- Home »
- Undang-Undang »
- 1998 » Undang-Undang Pengesahan Convention On The Prohibition Of The Development, Production, Stockpiling And Use Of Chemical Weapons And On Their Destruction (konvensi (UU 6 thn 1998)
1998
Undang-Undang Pengesahan Convention On The Prohibition Of The Development, Production, Stockpiling And Use Of Chemical Weapons And On Their Destruction (konvensi (UU 6 thn 1998)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention On The Prohibition Of The Development, Production, Stockpiling And Use Of Chemical Weapons And On Their Destruction (konvensi :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_convention_on_the_prohibition_of_the_d_6.pdf
UU 6/1998, PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE
DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS
AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI TENTANG PELARANGAN
PENGEMBANGAN, PRODUKSI, PENIMBUNAN, DAN PENGGUNAAN SENJATA KIMIA
SERTA TENT
*10536 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)
NOMOR 6 TAHUN 1998 (6/1998)
TENTANG
PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE
DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF
CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION
(KONVENSI TENTANG PELARANGAN PENGEMBANGAN,
PRODUKSI, PENIMBUNAN, DAN PENGGUNAAN
SENJATA KIMIA SERTA TENTANG PEMUSNAHANNYA)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
kebijakan Pemerintah Negara Republik Indonesia mengenai
perlucutan senjata bertujuan untuk ikut melaksanakan
ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia, antara lain
dengan membebaskan dunia dari ancaman bencana yang dapat
ditimbulkan dari keberadaan dan penggunaan senjata pemusnah
massal, yaitu senjata nuklir, biologi, dan kimia.
b. bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka
Pemerintah Negara Republik Indonesia aktif mengambil bagian
dalam usaha yang dilakukan masyarakat internasional bagi
pelarangan menyeluruh senjata kimia, dan telah
menandatangani Convention on the Prohibition of the
Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical
Weapons and on their Destruction (Konvensi tentang
Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan
Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) di
Paris pada tanggal 13 Januari 1993;
c. bahwa Convention on the Prohibition of the Development,
Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on
their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan,
Produksi, Penimbunaan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta
tentang Pemusnahannya) memuat ketentuan-ketentuan, termasuk
sistem verifikasi, yang wajib diberlakukan dan diterapkan
oleh Negara Pihak dalam berbagai sektor, termasuk sektor
industri, khususnya subsektor industri kimia dan industri
farmasi;
d. bahwa dengan menjadi Pihak pada Convention on the
Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and
Use of Chemical Weapons and on their Destruction (Konvensi
tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan
Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya),
Indonesia dapat memperoleh manfaat dalam upaya mengembangkan
industri kimia dan industri farmasi nasional baik melalui
jaminan pertukaran informasi dan teknologi, maupun melalui
kerja sama internasional dalam perdagangan bahan-bahan kimia
demi pembangunan ekonomi nasional;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam huruf a, b, c,
dan d dipandaang perlu mengesahkan Convention on the
Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and
Use of Chemical Weapons and on their Destruction (Konvensi
tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan
*10537 Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya)
dengan Undang-undang.
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF
THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL
WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI TENTANG PELARANGAN
PENGEMBANGAN, PRODUKSI, PENIMBUNAN, DAN PENGGUNAAN SENJATA KIMIA
SERTA TENTANG PEMUSNAHANNYA).
Pasal 1
Mengesahkan Convention on the Prohibition of the Development,
Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their
Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi,
Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang
Pemusnahannya) yang salinan naskah asli beserta
lampiran-lampirannya dalam bahasa Inggeris, dan terjemahannya
dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHRUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1998
MENTERI NEGARA SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
*10538 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR
171
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1998
TENTANG
PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE
DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF
CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION
(KONVENSI TENTANG PELARANGAN PENGEMBANGAN,
PRODUKSI, PENIMBUNAN, DAN PENGGUNAAN
SENJATA KIMIA SERTA TENTANG PEMUSNAHANNYA)
I. UMUM
1. Upaya pelarangan senjata kimia telah dimulai sejak
lebih dari satu abad yang lalu. Tahun 1874 negara-negara
Eropa bersepakat mengeluarkan Brussels Declaration
(Deklarasi Brussel) yang melarang penggunaan racun dan
peluru beracun di dalam peperangan. Pada tahap berikutnya
berhasil ditandatangani satu deklarasi dalam The Hague
Conference (Konferensi Den Haag) tahun 1899 yang mengutuk
penggunaan proyektil tunggal yang merupakan difusi dari
gas-gas yang mengakibatkan sesak napas (asphyxiating) atau
merusak (deleterious).
2. Meskipun telah ada deklarasi-deklarasi tersebut,
senjata kimia tetap dipakai, bahkan dalam Perang Dunia I
telah mengakibatkan korban lebih dari seratus ribu orang
meninggal dan sekitar satu juta orang cidera. Keadaan
tersebut sangat memprihatinkan masyarakat internasional,
sehingga kemudian tercapai Protocol for the Prohibition of
the Use in War of Asphyxiating, Poisonous or Other Gases,
and of Bacteriological Methods of Warefare (Protokol
Pelarangan Penggunaan dalam Perang Gas Penyesak Pernapasan,
Gas Beracun atau Gas lainnya, dan tentang Metode Peperangan
dengan Mengunakan Bakteri), yang ditandatangani pada tanggal
17 Juni 1925, selanjutnya disebut protokol Jenewa tahun
1925. Protokol Jenewa melarang penggunaan dalam peperangan
gas-gas yang mengakibatkan sesak napas dan beracun, cairan,
benda atau peralatan sejenis, serta melarang juga penggunaan
bakteri dalam metode peperangan. Walaupun Protokol Jenewa
1925 melarang penggunaan senjata biologi dan senjata kimia,
tetapi tidak melarang pengembangan, produksi, penimbunan
atau penyebarannya, demikian juga tidak mengatur mekanisme
dan prosedur penanganan dalam hal terjadi pelanggaran.
3. Karena kelemahan-kelemahan Protokol Jenew 1925,
sekaligus karena mulai meningkatnya kesadaran terhadap
bahaya pemusnahan massal oleh senjata ini, maka masyarakat
internasional terus mengupayakan tercapainya pelarangan
*10539 total senjata kimia. Pada tahun 1948, Komisi Senjata
Konvensional PBB menetapkan senjata kimia dan senjata kuman
sebagai senjata pemusnah massal. Pada tahun 1966 disahkan
satu Resolusi Majelis Umum PBB sebagai Resolusi pertama yang
meminta agar diadaakan perundingan bagi pelarangan senjata
kimia dan senjata kuman. Pad tahun 1968 The Eighteen-nations
Committee on Disarmament (Komite Pelucutan senjata 18
Negara) mulai merundingkan cara-cara pelarangan senjata ini.
Keprihatinan masyarakat internasional pada waktu itu
terhadap bahaya senjata kimia juga tercermin dalam laporan
sekjen PBB tahun 1969 berjudul Chemical and Bacteriological
(Biological) Weapons and the Effect of their Possible Use
(Senjata Kimia dan Bakteri (Biologi) dan Dampak dari
Kemungkinan Penggunaannya).
4. Pada mulanya masalah senjata kimia dan senjata biologi
ditangani bersamaan dengan satu pendekatan di dalam Komite
Perlucutan Senjata 18 Negara tersebut. Akan tetapi, pada
tahun 1971 disepakati untuk memisahkannya, agar dapat
tercapai pelarangan senjata biologi terlebih dahulu
mengingat aspek militer senjata biologi dianggap lebih
berbahaya dibandingkan senjata kimia. Pada tahun 1972,
setelah diserahkan rancangan naskah oleh negara-negara Eropa
Timur di satu pihak dan Amerika Serikat di pihak lain,
berhasil disepakati Konvensi Pelarangan Pengembangan,
Produksi dan Penimbunan Senjata Bakteri (Biologi), Senjata
Beracun serta tentang Pemusnahannya, yang nama lengkapnya
Convention on the Prohobition of the Development, Production
and stockpiling of Bacteriological (Biological) and Toxin
weapons and on their destruction. Konvensi ini terbuka
penandatangannya pada tanggal 10 April 1972 dan mulai
berlaku pada tanggal 26 Maret 1975.
5. Tercapainya Konvensi Pelarangan Senjata Biologi
dipandang sebagai langkah pertama bagi kemungkinan
tercapainya pelarangan menyeluruh senjata kimia. Bersamaan
dengan meningkatnya keberhasilan industri kimia modern di
banyak negara, jumlah negara yang berpotensi memiliki
senjata kimiapun meningkat tajam. Pada tahun 1980 Konferensi
Perlucutan Senjata yang melaksanakan sidang-sidangnya di
Jenewa mulai merundingkan satu konvensi tentang pelarangan
senjata kimia. Meskipun demikian, kemajuan penyelesaian
konvensi tersebut baru tercapai dalam waktu satu dekade
kemudian, yaitu setelah tercapai kesepakatan-kesepakatan
prinsip mengenaai masalah-masalah sensitif yang menyangkut
verifikasi terhadap implementasi konvensi. Penyelesaian
konvensi tersebut juga didukung adanya kemajuan perundingan
bilateral antara dua negara adidaya, Uni Soviet dan Amerika
Serikat. Pada tahun 1989 kedua negara bahkan dapat mencapai
satu perjanjian bilateral bagi penghapusan sebagian besar
timbunan senjata kimia mereka.
6. Pada tanggal 3 September 1992 Konferensi Perlucutan
Senjata di Jenewa berhasil merampungkan negosiasinya dan
*10540 mengesahkan teks Convention on the Prohibition of the
Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical
Weapons and on their Destruction yang selanjutnya disebut
Konvensi Senjata Kimia (KSK). Pada Konferensi
Penandatanganan KSK yang diadakan pada tanggal 13 Januari
1993 di Paris. KSK ditandatangani oleh 130 negara, termasuk
Indonesia. Saat ini KSK telah ditandatangani oleh 169
negara.
7. Tercapainya KSK merupakan keberhasilan upaya
multilateral yaang belum pernah ada sebelumnya. Dengan KSK,
satu kategori senjata pemusnah massal (senjata kimia)
dihapus, dan penghapusan tersebut diawasi dengan sistem
verifikasi universal yang sangat ketat. Dengan adanya sistem
verifikasi bagi ketaatan terhadap ketentuan yang ada di
dalamnya, KSK merupakan tonggak baru bagi penyelesaian
masalah keamanan internasional, khususnya penyelesaian
masalah perlucutan senjata, yang berdasarkan kesepakatan
serta pengawasan pelaksanaannya mengikat secara
internasional.
II. ALASAN INDONESIA MENJADI NEGARA PIHAK KSK
Indonesia perlu menjadi Negara Pihak dalam KSK dengan
alasan-alasan sebagai berikut :
1. sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan
manusia pada keluhuran harkat dan martabatnya, Indonesia
telah turut aktif dalam upaya memelihara ketertiban dan
keamanan internasional dalam rangka mewujudkan perdamaian
dunia, khususnya dalam perundingan selama dua belas tahun
(1980-1992) hingga tercapainya KSK ;
2. sebagai Negara Pihak, Indonesia dapat lebih
meningkatkan citra yang telah tercipta selama ini, baik di
tingkat regional maupun global ;
3. sebagai negara Pihak, Indonesia dapat memperoleh
manfaat dalam upaya mengembangkan industri kimia nasional
baik melalui kerja sama internasional dalam perdagangan
bahan-bahan kimia demi pembangunan ekonomi nasional.
III. POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDORONG LAHIRNYA KONVENSI
Pokok-pokok pikiran yang mendorong bangsa-bangsa di dunia
menyusun KSK adalah sebagai berikut :
1. tekad untuk mewujudkan tercapainya perlucutan senjata
yang bersifat umum dan menyeluruh dibawah pengawasan
internasional yang ketat dan efektif, termasuk pelarangan
dan penghapusan semua senjata pemusnah massal ;
2. keinginan untuk memberikan sumbangan bagi terwujudnya
tujuan dan prinsip-prinsip Piagan Perserikatan
Bangsa-Bangsa, serta untuk menegaskan kembali komitmen
terhadap Protocol for the Prohibition of the Use in War of
Asphyxiating, Poisonous or Other Gases, and of
Bacteriological Methods of Warfare (protokol Pelarangan
Penggunaan dalam Perang Gas Penyesak Pernapasan, Gas Beracun
atau Gas Lainnya, dan tentang Metode Peperangan *10541
dengan Menggunakan Bakteri) tahun 1925 dan Convention on the
Probition of the Development, Production and stockpiling of
Bacteriological (Biological) and Toxin Weapon and on their
Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan,
Produksi, dan Penimbunan senjata-senjata Bakteri (Biologi)
dan Senjata Beracun dan tentang Pemusnahannya) tahun 1972 ;
3. tekad untuk menutup kemungkinan digunakannya senjata
kimia melalui ketentuan-ketentuan baru untuk melengkapi
kewajiban-kewajiban yang diatur oleh Protokol Jenewa tahun
1925 ;
4. keyakinan bahwa kemajuan di bidang kimia harus
digunakan semata-mata untuk kesejahteraan umat manusia dan
meningkatkan perdagangan bahan-bahan kimia secara bebas,
serta kerja sama pertukaran informasi ilmiah dam tehnik di
bidang kegiatan kimia bagi tujuan-tujuan damai guna
meningkatkan pembangunan ekonomi dan teknologi di seluruh
dunia ;
5. keyakinan bahwa pelarangan yang menyeluruh dan efektif
mengenai pengembangan, produksi, pengadaan, penimbunan,
penyimpanan, pemindahan, dan penggunaan senjata kimia, serta
tentang pemusnahannya merupakan langkah yang penting kearah
tercapainya tujuan bersama di atas.
IV. POKOK-POKOK ISI KONVENSI
1. Konvensi Senjata Kimia terdiri dari Pembukaan, 24
pasal, dan 3 buah lampiran, masing-masing adalah : Lampiran
tentang Bahan-Bahan Kimia ; Lampiran tentang Implementasi
dan Verifikasi ; dan Lampiran tentang Perlindungan Informasi
Rahasia, yang keseluruhannya merupakan bagian tak
terpisahkan. Secara umum KSK memuat ketentuan mengenai :
a. pelarangan total pengembangan, pembuatan,
penimbunan, transfer, dan penggunaan senjata kimia beserta
fasilitas produksinya. Dengan ketentuan dalam KSK ini,
timbunan yang ada di Negara Pihak dimana pun diatur
penghancurannya. Demikian pula upaya memproduksi dan
memindahkan senjata ini ke mana pun juga dilarang ;
b. pemeriksanaan di tempat (on-site inspection under
verification) oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia
(Organization for Prohibition of Chemical Weapons/OPCW) yang
bermarkas besar di Den Haag, Belanda, terhadap pemusnahan
senjata kimia dan fasilitas produksinya;
c. pemeriksaan (inspeksi-verifikasi) terhadap
industri kimia komersial yang oleh KSK digolongkan mampu
memproduksi senjata kimia karena memproduksi, memproses atau
mengkonsumsi bahan-bahan kimia tertentu seperti terdapat
dalam daftar (schedule) yang bila disalahgunakan dapat
memproduksi senjata tersebut.
*10542 2. Kewajiban Umum
Kewajiban umum yang terdapat dalam Pasal I KSK meliputi
pelarangan pengembangan, produksi, pemilikan, penguasaan,
penimbunan, transfer, dan penggunaan senjata kimia. Pasal
ini mensyaratkan setiap Negara Pihak untuk memusnahkan
senjata kimia dan fasilitas produksi senjata kimia yang
mungkin dimilikinya, baik dalam wilayah yurisdiksi dan
pengawasannya, maupun di wilayah negara lain. Negara-negara
Pihak tidak diperkenankan terlibat dalam persiapan-persiapan
militer dengan menggunakan senjata kimia; membantu atau
mendorong negara lain terlibat dalam kegiatan tersebut dan
menggunakan bahan-bahan kimia bagi pengendalian huru-hara
sebagai metode peperangan.
3. Pengertian dan Kriteria
Pengertian dan kriteria senjata kimia seperti
disebutkan dalam Pasal II KSK meliputi semua bahan kimia
beracun (toxic) dan komponen dasarnya (precursor) yang
diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan selain yang tidak
dilarang oleh Konvensi, yang mencakup penggunaan untuk
maksud-maksud damai, perlindungan terhadap bahan-bahan kimia
beracun, tujuan-tujuan militer yang tidak melibatkan
bahan-bahan kimia beracun sebagai suatu metode peperangan,
dan penegakan hukum. Definisi senjata kimia juga meliputi
munisi dan perlengkapan yang didesain khusus untuk
melepaskan bahan-bahan kimia beracun tersebut, serta
peralatan apa pun yang didesain secara khusus untuk
maksud-maksud tersebut.
4. Deklarasi
Berdasarkan Pasal III KSK, selambat-lambatnya 30 hari
setelah KSK berlaku bagi suatu Negara Pihak, negara tersebut
berkewajiban mendeklarasikan kepada OPCW hal-hal sebagai
berikut : senjata kimia dana fasialiatas produksi senjata
kimia yang dimilikinya, dengan menunjukkan lokasi dan
jumlahnya, serta dengan memberikan gambaran umum tentang
rencana pemusnahannya. Negara tersebut juga diwajibkan
mendeklarasikan bahan-bahan kimia yang dimilikinya untuk
pengendalian huru-hara.
5. Senjata Kimia dan Fasilitas Produksi Senjata Kimia
Pasal IV dan Pasal V KSK bersama Lampiran tentang
Implementasi dan Verifikasi memuat ketentuan-ketentuan
terinci mengenai pemusnahan senjata kimia dan fasilitas
produksi senjata kimia, termasuk verifikasi tentang
permusnahan tersebut. Pemusnahan senjata kimia dan fasilitas
produksi senjata kimia harus diselesaikan dalam waktu
sepuluh tahun.
Dalam kasus-kasus tertentu, batas akhir pemusnahan
senjata kimia dapat diperpanjang lima tahun lagi, dan
fasilitas produksi senjata kimia dapat dikonversikan menjadi
fasilitas untuk tujuan-tujuan damai, dengan cara-cara
sedemikian rupa untuk memastikan bahwa fasilitas tersebut
tidak akan dikonversikan kembali untuk kegiatan-kegiatan
yang dilarang. Setiap Negara Pihak diharuskan pula membiayai
verifikasi internasional dalam pemusnahan senjata kimia dan
fasilitas produksi senjata kimia mereka, kecuali ditentukan
lain oleh Dewan Eksekutif, yang menjadi pelaksana OPCW.
6. Kegiatan-kegiatan yang tidak dilarang menurut KSK
Pasal VI KSK beserta Lampiran tentang Implementasi dan
Verifikasi merinci rezim yang komprehensif bagi kegiatan
pengawasan industri kimia yang dilakukan OPCW melalui
deklarasi-deklarasi dan pemeriksanaan di tempat (on-site
inspection) secara rutin. Negara Pihak wajib membuat
deklarasi bahan-bahan kimia yang disebut dalam ketiga
daftar, dan fasilitas-fasilitas yang dilibatkan dalam semua
kegiatan baik yang menyangkut bahan-bahan kimia tersebut
maupun bahan-bahan kimia organik yang tidak termasuk dalam
daftar seperti yang disebut dalam KSK. Bahan kimia dalam
ketiga daftar tersebut akan diinspeksi dengan cara yang
berbeda-beda, bergantung pada tiangkat ancaman yang dapat
ditimbulkannya terhadap maksud dan tujuan KSK. Verifikasi
fasilitas-fasilitas laian yang menghasilkan bahan-bahan
kimia organik yang tidak termuat dalam daftar akan dimulai
pada tahun ke-4 setelah berlakunya KSK, kecuali Konferensi
Negara Pihak menentukan lain pada Sidang Reguler Ketiga.
Prosedur-prosedur Deklarasi dan Inspeksi tersebut diterapkan
pada fasilitas-fasilitas industri kimia jika jumlah
bahan-bahan kimia yang ditangani oleh fasilitas-fasilitas
tersebut melampaui ambang batas yang ditentukan bagi setiap
daftar seperti disebut dalam KSK.
7. Langkah-langkah Implementasi Nasional
Sesuai dengan Pasal VII KSK, Negara Pihak wajib
mengambil lanagkah-langkah dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan yang relevan untuk menjamin implementasi
KSK di tingkat nasional. Negara Pihak juga diminta untuk
membentuk dan menunjuk "Otorita Nasional", yang akan
berfungsi sebagai pusat penghubung (focal point for liaison)
dengan OPCW.
8. Organisasi
Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (Organisation for
Prohibition of Chemical Weapons) dibentuk berdasarkan Pasal
VIII KSK. Konferensi negara-negara Pihak dalah lembaga
pembuat keputusan tertinggi, yang bertemu setiap tahun dan
mengadakan sidang istimewa bila perlu. Dewan Eksekutif, yang
beranggotakana 41 negara pihak yang mewakili 5 kelompok
regional secara bergiliran, mengawasi kegiatan OPCW dan
bertanggung jawab kepada Konferensi Negara-negara Pihak.
Sekretariat Teknis, yang diketuai oleh seorang Direktur
Jenderal, menjalankan tugas-tugas praktis organisasi.
Komponen utama Sekretariat Teknis adalah para inspektur yang
menjalankan kegiatana verifikasi berdasarkan KSK.
9. Konsultasi, Kerja Sama, dan Pencarian Fakta.
*10543
Pasal IX KSK beserta Lamapiran tentang Implementasi dan
Verifikasi mengatur masalah inspeksi paksaan berdasarkan
Pemberitahuan mendadak (short-notice challenge inspections)
yang dilakukan oleh OPCW terhadap setiap fasilitas atau
lokasi yang terletak di wilayah atau tempat-tempat lain di
bawah yurisdiksi atau pengawasan suatu Negara Pihak, yang
bertujuan untuk memberikan kejelasan mengenai fakta tentang
kemungkinan adanya ketidaktaatan (non compliance) dan
menyelesaikan setiap masalah. Negara Pihak yang diinspeksi
dapat memanfaatkan teknik-teknik akses terbatas berdasarkan
kesepakatan (managed access) untuk melindungi
instalasi-instalasi sensitif dan informasi-informasi yang
tidak ada kaitannya dengan KSK. Pasal ini memuat pula
ketentuan-ketentuan tentang konsultasi dan klarifikasi.
10. Bantuan dan Perlindungan terhadap Ancaman Senjata
Kimia.
Berdasarkan Pasal X KSK, Negara Pihak yang menghadapi
ancaman atau serangan yang melibatkan senjata kimia dapat
memperoleh bantuan, termasuk peralatan pertahanan, seperti
alat-alat sensor, pakaian pelindung, peralatan dekontaminasi
dan penawar, serta saran-saran mengenai langkah-langkah
defensif terhadap serangan senjata kimia. Negara-negara
Pihak diwajibkan memberikan bantuan dengan memilih satu atau
lebih langkah-langkah berikut : sumbangan kepada Dana
Sukareala yang dibentuk oleh Konferensi Negara-negara Pihak;
membuat persetujuan dengan OPCW untuk memperoleh bantuan;
dan deklarasi mengenai jenis-jenis bantuan yang harus
diberikan dalam keadaan darurat.
11. Pembangunan Ekonomi dan Teknologi.
Pasal XI KSK menjamin pertukaran secara luas dari
bahan-bahan kimia, peralatan, informasi ilmiah dan teknis
yang berkaitan dengan pengembangan dan penerapan proses
kimiawi untuk tujuan-tujuan yang tidak dilarang oleh KSK di
antara sesama Negara Pihak. Negara Pihak juga sepakat untuk
menyesuaikan peraturan nasionalnya di bidang perdagangan
bahan kimia dengan tujuan dan maksud dari KSK.
12. Langkah untuk Memulihkan Keadaaan dan Menjamin
Ketaatan, termasuk Sanksi.
Pasal XII KSK mengatur sejumlah hukuman, termasuk
sanksi, dalam hal suatu Negara Pihak tidak dapat mengambil
tindakan pemulihan yang berkenaan dengan ketaatan kepada
KSK. Kasus-kasus yang cukup berat dapat diserahkan kepada
Dewan Keamanan untuk diambil tindakan lebih lanjut, termasuk
yang bersifata memaksa, sesuai dengan Piagam PBB.
13. Pasal XIII sampai dengan Pasal XXIV KSK mengatur
hubungan Konverensi ini dengan perjanjian internasional
lain, *10544 penyelesaian sengketa, amandemen, masa
berlaku dan penarikan diri, status lampiran, penandatangan,
mulai berlakunya KSK, pensyaratan, penyimpanan, dan
naskah-naskah otentik. KSK tidak memungkinkan adanaya
pensyaratan (reservation), kecuali terhadap lamapiran
sepanjang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan KSK.
14. Lampiran tentang Bahan Kimia memuat tiga daftar bahan
kimia yang dibedakan menurut tingkat kegiatan verifikasi dan
pedoman bagi ketiga daftar tersebut.
15. Lampiran tentang Implementasi dan Verifikasi memuat 11
bagian tentang verifikasi tertentu dan prosedur-prosedur
lain yang dimaksudkan untuk pemusnahan senjata kimia dan
fasilitas produksi senjata kimia, inspeksi-inspeksi rutin
terhadap industri, inspeksi paksaan, dan langkah-langkah
tertentu bagi penyelidikan terhadap kasus-kasus yang
dicurigai menggunakan senjata kimia. Lampiran ini juga
memuat ketentuan-ketentuan khusus yang mengatur perdagangan
bahan-bahan kimia yang termasuk dalam daftar dengan
negara-negara yang bukan pihak KSK.
16. Lampiran tentang Perlindungan terhadap Informasi
Rahasia berisi prinsip-prinsip umum bagi penanganan
informasi rahasia, penempatan dan pengaturan personil dalam
Sekretariat Teknis OPCW, langkah-langkah untuk menjamin
kerahasiaan informasi dan instalasi sensitif selama inspeksi
berlangsung, serta prosedur-prosedur dalam hal bocornya
kerahasiaan.
V. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Yang disahkan dengan Undang-undang ini adalah
Convention on the Prohibition of the Development,
Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on
their Destruction sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
Untuk kepentingan pemasyarakatannya, salinan naskah
asli beserta lampirananya dalam bahasa Inggeris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, dan apabila terjadi perbedaan pengertian terhadap
terjemahan dalam bahasa Indonesia maka dipergunakan salinan
naskah aslinya dalam bahasa Inggeris.
Pasal 2
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3786.
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_convention_on_the_prohibition_of_the_d_6.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






