahan tersebut. Apabila suatu
     perubahan terhadap suatu lampiran tidak dapat disetujui melalui konsensus
     pada pertemuan tersebut, prosedur-prosedur amandemen sebagaimana
     ditetapkan dalam Pasal 45 harus diberlakukan.


                                    Pasal 49
                                    Depositari

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah depositori Persetujuan ini
dan amandemen-amandemen serta perubahan-perubahan terhadapnya.




                                    Pasal 50
                                 Naskah Autentik

Teks Bahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol dari Persetujuan
ini adalah sama-sama otentik.

SEBAGAI TANDA BUKTI, yang Berkuasa Penuh yang bertanda tangan di bawah
ini, yang dikuasakan sebagaimana mestinya untuk itu, telah menandatangani
Persetujuan ini.

TERBUKA UNTUK PENANDATANGANAN di New York, pada tanggal Empat
Desember tahun Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Lima, dalam satu naskah
asli, dalam Bahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol.




                                                                               34
                            LAMPIRAN I
            PERSYARATAN STANDAR UNTUK PENGUMPULAN DAN
                         PERTUKARAN DATA

                                    Pasal 1
                             Prinsip-prinsip umum

1.   Pengumpulan, penghimpunan dan analisa data merupakan hal yang
     mendasar bagi konservasi dan pengelolaan yang efektif atas sediaan ikan yang
     beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh. Untuk tujuan ini, data
     dari perikanan untuk sediaan tersebut di Laut Lepas dan yang terdapat di
     bawah yurisdiksi nasional dipersyaratkan dan harus dikumpulkan dan
     dihimpun sedemikian rupa sehingga memungkinkan analisa statistik yang
     berarti untuk tujuan konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan. Data-
     data tersebut termasuk statistik hasil tangkapan dan usaha perikanan dan
     informasi perikanan terkait lainnya, seperti data kapal dan data lain untuk
     standardisasi usaha perikanan. Data yang dikumpulkan juga harus termasuk
     informasi mengenai spesies non target dan berhubungan atau tergantung.
     Seluruh data harus diuji untuk menjamin keakuratan. Kerahasiaan dari data
     yang tidak dikumpulkan harus dijaga. Penyebarluasan data tersebut
     mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan.

2.   Bantuan, termasuk bantuan pelatihan dan keuangan serta teknis, harus
     disiapkan   bagi   Negara-negara   berkembang    dalam    rangka   untuk
     pengembangan kapasitas dalam bidang konservasi dan pengelolaan sumber
     daya hayati laut. Bantuan harus difokuskan pada peningkatan kapasitas
     untuk pengumpulan dan pengujian data, program pengamat analisis data dan
     proyek penelitian yang mendukung penilaian sediaan. Kemungkinan
     keterlibatan ilmuwan dari negara berkembang dan manajer-manajer
     konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan
     ikan yang beruaya jauh harus dikembangkan.

                                  Pasal 2
         Prinsip-prinsip pengumpulan data, kompilasi dan pertukaran

Prinsip-prinsip umum berikut ini harus dipertimbangkan dalam menetapkan
parameter­parameter pengumpulan, kompilasi dan pertukaran data tentang
operasi penangkapan ikan terhadap sediaan ikan yang beruaya terbatas dan
sediaan ikan yang beruaya jauh:

                                                                              35
(a)   Negara-negara harus memastikan bahwa data telah dikumpulkan dari kapal­
      kapal memegang benderanya pada kegiatan penangkapan ikan sesuai dengan
      sifat operasional yang khas setiap metoda penangkapan (misalnya, setiap
      individu mengendalikan pukat harimau (trawl), masing-masing memasang
      rawai (long line) dan pukat kantong (purse seine), masing-masing kelompok
      nelayan dengan pole and line dan setiap kali menangkap ikan dengan pancing
      tali (trawl), dan dengan rincian yang mencakupi untuk memungkinkan
      pendugaan sediaan secara efektif.

(b)   Negara-negara hendaknya memastikan bahwa data perikanan dinilai melalui
      sistem yang memadai;




(c)   Negara-negara hendaknya mengompilasi data ilmiah yang terkait dengan
      perikanan atau data lainnya yang mendukung dan menyediakan data-data
      termaksud dalam format yang telah disepakati dan menurut waktu/masa,
      bagi organisasi atau pengaturan konservasi dan pengelolaan perikanan
      regional dan sub-regional yang terkait yang ada;

(d)   Negara-negara hendaknya setuju, di dalam kerangka organisasi atau
      pengaturan pengelolaan perikanan sub-regional atau regional, atau menurut
      spesifikasi data dan format dimana mereka itu disediakan, sesuai Lampiran
      ini dan mempertimbangkan sifat alami daripada sediaan dan perikanan bagi
      sediaan tersebut di wilayah itu. Organisasi atau pengaturan termaksud
      hendaknya meminta Negara-negara yang bukan anggota dan yang bukan
      Pihak agar menyediakan data tentang kegiatan penangkapan ikan yang
      terkait oleh kapal-kapal penangkap ikan pemegang bendera mereka;

(e)   Organisasi atau pengaturan dimaksud harus mengompilasi data dan
      membuatnya tersedia dalam rujuk waktu dan dalam format yang telah
      disetujui bagi semua negara yang berminat menurut terminologi dan kondisi
      yang dibentuk oleh organisasi-organisasi atau pengaturan-pengaturan; dan

(f)   Para ilmuwan dari negara bendera dan dari organisasi atau pengaturan
      pengelolaan perikanan yang terkait regional atau sub-regional, hendaknya
      menganalisis data-data secara terpisah atau bersama-sama, sebagaimana
      layaknya.

                                      Pasal 3
                               Data dasar perikanan

1.    Negara-negara harus mengumpulkan dan menyediakan bagi organisasi-
      organisasi atau pengaturan-pengaturan pengelolaan perikanan yang terkait
      regional atau sub-regional;, tipe-tipe data di bawah ini dalam rincian yang
      memadai untuk memungkinkan pendugaan sediaan yang efektif sesuai
      dengan prosedur yang telah disepakati;

      (a)   Statistik menurut urutan waktu dari hasil dan upaya penangkapan, dan
            menurut perikanan dan armada;



                                                                              36
     (b)   Hasil penangkapan dalam angka, berat nominal atau kedua-duanya
           menurut spesies (target maupun non-target) sebagaimana layaknya bagi
           perikanan. (Berat nominal ditentukan oleh Food and Agriculture
           Organization of the United Nations sebagai bobot hidup menurut spesies
           ekuivalen ketika didaratkan);

     (c)   Statistik hasil yang terbuang, tercakup perkiraan dimana perlu,
           dilaporkan sebagai jumlah atau nominal berat menurut spesies,
           sebagaimana layaknya dalam setiap perikanan;

     (d)   Statistik upaya yang memadai bagi setiap metoda penangkapan;

     (e)   Lokasi penangkapan ikan, tanggal dan waktu penangkapan dan lain-lain
           statistik tentang operasi penangkapan sebagaimana layaknya.

2.   Negara-negara harus juga mengumpulkan informasi untuk mendukung
     pendugaan sediaan, apabila memadai untuk keperluan organisasi atau
     pengaturan pengelolaan perikanan yang terkait regional atau sub-regional,
     mencakup:

     (a)   komposisi hasil tangkap menurut panjang, berat dan jenis kelamin;

     (b)   informasi biologis lainnya yang mendukung pendugaan sediaan, seperti
           informasi tentang umur, pertumbuhan, rekrut, penyebaran dan
           kepadatan sediaan; dan

     (c)   penelitian lain yang terkait, termasuk survei tentang kepadatan, survei
           biomassa, survei hidro-akustik, penelitian tentang faktor-faktor
           lingkungan yang mempengaruhi kepadatan sediaan, dan studi tentang
           oseanografi dan ekologi.

                                     Pasal 4
                         Data tentang kapal dan informasi

1.   Negara-negara hendaknya mengumpulkan data yang berkaitan dengan tipe
     kapal untuk standardisasi komposisi armada dan kekuatan/daya kapal
     penangkap ikan dan untuk mengubah berbagai ukuran upaya yang berbeda
     dalam analisis data hasil tangkapan dan upayanya:

     (a)   identifikasi kapal, bendera dan pelabuhan tempat registrasi;

     (b)   tipe kapal;

     (c)   spesifikasi kapal (misalnya, bahan konstruksi, tanggal pembuatan,
           panjang, yang tercatat, gros tonase yang tercatat, daya mesin utama,
           kapasitas muat dan metoda penyimpanan hasil tangkapan); dan

     (d)   deskripsi alat tangkap (misalnya, tipe, spesifikasi alat tangkap dan
           kuantitasnya).

2.   Negara bendera akan mengumpulkan informasi berikut:
     (a) navigasi dan posisi tambahan yang tetap;
     (b) alat-alat komunikasi dan tanda panggilan radio internasional; dan

                                                                               37
      (c)   ukuran banyaknya anak buah kapal (crew size).

                                      Pasal 5
                                     Pelaporan

Negara harus memastikan bahwa kapal-kapal yang berbendera negara mereka,
mengirimkan kepada kantor perikanan nasionalnya, dan bila disetujui, (juga)
kepada organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan yang terkait regional
atau sub-regional, logbook data tentang penangkapan dan upaya penangkapan
termasuk data tentang operasi-operasi penangkapan di lautan bebas, pada jarak
waktu yang cukup sering, untuk memenuhi persyaratan nasional dan regional,
dan sebagai kewajiban internasional. Data termasuk harus dikirimkan, dimana
perlu, melalui radio, teleks, faksimile atau satelit atau dengan cara-cara lain.


                                      Pasal 6
                                   Data verifikasi

Negara-negara   atau  sebagaimana     layaknya,   organisasi-organisasi atau
pengaturan-pengaturan pengelolaan perikanan regional atau sub-regional harus
membentuk mekanisme untuk verifikasi data perikanan, seperti misalnya:

(a)   verifikasi posisi melalui sistem pemantauan kapal;

(b)   program-program pengamatan ilmiah untuk memantau penangkapan, upaya,
      komposisi penangkapan ikan (target dan non target) dan detail lain dari
      operasi penangkapan;

(c)   laporan-laporan tentang trip kapal, berlabuh dan pindah muatan; dan

(d)   sampling pelabuhan.

                                      Pasal 7
                                  Pertukaran data

1.    Data yang dikumpulkan oleh Negara-negara Bendera harus dibagikan kepada
      Negara-negara Bendera lainnya dan Negara Pantai yang terkait melalui
      pengaturan-pengaturan atau organisasi-organisasi pengelolaan perikanan
      regional atau sub regional yang layak. Organisasi-organisasi atau pengaturan-
      pengaturan tersebut harus mengompilasi data dan membuat data tersebut
      tersedia menurut urutan waktu dan dalam format yang telah disepakati
      kepada semua Negara-negara yang berminat di bawah terminologi dan kondisi
      yang dibentuk oleh pengaturan-pengaturan atau organisasi-organisasi,
      sementara itu juga memelihara kerahasiaan dari data non-agregat, dan
      hendaknya, sepanjang cukup layak (feasible), membuat sistem database yang
      memungkinkan akses yang efisien terhadap data itu.

2.    Pada tataran global, pengumpulan dan penyiaran data hendaknya diefektifkan
      melalui Food and Agriculture Organization of the United Nations. Dimana
      organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub-regional atau regional
      tidak ada, organisasi itu dapat juga melakukan hal yang sama pada tataran
      regional atau sub-regional oleh pengaturan dengan Negara-negara yang
      berkepentingan.


                                                                                38
39
                             LAMPIRAN II
        PEDOMAN BAGI PELAKSANAAN TITIK-TITIK RUJUK PENCEGAHAN
     DALAM KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA
            TERBATAS DAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA JAUH


1.    Titik-titik rujuk pencegahan (precautionary reference points) adalah nilai yang
      diperkirakan diperoleh dengan cara prosedur ilmiah yang disepakati, yang
      sesuai dengan negara sumber dan perikanannya, dan yang dapat
      dipergunakan sebagai petunjuk bagi pengelolaan perikanan.
2.    Dua tipe titik-titik rujuk pencegahan yang hendaknya dipergunakan:
      konservasi, atau batas, titik rujukan dan pengelolaan, atau target, titik-titik
      rujukan. Titik rujuk batas membentuk perbatasan yang dimaksudkan untuk
      memaksakan agar pemanenan dalam batas biologis yang aman, dalam mana
      sediaan itu dapat menghasilkan hasil maksimum yang lestari. Titik rujuk
      target adalah dimaksudkan untuk mencapai pengelolaan yang obyektif.
3.    Titik rujuk pencegahan hendaknya memikirkan kepada kekhususan sediaan,
      antara lain, bagi kapasitas reproduksinya, kekenyalan masing-masing sediaan
      dan karakteristik dari perikanan yang mengeksploitasi sediaan itu, bahkan
      juga lain-lain sumber mortalitas dan sumber-sumber utama dari
      ketidakpastiannya.
4.    Strategi pengelolaan harus mencari cara untuk melestarikan atau
      mengembalikan populasi dari pada sediaan yang dipanen tersebut, dan
      dimana perlu spesies yang berdiri sendiri maupun yang berhubungan, pada
      tingkat yang konsisten dengan titik rujuk pencegahan yang telah disetujui
      sebelumnya. Titik rujukan termaksud harus dipergunakan untuk merangsang
      aksi pengelolaan dan konservasi yang sebelumnya telah disepakati. Strategi
      pengelolaan    harus     mencakup      tindakan-tindakan   yang     dapat
      diimplementasikan bila pendekatan dengan titik rujukan pencegahan
      dilakukan.
5.    Strategi pengelolaan perikanan harus memastikan bahwa risiko batas titik
      rujuk yang dilampaui amat rendah. Apabila suatu sediaan jatuh di bawah
      batas titik rujuk atau berada pada resiko jatuh di bawah titik rujuk
      termaksud, tindakan pengelolaan dan konservasi hendaknya dimulai untuk
      memungkinkan pemulihan sediaan itu. Strategi pengelolaan perikanan harus
      memastikan bahwa titik rujuk target secara rata-rata tidak dilampaui.
6.    Apabila informasi untuk menentukan titik-titik rujukan untuk suatu
      perikanan amat sedikit atau tidak ada, titik-titik rujuk pengaturan harus
      dibentuk. Titik rujuk pengaturan dapat dibentuk secara analog terhadap
      sediaan yang sama atau sediaan yang sudah lebih diketahui.
7.    Derajat mortalitas perikanan yang membentuk hasil maksimum yang lestari
      hendaknya dianggap sebagai standar minimum untuk limit titik-titik rujuk.
      Bagi sediaan yang tidak ditangkap berlebih, strategi pengelolaan perikanan
      harus memastikan bahwa mortalitas penangkapan tidak melampaui hal yang
      setara dengan hasil maksimum lestari, dan bahwa biomassa tidak jatuh di
      bawah ambang yang telah ditetapkan. Terhadap sediaan yang ditangkap
      berlebih, biomassa yang menghasilkan hasil maksimum yang lestari dapat
      menjadi pembentuk kembali target.




                                                                                  40


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_agreement_for_the_implementation_of_th_21.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Pengertian shared fish stock. Tiga pola beruaya ikan berdasar unclos. Enclosed dipersyaratkan untuk kapal.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
Artikel Terkait (10)
FIND US ON FACEEBOOK