Previous
Next

2006

Undang-Undang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (UU 1 thn 2006)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana :
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 1 TAHUN 2006
                               TENTANG
            BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA




               DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum
               berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
               Republik Indonesia Tahun 1945 yang mendukung dan
               menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum
               yang berintikan keadilan dan kebenaran;
            b. bahwa tindak pidana terutama yang bersifat transnasional
               atau lintas negara mengakibatkan timbulnya permasalahan
               hukum suatu negara dengan negara lain yang memerlukan
               penanganan melalui hubungan baik berdasarkan hukum di
               masing-masing negara;
            c. bahwa penanganan tindak pidana transnasional harus
               dilakukan dengan bekerja sama antarnegara dalam bentuk
               bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang sampai
               saat ini belum ada landasan hukumnya;
            d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
               dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
               Undang-Undang tentang Bantuan Timbal Balik dalam
               Masalah Pidana;



Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar
            Negara Republik Indonesia Tahun 1945;



                                                             Dengan . . .
                                  -2-



                      Dengan Persetujuan Bersama
         DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                   dan
                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                             MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK
            DALAM MASALAH PIDANA.

                               BAB I
                          KETENTUAN UMUM

                                 Pasal 1

          Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
          1.   Keterangan adalah informasi yang diberikan secara lisan
               dan/atau tertulis.
          2.   Pernyataan adalah keterangan yang diberikan oleh saksi,
               ahli, terdakwa yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau
               direkam secara elektronik seperti rekaman, kaset, video,
               atau bentuk lain yang dapat dipersamakan dengan itu
               tentang apa yang diketahui, dilihat, didengar, atau dialami
               sendiri.
          3.   Dokumen adalah alat bukti berupa data, rekaman, atau
               informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar,
               yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
               sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa
               pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik,
               termasuk tetapi tidak terbatas pada:
               a.   tulisan, suara, atau gambar;
               b.   peta, desain, foto, atau sejenisnya;
               c.   huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang
                    memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang
                    mampu membaca atau memahaminya.

                                                              4. Surat . . .
                       -3-



4.   Surat adalah segala dokumen resmi yang dikeluarkan oleh
     pejabat yang berwenang di Indonesia atau di negara asing.
5.   Perampasan adalah upaya paksa pengambilalihan hak atas
     kekayaan atau keuntungan yang telah diperoleh, atau
     mungkin telah diperoleh oleh orang dari tindak pidana yang
     dilakukannya, berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia
     atau negara asing.
6.   Pemblokiran adalah pembekuan sementara harta kekayaan
     untuk     kepentingan   penyidikan,    penuntutan,     atau
     pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tujuan untuk
     mencegah dialihkan atau dipindahtangankan agar orang
     tertentu atau semua orang tidak berurusan dengan harta
     kekayaan yang telah diperoleh, atau mungkin telah diperoleh
     dari dilakukannya tindak pidana tersebut.
7.   Hasil tindak pidana adalah setiap harta kekayaan yang
     diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari
     suatu tindak pidana, termasuk kekayaan yang ke dalamnya
     kemudian dikonversi, diubah, atau digabungkan dengan
     kekayaan yang dihasilkan atau diperoleh langsung dari
     tindak pidana tersebut, termasuk pendapatan, modal, atau
     keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan
     tersebut dari waktu ke waktu sejak terjadinya tindak pidana
     tersebut.
8.   Pejabat adalah orang yang diperintahkan atau orang yang
     karena    jabatannya    memiliki    kewenangan    untuk
     melaksanakan tindakan-tindakan yang terkait dengan
     bantuan timbal balik.
9.   Kapolri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
10. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang
    hukum dan hak asasi manusia.
11. Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab
    tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan
    pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.



                                                     Pasal 2 . . .
                       -4-

                      Pasal 2

Undang-Undang ini bertujuan memberikan dasar hukum bagi
Pemerintah Republik Indonesia dalam meminta dan/atau
memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan
pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam
masalah pidana dengan negara asing.


                      Pasal 3

(1)   Bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang
      selanjutnya disebut Bantuan, merupakan permintaan
      Bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan
      pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan Negara Diminta.
(2)   Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
      a. mengidentifikasi dan mencari orang;
      b. mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya;
      c. menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya;
      d. mengupayakan kehadiran orang untuk memberikan
          keterangan atau membantu penyidikan;
      e. menyampaikan surat;
          melaksanakan     permintaan     penggeledahan    dan
      f.
          penyitaan;
      g. perampasan hasil tindak pidana;
      h. memperoleh kembali sanksi denda berupa uang
          sehubungan dengan tindak pidana;
          melarang transaksi kekayaan, membekukan aset yang
      i.
          dapat dilepaskan atau disita, atau yang mungkin
          diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang
          dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana;
          mencari kekayaan yang dapat dilepaskan, atau yang
      j.
          mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda
          yang dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana;
          dan/atau
      k. Bantuan lain yang sesuai dengan Undang-Undang ini.



                                                   Pasal 4 . . .
                       -5-

                      Pasal 4

Ketentuan dalam Undang-Undang          ini   tidak   memberikan
wewenang untuk mengadakan:
      ekstradisi atau penyerahan orang;
a.
      penangkapan atau penahanan dengan         maksud     untuk
b.
      ekstradisi atau penyerahan orang;
      pengalihan narapidana; atau
c.
      pengalihan perkara.
d.

                      Pasal 5

      Bantuan dapat dilakukan berdasarkan suatu perjanjian.
(1)
      Dalam hal belum ada perjanjian sebagaimana dimaksud
(2)
      pada ayat (1) maka Bantuan dapat dilakukan atas dasar
      hubungan baik berdasarkan prinsip resiprositas.

                      Pasal 6

Permintaan Bantuan ditolak jika:
a.    permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan,
      penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau
      pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang
      dianggap sebagai:
      1.   tindak pidana politik, kecuali pembunuhan atau
           percobaan pembunuhan terhadap kepala negara/kepala
           pemerintahan, terorisme; atau
      2.   tindak pidana berdasarkan hukum militer;
      permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan,
b.
      penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap
      orang atas tindak pidana yang pelakunya telah dibebaskan,
      diberi grasi, atau telah selesai menjalani pemidanaan;
      permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan,
c.
      penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau
      pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang jika
      dilakukan di Indonesia tidak dapat dituntut;

                                               d. permintaan . . .
                      -6-

     permintaan Bantuan diajukan untuk menuntut atau
d.
     mengadili orang karena alasan suku, jenis kelamin, agama,
     kewarganegaraan, atau pandangan politik;
     persetujuan pemberian Bantuan atas permintaan Bantuan
e.
     tersebut   akan    merugikan    kedaulatan, keamanan,
     kepentingan, dan hukum nasional;
     negara asing tidak dapat memberikan jaminan bahwa hal
f.
     yang dimintakan Bantuan tidak digunakan untuk
     penanganan perkara yang dimintakan; atau
     negara asing tidak dapat memberikan jaminan pengembalian
g.
     barang bukti yang diperoleh berdasarkan Bantuan apabila
     diminta.

                     Pasal 7

Permintaan Bantuan dapat ditolak jika:
     permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan,
a.
     penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau
     pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang jika
     dilakukan dalam wilayah Indonesia, bukan merupakan
     tindak pidana;
     permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan,
b.
     penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau
     pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang jika
     dilakukan di luar wilayah Indonesia, bukan merupakan
     tindak pidana;
     permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu penyidikan,
c.
     penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau
     pemidanaan terhadap orang atas tindak pidana yang
     terhadap orang tersebut diancam dengan pidana mati; atau
     persetujuan pemberian Bantuan atas permintaan Bantuan
d.
     tersebut akan merugikan suatu penyidikan, penuntutan,
     dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia,
     membahayakan keselamatan orang, atau membebani
     kekayaan negara.

                                                   Pasal 8 . . .
                           -7-

                          Pasal 8

  Sebelum     menolak      pemberian     Bantuan,     Menteri
  harus mempertimbangkan persetujuan pemberian Bantuan
  dengan tata cara atau syarat khusus yang dikehendaki untuk
  dipenuhi.



                    BAB II
PERMINTAAN DARI PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

                     Bagian Kesatu
             Pengajuan Permintaan Bantuan

                          Pasal 9

        Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada
  (1)
        negara asing secara langsung atau melalui saluran
        diplomatik.
        Permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  (2)
        diajukan oleh Menteri berdasarkan permohonan dari Kapolri
        atau Jaksa Agung.
  (3)   Dalam hal tindak pidana korupsi, permohonan Bantuan
        kepada Menteri selain Kapolri dan Jaksa Agung juga dapat
        diajukan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
        Korupsi.



                     Bagian Kedua
           Persyaratan Pengajuan Permintaan

                         Pasal 10

  Pengajuan permintaan Bantuan harus memuat:
        identitas dari institusi yang meminta;
  a.


                                                     b. pokok . . .
                       -8-

     pokok masalah dan hakekat dari penyidikan, penuntutan,
b.
     atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang berhubungan
     dengan permintaan tersebut, serta nama dan fungsi institusi
     yang melakukan penyidikan, penuntutan, dan proses
     peradilan;
     ringkasan dari fakta-fakta yang terkait kecuali permintaan
c.
     Bantuan yang berkaitan dengan dokumen yuridis;
     ketentuan undang-undang yang terkait, isi pasal, dan
d.
     ancaman pidananya;
     uraian tentang Bantuan yang diminta dan rincian mengenai
e.
     prosedur khusus yang dikehendaki termasuk kerahasiaan;
     tujuan dari Bantuan yang diminta; dan
f.
     syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Negara Diminta.
g.


                Bagian Ketiga
Bantuan untuk Mencari atau Mengidentifikasi Orang

                     Pasal 11

Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada negara
asing untuk mencari atau mengidentifikasi orang yang diyakini
berada di negara asing yang:
a.   diduga atau patut diduga mempunyai hubungan dengan
     suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
     pengadilan di Indonesia; atau
b.   dapat memberikan pernyataan atau Bantuan lain dalam
     suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
     pengadilan.

                Bagian Keempat
      Bantuan untuk Mendapatkan Alat Bukti

                     Pasal 12

(1) Apabila diyakini terdapat alat bukti yang terkait dengan
    suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
    pengadilan di Indonesia, Menteri dapat mengajukan
                      -9-

     permintaan    Bantuan    kepada  negara    asing untuk
     mengupayakan:
     a. pengambilan pernyataan di negara asing; atau
     b. penyerahan dokumen atau alat bukti lainnya yang
         berada di negara asing.
(2) Pernyataan yang diterima dari negara asing berdasarkan
    permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf a dapat diterima sebagai alat bukti dalam suatu
    penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
    pengadilan yang terkait dengan permintaan tersebut
    sepanjang telah diakui dan/atau ditandatangani oleh orang
    yang menyatakan dan pejabat yang mengambil pernyataan
    tersebut.
(3) Dokumen atau alat bukti lainnya dari negara asing
    berdasarkan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) huruf b dapat diterima sebagai alat bukti
    dalam suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
    sidang pengadilan yang terkait dengan permintaan Bantuan.



                    Pasal 13

Dalam hal pengajuan permintaan Bantuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Menteri dapat meminta orang yang
memberikan pernyataan atau menunjukkan dokumen atau alat
bukti lain yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut
untuk diperiksa atau diperiksa silang melalui pertemuan
langsung atau dengan bantuan telekonferensi atau tayangan
langsung melalui sarana komunikasi atau sarana elektronik
lainnya baik dalam tahap penyidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di sidang pengadilan dengan:
a.   penyidik, penuntut umum, atau hakim; atau
b.   tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya.




                                            Bagian Kelima . . .
                       - 10 -

                  Bagian Kelima
      Bantuan untuk Mengupayakan Kehadiran
                Orang di Indonesia

                      Pasal 14

(1)   Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada
      negara asing untuk mengupayakan kehadiran orang di
      Indonesia untuk memberikan keterangan, dokumen, alat
      bukti lainnya, atau memberikan Bantuan lain dalam
      penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
      pengadilan.
(2)   Dalam hal orang yang diminta kehadirannya sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) bersedia untuk memberikan
      kesaksian dan melakukan perjalanan ke Indonesia, Menteri
      dapat mengadakan pengaturan dengan negara asing
      tersebut untuk:
      a.   membawa orang tersebut ke Indonesia;
      b.   mengembalikan orang tersebut ke negara asing; atau
      c.   hal terkait lainnya.

                      Pasal 15

(1)   Dalam hal orang yang dimintakan kehadirannya berstatus
      tahanan dan      bersedia atas kemauan sendiri untuk
      memberikan kesaksian, dan negara asing meminta orang
      tersebut ditempatkan dalam tahanan, Menteri berkoordinasi
      dengan instansi yang meminta agar orang tersebut
      ditempatkan dalam tahanan.
(2)   Penempatan dalam tahanan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilakukan terhadap orang tersebut selama ia berada
      di Indonesia dan selama perjalanan dari atau ke Indonesia.
(3)   Dalam hal orang yang dimintakan kehadirannya berstatus
      tahanan, Menteri dapat mengadakan pengaturan dengan
      otoritas yang berwenang di negara asing tersebut untuk
      keperluan:

                                                 a. membawa . . .
                       - 11 -



           membawa orang tersebut ke Indonesia;
      a.
           melakukan penahanan orang tersebut selama berada di
      b.
           Indonesia;
           mengembalikan orang tersebut ke negara asing
      c.
           tersebut; dan
           hal terkait lainnya.
      d.

                      Pasal 16

Setiap orang yang tidak bersedia memenuhi permintaan Bantuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 tidak dapat
dikenai sanksi berdasarkan hukum Indonesia.

                      Pasal 17

      Setiap orang yang berada di Indonesia atas permintaan
(1)
      Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal
      15 diberikan kekebalan hukum dan hak istimewa.
      Kekebalan hukum dan hak istimewa sebagaimana dimaksud
(2)
      pada ayat (1) adalah terlindunginya hak orang tersebut
      untuk tidak:
           ditahan, dituntut, diadili, dan dipidana berdasarkan
      a.
           hukum Indonesia untuk setiap tindak pidana yang
           diduga telah dilakukan atau yang dilakukan orang
           tersebut sebelum keberangkatannya dari negara asing
           untuk memenuhi permintaan tersebut;
           digugat pada setiap perkara perdata di Indonesia
      b.
           berkaitan dengan perbuatan atau kelalaian yang telah
           terjadi sebelum keberangkatan orang tersebut dari
           negara asing untuk memenuhi permintaan tersebut;
           diharuskan untuk memberikan keterangan atau
      c.
           Bantuan lainnya berkaitan dengan setiap masalah
           hukum di Indonesia selain masalah pidana yang terkait
           dengan permintaan tersebut;


                                               d. diharuskan . . .
                       - 12 -

           diharuskan dalam proses penyidikan, penuntutan, atau
      d.
           pemeriksaan di sidang pengadilan yang terkait dengan
           permintaan tersebut untuk memberikan jawaban yang
           menurut hukum negaranya tidak diperbolehkan
           dijawab; atau
           diharuskan menyerahkan dokumen atau apa pun yang
      e.
           menurut   hukum    negaranya  tidak  memberikan
           kewenangan untuk menyerahkannya.

      Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
(3)
      jaminan kekebalan hukum berdasarkan hukum negara
      asing diakui kebenarannya dalam pemeriksaan di sidang
      pengadilan, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
(4)
      berlaku apabila:
      a. orang tersebut telah meninggalkan Indonesia dan
           kemudian kembali      tetapi tidak berdasarkan pada
           permintaan Bantuan yang sama atau permintaan lain;
           atau
      b. orang tersebut telah diberikan kesempatan untuk
           meninggalkan Indonesia tetapi tetap berada di Indonesia
           untuk keperluan selain dari:
           1. keperluan yang terkait dengan permintaan Bantuan
              tersebut; atau
           2. memberikan kesaksian atau Bantuan secara
              sukarela dalam suatu penyidikan, penuntutan, dan
              pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia
              berdasarkan keputusan Menteri.

                      Pasal 18

Dalam hal orang yang berada di Indonesia atas permintaan
Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15
memberikan keterangan dalam pemeriksaan perkara tindak
pidana:
a. yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut atau
    pemeriksaan perkara tindak pidana sebagai tindak lanjut
    dari penyidikan yang terkait dengan permintaan Bantuan
    tersebut; atau
                      - 13 -

     yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan Pasal
b.
     17 ayat (4) huruf b angka 2       berkaitan dengan orang
     tersebut;
maka keterangan tersebut tidak dapat diajukan atau digunakan
dalam pemeriksaan perkara tindak pidana lainnya terhadap
orang tersebut atas perbuatan yang dilakukannya yang diduga
melanggar hukum Indonesia, kecuali pemeriksaan dugaan tindak
pidana pemberian keterangan palsu atau sumpah palsu
berkaitan dengan pemberian pernyataan tersebut.



                 Bagian Keenam
     Bantuan untuk Permintaan Dikeluarkannya
          Surat Perintah Di Negara Asing
          dalam Mendapatkan Alat Bukti



                     Pasal 19

Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada negara
asing untuk mengeluarkan surat perintah:
a. pemblokiran;
b. penggeledahan;
c. penyitaan; atau
d. lainnya yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan yang terkait dengan pemeriksaan
    perkara tindak pidana di Indonesia.



                     Pasal 20

Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada negara
asing untuk mendapatkan alat bukti yang berada di negara
asing   tersebut melalui   penggeledahan  dan   penyitaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.



                                            Bagian Ketujuh . . .
                     - 14 -

                Bagian Ketujuh
       Bantuan untuk Penyampaian Surat

                    Pasal 21

Menteri dapat mengajukan permintaan Bantuan kepada Negara
Diminta untuk menyampaikan surat yang berkaitan dengan
proses penyelesaian suatu penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan kepada orang tertentu atau
pejabat tertentu di Negara Diminta.



               Bagian Kedelapan
Bantuan untuk Menindaklanjuti Putusan Pengadilan

                    Pasal 22

Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, Jaksa Agung dapat mengajukan
permohonan kepada Menteri untuk mengajukan permintaan
Bantuan kepada Negara Diminta untuk menindaklanjuti putusan
pengadilan yang bersangkutan di Negara Diminta tersebut.

                    Pasal 23

Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
dapat berupa perampasan terhadap barang sitaan, pidana denda,
atau pembayaran uang pengganti.



              Bagian Kesembilan
      Pembatasan Penggunaan Pernyataan,
           Dokumen, dan Alat Bukti

                    Pasal 24

Setiap pernyataan, dokumen, dan alat bukti yang diperoleh atau
diberikan atas permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 sampai dengan Pasal 14, dan Pasal 18 hanya dapat
                         - 15 -

   dipergunakan oleh pejabat Indonesia untuk keperluan suatu
   penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
   yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut.

                        Pasal 25

   Pembatasan penggunaan pernyataan, dokumen, dan alat bukti
   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dapat dikecualikan
   apabila:
   a. Negara Diminta yang menerima permintaan Bantuan
       tersebut menyetujui penggunaan pernyataan, dokumen, dan
       alat bukti tersebut untuk keperluan lain; dan
   b. orang yang dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15
       menyetujui penggunaan pernyataan, dokumen, dan alat
       bukti tersebut untuk keperluan lain.



                    Bagian Kesepuluh
                         Transit

                        Pasal 26

   Jika orang yang berada dalam penahanan negara asing akan
   melakukan perjalanan dari negara asing ke Indonesia dan akan
   transit di negara asing lainnya, Menteri memberitahukan dan
   mengajukan permohonan untuk pengaturan penahanannya
   selama masa transit di negara asing lain tersebut.



                    BAB III
PERMINTAAN KEPADA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

                     Bagian Kesatu
             Pengajuan Permintaan Bantuan

                        Pasal 27

         Setiap negara asing dapat mengajukan permintaan Bantuan
   (1)
         kepada Pemerintah Republik Indonesia.
                                                   (2) Negara . . .
                       - 16 -

      Negara asing dapat mengajukan permintaan Bantuan secara
(2)
      langsung atau dapat memilih melalui saluran diplomatik.

                      Pasal 28

      Pengajuan permintaan Bantuan harus memuat:
(1)
      a. maksud permintaan Bantuan dan uraian mengenai
          Bantuan yang diminta;
      b. instansi dan nama pejabat yang melakukan penyidikan,
          penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan
          yang terkait dengan permintaan tersebut;
      c. uraian tindak pidana, tingkat penyelesaian perkara,
          ketentuan undang-undang, isi pasal, dan ancaman
          hukumannya;
      d. uraian mengenai perbuatan atau keadaan yang
          disangkakan sebagai tindak pidana, kecuali dalam hal
          permintaan       Bantuan     untuk       melaksanakan
          penyampaian surat;
      e. putusan pengadilan yang bersangkutan dan penjelasan
          bahwa putusan tersebut telah memperoleh kekuatan
          hukum tetap, dalam hal permintaan Bantuan untuk
          menindaklanjuti putusan pengadilan;
          rincian mengenai tata cara atau syarat-syarat khusus
      f.
          yang dikehendaki untuk dipenuhi, termasuk informasi
          apakah alat bukti yang diminta untuk didapatkan perlu
          dibuat di bawah sumpah atau janji;
      g. jika ada, persyaratan mengenai kerahasiaan dan alasan
          untuk itu; dan
      h. batas waktu yang dikehendaki dalam melaksanakan
          permintaan tersebut.

(2)   Pengajuan permintaan Bantuan, sejauh itu diperlukan dan
      dimungkinkan harus juga memuat:
      a.   identitas, kewarganegaraan, dan domisili dari orang
           yang dinilai sanggup memberikan keterangan atau
           pernyataan yang terkait dengan suatu penyidikan,
           penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan;

                                                  b. uraian . . .
                       - 17 -


      b.   uraian mengenai keterangan atau pernyataan yang
           diminta untuk didapatkan;
      c.   uraian mengenai dokumen atau alat bukti lainnya yang
           diminta untuk diserahkan, termasuk uraian mengenai
           orang yang dinilai sanggup memberikan bukti tersebut;
           dan
      d.   informasi mengenai pembiayaan dan akomodasi yang
           menjadi kebutuhan dari orang yang diminta untuk
           diatur kehadirannya di negara asing tersebut.

(3)   Menteri dapat meminta informasi tambahan jika informasi
      yang terdapat dalam suatu pengajuan permintaan Bantuan
      dinilai tidak cukup untuk menyetujui pemberian Bantuan.
(4)   Pengajuan permintaan Bantuan, informasi, atau komunikasi
      lainnya yang dibuat berdasarkan Undang-Undang ini dapat
      dibuat dalam bahasa Negara Peminta dan/atau bahasa
      Inggris serta dibuat terjemahannya dalam bahasa Indonesia.



                      Pasal 29

(1)   Dalam hal permintaan Bantuan telah memenuhi persyaratan
      sebagaimana      dimaksud dalam    Pasal 28,    Menteri
      meneruskan kepada Kapolri atau Jaksa Agung untuk
      ditindaklanjuti.
(2)   Menteri melakukan koordinasi dengan       instansi   terkait
      sebelum permintaan tersebut dipenuhi.



                      Pasal 30

Dalam hal permintaan Bantuan dari Negara Peminta ditolak,
Menteri memberitahukan dasar penolakan tersebut kepada
pejabat Negara Peminta.



                                               Bagian Kedua . . .
                       - 18 -



                  Bagian Kedua
            Bantuan Untuk Mencari atau
              Mengindentifikasi Orang



                      Pasal 31

(1)   Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan
      kepada Menteri untuk mencari atau mengidentifikasi orang
      yang diyakini berada di Indonesia.

(2)   Permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di
      samping harus memenuhi persyaratan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 28, harus memuat pula keterangan
      bahwa:
      a. permintaan      Bantuan    berkaitan    dengan   suatu
          penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
          pengadilan di Negara Peminta tersebut;
      b. orang yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut
          diduga atau patut diduga berhubungan dengan suatu
          tindak pidana, atau dapat memberikan Pernyataan
          atau Bantuan lainnya dalam suatu penyidikan,
          penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan; dan
      c. orang tersebut diduga berada di Indonesia.

(3)   Apabila permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dan dalam Pasal 28, Menteri meminta Kapolri untuk
      melaksanakan,     memberitahukan,     serta  menyerahkan
      hasilnya kepada Menteri.

(4)   Menteri memberitahukan kepada Negara Peminta hasil
      pelaksanaan permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1).




                                               Bagian Ketiga . . .
                      - 19 -

                  Bagian Ketiga
      Bantuan untuk Mendapatkan Pernyataan,
          Dokumen, dan Alat Bukti Lainnya
                 Secara Sukarela

                     Pasal 32

(1)   Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan
      kepada Menteri untuk:
      a. mengambil pernyataan seseorang di Indonesia; atau
      b. menyerahkan dokumen atau alat bukti lainnya yang
          berada di Indonesia.
(2)   Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      28, dalam permintaan Bantuan tersebut harus juga memuat:
      a. uraian bahwa permintaan Bantuan berkaitan dengan
           suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
           sidang pengadilan di Negara Peminta dan statusnya
           sebagai tersangka atau saksi;
      b. hal-hal yang akan ditanyakan dalam bentuk daftar
           pertanyaan; dan/atau
      c. uraian pernyataan dapat diambil di Indonesia atau
           dokumen atau alat bukti lain yang diminta berada di
           Indonesia.
(3) Dalam hal permintaan Bantuan telah memenuhi persyaratan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri meminta
    Kapolri atau Jaksa Agung sesuai dengan tahap pemeriksaan
    perkara di Negara Peminta untuk menindaklanjuti.
(4) Dalam hal Kapolri atau Jaksa Agung telah melaksanakan hal
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kapolri atau Jaksa
    Agung menyerahkan hasilnya kepada Menteri.
(5) Dalam hal pemberian Bantuan disetujui sesuai dengan
    ketentuan pada ayat (2), dan Negara Peminta meminta
    salinan dokumen dilegalisasi maka Menteri meminta pejabat
    yang berwenang di lingkungannya untuk melegalisasi dan
    menyerahkannya kembali kepada Menteri.


                                                  Pasal 33 . . .
                       - 20 -



                      Pasal 33

(1)   Orang yang terkait dengan proses penyidikan, penuntutan,
      dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta
      tidak dapat dipaksa untuk memberikan pernyataan di
      Indonesia.
(2)   Orang   yang    terkait  dengan    permintaan   Bantuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) tidak dapat
      dipaksa untuk memberikan pernyataan, menyerahkan
      dokumen, atau alat bukti lainnya dalam suatu penyidikan,
      penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di
      Negara Peminta tersebut jika hukum Indonesia melarang
      orang yang dalam kedudukan dan jabatan yang sama
      dengan orang tersebut melakukan hal tersebut.
(3)   Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan
      ayat (2) mempunyai hak untuk tidak:
      a. ditahan, dituntut, diadili, dan dipidana berdasarkan
           hukum Negara Peminta untuk setiap tindak pidana
           yang diduga telah dilakukan atau yang dilakukan
           sebelum keberangkatannya dari Indonesia untuk
           memenuhi permintaan tersebut;
      b. digugat pada setiap perkara perdata Negara Peminta
           berkaitan dengan perbuatan atau kelalaian yang telah
           terjadi sebelum keberangkatan orang tersebut dari
           Indonesia untuk memenuhi permintaan tersebut;
      c. diharuskan untuk memberikan keterangan atau
           Bantuan lainnya berkaitan dengan setiap masalah
           hukum di Indonesia selain masalah pidana yang terkait
           dengan permintaan tersebut; atau
      d. diharuskan, dalam proses penyidikan, penuntutan, atau
           pemeriksaan di sidang pengadilan yang terkait dengan
           permintaan tersebut untuk memberikan jawaban yang
           menurut hukum negaranya tidak diperbolehkan
           dijawab.



                                                   (4) Untuk . . .
                      - 21 -

(4)   Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
      surat keterangan kekebalan hukum yang disahkan
      berdasarkan hukum Negara Peminta diakui sebagai bukti
      yang diterima kebenarannya kecuali dapat dibuktikan
      sebaliknya tentang hal-hal yang disebutkan dalam
      pernyataan.
(5) Orang yang terkait dengan permintaan Bantuan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 memiliki hak
    yang sama berkaitan dengan pemberian Pernyataan, atau
    penyerahan dokumen atau alat bukti lain dan
    diperlakukan seolah-olah suatu penyidikan, penuntutan,
    dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas diri orang
    tersebut belum mendapatkan putusan pengadilan yang telah
    memperoleh kekuatan hukum tetap di Indonesia.


                      Pasal 34

(1)   Orang yang terkait dengan proses penyidikan, penuntutan,
      dan pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) atau Pasal 33 ayat (4),
      harus menghadap dan memberikan keterangan sendiri atau
      dengan didampingi advokatnya serta dapat dihadiri pejabat
      perwakilan Negara Peminta.
(2)   Penyerahan dokumen dan/atau alat bukti lainnya dapat
      dilakukan sendiri atau diwakilkan kepada kuasanya serta
      dapat dihadiri pejabat perwakilan Negara Peminta.


                 Bagian Keempat
      Bantuan untuk Mengupayakan Kehadiran
             Orang di Negara Peminta

                      Pasal 35

(1)   Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan
      kepada Menteri untuk mengatur kehadiran orang yang
      berada di Indonesia ke Negara Peminta tersebut.

                                             (2) Di samping . . .
                       - 22 -

(2)   Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      28, permintaan Bantuan harus juga memuat:
      a. uraian bahwa permintaan Bantuan tersebut berkaitan
           dengan     suatu    penyidikan,    penuntutan,    dan
           pemeriksaan di sidang pengadilan, termasuk kehadiran
           di sidang pengadilan di Negara Peminta tersebut;
      b. uraian bahwa orang yang diminta kehadirannya dinilai
           sanggup memberikan atau menunjukkan keterangan
           yang terkait dengan suatu penyidikan, penuntutan, dan
           pemeriksaan di sidang pengadilan di Negara Peminta
           tersebut; dan
      c. jaminan yang memadai berkaitan dengan hal-hal
           sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.

(3)   Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      telah dipenuhi dan orang yang diminta kehadirannya, tanpa
      adanya tekanan, menyetujui untuk hadir maka permintaan
      Bantuan dapat dipenuhi.
(4)   Dalam hal pemberian Bantuan dipenuhi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3), Menteri dapat:
      a. dalam hal orang yang diminta untuk diatur
          kehadirannya adalah narapidana, memerintahkan agar
          narapidana    tersebut   dikeluarkan dari  lembaga
          pemasyarakatan dan mengatur perjalanannya ke Negara
          Peminta tersebut dengan pengawalan;
      b. dalam hal orang yang diminta untuk diatur
          kehadirannya adalah tahanan, dapat meminta pejabat
          yang melakukan penahanan untuk mengeluarkan dari
          tahanan dan mengatur perjalanannya ke Negara
          Peminta tersebut dengan pengawalan.

                      Pasal 36

Sebelum menyetujui pemberian Bantuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35, Menteri harus mendapatkan jaminan dari
Negara Peminta tersebut berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut:

                                                   a. bahwa . . .
                      - 23 -

a.   bahwa orang yang diminta untuk diatur kehadirannya tidak
     akan:
     1. ditahan, dituntut, atau diadili atas pelanggaran
          terhadap hukum Negara Peminta tersebut yang
          dituduhkan telah dilakukan orang tersebut sebelum
          keberangkatannya dari Indonesia;
     2. digugat dalam perkara perdata yang dapat diajukan
          kepada orang tersebut apabila ia berada di Negara
          Peminta; atau
     3. diminta memberikan keterangan atau menunjukkan
          alat bukti lainnya sehubungan dengan setiap suatu
          penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
          pengadilan di Negara Peminta tersebut selain dari suatu
          penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
          pengadilan yang terkait dengan permintaan tersebut;
     kecuali yang bersangkutan telah meninggalkan negara asing
     atau telah mendapatkan kesempatan untuk meninggalkan
     negara asing tersebut, tetapi tetap berada di negara asing
     tersebut di luar keperluan memberikan keterangan atau
     menunjukkan alat bukti lainnya sehubungan dengan suatu
     penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
     pengadilan yang berkaitan dengan permintaan tersebut.
b.   bahwa setiap keterangan yang diberikan oleh orang yang
     diminta kehadirannya tidak dapat digunakan dalam
     penuntutan terhadap orang tersebut atas pelanggaran
     terhadap hukum Negara Peminta tersebut, kecuali
     pelanggaraan berupa pemberian keterangan palsu atau
     sumpah palsu.
c.   bahwa orang yang diminta kehadirannya akan dipulangkan
     ke Indonesia sesuai dengan pengaturan yang disetujui oleh
     Menteri sesegera mungkin setelah memberikan Keterangan
     tersebut.

                     Pasal 37

Dalam hal orang yang diminta kehadirannya adalah narapidana
atau tahanan di Indonesia, Menteri meminta Negara Peminta
agar narapidana atau tahanan tetap berada di dalam penahanan
                      - 24 -

selama ia berada di Negara Peminta tersebut dan wajib
mengembalikannya ke Indonesia setelah selesainya memberikan
keterangan.

                     Pasal 38

Orang yang terkait dengan permintaan Bantuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 tidak akan dikenakan sanksi atau
dibebani kewajiban apa pun, atau dituntut berdasarkan hukum
hanya karena penolakan untuk hadir sebagaimana diminta.

                     Pasal 39

Narapidana atau tahanan yang berdasarkan persetujuan
pemberian Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(4) dikeluarkan dari lembaga pemasyarakatan atau rumah
tahanan, dianggap melanjutkan masa hukuman penjara atau
tahanannya selama berada di dalam penahanan di Negara
Peminta termasuk selama perjalanan.

                  Bagian Kelima
                     Transit

                     Pasal 40

(1)   Negara asing dapat mengajukan permintaan transit kepada
      Menteri untuk memperoleh izin transit untuk saksi yang
      berstatus sebagai tahanan atau narapidana.
(2)   Pengajuan permintaan transit harus memuat:
      a. uraian mengenai rute perjalanan, waktu, keterangan
          transportasi yang digunakan, dan lama transit;
      b. identitas dan dokumen perjalanan tahanan atau
          narapidana dan pengawal; dan
      c.  fasilitas yang diminta.
(3) Menteri meminta kepada Kapolri atau pejabat terkait untuk
    menindaklanjuti atau memberikan fasilitas yang diperlukan
    selama masa transit.

                                                  (4) Atas . . .
                       - 25 -

(4) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
    Kapolri atau pejabat terkait menindaklanjuti:
    a. dengan menempatkan di ruang transit dalam
        pengawalan pejabat negara asing dalam waktu paling
        lama 12 (dua belas) jam; dan
    b. dalam hal pesawat atau kapal yang mengangkutnya
        mendarat atau berlabuh di suatu tempat di Indonesia
        lebih dari 12 (dua belas) jam maka orang tersebut harus
        dititipkan sementara di rumah tahanan Negara terdekat.

(5)   Apabila waktu transit telah melebihi dari permintaan,
      Menteri dapat memerintahkan agar orang tersebut
      dipulangkan ke negara asing di mana orang tersebut
      pertama kali diberangkatkan.




                  Bagian Keenam
         Bantuan untuk Penggeledahan dan
          Penyitaaan Barang, Benda, atau
                  Harta Kekayaan


                      Pasal 41

(1)   Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan
      kepada Menteri untuk melakukan penggeledahan dan
      penyitaan suatu barang, benda, atau harta kekayaan yang
      berada di Indonesia berdasarkan izin dan/atau penetapan
      pengadilan untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan
      di sidang pengadilan.

(2)   Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di
      samping harus memenuhi persyaratan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 28, harus melampirkan juga surat
      perintah penggeledahan dan surat perintah penyitaan yang
      dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di Negara Peminta.


                                                   (3) Dalam . . .
                       - 26 -

(3)   Dalam hal permintaan Bantuan tersebut telah memenuhi
      persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini,
      Menteri dapat meneruskan kepada Kapolri untuk
      kepentingan penyidikan atau kepada Jaksa Agung untuk
      kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan Negara
      Peminta.

(4)   Untuk melaksanakan permintaan Bantuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3), Kapolri atau Jaksa Agung
      mengajukan permohonan surat izin penggeledahan dan
      penyitaan kepada ketua pengadilan negeri setempat.


                      Pasal 42

Ketua pengadilan negeri setempat dapat mengeluarkan surat izin
penggeledahan dan penyitaan sehubungan dengan suatu barang
atau benda apabila diyakini bahwa di dalam atau pada suatu
tempat terdapat barang, benda, atau harta kekayaan yang:
      diduga diperoleh atau sebagai hasil dari suatu tindak pidana
a.
      menurut hukum Negara Peminta yang telah atau diduga
      telah dilakukan;
      telah dipergunakan untuk melakukan atau mempersiapkan
b.
      tindak pidana;
      khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
c.
      pidana;
      terkait dengan tindak pidana;
d.
      diyakini dapat menjadi barang bukti dalam tindak pidana;
e.
      atau
      dipergunakan untuk menghalangi penyidikan, penuntutan,
f.
      dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas tindak pidana.

                      Pasal 43

Surat izin penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 harus memuat hal-hal sebagai berikut:
      dugaan tindak pidana yang terkait dengan dikeluarkannya
a.
      surat izin;


                                                    b. tempat . . .
                       - 27 -

      tempat yang dapat digeledah berdasarkan surat izin;
b.
      uraian mengenai barang, benda atau harta kekayaan yang
c.
      disetujui untuk disita;
      jangka waktu pelaksanaan surat perintah; dan
d.
      persyaratan dan kondisi lainnya yang berhubungan dengan
e.
      barang, benda, atau harta kekayaan tersebut.

                      Pasal 44

      Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 memberi
(1)
      kewenangan kepada petugas kepolisian atau kejaksaan
      untuk melaksanakan penggeledahan dan penyitaan.

      Tindakan penggeledahan dan penyitaan sebagaimana
(2)
      dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan hukum
      acara pidana.

                      Pasal 45

(1)   Petugas kepolisian atau kejaksaan yang melakukan
      penyitaan atas setiap barang, benda, atau harta kekayaan
      berdasarkan surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      43 harus menyerahkan barang, benda, atau harta kekayaan
      tersebut kepada rumah penyimpanan benda sitaan negara
      untuk disimpan.
(2)   Dalam hal barang, benda, atau harta kekayaan tidak dapat
      disimpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara,
      kepala rumah penyimpanan benda sitaan negara dapat
      meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia
      untuk pengamanan.
(3)   Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      dilakukan untuk jangka waktu paling lama sampai dengan
      adanya putusan pengadilan Negara Peminta yang telah
      memperoleh kekuatan hukum tetap atau pemberitahuan
      dari negara asing bahwa penyitaan tersebut tidak diperlukan
      lagi.


                                                   (4) Dalam . . .
                      - 28 -

(4)   Dalam hal ada pihak yang dirugikan atas tindakan
      penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang
      bersangkutan atau kuasa hukumnya dapat mengajukan
      keberatan atau perlawanan kepada pengadilan negeri yang
      mengeluarkan surat izin penyitaan sesuai hukum acara
      pidana.


                     Pasal 46

Menteri menyampaikan kepada Negara Peminta perkembangan
hasil penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 yang
telah dilakukan oleh Kapolri atau Jaksa Agung.

                     Pasal 47

Dalam hal Negara Peminta meminta barang, benda, harta
kekayaan, atau bukti penyitaan atas barang, benda, atau harta
kekayaan tersebut dikirim ke Negara Peminta untuk kepentingan
proses peradilan pidana, dan Menteri menganggap bahwa
permintaan tersebut dapat dipenuhi serta ada jaminan bahwa
Negara Peminta akan mengembalikan barang, benda, atau harta
kekayaan tersebut maka Menteri mengirimkan barang, benda,
atau harta kekayaan tersebut kepada Negara Peminta.



                 Bagian Ketujuh
            Bantuan Penyampaian Surat

                     Pasal 48

(1)   Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan
      kepada Menteri untuk melaksanakan penyampaian surat
      kepada seseorang di Indonesia.
(2)   Menteri dapat menyetujui pemberian Bantuan atas
      permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      apabila:


                                            a. permintaan . . .
                       - 29 -

           permintaan Bantuan berkaitan dengan suatu proses
      a.
           penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
           pengadilan di Negara Peminta tersebut;
           orang yang akan menerima Surat tersebut diyakini
      b.
           berada di Indonesia; dan
           dalam hal permintaan Bantuan berkaitan dengan
      c.
           penyampaian Surat panggilan untuk memberikan
           keterangan di Negara Peminta tersebut maka:
           1. permintaan Bantuan harus diajukan sekurang-
               kurangnya 45 (empat puluh lima) hari sebelum
               tanggal kehadiran orang yang dipanggil diperlukan;
               dan
           2. Negara Peminta tersebut telah memberi jaminan
               yang    memadai     berkaitan    dengan    hal-hal
               sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.

(3)   Dalam hal pemberian Bantuan disetujui sesuai dengan
      ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri
      meminta Kapolri untuk menyampaikan Surat tersebut.
(4)   Kapolri harus berusaha agar Surat tersebut disampaikan:
      a. sesuai dengan prosedur yang diajukan dalam
          permintaan; atau
      b. sesuai dengan hukum Indonesia apabila:
          1. prosedur sebagaimana dimaksud dalam huruf a
              melanggar hukum;
          2. tidak sesuai untuk dilaksanakan di Indonesia; atau
          3. Negara Peminta tidak mengajukan prosedur.
(5)   Dalam hal Surat tersebut telah disampaikan, Kapolri harus
      mengirimkan Surat keterangan tentang penyampaian Surat
      tersebut kepada Menteri untuk diteruskan kepada Negara
      Peminta.
(6) Dalam hal Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
    dapat disampaikan, Kapolri harus mengembalikannya dan
    disertai alasan kepada Menteri.




                                                     Pasal 39 . . .
                      - 30 -




                      Pasal 49

Sebelum menyetujui pemberian Bantuan atas permintaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf c, Menteri
telah mendapatkan jaminan dari Negara Peminta tersebut bahwa
orang yang terkait dengan permintaan Bantuan tersebut tidak
akan dikenai sanksi, dibebani kewajiban apa pun, atau dituntut
berdasarkan hukum hanya karena penolakan atau kelalaiannya
untuk memenuhi panggilan tersebut.

                      Pasal 50

Dalam hal permintaan Bantuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 ayat (2) huruf c disetujui, namun orang yang terkait
dengan permintaan Bantuan tersebut menolak atau lalai untuk
memenuhi panggilan tersebut, orang tersebut tidak akan dikenai
sanksi, dibebani kewajiban apa pun, atau dituntut berdasarkan
hukum.



                Bagian Kedelapan
      Bantuan untuk Menindaklanjuti Putusan
            Pengadilan Negara Peminta

                      Pasal 51

      Negara Peminta dapat mengajukan permintaan Bantuan
(1)
      kepada Menteri untuk menindaklanjuti putusan berupa:
      a. penyitaan dan perampasan harta kekayaan;
      b. pengenaan denda; atau
      c. pembayaran uang pengganti.

      Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(2)
      28, permintaan Bantuan harus juga memuat:
      a. uraian mengenai harta kekayaan yang dimaksud;
      b. lokasi harta kekayaan; dan
      c. bukti-bukti kepemilikan.
                                                (3) Dalam . . .
                       - 31 -

      Dalam hal permintaan Bantuan tersebut telah memenuhi
(3)
      persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri
      dapat meminta Jaksa Agung untuk menindaklanjuti.



                      Pasal 52

(1)   Berdasarkan permintaan Menteri sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 51 ayat (3), Jaksa Agung atau pejabat yang
      ditunjuk oleh Jaksa Agung mengajukan kepada pengadilan
      negeri setempat permohonan izin penyitaan atas harta
      kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51.
(2)   Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), pengadilan negeri setempat:
      a. meneliti dan memeriksa berkas permohonan beserta
           lampirannya;
      b. mengeluarkan surat izin penyitaan; dan
      c. memerintahkan kepada kejaksaan agar melaksanakan
           penyitaan.
(3)   Setelah mendapat surat izin penyitaan dari pengadilan
      negeri, kejaksaan dapat melakukan penyitaan sesuai dengan
      ketentuan hukum acara pidana dan mengumumkan
      penyitaan sekurang-kurangnya dalam 2 (dua) surat kabar
      harian nasional.
(4)   Bagi pemilik yang keberatan dengan penyitaan yang
      dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat
      mengajukan perlawanan kepada pengadilan negeri setempat
      dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pemberitahuan
      penyitaan   disampaikan  secara   sah   kepada     yang
      bersangkutan.
(5)   Dalam hal terdapat pihak lain yang dirugikan atas penyitaan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat mengajukan
      surat keberatan atau perlawanan kepada pengadilan negeri
      yang mengeluarkan surat izin penyitaan paling lambat 6
      (enam) bulan sejak diumumkan.


                                                   (6) Apabila . . .
                      - 32 -

(6)   Apabila tidak terdapat perlawanan dalam jangka waktu
      sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5),
      pengadilan   negeri   dapat   mengeluarkan   penetapan
      perampasan berdasarkan permohonan dari kejaksaan.

                      Pasal 53

Menteri menyampaikan kepada Negara Peminta perkembangan
hasil perampasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 yang
telah dilakukan oleh Jaksa Agung dan merundingkan serta
mengatur penyerahan hasil rampasan.

                      Pasal 54

(1)   Negara Peminta dapat mengajukan perubahan permintaan
      Bantuan    berupa    penambahan,   pengurangan,      atau
      pembatalan    kepada   Menteri  sebelum    pengumuman
      penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3).
(2)   Dalam hal terdapat perubahan permintaan Bantuan berupa
      penambahan, Menteri meminta kepada Jaksa Agung untuk
      mengajukan    permohonan    kepada   pengadilan  negeri
      setempat agar mengeluarkan surat izin penyitaan dalam
      bentuk penetapan baru.
(3)   Dalam hal terdapat perubahan permintaan Bantuan berupa
      pengurangan, Menteri meminta kepada Jaksa Agung untuk
      mengajukan    permohonan    kepada   pengadilan  negeri
      setempat agar mengeluarkan surat izin penyitaan dalam
      bentuk penetapan baru dan membatalkan penetapan
      sebelumnya.
(4)   Dalam hal terdapat pembatalan permintaan Bantuan,
      Menteri meminta kepada Jaksa Agung untuk mengajukan
      permohonan kepada pengadilan negeri setempat untuk
      membatalkan surat izin penyitaan yang telah dikeluarkan
      dengan mengeluarkan penetapan baru dan meminta Negara
      Peminta     untuk     memberikan     kompensasi dan/atau
      rehabilitasi sesuai dengan perjanjian.

                                                  (5) Dalam . . .
                      - 33 -

(5)   Dalam hal perubahan permintaan diterima pada saat proses
      pemeriksaan karena ada perlawanan atau keberatan maka
      Menteri meminta Jaksa Agung untuk memohon kepada
      pengadilan negeri yang sedang memeriksa perkara tersebut
      untuk mempertimbangkan perubahan permintaan dalam
      putusannya melalui pengadilan negeri.


                Bagian Kesembilan
                   Pembiayaan

                     Pasal 55

Segala biaya yang timbul akibat pelaksanaan permintaan
Bantuan dibebankan kepada Negara Peminta yang meminta
Bantuan, kecuali ditentukan lain oleh Negara Peminta dan
Negara Diminta.

                     BAB IV
                 KETENTUAN LAIN

                     Pasal 56

Pengaturan dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi
pelaksanaan kerja sama timbal balik dalam masalah pidana yang
selama ini telah dilakukan melalui wadah International Criminal
Police Organization-INTERPOL.

                     Pasal 57

Menteri dapat membuat perjanjian atau kesepakatan dengan
negara asing untuk mendapatkan penggantian biaya dan bagi
hasil dari hasil harta kekayaan yang dirampas:
a. di negara asing, sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan
     berdasarkan putusan perampasan atas permintaan Menteri;
     atau
b. di Indonesia, sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan di
     Indonesia     berdasarkan    putusan   perampasan     atas
     permintaan negara asing.

                                                  Pasal 58 . . .
                      - 34 -

                      Pasal 58

(1)   Menteri dapat meminta Negara Peminta untuk merahasiakan
      adanya pengajuan permintaan Bantuan, isi permintaan dan
      setiap dokumen pendukung lainnya, dan adanya pemberian
      Bantuan atas permintaan Bantuan tersebut.
(2)   Dalam hal permintaan Bantuan tidak dapat disetujui oleh
      Negara Peminta tanpa melanggar kerahasiaan maka Menteri
      dapat memutuskan apakah permintaan itu akan tetap
      diajukan meskipun melanggar kerahasiaannya.
(3)   Menteri harus merahasiakan informasi, Keterangan,
      Dokumen, atau barang atau alat bukti lainnya yang
      diberikan atau diserahkan oleh negara asing, kecuali jika
      informasi, Keterangan, Dokumen, atau barang atau alat
      bukti lainnya tersebut diperlukan untuk pemeriksaan
      perkara tindak pidana yang terkait dengan permintaan
      tersebut.

                     BAB V
              KETENTUAN PERALIHAN

                      Pasal 59

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. semua perjanjian Bantuan yang telah diratifikasi sebelum
    berlakunya Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku;
b. semua      permohonan      Bantuan  yang    diajukan   baik
    berdasarkan     perjanjian   maupun   tidak    berdasarkan
    perjanjian, tetap diproses sepanjang tidak bertentangan
    dengan Undang-Undang ini.


                     BAB VI
               KETENTUAN PENUTUP

                      Pasal 60

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

                                                       Agar . . .
                                            - 35 -



                  Agar    setiap  orang     mengetahuinya,              memerintahkan
                  pengundangan Undang-Undang ini dengan                 penempatannya
                  dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



                                            Disahkan di Jakarta
                                            pada tanggal 3 Maret 2006

                                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                          ttd

                                            DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 3 Maret 2006

    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
             REPUBLIK INDONESIA
                 AD INTERIM,

                            ttd

                YUSRIL IHZA MAHENDRA



         LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 18



     Salinan sesuai dengan aslinya
      SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro PUU Bidang Politik dan Kesra,




        Wisnu Setiawan, SH. MA
                               PENJELASAN
                                   ATAS
                 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                          NOMOR 1 TAHUN 2006
                                 TENTANG
             BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA




I.   UMUM

            Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
     Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
     1945 mendukung dan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
     hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran. Pembangunan hukum
     nasional diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang
     dilakukan dengan pembentukan hukum baru yang dibutuhkan untuk
     mendukung tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
     Produk hukum baru tersebut diharapkan mampu mengamankan dan
     mendukung penyelenggaraan politik luar negeri yang bebas aktif untuk
     mewujudkan tatanan baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
     dan keadilan sosial.
            Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama
     perkembangan transportasi, komunikasi, dan informasi mengakibatkan
     satu negara dengan negara lain seakan-akan tanpa batas sehingga
     perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan
     dengan mudah dan cepat. Hal ini mengakibatkan pula perkembangan
     kejahatan dan modus operandinya semakin canggih sehingga
     penanggulangannya diperlukan kerja sama antara negara yang satu
     dengan negara yang lain.
            Kerja sama antarnegara diperlukan untuk mempermudah
     penanganan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
     pengadilan atas suatu masalah pidana yang timbul baik di Negara
     Peminta maupun Negara Diminta.


                                                                  Untuk . . .
                                   -2-

             Untuk memberikan dasar hukum yang kuat mengenai kerja sama
      antarnegara dalam bentuk bantuan timbal balik dalam masalah pidana
      diperlukan perangkat hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi
      Pemerintah Republik Indonesia untuk membuat perjanjian dan
      melaksanakan permintaan bantuan kerja sama dari negara asing.
      Perangkat hukum tersebut berupa undang-undang yang mengatur
      beberapa asas atau prinsip, prosedur dan persyaratan permintaan
      bantuan, serta proses hukum acaranya.
              Asas atau prinsip bantuan timbal balik dalam masalah pidana
      dalam Undang-Undang ini adalah didasarkan pada ketentuan hukum
      acara pidana, perjanjian antarnegara yang dibuat, dan konvensi dan
      kebiasaan internasional. Bantuan timbal balik dalam masalah pidana
      dapat dilakukan berdasarkan suatu perjanjian dan jika belum ada
      perjanjian maka bantuan dapat dilakukan atas dasar hubungan baik.
             Undang-Undang ini tidak memberikan wewenang untuk
      mengadakan ekstradisi atau penyerahan orang, penangkapan atau
      penahanan dengan maksud untuk ekstradisi atau penyerahan orang,
      pengalihan narapidana, atau pengalihan perkara.
             Undang-Undang ini mengatur secara rinci mengenai permintaan
      bantuan timbal balik dalam masalah pidana dari Pemerintah Republik
      Indonesia kepada Negara Diminta dan sebaliknya yang antara lain
      menyangkut pengajuan permintaaan bantuan, persyaratan permintaan,
      bantuan untuk mencari atau mengindentifikasi orang, bantuan untuk
      mendapatkan alat bukti, dan bantuan untuk mengupayakan kehadiran
      orang.
             Undang-Undang ini juga memberikan dasar hukum bagi Menteri
      yang bertanggung jawab di bidang hukum dan hak asasi manusia sebagai
      pejabat pemegang otoritas (Central Authority) yang berperan sebagai
      koordinator dalam pengajuan permintaan bantuan timbal balik dalam
      masalah pidana kepada negara asing maupun penanganan permintaan
      bantuan timbal balik dalam masalah pidana dari negara asing.

II.   PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1
            Cukup jelas.

                                                               Pasal 2 . . .
                                -3-

Pasal 2
      Cukup jelas.

Pasal 3
      Ayat (1)
                 Cukup jelas.
      Ayat (2)
                 Huruf a
                      Cukup jelas.
                 Huruf b
                      Cukup jelas.
                 Huruf c
                      Cukup jelas.
                 Huruf d
                      Cukup jelas.
                 Huruf e
                      Cukup jelas.
                 Huruf f
                      Cukup jelas.
                 Huruf g
                      Cukup jelas.
                 Huruf h
                      Cukup jelas.
                 Huruf i
                      Cukup jelas.
                 Huruf j
                      Cukup jelas.
                 Huruf k
                      Yang dimaksud dengan "Bantuan lain" dalam
                      ketentuan ini termasuk tukar menukar informasi
                      yang berkenaan dengan pembuktian.

Pasal 4
      Cukup jelas.

Pasal 5
      Ayat (1)
            Cukup jelas.
                                                          Ayat (2) . . .
                              -4-

     Ayat (2)
            Yang dimaksud dengan "hubungan baik" dalam ketentuan
            ini adalah hubungan bersahabat dengan berpedoman pada
            kepentingan nasional dan berdasarkan kepada prinsip-
            prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan
            memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum
            internasional yang berlaku.

Pasal 6
      Huruf a
             Angka 1
                   Yang dimaksud dengan "tindak pidana politik" dalam
                   ketentuan ini adalah tindak pidana terhadap
                   keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-
                   undang hukum pidana.
             Angka 2
                   Cukup jelas.
      Huruf b
             Cukup jelas.
      Huruf c
             Yang dimaksud dengan "tidak dapat dituntut" dalam
             ketentuan ini adalah berkaitan dengan perbuatan seseorang
             yang dijadikan dasar permintaan oleh Negara Peminta,
             namun perbuatan tersebut tidak       diklasifikasikan atau
             dikecualikan dari perbuatan pidana.
      Huruf d
             Cukup jelas.
      Huruf e
             Cukup jelas.
      Huruf f
             Cukup jelas.
      Huruf g
             Cukup jelas.

Pasal 7
      Cukup jelas.



                                                            Pasal 8 . . .
                              -5-

Pasal 8
      Cukup jelas.

Pasal 9
      Ayat (1)
            Dalam hal tidak melalui saluran diplomatik perlu dilakukan
            koordinasi dengan instansi terkait.
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Cukup jelas.

Pasal 10
      Cukup jelas.

Pasal 11
      Cukup jelas.

Pasal 12
      Cukup jelas.

Pasal 13
      Cukup jelas.

Pasal 14
      Cukup jelas.

Pasal 15
      Cukup jelas.

Pasal 16
      Cukup jelas.

Pasal 17
      Cukup jelas.

Pasal 18
      Cukup jelas.
                                                          Pasal 19 . . .
                             -6-

Pasal 19
      Huruf a
           Yang dimaksud dengan "pemblokiran" dalam ketentuan ini
           juga dikenal sebagai freezing atau restrain.
      Huruf b
           Yang dimaksud dengan "penggeledahan" dalam ketentuan ini
           juga dikenal sebagai search.
      Huruf c
           Yang dimaksud dengan "penyitaan" dalam ketentuan ini juga
           dikenal sebagai seizure.
      Huruf d
           Cukup jelas.

Pasal 20
      Cukup jelas.

Pasal 21
      Cukup jelas.

Pasal 22
      Cukup jelas.

Pasal 23
      Cukup jelas.

Pasal 24
      Cukup jelas.

Pasal 25
      Cukup jelas.

Pasal 26
      Cukup jelas.

Pasal 27
      Cukup jelas.



                                                        Pasal 28 . . .
                             -7-

Pasal 28
      Ayat (1)
            Cukup jelas.
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Kapolri, Jaksa Agung, atau ketua pengadilan dapat meminta
            informasi tambahan dari negara asing melalui Menteri.
      Ayat (4)
            Cukup jelas.

Pasal 29
      Cukup jelas.

Pasal 30
      Cukup jelas.

Pasal 31
      Cukup jelas.

Pasal 32
      Ayat (1)
            Cukup jelas.
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Dalam menjalankan tugas, Kapolri atau Jaksa Agung dapat
            memerintahkan pejabat yang ditunjuk di lingkungannya.
      Ayat (4)
            Cukup jelas.
      Ayat (5)
            Cukup jelas.

Pasal 33
      Cukup jelas.

Pasal 34
      Cukup jelas.
                                                         Pasal 35 . . .
                             -8-

Pasal 35
      Ayat (1)
            Cukup jelas.
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Cukup jelas.
      Ayat (4)
            Dalam ketentuan ini pengawalan dilakukan oleh Kepolisian
            Negara Republik Indonesia.

Pasal 36
      Cukup jelas.

Pasal 37
      Cukup jelas.

Pasal 38
     Cukup jelas.

Pasal 39
      Cukup jelas.

Pasal 40
      Cukup jelas.

Pasal 41
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "penyitaan" termasuk pemblokiran
            (freezing atau restrain)
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Cukup jelas.
      Ayat (4)
            Cukup jelas.



                                                        Pasal 42 . . .
                            -9-

Pasal 42
      Cukup jelas.

Pasal 43
      Cukup jelas.

Pasal 44
      Cukup jelas.

Pasal 45
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "penyitaan" adalah termasuk juga
            penyitaan atas bukti kepemilikan atau surat-surat yang
            berkaitan dengan barang, benda atau harta kekayaan
            tersebut.
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Cukup jelas.
      Ayat (4)
            Cukup jelas.

Pasal 46
      Cukup jelas.

Pasal 47
      Cukup jelas.

Pasal 48
      Cukup jelas.

Pasal 49
      Cukup jelas.

Pasal 50
      Cukup jelas.



                                                       Pasal 51 . . .
                            - 10 -

Pasal 51
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "putusan" adalah putusan pengadilan
            yang bersifat final.
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Cukup jelas.

Pasal 52
      Ayat (1)
            Cukup jelas.
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Cukup jelas.
      Ayat (4)
            Cukup jelas.
      Ayat (5)
            Dalam hal pengadilan negeri menolak keberatan atau
            perlawanan pihak yang dirugikan, pihak yang bersangkutan
            dapat melakukan upaya hukum sesuai dengan hukum acara
            yang berlaku.
      Ayat (6)
            Cukup jelas.

Pasal 53
       Cukup jelas.

Pasal 54
      Ayat (1)
            Cukup jelas.
      Ayat (2)
            Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan
            susulan terhadap penetapan terdahulu.
      Ayat (3)
            Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan
            yang mencabut penetapan terdahulu dan mengeluarkan
            penetapan baru.
                             - 11 -

     Ayat (4)
           Yang dimaksud dengan "penetapan baru" adalah penetapan
           yang mencabut penetapan terdahulu.
     Ayat (5)
           Cukup jelas.

Pasal 55
      Cukup jelas.

Pasal 56
      Cukup jelas.

Pasal 57
      Pembagian hasil atas perampasan harta kekayaan disetor dalam kas
      negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Pasal 58
      Cukup jelas.

Pasal 59
      Cukup jelas.

Pasal 60
      Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4607


Silahkan download versi PDF nya sbb:
bantuan_timbal_balik_dalam_masalah_pidana_(uu_1_t_1.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
FIND US ON FACEEBOOK