- Home »
- Undang-Undang »
- 2001 » Undang-Undang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Hongkong Untuk Penyerahan Pelanggar Hukum Yang Melarikan Diri (agreement Between The (UU 1 thn 2001)
2001
Undang-Undang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Hongkong Untuk Penyerahan Pelanggar Hukum Yang Melarikan Diri (agreement Between The (UU 1 thn 2001)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2001 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Hongkong Untuk Penyerahan Pelanggar Hukum Yang Melarikan Diri (agreement Between The :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_persetujuan_pemerintah_republik_indone_1.pdf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2001
TENTANG
PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR
HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT BETWEEN THE
GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE
GOVERNMENT OF HONGKONG FOR THE SURRENDER
OF FUGITIVE OFFENDERS)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 harus dapat mendukung dan menjamin
kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang
berintikan keadilan dan kebenaran;
b. bahwa hubungan luar negeri yang dilandasi prinsip politik bebas dan
aktif diabdikan pada kepentingan nasional, dikembangkan dengan
meningkatkan persahabatan, kerja sama bilateral dan multilateral untuk
mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial;
c. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di
bidang transportasi, komunikasi, dan informasi telah mempermudah
orang melakukan kejahatan yang tidak lagi mengenal batas yurisdiksi
suatu negara, tetapi dapat menyangkut beberapa negara sehingga
penanggulangan dan pemberantasannya diperlukan kerjasama
internasional;
d. bahwa kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Hongkong telah berkembang dengan baik dan untuk lebih
meningkatkan kerja sama tersebut khususnya di bidang penegakan
hukum dan pelaksanaan peradilan pidana, maka pada tanggal 5 Mei
1997 di Hongkong telah ditandatangani Persetujuan antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Hongkong untuk Penyerahan
Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Agreement between the
Government of the Republic of Indonesia and the Government of
Hongkong for the Surrender of Fugitive Offenders);
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, c, dan d dipandang perlu mengesahkan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Hongkong untuk
Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Agreement between
the Government of the Republic of Indonesia and the Government of
Hongkong for the Surrender of Fugitive Offenders) dengan Undang-
undang;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3130);
3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4012);
Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK
PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI
(AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE
REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF
HONGKONG FOR THE SURRENDER OF FUGITIVE
OFFENDERS).
Pasal 1
Mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Hongkong untuk Penyerahan
Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Agreement between the
Government of the Republic of Indonesia and the Government of
Hongkong for the Surrender of Fugitive Offenders) yang telah
ditandatangani pada tanggal 5 Mei 1997 di Hongkong yang
salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris,
dan bahasa China sebagaimana terlampir dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 43
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2001
TENTANG
PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR
HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT BETWEEN THE
GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE
GOVERNMENT OF HONGKONG FOR THE SURRENDER
OF FUGITIVE OFFENDERS)
I. UMUM
Pembangunan Hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, diarahkan pada terwujudnya Sistem Hukum Nasional yang
antara lain dilakukan dengan pembentukan hukum baru, khususnya produk
hukum yang sangat dibutuhkan untuk mendukung tugas umum pemerintahan
dan pembangunan nasional;
Produk hukum nasional tersebut, harus dapat menjamin kepastian, ketertiban,
penegakan, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran
yang diharapkan mampu mengamankan dan mendukung penyelenggaraan
politik luar negeri yang bebas aktif untuk mewujudkan tatanan dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
Dalam era globalisasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi baik dibidang
transportasi, komunikasi, maupun informasi semakin canggih, telah
menyebabkan wilayah negara yang satu dengan wilayah negara yang lain
seakan-akan tanpa batas, sehingga memudahkan lalu lintas manusia dari satu
negara ke negara lainnya.
Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping mempunyai
dampak positif bagi kehidupan manusia juga membawa dampak negatif yang
dapat merugikan orang perorangan, masyarakat, dan atau negara. Hal ini
ternyata dapat dimanfaatkan pula secara tidak bertanggung jawab oleh para
pelaku tindak pidana dalam upaya meloloskan diri dari proses peradilan dan
menjalani pidana di negara tempat seseorang melakukan tindak pidana.
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Hongkong mengadakan Persetujuan untuk Penyerahan Pelanggar
Hukum yang Melarikan Diri (Agreement between the Government of the
Republic of Indonesia and the Government of Hongkong for the Surrender of
Fugitive Offenders) yang telah ditandatangani di Hongkong pada tanggal 5 Mei
1997.
Persetujuan tersebut bertujuan meningkatkan kerja sama dalam penegakan
hukum dan pemberantasan kejahatan, yaitu dengan cara mencegah lolosnya
pelanggar hukum dari proses peradilan dan menjalani pidana.
Dengan adanya persetujuan penyerahan pelanggar hukum yang melarikan diri
tersebut, diharapkan hubungan dan kerja sama yang lebih baik antara kedua
negara dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan dapat
ditingkatkan. Persetujuan ini selain dapat memenuhi tuntutan keadilan juga dapat
menghindari kerugian-kerugian yang disebabkan lolosnya tersangka, terdakwa,
terpidana, atau narapidana.
Beberapa hal penting dari Persetujuan Penyerahan Pelanggar Hukum yang
Melarikan Diri adalah :
1. Bentuk dan Nama
Pada umumnya kesepakatan antar negara untuk saling menyerahkan
pelanggar hukum yang melarikan diri dibuat dalam bentuk Perjanjian
Ekstradisi
(Extradition Treaty) khusus kesepakatan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Hongkong untuk saling menyerahkan
pelanggar hukum yang melarikan diri dibuat dalam bentuk Persetujuan
Penyerahan Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Surrender of
Fugitive Offenders Agreement).
Hal tersebut karena Hongkong bukan merupakan negara yang berdaulat
penuh, sehingga selama ini setiap kesepakatan yang dibuat antara
Hongkong dengan negara lain untuk saling menyerahkan pelanggar
hukum yang melarikan diri dibuat dalam bentuk Persetujuan Penyerahan
Pelanggar Hukum yang Melarikan Diri (Surrender of Fugitive Offenders
Agreement) dan bukan dalam bentuk Perjanjian Ekstradisi (Extradition
Treaty).
2. Pelanggaran Hukum yang Dapat Diserahkan (Pasal 2).
Di dalam Persetujuan ini ditegaskan bahwa pelanggaran hukum yang
dapat diserahkan adalah pelanggaran yang dapat dihukum menurut
hukum Indonesia dan hukum Hongkong yakni berdasarkan asas tindak
pidana ganda (double criminality) dan pelanggaran hukum tersebut
diancam dengan pidana penjara lebih dari 1 (satu) tahun atau dengan
pidana lebih berat. Jenis pelanggaran hukum yang dapat diserahkan
berjumlah 44 (empat puluh empat) jenis pelanggaran hukum.
3. Hak untuk Menolak Menyerahkan Warga Negaranya (Pasal
4).
Masing-masing pihak dalam persetujuan berhak menolak untuk
menyerahkan warga negaranya. Dalam Persetujuan ini, Pihak Diminta
untuk melaksanakan penyerahan berhak untuk mempertimbangkan
apakah akan menyerahkan atau tidak warga negaranya. Pihak Diminta
harus menyerahkan atau tidak warga negaranya. Pihak Diminta harus
menyerahkan kasusnya kepada instansi yang berwenang di wilayahnya.
4. Pelanggaran yang Diancam Dipidana Dengan Pidana Mati
(Pasal 5).
Persetujuan ini mengatur bahwa penyerahan pelanggar hukum tidak
akan dilaksanakan terhadap pelanggar hukum yang diancam dengan
pidana mati, kecuali jika Pihak Peminta memberikan jaminan bahwa
pidana mati tidak akan dijatuhkan atau jika dijatuhkan tidak akan
dilaksanakan.
5. Pelanggar Hukum yang Berlatar Belakang Politik (Pasal 7).
Apabila pelanggaran hukum yang didakwakan atau dipersalahkan
adalah pelanggaran politik atau pelanggaran yang bersifat politik, maka
pelanggar hukum tidak akan diserahkan.
Mengambil nyawa atau percobaan mengambil nyawa Kepala Negara
dan seorang kerabat dekat Kepala Negara tidak akan dianggap sebagai
pelanggar politik atau suatu pelanggaran yang bersifat politik karena itu
pelakunya dapat diserahkan.
6. Tata Cara Penyerahan (Pasal 17)
Dalam Persetujuan ini mengenai penyerahan pelanggar hukum ditempuh
dengan tata cara sebagai berikut :
a. Pihak Diminta harus, segera sesudah
mengambil keputusan mengenai
permintaan penyerahan,
memberitahukan keputusan tersebut
kepada Pihak Peminta.
b. Jika seseorang akan diserahkan, orang
itu harus dikirim oleh pejabat dari Pihak
Diminta ke suatu tempat
pemberangkatan yang berada dalam
yurisdiksinya.
c. Pihak Peminta harus mengambil orang
tersebut dalam waktu yang ditentukan
oleh Pihak Diminta dan jika tidak diambil
dalam jangka waktu tersebut Pihak
Diminta dapat menolak penyerahan
orang itu untuk pelanggaran yang sama.
d. Jika ada keadaan yang berada di luar
kuasa menghalangi salah satu pihak
untuk menyerahkan dan mengambil
orang yang akan diserahkan, pihak
yang bersangkutan harus
memberitahukan pihak yang lain. Dalam
kasus yang demikian, kedua belah
pihak harus menyetujui suatu tanggal
yang baru untuk penyerahan yang telah
ditentukan.
7. Penyelesaian Perselisihan (Pasal 22).
Dalam Persetujuan ini ditentukan bahwa apabila terjadi perselisihan
dalam hal penafsiran atau implementasi mengenai Persetujuan, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui konsultasi atau perundingan antara
Para Pihak.
Namun, apabila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan melalui
konsultasi atau perundingan Para Pihak, maka akan diselesaikan melalui
konsultasi atau perundingan antara Pemerintah Indonesia dan
pemerintah yang berdaulat yang bertanggung jawab atas urusan luar
negeri berkenaan dengan Hongkong.
8. Mulai Berlaku, Penghentian Sementara, dan Berakhirnya
Persetujuan (Pasal 23).
Dalam Persetujuan ini mulai berlaku, penghentian sementara, dan
berakhirnya Persetujuan ditentukan sebagai berikut :
a. Persetujuan ini mulai berlaku 30 (tiga
puluh) hari sesudah tanggal pada waktu
Para Pihak saling memberitahukan
secara tertulis bahwa syarat-syarat
berlakunya Persetujuan ini telah
dipenuhi.
b. Ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan
ini akan berlaku bagi permintaan yang
dibuat sesudah mulai berlakunya
Persetujuan ini tanpa memperhatikan
tanggal dilakukannya pelanggaran
hukum yang tercantum dalam
permintaan.
c. Setiap pihak dapat menghentikan
sementara atau mengakhiri berlakunya
Persetujuan ini setiap waktu dengan
memberitahukan kepada pihak yang lain
melalui instansi yang berwenang.
d. Penghentian akan berlaku pada saat
diterimanya pemberitahuan yang
diperlukan. Dalam hal pengakhiran,
maka Persetujuan ini akan tidak berlaku
lagi pada hari ke 180 (seratus delapan
puluh) sesudah diterimanya
pemberitahuan untuk mengakhiri
Persetujuan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4091
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_persetujuan_pemerintah_republik_indone_1.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Negara yang mengesahkan sex bebas.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






