- Home »
- Undang-Undang »
- 1973 » Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (UU 5 thn 1973)
1973
Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (UU 5 thn 1973)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dianggap perlu untuk mendudukkan Badan Pemeriksa Keuangan pada posisi dan fungsinya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945; b. bahwa Undang-undang Nomor 17 Tahun 1965 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1964 tentang Pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 41) menjadi Undang- undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 79) adalah tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/1973; c. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut pada ad. a dan b di atas, dianggap perlu untuk meninjau kembali Undang-undang Nomor 17 Tahun 1965 tersebut dan menetapkan Undang-undang baru tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Mengingat: 1. Pasal 5, Pasal 70 dan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/1973; 3. Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (Indische Comptabiliteitswet, Stbl. 1925 No.448), sebagaimana telah diubah dan ditambah. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. MEMUTUSKAN: Mencabut: Undang-undang Nomor 17 Tahun 1965 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1964 tentang Pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 41) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 79). Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN. BAB I KEDUDUKAN Pasal 1 Badan Pemeriksa Keuangan adalah Lembaga Tinggi Negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah, akan tetapi tidak berdiri di atas Pemerintah. BAB II TUGAS, KEWAJIBAN DAN WEWENANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 2 (1) Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara. (2) Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (3) Pelaksanaan pemeriksaan seperti dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang. (4) Hasil pemeriksaan dan Pemeriksa Keuangan diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 3 Apabila suatu pemeriksaan mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan sangkaan tindak pidana atau perbuatan yang merugikan keuangan Negara, maka Badan Pemeriksa Keuangan memberitahukan persoalan tersebut kepada Pemerintah. Pasal 4 Sehubungan dengan penunaian tugasnya Badan Pemeriksa Keuangan berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan/instansi Pemerintah atau badan swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang. BAB III TEMPAT, BENTUK, SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 5 Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Pasal 6 Badan Pemeriksa Keuangan berbentuk dewan yang terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota dan 5 (lima) orang Anggota. Pasal 7 Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, diangkat oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 8 (1) Untuk setiap lowongan keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan, oleh Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan 3 (tiga) orang calon. (2) Untuk dapat diusulkan sebagai Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, maka seorang calon harus memenuhi syarat-syarat yang berikut: a. Warga negara Indonesia; b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Sekurang-kurangnya berusia 35 (tiga puluh lima) tahun; d. Setia terhadap Negara dan Haluan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; e. Mempunyai kecakapan dan pengalaman dalam bidang Keuangan dan Administrasi Negara; f. Tidak diragukan tentang integritas dan tentang kejujurannya. Pasal 9 (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali sebagai Anggota Badan Pemeriksa Keuangan setiap kali untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. (2) Apabila karena berakhirnya masa jabatan Anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan, maka masa jabatan Anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan diperpanjang sampai terselenggaranya pengangkatan atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota Badan Pemeriksa Keuangan. (3) Untuk menjamin kontinuitas kerja Badan Pemeriksa Keuangan dan tanpa mengabaikan kebutuhan akan penyegaran, maka untuk setiap pergantian keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan sedapat-dapatnya 3 (tiga) orang anggota lama diangkat kembali. Pasal 10 Anggota Badan Pemeriksa Keuangan berhenti/diberhentikan oleh Presiden: a. karena meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. karena masa jabatannya berakhir; d. karena mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; e. karena tidak dapat lagi secara aktif menjalankan tugasnya karena sedang menjalani hukuman penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi, karena tindak pidana yang dikenakan ancaman hukuman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun; f. karena tidak memenuhi lagi syarat-syarat tersebut dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang ini berdasarkan keterangan Pemerintah; g. karena menurut pertimbangan Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat telah melanggar sumpah/janjinya; h. karena penyakit jiwa atau penyakit badan atau ketidakmampuan yang terus menerus, tidak dapat melakukan kewajibannya dengan baik; i. karena ternyata melanggar larangan-larangan tersebut dalam Pasal 11 Undang-undang ini. Pasal 11 (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak boleh, langsung maupun tidak langsung, menjadi pemilik seluruh atau sebagian ataupun menjadi penjamin badan usaha yang berdasarkan perjanjian dengan tujuan untuk mendapat laba atau keuntungan dari Negara Republik Indonesia. (2) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak boleh merangkap jabatan dalam lingkungan Lembaga-lembaga Tinggi Negara yang lain, jabatan dalam lingkungan Pemerintahan Negara, ataupun jabatan dalam lingkungan Lembaga Tertinggi Negara. (3) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak boleh berniaga dan atau mempunyai kepentingan dalam usaha perniagaan pihak-pihak, baik langsung maupun tidak langsung. (4) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak boleh memiliki piutang atas beban keuangan Negara, terkecuali surat-surat obligasi umum. Pasal 12 (1) Sebelum memangku jabatannya Anggota Badan Pemeriksa Keuangan diambil sumpah atau janjinya yang sungguh-sungguh menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh Ketua Mahkamah Agung di hadapan Presiden. (2) Sumpah/janji tersebut, pada ayat (1) pasal ini berbunyi sebagai berikut: "Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk menjadi Anggota (Ketua/Wakil Ketua), Badan Pemeriksa Keuangan langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima, langsung ataupun tidak langsung, dari siapapun juga, sesuatu janji atau pemberian. Saya bersumpah/berjanji, dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan memenuhi kewajiban Anggota (Ketua/Wakil Ketua) Badan Pemeriksa Keuangan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan peraturan perundangan lain yang berkenaan dengan tugas kewajiban tersebut. Saya bersumpah berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa gaya akan setia terhadap Negara, Undang-undang Dasar 1945 dan Haluan Negara". BAB IV HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DAN KEDUDUKAN PROTOKOLER Pasal 13 Hak Keuangan/Administratif dan kedudukan Protokoler dari Anggota Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan Undang-undang. BAB V PEMBAGIAN TUGAS DAN TATA KERJA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 14 Pembagian tugas, tata kerja dan pengambilan keputusan Badan Pemeriksa Keuangan ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. BAB VI TINDAKAN KEPOLISIAN TERHADAP ANGGOTA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 15 (1) Terhadap Anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak dapat dikenakan tindakan kepolisian guna pemeriksaan suatu perkara kecuali atas perintah Jaksa Agung setelah terlebih dahulu diperoleh persetujuan Presiden. (2) Dalam hal Anggota Badan Pemeriksa Keuangan tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman lebih dari satu tahun penjara; maka ia dapat ditangkap ketika itu dan ditahan untuk paling lama dua kali dua puluh empat jam, dengan ketentuan bahwa penahanan tersebut ketika itu juga harus dilaporkan kepada Jaksa Agung yang berkewajiban untuk memberitahukan penahanan tersebut kepada Presiden. Penahanan lebih lanjut hanya dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung setelah terlebih dahulu diperoleh persetujuan Presiden. BAB VII SEKRETARIAT JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 16 (1) Badan Pemeriksa Keuangan mempunyai suatu Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal. (2) Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Badan Pemeriksa Keuangan. (3) Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal diatur oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 17 Sekretaris Jenderal dan pegawai Sekretariat Jenderal lainnya adalah Pegawai Negeri. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban untuk memberi keterangan dan bahan-bahan pemeriksaan lainnya sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini dengan jalan menolak atau menghindarkan diri untuk memberikan keterangan, demikian pula mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan, dipidana dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). (2) Barang siapa dengan sengaja memberikan keterangan dan bahan-bahan pemeriksaan palsu dalam rangka pemeriksaan dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini, dipidana dengan hukuman penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). (3) Perbuatan yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini adalah kejahatan. Pasal 19 (1) Barang siapa dengan sengaja mempergunakan keterangan yang diperolehnya pada waktu menunaikan tugas Badan Pemeriksa Keuangan dengan melampaui batas wewenangnya, dipidana dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun atau dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah). (2) Perbuatan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah kejahatan. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 (1) Selama susunan Badan Pemeriksa Keuangan belum memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, maka susunan Badan Pemeriksa Keuangan yang ada pada waktu berlakunya Undang-undang ini berkedudukan sebagai susunan Badan Pemeriksa Keuangan yang dimaksud dalam Undang-undang ini. (2) Penyesuaian susunan Keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan pada ketentuan Undang- undang ini diselenggarakan dalam waktu 6 (enam) bulan setelah saat berlakunya Undang- undang ini. Pasal 21 Selama belum ada ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) undang-undang ini, maka pelaksanaan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan didasarkan atas peraturan perundangan yang berlaku. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 16 Juli 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO JENDERAL TNI. Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 16 Juli 1973 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUDHARMONO, SH. MAYOR JENDERAL TNI. PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN UMUM 1. Dalam Pasal 10 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara antara lain telah diatur kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan serta hubungan tata kerja antara Lembaga Tinggi Negara itu dengan Lembaga- lembaga Tinggi Negara lainnya; segala sesuatunya itu demi penghayatan dan pengamalan kehidupan kenegaraan yang demokratis konstitusionil berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. 2. Berhubung dengan hal-hal tersebut, maka kini dianggap perlu untuk meninjau kembali Undang-undang Nomor 17 Tahun 1965 dan mendudukkan Lembaga Tinggi Negara termaksud pada posisi dan fungsi menurut Undang-Undang Dasar 1945. 3. Badan Pemeriksa Keuangan, yang bertugas memeriksa tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara, adalah suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah dan melaksanakan pemeriksaan dari luar tubuh Pemerintah mengenai penguasaan dan pengurusan keuangan Negara dalam rangka tanggung jawab Pemerintah terhadap Lembaga Tertinggi Negara, yaitu terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat. 4. Pemeriksaan atas tanggung jawab Pemerintah mengenai semua pelaksanaan di bidang Keuangan Negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan setelah pelaksanaannya baik sebagian maupun seluruhnya disusun pertanggungan jawab oleh Pemerintah. 5. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, Badan Pemeriksa Keuangan memperhatikan dan memanfaatkan hasil-hasil pekerjaan aparat pengawasan intern Pemerintah; untuk keperluan itu, aparat pengawasan Pemerintah wajib menyampaikan laporan tentang setiap hasil pemeriksaannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pertanggungan jawab keuangan Negara, termasuk antara lain pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (baik Anggaran Rutin maupun Pembangunan), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Anggaran Perusahaan-perusahaan milik Negara, hakekatnya seluruh kekayaan Negara, merupakan pemeriksaan terhadap hal-hal yang sudah dilakukan atau sudah terjadi dan yang telah disusun pertanggungan jawabnya ("post-audit"), baik sebagian maupun seluruhnya. Tugas di bidang pemeriksaan meliputi pula pengujian apakah pengeluaran uang Negara terjadi menurut ketentuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan ketentuan- ketentuan mengenai penguasaan dan pengurusan keuangan Negara serta penilaian apakah penggunaan keuangan Negara telah dilakukan dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Ayat (2) Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pertanggungan jawab keuangan Negara, termasuk antara lain pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (baik Anggaran Rutin maupun Pembangunan), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Anggaran Perusahaan-perusahaan milik Negara, hakekatnya seluruh kekayaan Negara, merupakan pemeriksaan terhadap hal-hal yang sudah dilakukan atau sudah terjadi dan yang telah disusun pertanggungan jawabnya ("post-audit"), baik sebagian maupun seluruhnya. Tugas di bidang pemeriksaan meliputi pula pengujian apakah pengeluaran uang Negara terjadi menurut ketentuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan ketentuan- ketentuan mengenai penguasaan dan pengurusan keuangan Negara serta penilaian apakah penggunaan keuangan Negara telah dilakukan dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Ayat (3) Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pertanggungan jawab keuangan Negara, termasuk antara lain pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (baik Anggaran Rutin maupun Pembangunan), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Anggaran Perusahaan-perusahaan milik Negara, hakekatnya seluruh kekayaan Negara, merupakan pemeriksaan terhadap hal-hal yang sudah dilakukan atau sudah terjadi dan yang telah disusun pertanggungan jawabnya ("post-audit"), baik sebagian maupun seluruhnya. Tugas di bidang pemeriksaan meliputi pula pengujian apakah pengeluaran uang Negara terjadi menurut ketentuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan ketentuan- ketentuan mengenai penguasaan dan pengurusan keuangan Negara serta penilaian apakah penggunaan keuangan Negara telah dilakukan dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Ayat (4) Sesuai dengan bunyi Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 Badan Pemeriksa Keuangan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam pada itu, sebagai lazimnya cara bekerja suatu pemeriksa di mana laporan hasil pemeriksaannya diberitahukan pula kepada yang diperiksanya, maka Badan Pemeriksa Keuangan memberitahukan pula hasil pemeriksaannya kepada Pemerintah. Pasal 3 Yang dimaksud dengan Pemerintah ialah Presiden selaku Kepala Pemerintahan beserta pembantu-pembantunya. Khusus mengenai persoalan pidana pemberitahuan tersebut ditujukan kepada instansi Kepolisian dan atau Kejaksaan. Pasal 4 Dalam pelaksanaan tugasnya, wewenang yang dimiliki oleh Badan Pemeriksa Keuangan untuk meminta keterangan serta kewajiban bagi setiap orang, badan/instansi Pemerintah atau badan swasta untuk memenuhi permintaan keterangan yang diajukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan itu, pada hakekatnya dapat meliputi semua bidang keuangan Negara, kecuali apabila ditentukan lain oleh Undang-undang. Pasal 5 Karena di Ibukota Republik Indonesia terpusat kegiatan mengenai keuangan Negara dan Pemerintah, maka demi effisiensi pelaksanaan tugas-tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di Ibukota. Pasal 6 Dengan berbentuk dewan, maka Badan Pemeriksa Keuangan diharapkan dapat mengambil keputusan-keputusan atas dasar musyawarah untuk mufakat. Pasal 7 Presiden, selaku Kepala Negara mengangkat Ketua, Wakil Ketua dan Anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan atas usul Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Mengingat tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan yang demikian berat, maka untuk menjamin adanya kemampuan berpikir dan bertindak pada seorang Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dicantumkan pula syarat usia minimum yakni 35 (tiga puluh lima) tahun serta syarat pengalaman/kecakapan dalam bidang keuangan dan administrasi Negara. Termasuk dalam integritas ialah kewibawaan, kepribadian, sikap dan perbuatan yang baik terhadap kehidupan kemasyarakatan, bertanggung jawab dan konsekwen. Pasal 9 Ayat (1) Dengan ketentuan ini dihindari kemungkinan Badan Pemeriksa Keuangan menjadi statis karena terlalu lama tidak ada penggantian Anggota. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pengangkatan kembali Anggota-anggota dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-undang ini. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Yang dimaksud dengan perjanjian dalam ayat ini adalah perjanjian tertulis ataupun tidak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Ayat (2) Yang dimaksud dengan jabatan dalam lingkungan Lembaga Tertinggi Negara ialah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ayat (3) Termasuk dalam pengertian mempunyai kepentingan tidak langsung dalam usaha perniagaan adalah antara lain menjadi Komisaris dari suatu badan usaha. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Pengambilan sumpah/janji bagi Anggota Badan Pemeriksa Keuangan sebelum memangku jabatannya dilakukan oleh Ketua Mahkamah di hadapan Presiden selaku Kepala Negara. Ayat (2) Bagi mereka yang beragama Islam sumpah tersebut didahului dengan kata-kata "Demi Allah". Pasal 13 Sebelum ada Undang-undang yang dimaksudkan dalam pasal ini maka hak keuangan/administratif dan kedudukan protokoler Anggota Badan Pemeriksa Keuangan diatur sesuai dengan ketentuan- ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Sesuai dengan Pasal 14 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/1973, Pasal 42 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 dan Pasal 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1970, yang dimaksud dengan tindakan kepolisian adalah: a. pemanggilan sehubungan dengan tindak pidana, b. permintaan keterangan tentang tindak pidana, c. penangkapan, d. penahanan, e. penggeledahan, dan f. penyitaan. Dengan pasal ini maka Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dapat leluasa dan dengan sebaik-baiknya melakukan tugasnya, dengan mendapat jaminan hukum sebagaimana mestinya sebagai Anggota Lembaga Tinggi Negara. Ayat (2) Sesuai dengan Pasal 14 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/1973, Pasal 42 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 dan Pasal 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1970, yang dimaksud dengan tindakan kepolisian adalah: a. pemanggilan sehubungan dengan tindak pidana, b. permintaan keterangan tentang tindak pidana, c. penangkapan, d. penahanan, e. penggeledahan, dan f. penyitaan. Dengan pasal ini maka Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dapat leluasa dan dengan sebaik-baiknya melakukan tugasnya, dengan mendapat jaminan hukum sebagaimana mestinya sebagai Anggota Lembaga Tinggi Negara. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pengaturan susunan organisasi Sekretariat Jenderal dilakukan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah. Pasal 17 Terhadap Sekretaris Jenderal dan pegawai Sekretariat Jenderal lainnya berlaku peraturan- peraturan perundangan kepegawaian Negeri. Pasal 18 Ayat (1) Mengingat pentingnya peranan Badan Pemeriksa Keuangan dalam rangka pembinaan kehidupan konstitusionil di negara kita di samping pengsuksesan Pembangunan Nasional, maka tindakan-tindakan yang mempersulit Badan Pemeriksa Keuangan melakukan tugasnya diancam dengan hukuman yang mempunyai daya pencegah yang efektif. Oleh karena itu tindak pidana yang diuraikan dalam pasal ini dinyatakan sebagai kejahatan. Selanjutnya sanksi-sanksi hukuman yang terdapat dalam pasal ini lebih berat dari pada yang diancam oleh K.U.H.P. terhadap perbuatan-perbuatan yang serupa, tetapi tidak sedemikian beratnya seperti yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 11/Pnps. Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi atau Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun demikian tidak ditutup kemungkinan untuk penggunaan sanksi-sanksi berat dari Undang-undang Nomor 11/Pnps. Tahun 1963 atau Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, jika dalam hubungan tindak pidana yang diuraikan dalam pasal ini ternyata terdapat unsur- unsur atau keadaan-keadaan yang memenuhi ketentuan-ketentuan dari kedua atau salah satu dari Undang-undang tersebut. Ayat (2) Mengingat pentingnya peranan Badan Pemeriksa Keuangan dalam rangka pembinaan kehidupan konstitusionil di negara kita di samping pengaksesan Pembangunan Nasional, maka tindakan-tindakan yang mempersulit Badan Pemeriksa Keuangan melakukan tugasnya diancam dengan hukuman yang mempunyai daya pencegah yang efektif. Oleh karena itu tindak pidana yang diuraikan dalam pasal ini dinyatakan sebagai kejahatan. Selanjutnya sanksi-sanksi hukuman yang terdapat dalam pasal ini lebih berat dari pada yang diancam oleh K.U.H.P. terhadap perbuatan-perbuatan yang serupa, tetapi tidak sedemikian beratnya seperti yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 11/Pnps. Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi atau Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun demikian tidak ditutup kemungkinan untuk penggunaan sanksi-sanksi berat dari Undang-undang Nomor 11/Pnps. Tahun 1963 atau Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, jika dalam hubungan tindak pidana yang diuraikan dalam pasal ini ternyata terdapat unsur- unsur atau keadaan-keadaan yang memenuhi ketentuan-ketentuan dari kedua atau salah satu dari Undang-undang tersebut. Ayat (3) Mengingat pentingnya peranan Badan Pemeriksa Keuangan dalam rangka pembinaan kehidupan konstitusionil di negara kita di samping pengsuksesan Pembangunan Nasional, maka tindakan-tindakan yang mempersulit Badan Pemeriksa Keuangan melakukan tugasnya diancam dengan hukuman yang mempunyai daya pencegah yang efektif. Oleh karena itu tindak pidana yang diuraikan dalam pasal ini dinyatakan sebagai kejahatan. Selanjutnya sanksi-sanksi hukuman yang terdapat dalam pasal ini lebih berat dari pada yang diancam oleh K.U.H.P. terhadap perbuatan-perbuatan yang serupa, tetapi tidak sedemikian beratnya seperti yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 11/Pnps. Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi atau Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun demikian tidak ditutup kemungkinan untuk penggunaan sanksi-sanksi berat dari Undang-undang Nomor 11/Pnps. Tahun 1963 atau Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971, jika dalam hubungan tindak pidana yang diuraikan dalam pasal ini ternyata terdapat unsur- unsur atau keadaan-keadaan yang memenuhi ketentuan-ketentuan dari kedua atau salah satu dari Undang-undang tersebut. Pasal 19 Ayat (1) Ketentuan dalam pasal ini berlaku untuk seluruh Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan dan tenaga-tenaga yang diperbantukan dalam pelaksanaan tugas Badan Pemeriksa Keuangan. Kata-kata "dengan melampaui batas" diartikan bahwa seseorang seperti tersebut di atas menggunakan keterangan-keterangan yang dimaksud untuk kepentingan-kepentingan yang merugikan kepentingan pelaksanaan tugas Badan Pemeriksa Keuangan. Apabila perbuatan itu mengakibatkan kerugian di bidang keuangan ataupun perekonomian Negara, maka terhadap perbuatan tersebut berlaku juga ketentuan-ketentuan dari Undang- undang Nomor 3 Tahun 1971dan Undang-undang Nomor 11/Pnps. Tahun 1963. Ayat (2) Ketentuan dalam pasal ini berlaku untuk seluruh Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan dan tenaga-tenaga yang diperbantukan dalam pelaksanaan tugas Badan Pemeriksa Keuangan. Kata-kata "dengan melampaui batas" diartikan bahwa seseorang seperti tersebut di atas menggunakan keterangan-keterangan yang dimaksud untuk kepentingan-kepentingan yang merugikan kepentingan pelaksanaan tugas Badan Pemeriksa Keuangan. Apabila perbuatan itu mengakibatkan kerugian di bidang keuangan ataupun perekonomian Negara, maka terhadap perbuatan tersebut berlaku juga ketentuan-ketentuan dari Undang- undang Nomor 3 Tahun 1971 dan Undang-undang Nomor 11/Pnps. Tahun 1963. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Yang dimaksud dengan peraturan perundangan yang berlaku ialah Undang-undang ini dan antara lain Indische Comptabiliteitswet (Stbl. 1925 No.448) sebagaimana telah diubah dan ditambah dan Instructie voor de Algemene Rekenkamer (Stbl. 1898 No.164 dengan perubahan-perubahannya) kecuali Pasal 43 sampai dengan Pasal 53 dari ICW. Serta Pasal 2 Instructie voor de Algemene Rekenkamer yang dicabut oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1964 jo. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1965. Pasal 22 Cukup jelas.
Silahkan download versi PDF nya sbb:
badan_pemeriksa_keuangan_(uu_5_thn_1973)_5.pdf
Pencarian Terbaru
Hak dan kewajiban badan pemeriksa keuangan (bpk). 2 hal yang membuat anggota bpk dikenakan tindakan polisi. Apakah dua hal yang dapat membuat anggota bpk dikenakan tindakan kepolisian. Hak dan kewajiban bpk. Http://carapedia.com/badan_pemeriksa_keuangan_thn_1973_info1197.html. Badan pemeriksa keuangan hak. Hak dan kewajiban badan pemeriksa keuangan.
Hak bpk. Apakah dua hal yang dapat membuat bpk dikenakan tindakan kepolisian. Hal yang membuat anggota bpk dikenakan tindakan kepolisian. 2 hal yang membuat bpk dikenakan tindakan kepolisian. Dua hal yang dapat membuat anggota bpk dikenakan tindakan kepolisian. Peran badan pemeriksaan munurut undang undang dasar1945. Tuliskan hal hal yang membuat anggota bpk dikenakan tindakan polisi.
Hak dan kewajiban bpk ri. Sebutkan 2 wewenang bandan pemeriksa keuangan. Hak bpk dan anggota bpk. Hak hak anggota bpk. Kewajiban bpk. Hak dan kewajiban pengurus badan pemeriksa.