Previous
Next

2006

Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (UU 15 thn 2006)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan :
                   UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                           NOMOR 15 TAHUN 2006

                                  TENTANG

                        BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


                  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :       a. bahwa keuangan negara merupakan salah satu unsur
                     pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan
                     mempunyai     manfaat    yang   sangat    penting  guna
                     mewujudkan tujuan negara untuk mencapai masyarakat
                     yang   adil,  makmur      dan   sejahtera   sebagaimana
                     diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
                     Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

                  b. bahwa untuk tercapainya tujuan negara sebagaimana
                     dimaksud pada huruf a, pengelolaan dan tanggung jawab
                     keuangan negara memerlukan suatu lembaga pemeriksa
                     yang bebas, mandiri, dan profesional untuk menciptakan
                     pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi,
                     dan nepotisme;

                  c. bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang
                     Badan Pemeriksa Keuangan sudah tidak sesuai dengan
                     perkembangan    sistem  ketatanegaraan,  baik  pada
                     pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah;

                  d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                     pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
                     Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan;



Mengingat     :   Pasal 20,  Pasal 21, Pasal 23e, Pasal 23f, dan Pasal 23g
                  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
                  1945;


                                                                  Dengan . . .
                                   -2-


                       Dengan Persetujuan Bersama

          DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                   dan
                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                              MEMUTUSKAN:

Menetapkan:   UNDANG-UNDANG          TENTANG        BADAN      PEMERIKSA
              KEUANGAN.


                                 BAB I
                            KETENTUAN UMUM

                                  Pasal 1

              Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
                  Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat
              1.
                  BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk
                  memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
                  negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
                  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

                   Dewan Perwakilan Rakyat, yang selanjutnya disingkat DPR,
              2.
                   adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud
                   dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
                   Tahun 1945.

                   Dewan Perwakilan Daerah, yang selanjutnya disingkat
              3.
                   DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana
                   dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
                   Indonesia Tahun 1945.

                   Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
              4.
                   memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
                   Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
                   Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

                   Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota,
              5.
                   dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
                   pemerintahan daerah.

                                                              6. Dewan . . .
                      -3-
      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya
6.
      disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
      Provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam
      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
      1945.

      Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara
7.
      yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
      berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
      milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
      kewajiban tersebut.

      Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan
8.
      kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan
      kedudukan     dan     kewenangannya,     yang    meliputi
      perencanaan,      pelaksanaan,      pengawasan,      dan
      pertanggungjawaban.

      Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis,
9.
      dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif,
      dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk
      menilai   kebenaran,    kecermatan,    kredibilitas, dan
      keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
      jawab keuangan negara.

      Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas
10.
      pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
      negara untuk dan atas nama BPK.

      Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban
11.
      Pemerintah    dan    lembaga    negara  lainnya untuk
      melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib,
      taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
      ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan
      rasa keadilan dan kepatutan.

      Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi
12.
      tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima,
      menyimpan, dan membayar/menyerahkan, uang atau
      surat berharga atau barang-barang negara/daerah.

      Standar Pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan
13.
      pemeriksaan pengelolaan dan        tanggung   jawab
      keuangan negara yang meliputi standar umum, standar
      pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang
      wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa.

                                                  14. Hasil . . .
                       -4-
      Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian
14.
      kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan
      keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan
      tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara
      independen, objektif, dan profesional berdasarkan Standar
      Pemeriksaan,yang dituangkan dalam laporan hasil
      pemeriksaan sebagai keputusan BPK.
      Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat
15.
      berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya
      sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
      maupun lalai.
      Ganti Kerugian adalah sejumlah uang atau barang yang
16.
      dapat dinilai dengan uang yang harus dikembalikan
      kepada negara/daerah oleh seseorang atau badan yang
      telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja
      maupun lalai.
      Peraturan BPK adalah aturan hukum yang dikeluarkan
17.
      oleh BPK yang mengikat secara umum dan dimuat dalam
      Lembaran Negara Republik Indonesia.


                  BAB II
        KEDUDUKAN DAN KEANGGOTAAN

                  Bagian Kesatu
                   Kedudukan

                      Pasal 2

BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri
dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.

                      Pasal 3

(1)   BPK berkedudukan di Ibukota negara.
(2)   BPK memiliki perwakilan di setiap provinsi.
(3)   Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) ditetapkan dengan keputusan BPK dengan
      mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.


                                              Bagian Kedua . . .
                       -5-
                   Bagian Kedua
                   Keanggotaan

                      Pasal 4

(1)   BPK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota, yang
      keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan Presiden.

(2)   Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua merangkap
      anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7
      (tujuh) orang anggota.

(3)   Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak anggota
      BPK terpilih diajukan oleh DPR.


                      Pasal 5

(1)   Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan
      sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
      jabatan.

(2)   BPK memberitahukan kepada DPR dengan tembusan
      kepada Presiden tentang akan berakhirnya masa jabatan
      anggota BPK paling lambat 6 (enam) bulan sebelum
      berakhirnya masa jabatan anggota tersebut.


                   BAB III
            TUGAS DAN WEWENANG

                  Bagian Kesatu
                      Tugas

                      Pasal 6

(1)   BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
      keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
      Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank
      Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan
      Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
      badan lain yang mengelola keuangan negara.


                                             (2) Pelaksanaan . . .
                     -6-
(2)   Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang
      tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
      keuangan negara.
(3)   Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan,
      pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan
      tertentu.
(4)   Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik
      berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil
      pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan
      dipublikasikan.
(5)   Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan
      tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan
      pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan
      standar pemeriksaan keuangan negara.
(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
      tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      dengan peraturan BPK.


                     Pasal 7

(1)   BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan
      tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan
      DPRD sesuai dengan kewenangannya.
(2)   DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
      peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan.
(3)   Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD
      dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.
(4)   Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR,
      DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-
      masing      lembaga    perwakilan     sesuai    dengan
      kewenangannya.
(5)   Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
      keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD,
      dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.



                                                 Pasal 8 . . .
                      -7-
                     Pasal 8

(1)   Untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK
      menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara tertulis
      kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai
      dengan kewenangannya.
(2)   Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Presiden,
      Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK.
(3)   Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK
      melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
      paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur
      pidana tersebut.
(4)   Laporan    BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang
      berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)   BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil
      pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), dan hasilnya diberitahukan secara
      tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah.


                  Bagian Kedua
                   Wewenang

                     Pasal 9

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:

      a.   menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan
           melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan
           metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan
           laporan pemeriksaan;
      b.   meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib
           diberikan   oleh  setiap orang,   unit   organisasi
           Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
           Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik
           Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
           Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola
           keuangan negara;

                                              c. melakukan . . .
                       -8-
      c.   melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang
           dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan
           kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan
           negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-
           perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran,
           pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang
           berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
      d.   menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi
           mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
           negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
      e.   menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara
           setelah     konsultasi     dengan     Pemerintah
           Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan
           dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
           keuangan negara;
      f.   menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan
           tanggung jawab keuangan negara;
      g.   menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa
           di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;
      h.   membina jabatan fungsional Pemeriksa;
      i.   memberi pertimbangan       atas   Standar   Akuntansi
           Pemerintahan; dan
      j.   memberi pertimbangan atas rancangan sistem
           pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah
           Daerah    sebelum  ditetapkan  oleh  Pemerintah
           Pusat/Pemerintah Daerah.

(2)   Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan
      tanggung jawab keuangan negara yang diminta oleh BPK
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya
      dipergunakan untuk pemeriksaan.


                     Pasal 10

(1)   BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian
      negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum
      baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara,
      pengelola Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik
      Daerah,    dan   lembaga     atau   badan    lain  yang
      menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

                                                (2) Penilaian . . .
                      -9-
(2)   Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan
      pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
      keputusan BPK.

(3)   Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian,
      BPK berwenang memantau:
      a.   penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang
           ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai negeri
           bukan bendahara dan pejabat lain;

      b.   pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah
           kepada bendahara, pengelola Badan Usaha Milik
           Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
           badan lain yang mengelola keuangan negara yang
           telah ditetapkan oleh BPK; dan

      c.   pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah
           yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang
           telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(4)   Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD
      sesuai dengan kewenangannya.


                     Pasal 11

BPK dapat memberikan:

a.    pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah
      Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank
      Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan
      Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga
      atau badan lain, yang diperlukan karena sifat
      pekerjaannya;

b.    pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah
      yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah
      Daerah; dan/atau

c.    keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian
      negara/daerah.


                                                 Pasal 12 . . .
                     - 10 -
                    Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal
10, dan Pasal 11 diatur dengan Peraturan BPK.



                 BAB IV
      PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN

                 Bagian Kesatu
               Pemilihan Anggota

                    Pasal 13

Untuk dapat dipilih sebagai Anggota           BPK,   calon   harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia;
b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berdomisili di Indonesia;
d. memiliki integritas moral dan kejujuran;
e. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
   berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
   Republik Indonesia Tahun 1945;
f. berpendidikan paling rendah S1 atau yang setara;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
   pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
   karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
   hukuman 5 (lima) tahun atau lebih;
h. sehat jasmani dan rohani;
i. paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun;
j. paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan
   sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara;
   dan
k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan
   pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.



                                                     Pasal 14 . . .
                     - 11 -
                     Pasal 14

(1)   Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
      pertimbangan DPD .

(2)   Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama
      calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR dalam
      jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak
      tanggal diterimanya surat permintaan pertimbangan dari
      Pimpinan DPR.

(3)   Calon Anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik
      untuk memperoleh masukan dari masyarakat.

(4)   DPR memulai proses pemilihan Anggota BPK terhitung
      sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus
      menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling
      lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan
      Anggota BPK yang lama.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan
      anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      dalam Peraturan Tata Tertib DPR.



                 Bagian Kedua
               Pemilihan Pimpinan

                     Pasal 15

(1)   Pimpinan BPK terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil
      ketua.

(2)   Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota
      BPK dalam sidang Anggota BPK dalam jangka waktu paling
      lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diresmikannya
      keanggotaan BPK oleh Presiden.

(3)   Sidang Anggota BPK untuk pemilihan pimpinan BPK
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh
      Anggota BPK tertua.

                                              (4) Pemilihan . . .
                      - 12 -
(4)   Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara musyawarah
      untuk mencapai mufakat, dan apabila mufakat tidak
      dicapai, pemilihan dilakukan dengan cara pemungutan
      suara.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua
      dan Wakil Ketua serta pembagian tugas dan wewenang
      Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur dengan
      peraturan BPK.


                     Pasal 16

(1)   Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib
      mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang
      dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2)   Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih wajib mengucapkan
      sumpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh
      Ketua Mahkamah Agung.
(3)   Apabila Ketua Mahkamah Agung berhalangan, sumpah
      atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      dipandu oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung.
(4)   Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) berbunyi sebagai berikut:
      "Demi Allah Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-
      sungguh bahwa saya, untuk menjadi Anggota (Ketua/Wakil
      Ketua) BPK langsung atau tidak langsung dengan rupa
      atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan
      sesuatu kepada siapapun juga.
      Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa
      saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
      dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung ataupun
      tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau
      pemberian.
      Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa
      saya akan memenuhi kewajiban Anggota (Ketua/Wakil
      Ketua) BPK dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa
      tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Dasar
      Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan
      perundang-undangan lain yang berkenaan dengan tugas
      dan kewajiban tersebut.

                                                      Saya . . .
                    - 13 -
     Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa
     saya akan setia terhadap Negara Kesatuan Republik
     Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
     Indonesia Tahun 1945".


                 Bagian Ketiga
                Pemberhentian

                   Pasal 17

Ketua,   Wakil   Ketua, dan/atau    Anggota  BPK   dapat
diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari
keanggotaan BPK.


                   Pasal 18

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan
dengan hormat dari jabatannya dengan Keputusan Presiden
atas usul BPK karena:
a.   meninggal dunia;
b.   mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan
     kepada Ketua atau Wakil Ketua BPK;
c.   telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun;
d.   telah berakhir masa jabatannya; atau
e.   sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus atau
     berhalangan tetap yang dibuktikan dengan surat
     keterangan dokter.


                   Pasal 19

Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan tidak
dengan hormat dari keanggotaannya atas usul BPK atau DPR
karena:
a.   dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
     telah mempunyai         kekuatan hukum tetap karena
     melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
     penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

b.   melanggar kode etik BPK;


                                                c. tidak . . .
                      - 14 -
c.    tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selama 1
      (satu) bulan berturut-turut tanpa alasan yang sah;
d.    melanggar sumpah atau janji jabatan;
e.    melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      28; atau
f.    tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPK
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, huruf c,
      dan huruf e.

                     Pasal 20

(1)   Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan
      sementara dari jabatannya oleh BPK melalui Rapat Pleno
      apabila ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana
      yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
      lebih.
(2)   Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang terbukti
      tidak melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), berhak mendapatkan rehabilitasi dan
      diangkat kembali menjadi Ketua, Wakil Ketua, atau
      Anggota BPK.

                      Pasal 21
(1)   Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, huruf c, huruf d, huruf
      e, atau huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi
      kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis
      Kehormatan Kode Etik BPK.

(2)   Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diresmikan dengan
      Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR.

                     Pasal 22

(1) Apabila Anggota     BPK     diberhentikan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19 diadakan
    pengangkatan penggantian antarwaktu Anggota BPK sesuai
    dengan syarat-syarat dan       tata cara sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan
    dengan Keputusan Presiden.
                                          (2) Pengangkatan . . .
                     - 15 -
(2) Pengangkatan Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada
     ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan
     terhitung sejak tanggal pemberhentian Anggota BPK
     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19.

(3)   Sebelum memangku jabatannya, Anggota BPK yang
      diangkat   sebagaimana   dimaksud    pada     ayat (1)
      mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu
      oleh Ketua/Wakil Ketua BPK dengan bunyi sumpah/janji
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).

(4)   Anggota BPK pengganti melanjutkan sisa masa jabatan
      Anggota BPK yang digantikannya.

(5)   Penggantian Anggota BPK antarwaktu tidak dilakukan
      apabila sisa masa jabatan anggota yang akan diganti
      kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).



                   BAB V
      HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DAN
      PROTOKOLER, TINDAKAN KEPOLISIAN,
         KEKEBALAN, SERTA LARANGAN

              Bagian Kesatu
  Hak Keuangan/Administratif dan Protokoler

                    Pasal 23

Hak keuangan/administratif dan kedudukan protokoler Ketua,
Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.


                 Bagian Kedua
              Tindakan Kepolisian

                    Pasal 24

Tindakan kepolisian terhadap Anggota BPK guna pemeriksaan
suatu perkara dilakukan dengan perintah Jaksa Agung setelah
terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis Presiden.

                                                 Pasal 25 . . .
                     - 16 -
                    Pasal 25

(1)   Anggota BPK dapat dikenakan tindakan kepolisian tanpa
      menunggu perintah Jaksa Agung atau persetujuan
      tertulis Presiden, apabila:
      a.   tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana;
           atau
      b.   disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan
           yang diancam dengan pidana mati.

(2)   Tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      dalam waktu 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam harus
      dilaporkan kepada Jaksa Agung yang berkewajiban untuk
      memberitahukan penahanan tersebut kepada Presiden,
      DPR, dan BPK.



                  Bagian Ketiga
                   Kekebalan

                    Pasal 26

(1)   Anggota BPK tidak dapat dituntut di muka pengadilan
      karena menjalankan tugas, kewajiban, dan wewenangnya
      menurut Undang-Undang ini.

(2)   Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Anggota
      BPK, Pemeriksa, dan pihak lain yang bekerja untuk dan
      atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan
      jaminan keamanan oleh instansi yang berwenang.



                    Pasal 27

Dalam hal terjadi gugatan pihak lain dalam pelaksanaan tugas
dan wewenangnya, BPK berhak atas bantuan hukum dengan
biaya negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.




                                          Bagian Keempat . . .
                       - 17 -
                   Bagian Keempat
                      Larangan

                       Pasal 28

Anggota BPK dilarang :

a.     memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan
       yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang
       berwenang;
b.     mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi, atau
       dokumen lainnya yang diperolehnya pada waktu
       melaksanakan       tugas    yang     melampaui   batas
       kewenangannya kecuali untuk kepentingan penyidikan
       yang terkait dengan dugaan adanya tindak pidana;
c.     secara langsung maupun tidak langsung menjadi pemilik
       seluruh, sebagian, atau penjamin badan usaha yang
       melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan laba
       atau keuntungan atas beban keuangan negara;
d.     merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang
       lain, dan badan-badan lain yang mengelola keuangan
       negara, swasta nasional/asing; dan/atau
e.     menjadi anggota partai politik.



                    BAB VI
      KODE ETIK, KEBEBASAN, KEMANDIRIAN,
              DAN AKUNTABILITAS

                   Bagian Kesatu
                     Kode Etik

                       Pasal 29

(1)    BPK   wajib menyusun kode etik yang berisi norma-
       norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan
       Pemeriksa selama menjalankan tugasnya untuk menjaga
       martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.

(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
    mekanisme penegakan kode etik dan jenis sanksi.

                                                Pasal 30 . . .
                     - 18 -
                    Pasal 30

(1)   Untuk menegakkan Kode Etik sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 29 ayat (1) dibentuk Majelis Kehormatan Kode
      Etik BPK yang keanggotaannya terdiri dari Anggota BPK
      serta unsur profesi dan akademisi.`

(2) Majelis Kehormatan Kode etik BPK dibentuk paling lambat
    6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini berlaku.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas,
    wewenang, dan tata cara persidangan Majelis Kehormatan
    Kode Etik BPK diatur dengan Peraturan BPK.


                 Bagian Kedua
           Kebebasan dan Kemandirian

                    Pasal 31

(1)   BPK dan/atau Pemeriksa menjalankan tugas pemeriksaan
      secara bebas dan mandiri.

(2)   BPK berkewajiban        menyusun   standar   pemeriksaan
      keuangan negara.

(3)   Dalam rangka menjaga kebebasan dan kemandirian
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK dan/atau
      Pemeriksa berkewajiban:
      a. menjalankan pemeriksaan sesuai dengan Standar
          Pemeriksaan Keuangan Negara;
      b. mematuhi kode etik Pemeriksa; dan
      c. melaksanakan sistem pengendalian mutu.

(4)   Standar pemeriksaan keuangan negara sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat hal-
      hal sebagai berikut:
      a. Pemeriksa tidak mempunyai hubungan pertalian
           darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai
           dengan derajat kedua dengan jajaran pimpinan objek
           pemeriksaan;
      b. Pemeriksa tidak mempunyai kepentingan keuangan
           baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
           objek pemeriksaan;

                                              c. Pemeriksa . . .
                      - 19 -
      c.   Pemeriksa tidak pernah bekerja atau memberikan jasa
           kepada objek pemeriksaan dalam kurun waktu 2 (dua)
           tahun terakhir;
      d.   Pemeriksa tidak mempunyai hubungan kerja sama
           dengan objek pemeriksaan; dan
      e.   Pemeriksa tidak terlibat baik secara langsung maupun
           tidak langsung dalam kegiatan objek pemeriksaan,
           seperti memberikan asistensi, jasa konsultansi,
           pengembangan sistem, menyusun dan/atau mereview
           laporan keuangan objek pemeriksaan.


                   Bagian Ketiga
                   Akuntabilitas

                     Pasal 32

(1)   Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
      tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik.

(2)   Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan,
      yang masing-masing mengusulkan 3 (tiga) nama akuntan
      publik.

(3)   Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak melakukan tugas
      untuk dan atas nama BPK atau memberikan jasa kepada
      BPK.

(4)   Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diserahkan     kepada DPR dengan salinan kepada
      Pemerintah   untuk   penyusunan   laporan keuangan
      Pemerintah Pusat.


                     Pasal 33

(1) Untuk menjamin mutu pemeriksaan pengelolaan dan
    tanggung jawab keuangan negara oleh BPK sesuai dengan
    standar, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh
    badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi
    anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia .


                                                 (2) Badan . . .
                      - 20 -
(2)   Badan pemeriksa keuangan negara lain sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh BPK setelah
      mendapat pertimbangan DPR.



                     BAB VII
                 PELAKSANA BPK

                     Pasal 34
(1)   BPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu
      oleh Pelaksana BPK, yang terdiri atas Sekretariat Jenderal,
      unit pelaksana tugas pemeriksaan, unit pelaksana tugas
      penunjang, perwakilan, Pemeriksa, dan pejabat lain yang
      ditetapkan oleh BPK sesuai dengan kebutuhan.
(2)   Pemeriksa sebagaimana dimaksud           pada     ayat   (1)
      merupakan jabatan fungsional.
(3)   Dalam      melaksanakan     tugas    pemeriksaan,   BPK
      menggunakan pemeriksa yang berstatus sebagai Pegawai
      Negeri Sipil atau yang bukan Pegawai Negeri Sipil .
(4)   Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Pelaksana
      BPK serta jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh BPK setelah
      berkonsultasi dengan Pemerintah.



                    BAB VIII
                   ANGGARAN

                     Pasal 35
(1)   Anggaran BPK dibebankan pada bagian anggaran tersendiri
      dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2)   Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
      oleh BPK kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan
      pendahuluan rancangan APBN.
(3)   Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      disampaikan pada Menteri Keuangan sebagai bahan
      penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN.


                                                      BAB IX . . .
                      - 21 -


                     BAB IX

               KETENTUAN PIDANA



                     Pasal 36

(1)   Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan
      hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada
      instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 28 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling
      singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
      dan/atau denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
      miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
      (sepuluh miliar rupiah).

(2)   Anggota BPK yang mempergunakan keterangan, bahan,
      data, informasi dan/atau dokumen lainnya yang
      diperolehnya pada waktu melaksanakan          tugas BPK
      dengan melampaui batas wewenangnya sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, dipidana dengan pidana
      penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
      (lima)   tahun     dan/atau     denda    paling    sedikit
      Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)       dan paling
      banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).




                      BAB X

             KETENTUAN PERALIHAN


                     Pasal 37

(1)   Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang ada pada
      saat Undang-Undang ini diundangkan tetap melaksanakan
      tugas dan wewenangnya sampai dengan masa jabatannya
      berakhir.



                                                  (2) Untuk . . .
                     - 22 -
(2)   Untuk memenuhi kekurangan jumlah keanggotaan BPK
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilakukan
      pemilihan Anggota BPK paling lambat dalam waktu 6
      (enam) bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini
      diundangkan.

(3) Pembentukan Perwakilan BPK sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan secara bertahap dalam
    jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
    tanggal Undang-Undang ini diundangkan.




                    BAB XI

             KETENTUAN PENUTUP



                    Pasal 38

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3010)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



                    Pasal 39

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.



                    Pasal 40

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


                                                   Agar . . .
                                      - 23 -


                 Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
                 pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
                 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                       Disahkan di Jakarta
                                       pada tanggal 30 Oktober 2006
                                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                    ttd

                                       DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

   Diundangkan di Jakarta
   pada tanggal 30 Oktober 2006
   MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
          REPUBLIK INDONESIA,

                     ttd

              HAMID AWALUDIN


       LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 85



      Salinan sesuai dengan aslinya
       SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
    Bidang Perekonomian dan Industri,




     M. Sapta Murti, SH, MA, MKn
                          PENJELASAN
                             ATAS
            UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                   NOMOR 15 TAHUN 2006

                           TENTANG

                BADAN PEMERIKSA KEUANGAN



I. UMUM

  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
  mengalami perubahan yang mendasar diantaranya Pasal 23 ayat (5)
  mengenai kedudukan dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan.
  Para Pembentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
  1945 menyadari bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
  Pemerintah tentang keuangan negara merupakan kewajiban yang
  berat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang
  terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah.
  Tuntutan reformasi telah menghendaki terwujudnya penyelenggaraan
  negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN)
  menuju tata pemerintahan yang baik, mengharuskan perubahan
  peraturan perundang-undangan dan kelembagaan negara.
  Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
  Tahun 1945 merupakan salah satu reformasi atas ketentuan Pasal 23
  ayat (5) tentang Badan Pemeriksa Keuangan telah memperkokoh
  keberadaan dan kedudukan BPK yaitu sebagai satu lembaga negara
  yang bebas dan mandiri. Kedudukan BPK sebagai lembaga negara
  pemeriksa keuangan negara perlu dimantapkan disertai dengan
  memperkuat peran dan kinerjanya. Kemandirian dan kebebasan dari
  ketergantungan kepada Pemerintah dalam hal kelembagaan,
  pemeriksaan, dan pelaporan sangat diperlukan oleh BPK agar dapat
  melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar
  Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat dan di daerah telah
  mengalami perubahan antara lain penyelenggaraan otonomi daerah
  yang disertai penyerahan sebagian besar urusan Pemerintah Pusat
  kepada Daerah. Selain itu sebagai pelaksanaan Pasal 23C, Pasal 23E,
  Pasal 23F, dan Pasal 23G Undang-Undang Dasar Negara Republik
  Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan Undang-undang Nomor 17
  Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1

                                                           Tahun . . .
                            -2-


Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara yang menggantikan sebagian                besar
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia
(Indische Comptabiliteitswet/ICW Stbl. 1925 No. 448) dan Instructie en
Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR Stbl. 1933 No.
320).

Berdasarkan perubahan konstitusi, penyelenggaraan pemerintahan di
pusat dan daerah, peraturan perundang-undangan dan ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan tidak
memadai lagi, sehingga perlu dicabut.

1. Pencabutan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 diharapkan
   mampu mengakomodasi dan mendukung perubahan meliputi
   kedudukan, tugas, kewajiban, dan kewenangan Badan Pemeriksa
   Keuangan      dan    menggantikan     ketentuan   dalam    Indische
   Comptabiliteitswet (ICW), Instructie en verdere bepalingen voor de
   Algemene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320, dan peraturan
   perundang-undangan lainnya.

2. Untuk menjamin mutu pemeriksaan sesuai dengan standar
   pemeriksaan keuangan negara, sistem pengendalian mutu BPK
   ditelaah oleh badan pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi
   anggota organisasi badan pemeriksa keuangan sedunia yang
   ditunjuk oleh BPK atas pertimbangan DPR.

3. Guna menjamin peningkatan peran dan kinerja Badan Pemeriksa
   Keuangan sebagai lembaga yang bebas dan mandiri serta memiliki
   profesionalisme, selain pemilihan Anggota Badan Pemeriksa
   Keuangan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
   memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan
   diresmikan oleh Presiden, juga didukung oleh kemandirian
   pemeriksaan dan pelaporan.

4. Sejalan dengan perubahan penyelenggaraan pemerintahan negara di
   pusat dan daerah, maka terjadi peningkatan pengelolaan dan
   tanggung jawab tentang keuangan negara. Badan Pemeriksa
   Keuangan sebagai satu lembaga negara pemeriksa keuangan negara
   memiliki perwakilan di setiap provinsi.
   Dengan meningkatnya ruang lingkup pekerjaan, maka jumlah
   Anggota Badan Pemeriksa Keuangan ditetapkan menjadi 9
   (sembilan) orang.


                                            II. PASAL DEMI PASAL . . .
                             -3-



II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
      Cukup jelas.

  Pasal 2
      Cukup jelas.

  Pasal 3
      Cukup jelas.

  Pasal 4
      Cukup Jelas.

  Pasal 5
      Cukup jelas.

  Pasal 6
      Ayat (1)
            Yang dimaksud dengan "keuangan negara" meliputi semua
            unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
            undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara.
            Yang dimaksud dengan "lembaga atau badan lain" antara
            lain: badan hukum milik negara, yayasan yang mendapat
            fasilitas negara, komisi-komisi yang dibentuk dengan
            undang-undang,     dan badan swasta yang menerima
            dan/atau mengelola uang negara.

      Ayat (2)
            Cukup jelas.

      Ayat (3)
            Cukup jelas.

      Ayat (4)
            Penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana
            dimaksud pada ayat ini diperlukan agar BPK dapat
            melakukan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan yang
            dilakukan oleh akuntan publik. Hasil pemeriksaan akuntan
            publik dan evaluasi tersebut selanjutnya disampaikan oleh
            BPK    kepada     lembaga    perwakilan, sehingga   dapat
            ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.


                                                          Ayat (5) . . .
                           -4-


    Ayat (5)
          Pembahasan diperlukan untuk mengkonfirmasi dan
          mengklarifikasi temuan pemeriksaan BPK dengan obyek
          yang diperiksa. Hasil pemeriksaan BPK atas laporan
          keuangan digunakan oleh pemerintah untuk melakukan
          koreksi dan penyesuaian yang diperlukan sehingga laporan
          keuangan yang telah diperiksa (audited financial statement)
          memuat koreksi itu sebelum disampaikan kepada DPR, DPD,
          dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

    Ayat (6)
          Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan BPK
          berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
          jawab keuangan negara, mempunyai kekuatan hukum yang
          mengikat pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan
          tugas dan wewenang BPK.

Pasal 7
    Ayat (1)
          Hasil pemeriksaan BPK meliputi hasil pemeriksaan atas
          laporan keuangan, hasil pemeriksaan kinerja, hasil
          pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan ikhtisar
          pemeriksaan semester.

    Ayat (2)
          Cukup jelas.

    Ayat (3)
          Cukup jelas.


    Ayat (4)
          Cukup jelas.

    Ayat (5)
          Cukup jelas.

Pasal 8
    Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
          Cukup jelas.


                                                        Ayat (3) . . .
                             -5-


   Ayat (3)
         Cukup jelas.

   Ayat (4)
         Cukup jelas.

   Ayat (5)
         Hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan dimuat
         dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester.

Pasal 9
    Ayat (1)
          Huruf a
               Kewenangan    dimaksud   merupakan    perwujudan
               lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam
               pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
               jawab keuangan negara.

         Huruf b
              Permintaan keterangan dan/atau dokumen dimaksud
              meliputi semua bidang yang berkaitan dengan
              pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
              keuangan negara.

         Huruf c
              Cukup jelas.

         Huruf d
              Cukup jelas.

         Huruf e
              Cukup jelas.

         Huruf f
              Kode etik memuat pedoman tentang sikap, tingkah
              laku, dan perbuatan dalam menjalankan tugas dan
              kewajibannya sebagai pemeriksa keuangan negara
              guna menjaga mutu pemeriksaan, citra, dan martabat
              BPK.
              Kode etik ini berlaku bagi Anggota BPK, pemeriksa
              keuangan negara, dan pihak lain yang bekerja untuk
              dan atas nama BPK.

         Huruf g
              Cukup jelas.
                                                     Huruf h . . .
                             -6-


         Huruf h
              Cukup jelas.

         Huruf i
              Yang    dimaksud    dengan    "Standar   Akuntansi
              Pemerintahan" adalah pedoman dan ukuran tentang
              pencatatan dan pelaporan berkaitan dengan transaksi
              keuangan yang disusun oleh suatu komite yang
              berwenang menurut undang-undang.

         Huruf j
              Cukup jelas.

    Ayat (2)
          Cukup jelas.

Pasal 10
    Ayat (1)
          Yang dimaksud "pengelola" termasuk pegawai perusahaan
          negara/daerah dan lembaga atau badan lain.
          Yang dimaksud dengan "Badan Usaha Milik Negara/Badan
          Usaha Milik Daerah" adalah perusahaan negara/daerah
          yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh
          negara/daerah.

    Ayat (2)
          Cukup jelas.

    Ayat (3)
          Huruf a
               Yang dimaksud dengan "pejabat lain" adalah pejabat
               negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang
               tidak berstatus sebagai pejabat negara.

         Huruf b
              Cukup jelas.

         Huruf c
              Penyelesaian ganti kerugian negara yang diakibatkan
              oleh perbuatan melawan hukum pihak ketiga
              dilaksanakan melalui proses peradilan.

    Ayat (4)
          Cukup jelas.

                                                    Pasal 11 . . .
                           -7-


Pasal 11
    Huruf a
         Pendapat yang diberikan BPK termasuk perbaikan di bidang
         pendapatan, pengeluaran, pinjaman, privatisasi, likuidasi,
         merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah, penjaminan
         pemerintah, dan bidang lain yang berkaitan dengan
         pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

    Huruf b
         Cukup jelas.

    Huruf c
         Cukup jelas.

Pasal 12
    Cukup jelas.

Pasal 13
    Cukup jelas.

Pasal 14
    Ayat (1)
          Dalam memilih Anggota BPK, DPR mempertimbangkan
          kesesuaian dan keseimbangan antara keahlian dan
          komposisi pembidangan tugas BPK.

    Ayat (2)
          Cukup Jelas.

    Ayat (3)
          Yang dimaksud dengan "diumumkan" adalah diumumkan
          pada media massa nasional dalam tenggang waktu yang
          cukup untuk menerima masukan dari masyarakat.

    Ayat (4)
          Cukup jelas.

    Ayat (5)
          Cukup jelas.

Pasal 15
    Ayat (1)
          Cukup Jelas.


                                                       Ayat (2) . . .
                          -8-


    Ayat (2)
          Cukup Jelas.

    Ayat (3)
          Yang dimaksud dengan     "tertua"   adalah   ditentukan
          berdasarkan usia.

    Ayat (4)
          Cukup jelas.

    Ayat (5)
          Cukup jelas.

Pasal 16
    Cukup jelas.

Pasal 17
    Cukup jelas.

Pasal 18
    Cukup jelas.

Pasal 19
    Huruf a
         Cukup jelas.

    Huruf b
         Untuk pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Anggota
         BPK segera diproses dan dilaporkan ke DPR dalam jangka
         waktu 3 (tiga) bulan.

    Huruf c
         Cukup jelas.

    Huruf d
         Cukup jelas.

    Huruf e
         Cukup jelas.

    Huruf f
         Cukup jelas.

Pasal 20
    Cukup jelas.
                                                   Pasal 21 . . .
                          -9-


Pasal 21
    Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan "Majelis Kehormatan Kode Etik BPK"
          adalah Majelis Kehormatan Kode Etik BPK sebagaimana
          dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
    Ayat (2)
          Cukup jelas.

Pasal 22
    Cukup jelas.

Pasal 23
    Cukup jelas.

Pasal 24
    Yang dimaksud dengan "tindakan kepolisian" adalah pemanggilan
    sehubungan dengan tindak pidana, meminta keterangan tentang
    tindak pidana, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
    penyitaan.

Pasal 25
    Cukup jelas.

Pasal 26
    Cukup jelas.

Pasal 27
    Cukup jelas.

Pasal 28
    Cukup jelas.

Pasal 29
    Cukup jelas.

Pasal 30
    Cukup Jelas.

Pasal 31
    Cukup jelas.

Pasal 32
    Cukup Jelas.

Pasal 33
    Cukup Jelas.

                                                     Pasal 34 . . .
                             - 10 -


  Pasal 34
      Ayat (1)
            Guna mendukung prinsip bebas dan mandiri serta
            efektivitas pelaksanaan tugas dan wewenangnya, maka
            organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan
            fungsional ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan
            Pemerintah.
      Ayat (2)
            Jabatan fungsional pemeriksa terdiri atas beberapa jenjang
            jabatan dan kepangkatan yang memiliki batas usia pensiun
            yang berbeda.
      Ayat (3)
            Cukup jelas.
      Ayat (4)
            Rekruitmen Pemeriksa diatur oleh BPK.

  Pasal 35
      Ayat (1)
            Guna mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan
            wewenangnya kepada BPK perlu disediakan anggaran yang
            mencukupi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
      Ayat (2)
            Cukup jelas.
      Ayat (3)
            Cukup jelas.

  Pasal 36
      Cukup jelas.

  Pasal 37
      Cukup jelas.

  Pasal 38
      Cukup jelas.

  Pasal 39
      Cukup jelas.

  Pasal 40
      Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4654


Silahkan download versi PDF nya sbb:
badan_pemeriksa_keuangan_(uu_15_thn_2006)_15.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.