Previous
Next

2006

Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU 23 thn 2006)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan :
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

                       NOMOR 23 TAHUN 2006

                               TENTANG

                    ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

               DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
               Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
               Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban
               memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap
               penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap
               Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami
               oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di
               luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
             b. bahwa untuk memberikan perlindungan, pengakuan,
                penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa
                Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh
                Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang
                berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
                perlu   dilakukan     pengaturan    tentang   Administrasi
                Kependudukan;
             c. bahwa pengaturan tentang Administrasi Kependudukan
                hanya dapat terlaksana apabila didukung oleh pelayanan
                yang profesional dan peningkatan kesadaran penduduk,
                termasuk Warga Negara Indonesia yang berada di luar
                negeri;
             d. bahwa     peraturan    perundang-undangan      mengenai
                Administrasi Kependudukan yang ada tidak sesuai lagi
                dengan tuntutan pelayanan Administrasi Kependudukan
                yang tertib dan tidak diskriminatif sehingga diperlukan
                pengaturan secara menyeluruh untuk menjadi pegangan
                bagi semua penyelenggara negara yang berhubungan dengan
                kependudukan;
             e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
                membentuk     undang-undang    tentang   Administrasi
                Kependudukan;




                                                           Mengingat : . . .
                                     -2-

Mengingat   : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4), Pasal
                 26, Pasal 28 B ayat (1), Pasal 28 D ayat (4), Pasal 28 E ayat
                 (1) dan ayat (2), Pasal 28 I, Pasal 29 ayat (1), Pasal 34 ayat (1)
                 dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
                 Indonesia Tahun 1945;
             2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
                (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,
                Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
                3019);
             3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi
                Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
                Wanita (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984
                Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
                Nomor 32);
             4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
                (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33,
                Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
                3474);
             5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan
                International Convention On The Elimination Of All Forms Of
                Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang
                Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965)
                (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 83,
                Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
                3852);
             6. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan
                Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik
                Indonesia Nomor 3882);
             7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
                Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
                Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
                Nomor 3886);
             8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
                Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
                Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
                Nomor 4235);




                                                          9. Undang-Undang . . .
                               -3-

           9. Undang-Undang      Nomor    32   Tahun   2004    tentang
              Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
              Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
              Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
              dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
              Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
              Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang
              Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
              Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
              Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
              Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
          10. Undang-Undang    Nomor     12   Tahun    2006   tentang
              Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara
              Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan
              Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634);


                          Dengan Persetujuan Bersama
               DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                                      dan

                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                             MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.

                                     BAB I
                              KETENTUAN UMUM

                                     Pasal 1

           Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

           1. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan
              penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan
              Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk,
              Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi
              Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk
              pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.



                                                       2. Penduduk . . .
                     -4-

 2. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing
    yang bertempat tinggal di Indonesia.
 3. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
    Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
    dengan undang-undang sebagai Warga Negara Indonesia.
 4. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.
 5. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam
    urusan pemerintahan dalam negeri.
 6. Penyelenggara adalah Pemerintah, pemerintah provinsi dan
    pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan
    berwenang dalam urusan Administrasi Kependudukan.
 7. Instansi  Pelaksana  adalah    perangkat  pemerintah
    kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang
    melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi
    Kependudukan.
 8. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang
    diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai
    kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan
    dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
 9. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau
    data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan
    Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
10. Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata Penduduk,
    pencatatan atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan
    pendataan Penduduk rentan Administrasi Kependudukan
    serta penerbitan Dokumen Kependudukan berupa kartu
    identitas atau surat keterangan kependudukan.
11. Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami
    Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat
    terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu
    Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan
    lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta
    status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.
12. Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK,
    adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau
    khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar
    sebagai Penduduk Indonesia.
13. Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah kartu
    identitas keluarga yang memuat data tentang nama,
    susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas
    anggota keluarga.


                                                 14. Kartu . . .
                      -5-

14. Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah
    identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan
    oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah
    Negara Kesatuan Republik Indonesia.
15. Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang
    dialami oleh seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada
    Instansi Pelaksana.
16. Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan
    pencatatan Peristiwa Penting yang dialami seseorang pada
    Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan
    ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
17. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh
    seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati,
    perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak,
    pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status
    kewarganegaraan.
18. Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang diberikan
    kepada Orang Asing untuk tinggal di wilayah Negara
    Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang
    terbatas sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
    undangan.
19. Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan kepada
    Orang Asing untuk tinggal menetap di wilayah Negara
    Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
    Peraturan Perundang-undangan.
20. Petugas Registrasi adalah pegawai negeri sipil yang diberi
    tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan pelaporan
    Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting serta
    pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan di
    desa/kelurahan.
21. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, selanjutnya
    disingkat SIAK, adalah sistem informasi yang memanfaatkan
    teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi
    pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat
    Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sebagai satu
    kesatuan.
22. Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang
    disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi
    kerahasiaannya.



                                                 23. Kantor . . .
                      -6-

23. Kantor Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat
    KUAKec, adalah satuan kerja yang melaksanakan
    pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada tingkat
    kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam.
24. Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana, selanjutnya
    disingkat UPTD Instansi Pelaksana, adalah satuan kerja di
    tingkat   kecamatan     yang    melaksanakan     pelayanan
    Pencatatan Sipil dengan kewenangan menerbitkan akta.

                               BAB II
             HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK

                          Pasal 2

   Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh:
   a. Dokumen Kependudukan;
   b. pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan
      Pencatatan Sipil;
   c. perlindungan atas Data Pribadi;
   d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;
   e. informasi mengenai data hasil Pendaftaran Penduduk dan
      Pencatatan Sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan
   f. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat
      kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
      Sipil serta penyalahgunaan Data Pribadi oleh Instansi
      Pelaksana.

                     Pasal 3

   Setiap Penduduk wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan
   dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi
   Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan
   dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

                     Pasal 4

   Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Republik
   Indonesia wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan
   Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana
   Pencatatan Sipil negara setempat dan/atau kepada
   Perwakilan Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan
   yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan
   Pencatatan Sipil.



                                                    BAB III . . .
                    -7-

                   BAB III
KEWENANGAN PENYELENGGARA DAN INSTANSI PELAKSANA

                Bagian Kesatu
                Penyelenggara

                  Paragraf 1
                 Pemerintah

                   Pasal 5

Pemerintah      berkewajiban     dan     bertanggung    jawab
menyelenggarakan      Administrasi    Kependudukan     secara
nasional, yang dilakukan oleh Menteri dengan kewenangan
meliputi:
a. koordinasi antarinstansi dalam urusan Administrasi
   Kependudukan;
b. penetapan sistem, pedoman, dan standar pelaksanaan
   Administrasi Kependudukan;
c. sosialisasi Administrasi Kependudukan;
d. pemberian     bimbingan,     supervisi,    dan   konsultasi
   pelaksanaan urusan Administrasi Kependudukan;
e. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala
   nasional; dan
f. pencetakan, penerbitan, dan distribusi blangko Dokumen
   Kependudukan.

                  Paragraf 2
             Pemerintah Provinsi

                   Pasal 6

Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab
menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang
dilakukan oleh gubernur dengan kewenangan meliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan
   Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
c. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi
   Kependudukan;



                                            d. pengelolaan . . .
                    -8-

d. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala
   provinsi; dan
e. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi
   Kependudukan.

                  Paragraf 3
         Pemerintah Kabupaten/Kota

                   Pasal 7

(1) Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung
    jawab     menyelenggarakan     urusan      Administrasi
    Kependudukan, yang dilakukan oleh bupati/walikota
    dengan kewenangan meliputi:
    a. koordinasi         penyelenggaraan        Administrasi
       Kependudukan;
    b. pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan
       fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan;
    c. pengaturan     teknis  penyelenggaraan    Administrasi
       Kependudukan sesuai dengan ketentuan Peraturan
       Perundang-undangan;
    d. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi
       Kependudukan;
    e. pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang
       Administrasi Kependudukan;
    f. penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan
       sebagian     urusan     Administrasi    Kependudukan
       berdasarkan asas tugas pembantuan;
    g. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala
       kabupaten/kota; dan
    h. koordinasi     pengawasan      atas    penyelenggaraan
       Administrasi Kependudukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Provinsi
    Daerah Khusus Ibukota Jakarta dilaksanakan oleh
    Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.




                                            Bagian Kedua . . .
                     -9-

                 Bagian Kedua
               Instansi Pelaksana

                    Pasal 8

(1)   Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi
      Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi:
      a. mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat
         Peristiwa Penting;
      b. memberikan pelayanan yang sama dan profesional
         kepada setiap Penduduk atas pelaporan Peristiwa
         Kependudukan dan Peristiwa Penting;
      c. menerbitkan Dokumen Kependudukan;
      d. mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan
         Pencatatan Sipil;
      e. menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas
         Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan
      f. melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi
         yang disampaikan oleh Penduduk dalam pelayanan
         Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
(2)   Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
      untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi
      Penduduk yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
      dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUAKec.
(3)   Pelayanan Pencatatan Sipil pada tingkat kecamatan
      dilakukan oleh UPTD Instansi Pelaksana dengan
      kewenangan menerbitkan Akta Pencatatan Sipil.
(4)   Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
      persyaratan dan tata cara Pencatatan Peristiwa Penting
      bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai
      agama menurut peraturan perundang-undangan atau bagi
      penghayat kepercayaan berpedoman pada peraturan
      perundang-undangan.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai UPTD Instansi Pelaksana
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan prioritas
      pembentukannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.




                                                  Pasal 9 . . .




                    - 10 -
                     Pasal 9

(1)   Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi
      Kependudukan dengan kewenangan yang meliputi:
      a. memperoleh keterangan dan data yang benar tentang
         Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang
         dilaporkan Penduduk;
      b. memperoleh data mengenai Peristiwa Penting yang
         dialami Penduduk atas dasar putusan atau penetapan
         pengadilan;
      c. memberikan    keterangan    atas   laporan   Peristiwa
         Kependudukan     dan     Peristiwa   Penting    untuk
         kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian
         kepada lembaga peradilan; dan
      d. mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil
         Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil untuk
         kepentingan pembangunan.
(2)   Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
      dan huruf b berlaku juga bagi KUAKec, khususnya untuk
      pencatatan, nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi Penduduk
      yang beragama Islam.
(3)   Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Instansi Pelaksana mempunyai kewenangan untuk
      mendapatkan data hasil pencatatan peristiwa perkawinan,
      perceraian, dan rujuk bagi Penduduk yang beragama Islam
      dari KUAKec.

                    Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal
8, dan Pasal 9 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

                    Pasal 11

(1)   Pejabat   Pencatatan     Sipil  mempunyai      kewenangan
      melakukan     verifikasi   kebenaran     data,  melakukan
      pembuktian pencatatan atas nama jabatannya, mencatat
      data dalam register akta Pencatatan Sipil, menerbitkan
      kutipan akta Pencatatan Sipil, dan membuat catatan
      pinggir pada akta-akta Pencatatan Sipil.




                                              (2) Ketentuan . . .




                     - 11 -
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengangkatan
      dan pemberhentian serta tugas pokok Pejabat Pencatatan
      Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
      Peraturan Menteri.

                     Pasal 12

(1)   Petugas Registrasi membantu kepala desa atau lurah dan
      Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan
      Pencatatan Sipil.
(2)   Petugas Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota dari
      pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengangkatan
      dan pemberhentian serta tugas pokok Petugas Registrasi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
      Peraturan Menteri.

                     BAB IV
           PENDAFTARAN PENDUDUK

                  Bagian Kesatu
          Nomor Induk Kependudukan

                    Pasal 13

(1)   Setiap Penduduk wajib memiliki NIK.
(2)   NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur
      hidup dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan
      diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada setiap
      Penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata.
(3)   NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan
      dalam setiap Dokumen Kependudukan dan dijadikan dasar
      penerbitan paspor, surat izin mengemudi, nomor pokok
      wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan
      penerbitan dokumen identitas lainnya.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara
      dan ruang lingkup penerbitan dokumen identitas lainnya,
      serta pencantuman NIK diatur dengan Peraturan
      Pemerintah.



                                               Bagian Kedua . . .




                     - 12 -
                 Bagian Kedua
      Pendaftaran Peristiwa Kependudukan

                   Paragraf 1
               Perubahan Alamat

                   Pasal 14

(1)   Dalam hal terjadi perubahan alamat Penduduk, Instansi
      Pelaksana wajib menyelenggarakan penerbitan perubahan
      dokumen Pendaftaran Penduduk.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
      cara penerbitan perubahan dokumen Pendaftaran
      Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      dalam Peraturan Menteri.

                   Paragraf 2
Pindah Datang Penduduk dalam Wilayah Indonesia

                   Pasal 15

(1)   Penduduk Warga Negara Indonesia yang pindah dalam
      wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
      melapor kepada Instansi Pelaksana di daerah asal untuk
      mendapatkan Surat Keterangan Pindah.
(2)   Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
      berdomisilinya Penduduk di alamat yang baru untuk
      waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau berdasarkan
      kebutuhan yang bersangkutan untuk waktu yang kurang
      dari 1 (satu) tahun.
(3)   Berdasarkan Surat Keterangan Pindah sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) Penduduk yang bersangkutan
      wajib melapor kepada Instansi Pelaksana di daerah tujuan
      untuk penerbitan Surat Keterangan Pindah Datang.
(4)   Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3) digunakan sebagai dasar perubahan atau
      penerbitan   KK   dan   KTP   bagi   Penduduk   yang
      bersangkutan.




                                                  Pasal 16 . . .




                  - 13 -
                  Pasal 16

Instansi Pelaksana wajib menyelenggarakan pendaftaran
pindah datang Penduduk Warga Negara Indonesia yang
bertransmigrasi.

                  Pasal 17

(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Orang
    Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang pindah dalam
    wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
    melaporkan rencana kepindahannya kepada Instansi
    Pelaksana di daerah asal.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat
    Keterangan Pindah Datang.
(3) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    melaporkan kedatangan kepada Instansi Pelaksana di
    daerah tujuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
    diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang.
(4) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) digunakan sebagai dasar perubahan dan
    penerbitan KK, KTP, atau Surat Keterangan Tempat Tinggal
    bagi Orang Asing yang bersangkutan.

                  Paragraf 3
         Pindah Datang Antarnegara

                  Pasal 18

(1) Penduduk Warga Negara Indonesia yang pindah ke luar
    negeri wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada
    Instansi Pelaksana.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat
    Keterangan Pindah ke Luar Negeri.
(3) Penduduk Warga Negara Indonesia yang telah pindah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berstatus
    menetap di luar negeri wajib melaporkan kepada
    Perwakilan Republik Indonesia    paling lambat 30 (tiga
    puluh) hari sejak kedatangannya.




                                                Pasal 19 . . .




                   - 14 -
                    Pasal 19

(1) Warga Negara Indonesia yang datang dari luar negeri wajib
    melaporkan kedatangannya kepada Instansi Pelaksana
    paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal
    kedatangan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat
    Keterangan Datang dari Luar Negeri sebagai dasar
    penerbitan KK dan KTP.

                     Pasal 20

(1)   Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang
      datang dari luar negeri dan Orang Asing yang memiliki izin
      lainnya yang telah berubah status sebagai pemegang Izin
      Tinggal Terbatas yang berencana bertempat tinggal di
      wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
      melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14
      (empat belas) hari sejak diterbitkan Izin Tinggal Terbatas.
(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat
      Keterangan Tempat Tinggal.
(3)   Masa berlaku Surat Keterangan         Tempat   Tinggal
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan
      masa berlaku Izin Tinggal Terbatas.
(4)   Surat Keterangan Tempat Tinggal sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) wajib dibawa pada saat berpergian.

                     Pasal 21

(1)   Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang telah
      berubah status menjadi Orang Asing yang memiliki Izin
      Tinggal Tetap wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana
      paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterbitkan Izin
      Tinggal Tetap.
(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan KK dan
      KTP.




                                                    Pasal 22 . . .




                     - 15 -
                    Pasal 22

(1)   Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau
      Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang akan
      pindah ke luar negeri wajib melaporkan kepada Instansi
      Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
      rencana kepindahannya.
(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Instansi Pelaksana melakukan pendaftaran.

                    Pasal 23

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pendaftaran Peristiwa Kependudukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal
20, Pasal 21, dan Pasal 22 diatur dalam Peraturan Presiden.

                   Paragraf 4
            Penduduk Pelintas Batas

                    Pasal 24

(1)   Penduduk Warga Negara Indonesia yang tinggal di
      perbatasan antarnegara yang bermaksud melintas batas
      negara diberi buku pas lintas batas oleh instansi yang
      berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
      undangan.
(2)   Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah
      memperoleh buku pas lintas batas wajib didaftar oleh
      Instansi Pelaksana.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
      pendaftaran bagi Penduduk sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

                  Bagian Ketiga
Pendataan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan

                    Pasal 25

(1)   Instansi Pelaksana wajib melakukan pendataan Penduduk
      rentan Administrasi Kependudukan yang meliputi:




                                               a. penduduk . . .




                     - 16 -
      a.   penduduk korban bencana alam;
      b.   penduduk korban bencana sosial;
      c.   orang terlantar; dan
      d.   komunitas terpencil.
(2)   Pendataan Penduduk rentan Administrasi Kependudukan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
      dapat dilakukan di tempat sementara.
(3)   Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Keterangan
      Kependudukan untuk Penduduk rentan Administrasi
      Kependudukan.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
      pendataan Penduduk rentan diatur dalam Peraturan
      Presiden.

                   Bagian Keempat
Pelaporan Penduduk yang Tidak Mampu Mendaftarkan Sendiri

                       Pasal 26

(1)   Penduduk yang tidak mampu melaksanakan sendiri
      pelaporan terhadap Peristiwa Kependudukan yang
      menyangkut dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi
      Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.

                        BAB V
                  PENCATATAN SIPIL

                    Bagian Kesatu
                 Pencatatan Kelahiran

                      Paragraf 1
           Pencatatan Kelahiran di Indonesia
                       Pasal 27

(1)   Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada
      Instansi Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran
      paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.




                                               (2) Berdasarkan . . .
                     - 17 -


(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta
      Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

                    Pasal 28

(1)   Pencatatan kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan
      penerbitan Kutipan Akta Kelahiran terhadap peristiwa
      kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya
      atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan
      orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara
      Pemeriksaan dari kepolisian.
(2)   Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) diterbitkan oleh Pejabat Pencatatan Sipil dan disimpan
      oleh Instansi Pelaksana.

                   Paragraf 2
Pencatatan Kelahiran di luar Wilayah Republik Indonesia

                    Pasal 29

(1)   Kelahiran Warga Negara Indonesia di luar wilayah Republik
      Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang
      di negara setempat dan dilaporkan kepada Perwakilan
      Republik Indonesia.
(2)   Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) tidak menyelenggarakan pencatatan kelahiran bagi
      orang asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan
      Republik Indonesia setempat.
(3)   Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) mencatat peristiwa kelahiran dalam Register
      Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
(4)   Pencatatan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling
      lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Warga Negara Indonesia
      yang bersangkutan kembali ke Indonesia.




                                                  Paragraf 3 . . .
                     - 18 -

                    Paragraf 3
Pencatatan Kelahiran di atas Kapal Laut atau Pesawat Terbang

                    Pasal 30

(1)   Kelahiran Warga Negara Indonesia di atas kapal laut atau
      pesawat terbang wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada
      Instansi Pelaksana di tempat tujuan atau tempat singgah
      berdasarkan keterangan kelahiran dari nakhoda kapal laut
      atau kapten pesawat terbang.
(2)   Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di wilayah
      Republik Indonesia, kelahiran dilaporkan kepada Instansi
      Pelaksana setempat untuk dicatat dalam Register Akta
      Kelahiran dan diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
(3)   Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di luar
      wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kelahiran
      dilaporkan kepada negara tempat tujuan atau tempat
      singgah.
(4)   Apabila negara tempat tujuan atau tempat singgah
      sebagaimana     dimaksud    pada    ayat    (3)   tidak
      menyelenggarakan pencatatan kelahiran bagi orang asing,
      pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia
      setempat.
(5)   Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
      pada ayat (4) mencatat peristiwa kelahiran dalam Register
      Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
(6)   Pencatatan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      dan ayat (4) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada
      Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
      Warga Negara Indonesia yang bersangkutan kembali ke
      Indonesia.

                    Pasal 31

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,
Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dalam Peraturan
Presiden.




                                                  Paragraf 4 . . .
                     - 19 -

                    Paragraf 4
Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu

                     Pasal 32

(1)   Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh)
      hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran,
      pencatatan     dilaksanakan      setelah    mendapatkan
      persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
(2)   Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu)
      tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
      berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
      pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.

                  Bagian Kedua
              Pencatatan Lahir Mati

                    Pasal 33

(1)   Setiap lahir mati wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada
      Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
      lahir mati.
(2)   Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      menerbitkan Surat Keterangan Lahir Mati.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
      pencatatan lahir mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.

                  Bagian Ketiga
             Pencatatan Perkawinan
                    Paragraf 1
       Pencatatan Perkawinan di Indonesia
                     Pasal 34

(1)   Perkawinan yang sah menurut Peraturan Perundang-
      undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada
      Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling
      lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.


                                             (2) Berdasarkan . . .
                     - 20 -


(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta
      Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.
(3)   Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami dan istri.
(4)   Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
      Penduduk yang beragama Islam dilakukan oleh KUAKec.
(5)   Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4) dan dalam Pasal 8 ayat (2) wajib
      disampaikan oleh KUAKec kepada Instansi Pelaksana
      dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah
      pencatatan perkawinan dilaksanakan.
(6)   Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat
      (5) tidak memerlukan penerbitan kutipan akta Pencatatan
      Sipil.
(7)   Pada tingkat kecamatan laporan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilakukan pada UPTD Instansi Pelaksana.

                    Pasal 35

Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
berlaku pula bagi:
a. perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan
b. perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di
   Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang
   bersangkutan.

                    Pasal 36

Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta
Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya
penetapan pengadilan.

                   Paragraf 2
Pencatatan Perkawinan di luar Wilayah Republik Indonesia

                    Pasal 37

(1) Perkawinan Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara
    Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada
    instansi yang berwenang di negara setempat dan
    dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia.


                                                (2) Apabila . . .
                    - 21 -

(2) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan bagi
    Orang Asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan
    Republik Indonesia setempat.
(3) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) mencatat peristiwa perkawinan dalam
    Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta
    Perkawinan.
(4) Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada
    Instansi Pelaksana di tempat tinggalnya paling lambat 30
    (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke
    Indonesia.

                   Pasal 38

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 diatur dalam Peraturan
Presiden.


               Bagian Keempat
      Pencatatan Pembatalan Perkawinan

                   Pasal 39

(1) Pembatalan perkawinan wajib dilaporkan oleh Penduduk
    yang mengalami pembatalan perkawinan kepada Instansi
    Pelaksana paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah
    putusan pengadilan tentang pembatalan perkawinan yang
    telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    mencabut Kutipan Akta Perkawinan dari kepemilikan
    subjek akta dan mengeluarkan Surat Keterangan
    Pembatalan Perkawinan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
    pencatatan    pembatalan     perkawinan        sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
    Presiden.




                                            Bagian Kelima . . .
                     - 22 -

                  Bagian Kelima
              Pencatatan Perceraian

                    Paragraf 1
        Pencatatan Perceraian di Indonesia

                    Pasal 40

(1) Perceraian wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan
    kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh)
    hari sejak putusan pengadilan tentang perceraian yang
    telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta
    Perceraian dan menerbitkan Kutipan Akta Perceraian.


                    Paragraf 2
      Pencatatan Perceraian di luar Wilayah Negara Kesatuan
                       Republik Indonesia

                    Pasal 41

(1)   Perceraian Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara
      Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada
      instansi yang berwenang di negara setempat dan
      dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia.
(2)   Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perceraian bagi
      Orang Asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan
      Republik Indonesia setempat.
(3)   Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) mencatat peristiwa perceraian dalam Register
      Akta Perceraian dan menerbitkan Kutipan Akta Perceraian.
(4) Pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada
    Instansi Pelaksana di tempat tinggalnya paling lambat 30
    (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke
    Indonesia.




                                                   Pasal 42 . . .
                     - 23 -

                    Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
dan Pasal 41 diatur dalam Peraturan Presiden.

                 Bagian Keenam
        Pencatatan Pembatalan Perceraian

                    Pasal 43

(1)   Pembatalan perceraian bagi Penduduk wajib dilaporkan
      oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat
      60 (enam puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang
      pembatalan perceraian mempunyai kekuatan hukum
      tetap.
(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Instansi Pelaksana mencabut Kutipan Akta Perceraian dari
      kepemilikan subjek akta dan mengeluarkan Surat
      Keterangan Pembatalan Perceraian.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
      pencatatan pembatalan perceraian diatur lebih lanjut
      dalam Peraturan Presiden.

                 Bagian Ketujuh
              Pencatatan Kematian

                   Paragraf 1
        Pencatatan Kematian di Indonesia

                    Pasal 44

(1)   Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau
      yang mewakili kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30
      (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.
(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta
      Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian.
(3)   Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak
      yang berwenang.




                                                  (4) Dalam . . .
                     - 24 -


(4)   Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang
      karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan
      jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru
      dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.
(5)   Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas
      identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan
      kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian.



                   Paragraf 2
      Pencatatan Kematian di luar Wilayah Negara Kesatuan
                      Republik Indonesia

                    Pasal 45

(1) Kematian Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara
    Kesatuan Republik Indonesia wajib dilaporkan oleh
    keluarganya atau yang mewakili keluarganya kepada
    Perwakilan Republik Indonesia dan wajib dicatatkan
    kepada instansi yang berwenang di negara setempat paling
    lambat 7 (tujuh) hari setelah kematian.
(2) Apabila Perwakilan Republik Indonesia mengetahui
    peristiwa kematian seorang Warga Negara Indonesia di
    negara setempat yang tidak dilaporkan dan dicatatkan
    paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterimanya informasi
    tersebut,  pencatatan    kematiannya     dilakukan  oleh
    Perwakilan Republik Indonesia.
(3) Dalam hal seseorang Warga Negara Indonesia dinyatakan
    hilang,   pernyataan  kematian     karena    hilang   dan
    pencatatannya dilakukan oleh Instansi Pelaksana di negara
    setempat.
(4) Dalam hal terjadi kematian seseorang Warga Negara
    Indonesia yang tidak jelas identitasnya, pernyataan dan
    pencatatan dilakukan oleh Instansi Pelaksana di negara
    setempat.
(5) Keterangan pernyataan kematian sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) dan ayat (4) dicatatkan pada Perwakilan
    Republik Indonesia setempat.
(6) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi
    dasar Instansi Pelaksana di Indonesia mencatat peristiwa
    tersebut dan menjadi bukti di pengadilan sebagai dasar
    penetapan pengadilan mengenai kematian seseorang.

                                                   Pasal 46 . . .
                   - 25 -

                  Pasal 46

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pencatatan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
dan Pasal 45 diatur dalam Peraturan Presiden.

              Bagian Kedelapan
 Pencatatan Pengangkatan Anak, Pengakuan Anak,
            dan Pengesahan Anak

                 Paragraf 1
 Pencatatan Pengangkatan Anak di Indonesia

                  Pasal 47

(1) Pencatatan pengangkatan anak dilaksanakan berdasarkan
    penetapan pengadilan di tempat tinggal pemohon.
(2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada
    Instansi Pelaksana yang menerbitkan Kutipan Akta
    Kelahiran paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
    diterimanya salinan penetapan pengadilan oleh Penduduk.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
    Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada
    Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran.

                 Paragraf 2
 Pencatatan Pengangkatan Anak Warga Negara Asing
          di luar Wilayah Republik Indonesia


                  Pasal 48

(1) Pengangkatan anak warga negara asing yang dilakukan
    oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah Republik
    Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang
    di negara setempat.
(2) Hasil pencatatan pengangkatan anak sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Perwakilan
    Republik Indonesia.




                                               (3) Apabila . . .
                    - 26 -


(3) Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) tidak menyelenggarakan pencatatan Pengangkatan Anak
    bagi warga negara asing, warga negara yang bersangkutan
    melaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia
    setempat     untuk    mendapatkan     surat  keterangan
    pengangkatan anak.
(4) Pengangkatan anak warga negara asing sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaporkan oleh
    Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat tinggalnya
    paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan
    kembali ke Indonesia.
(5)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
      Instansi Pelaksana mengukuhkan Surat Keterangan
      Pengangkatan Anak.

                   Paragraf 3
          Pencatatan Pengakuan Anak

                    Pasal 49

(1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada
    Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
    tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui
    oleh ibu dari anak yang bersangkutan.
(2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak
    membenarkan pengakuan anak yang lahir diluar
    hubungan perkawinan yang sah.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta
    Pengakuan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta
    Pengakuan Anak.

                   Paragraf 4
          Pencatatan Pengesahan Anak

                    Pasal 50

(1)   Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua
      kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh)
      hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan
      melakukan     perkawinan   dan     mendapatkan     akta
      perkawinan.


                                             (2) Kewajiban . . .
                     - 27 -

(2)   Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak
      membenarkan pengesahan anak yang lahir diluar
      hubungan perkawinan yang sah.
(3)   Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil membuat
      catatan pinggir pada Akta Kelahiran.

                    Pasal 51

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pencatatan pengangkatan anak, pengakuan anak, dan
pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal
48, Pasal 49, dan Pasal 50 diatur dalam Peraturan Presiden.

               Bagian Kesembilan
Pencatatan Perubahan Nama dan Perubahan Status
                Kewarganegaraan

                   Paragraf 1
          Pencatatan Perubahan Nama

                    Pasal 52

(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan
    penetapan pengadilan negeri tempat pemohon.
(2) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi
    Pelaksana yang menerbitkan akta Pencatatan Sipil paling
    lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan
    penetapan pengadilan negeri oleh Penduduk.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
    Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada
    register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan
    Sipil.




                                                Paragraf 2 . . .
                     - 28 -

                    Paragraf 2
Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan di Indonesia

                    Pasal 53

(1) Perubahan status kewarganegaraan dari warga negara
    asing menjadi Warga Negara Indonesia wajib dilaporkan
    oleh Penduduk yang bersangkutan kepada Instansi
    Pelaksana di tempat peristiwa perubahan status
    kewarganegaraan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak
    berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji
    setia oleh pejabat.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada
    register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan
    Sipil.

                    Paragraf 3
       Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan
 dari Warga Negara Indonesia Menjadi Warga Negara Asing
               di luar Wilayah Republik Indonesia

                    Pasal 54

(1) Perubahan status kewarganegaraan dari Warga Negara
    Indonesia menjadi warga negara asing di luar wilayah
    Republik Indonesia yang telah mendapatkan persetujuan
    dari negara setempat wajib dilaporkan oleh Penduduk yang
    bersangkutan kepada Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Perwakilan Republik Indonesia      setempat sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keterangan
    Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia.
(3) Pelepasan   kewarganegaraan     Indonesia   sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) diberitahukan oleh Perwakilan
    Republik Indonesia setempat kepada menteri yang
    berwenang menurut Peraturan Perundang-undangan
    untuk diteruskan kepada Instansi Pelaksana yang
    menerbitkan akta Pencatatan Sipil yang bersangkutan.
(4)   Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir
      pada register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta
      Pencatatan Sipil.


                                                    Pasal 55 . . .
                    - 29 -

                   Pasal 55

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pencatatan perubahan nama dan status kewarganegaraan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 53, dan Pasal 54
diatur dalam Peraturan Presiden.



              Bagian Kesepuluh
     Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya

                   Pasal 56

(1) Pencatatan Peristiwa Penting lainnya dilakukan oleh
    Pejabat Pencatatan Sipil atas permintaan Penduduk yang
    bersangkutan setelah adanya putusan pengadilan negeri
    yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Pencatatan Peristiwa Penting lainnya sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari
    sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
    pencatatan Peristiwa Penting lainnya diatur dalam
    Peraturan Presiden.



              Bagian Kesebelas
Pelaporan Penduduk yang Tidak Mampu Melaporkan Sendiri

                   Pasal 57

(1) Penduduk yang tidak mampu melaksanakan sendiri
    pelaporan terhadap Peristiwa Penting yang menyangkut
    dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau
    meminta bantuan kepada orang lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
    pelaporan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diatur dalam Peraturan Presiden.




                                                   BAB VI . . .
                   - 30 -

                   BAB VI
   DATA DAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN

                Bagian Kesatu
             Data Kependudukan

                   Pasal 58

(1) Data Kependudukan terdiri atas        data   perseorangan
    dan/atau data agregat Penduduk.
(2) Data perseorangan meliputi :
     a. nomor KK;
     b. NIK;
     c. nama lengkap;
     d. jenis kelamin;
     e. tempat lahir;
     f. tanggal/bulan/tahun lahir;
     g. golongan darah;
     h. agama/kepercayaan;
     i. status perkawinan;
     j. status hubungan dalam keluarga;
     k. cacat fisik dan/atau mental;
     l. pendidikan terakhir;
     m. jenis pekerjaan;
     n. NIK ibu kandung;
     o. nama ibu kandung;
     p. NIK ayah;
     q. nama ayah;
     r. alamat sebelumnya;
     s. alamat sekarang;
     t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir;
     u. nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir;
     v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah;
     w. nomor akta perkawinan/buku nikah;
     x. tanggal perkawinan;
     y. kepemilikan akta perceraian;
     z. nomor akta perceraian/surat cerai;
    aa. tanggal perceraian.



                                                  (3) Data . . .
                    - 31 -

(3) Data agregat meliputi himpunan data perseorangan yang
    berupa data kuantitatif dan data kualitatif.

                Bagian Kedua
           Dokumen Kependudukan

                   Pasal 59

(1) Dokumen Kependudukan meliputi:
    a. Biodata Penduduk;
    b. KK;
    c. KTP;
    d. surat keterangan kependudukan; dan
    e. Akta Pencatatan Sipil.
(2) Surat keterangan kependudukan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) huruf d meliputi:
    a. Surat Keterangan Pindah;
    b. Surat Keterangan Pindah Datang;
    c. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri;
    d. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri;
    e. Surat Keterangan Tempat Tinggal;
    f. Surat Keterangan Kelahiran;
    g. Surat Keterangan Lahir Mati.
    h. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;
    i. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian;
    j. Surat Keterangan Kematian;
    k. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;
    l. Surat      Keterangan     Pelepasan  Kewarganegaraan
       Indonesia;
    m. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan
    n. Surat Keterangan Pencatatan Sipil.




                                             (3) Biodata . . .
                    - 32 -

(3) Biodata Penduduk, KK, KTP, Surat Keterangan Pindah
    Penduduk Warga Negara Indonesia antarkabupaten/kota
    dalam satu provinsi dan antarprovinsi dalam wilayah Negara
    Kesatuan Republik Indonesia, Surat Keterangan Pindah
    Datang      Penduduk        Warga     Negara     Indonesia
    antarkabupaten/kota dalam satu provinsi dan antarprovinsi
    dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Surat
    Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing dalam
    wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Surat
    Keterangan Pindah ke Luar Negeri, Surat Keterangan Datang
    dari Luar Negeri, Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk
    Orang Asing Tinggal Terbatas, Surat Keterangan Kelahiran
    untuk Orang Asing, Surat Keterangan Lahir Mati untuk
    Orang Asing, Surat Keterangan Kematian untuk Orang
    Asing, Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan, Surat
    Keterangan Pembatalan Perceraian, Surat Keterangan
    Pengganti Tanda Identitas, diterbitkan dan ditandatangani
    oleh Kepala Instansi Pelaksana.
(4) Surat Keterangan Pindah Penduduk Warga Negara Indonesia
    antarkecamatan     dalam   satu   kabupaten/kota,    Surat
    Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara
    Indonesia antarkecamatan dalam satu kabupaten/kota,
    dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh Camat atas nama
    Kepala Instansi Pelaksana.
(5) Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Warga Negara
    Indonesia dalam satu desa/kelurahan, Surat Keterangan
    Pindah Datang Penduduk Warga Negara Indonesia
    antardesa/kelurahan     dalam   satu    kecamatan,    Surat
    Keterangan Kelahiran untuk Warga Negara Indonesia, Surat
    Keterangan Lahir Mati untuk Warga Negara Indonesia dan
    Surat Keterangan Kematian untuk Warga Negara Indonesia,
    dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh kepala desa/lurah
    atas nama Kepala Instansi Pelaksana.
(6) Surat Keterangan Pengakuan Anak dan Surat Keterangan
    Pelepasan Kewarganegaraan Republik Indonesia, diterbitkan
    dan ditandatangani oleh Kepala Perwakilan Republik
    Indonesia.

                    Pasal 60

Biodata Penduduk paling sedikit memuat keterangan tentang
nama, tempat dan tanggal lahir, alamat dan jatidiri lainnya
secara lengkap, serta perubahan data sehubungan dengan
Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan yang dialami.


                                                  Pasal 61 . . .
                     - 33 -

                    Pasal 61

(1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama
    lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis
    kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama,
    pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan
    dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama
    orang tua.
(2) Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui
    sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan
    Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan
    tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database
    Kependudukan.
(3) Nomor KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
    untuk selamanya, kecuali terjadi perubahan kepala
    keluarga.
(4) KK diterbitkan dan diberikan oleh Instansi Pelaksana
    kepada Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing
    yang memiliki Izin Tinggal Tetap.
(5) KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan salah
    satu dasar penerbitan KTP.

                    Pasal 62

(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang
    memiliki Izin Tinggal Tetap hanya diperbolehkan terdaftar
    dalam 1 (satu) KK.
(2) Perubahan susunan keluarga dalam KK wajib dilaporkan
    kepada Instansi Pelaksana selambat-lambatnya 30 (tiga
    puluh) hari sejak terjadinya perubahan.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
    Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan KK.

                    Pasal 63

(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang
    memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh
    belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib
    memiliki KTP.
(2) Orang Asing yang mengikuti status orang tuanya yang
    memiliki Izin Tinggal Tetap dan sudah berumur 17 (tujuh
    belas) tahun wajib memiliki KTP.


                                                     (3) KTP . . .
                     - 34 -

(3) KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
    berlaku secara nasional.
(4) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku
    KTP kepada Instansi Pelaksana apabila masa berlakunya
    telah berakhir.
(5) Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa pada
    saat bepergian.
(6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
    hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP.

                    Pasal 64

(1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila
    dan peta wilayah negara Republik Indonesia, memuat
    keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-
    laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan
    darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa
    berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP, tandatangan
    pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk
    pegawai pejabat yang menandatanganinya.
(2) Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui
    sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan
    Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan
    tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database
    kependudukan.
(3) Dalam KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan
    ruang untuk memuat kode keamanan dan rekaman
    elektronik pencatatan Peristiwa Penting.
(4) Masa berlaku KTP:
    a. untuk Warga Negara Indonesia berlaku selama 5 (lima)
       tahun;
    b. untuk Orang Asing Tinggal Tetap disesuaikan dengan
       masa berlaku Izin Tinggal Tetap.
(5) Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberi
    KTP yang berlaku seumur hidup.

                    Pasal 65

Surat Keterangan Kependudukan paling sedikit memuat
keterangan tentang nama lengkap, NIK, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, agama, alamat, Peristiwa Penting dan Peristiwa
Kependudukan yang dialami oleh seseorang.

                                                    Pasal 66 . . .




                     - 35 -
                     Pasal 66

(1) Akta Pencatatan Sipil terdiri atas:
    a. Register Akta Pencatatan Sipil; dan
    b. Kutipan Akta Pencatatan Sipil.
(2) Akta Pencatatan Sipil berlaku selamanya.

                     Pasal 67

(1) Register Akta Pencatatan Sipil memuat seluruh data
    Peristiwa Penting.
(2) Data Peristiwa Penting yang berasal dari KUAKec
    diintegrasikan ke dalam database kependudukan dan tidak
    diterbitkan Kutipan Akta Pencatatan Sipil.
(3)   Register Akta Pencatatan Sipil disimpan dan dirawat oleh
      Instansi Pelaksana.
(4)   Register Akta Pencatatan Sipil memuat:
      a. jenis Peristiwa Penting;
      b. NIK dan status kewarganegaraan;
      c. nama orang yang mengalami Peristiwa Penting;
      d. nama dan identitas pelapor;
      e. tempat dan tanggal peristiwa;
      f. nama dan identitas saksi;
      g. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta; dan
      h. nama dan tanda tangan Pejabat yang berwenang.

                     Pasal 68

(1)   Kutipan Akta Pencatatan Sipil terdiri atas kutipan akta:
      a. kelahiran;
      b. kematian;
      c. perkawinan;
      d. perceraian; dan
      e. pengakuan anak.
(2)   Kutipan Akta Pencatatan Sipil memuat:
      a. jenis Peristiwa Penting;



                                                       b. NIK . . .




                       - 36 -
      b. NIK dan status kewarganegaraan;
      c. nama orang yang mengalami Peristiwa Penting;
      d. tempat dan tanggal peristiwa;
      e. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta;
      f. nama dan tanda tangan Pejabat yang berwenang; dan
      g. pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data
         yang terdapat dalam Register Akta Pencatatan Sipil.

                    Pasal 69

(1)   Instansi Pelaksana atau Pejabat yang diberi kewenangan,
      sesuai tanggung jawabnya, wajib menerbitkan dokumen
      Pendaftaran Penduduk sebagai berikut:
      a. KK atau KTP paling lambat 14 (empat belas) hari;
      b. Surat Keterangan Pindah paling lambat 14 (empat
         belas) hari;
      c. Surat Keterangan Pindah Datang paling lambat 14
         (empat belas) hari;
      d. Surat Kerangan Pindah ke Luar Negeri paling lambat 14
         (empat belas) hari;
      e. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri paling lambat
         14 (empat belas) hari;
      f. Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing
         yang memiliki Izin Tinggal Terbatas paling lambat 14
         (empat belas) hari;
      g. Surat Keterangan Kelahiran paling lambat 14 (empat
         belas) hari;
      h. Surat Keterangan Lahir Mati paling lambat 14 (empat
         belas) hari;
      i. Surat Keterangan Kematian paling lambat 3 (tiga) hari;
      j. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan paling
         lambat 7 (tujuh) hari; atau
      k. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian paling lambat
         7 (tujuh) hari;
      sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan.




                                             (2) Perwakilan . . .




                     - 37 -
(2) Perwakilan Republik Indonesia wajib menerbitkan Surat
    Keterangan Kependudukan sebagai berikut:
    a. Surat Keterangan Perceraian paling lambat 7 (tujuh)
       hari;
    b. Surat Keterangan Pengangkatan Anak paling lambat 7
       (tujuh) hari; atau
    c. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia
       paling lambat 7 (tujuh) hari;
       sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan.
(3)   Pejabat Pencatatan Sipil dan Pejabat pada Perwakilan
      Republik Indonesia yang ditunjuk sebagai pembantu
      pencatat sipil wajib mencatat pada register akta Pencatatan
      Sipil dan menerbitkan kutipan akta Pencatatan Sipil paling
      lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dipenuhinya
      semua persyaratan.

                     Pasal 70

(1)   Pembetulan KTP hanya dilakukan untuk            KTP   yang
      mengalami kesalahan tulis redaksional.
(2)   Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan dengan atau tanpa permohonan dari orang
      yang menjadi subjek KTP.
(3)   Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan oleh Instansi Pelaksana.

                     Pasal 71

(1)   Pembetulan akta Pencatatan Sipil hanya dilakukan untuk
      akta yang mengalami kesalahan tulis redaksional.
(2)   Pembetulan akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilaksanakan dengan atau tanpa
      permohonan dari orang yang menjadi subjek akta.
(3)   Pembetulan akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil
      sesuai dengan kewenangannya.




                                                    Pasal 72 . . .




                      - 38 -
                   Pasal 72

(1)   Pembatalan akta Pencatatan Sipil dilakukan berdasarkan
      putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
      hukum tetap.
(2)   Berdasarkan putusan pengadilan mengenai pembatalan
      akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat
      Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Register
      Akta dan mencabut kutipan akta-akta Pencatatan Sipil
      yang dibatalkan dari kepemilikan subjek akta.

                   Pasal 73

Dalam hal wilayah hukum Instansi Pelaksana yang
menerbitkan akta berbeda dengan pengadilan yang memutus
pembatalan akta, salinan putusan pengadilan disampaikan
kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta Pencatatan
Sipil oleh pemohon atau pengadilan.

                   Pasal 74

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pencatatan pembetulan dan pembatalan Akta Pencatatan Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 diatur
dalam Peraturan Presiden.

                   Pasal 75

Ketentuan mengenai spesifikasi dan formulasi kalimat dalam
Biodata Penduduk, blangko KK, KTP, Surat Keterangan
Kependudukan, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil
diatur dalam Peraturan Menteri.

                   Pasal 76

Ketentuan mengenai penerbitan Dokumen Kependudukan bagi
petugas rahasia khusus yang melakukan tugas keamanan
negara diatur dalam Peraturan Pemerintah.

                   Pasal 77

Setiap orang dilarang mengubah, menambah atau mengurangi
tanpa hak, isi elemen data pada Dokumen Kependudukan.




                                                Pasal 78 . . .



                    - 39 -
                  Pasal 78

Ketentuan mengenai pedoman pendokumentasian hasil
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil diatur dalam
Peraturan Menteri.

                Bagian Ketiga
 Perlindungan Data dan Dokumen Kependudukan

                  Pasal 79

(1) Data dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan
    dilindungi oleh negara.

(2) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses
    kepada petugas pada Penyelenggara dan Instansi Pelaksana
    untuk memasukkan, menyimpan, membaca, mengubah,
    meralat dan menghapus, serta mencetak Data, mengkopi
    Data dan Dokumen Kependudukan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang
    lingkup, dan tata cara mengenai pemberian hak akses
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
    Peraturan Pemerintah.


                   BAB VII
   PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL
 SAAT NEGARA ATAU SEBAGIAN NEGARA DALAM KEADAAN
             DARURAT DAN LUAR BIASA

                  Pasal 80

(1) Apabila negara atau sebagian negara dinyatakan dalam
    keadaan darurat dengan segala tingkatannya menurut
    Peraturan Perundang-undangan, otoritas pemerintahan
    yang menjabat pada saat itu diberi kewenangan membuat
    surat keterangan mengenai Peristiwa Kependudukan dan
    Peristiwa Penting.
(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    sebagai dasar penerbitan Dokumen Kependudukan.




                                              (3) Apabila . . .




                   - 40 -
(3) Apabila keadaan sudah dinyatakan pulih, Instansi
    Pelaksana aktif mendata ulang dengan melakukan
    Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di tempat
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                   Pasal 81

(1) Dalam hal terjadi keadaan luar biasa sebagai akibat
    bencana alam, Instansi Pelaksana wajib melakukan
    pendataan Penduduk bagi pengungsi dan korban bencana
    alam.
(2) Instansi Pelaksana menerbitkan Surat             Keterangan
    Pengganti Tanda Identitas dan Surat              Keterangan
    Pencatatan   Sipil berdasarkan      hasil       pendaftaran
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas atau Surat
    Keterangan Pencatatan Sipil digunakan sebagai tanda
    bukti diri dan bahan pertimbangan untuk penerbitan
    Dokumen Kependudukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
    penerbitan Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas
    dan Surat Keterangan Pencatatan Sipil sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

                   BAB VIII
SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

                   Pasal 82

(1) Pengelolaan    informasi   Administrasi      Kependudukan
    dilakukan oleh Menteri.
(2) Pengelolaan  informasi   Administrasi  Kependudukan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
    pembangunan       Sistem    Informasi    Administrasi
    Kependudukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi
    Administrasi   Kependudukan  dan   pengelolaannya
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
    Peraturan Pemerintah.




                                              (4) Pengkajian . . .




                   - 41 -
(4) Pengkajian   dan     pengembangan    Sistem    Informasi
    Administrasi Kependudukan dilakukan oleh pemerintah,
    pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota
(5) Pedoman pengkajian dan pengembangan Sistim Informasi
    Administrasi Kependudukan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

                    Pasal 83

(1)   Data Penduduk yang dihasilkan oleh Sistem Informasi
      Administrasi Kependudukan dan tersimpan di dalam
      database kependudukan dimanfaatkan untuk kepentingan
      perumusan kebijakan di bidang pemerintahan dan
      pembangunan.
(2)   Pemanfaatan data Penduduk sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) harus mendapatkan izin Penyelenggara.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
      mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diatur dalam Peraturan Menteri.


                     BAB IX
 PERLINDUNGAN DATA PRIBADI PENDUDUK

                    Pasal 84

(1) Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi memuat:
    a. nomor KK;
    b. NIK;
    c. tanggal/bulan/tahun lahir;
    d. keterangan tentang kecacatan fisik dan/atau mental;
    e. NIK ibu kandung;
    f. NIK ayah;dan
    g. beberapa isi catatan Peristiwa Penting;
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai beberapa isi catatan
      Peristiwa Penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf g diatur dalam Peraturan Pemerintah.




                                                   Pasal 85 . . .




                     - 42 -

                    Pasal 85
(1) Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 84 wajib disimpan dan dilindungi oleh negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan dan
    perlindungan    terhadap Data  Pribadi  Penduduk
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
    Peraturan Pemerintah.
(3) Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1)  harus    dijaga   kebenarannya     dan    dilindungi
    kerahasiaannya oleh Penyelenggara dan Instansi Pelaksana
    sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

                    Pasal 86

(1)   Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses
      kepada petugas pada Penyelenggara dan Instansi
      Pelaksana untuk memasukkan, menyimpan, membaca,
      mengubah, meralat dan menghapus, mengkopi Data serta
      mencetak Data Pribadi.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang
      lingkup, dan tata cara mengenai pemberian hak akses
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
      Peraturan Pemerintah.

                    Pasal 87

(1)   Pengguna Data Pribadi Penduduk dapat memperoleh dan
      menggunakan     Data   Pribadi   dari   petugas   pada
      Penyelenggara dan Instansi Pelaksana yang memiliki hak
      akses.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
      untuk memperoleh dan menggunakan Data Pribadi
      Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      dalam Peraturan Pemerintah.




                                                     BAB X . . .




                     - 43 -

                     BAB X
                  PENYIDIKAN

                    Pasal 88

(1)   Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik
      Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang lingkup tugas
      dan tanggung jawabnya dalam bidang Administrasi
      Kependudukan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik
      Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Kitab
      Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dalam melaksanakan tugas penyidikan berwenang
      untuk:
      a. menerima laporan atau pengaduan dari orang atau
         badan hukum tentang adanya dugaan tindak pidana
         Administrasi Kependudukan;
      b. memeriksa laporan atau keterangan atas adanya
         dugaan tindak pidana Administrasi Kependudukan;
      c. memanggil orang untuk diminta keterangannya atas
         adanya dugaan sebagaimana dimaksud huruf b; dan
      d. membuat      dan   menandatangani      Berita  Acara
         Pemeriksaan.
(3)   Pengangkatan, mutasi, dan pemberhentian Penyidik
      Pegawai Negeri Sipil, serta      mekanisme penyidikan
      dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                     BAB XI
            SANKSI ADMINISTRATIF

                    Pasal 89

(1)   Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa
      denda apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa
      Kependudukan dalam hal:
      a. pindah datang bagi Orang Asing yang memiliki Izin
         Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki Izin
         Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
         ayat (3);




                                                  b. pindah . . .




                     - 44 -
      b. pindah datang ke luar negeri bagi Penduduk Warga
         Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         18 ayat (3);
      c. pindah datang dari luar negeri bagi Penduduk Warga
         Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         19 ayat (1);
      d. pindah datang dari luar negeri bagi Orang Asing yang
         memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud
         dalam Pasal 20 ayat (1);
      e. perubahan status Orang Asing yang memiliki Izin
         Tinggal Terbatas menjadi Orang Asing yang memiliki
         Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         21 ayat (1);
      f. pindah ke luar negeri bagi Orang Asing yang memiliki
         Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki
         Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         22 ayat (1);
      g. perubahan KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
         ayat (2); atau
      h. perpanjangan KTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         63 ayat (4).
(2)   Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      terhadap Penduduk Warga Negara Indonesia paling banyak
      Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan Penduduk Orang
      Asing paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan denda
      administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
      dalam Peraturan Presiden .

                    Pasal 90

(1)   Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa
      denda apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa
      Penting dalam hal:
      a. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
         (1) atau Pasal 29 ayat (4) atau Pasal 30 ayat (6) atau
         Pasal 32 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (1);
      b. perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
         ayat (1) atau Pasal 37 ayat (4);




                                             c. pembatalan . . .




                     - 45 -
      c. pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam
         Pasal 39 ayat (1);
      d. perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
         (1) atau Pasal 41 ayat (4);
      e. pembatalan perceraian sebagaimana dimaksud dalam
         Pasal 43 ayat (1);
      f. kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
         (1) atau Pasal 45 ayat (1);
      g. pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam
         Pasal 47 ayat (2) atau Pasal 48 ayat (4);
      h. pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         49 ayat (1);
      i. pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         50 ayat (1);
      j. perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         52 ayat (2);
      k. perubahan status kewarganegaraan di Indonesia
         sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1); atau
      l. Peristiwa Penting lainnya sebagaimana dimaksud dalam
         Pasal 56 ayat (2).
(2)   Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan denda
      administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
      dalam Peraturan Presiden.

                    Pasal 91

(1)   Setiap Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
      ayat (5) yang berpergian tidak membawa KTP dikenakan
      denda administratif paling banyak Rp 50.000,00 (lima
      puluh ribu rupiah).
(2)   Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) yang
      berpergian tidak membawa Surat Keterangan Tempat
      Tinggal dikenai denda administratif paling banyak Rp
      100.000,00 (seratus ribu rupiah).
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
      dalam Peraturan Presiden.



                                                 Pasal 92 . . .




                    - 46 -

                   Pasal 92
(1)   Dalam hal Pejabat pada Instansi Pelaksana melakukan
      tindakan atau sengaja melakukan tindakan yang
      memperlambat pengurusan Dokumen Kependudukan
      dalam batas waktu yang ditentukan dalam undang-undang
      ini dikenakan sanksi berupa denda paling banyak Rp
      10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
      Peraturan Presiden.

                   BAB XII
             KETENTUAN PIDANA

                   Pasal 93

Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat
dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam
melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).

                   Pasal 94

Setiap orang yang tanpa hak dengan sengaja mengubah,
menambah, atau mengurangi isi elemen data pada Dokumen
Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah).

                   Pasal 95

Setiap orang yang tanpa hak mengakses database
kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1),
Pasal 86 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).




                                                  Pasal 96 . . .




                    - 47 -
                   Pasal 96

Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak,
menerbitkan, dan/atau mendistribusikan blangko Dokumen
Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

                   Pasal 97

Setiap Penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri
sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu
KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau untuk
memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).

                   Pasal 98

(1) Dalam hal pejabat dan petugas pada Penyelenggara dan
    Instansi Pelaksana melakukan tindak pidana sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 93 atau Pasal 94, pejabat yang
    bersangkutan dipidana dengan pidana yang sama ditambah
    1/3 (satu pertiga).
(2) Dalam hal pejabat dan petugas pada Penyelenggara dan
    Instansi Pelaksana membantu melakukan tindak pidana
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95, pejabat yang
    bersangkutan dipidana sesuai dengan ketentuan undang-
    undang.

                   Pasal 99

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, Pasal
94, Pasal 95, Pasal 96, dan Pasal 97 adalah tindak pidana
Administrasi Kependudukan.




                                                     BAB XIII




                    - 48 -
                  BAB XIII
          KETENTUAN PERALIHAN


                  Pasal 100

(1) Semua Dokumen Kependudukan yang telah diterbitkan
    atau yang telah ada pada saat Undang-Undang ini
    diundangkan dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-
    Undang ini.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dikecualikan untuk KK dan KTP sampai dengan batas
    waktu berlakunya atau diterbitkannya KK dan KTP yang
    sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.


                  Pasal 101

Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
a. Pemerintah memberikan NIK kepada setiap Penduduk paling
   lambat 5 (lima) tahun;
b. Semua instansi wajib menjadikan NIK sebagai dasar dalam
   menerbitkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
   13 ayat (3) paling lambat 5 (lima) tahun;
c. KTP seumur hidup yang sudah mempunyai NIK tetap berlaku
   dan yang belum mempunyai NIK harus disesuaikan dengan
   Undang-Undang ini;
d. KTP yang diterbitkan belum mengacu pada Pasal 64 ayat (3)
   tetap berlaku sampai dengan batas waktu berakhirnya masa
   berlaku KTP;
e. Keterangan mengenai alamat, nama dan nomor induk
   pegawai pejabat dan penandatanganan oleh pejabat pada
   KTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dihapus
   setelah database kependudukan nasional terwujud.




                                                BAB XIV . . .




                   - 49 -

                  BAB XIV
           KETENTUAN PENUTUP

                  Pasal 102

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua
Peraturan Pelaksanaan yang berkaitan dengan Administrasi
Kependudukan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.

                  Pasal 103

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah
ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan.

                  Pasal 104

Pembentukan UPTD Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (5) dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.

                  Pasal 105

Dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak
diundangkannya Undang-Undang ini, Pemerintah wajib
menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang
penetapan persyaratan dan tata cara perkawinan bagi para
penghayat kepercayaan sebagai dasar diperolehnya kutipan
akta perkawinan dan pelayanan pencatatan Peristiwa Penting.

                  Pasal 106

Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku:

a. Buku Kesatu Bab Kedua Bagian Kedua dan Bab Ketiga Kitab
   Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor
   Indonesie, Staatsblad 1847:23);




                                             b. Peraturan . . .




                   - 50 -
b. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Eropa
   (Reglement op het Holden der Registers van den Burgerlijken
   Stand voor Europeanen, Staatsblad 1849:25 sebagaimana
   telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1946:136);

c. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Cina
   (Bepalingen voor Geheel Indonesie Betreffende het
   Burgerlijken Handelsrecht van de Chinezean, Staatsblad
   1917:129 jo. Staatsblad 1939:288 sebagaimana diubah
   terakhir dengan Staatsblad 1946:136);

d. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Indonesia
   (Reglement op het Holden van de Registers van den
   Burgerlijeken Stand voor Eenigle Groepen v.d nit tot de
   Onderhoringer van een Zelfbestuur, behoorende Ind.
   Bevolking van Java en Madura,Staatsblad 1920:751 jo.
   Staatsblad 1927:564);

e. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Kristen
   Indonesia (Huwelijksordonantie voor Christenen Indonesiers
   Java, Minahasa en Amboiena, Staatsblad 1933:74 jo.
   Staatsblad 1936:607 sebagaimana diubah terakhir dengan
   Staatsblad 1939:288);

f. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1961 tentang Perubahan
   atau Penambahan Nama Keluarga (Lembaran Negara Tahun
   1961 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2154).

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


                  Pasal 107

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.




                                                     Agar . . .




                    - 51 -
               Agar   setiap  orang    mengetahuinya,    memerintahkan
               pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
               dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                   Disahkan di Jakarta
                                   pada tanggal 29 Desember 2006

                                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                               ttd.

                                   DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2006

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA AD INTERIM
            REPUBLIK INDONESIA,

                      ttd.

             YUSRIL IHZA MAHENDRA



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 124


    Salinan sesuai dengan aslinya
     SEKRETARIAT NEGARA RI.
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
  BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,



           Abdul Wahid




                             PENJELASAN ATAS

                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                            NOMOR 23 TAHUN 2006

                                  TENTANG

                       ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

                  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM

     Negara      Kesatuan   Republik   Indonesia     berdasarkan      Pancasila     dan
  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
  hakikatnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan pengakuan
  terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa
  Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk yang
  berada di dalam dan/atau di luar wilayah Republik Indonesia.
     Berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin
  hak setiap Penduduk untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
  keturunan       melalui    perkawinan      yang     sah,    memperoleh          status
  kewarganegaraan, menjamin kebebasan memeluk agama, dan memilih
  tempat tinggal di wilayah Republik Indonesia dan meninggalkannya, serta
  berhak kembali.
     Peristiwa Kependudukan, antara lain perubahan alamat, pindah datang
  untuk menetap, tinggal terbatas atau tinggal sementara, serta perubahan
  status Orang Asing Tinggal Terbatas menjadi tinggal tetap dan Peristiwa
  Penting, antara lain kelahiran, lahir mati, kematian, perkawinan, dan
  perceraian, termasuk pengangkatan, pengakuan, dan pengesahan anak,
  serta perubahan status kewarganegaraan, ganti nama dan Peristiwa
  Penting lainnya yang dialami oleh seseorang merupakan kejadian yang
  harus dilaporkan karena membawa implikasi perubahan data identitas
  atau   surat    keterangan   kependudukan.        Untuk    itu,   setiap    Peristiwa
  Kependudukan dan Peristiwa Penting memerlukan bukti yang sah untuk
  dilakukan pengadministrasian dan pencatatan sesuai dengan ketentuan
  undang-undang.


                                                                             Dalam . . .




                                       -2-
   Dalam pemenuhan hak Penduduk, terutama di bidang Pencatatan Sipil,
masih   ditemukan      penggolongan       Penduduk     yang   didasarkan      pada
perlakuan diskriminatif       yang membeda-bedakan suku, keturunan, dan
agama sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan produk kolonial
Belanda. Penggolongan Penduduk dan pelayanan diskriminatif yang
demikian itu tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kondisi tersebut mengakibatkan
pengadministrasian kependudukan mengalami kendala yang mendasar
sebab sumber Data Kependudukan belum terkoordinasi dan terintegrasi,
serta terbatasnya cakupan pelaporan yang belum terwujud dalam suatu
sistem Administrasi Kependudukan yang utuh dan optimal.
   Kondisi sosial dan administratif seperti yang dikemukakan di atas tidak
memiliki sistem database kependudukan yang menunjang pelayanan
Administrasi Kependudukan.
   Kondisi    itu   harus     diakhiri   dengan     pembentukan    suatu      sistem
Administrasi Kependudukan yang sejalan dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi untuk memenuhi tuntutan masyarakat atas
pelayanan kependudukan yang profesional.
   Seluruh kondisi tersebut di atas menjadi dasar pertimbangan perlunya
membentuk Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan.
   Undang-Undang       tentang     Administrasi     Kependudukan    ini     memuat
pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi
di bidang Administrasi Kependudukan. Salah satu hal penting adalah
pengaturan mengenai penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK
adalah identitas Penduduk Indonesia dan merupakan kunci akses dalam
melakukan verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna mendukung
pelayanan publik di bidang Administrasi Kependudukan. Sebagai kunci
akses dalam pelayanan kependudukan, NIK dikembangkan ke arah
identifikasi tunggal bagi setiap Penduduk. NIK bersifat unik atau khas,
tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk
Indonesia    dan    berkait   secara     langsung    dengan   seluruh     Dokumen
Kependudukan.




                                                                          Untuk . . .




                                       -3-
   Untuk penerbitan NIK, setiap Penduduk wajib mencatatkan biodata
Penduduk yang diawali dengan pengisian formulir biodata Penduduk di
desa/kelurahan secara benar. NIK wajib dicantumkan dalam setiap
Dokumen Kependudukan, baik dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk
maupun       Pencatatan    Sipil,    serta    sebagai    dasar      penerbitan   berbagai
dokumen yang ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan.
   Pendaftaran Penduduk pada dasarnya menganut stelsel aktif bagi
Penduduk. Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk didasarkan pada asas
domisili atau tempat tinggal atas terjadinya Peristiwa Kependudukan yang
dialami oleh seseorang dan/atau keluarganya. Pencatatan Sipil pada
dasarnya     juga   menganut        stelsel   aktif   bagi   Penduduk.      Pelaksanaan
Pencatatan Sipil didasarkan pada asas peristiwa, yaitu tempat dan waktu
terjadinya    Peristiwa    Penting      yang     dialami     oleh     dirinya    dan/atau
keluarganya.
   Administrasi Kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat
diselenggarakan sebagai bagian dari Penyelenggaraan administrasi negara.
Dari sisi kepentingan Penduduk, Administrasi Kependudukan memberikan
pemenuhan       hak-hak     administratif,       seperti     pelayanan     publik    serta
perlindungan yang berkenaan dengan Dokumen Kependudukan, tanpa
adanya perlakuan yang diskriminatif.
Administrasi Kependudukan diarahkan untuk:
1. memenuhi hak asasi setiap orang di bidang Administrasi Kependudukan
   tanpa diskriminasi dengan pelayanan publik yang profesional;
2. meningkatkan kesadaran Penduduk akan kewajibannya untuk berperan
   serta dalam pelaksanaan Administrasi Kependudukan;
3. memenuhi         data   statistik     secara       nasional      mengenai     Peristiwa
   Kependudukan dan Peristiwa Penting;
4. mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan
   secara nasional, regional, serta lokal; dan
5. mendukung pembangunan sistem Administrasi Kependudukan.

Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan bertujuan untuk:
1. memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen
   Penduduk untuk setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting
   yang dialami oleh Penduduk;


                                                                      2. memberikan . . .




                                        -4-
2. memberikan perlindungan status hak sipil Penduduk;
3. menyediakan       data   dan   informasi        kependudukan     secara       nasional
   mengenai Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagai
   tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses
   sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan
   pada umumnya;
4. mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan secara nasional dan
   terpadu; dan
5. menyediakan data Penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor
   terkait   dalam     penyelenggaraan         setiap    kegiatan       pemerintahan,
   pembangunan, dan kemasyarakatan.
   Prinsip-prinsip     tersebut     di     atas     menjadi     dasar     terjaminnya
penyelenggaraan       Administrasi        Kependudukan          sebagaimana         yang
dikehendaki oleh Undang-Undang ini melalui penerapan Sistem Informasi
Administrasi Kependudukan.
Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dimaksudkan untuk:
1. terselenggaranya Administrasi Kependudukan dalam skala nasional
   yang terpadu dan tertib;
2. terselenggaranya Administrasi Kependudukan yang bersifat universal,
   permanen, wajib, dan berkelanjutan;
3. terpenuhinya hak Penduduk di bidang Administrasi Kependudukan
   dengan pelayanan yang profesional; dan
4. tersedianya data dan informasi secara nasional mengenai Pendaftaran
   Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagai tingkatan secara akurat,
   lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi
   perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya.
    Secara keseluruhan, ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini
meliputi hak dan kewajiban Penduduk, Penyelenggara dan Instansi
Pelaksana, Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, Data dan Dokumen
Kependudukan, Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada saat
negara   dalam    keadaan     darurat,      pemberian    kepastian      hukum,       dan
perlindungan     terhadap    Data        Pribadi    Penduduk.     Untuk      menjamin
pelaksanaan Undang-Undang ini dari kemungkinan pelanggaran, baik
administratif maupun ketentuan materiil yang bersifat pidana, diatur juga
ketentuan mengenai tata cara penyidikan serta pengaturan mengenai
sanksi administratif dan ketentuan pidana.

                                                                           II.     PASAL



                                     -5-
II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
      Cukup jelas.

  Pasal 2
      Cukup jelas.

  Pasal 3
      Persyaratan yang dimaksud adalah          sesuai   dengan    peraturan
      pelaksanaan Undang-Undang ini.

  Pasal 4
      Lihat Penjelasan Pasal 3.

  Pasal 5
      Yang dimaksud dengan "Pemerintah" adalah Presiden Republik
      Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
      Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
      Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

              Huruf a
                  Cukup jelas.

              Huruf b
                  Penetapan sistem, pedoman, dan standar yang bersifat
                  nasional di bidang Administrasi Kependudukan sangat
                  diperlukan   dalam   upaya   penertiban Administrasi
                  Kependudukan.
                     Penetapan    pedoman     di     bidang   Administrasi
                     Kependudukan oleh Presiden, baik dalam bentuk
                     Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden, serta
                     pedoman yang ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk
                     Peraturan Menteri digunakan sebagai acuan dalam
                     pembuatan peraturan daerah oleh kabupaten/kota.

              Huruf c
                  Cukup jelas.

              Huruf d
                  Cukup jelas.




                                                                  Huruf e . . .




                                   -6-
               Huruf e
                   Yang dimaksud dengan "pengelolaan dan penyajian Data
                   Kependudukan berskala nasional" adalah pengelolaan
                   Data Kependudukan yang menggambarkan kondisi
                   nasional dengan menggunakan SIAK yang disajikan
                   sesuai    dengan     kepentingan     penyelenggaraan
                   pemerintahan dan pembangunan.

               Huruf f
                   Cukup jelas.

Pasal 6
    Huruf a
               Cukup jelas.

    Huruf b
               Cukup jelas.

    Huruf c
               Cukup jelas.

    Huruf d
               Yang dimaksud dengan "pengelolaan dan penyajian Data
               Kependudukan berskala provinsi" adalah pengelolaan data
               kependudukan yang menggambarkan kondisi provinsi dengan
               menggunakan SIAK yang disajikan sesuai dengan kepentingan
               penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

    Huruf e
               Cukup jelas.

Pasal 7
    Ayat (1)
               Huruf a
                         Cukup jelas.
               Huruf b
                         Cukup jelas.

               Huruf c
                         Cukup jelas.

               Huruf d
                         Cukup jelas.



                                                             Huruf e . . .




                                        -7-
               Huruf e
                         Cukup jelas.

               Huruf f
                         Yang dimaksud dengan "desa" adalah kesatuan
                         masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
                         yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
                         kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
                         usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
                         dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan
                         Republik Indonesia.

               Huruf g
                         Yang dimaksud dengan "pengelolaan dan penyajian
                         Data Kependudukan berskala kabupaten/kota" adalah
                         pengelolaan    Data      Kependudukan        yang
                         menggambarkan kondisi kabupaten/kota dengan
                         menggunakan SIAK yang disajikan sesuai dengan
                         kepentingan penyelenggaraan pemerintahan dan
                         pembangunan.

               Huruf h
                      Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Provinsi  Daerah    Khusus    Ibukota Jakarta   sesuai
               kekhususannya berbeda dengan provinsi yang lain karena
               diberi kewenangan untuk menyelenggarakan Administrasi
               Kependudukan seperti kabupaten/kota.

Pasal 8
    Cukup jelas

Pasal 9
    Cukup jelas.

Pasal 10
    Cukup jelas.

Pasal 11
    Cukup jelas.

Pasal 12
    Cukup jelas.



                                                               Pasal 13 . . .




                                        -8-
Pasal 13
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Pemberian NIK kepada Penduduk menggunakan             Sistem
               Informasi Administrasi Kependudukan.


    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

Pasal 14
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "dokumen Pendaftaran Penduduk"
               adalah bagian dari Dokumen Kependudukan yang dihasilkan
               dari proses Pendaftaran Penduduk, misalnya KK, KTP, dan
               Biodata.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

Pasal 15
    Cukup jelas.

Pasal 16
    Cukup jelas.

Pasal 17
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Yang dimaksud dengan "hari" adalah hari kerja (berlaku untuk
               penjelasan "hari" pada pasal-pasal berikutnya).

    Ayat (4)
               Cukup jelas.


                                                               Pasal 18 . . .




                                  -9-
Pasal 18
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "pindah ke luar negeri" adalah
               Penduduk yang tinggal menetap di luar negeri atau
               meninggalkan tanah air untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
               berturut-turut atau lebih dari 1 (satu) tahun.
               Penduduk tersebut termasuk Tenaga Kerja Indonesia yang
               akan bekerja ke luar negeri.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Pelaporan pada Kantor Perwakilan Republik Indonesia
               diperlukan sebagai bahan pendataan WNI di luar negeri.

Pasal 19
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "datang dari luar negeri" adalah WNI
               yang sebelumnya pindah ke luar negeri kemudian datang
               untuk menetap kembali di Indonesia.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

Pasal 20
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Yang dimaksud dengan "Surat Keterangan Tempat Tinggal"
               adalah Surat Keterangan Kependudukan yang diberikan
               kepada Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas
               sebagai bukti diri bahwa yang bersangkutan telah terdaftar di
               pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai Penduduk tinggal
               terbatas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

Pasal 21
    Cukup jelas.


                                                                Pasal 22 . . .




                                  - 10 -
Pasal 22
    Cukup jelas.

Pasal 23
    Cukup jelas.

Pasal 24
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "Penduduk Pelintas Batas" adalah
               Penduduk yang bertempat-tinggal secara turun-temurun di
               wilayah kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan
               negara tetangga yang melakukan lintas batas antarnegara
               karena kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang ditetapkan
               berdasarkan peraturan perundang-undangan.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 25
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "Penduduk rentan Administrasi
               Kependudukan" adalah Penduduk yang mengalami hambatan
               dalam memperoleh Dokumen Kependudukan yang disebabkan
               oleh bencana alam dan kerusuhan sosial.
               Pendataan dilakukan dengan membentuk tim di daerah yang
               beranggotakan dari instansi terkait.

               Huruf a
                         Cukup jelas.

               Huruf b
                         Cukup jelas.

               Huruf c
                         Yang dimaksud dengan "orang terlantar" adalah
                         Penduduk yang karena suatu sebab sehingga tidak
                         dapat memenuhi kebutuhannya secara wajar, baik
                         rohani, jasmani maupun sosial.




                                                                  Ciri . . .




                                    - 11 -
                       Ciri-cirinya:
                       1) tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
                           khususnya makan, sandang dan papan;
                       2) tempat tinggal tidak tetap/gelandangan;
                       3) tidak mempunyai pekerjaan/kegiatan yang tetap;
                       4) miskin.

                     Huruf d
                           Yang dimaksud dengan "komunitas terpencil"
                           adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal
                           dan terpencar serta kurang atau belum terlibat
                           dalam jaringan dan pelayanan, baik sosial,
                           ekonomi maupun politik.
                           Ciri-cirinya:
                           1) berbentuk komunitas kecil, tertutup dan
                              homogen;
                           2) pranata sosial bertumpu pada hubungan
                              kekerabatan;
                           3) pada umumnya terpencil secara geografis dan
                              relatif sulit terjangkau;
                           4) peralatan teknologi sederhana;
                           5) terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi
                              dan politik.

    Ayat (2)
               Yang dimaksud dengan "tempat sementara" adalah tempat
               pada saat terjadi pengungsian.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

Pasal 26
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "Penduduk yang tidak mampu
               melaksanakan sendiri pelaporan" adalah Penduduk yang tidak
               mampu melaksanakan pelaporan karena pertimbangan umur,
               sakit keras, cacat fisik dan cacat mental.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.


                                                                Pasal 27 . . .




                                  - 12 -
Pasal 27
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "tempat terjadinya peristiwa kelahiran"
               adalah wilayah terjadinya kelahiran.
               Waktu pelaporan kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari
               merupakan tenggang waktu yang memungkinkan bagi
               Penduduk untuk melaporkan peristiwa kelahiran sesuai
               dengan kondisi/letak geografis Indonesia.
               Penduduk yang wajib melaporkan kelahiran adalah Kepala
               Keluarga.

    Ayat (2)
               Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran tanpa dipungut biaya
               sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28
    Ayat (1)
               Cukup jelas.


    Ayat (2)
               Kutipan akta kelahiran seorang anak yang tidak diketahui asal
               usulnya atau keberadaan orang tuanya diserahkan kepada
               yang bersangkutan setelah dewasa.

Pasal 29
    Ayat (1)
               Kewajiban untuk melaporkan kepada "instansi yang
               berwenang di negara setempat" berdasarkan asas yang dianut,
               yaitu asas peristiwa.
               Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang di negara
               setempat" adalah lembaga yang berwenang seperti yang
               dimaksud dengan Instansi Pelaksana dalam Undang-Undang
               ini.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.


                                                                Pasal 30 . . .




                                   - 13 -
Pasal 30
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "tempat singgah" adalah tempat
               persinggahan pesawat terbang atau kapal laut dalam
               perjalanannya mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan asas
               yang berlaku secara universal, yakni tempat di mana peristiwa
               kelahiran (persinggahan pertama pesawat terbang/kapal laut),
               apabila memungkinkan pelaporan dilakukan.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

    Ayat (5)
               Cukup jelas.

    Ayat (6)
               Cukup jelas.

Pasal 31
    Cukup jelas.

Pasal 32
    Ayat (1)
               Persetujuan dari Instansi Pelaksana diperlukan mengingat
               pelaporan kelahiran tersebut sudah melampaui batas waktu
               sampai dengan 1 (satu) tahun dikhawatirkan terjadi
               manipulasi data atau hal-hal yang tidak diinginkan.
               Persetujuan tersebut juga berfungsi sebagai verifikasi atas
               keabsahan data yang dilaporkan.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.




                                                                Pasal 33 . . .




                                - 14 -
Pasal 33
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "lahir mati" adalah kelahiran seorang
               bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 (dua
               puluh delapan) minggu pada saat dilahirkan tanpa
               menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

    Ayat (2)
               Peristiwa lahir mati hanya diberikan Surat Keterangan Lahir
               Mati, tidak diterbitkan Akta Pencatatan Sipil.
               Meskipun tidak diterbitkan akta Pencatatan Sipil tetapi
               pendataannya diperlukan untuk kepentingan perencanaan dan
               pembangunan di bidang kesehatan.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 34
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah ikatan lahir batin
               antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
               sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
               Perkawinan bagi Penduduk yang beragama Islam dicatat oleh
               Kantor Urusan Agama Kecamatan sesuai dengan peraturan
               perundang-undangan.

    Ayat (2)
               Penerbitan Akta Perkawinan bagi Penduduk yang beragama
               Islam dilakukan oleh Departemen Agama.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

    Ayat (5)
               Karena akta perkawinan bagi Penduduk yang beragama Islam
               sudah diterbitkan oleh KUAKec, data perkawinan yang
               diterima oleh Instansi Pelaksana tidak perlu diterbitkan
               kutipan akta perkawinan.

    Ayat (6)
               Cukup jelas.


                                                               Ayat (7) . . .




                                 - 15 -
    Ayat (7)
               Cukup jelas.

Pasal 35
    Huruf a
               Yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh
               Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat
               yang berbeda agama.

    Huruf b
               Perkawinan yang dilakukan oleh warga negara asing di
               Indonesia, harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-
               undangan mengenai perkawinan di Indonesia.


Pasal 36
    Cukup jelas.

Pasal 37
    Cukup jelas.

Pasal 38
    Cukup jelas.

Pasal 39
    Cukup jelas.

Pasal 40
    Cukup jelas.

Pasal 41
    Cukup jelas.

Pasal 42
    Cukup jelas.

Pasal 43
    Ayat (1)
               Bagi penganut agama Islam diberlakukan ketentuan mengenai
               rujuk yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
               1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk jo. Undang-
               Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
               peraturan pelaksanaannya.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.


                                                              Ayat (3) . . .




                                 - 16 -
    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 44
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "kematian" adalah tidak adanya secara
               permanen seluruh kehidupan pada saat mana pun setelah
               kelahiran hidup terjadi.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Yang dimaksud dengan "pihak yang berwenang" adalah kepala
               rumah sakit, dokter/paramedis, kepala desa/lurah atau
               kepolisian.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

    Ayat (5)
               Cukup jelas.

Pasal 45
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.
    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Yang dimaksud dengan "pernyataan" adalah keterangan dari
               pejabat yang berwenang.

    Ayat (5)
               Cukup jelas.

    Ayat (6)
               Cukup jelas.

Pasal 46
    Cukup jelas.


                                                              Pasal 47 . . .




                                 - 17 -
Pasal 47
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "pengangkatan anak" adalah perbuatan
               hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan
               kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain
               yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan
               membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga
               orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan
               pengadilan.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Yang dimaksud dengan "catatan pinggir" adalah catatan
               mengenai perubahan status atas terjadinya Peristiwa Penting
               dalam bentuk catatan yang diletakkan pada bagian pinggir
               akta   atau    bagian akta    yang    memungkinkan       (di
               halaman/bagian muka atau belakang akta) oleh Pejabat
               Pencatatan Sipil.

Pasal 48
    Cukup jelas.

Pasal 49
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "pengakuan anak" adalah pengakuan
               seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar ikatan
               perkawinan sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas

Pasal 50
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "pengesahan anak" adalah pengesahan
               status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan sah
               pada saat pencatatan perkawinan kedua orang tua anak
               tersebut.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.


                                                                Ayat (3) . . .




                                  - 18 -
    Ayat (3)
               Cukup jelas
Pasal 51
    Cukup jelas.

Pasal 52
    Cukup jelas.

Pasal 53
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Pembuatan catatan pinggir pada akta Pencatatan Sipil
               diperuntukkan bagi warga negara asing yang melakukan
               perubahan kewarganegaraan dan pernah mencatatkan
               Peristiwa Penting di Indonesia.

Pasal 54
    Cukup jelas.

Pasal 55
    Cukup jelas.

Pasal 56
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "Peristiwa Penting lainnya" adalah
               peristiwa yang ditetapkan oleh pengadilan negeri untuk
               dicatatkan pada Instansi Pelaksana, antara lain perubahan
               jenis kelamin.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 57
    Cukup jelas.

Pasal 58
    Ayat (1)
               Cukup jelas.



                                                              Ayat (2) . . .




                                 - 19 -
Ayat (2)
           Huruf a
                 Cukup jelas.

           Huruf b
                 Cukup jelas.

           Huruf c
                 Cukup jelas.

           Huruf d
                 Cukup jelas.

           Huruf e
                 Cukup jelas.

           Huruf f
                 Cukup jelas.

           Huruf g
                 Cukup jelas.
           Huruf h
                 Cukup jelas.

           Huruf i
                 Cukup jelas.

           Huruf j
                 Cukup jelas.

           Huruf k
                 Yang dimaksud dengan cacat fisik dan/atau mental
                 mengacu pada undang-undang yang menetapkan
                 tentang hal tersebut.

           Huruf l
                 Cukup jelas.

           Huruf m
                 Cukup jelas.

           Huruf n
                 Cukup jelas.



                                                       Huruf o . . .




                                - 20 -
Huruf o
      Cukup jelas.

Huruf p
      Cukup jelas.

Huruf q
      Cukup jelas.

Huruf r
      Cukup jelas.

Huruf s
      Cukup jelas.

Huruf t
      Cukup jelas.

Huruf u
      Cukup jelas.

Huruf v
      Cukup jelas.

Huruf w
      Cukup jelas.

Huruf x
      Cukup jelas.

Huruf y
      Cukup jelas.

Huruf z
      Cukup jelas.

Huruf aa
      Cukup jelas.




                              Ayat (3) . . .




                     - 21 -
    Ayat (3)
               Yang dimaksud dengan "data agregat" adalah kumpulan data
               tentang Peristiwa Kependudukan, Peristiwa Penting, jenis
               kelamin, kelompok usia, agama, pendidikan, dan pekerjaan.
               Yang dimaksud dengan "data kuantitatif" adalah data yang
               berupa angka-angka.
               Yang dimaksud dengan "data kualitatif" adalah data yang
               berupa penjelasan.

Pasal 59
    Ayat (1)
               Huruf a
                     Yang dimaksud dengan "Biodata Penduduk" adalah
                     keterangan yang berisi elemen data tentang jatidiri,
                     informasi dasar serta riwayat perkembangan dan
                     perubahan keadaan yang dialami oleh Penduduk sejak
                     saat kelahiran.

               Huruf b
                     Cukup jelas.

               Huruf c
                     Cukup jelas.

               Huruf d
                     Cukup jelas.

               Huruf e
                     Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

    Ayat (5)
               Cukup jelas.

    Ayat (6)
               Cukup jelas.


                                                              Pasal 60 . . .




                                    - 22 -
Pasal 60
    Kata "paling sedikit" dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
    memberikan kemungkinan adanya tambahan keterangan, tetapi
    keterangan tersebut tidak bersifat diskriminatif.
    Yang dimaksud dengan "alamat" adalah alamat sekarang dan alamat
    sebelumnya.
    Yang dimaksud dengan "jati diri lainnya" meliputi nomor KK, NIK, laki-
    laki/perempuan, golongan darah, agama, pendidikan terakhir,
    pekerjaan,      penyandang         cacat,      status    perkawinan,
    kedudukan/hubungan dalam keluarga, NIK ibu kandung, nama ibu
    kandung, NIK ayah kandung, nama ayah kandung, nomor paspor,
    tanggal berakhir paspor, nomor akta kelahiran/surat kenal lahir,
    nomor akta perkawinan/buku nikah, tanggal perkawinan, nomor akta
    perceraian/surat cerai, dan tanggal perceraian.

Pasal 61
    Ayat (1)
               Yang dimaksud "dengan Kepala Keluarga" adalah :
               a. orang yang bertempat tinggal dengan orang lain, baik
                  mempunyai hubungan darah maupun tidak, yang
                  bertanggung jawab terhadap keluarga;
               b. orang yang bertempat tinggal seorang diri; atau
               c. kepala kesatrian, kepala asrama, kepala rumah yatim piatu,
                  dan lain-lain tempat beberapa orang tinggal bersama-sama.
               Setiap kepala keluarga wajib memiliki KK, meskipun kepala
               keluarga tersebut masih menumpang di rumah orang tuanya
               karena pada prinsipnya dalam satu alamat rumah boleh
               terdapat lebih dari satu KK.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

    Ayat (5)
               Cukup jelas.




                                                               Pasal 62 . . .




                                  - 23 -
Pasal 62
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Yang dimaksud dengan "perubahan susunan keluarga dalam
               KK" adalah perubahan yang diakibatkan adanya Peristiwa
               Kependudukan atau Peristiwa Penting seperti pindah datang,
               kelahiran, atau kematian.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 63
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

    Ayat (5)
               Cukup jelas.

    Ayat (6)
               Dalam rangka menciptakan kepemilikan 1 (satu) KTP untuk 1
               (satu) Penduduk diperlukan sistem keamanan/pengendalian
               dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan
               melakukan verifikasi dan validasi dalam sistem database
               kependudukan serta pemberian NIK.

Pasal 64
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.


                                                              Ayat (4) . . .




                                  - 24 -
    Ayat (4)
               Ketentuan tentang pindah domisili tetap bagi KTP seumur
               hidup mengikuti ketentuan yang berlaku menurut Undang-
               Undang ini.

    Ayat (5)
       Cukup jelas.

Pasal 65
    Cukup jelas.

Pasal 66
    Cukup jelas.

Pasal 67
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Cukup jelas

    Ayat (3)
               Cukup jelas

    Ayat (4)
               Huruf a
                         Cukup jelas

               Huruf b
                         Cukup jelas

               Huruf c
                         Cukup jelas

               Huruf d
                         Cukup jelas

               Huruf e
                         Cukup jelas

               Huruf f
                         Cukup jelas

               Huruf g
                         Cukup jelas


                                                            Huruf h . . .




                                       - 25 -
               Huruf h
                      Yang dimaksud     dengan "pejabat yang berwenang"
                      adalah Pejabat     Pencatatan Sipil pada Instansi
                      Pelaksana yang     telah diambil sumpahnya untuk
                      melakukan tugas   pencatatan.

Pasal 68
    Cukup jelas.

Pasal 69
    Cukup jelas.



Pasal 70
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "kesalahan tulis redaksional",
               misalnya kesalahan penulisan huruf dan/atau angka.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 71
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Pembetulan akta biasanya dilakukan pada saat akta sudah
               selesai di proses (akta sudah jadi) tetapi belum diserahkan
               atau akan diserahkan kepada subjek akta. Pembetulan akta
               atas dasar koreksi dari petugas, wajib diberitahukan kepada
               subjek akta.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 72
    Ayat (1)
               Pembatalan akta dilakukan atas permintaan orang lain atau
               subjek akta, dengan alasan akta cacat hukum karena dalam
               proses pembuatan didasarkan pada keterangan yang tidak
               benar dan tidak sah.


                                                               Ayat (2) . . .




                                  - 26 -
    Ayat (2)
               Cukup jelas.

Pasal 73
    Cukup jelas.

Pasal 74
    Cukup jelas.

Pasal 75
    Cukup jelas.

Pasal 76
    Yang dimaksud dengan "petugas rahasia" adalah reserse dan intel
    yang melakukan tugasnya di luar daerah domisilinya.

Pasal 77
    Cukup jelas.

Pasal 78
    Cukup jelas.

Pasal 79
    Cukup jelas.

Pasal 80
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "negara atau sebagian dari negara
               dinyatakan    dalam    keadaan   darurat   dengan   segala
               tingkatannya"   adalah   sebagaimana    diamanatkan   oleh
               peraturan perundang-undangan.
    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 81
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "Surat Keterangan Pencatatan Sipil"
               adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh lembaga yang
               berwenang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
               ketika negara atau sebagian negara dalam keadaan luar biasa.




                                                                 Ayat (2) . . .




                                  - 27 -
    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.

Pasal 82
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Pembangunan       dan   pengembangan      Sistem     Informasi
               Administrasi Kependudukan bertujuan mewujudkan komitmen
               nasional dalam rangka menciptakan sistem pengenal tunggal,
               berupa NIK, bagi seluruh Penduduk Indonesia. Dengan
               demikian,    data   Penduduk   dapat     diintegrasikan    dan
               direlasionalkan dengan data hasil rekaman pelayanan
               Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Sistem ini akan
               menghasilkan data Penduduk nasional yang dinamis dan
               mutakhir.
               Pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
               dilakukan dengan menggunakan perangkat keras, perangkat
               lunak dan sistem jaringan komunikasi data yang efisien dan
               efektif agar dapat diterapkan di seluruh wilayah Negara
               Kesatuan Republik Indonesia. Bagi wilayah yang belum
               memiliki fasilitas komunikasi data, sistem komunikasi data
               dilakukan dengan manual dan semielektronik.
               Yang dimaksud dengan "manual" adalah perekaman data
               secara manual, yang pengiriman data dilakukan secara
               periodik dengan sistem pelaporan berjenjang karena tidak
               tersedia listrik ataupun jaringan komunikasi data.
               Yang dimaksud dengan "semielektronik" adalah perekaman
               data dengan menggunakan komputer, tetapi pengirimannya
               menggunakan CD/disket secara periodik karena belum
               tersedia jaringan komunikasi data.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

    Ayat (4)
               Cukup jelas.


                                                                  Ayat (5) . . .




                                   - 28 -
    Ayat (5)
               Cukup jelas.

Pasal 83
    Ayat (1)
               Data Penduduk yang dihasilkan oleh sistem informasi dan
               tersimpan    di  dalam    database   kependudukan     dapat
               dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti dalam
               menganalisa dan merumuskan kebijakan kependudukan,
               menganalisa dan merumuskan perencanaan pembangunan,
               pengkajian ilmu pengetahuan. Dengan demikian baik
               pemerintah maupun non pemerintah untuk kepentingannya
               dapat diberikan izin terbatas dalam arti terbatas waktu dan
               peruntukkannya.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 84
    Ayat (1)
               Huruf a
                     Cukup jelas.

               Huruf b
                     Cukup jelas.

               Huruf c
                     Cukup jelas.

               Huruf d
                     Cukup jelas.

               Huruf e
                     Cukup jelas.

               Huruf f
                     Cukup jelas.

               Huruf g
                     Yang dimaksud dengan "beberapa isi catatan Peristiwa
                     Penting" adalah beberapa catatan mengenai data yang
                     bersifat pribadi dan berkaitan dengan Peristiwa Penting
                     yang perlu dilindungi.


                                                                 Ayat (2) . . .




                                    - 29 -
    Ayat (2)
               Cukup jelas.

Pasal 85
    Ayat (1)
               Lihat Penjelasan Pasal 84.

    Ayat (2)
               Penyimpanan dan perlindungan dimaksud meliputi tata cara
               dan penanggung jawab.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 86
    Cukup jelas.

Pasal 87
    Ayat (1)
               Yang dimaksud dengan "pengguna Data Pribadi Penduduk"
               adalah instansi pemerintah dan swasta yang membutuhkan
               informasi data sesuai dengan bidangnya.

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

Pasal 88
    Ayat (1)
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
               Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan kepada Pejabat
               Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai saat
               dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya
               kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian
               Negara Republik Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk
               memberikan jaminan bahwa hasil penyidikannya telah memenuhi
               ketentuan dan persyaratan. Mekanisme hubungan koordinasi
               antara Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Penyidik
               Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan
               peraturan perundang-undangan.
               Yang dimaksud dengan "Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
               bidang Administrasi Kependudukan" adalah pegawai negeri
               yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
               melakukan penyidikan di bidang Administrasi Kependudukan.



                                                                    Huruf a . . .




                                    - 30 -
               Huruf a
                         Cukup jelas.

               Huruf b
                         Cukup jelas.

               Huruf c
                         Cukup jelas.

               Huruf d
                         Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Cukup jelas.

Pasal 89

    Ayat (1)
               Cukup jelas

    Ayat (2)
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
               Penetapan besaran denda administratif dalam Peraturan
               Presiden   dilakukan     dengan memperhatikan kondisi
               masyarakat di setiap daerah.

Pasal 90
    Ayat (1)
               Cukup jelas

    Ayat (2)
               Cukup jelas.
    Ayat (3)
               Penetapan besaran denda administratif dalam Peraturan
               Presiden   dilakukan     dengan memperhatikan kondisi
               masyarakat di setiap daerah.

Pasal 91
    Ayat (1)
               Cukup jelas

    Ayat (2)
               Cukup jelas.


                                                          Ayat (3) . . .




                                        - 31 -
    Ayat (3)
               Penetapan besaran denda administratif dalam Peraturan
               Presiden   dilakukan     dengan memperhatikan kondisi
               masyarakat di setiap daerah.

Pasal 92
    Cukup jelas.

Pasal 93
    Cukup jelas.

Pasal 94
    Cukup jelas.

Pasal 95
    Cukup jelas.

Pasal 96
    Cukup jelas.

Pasal 97
    Cukup jelas.

Pasal 98
    Cukup jelas.

Pasal 99
    Cukup jelas.

Pasal 100
    Cukup jelas.

Pasal 101
    Cukup jelas.

Pasal 102
    Cukup jelas.

Pasal 103
    Cukup jelas.

Pasal 104
    Pembentukan   UPTD    Instansi  Pelaksana  dilakukan      dengan
    mempertimbangkan kebutuhan pelayanan masyarakat.



                                                        Pasal 105 . . .




                                - 32 -
  Pasal 105
      Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara perkawinan bagi
      penghayat kepercayaan" adalah persyaratan dan tata cara pengesahan
      perkawinan yang ditentukan oleh penghayat kepercayaan sendiri dan
      ketentuan itu menjadi dasar pengaturan dalam Peraturan Pemerintah.

  Pasal 106
      Cukup jelas.

  Pasal 107
      Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4674


Silahkan download versi PDF nya sbb:
administrasi_kependudukan_(uu_23_thn_2006)_23.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.