Previous
Next

2008

Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (UU 19 thn 2008)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara :
               UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR.19 TAHUN 2008
                               TENTANG
                 SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA


              DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang:   a. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan nasional
                untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan
                sejahtera serta untuk memulihkan sektor ekonomi, perlu
                disertai dengan upaya pengelolaan keuangan negara
                secara optimal melalui peningkatan efisiensi dalam
                pengelolaan barang milik negara dan sumber pembiayaan
                anggaran negara;
             b. bahwa dalam rangka pengelolaan keuangan negara untuk
                meningkatkan daya dukung Anggaran Pendapatan dan
                Belanja Negara dalam menggerakkan perekonomian
                nasional   secara    berkesinambungan,     diperlukan
                pengembangan berbagai instrumen keuangan yang
                mampu memobilisasi dana publik secara luas dengan
                memperhatikan nilai-nilai ekonomi, sosial dan budaya
                yang berkembang dalam masyarakat;
             c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan
                nasional yang menggunakan instrumen keuangan
                berbasis syariah yang memiliki peluang besar belum
                dimanfaatkan secara optimal;
             d. bahwa    sektor ekonomi dan keuangan syariah perlu
                ditumbuhkembangkan melalui pengembangan instrumen
                keuangan    syariah    sebagai    bagian    dari    sistem
                perekonomian nasional        dalam rangka peningkatan
                kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
             e. bahwa instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah
                mempunyai karakteristik yang berbeda dengan instrumen
                keuangan konvensional, sehingga perlu pengelolaan dan
                pengaturan secara khusus, baik yang menyangkut
                instrumen maupun perangkat hukum yang diperlukan;


                                                               f. bahwa ...
                                    -2-

              f. bahwa      berdasarkan   pertimbangan     sebagaimana
                 dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
                 huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Surat
                 Berharga Syariah Negara;

Mengingat:    Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20A ayat
              (1), Pasal 23, dan Pasal 23C Undang-Undang Dasar Negara
              Republik Indonesia Tahun 1945;


                      Dengan Persetujuan Bersama
         DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                    dan
                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                             MEMUTUSKAN:

Menetapkan:   UNDANG-UNDANG           TENTANG        SURAT       BERHARGA
              SYARIAH NEGARA.


                                 BAB I
                            KETENTUAN UMUM


                                   Pasal 1

              Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
              1.   Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat
                   SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat
                   berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
                   syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap
                   Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta
                   asing.
              2.   Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang
                   didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini
                   untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
              3.   Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau
                   Barang Milik Negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa
                   tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau
                   bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan
                   sebagai dasar penerbitan SBSN.


                                                                    4. Barang ...
                     -3-

4.   Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau
     diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
     Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
5.   Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan
     dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan
     perundang-undangan.
6.   Ijarah adalah Akad yang satu pihak bertindak sendiri atau
     melalui wakilnya menyewakan hak atas suatu aset kepada
     pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang
     disepakati.
7.   Mudarabah adalah Akad kerja sama antara dua pihak atau
     lebih, yaitu satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak
     lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan
     dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah
     yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang
     terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia
     modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian
     penyedia tenaga dan keahlian.
8.   Musyarakah adalah Akad kerja sama antara dua pihak
     atau lebih untuk menggabungkan modal, baik dalam
     bentuk uang maupun bentuk lainnya, dengan tujuan
     memperoleh keuntungan, yang akan dibagikan sesuai
     dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya,
     sedangkan kerugian yang timbul akan ditanggung bersama
     sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing
     pihak.
9.   Istishna' adalah Akad jual beli aset berupa obyek
     pembiayaan antara para pihak dimana spesifikasi, cara
     dan jangka waktu penyerahan, serta harga aset tersebut
     ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
10. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi
    hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai
    dengan Akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada
    pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN.
11. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat Republik Indonesia.
12. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
13. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan
    SBSN baik di dalam maupun di luar negeri untuk pertama
    kalinya.
14. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang
    telah dijual di Pasar Perdana baik di dalam maupun di luar
    negeri.


                                                   15. Nilai ...
                     -4-

15. Nilai Nominal adalah nilai SBSN yang tercantum dalam
    sertifikat SBSN.
16. Hak Manfaat adalah hak untuk memiliki dan mendapatkan
    hak penuh atas pemanfaatan suatu aset tanpa perlu
    dilakukan pendaftaran atas kepemilikan dan hak tersebut.
17. Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan
    pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan.
18. Nilai Bersih Maksimal Surat Berharga Negara adalah
    tambahan atas jumlah Surat Berharga Negara yang telah
    beredar dalam satu tahun anggaran, yang merupakan
    selisih antara jumlah Surat Berharga Negara yang akan
    diterbitkan dengan jumlah Surat Berharga Negara yang
    jatuh tempo dan/atau yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
19. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa
    surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun
    valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
    pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan
    masa berlakunya.
20. Surat Berharga Negara adalah Surat Utang Negara dan
    SBSN.
21. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau Korporasi.
22. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan
    yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun
    bukan badan hukum.




                  BAB II
             BENTUK DAN JENIS
      SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA


                     Pasal 2


(1)   SBSN diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.
(2)   SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)           dapat
      diperdagangkan atau tidak diperdagangkan di       Pasar
      Sekunder.




                                                    Pasal 3 ...
                    -5-

                    Pasal 3

SBSN dapat berupa:
a. SBSN Ijarah, yang diterbitkan berdasarkan Akad Ijarah;
b. SBSN Mudarabah, yang diterbitkan berdasarkan Akad
   Mudarabah;
c. SBSN Musyarakah, yang diterbitkan        berdasarkan Akad
   Musyarakah;
d. SBSN Istishna', yang diterbitkan berdasarkan Akad Istishna';
e. SBSN yang diterbitkan berdasarkan Akad lainnya sepanjang
   tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
f. SBSN yang diterbitkan berdasarkan kombinasi dari dua atau
   lebih dari Akad sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai
   dengan huruf e.



                 BAB III
             TUJUAN PENERBITAN
       SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA


                    Pasal 4

SBSN diterbitkan dengan tujuan untuk membiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara termasuk membiayai
pembangunan proyek.



                BAB IV
KEWENANGAN DAN PELAKSANAAN PENERBITAN
    SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA


                    Pasal 5

(1)   Kewenangan      menerbitkan SBSN untuk   tujuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berada pada
      Pemerintah.
(2)   Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan oleh Menteri.




                                                     Pasal 6 ...
                     -6-

                    Pasal 6

(1)   Penerbitan SBSN dapat dilaksanakan secara langsung oleh
      Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
(2)   SBSN yang dapat diterbitkan baik oleh Pemerintah
      maupun    Perusahaan   Penerbit   SBSN sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) adalah semua jenis SBSN
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3)   Penerbitan SBSN yang dilakukan melalui Perusahaan
      Penerbit SBSN ditetapkan oleh Menteri.


                    Pasal 7

(1)   Dalam hal akan dilakukan penerbitan SBSN untuk tujuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Menteri terlebih
      dahulu berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
(2)   Khusus untuk penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan
      proyek, Menteri berkoordinasi dengan menteri yang
      bertanggung jawab di bidang perencanaan pembangunan
      nasional.


                    Pasal 8

(1)   Penerbitan SBSN harus terlebih dahulu mendapat
      persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pada saat
      pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
      yang diperhitungkan sebagai bagian dari Nilai Bersih
      Maksimal Surat Berharga Negara yang akan diterbitkan
      oleh Pemerintah dalam satu tahun anggaran.
(2)   Menteri berwenang menetapkan komposisi Surat Berharga
      Negara dalam rupiah maupun valuta asing, serta
      menetapkan komposisi Surat Berharga Negara dalam
      bentuk Surat Utang Negara maupun SBSN dan hal-hal lain
      yang diperlukan untuk menjamin penerbitan Surat
      Berharga Negara secara hati-hati.
(3)   Dalam hal-hal tertentu, SBSN dapat diterbitkan melebihi
      Nilai Bersih Maksimal yang telah disetujui Dewan
      Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      yang selanjutnya dilaporkan sebagai Perubahan Anggaran
      Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau disampaikan
      dalam    Laporan    Realisasi  Anggaran   tahun   yang
      bersangkutan.


                                                   Pasal 9 ...
                     -7-

                    Pasal 9


(1)   Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) termasuk pembayaran
      semua kewajiban Imbalan dan Nilai Nominal yang timbul
      sebagai akibat penerbitan SBSN dimaksud serta Barang
      Milik Negara yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN.
(2)   Pemerintah wajib membayar Imbalan dan Nilai Nominal
      setiap SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh
      Pemerintah maupun Perusahaan Penerbit SBSN, sesuai
      dengan ketentuan dalam Akad penerbitan SBSN.
(3)   Dana untuk membayar Imbalan dan Nilai Nominal
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan dalam
      Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun
      sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut.
(4)   Dalam hal pembayaran kewajiban Imbalan dan Nilai
      Nominal dimaksud melebihi perkiraan dana sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3), Pemerintah melakukan
      pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran
      tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam
      pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja
      Negara.
(5)   Semua kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
      ayat (3), dan ayat (4) dilakukan secara transparan dan
      dapat dipertanggungjawabkan.



                   BAB V
      PENGGUNAAN BARANG MILIK NEGARA
         DALAM RANGKA PENERBITAN
       SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA


                    Pasal 10


(1)   Barang Milik Negara dapat digunakan sebagai dasar
      penerbitan SBSN, yang untuk selanjutnya Barang Milik
      Negara dimaksud disebut sebagai Aset SBSN.
(2)   Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      berupa:




                                                  a. tanah ...
                      -8-

      a.   tanah dan/atau bangunan; dan
      b.   selain tanah dan/atau bangunan.
(3)   Jenis, nilai, dan spesifikasi Barang Milik Negara yang akan
      digunakan sebagai Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.



                     Pasal 11

(1)   Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Aset SBSN
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dilakukan
      Menteri dengan cara menjual atau menyewakan Hak
      Manfaat atas Barang Milik Negara atau cara lain yang
      sesuai dengan Akad yang digunakan dalam rangka
      penerbitan SBSN.
(2)   Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      disewa kembali oleh Menteri berdasarkan suatu Akad.
(3)   Dalam hal Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 10 ayat (1) sedang digunakan oleh instansi
      Pemerintah dan akan digunakan sebagai Aset SBSN,
      Menteri terlebih dahulu memberitahukan kepada instansi
      Pemerintah pengguna Barang Milik Negara.
(4)   Jangka waktu penyewaan Aset SBSN oleh Pemerintah
      kepada Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) ditetapkan paling lama 60 (enam puluh)
      tahun.



                     Pasal 12


(1)   Menteri wajib membeli kembali Aset SBSN, membatalkan
      Akad sewa, dan mengakhiri Akad penerbitan SBSN lainnya
      pada saat SBSN jatuh tempo.
(2)   Dalam rangka pembelian kembali Aset SBSN, pembatalan
      Akad sewa dan pengakhiran Akad penerbitan SBSN lainnya
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri membayar
      nilai nominal SBSN atau kewajiban pembayaran lain sesuai
      Akad penerbitan SBSN kepada pemegang SBSN.




                                                     BAB VI ...
                     -9-

                   BAB VI
           PERUSAHAAN PENERBIT
       SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
              DAN WALI AMANAT


                    Pasal 13

(1)   Dalam rangka penerbitan SBSN, Pemerintah dapat
      mendirikan Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
(2)   Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) merupakan badan hukum yang dibentuk
      berdasarkan Undang-Undang ini.
(3)   Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) adalah badan hukum yang berkedudukan di dalam
      wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
(4)   Perusahaan Penerbit SBSN bertanggung jawab kepada
      Menteri.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, organ,
      permodalan, fungsi, dan pertanggungjawaban Perusahaan
      Penerbit SBSN diatur dengan Peraturan Pemerintah.



                    Pasal 14

(1)   Menteri menunjuk langsung pihak lain sebagai Wali
      Amanat, dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh
      Pemerintah.
(2)   Perusahaan Penerbit SBSN bertindak sebagai Wali Amanat
      bagi pemegang SBSN, dalam hal SBSN diterbitkan oleh
      Perusahaan Penerbit SBSN.
(3)   Perusahaan Penerbit SBSN dapat menunjuk pihak lain
      dengan     persetujuan   Menteri   untuk   membantu
      melaksanakan fungsi Wali Amanat sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2).



                    Pasal 15

Wali Amanat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 memiliki
tugas, antara lain:



                                             a. melakukan ...
                      - 10 -

a.    melakukan perikatan dengan pihak lain untuk kepentingan
      pemegang SBSN;
b.    mengawasi aset SBSN untuk kepentingan pemegang SBSN;
      dan
c.    mewakili kepentingan lain pemegang SBSN, terkait dengan
      perikatan dalam rangka penerbitan SBSN.



                     Pasal 16


Perusahaan Penerbit SBSN dan pihak lain yang ditunjuk
sebagai Wali Amanat wajib memisahkan Aset SBSN dari
kekayaan perusahaan untuk kepentingan pemegang SBSN.


                     Pasal 17


Dalam melaksanakan fungsi sebagai Wali Amanat, Perusahaan
Penerbit SBSN harus menjaga kepentingan pemegang SBSN.



                  BAB VII
               PENGELOLAAN
      SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA


                     Pasal 18


(1)   Pengelolaan SBSN baik yang diterbitkan secara langsung
      oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit
      SBSN diselenggarakan oleh Menteri.
(2)   Pengelolaan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      antara lain, meliputi:
      a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan SBSN
          termasuk kebijakan pengendalian risiko;
      b.   perencanaan dan penetapan struktur portofolio SBSN;
      c.   penerbitan SBSN;
      d.   penjualan SBSN melalui lelang dan/atau tanpa lelang;
      e.   pembelian kembali SBSN sebelum jatuh tempo;



                                                 f. pelunasan ...
                       - 11 -

      f.   pelunasan SBSN; dan
      g.   aktivitas lain dalam rangka pengembangan Pasar
           Perdana dan Pasar Sekunder SBSN.
(3)   Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      merupakan bagian dari pengelolaan Surat Berharga Negara
      secara keseluruhan.


                       Pasal 19


(1)   Dalam rangka mendukung penyelenggaraan pengelolaan
      SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Menteri
      membuka rekening yang merupakan bagian dari Rekening
      Kas Umum Negara.
(2)   Tata cara pembukaan dan pengelolaan rekening
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
      Menteri.


                       Pasal 20


SBSN wajib mencantumkan ketentuan            dan   syarat   yang
mengatur, antara lain, mengenai:
a. penerbit;
b.    Nilai Nominal;
c.    tanggal penerbitan;
d.    tanggal jatuh tempo;
e.    tanggal pembayaran Imbalan;
f.    besaran atau nisbah Imbalan;
g.    frekuensi pembayaran Imbalan;
h.    cara perhitungan pembayaran Imbalan;
i.    jenis mata uang atau denominasi;
j.    jenis Barang Milik Negara yang dijadikan Aset SBSN;
k. penggunaan ketentuan hukum yang berlaku;
l. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali SBSN
   sebelum jatuh tempo; dan
m. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.




                                                      Pasal 21 ...
                     - 12 -

                    Pasal 21


(1)   Dalam hal SBSN diterbitkan di dalam negeri, Menteri
      menunjuk Bank Indonesia sebagai agen penata usaha
      untuk melaksanakan kegiatan penatausahaan yang
      mencakup antara lain kegiatan pencatatan kepemilikan,
      kliring, dan setelmen SBSN, baik dalam hal SBSN
      diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun yang
      diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
(2)   Menteri dapat meminta Bank Indonesia untuk menunjuk
      pihak lain sebagai agen penata usaha untuk melaksanakan
      kegiatan penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1).
(3)   Dalam hal SBSN diterbitkan di luar negeri, Menteri
      menunjuk Bank Indonesia atau pihak lain sebagai agen
      penata    usaha    untuk    melaksanakan      kegiatan
      penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)   Dalam    menyelenggarakan   kegiatan    penatausahaan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia atau
      pihak lain yang ditunjuk wajib membuat laporan
      pertanggungjawaban kepada Pemerintah.




                    Pasal 22


(1)   Menteri menunjuk Bank Indonesia atau pihak lain sebagai
      agen pembayar, baik dalam hal SBSN diterbitkan secara
      langsung oleh Pemerintah maupun yang diterbitkan
      melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
(2)   Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai agen pembayar
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan terlebih
      dahulu berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
(3)   Kegiatan agen pembayar sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) dan ayat (2), antara lain, meliputi:
      a.   menerima Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN dari
           pemerintah; dan
      b.   membayarkan Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN
           sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada
           pemegang SBSN.



                                                 Pasal 23 ...
                   - 13 -


                  Pasal 23


Menteri dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai agen lelang
SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah
maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN.



                  Pasal 24


Menteri menetapkan ketentuan mengenai      penerbitan dan
penjualan SBSN dengan Peraturan Menteri.



                  Pasal 25


Dalam rangka penerbitan SBSN, Menteri meminta fatwa atau
pernyataan kesesuaian SBSN terhadap prinsip-prinsip syariah
dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah.



                  Pasal 26


Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan
SBSN dilakukan oleh otoritas yang melakukan pengaturan dan
pengawasan di bidang pasar modal.



                  BAB VIII
      AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI


                  Pasal 27

(1)   Menteri wajib menyelenggarakan penatausahaan dan
      membuat pertanggungjawaban atas pengelolaan SBSN.




                                   (2) Pertanggungjawaban ...
                     - 14 -

(2)   Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      disampaikan sebagai bagian dari pertanggungjawaban
      pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
      tahun yang bersangkutan.



                    Pasal 28


Menteri wajib     secara      berkala   memublikasikan   informasi
tentang:
a.    kebijakan pengelolaan SBSN dan rencana penerbitan SBSN
      yang meliputi perkiraan jumlah dan jadwal waktu
      penerbitan; dan
b.    jumlah SBSN yang beredar beserta komposisinya,
      termasuk jenis valuta, struktur jatuh tempo, dan besaran
      Imbalan.



                    Pasal 29


Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya, otoritas yang
melakukan pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 berwenang memperoleh
data dan informasi mengenai SBSN secara langsung dari Bank
Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk sebagai agen penata
usaha SBSN.


                   BAB IX
              KETENTUAN PIDANA


                    Pasal 30

(1)   Setiap Orang yang meniru, membuat palsu, atau
      memalsukan SBSN dengan maksud memperdagangkan
      SBSN tiruan, palsu, atau dipalsukan dipidana dengan
      pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
      lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
      Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling
      banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).


                                                     (2) Setiap ...
                     - 15 -

(2)   Setiap Orang dengan sengaja tanpa wewenang menerbitkan
      SBSN berdasarkan Undang-Undang ini, dipidana dengan
      pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan
      paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
      Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling
      banyak Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).



                     Pasal 31


(1)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 30 dilakukan oleh Korporasi maka tuntutan pidana
      ditujukan kepada:
      a.   Korporasi; dan/atau
      b.   orang yang melakukan atau memberikan perintah baik
           sendiri atau bersama-sama untuk melakukan tindak
           pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan
           atau melalaikan pencegahannya.
(2)   Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap Korporasi,
      pidana pokok yang dijatuhkan hanya berupa pidana denda
      yang besarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
      (1) atau ayat (2) ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana
      denda dimaksud.
(3)   Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      Korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
      pencabutan izin usahanya.




                    BAB X
              KETENTUAN PENUTUP


                     Pasal 32


Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.




                                                       Agar ...
                               - 16 -

              Agar    setiap  orang    mengetahuinya,   memerintahkan
              pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
              dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                                Disahkan di Jakarta
                                pada tanggal 7 Mei 2008

                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




                                DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
         REPUBLIK INDONESIA,




            ANDI MATTALATTA




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 70
                               PENJELASAN
                                   ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 19 TAHUN 2008
                                 TENTANG
                  SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA




I. UMUM

  Keberhasilan pelaksanaan program pembangunan nasional dalam
  mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan
  Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
  1945 perlu disertai dengan, antara lain, upaya pengelolaan keuangan
  negara secara optimal. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan
  efisiensi dalam pengelolaan aset negara dan pengembangan sumber
  pembiayaan anggaran negara, guna meningkatkan daya dukung Anggaran
  Pendapatan dan Belanja Negara dalam menggerakkan pembangunan sektor
  ekonomi secara berkesinambungan.
  Pengembangan berbagai alternatif instrumen pembiayaan anggaran negara,
  khususnya instrumen pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah guna
  memobilisasi dana publik secara luas perlu segera dilaksanakan. Instrumen
  keuangan yang akan diterbitkan harus sesuai dengan prinsip-prinsip
  syariah, memberikan kepastian hukum, transparan, dan akuntabel. Upaya
  pengembangan instrumen pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
  tersebut, antara lain, bertujuan untuk: (1) memperkuat dan meningkatkan
  peran sistem keuangan berbasis syariah di dalam negeri; (2) memperluas
  basis pembiayaan anggaran negara; (3) menciptakan benchmark instrumen
  keuangan syariah baik di pasar keuangan syariah domestik maupun
  internasional; (4) memperluas dan mendiversifikasi basis investor; (5)
  mengembangkan alternatif instrumen investasi baik bagi investor dalam
  negeri maupun luar negeri yang mencari instrumen keuangan berbasis
  syariah; dan (6) mendorong pertumbuhan pasar keuangan syariah di
  Indonesia.
  Konsep keuangan Islam didasarkan pada prinsip moralitas dan keadilan.
  Oleh karena itu, sesuai dengan dasar operasionalnya yakni syariah Islam
  yang bersumber dari Al Qur'an dan Hadist serta Ijma, instrumen
  pembiayaan syariah harus selaras dan memenuhi prinsip syariah, yaitu
  antara lain transaksi yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat adil,
  halal, thayyib, dan maslahat. Selain itu, transaksi dalam keuangan Islam
  sesuai dengan syariah harus terbebas dari unsur larangan berikut: (1) Riba,



                                                                   yaitu ...
                                -2-

yaitu unsur bunga atau return yang diperoleh dari penggunaan uang untuk
mendapatkan uang (money for money); (2) Maysir, yaitu unsur spekulasi,
judi, dan sikap untung-untungan; dan (3) Gharar, yaitu unsur
ketidakpastian yang antara lain terkait dengan penyerahan, kualitas,
kuantitas, dan sebagainya. Karakteristik lain dari penerbitan instrumen
keuangan syariah yaitu memerlukan adanya transaksi pendukung
(underlying transaction), yang tata cara dan mekanismenya bersifat khusus
dan berbeda dengan transaksi keuangan pada umumnya. Oleh karena itu,
mengingat instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah sangat
berbeda dengan instrumen keuangan konvensional,         untuk keperluan
penerbitan instrumen pembiayaan syariah tersebut perlu adanya
pengaturan secara khusus, baik yang menyangkut instrumen maupun
perangkat yang diperlukan.
Salah satu bentuk instrumen keuangan syariah yang telah banyak
diterbitkan baik oleh Korporasi maupun negara adalah surat berharga
berdasarkan prinsip syariah, atau secara internasional dikenal dengan
istilah Sukuk. Instrumen keuangan syariah ini berbeda dengan surat
berharga konvensional. Perbedaan yang prinsip antara lain surat berharga
berdasarkan prinsip syariah menggunakan konsep Imbalan bukan bunga
sebagaimana dikenal dalam instrumen keuangan konvensional dan
diperlukannya sejumlah tertentu aset yang digunakan sebagai dasar untuk
melakukan transaksi dengan menggunakan Akad berdasarkan prinsip
syariah.
Metode atau struktur pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pada
dasarnya mengikuti Akad yang digunakan dalam melakukan transaksi.
Beberapa jenis Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan surat
berharga syariah, antara lain, meliputi Ijarah, Mudarabah, Musyarakah,
Istishna', dan Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah,
serta kombinasi dari dua atau lebih dari Akad tersebut.
Sejalan dengan semakin meluasnya penggunaan prinsip syariah di pasar
keuangan dalam dan luar negeri, yang ditandai dengan semakin banyaknya
negara yang menerbitkan instrumen pembiayaan berbasis syariah dan
semakin meningkatnya jumlah investor dalam instrumen keuangan syariah,
Indonesia perlu memanfaatkan momentum melalui penerbitan SBSN baik di
pasar domestik maupun di pasar internasional sebagai alternatif sumber
pembiayaan. Hal tersebut sejalan dengan semakin terbatasnya daya dukung
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk menggerakkan
pembangunan sektor ekonomi secara berkesinambungan dan belum
optimalnya pemanfaatan instrumen pembiayaan lainnya. Dengan
bertambahnya instrumen Surat Berharga Negara yang terdiri dari Surat
Utang Negara dan SBSN, diharapkan kemampuan Pemerintah dalam
pengelolaan anggaran negara terutama dari sisi pembiayaan akan semakin
meningkat. Selain itu, adanya SBSN akan dapat memenuhi kebutuhan
portofolio investasi lembaga keuangan syariah antara lain perbankan
syariah, reksadana syariah, dan asuransi syariah. Dengan bertambahnya


                                                              jumlah ...
                               -3-

jumlah instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah, diharapkan akan
mendorong pertumbuhan lembaga keuangan syariah di dalam negeri.
Sejalan dengan itu, dalam rangka memberikan dasar hukum penerbitan
instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah dan untuk mendukung
perkembangan pasar keuangan syariah khususnya di dalam negeri, perlu
dilakukan penyusunan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah
Negara, yang mengatur secara khusus mengenai penerbitan dan
pengelolaan SBSN.
SBSN ini merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah maupun
valuta asing berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Negara
Republik Indonesia, baik dilaksanakan secara langsung oleh Pemerintah
atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap Aset SBSN, serta wajib dibayar atau dijamin
pembayaran Imbalan dan Nilai Nominalnya oleh Negara Republik Indonesia,
sesuai dengan ketentuan perjanjian yang mengatur penerbitan SBSN
tersebut.
Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara ini secara garis
besar mengatur hal-hal sebagai berikut:
a. transparansi pengelolaan SBSN dalam kerangka kebijakan fiskal dan
     kebijakan pengembangan pasar SBSN dengan mengatur lebih lanjut
     tujuan penerbitannya dan jenis Akad yang digunakan;
b. kewenangan Pemerintah untuk menerbitkan SBSN, baik dilakukan
     secara langsung oleh Pemerintah yang didelegasikan kepada Menteri,
     ataupun dilaksanakan melalui Perusahaan Penerbit SBSN;
c. kewenangan Pemerintah untuk menggunakan Barang Milik Negara
     sebagai dasar penerbitan SBSN (underlying asset);
d. kewenangan Pemerintah untuk mendirikan dan menetapkan tugas
     badan hukum yang akan melaksanakan fungsi sebagai Perusahaan
     Penerbit SBSN;
e. kewenangan Wali Amanat untuk bertindak mewakili kepentingan
     Pemegang SBSN;
f.   kewenangan Pemerintah untuk membayar semua kewajiban yang
     timbul dari penerbitan SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung
     oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN, secara
     penuh dan tepat waktu sampai berakhirnya kewajiban tersebut; dan
g. landasan hukum bagi pengaturan lebih lanjut atas tata cara dan
     mekanisme penerbitan SBSN di Pasar Perdana maupun perdagangan
     SBSN di Pasar Sekunder agar pemodal memperoleh kepastian untuk
     memiliki dan memperdagangkan SBSN secara mudah dan aman.




                                                          II. PASAL ...
                                  -4-

II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
        Cukup jelas.

  Pasal 2
        Ayat (1)
             SBSN dengan warkat adalah surat berharga berdasarkan prinsip
             syariah yang kepemilikannya berupa sertifikat baik atas nama
             maupun atas unjuk. Sertifikat atas nama adalah sertifikat yang
             nama pemiliknya tercantum, sedangkan sertifikat atas unjuk
             adalah sertifikat yang tidak mencantumkan nama pemilik
             sehingga Setiap Orang yang menguasainya adalah pemilik yang
             sah. SBSN tanpa warkat atau scripless adalah surat berharga
             berdasarkan prinsip syariah yang kepemilikannya dicatat secara
             elektronik (book-entry system). Dalam hal SBSN tanpa warkat,
             bukti kepemilikan yang otentik dan sah adalah pencatatan
             kepemilikan secara elektronis. Cara pencatatan secara elektronis
             dimaksudkan agar pengadministrasian data kepemilikan
             (registry) dan penyelesaian transaksi perdagangan SBSN di Pasar
             Sekunder dapat diselenggarakan secara efisien, cepat, aman,
             transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

       Ayat (2)
           SBSN yang diperdagangkan adalah SBSN yang diperjualbelikan
           di Pasar Sekunder baik di dalam maupun di luar negeri.
           Perdagangan dapat dilakukan melalui bursa dan/atau di luar
           bursa yang biasa disebut over the counter (OTC). SBSN yang tidak
           diperdagangkan     adalah   (1)    SBSN     yang   tidak  dapat
           diperjualbelikan di Pasar Sekunder dan biasanya diterbitkan
           secara khusus untuk pemodal institusi tertentu, baik domestik
           maupun asing, yang berminat untuk memiliki SBSN sesuai
           dengan kebutuhan spesifik dari portofolio investasinya dan (2)
           SBSN yang karena sifat Akad penerbitannya tidak dapat
           diperdagangkan.

  Pasal 3

       Huruf a
           Cukup jelas.


                                                                 Huruf b ...
                              -5-

    Huruf b
        Cukup jelas.

    Huruf c
         Cukup jelas.

    Huruf d
         Cukup jelas.

    Huruf e
         Cukup jelas.

    Huruf f
          Kombinasi Akad SBSN antara lain dapat dilakukan antara
          Mudarabah dengan Ijarah, Musyarakah dengan Ijarah, dan
          Istishna' dengan Ijarah.
Pasal 4
      Yang dimaksud dengan "membiayai pembangunan proyek" adalah
      membiayai pembangunan proyek-proyek yang telah mendapatkan
      alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, termasuk
      proyek    infrastruktur   dalam sektor energi,  telekomunikasi,
      perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan perumahan
      rakyat.

Pasal 5
    Cukup jelas.

Pasal 6
    Ayat (1)
        Penerbitan SBSN baik secara langsung oleh Pemerintah maupun
        melalui Perusahaan Penerbit SBSN dimaksud dilakukan untuk
        kepentingan Negara Republik Indonesia. Dalam pelaksanaannya,
        penerbitan SBSN tersebut dapat dilakukan di dalam negeri
        maupun luar negeri. Penerbitan SBSN oleh Perusahaan Penerbit
        SBSN dilakukan hanya dalam hal struktur SBSN memerlukan
        adanya Special Purpose Vehicle (SPV).

     Ayat (2)
          Cukup jelas.



                                                        Ayat (3) ...
                                -6-

     Ayat (3)
        Menteri menetapkan segala hal yang berkaitan dengan kebijakan
        penerbitan SBSN, antara lain jumlah target indikatif penerbitan,
        tanggal penerbitan, metode penerbitan, denominasi, struktur
        Akad, pricing, dan hal-hal lain yang termuat dalam ketentuan dan
        syarat (terms and conditions) SBSN. Dengan demikian, kewenangan
        Perusahaan Penerbit SBSN hanya terbatas untuk menerbitkan
        SBSN.

Pasal 7
      Ayat (1)
         Pemerintah mengadakan koordinasi dengan Bank Indonesia pada
         awal tahun saat merencanakan penerbitan SBSN, sebagai bagian
         yang tidak terpisahkan dari rencana penerbitan Surat Berharga
         Negara untuk satu tahun anggaran. Koordinasi ini dimaksudkan
         untuk mengevaluasi implikasi moneter dari penerbitan Surat
         Berharga Negara, agar keselarasan antara kebijakan fiskal,
         termasuk manajemen utang, dan kebijakan moneter dapat
         tercapai. Pendapat Bank Indonesia tersebut menjadi masukan di
         dalam pengambilan keputusan oleh Pemerintah agar penerbitan
         Surat Berharga Negara dimaksud dapat dilakukan tepat waktu
         dan dilakukan dengan persyaratan yang dapat diterima pasar serta
         memberikan manfaat bagi Pemerintah dan masyarakat.

     Ayat (2)
       Koordinasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang
       perencanaan pembangunan nasional antara lain meliputi jenis,
       nilai, dan waktu pelaksanaan proyek. Proyek yang akan dibiayai
       merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program Anggaran
       Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 8
      Ayat (1)
         Persetujuan tersebut didahului dengan mengajukan rencana
         penerbitan dan pelunasan dan/atau pembelian kembali yang
         disampaikan bersamaan dengan penyampaian Nota Keuangan dan
         Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kepada
         Dewan Perwakilan Rakyat yang dalam hal ini adalah alat
         kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi
         keuangan, untuk mendapatkan persetujuan.

     Ayat (2)
          Cukup jelas.

                                                             Ayat (3) ...
                               -7-


      Ayat (3)
        Yang dimaksud dengan "hal-hal tertentu", antara lain, adalah
        penerbitan SBSN dalam rangka menutup kekurangan pembiayaan
        anggaran, pembangunan proyek, dan/atau pengelolaan portofolio
        Surat Berharga Negara menjelang akhir tahun anggaran karena
        pertimbangan kondisi dan perkembangan pasar keuangan yang
        tidak dapat diantisipasi sebelumnya sehingga jumlah Nilai Bersih
        Maksimal Surat Berharga Negara yang telah disetujui terlampaui.

Pasal 9
      Ayat (1)
            Cukup jelas.

     Ayat (2)
            Cukup jelas.

      Ayat (3)
        Semua kewajiban Imbalan dan Nilai Nominal yang timbul akibat
        penerbitan SBSN dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan
        Belanja Negara setiap tahun sampai dengan berakhirnya
        kewajiban tersebut. Perkiraan dana yang perlu dialokasikan untuk
        pembayaran kewajiban untuk satu tahun anggaran disampaikan
        kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk diperhitungkan dalam
        Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang
        bersangkutan.

      Ayat (4)
        Pada saat jatuh tempo, pembayaran kewajiban Imbalan dan Nilai
        Nominal dapat melebihi perkiraan anggaran disebabkan oleh,
        antara lain, perbedaan perkiraan kurs, dan/atau tingkat Imbalan.

      Ayat (5)
            Cukup jelas.



Pasal 10
      Ayat (1)
             Cukup jelas.


                                                              Ayat (2) ...
                                -8-

     Ayat (2)
         Huruf a
              Yang dimaksud dengan "tanah dan/atau bangunan" termasuk
              proyek yang akan atau sedang dibangun.

          Huruf b
            Yang dimaksud dengan "selain tanah dan/atau bangunan"
            dapat berupa barang berwujud maupun barang tidak
            berwujud yang memiliki nilai ekonomis dan/atau memiliki
            aliran penerimaan kas.

     Ayat (3)
         Menteri selaku Pengelola Barang Milik Negara menetapkan secara
         rinci jenis, nilai, dan spesifikasi Barang Milik Negara yang akan
         dijadikan sebagai Aset SBSN. Menteri dapat menerbitkan
         pernyataan mengenai status kepemilikan, penggunaan, dan
         penguasaan Barang Milik Negara yang telah tercantum dalam
         Daftar Barang Milik Negara, dalam hal belum tersedia Sertifikat
         Hak Pakai atau bukti kepemilikan lain atas Barang Milik Negara
         yang akan dijadikan sebagai Aset SBSN.

Pasal 11
      Ayat (1)
          Pemindahtanganan Barang Milik Negara bersifat khusus dan
          berbeda dengan pemindahtanganan Barang Milik Negara
          sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
          2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sifat pemindahtanganan
          dimaksud, antara lain: (i) penjualan dan/atau penyewaan
          dilakukan hanya atas Hak Manfaat Barang Milik Negara; (ii) tidak
          terjadi pemindahan hak kepemilikan (legal title) Barang Milik
          Negara; dan (iii) tidak dilakukan pengalihan fisik Barang Milik
          Negara sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas
          Pemerintahan.
          Penjualan dan penyewaan Hak Manfaat Barang Milik Negara
          dilakukan dalam struktur SBSN Ijarah. Cara lain yang sesuai
          dengan Akad yang digunakan dalam rangka penerbitan SBSN
          antara lain, penggunaan Barang Milik Negara sebagai bagian
          penyertaan dalam rangka kerja sama usaha dalam struktur
          SBSN Musyarakah (partnership).

     Ayat (2)
         Cukup jelas.


                                                              Ayat (3) ...
                               -9-

     Ayat (3)
         Penggunaan Barang Milik Negara sebagai Aset SBSN tidak
         mengurangi kewenangan instansi pengguna Barang Milik Negara
         untuk tetap menggunakan Barang Milik Negara dimaksud sesuai
         dengan penggunaan awalnya, sehingga tanggung jawab untuk
         pengelolaan Barang Milik Negara ini tetap melekat pada instansi
         pengguna Barang Milik Negara sesuai ketentuan peraturan
         perundang-undangan.      Pemberitahuan      tersebut     bukan
         merupakan permintaan persetujuan atau pertimbangan.

     Ayat (4)
         Berdasarkan struktur SBSN Akad Ijarah-Head Lease and Sub
         Lease, jangka waktu penyewaan Aset SBSN dari Pemerintah
         kepada Perusahaan Penerbit SBSN lebih panjang dari jangka
         waktu penyewaan Aset SBSN dari Perusahaan Penerbit SBSN
         kepada Pemerintah.

Pasal 12
      Ayat (1)
           Akad penerbitan SBSN lainnya adalah Akad selain SBSN yang
           menggunakan Akad Ijarah antara lain SBSN yang menggunakan
           Akad Musyarakah, Mudarabah, dan Istishna'.
      Ayat (2)
           Kewajiban pembayaran lain sesuai Akad penerbitan SBSN antara
           lain berupa sisa Nilai Nominal SBSN yang pelunasannya
           dilakukan dengan cara amortisasi dan Imbalan yang belum
           dibayarkan.

Pasal 13
      Ayat (1)
           Pemerintah dapat mendirikan lebih dari 1 (satu) Perusahaan
           Penerbit SBSN sesuai dengan kebutuhan.

     Ayat (2)
          Mengingat Perusahaan Penerbit SBSN memiliki karakteristik
          khusus yang berbeda dengan badan hukum Perseroan Terbatas,
          Yayasan ataupun bentuk badan hukum lain yang dikenal di
          Indonesia selama ini, maka perlu dibentuk badan hukum khusus
          sesuai Undang-Undang ini untuk dapat mengakomodasi
          karakteristik dan tujuan pembentukan Perusahaan Penerbit
          SBSN dimaksud.


                                                            Ayat (3) ...
                               - 10 -

     Ayat (3)
         Cukup jelas.

     Ayat (4)
         Pertanggungjawaban dimaksud hanya terkait dengan operasional
         Perusahaan Penerbit SBSN dan pelaksanaan penerbitan SBSN.

     Ayat (5)
         Cukup jelas.

Pasal 14
      Ayat (1)
          Pihak lain yang dapat ditunjuk sebagai Wali Amanat, antara lain,
          adalah lembaga keuangan yang telah mendapat izin dari otoritas
          yang berwenang dan lembaga lain yang dapat melakukan fungsi
          sebagai Wali Amanat.

     Ayat (2)
          Perusahaan Penerbit SBSN sebagai Wali Amanat pada dasarnya
          melaksanakan suatu kewajiban hukum yang timbul akibat
          adanya pengalihan kepemilikan Hak Manfaat atas suatu aset dari
          Pemerintah kepada pihak lain yang bertindak sebagai Wali
          Amanat untuk kepentingan pemegang SBSN selaku penerima
          manfaat.

     Ayat (3)
          Pihak lain yang dapat ditunjuk untuk membantu pelaksanaan
          fungsi sebagai Wali Amanat, antara lain, adalah lembaga
          keuangan yang telah mendapat izin dari otoritas yang berwenang
          dan lembaga lain yang dapat melakukan fungsi sebagai Wali
          Amanat.

Pasal 15
      Cukup jelas.

Pasal 16
      Cukup jelas.

Pasal 17
      Cukup jelas.


                                                            Pasal 18 ...
                               - 11 -

Pasal 18
      Ayat (1)
           Cukup jelas.

     Ayat (2)
         Huruf a
              Cukup jelas.

          Huruf b
              Cukup jelas.

          Huruf c
              Cukup jelas.

          Huruf d
              Cukup jelas.

          Huruf e
              Apabila diatur di dalam Akad, Menteri dapat melakukan
              pembelian kembali SBSN, baik yang diterbitkan secara
              langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan
              Penerbit SBSN, sebelum jatuh tempo. Pembelian kembali
              atas sebagian dari Nilai Nominal SBSN tidak disertai dengan
              pembatalan Akad penerbitan SBSN.

          Huruf f
              Pelunasan sebagian atau seluruh Nilai Nominal SBSN, baik
              yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun
              melalui Perusahaan Penerbit SBSN sebelum jatuh tempo,
              hanya dapat dilakukan apabila diatur di dalam Akad.

          Huruf g
              Cukup jelas.

     Ayat (3)
        Cukup jelas.




                                                              Pasal 19 ...
                              - 12 -

Pasal 19
      Ayat (1)
          Menteri membuka rekening yang diperlukan baik untuk
          menampung hasil penjualan SBSN maupun untuk menyediakan
          dana bagi pembayaran Imbalan dan Nilai Nominal SBSN.

     Ayat (2)
         Tata cara pembukaan dan pengelolaan rekening yang dimaksud
         dalam ayat ini mengikuti ketentuan perundang-undangan di
         bidang perbendaharaan negara, sedangkan tata cara pembukaan
         rekening di Bank Indonesia mengikuti ketentuan Bank Indonesia.

Pasal 20
      Cukup jelas.

Pasal 21
      Ayat (1)
          Cukup jelas.

     Ayat (2)
         Penunjukan pihak lain oleh Bank Indonesia sebagai agen penata
         usaha untuk melaksanakan kegiatan penatausahaan, harus
         terlebih dahulu    berkoordinasi   dengan   Menteri   dengan
         memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang pasar
         modal.

     Ayat (3)
          Cukup jelas.

     Ayat (4)
         Laporan pertanggungjawaban kepada Pemerintah sebagaimana
         dimaksud pada ayat ini disampaikan kepada Menteri.

Pasal 22
      Cukup jelas.

Pasal 23
      Lelang SBSN dilaksanakan oleh Bank Indonesia sampai pada saat
      Pemerintah dinilai telah siap serta mampu secara teknis untuk
      melaksanakan lelang secara sendiri atau bersama Bank Indonesia.



                                                           Pasal 24 ...
                               - 13 -


Pasal 24
      Dalam ketentuan penerbitan dan penjualan SBSN, antara lain, diatur
      ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan penerbitan dan penjualan,
      termasuk kriteria peserta lelang SBSN baik yang diterbitkan secara
      langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit
      SBSN.

Pasal 25
      Yang dimaksud dengan "lembaga yang memiliki kewenangan dalam
      menetapkan fatwa di bidang syariah" adalah Majelis Ulama Indonesia
      atau lembaga lain yang ditunjuk Pemerintah.

Pasal 26
      Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan SBSN
      dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan
      pemodal dan para pelaku pasar. Kedua hal tersebut diperlukan agar
      kegiatan perdagangan SBSN dapat dilaksanakan secara efisien dan
      sehat. Pengaturan dilaksanakan melalui penerbitan berbagai
      ketentuan, antara lain, mengenai transparansi data dan informasi
      penerbitan serta mengenai tata cara perdagangan SBSN. Pengaturan
      dan pengawasan merupakan upaya untuk memperoleh keyakinan
      akan ketaatan para pelaku pasar terhadap ketentuan yang berlaku.

Pasal 27
      Ayat (1)
           Penatausahaan mencakup kegiatan administrasi dan akuntansi
           semua transaksi yang berkaitan dengan pengelolaan SBSN.
      Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 28
      Cukup jelas.

Pasal 29
      Permintaan data dan informasi mengenai SBSN kepada Bank
      Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk sebagai agen penata usaha
      SBSN dilakukan secara tertulis.




                                                             Pasal 30 ...
                                 - 14 -

  Pasal 30
        Ayat (1)
           Yang dimaksud dengan "SBSN tiruan atau SBSN palsu" adalah
           surat berharga yang sengaja diterbitkan dengan bentuk yang mirip
           atau sama dengan SBSN yang sah, dengan tujuan untuk
           mendapatkan keuntungan baik bagi diri sendiri maupun orang
           lain. Pemalsuan data dalam perdagangan SBSN tanpa warkat,
           termasuk tindakan pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam
           pasal ini.

       Ayat (2)
          Cukup jelas.

  Pasal 31
        Cukup jelas.

  Pasal 32
        Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4852


Silahkan download versi PDF nya sbb:
surat_berharga_syariah_negara_(uu_19_thn_2008)_19.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.