Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2007
  • » Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU 21 thn 2007)

2007

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU 21 thn 2007)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang :
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 21 TAHUN 2007
                               TENTANG
       PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

              DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
              Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan
              harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-
              undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
              Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
           b. bahwa perdagangan orang, khususnya perempuan dan
              anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan
              harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi
              manusia, sehingga harus diberantas;
           c. bahwa perdagangan orang telah meluas dalam bentuk
              jaringan   kejahatan    yang terorganisasi    dan    tidak
              terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam
              negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat,
              bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma
              kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak
              asasi manusia;
           d. bahwa keinginan untuk mencegah dan menanggulangi
              tindak pidana perdagangan orang didasarkan pada nilai-
              nilai luhur, komitmen nasional, dan internasional untuk
              melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan
              terhadap pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan
              kerja sama;
           e. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
              dengan perdagangan orang belum memberikan landasan
              hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya
              pemberantasan tindak pidana perdagangan orang;
           f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
              dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu
              membentuk Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak
              Pidana Perdagangan Orang;

 Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang
                Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


                                                     2. Undang-Undang ...
                                     -2-

              2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
                 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
                 terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all
                 Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara
                 Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan
                 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);
              3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
                 Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
                 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
                 Nomor 4235);



                   Dengan Persetujuan Bersama
          DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                              dan
                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                               MEMUTUSKAN:

Menetapkan:    UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN                     TINDAK
               PIDANA PERDAGANGAN ORANG.


                                   BAB I
                              KETENTUAN UMUM

                                    Pasal 1

              Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
              1. Perdagangan      Orang      adalah     tindakan    perekrutan,
                 pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau
                 penerimaan     seseorang     dengan      ancaman    kekerasan,
                 penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
                 penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
                 penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat,
                 sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
                 kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam
                 negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau
                 mengakibatkan orang tereksploitasi.



                                                                  2. Tindak ...
                        -3-


 2. Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan
    atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur
    tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
 3. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis,
    mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang
    diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.
 4. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang
    melakukan tindak pidana perdagangan orang.
 5. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
    tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
 6. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang
    terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan
    badan hukum.
 7. Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan
    korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran,
    kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa
    perbudakan, penindasan,     pemerasan, pemanfaatan fisik,
    seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum
    memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau
    jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan
    seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan
    baik materiil maupun immateriil.
 8. Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ
    tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk
    mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas
    pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.
 9. Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak,
    mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari
    keluarga atau komunitasnya.
10. Pengiriman  adalah    tindakan    memberangkatkan       atau
    melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain.
11. Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum,
    dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan
    psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau
    menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang.




                                                12. Ancaman ...
                         -4-


12. Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan
    hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan
    tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang
    menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki
    seseorang.
13. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan
    kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang
    berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau
    immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.
14. Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap
    kondisi fisik, psikis, dan sosial agar dapat melaksanakan
    perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun
    dalam masyarakat.
15. Penjeratan Utang adalah perbuatan menempatkan orang
    dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa
    menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang
    menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai
    bentuk pelunasan utang.


                   BAB II
     TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

                        Pasal 2

(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,
    penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan
    seseorang    dengan    ancaman       kekerasan,    penggunaan
    kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
    penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
    utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun
    memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
    atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut
    di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana
    penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
    belas)   tahun     dan     pidana    denda     paling    sedikit
    Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
    banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana
    dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1).
                                                          Pasal 3 ...
                        -5-


                       Pasal 3

Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara
Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di
wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara
lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

                       Pasal 4

Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar
wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk
dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).


                       Pasal 5

Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan
menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud
untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).


                       Pasal 6

Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke
luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak
tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).

                                                       Pasal 7 ...
                        -6-


                       Pasal 7

(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
    (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan
    korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit
    menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan,
    atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka
    ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
    pidana dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan
    Pasal 6.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
    (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan
    matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
    singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup
    dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus
    juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
    milyar rupiah).

                       Pasal 8

(1) Setiap    penyelenggara     negara    yang   menyalahgunakan
    kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana
    perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
    Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya
    ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2,
    Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    pelaku    dapat    dikenakan     pidana    tambahan   berupa
    pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.


                       Pasal 9

Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya
melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana
itu tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta
rupiah).

                                                       Pasal 10 ...
                       -7-


                     Pasal 10

Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk
melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan
pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,
Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.


                     Pasal 11

Setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan
jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang,
dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.


                     Pasal 12

Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban
tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan
persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak
pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana
perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau
mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan
orang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.


                     Pasal 13

(1) Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh
    korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh
    orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama
    korporasi  atau    untuk  kepentingan    korporasi,  baik
    berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain,
    bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri
    maupun bersama-sama.
(2) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh
    suatu korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
    penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan
    terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

                                                    Pasal 14 ...
                       -8-


                     Pasal 14

Dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk
menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada
pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi itu
beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus.


                     Pasal 15

(1) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh
    suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
    pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
    korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga)
    kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
    Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
    a. pencabutan izin usaha;
    b. perampasan kekayaan hasil tindak pidana;
    c. pencabutan status badan hukum;
    d. pemecatan pengurus; dan/atau
    e. pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan
       korporasi dalam bidang usaha yang sama.


                     Pasal 16

Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh
kelompok yang terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana
perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisasi tersebut
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga).


                     Pasal 17

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,
dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga).


                                                    Pasal 18 ...
                          -9-


                        Pasal 18

Korban yang melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku
tindak pidana perdagangan orang, tidak dipidana.


                    BAB III
  TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN
      TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

                        Pasal 19

Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan
palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan
dokumen negara atau dokumen lain, untuk mempermudah
terjadinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00
(empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp280.000.000,00
(dua ratus delapan puluh juta rupiah).


                        Pasal 20

Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan
alat bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi
saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan tindak pidana
perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh
juta rupiah).

                        Pasal 21

(1)   Setiap orang yang melakukan penyerangan fisik terhadap
      saksi atau petugas di persidangan dalam perkara tindak
      pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana
      penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
      tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00
      (empat    puluh     juta    rupiah)   dan    paling   banyak
      Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

                                                          (2) Jika ...
                         - 10 -


(2)   Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan luka berat,
      maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
      (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana
      denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta
      rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus
      juta rupiah).
(3)   Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan mati, maka
      pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
      tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
      denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
      juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
      ratus juta rupiah).


                        Pasal 22

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap
tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara perdagangan
orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).


                        Pasal 23

Setiap orang yang membantu pelarian pelaku tindak pidana
perdagangan orang dari proses peradilan pidana dengan:
a. memberikan atau meminjamkan uang, barang, atau harta
   kekayaan lainnya kepada pelaku;
b. menyediakan tempat tinggal bagi pelaku;
c. menyembunyikan pelaku; atau
d. menyembunyikan informasi keberadaan pelaku,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

                                                        Pasal 24 ...
                       - 11 -


                      Pasal 24

Setiap orang yang memberitahukan identitas saksi atau korban
padahal kepadanya telah diberitahukan, bahwa identitas saksi
atau korban tersebut harus dirahasiakan dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp280.000.000,00 (dua
ratus delapan puluh juta rupiah).


                      Pasal 25

Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda, maka
terpidana dapat dijatuhi pidana pengganti kurungan paling lama 1
(satu) tahun.


                      Pasal 26

Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan
penuntutan tindak pidana perdagangan orang.


                      Pasal 27

Pelaku tindak pidana perdagangan orang kehilangan hak tagihnya
atas utang atau perjanjian lainnya terhadap korban, jika utang
atau perjanjian lainnya tersebut digunakan untuk mengeksploitasi
korban.


                    BAB IV
  PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN
            DI SIDANG PENGADILAN

                      Pasal 28

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dilakukan
berdasarkan Hukum Acara Pidana yang berlaku, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

                                                     Pasal 29 ...
                          - 12 -


                        Pasal 29

Alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana, dapat pula berupa:
a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
   secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan
   itu; dan
b. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
   dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
   bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda
   fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara
   elektronik, termasuk tidak terbatas pada:
      1) tulisan, suara, atau gambar;
      2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau
      3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki
         makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
         membaca atau memahaminya.


                        Pasal 30

Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi
korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa
bersalah, apabila disertai dengan satu alat bukti yang sah lainnya.


                        Pasal 31

(1)    Berdasarkan bukti permulaan yang cukup penyidik
       berwenang menyadap telepon atau alat komunikasi lain yang
       diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan
       melakukan tindak pidana perdagangan orang.
(2)    Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
       hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk
       jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.




                                                       Pasal 32 ...
                         - 13 -


                       Pasal 32

Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan
kepada penyedia jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran
terhadap harta kekayaan setiap orang yang disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana perdagangan orang.


                       Pasal 33

(1) Dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
    pengadilan, pelapor berhak dirahasiakan nama dan alamatnya
    atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat
    diketahuinya identitas pelapor.
(2) Dalam hal pelapor meminta dirahasiakan nama dan
    alamatnya atau hal-hal lain sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1), kewajiban merahasiakan identitas tersebut diberitahukan
    kepada saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan
    tindak pidana perdagangan orang sebelum pemeriksaan oleh
    pejabat yang berwenang yang melakukan pemeriksaan.


                       Pasal 34

Dalam hal saksi dan/atau korban tidak dapat dihadirkan dalam
pemeriksaan di sidang pengadilan, keterangan saksi dapat
diberikan secara jarak jauh melalui alat komunikasi audio visual.


                       Pasal 35

Selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, saksi dan/atau korban berhak didampingi oleh
advokat dan/atau pendamping lainnya yang dibutuhkan.


                       Pasal 36

(1)   Selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
      depan sidang pengadilan, korban berhak mendapatkan
      informasi tentang perkembangan kasus yang melibatkan
      dirinya.
                                                (2) Informasi ...
                         - 14 -


(2)   Informasi tentang perkembangan kasus sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian salinan
      berita acara setiap tahap pemeriksaan.


                       Pasal 37

(1)   Saksi dan/atau korban berhak meminta kepada hakim ketua
      sidang untuk memberikan keterangan di depan sidang
      pengadilan tanpa kehadiran terdakwa.
(2)   Dalam hal saksi dan/atau korban akan memberikan
      keterangan tanpa kehadiran terdakwa, hakim ketua sidang
      memerintahkan terdakwa untuk keluar ruang sidang.
(3)   Pemeriksaan terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dapat dilanjutkan setelah kepada terdakwa diberitahukan
      semua keterangan yang diberikan saksi dan/atau korban
      pada waktu terdakwa berada di luar ruang sidang pengadilan.


                       Pasal 38

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap saksi dan/atau korban anak dilakukan dengan
memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak dengan tidak
memakai toga atau pakaian dinas.


                       Pasal 39

(1)   Sidang tindak pidana perdagangan orang untuk memeriksa
      saksi dan/atau korban anak dilakukan dalam sidang
      tertutup.
(2)   Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      saksi dan/atau korban anak wajib didampingi orang tua, wali,
      orang tua asuh, advokat, atau pendamping lainnya.
(3)   Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan tanpa
      kehadiran terdakwa.



                                                       Pasal 40 ...
                         - 15 -


                       Pasal 40

(1)   Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak, atas
      persetujuan hakim, dapat dilakukan di luar sidang pengadilan
      dengan perekaman.
(2)   Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
      di hadapan pejabat yang berwenang.


                       Pasal 41

(1)   Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut,
      tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka
      perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadiran
      terdakwa.
(2)   Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum
      putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan
      segala keterangan saksi dan surat yang dibacakan dalam
      sidang sebelumnya dianggap sebagai alat bukti yang diberikan
      dengan kehadiran terdakwa.


                       Pasal 42

Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan
oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan,
kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada keluarga
atau kuasanya.


                   BAB V
       PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

                       Pasal 43

Ketentuan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam
perkara tindak pidana perdagangan orang dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini.


                                                       Pasal 44 ...
                        - 16 -

                       Pasal 44

(1)   Saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang
      berhak memperoleh kerahasiaan identitas.
(2)   Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan juga
      kepada keluarga saksi dan/atau korban sampai dengan
      derajat kedua, apabila keluarga saksi dan/atau korban
      mendapat ancaman baik fisik maupun psikis dari orang lain
      yang berkenaan dengan keterangan saksi dan/atau korban.


                       Pasal 45

(1) Untuk melindungi saksi dan/atau korban, di setiap provinsi
    dan kabupaten/kota wajib dibentuk ruang pelayanan khusus
    pada   kantor    kepolisian setempat    guna   melakukan
    pemeriksaan di tingkat penyidikan bagi saksi dan/atau
    korban tindak pidana perdagangan orang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan ruang
    pelayanan khusus dan tata cara pemeriksaan saksi
    dan/atau korban diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian
    Negara Republik Indonesia.


                       Pasal 46

(1) Untuk melindungi saksi dan/atau korban, pada setiap
    kabupaten/kota dapat dibentuk pusat pelayanan terpadu
    bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan
    orang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme
    pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                       Pasal 47

Dalam hal saksi dan/atau korban beserta keluarganya
mendapatkan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau
hartanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan
perlindungan, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses
pemeriksaan perkara.

                                                    Pasal 48 ...
                         - 17 -


                        Pasal 48

(1)    Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli
       warisnya berhak memperoleh restitusi.
(2)    Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ganti
       kerugian atas:
       a. kehilangan kekayaan atau penghasilan;
       b. penderitaan;
       c. biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau
           psikologis; dan/atau
       d. kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat
           perdagangan orang.
(3)   Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam
       amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana
       perdagangan orang.
(4)   Pemberian restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat
       pertama.
(5)    Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
       dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara
       diputus.
(6)    Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari
       terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah
       memperoleh kekuatan hukum tetap.
(7)    Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat
       banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam
       putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan
       kepada yang bersangkutan.


                        Pasal 49

(1) Pelaksanaan pemberian restitusi dilaporkan kepada ketua
    pengadilan yang memutuskan perkara, disertai dengan tanda
    bukti pelaksanaan pemberian restitusi tersebut.
(2) Setelah ketua pengadilan menerima tanda bukti sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), ketua pengadilan mengumumkan
    pelaksanaan tersebut di papan pengumuman pengadilan yang
    bersangkutan.
(3) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian restitusi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh
    pengadilan kepada korban atau ahli warisnya.

                                                     Pasal 50 ...
                        - 18 -

                       Pasal 50

(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian restitusi kepada pihak
    korban tidak dipenuhi sampai melampaui batas waktu
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (6), korban atau
    ahli warisnya memberitahukan hal tersebut kepada
    pengadilan.
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan
    surat peringatan secara tertulis kepada pemberi restitusi,
    untuk segera memenuhi kewajiban memberikan restitusi
    kepada korban atau ahli warisnya.
(3) Dalam hal surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) tidak dilaksanakan dalam waktu 14 (empat belas) hari,
    pengadilan memerintahkan penuntut umum untuk menyita
    harta kekayaan terpidana dan melelang harta tersebut untuk
    pembayaran restitusi.
(4) Jika pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku
    dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu)
    tahun.

                       Pasal 51

(1) Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi
    sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah
    apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik
    maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan orang.
(2) Hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh
    korban atau keluarga korban, teman korban, kepolisian,
    relawan pendamping, atau pekerja sosial setelah korban
    melaporkan kasus yang dialaminya atau pihak lain
    melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3)   Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
      kepada pemerintah melalui menteri atau instansi yang
      menangani masalah-masalah kesehatan dan sosial di daerah.

                       Pasal 52

(1)   Menteri    atau    instansi   yang  menangani  rehabilitasi
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) wajib
      memberikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,
      pemulangan, dan reintegrasi sosial paling lambat 7 (tujuh)
      hari terhitung sejak diajukan permohonan.
                                                    (2) Untuk ...
                         - 19 -


(2)   Untuk penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi kesehatan,
      rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
      Pemerintah Daerah wajib membentuk rumah perlindungan
      sosial atau pusat trauma.
(3)   Untuk penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2), masyarakat atau lembaga-lembaga pelayanan
      sosial lainnya dapat pula membentuk rumah perlindungan
      sosial atau pusat trauma.


                        Pasal 53

Dalam hal korban mengalami trauma atau penyakit yang
membahayakan dirinya akibat tindak pidana perdagangan orang
sehingga memerlukan pertolongan segera, maka menteri atau
instansi yang menangani masalah-masalah kesehatan dan sosial
di daerah wajib memberikan pertolongan pertama paling lambat 7
(tujuh) hari setelah permohonan diajukan.


                        Pasal 54

(1)   Dalam hal korban berada di luar negeri memerlukan
      perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan
      orang, maka Pemerintah Republik Indonesia melalui
      perwakilannya di luar negeri wajib melindungi pribadi
      dan kepentingan korban, dan mengusahakan untuk
      memulangkan korban ke Indonesia atas biaya negara.
(2)   Dalam hal korban adalah warga negara asing yang berada di
      Indonesia,    maka    Pemerintah   Republik    Indonesia
      mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara
      asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di
      Indonesia.
(3)   Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan, hukum internasional, atau kebiasaan
      internasional.



                                                       Pasal 55 ...
                        - 20 -


                       Pasal 55

Saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang, selain
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini juga berhak
mendapatkan hak dan perlindungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan lain.


                       BAB VI
           PENCEGAHAN DAN PENANGANAN

                       Pasal 56

Pencegahan tindak pidana perdagangan orang bertujuan
mencegah sedini mungkin terjadinya tindak pidana perdagangan
orang.


                       Pasal 57

(1)   Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan keluarga
      wajib mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan,
    program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk
    melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah
    perdagangan orang.


                       Pasal 58

(1)   Untuk   melaksanakan     pemberantasan    tindak   pidana
      perdagangan orang, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
      mengambil    langkah-langkah   untuk    pencegahan    dan
      penanganan tindak pidana perdagangan orang.
(2)   Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-
      langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah
      membentuk gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari
      pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga
      swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/
      akademisi.

                                                (3) Pemerintah ...
                         - 21 -

(3)   Pemerintah    Daerah    membentuk      gugus     tugas  yang
      beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah daerah, penegak
      hukum,     organisasi    masyarakat,      lembaga    swadaya
      masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi.
(4)   Gugus tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
      (3) merupakan lembaga koordinatif yang bertugas:
      a. mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan
         tindak pidana perdagangan orang;
      b. melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerja
         sama;
      c. memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan
         korban meliputi rehabilitasi, pemulangan, dan reintegrasi
         sosial;
      d. memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum;
         serta
      e. melaksanakan pelaporan dan evaluasi.
(5) Gugus tugas pusat dipimpin oleh seorang menteri atau pejabat
    setingkat menteri yang ditunjuk berdasarkan Peraturan
    Presiden.
(6) Guna mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-
    langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
    dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang
    diperlukan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan
    organisasi, keanggotaan, anggaran, dan mekanisme kerja
    gugus tugas pusat dan daerah diatur dengan Peraturan
    Presiden.

                    BAB VII
         KERJA SAMA INTERNASIONAL DAN
            PERAN SERTA MASYARAKAT

                   Bagian Kesatu
              Kerja Sama Internasional

                       Pasal 59

(1) Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan
    pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, Pemerintah
    Republik Indonesia wajib melaksanakan kerja sama
    internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun
    multilateral.
                                                 (2) Kerja sama ...
                        - 22 -


(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    dilakukan dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik
    dalam masalah pidana dan/atau kerja sama teknis lainnya
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                    Bagian Kedua
                Peran Serta Masyarakat

                       Pasal 60

(1)   Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan
      penanganan korban tindak pidana perdagangan orang.
(2)   Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diwujudkan dengan tindakan memberikan informasi dan/atau
      melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang kepada
      penegak hukum atau pihak yang berwajib, atau turut serta
      dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang.


                       Pasal 61

Untuk tujuan pencegahan dan penanganan korban tindak pidana
perdagangan orang, Pemerintah wajib membuka akses seluas-
luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun
internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, hukum, dan kebiasaan internasional yang berlaku.


                       Pasal 62

Untuk melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 dan Pasal 61, masyarakat berhak untuk memperoleh
perlindungan hukum.


                       Pasal 63

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
dan Pasal 61 dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                                                    BAB VIII ...
                      - 23 -


                  BAB VIII
            KETENTUAN PERALIHAN

                     Pasal 64

Pada saat Undang-Undang ini berlaku, perkara tindak pidana
perdagangan orang yang masih dalam proses penyelesaian di
tingkat penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang
pengadilan, tetap diperiksa berdasarkan undang-undang yang
mengaturnya.

                   BAB IX
             KETENTUAN PENUTUP

                     Pasal 65

Pada saat Undang-Undang ini berlaku, maka Pasal 297 dan Pasal
324 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia lI Nomor 9) jo
Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik
Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1660)
yang telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan
terhadap Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3850) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

                     Pasal 66

Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang
ini harus diterbitkan selambat-lambatnya dalam 6 (enam) bulan
setelah Undang-Undang ini berlaku.

                     Pasal 67

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

                                                       Agar ...
                                - 24 -


           Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
           Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
           Negara Republik Indonesia.



                                Disahkan di Jakarta
                                pada tanggal 19 April 2007

                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                              ttd.

                                DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,

                    ttd.

            HAMID AWALUDIN



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 58
                              PENJELASAN
                                  ATAS
               UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 21 TAHUN 2007

                               TENTANG

       PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG


I. UMUM

        Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia.
 Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk
 dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.

       Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai
 negara, termasuk Indonesia dan negara-negara yang sedang berkembang
 lainnya, telah menjadi perhatian Indonesia sebagai bangsa, masyarakat
 internasional, dan anggota organisasi internasional, terutama Perserikatan
 Bangsa-Bangsa (PBB).

       Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok
 yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
 Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk
 eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain,
 misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik
 serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang
 melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau
 penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau
 memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala
 bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
 pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau
 memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari
 orang yang memegang kendali atas korban.

       Bentuk-bentuk eksploitasi meliputi kerja paksa atau pelayanan
 paksa, perbudakan, dan praktik-praktik serupa perbudakan, kerja paksa
 atau pelayanan paksa adalah kondisi kerja yang timbul melalui cara,
 rencana, atau pola yang dimaksudkan agar seseorang yakin bahwa jika ia
 tidak melakukan pekerjaan tertentu, maka ia atau orang yang menjadi
 tanggungannya akan menderita baik secara fisik maupun psikis.


                                                             Perbudakan ...
                                   -2-

Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain.
Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam
kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu
pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu
kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.

       Tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak,
telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun
tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan
tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara
yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku
tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya
antarwilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara.

       Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya
telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 297
KUHP menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-
laki belum dewasa dan mengkualifikasikan tindakan tersebut sebagai
kejahatan. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menentukan larangan memperdagangkan, menjual, atau
menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual. Namun, ketentuan
KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut tidak merumuskan
pengertian perdagangan orang yang tegas secara hukum. Di samping itu,
Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan
dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan orang.
Oleh karena itu, diperlukan undang-undang khusus tentang tindak pidana
perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum materiil
dan formil sekaligus. Untuk tujuan tersebut, undang-undang khusus ini
mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau
semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan
orang, baik yang dilakukan antarwilayah dalam negeri maupun secara
antarnegara, dan baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi.

       Undang-Undang ini mengatur perlindungan saksi dan korban sebagai
aspek penting dalam penegakan hukum, yang dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan dasar kepada korban dan saksi. Selain itu,
Undang-Undang ini juga memberikan perhatian yang besar terhadap
penderitaan korban sebagai akibat tindak pidana perdagangan orang dalam
bentuk hak restitusi yang harus diberikan oleh pelaku tindak pidana
perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban, dan mengatur juga
hak korban atas rehabilitasi medis dan sosial, pemulangan serta reintegrasi
yang harus dilakukan oleh negara khususnya bagi mereka yang mengalami
penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat tindak pidana perdagangan
orang.
                                                            Pencegahan ...
                                     -3-


          Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang
    merupakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat,
    dan keluarga. Untuk mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan
    terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan tersebut perlu
    dibentuk gugus tugas. Tindak pidana perdagangan orang merupakan
    kejahatan yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah negara melainkan juga
    antarnegara. Oleh karena itu, perlu dikembangkan kerja sama internasional
    dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana
    dan/atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.

          Penyusunan Undang-Undang ini juga merupakan perwujudan
    komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang
    Mencegah, Memberantas dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan
    Orang, khususnya Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) yang telah
    ditandatangani Pemerintah Indonesia.

II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
       Cukup jelas.

  Pasal 2
       Ayat (1)
           Dalam ketentuan ini, kata "untuk tujuan" sebelum frasa
           "mengeskploitasi orang tersebut" menunjukkan bahwa tindak pidana
           perdagangan orang merupakan delik formil, yaitu adanya tindak
           pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur
           perbuatan yang sudah dirumuskan, dan tidak harus menimbulkan
           akibat.
       Ayat (2)
           Cukup jelas.

  Pasal 3
       Ketentuan ini dimaksudkan bahwa wilayah negara Republik Indonesia
       adalah sebagai negara tujuan atau transit.

  Pasal 4
       Cukup jelas.

  Pasal 5
       Cukup jelas.

                                                                    Pasal 6 ...
                                   -4-



Pasal 6
   Yang dimaksud dengan frasa "pengiriman anak ke dalam negeri" dalam
   ketentuan ini adalah pengiriman anak antardaerah dalam wilayah negara
   Republik Indonesia.

Pasal 7
      Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "luka berat" dalam ketentuan ini adalah:
          a. jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
              akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut;
          b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan
              atau pekerjaan pencaharian;
          c. kehilangan salah satu pancaindera;
          d. mendapat cacat berat;
          e. menderita sakit lumpuh;
          f. mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-
             kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu)
             tahun tidak berturut-turut; atau
          g. gugur atau matinya janin dalam kandungan seorang perempuan
             atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi.
     Ayat (2)
          Cukup jelas.

Pasal 8
     Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "penyelenggara negara" dalam ketentuan ini
        adalah pejabat pemerintah, anggota Tentara Nasional Indonesia,
        anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat keamanan,
        penegak hukum atau pejabat publik yang menyalahgunakan
        kekuasaannya untuk melakukan atau mempermudah tindak pidana
        perdagangan orang.
        Yang dimaksud dengan "menyalahgunakan kekuasaan" dalam
        ketentuan ini adalah menjalankan kekuasaan yang ada padanya
        secara tidak sesuai tujuan pemberian kekuasaan tersebut atau
        menjalankannya secara tidak sesuai ketentuan peraturan.
     Ayat (2)
        Cukup jelas.
     Ayat (3)
        Cukup jelas.



                                                                 Pasal 9 ...
                                    -5-


Pasal 9
     Cukup jelas.

Pasal 10
     Cukup jelas.

Pasal 11
     Cukup jelas.

Pasal 12
      Cukup jelas.

Pasal 13
      Cukup jelas.

Pasal 14
      Cukup jelas.

Pasal 15
      Ayat (1)
         Cukup jelas.
      Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "pencabutan izin usaha, perampasan
         kekayaan hasil tindak pidana, pencabutan status badan hukum,
         pemecatan pengurus, dan/atau pelarangan pengurus tersebut
         mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama" dalam
         ketentuan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
         undangan.

Pasal 16
      Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "kelompok yang
      terorganisasi" adalah kelompok terstruktur yang terdiri dari 3 (tiga)
      orang atau lebih, yang eksistensinya untuk waktu tertentu dan bertindak
      dengan tujuan melakukan satu atau lebih tindak pidana yang diatur
      dalam Undang-Undang ini dengan tujuan memperoleh keuntungan
      materiil atau finansial baik langsung maupun tidak langsung.

Pasal 17
      Cukup jelas.




                                                                  Pasal 18 ...
                                   -6-


Pasal 18
      Yang dimaksud dengan "dipaksa" dalam ketentuan ini adalah suatu
      keadaan di mana seseorang/korban disuruh melakukan sesuatu
      sedemikian rupa sehingga orang itu melakukan sesuatu berlawanan
      dengan kehendak sendiri.

Pasal 19
     Yang dimaksud dengan "dokumen negara" dalam ketentuan ini meliputi
     tetapi tidak terbatas pada paspor, kartu tanda penduduk, ijazah, kartu
     keluarga, akte kelahiran, dan surat nikah.
     Yang dimaksud dengan "dokumen lain" dalam ketentuan ini meliputi
     tetapi tidak terbatas pada surat perjanjian kerja bersama, surat
     permintaan tenaga kerja Indonesia, asuransi, dan dokumen yang terkait.

Pasal 20
     Cukup jelas.

Pasal 21
     Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "petugas di persidangan" adalah hakim,
        penuntut umum, panitera, pendamping korban, advokat, polisi, yang
        sedang bertugas dalam persidangan tindak pidana perdagangan orang.
     Ayat (2)
        Cukup jelas.
    Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 22
     Cukup jelas.

Pasal 23
     Cukup jelas.

Pasal 24
      Ketentuan ini berlaku juga bagi pemberitahuan identitas korban atau
      saksi kepada media massa.

Pasal 25
      Cukup jelas.

Pasal 26
      Cukup jelas.

                                                                Pasal 27 ...
                                    -7-


Pasal 27
     Dalam ketentuan ini, korban tetap memiliki hak tagih atas utang atau
     perjanjian jika pelaku memiliki kewajiban atas utang atau perjanjian
     lainnya terhadap korban.

Pasal 28
      Cukup jelas.

Pasal 29
      Yang dimaksud dengan "data, rekaman, atau informasi yang dapat
      dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau
      tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda
      fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik" dalam
      ketentuan ini misalnya: data yang tersimpan di komputer, telepon, atau
      peralatan elektronik lainnya, atau catatan lainnya seperti:
      a. catatan rekening bank, catatan usaha, catatan keuangan, catatan
           kredit atau utang, atau catatan transaksi yang terkait dengan
           seseorang atau korporasi yang diduga terlibat di dalam perkara
           tindak pidana perdagangan orang;
      b. catatan pergerakan, perjalanan, atau komunikasi oleh seseorang
           atau organisasi yang diduga terlibat di dalam tindak pidana menurut
           Undang-Undang ini; atau
      c. dokumen, pernyataan tersumpah atau bukti-bukti lainnya yang
           didapat dari negara asing, yang mana Indonesia memiliki kerja sama
           dengan pihak-pihak berwenang negara tersebut sesuai dengan
           ketentuan dalam undang-undang yang berkaitan dengan bantuan
           hukum timbal balik dalam masalah pidana.

Pasal 30
      Cukup jelas.

Pasal 31
      Cukup jelas.

Pasal 32
      Yang dimaksud dengan "penyedia jasa keuangan" antara lain, bank,
      perusahaan efek, reksa dana, kustodian, dan pedagang valuta asing.

Pasal 33
      Cukup jelas.

Pasal 34
     Cukup jelas.
                                                                   Pasal 35 ...
                                   -8-


Pasal 35
     Yang dimaksud dengan "pendamping lainnya" antara lain psikolog,
     psikiater, ahli kesehatan, rohaniwan, dan anggota keluarga.

Pasal 36
      Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "korban berhak mendapatkan informasi
         tentang perkembangan kasus yang melibatkan dirinya" dalam
         ketentuan ini adalah korban yang menjadi saksi dalam proses
         peradilan tindak pidana perdagangan orang.
      Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "informasi tentang perkembangan kasus
         setiap tahap pemeriksaan" dalam ketentuan ini antara lain, berupa
         salinan berita acara pemeriksaan atau resume hasil pemeriksaan
         pada tingkat penyidikan, dakwaan dan tuntutan, serta putusan
         pengadilan.

Pasal 37
     Cukup jelas.

Pasal 38
     Cukup jelas.

Pasal 39
     Cukup jelas.

Pasal 40
       Ayat (1)
             Yang dimaksud "perekaman" dalam ayat ini dapat dilakukan
             dengan alat rekam audio, dan/atau audio visual.
       Ayat (2)
              Yang dimaksud "pejabat yang berwenang" adalah penyidik atau
             penuntut umum.

Pasal 41
     Cukup jelas.

Pasal 42
     Ketentuan ini dimaksudkan untuk:
     a. memungkinkan bahwa terdakwa yang melarikan diri mengetahui
        putusan tersebut; atau


                                                         b. memberikan ...
                                    -9­


    b. memberikan tambahan hukuman kepada terdakwa berupa
       "pencideraan nama baiknya" atas perilaku terdakwa yang tidak
       kooperatif dengan proses hukum.

Pasal 43
     Cukup jelas.

Pasal 44
     Cukup jelas.

Pasal 45
      Cukup jelas.

Pasal 46
      Cukup jelas.

Pasal 47
      Cukup jelas.

Pasal 48
     Ayat (1)
           Dalam ketentuan ini, mekanisme pengajuan restitusi dilaksanakan
           sejak korban melaporkan kasus yang dialaminya kepada Kepolisian
           Negara Republik Indonesia setempat dan ditangani oleh penyidik
           bersamaan dengan penanganan tindak pidana yang dilakukan.
           Penuntut umum memberitahukan kepada korban tentang haknya
           untuk mengajukan restitusi, selanjutnya penuntut umum
           menyampaikan jumlah kerugian yang diderita korban akibat tindak
           pidana    perdagangan    orang    bersamaan    dengan  tuntutan.
           Mekanisme ini tidak menghilangkan hak korban untuk mengajukan
           sendiri gugatan atas kerugiannya.
     Ayat (2)
           Yang dimaksud dengan "kerugian lain" dalam ketentuan ini
           misalnya:
           a. kehilangan harta milik;
           b. biaya transportasi dasar;
           c. biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan
              proses hukum; atau
           d. kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku.
     Ayat (3)
           Cukup jelas.
     Ayat (4)
           Cukup jelas.
                                                                  Ayat (5) ...
                                  - 10 -


    Ayat (5)
          Dalam ketentuan ini, penitipan restitusi dalam bentuk uang di
          pengadilan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
          undangan. Ketentuan ini disamakan dengan proses penanganan
          perkara perdata dalam konsinyasi.
    Ayat (6)
          Restitusi dalam ketentuan ini merupakan pembayaran riil (faktual)
          dari jumlah restitusi yang diputus yang sebelumnya dititipkan pada
          pengadilan tingkat pertama.
    Ayat (7)
          Cukup jelas.

Pasal 49
       Cukup jelas.

Pasal 50
       Cukup jelas.

Pasal 51
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "rehabilitasi kesehatan" dalam ketentuan ini
          adalah pemulihan kondisi semula baik fisik maupun psikis.
          Yang dimaksud dengan "rehabilitasi sosial" dalam ketentuan ini
          adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi mental sosial dan
          pengembalian keberfungsian sosial agar dapat melaksanakan
          perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam
          masyarakat.
          Yang dimaksud dengan "reintegrasi sosial" dalam ketentuan ini
          adalah penyatuan kembali korban tindak pidana perdagangan orang
          kepada pihak keluarga atau pengganti keluarga yang dapat
          memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban.
          Hak atas "pemulangan" harus dilakukan dengan memberi jaminan
          bahwa korban benar-benar menginginkan pulang, dan tidak beresiko
          bahaya yang lebih besar bagi korban tersebut.
     Ayat (2)
          Dalam ketentuan ini permohonan rehabilitasi dapat dimintakan oleh
          korban atau kuasa hukumnya dengan melampirkan bukti laporan
          kasusnya kepada kepolisian.




                                                                  Ayat (3) ...
                                 - 11 -


    Ayat (3)
         Yang dimaksud dengan "pemerintah" dalam ketentuan ini adalah
         instansi yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan, dan/atau
         penanggulangan masalah-masalah sosial, dan dapat dilaksanakan
         secara bersama-sama antara penyelenggara kewenangan tingkat
         pusat, provinsi, dan kabupaten/kota khususnya dari mana korban
         berasal atau bertempat tinggal.

Pasal 52
     Ayat (1)
          Cukup jelas.
     Ayat (2)
          Dalam ketentuan ini, pembentukan rumah perlindungan sosial atau
          pusat trauma dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing
          daerah, dengan memperhatikan asas prioritas. Dalam hal daerah
          telah mempunyai rumah perlindungan sosial atau pusat trauma,
          maka pemanfaatan rumah perlindungan sosial atau pusat trauma
          perlu dioptimalkan sesuai dengan Undang-Undang ini.
     Ayat (3)
          Cukup jelas.

Pasal 53
     Cukup jelas.

Pasal 54
     Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "perwakilannya di luar negeri" dalam
         ketentuan ini adalah kedutaan besar, konsulat jenderal, kantor
         penghubung, kantor dagang atau semua kantor diplomatik atau
         kekonsuleran lainnya yang sesuai peraturan perundang-undangan
         menjalankan mandat Pemerintah Republik Indonesia untuk
         melindungi kepentingan warga negara atau badan hukum Indonesia
         yang menghadapi permasalahan hukum di luar negeri.
     Ayat (2)
         Cukup jelas.
     Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 55
       Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan lain" dalam
       ketentuan ini mengacu pula pada undang-undang yang mengatur
       perlindungan saksi dan/atau korban.

                                                              Pasal 56 ...
                                    - 12 -


Pasal 56
       Cukup jelas.

Pasal 57
      Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "Pemerintah" dalam ketentuan ini adalah
         instansi yang menjalankan urusan antara lain, di bidang pendidikan,
         pemberdayaan perempuan, dan ketenagakerjaan, hukum dan hak
         asasi manusia, komunikasi dan informasi.
         Yang dimaksud dengan "Pemerintah Daerah" dalam ketentuan ini
         meliputi provinsi dan kabupaten/kota.
      Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "penanganan" meliputi antara lain, kegiatan
         pemantauan, penguatan, dan peningkatan kemampuan penegak
         hukum dan para pemangku kepentingan lain.

Pasal 58
       Cukup jelas.

Pasal 59
   Ayat (1)
       Yang dimaksud dengan "Pemerintah Republik Indonesia" dalam
       ketentuan ini adalah pejabat yang oleh Presiden diberikan kewenangan
       penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar
       negeri Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan peraturan
       perundang-undangan.
   Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan "bantuan timbal balik dalam masalah pidana"
       dalam ketentuan ini misalnya:
       a. pengambilan alat/barang bukti dan untuk mendapatkan pernyataan
          dari orang;
       b. pemberian dokumen resmi dan catatan hukum lain yang terkait;
       c. pengidentifikasian orang dan lokasi;
       d. pelaksanaan permintaan untuk penyelidikan dan penyitaan dan
          pemindahan barang bukti berupa dokumen dan barang;
       e. upaya pemindahan hasil kejahatan;
       f. upaya persetujuan dari orang yang bersedia memberikan kesaksian
          atau membantu penyidikan oleh pihak peminta dan jika orang itu
          berada dalam tahanan mengatur pemindahan sementara ke pihak
          peminta;
       g. penyampaian dokumen;
       h. penilaian ahli dan pemberitahuan hasil dari proses acara pidana;
          dan
                                                                i. bantuan ...
                                 - 13 -


      i. bantuan lain sesuai dengan tujuan bantuan timbal balik dalam
         masalah pidana.

Pasal 60
       Cukup jelas.

Pasal 61
       Cukup jelas.

Pasal 62
     Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" dalam ketentuan ini dapat
     berupa perlindungan atas:
     a. keamanan pribadi;
     b. kerahasiaan identitas diri; atau
     c. penuntutan hukum sebagai akibat melaporkan secara bertanggung
        jawab tindak pidana perdagangan orang.

Pasal 63
       Cukup jelas.

Pasal 64
       Cukup jelas.

Pasal 65
       Cukup jelas.

Pasal 66
       Cukup jelas.

Pasal 67
       Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4720


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pemberantasan_tindak_pidana_perdagangan_orang_(uu_21.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Pengertian tindak pidana perdagangan orang menurut para ahli. Perwakilan konsuler manurut presiden no 51 thn1976.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
FIND US ON FACEEBOOK