Previous
Next

2008

Undang-Undang Wilayah Negara (UU 43 thn 2008)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara :
                 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

                         NOMOR 43 TAHUN 2008

                                TENTANG

                            WILAYAH NEGARA



                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang   :   a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara
                   kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan
                   atas wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di luar
                   wilayah kedaulatannya dan kewenangan tertentu lainnya
                   untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
                   kesejahteraan    dan   kemakmuran     rakyat  Indonesia
                   sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
                   Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

                b. bahwa pengaturan mengenai wilayah negara meliputi
                   wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan
                   dan laut teritorial beserta dasar laut, dan tanah di
                   bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh
                   sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya;

                c. bahwa pengaturan wilayah negara sebagaimana dimaksud
                   dalam huruf b dilakukan untuk memberikan kepastian
                   hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai
                   wilayah negara;

                d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                   dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
                   Undang-Undang tentang Wilayah Negara;


Mengingat   :   Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 25A Undang-Undang Dasar
                Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


                                                              Dengan . . .
                                       -2-

                           Dengan Persetujuan Bersama

             DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                       dan
                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                  MEMUTUSKAN:


Menetapkan    :     UNDANG-UNDANG TENTANG WILAYAH NEGARA.


                                            BAB I
                                       KETENTUAN UMUM

                                             Pasal 1

                  Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
                  1. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
                     selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara, adalah salah
                     satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah
                     daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut
                     teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta
                     ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan
                     yang terkandung di dalamnya.
                  2. Wilayah Perairan adalah perairan     pedalaman,    perairan
                     kepulauan, dan laut teritorial.
                  3. Wilayah Yurisdiksi adalah wilayah di luar Wilayah Negara
                     yang terdiri atas Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen,
                     dan Zona Tambahan di mana negara memiliki hak-hak
                     berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya sebagaimana
                     diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hukum
                     internasional.
                  4. Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan
                     pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas
                     hukum internasional.
                  5. Batas Wilayah Yurisdiksi adalah garis batas yang merupakan
                     pemisah hak berdaulat dan kewenangan tertentu yang
                     dimiliki oleh negara yang didasarkan atas ketentuan
                     peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.



                                                                  6. Kawasan . . .
                      -3-

6. Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang
   terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia
   dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat,
   Kawasan Perbatasan berada di kecamatan.
7. Zona Tambahan Indonesia adalah zona yang lebarnya tidak
   melebihi 24 (dua puluh empat) mil laut yang diukur dari garis
   pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
8. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah suatu area di luar
   dan berdampingan dengan laut teritorial Indonesia
   sebagaimana       dimaksud dalam     Undang-Undang    yang
   mengatur mengenai perairan Indonesia dengan batas terluar
   200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar
   laut teritorial diukur.
9. Landas Kontinen Indonesia adalah meliputi dasar laut dan
   tanah di bawahnya dari area di bawah permukaan laut yang
   terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah
   wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau
   hingga suatu jarak 200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal
   dari mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran
   luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut, hingga
   paling jauh 350 (tiga ratus lima puluh) mil laut sampai
   dengan jarak 100 (seratus) mil laut dari garis kedalaman
   2.500 (dua ribu lima ratus) meter.
10. Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan
    nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang
    dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban
    di bidang hukum publik.
11. Badan Pengelola adalah badan yang diberi kewenangan oleh
    Undang-Undang ini di bidang pengelolaan Batas Wilayah
    Negara dan Kawasan Perbatasan.
12. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah,
    adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
    kekuasaan    pemerintahan   negara Republik  Indonesia
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
    Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota,
    dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
    pemerintahan daerah.


                                                     BAB II . . .
                      -4-

                           BAB II
                      ASAS DAN TUJUAN

                            Pasal 2

Pengaturan Wilayah Negara dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kedaulatan;
b. kebangsaan;
c. kenusantaraan;
d. keadilan;
e. keamanan;
f. ketertiban dan kepastian hukum;
g. kerja sama;
h. kemanfaatan; dan
i. pengayoman.


                            Pasal 3

Pengaturan Wilayah Negara bertujuan:
a. menjamin keutuhan Wilayah Negara, kedaulatan negara, dan
   ketertiban di Kawasan Perbatasan demi kepentingan
   kesejahteraan segenap bangsa;
b. menegakkan kedaulatan dan hak-hak berdaulat; dan
c. mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan
   Kawasan Perbatasan, termasuk pengawasan batas-batasnya.



                          BAB III
               RUANG LINGKUP WILAYAH NEGARA

                        Bagian Kesatu
                           Umum

                            Pasal 4

Wilayah Negara meliputi wilayah darat, wilayah perairan, dasar
laut, dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di
dalamnya.

                                                   Bagian . . .
                      -5-

                         Bagian Kedua
                         Batas Wilayah

                            Pasal 5

Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di
bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar
perjanjian bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat,
batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.


                            Pasal 6

(1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
    meliputi:
  a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua
     Nugini, dan Timor Leste;
  b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua
     Nugini, Singapura, dan Timor Leste; dan
  c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di
     laut, dan batasnya dengan angkasa luar ditetapkan
     berdasarkan perkembangan hukum internasional.
(2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    termasuk titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan
    perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
(3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara
    lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara
    unilateral berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
    hukum internasional.

                          BAB IV
                    HAK-HAK BERDAULAT

                        Bagian Kesatu
                           Umum

                            Pasal 7

Negara Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain di
Wilayah Yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan
ketentuan     peraturan  perundang-undangan      dan   hukum
internasional.

                                                   Bagian . . .
                      -6-

                         Bagian Kedua
                    Batas Wilayah Yurisdiksi

                             Pasal 8
(1) Wilayah Yurisdiksi Indonesia berbatas dengan wilayah
    yurisdiksi Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini,
    Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.
(2) Batas Wilayah Yurisdiksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    termasuk titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan
    perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
(3) Dalam hal Wilayah Yurisdiksi tidak berbatasan dengan negara
    lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah Yurisdiksinya
    secara   unilateral  berdasarkan      ketentuan   peraturan
    perundang-undangan dan hukum internasional.



                            BAB V
                         KEWENANGAN

                             Pasal 9
Pemerintah dan pemerintah daerah berwenang mengatur
pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan
Perbatasan.


                            Pasal 10
(1) Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan,
    Pemerintah berwenang:
   a. menetapkan kebijakan pengelolaan dan           pemanfaatan
      Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;
   b. mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai
      penetapan Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan dan hukum internasional;
   c. membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara;
   d. melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan
      kepulauan serta unsur geografis lainnya;
   e. memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk
      melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah
      ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;


                                               f. memberikan . . .
                     -7-

  f. memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing
     untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada
     jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-
     undangan;
  g. melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang
     diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan menghukum
     pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang bea
     cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam Wilayah
     Negara atau laut teritorial;
  h. menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh
     penerbangan  internasional untuk   pertahanan    dan
     keamanan;
  i. membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan
     menyampaikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
     sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali; dan
  j. menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan Wilayah
     Negara serta Kawasan Perbatasan.
(2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berkewajiban menetapkan
    biaya pembangunan Kawasan Perbatasan.
(3) Dalam rangka menjalankan kewenangannya, Pemerintah
    dapat menugasi pemerintah daerah untuk menjalankan
    kewenangannya dalam rangka tugas pembantuan sesuai
    dengan peraturan perundang-undangan.


                           Pasal 11
(1) Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan,
    Pemerintah Provinsi berwenang:
  a. melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan
     kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas
     pembantuan;
  b. melakukan     koordinasi   pembangunan       di   Kawasan
     Perbatasan;
  c. melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-
     pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah
     dengan pihak ketiga; dan
  d. melakukan   pengawasan pelaksanaan  pembangunan
     Kawasan Perbatasan yang dilaksanakan Pemerintah
     Kabupaten/Kota.

                                                 (2) Dalam . . .
                     -8-

(2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Provinsi berkewajiban
    menetapkan biaya pembangunan Kawasan Perbatasan.


                           Pasal 12

(1) Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan,
    Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang:
  a. melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan
     kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas
     pembantuan;
  b. menjaga dan memelihara tanda batas;
  c. melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas
     pembangunan di Kawasan Perbatasan di wilayahnya; dan
  d. melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-
     pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah
     dengan pihak ketiga.
(2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Kabupaten/Kota
    berkewajiban menetapkan biaya pembangunan Kawasan
    Perbatasan.


                           Pasal 13
Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.


                          BAB VI
                       KELEMBAGAAN

                           Pasal 14

(1) Untuk mengelola Batas Wilayah Negara dan mengelola
    Kawasan Perbatasan pada tingkat pusat dan daerah,
    Pemerintah dan pemerintah daerah membentuk Badan
    Pengelola nasional dan Badan Pengelola daerah.
(2) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dipimpin oleh seorang kepala badan yang bertanggung jawab
    kepada Presiden atau kepala daerah sesuai dengan
    kewenangannya.

                                           (3) Keanggotaan . . .
                      -9-

(3) Keanggotaan Badan Pengelola berasal dari unsur Pemerintah
    dan pemerintah daerah yang terkait dengan perbatasan
    Wilayah Negara.

                            Pasal 15
(1) Badan Pengelola bertugas:
  a.   menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan;
  b.   menetapkan rencana kebutuhan anggaran;
  c.   mengoordinasikan pelaksanaan; dan
  d.   melaksanakan evaluasi dan pengawasan.
(2) Pelaksana teknis pembangunan dilakukan oleh instansi teknis
    sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

                            Pasal 16
Hubungan kerja antara Badan Pengelola nasional dan Badan
Pengelola daerah merupakan hubungan koordinatif.

                            Pasal 17
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pengelola dibantu oleh
sekretariat tetap yang berkedudukan di kementerian yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang pemerintahan dalam negeri.


                            Pasal 18
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi,
    dan susunan organisasi, serta tata kerja Badan Pengelola dan
    sekretariat tetap di tingkat pusat diatur dengan Peraturan
    Presiden.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi,
    dan susunan organisasi, serta tata kerja Badan Pengelola di
    tingkat daerah diatur dengan peraturan daerah.

                          BAB VII
                  PERAN SERTA MASYARAKAT

                            Pasal 19

(1) Peran serta masyarakat dalam         pengelolaan   Kawasan
    Perbatasan dilakukan dalam bentuk:
  a. mengembangkan pembangunan Kawasan Perbatasan; dan

                                                   b. menjaga . . .
                      - 10 -

   b. menjaga serta mempertahankan Kawasan Perbatasan.
(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), Pemerintah dapat melibatkan masyarakat untuk ikut
    berperan serta dalam pengelolaan Kawasan Perbatasan.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan.

                            BAB VIII
                           LARANGAN

                               Pasal 20

(1) Setiap orang dilarang melakukan upaya menghilangkan,
    merusak, mengubah, atau memindahkan tanda-tanda batas
    negara, atau melakukan pengurangan luas Wilayah Negara.
(2) Setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, mengubah,
    memindahkan tanda-tanda batas atau melakukan tindakan
    lain yang mengakibatkan tanda-tanda batas tersebut tidak
    berfungsi.

                           BAB IX
                      KETENTUAN PIDANA
                               Pasal 21
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dipidana dengan pidana
    penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama
    10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
    Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
    Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana
    penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
    belas)   tahun     dan     pidana    denda     paling  sedikit
    Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
    Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
(3) Dalam hal pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh korporasi,
    dipidana dengan pidana denda ditambah 1/3 (sepertiga) dari
    jumlah denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
    ayat (2).


                                                    (4) Selain . . .
                     - 11 -

(4) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
    korporasi dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin
    usaha.

                         BAB X
                   KETENTUAN LAIN-LAIN
                              Pasal 22
Negara    Indonesia    berhak   melakukan    pengelolaan   dan
pemanfaatan kekayaan alam dan lingkungan laut di laut bebas
serta dasar laut internasional yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan     peraturan   perundang-undangan     dan    hukum
internasional.


                         BAB XI
                   KETENTUAN PERALIHAN
                              Pasal 23
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Batas Wilayah
Negara dan Batas Wilayah Yurisdiksi tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.


                          BAB XII
                    KETENTUAN PENUTUP
                              Pasal 24
Badan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan
Pasal 15 harus sudah terbentuk dalam waktu paling lambat
6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.


                              Pasal 25
Perjanjian internasional sebagai hasil perundingan mengenai
Batas Wilayah Negara serta Batas Wilayah Yurisdiksi di laut
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.


                              Pasal 26
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



                                                     Agar . . .
                                 - 12 -

             Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
             Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
             Negara Republik Indonesia.

                                   Disahkan di Jakarta
                                   pada tanggal 13 November 2008
                                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                  ttd.

                                   DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,

                  ttd.

           ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 177
                             PENJELASAN
                                 ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 43 TAHUN 2008
                              TENTANG
                          WILAYAH NEGARA




I. UMUM
 Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri
 nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayah serta memiliki hak-hak
 berdaulat di luar wilayah kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan
 sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana
 diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
 Indonesia Tahun 1945.
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A
 mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
 negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas
 dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
 Bahwa wilayah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menganut sistem:
 a. pengaturan suatu Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi
    segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
 b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung
    di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
 c. desentralisasi pemerintahan kepada daerah-daerah besar dan kecil yang
    bersifat otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
 d. kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Dalam rangka mengejawantahkan maksud Undang-Undang Dasar Negara
 Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan
 kewilayahan secara nasional, antara lain pengaturan mengenai:
  a.   perairan;
  b.   daratan/tanah;
  c.   udara;
  d.   ruang; dan
  e.   sumber kekayaan alam dan lingkungannya.


                                                           Mengingat . . .
                                 -2-

Mengingat sisi terluar dari wilayah negara atau yang dikenal dengan Kawasan
Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas Wilayah
Negara, maka diperlukan juga pengaturan secara khusus.
Pengaturan batas-batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan
kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan
pengelolaan Wilayah Negara, dan hak­hak berdaulat.
Negara berkepentingan untuk ikut mengatur pengelolaan dan pemanfaatan di
laut bebas dan dasar laut internasional sesuai dengan hukum internasional.
Pemanfaatan di laut bebas dan di dasar laut meliputi pengelolaan kekayaan
alam, perlindungan lingkungan laut dan keselamatan navigasi.
Pengelolaan Wilayah Negara dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan,
keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan
kesejahteraan dalam arti upaya-upaya pengelolaan Wilayah Negara
hendaknya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Kawasan Perbatasan. Pendekatan
keamanan dalam arti pengelolaan Wilayah Negara untuk menjamin keutuhan
wilayah dan kedaulatan negara serta perlindungan segenap bangsa.
Sedangkan pendekatan kelestarian lingkungan dalam arti pembangunan
Kawasan Perbatasan yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yang
merupakan wujud dari pembangunan yang berkelanjutan.
Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting terkait
dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan prinsip
otonomi daerah dalam mengelola pembangunan Kawasan Perbatasan.
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Wilayah Negara telah
diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1971 tentang Perjanjian antara Republik
   Indonesia dan Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah
   kedua Negara di Selat Malaka;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia;
c. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1973 tentang Perjanjian Antara Indonesia
   dan Australia Mengenai Garis-Garis Batas Tertentu Antara Indonesia dan
   Papua New Guinea;
d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara Republik
   Indonesia dan Republik Singapura mengenai garis Batas laut Wilayah
   kedua Negara di Selat Singapura;
e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
   Indonesia;
f. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations
   Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
   Tentang Hukum Laut);
g. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;

                                                     h. Undang-Undang . . .
                                 -3-

h. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan
   Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Republik Sosialis
   Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen Tahun 2003;
i. Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1969 tentang Persetujuan Antara
   Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia tentang
   Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara;
j. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1971 tentang Persetujuan Antara
   Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia
   tentang Penetapan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu;
k. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara
   Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Malaysia dan Pemerintah
   Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis-Garis Batas Landas Kontinen
   di Bagian Utara Selat Malaka;
l. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara
   Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang
   Penetapan Suatu Garis Batas Landas Kontinen di Bagian Utara Selat
   Malaka dan Laut Andaman;
m. Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 1972 tentang Persetujuan Bersama
   Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth
   Australia tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut di Daerah Laut Timor
   dan Laut Arafura;
n. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1974 tentang Persetujuan Antara
   Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang
   Penetapan Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara;
o. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara
   Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang
   Penetapan Garis Batas dasar Laut Antara Kedua Negara di Laut Andaman;
p. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara
   Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang
   Garis Batas Landas Kontinen Tahun 1974 Antara Kedua Negara di Laut
   Andaman dan Samudera Hindia;
q. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1978 tentang Persetujuan Bersama
   Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India, dan
   Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Titik Pertemuan Tiga
   Garis Batas dan Penetapan Garis Batas Ketiga Negara di Laut Andaman;
   dan
r. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1982 tentang Persetujuan Antara
   Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini tentang
   Batas-Batas Maritim Antara Pemerintah RI dan Papua Nugini dan
   Kerjasama tentang Masalah-Masalah Yang Bersangkutan Sebagai Hasil
   Perundingan Antara Delegasi Pemerintah RI dan Delegasi Pemerintah
   Papua Nugini.

                                                            Mengingat . . .
                                   -4-

  Mengingat Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga
  keutuhan Wilayah Negara maka diperlukan pengaturan secara tersendiri
  dalam Undang-Undang.
  Pengaturan Batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian
  hukum mengenai Wilayah Negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara,
  dan hak­hak berdaulat.
  Hal-hal pokok yang diatur dalam undang-undang ini, yakni:
  1. Ruang lingkup Wilayah Negara yang meliputi wilayah daratan, wilayah
     perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dasar laut, dan
     tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya termasuk seluruh
     sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
  2. Hak-hak berdaulat Negara Republik Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif
     dan Landas Kontinen serta hak pengawasan di Zona Tambahan.
  3. Kewenangan Pemerintah melakukan pengaturan pengelolaan               dan
     pemanfaatan wilayah negara serta Kawasan Perbatasan.
  4. Kelembagaan yang diberi kewenangan untuk melakukan penanganan
     Kawasan Perbatasan. Unsur keanggotaan kelembagaan ini berasal dari
     unsur Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengingat posisi strategis
     wilayah perbatasan terkait dalam hal seperti kedaulatan negara, keutuhan
     wilayah, penegakan hukum dan kesejahteraan rakyat.
  5. Keikutsertaan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan Wilayah
     Negara termasuk Kawasan Perbatasan.
  6. Larangan dan sanksi bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran
     terkait dengan Wilayah Negara dan batas-batasnya.


II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
      Cukup jelas.

  Pasal 2
      Huruf a
          Yang dimaksud dengan "asas kedaulatan" adalah pengelolaan
          Wilayah Negara harus senantiasa memperhatikan kedaulatan
          Wilayah Negara demi tetap terjaganya keutuhan Wilayah Negara
          Kesatuan Republik Indonesia.

      Huruf b
         Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah pengelolaan
         Wilayah Negara harus mencerminkan sifat dan watak bangsa


                                                               Indonesia . . .
                                -5-

        Indonesia yang pluralistik atau kebhinnekaan dengan tetap menjaga
        prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Huruf c
       Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah pengelolaan
       Wilayah Negara harus senantiasa memperhatikan kepentingan
       seluruh Wilayah Negara Indonesia.

    Huruf d
       Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah pengelolaan Wilayah
       Negara harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi
       setiap warga negara tanpa kecuali.

    Huruf e
       Yang dimaksud dengan "asas keamanan" adalah suatu kondisi
       dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya
       proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan
       nasional.

    Huruf f
       Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum"
       adalah pengelolaan Wilayah Negara harus menjamin terciptanya
       ketertiban dan kepastian hukum.

    Huruf g
       Yang dimaksud dengan "asas kerja sama" adalah pengelolaan
       Wilayah Negara harus dilakukan melalui kerja sama dari berbagai
       pemangku kepentingan.

    Huruf h
       Yang dimaksud dengan "asas kemanfaatan" adalah pengelolaan
       Wilayah Negara harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
       bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Huruf i
       Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah pengelolaan
       Wilayah Negara harus mengayomi kepentingan seluruh warga negara
       khususnya masyarakat di Kawasan Perbatasan.

Pasal 3
    Cukup jelas.

Pasal 4
    Cukup jelas.

Pasal 5
    Cukup jelas.
                                                             Pasal 6 . . .
                                   -6-


Pasal 6
    Ayat (1)
         Huruf a
               Batas Wilayah Negara di darat dalam ketentuan ini adalah
               batas-batas yang disepakati oleh Pemerintah Hindia Belanda
               dan Pemerintah Inggris di Kalimantan dan Papua, dan
               Pemerintah Portugis di Pulau Timor yang selanjutnya menjadi
               wilayah Indonesia berdasarkan prinsip uti possidetis juris yang
               berlaku dalam hukum internasional. Berdasarkan prinsip
               tersebut, negara yang merdeka mewarisi wilayah bekas negara
               penjajahnya.
               Batas darat antara Indonesia dan Malaysia ditetapkan atas
               dasar Konvensi Hindia Belanda dan Inggris Tahun 1891, Tahun
               1915, dan Tahun 1928.
               Batas darat antara Indonesia dan Timor Leste ditetapkan atas
               dasar Konvensi tentang Penetapan Batas Hindia Belanda dan
               Portugal Tahun 1904 dan Keputusan Permanent Court of
               Arbitration (PCA) Tahun 1914.
               Batas darat antara Indonesia dan Papua Nugini ditetapkan atas
               dasar Perjanjian Batas Hindia Belanda dan Inggris Tahun 1895.

         Huruf b
            Ketentuan ini dimaksudkan hanya untuk batas-batas laut
            wilayah (territorial water).

         Huruf c
            Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

    Ayat (3)
         Penetapan Batas Wilayah Negara dilakukan melalui perjanjian
         bilateral dan/atau trilateral apabila terdapat dua atau tiga negara
         yang menyatakan pengakuan atas wilayah yang sama ataupun
         adanya kemungkinan tumpang-tindih pengakuan atas wilayah yang
         sama.
         Penetapan Batas Wilayah Negara dilakukan secara unilateral apabila
         tidak terdapat pengakuan atas wilayah yang sama ataupun tidak
         adanya kemungkinan tumpang-tindih pengakuan atas wilayah yang
         sama.

                                                                  Pasal 7 . . .
                                -7-

Pasal 7
    Yang dimaksud dengan "hak-hak lain" seperti pencarian dan penguasaan
    harta karun dan riset kelautan.


Pasal 8
      Ayat (1)
         Ketentuan ini dimaksudkan untuk batas-batas hak berdaulat atau
         Wilayah Yurisdiksi di Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, dan
         Landas Kontinen.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

    Ayat (3)
        Cukup jelas.


Pasal 9
    Cukup jelas.


Pasal 10
    Ayat (1)
        Huruf a
           Cukup jelas.

        Huruf b
           Cukup jelas.

        Huruf c
           Pembangunan dan pembuatan tanda batas wilayah negara
           tersebut dilakukan sesuai kesepakatan dengan negara yang
           berbatasan.

        Huruf d
           Cukup jelas.

        Huruf e
           Cukup jelas.

        Huruf f
           Cukup jelas.

        Huruf g
           Cukup jelas.
                                                              Huruf h . . .
                                  -8-


           Huruf h
              Cukup jelas.

           Huruf i
              Cukup jelas.

           Huruf j
              Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

    Ayat (3)
        Cukup jelas

Pasal 11
    Ayat (1)
         Huruf a
             Cukup jelas.

           Huruf b
              Cukup jelas.

           Huruf c
              Yang dimaksud dengan ketentuan ini adalah pembangunan
              Kawasan Perbatasan yang bersifat lintas kabupaten atau lintas
              provinsi dan/atau melibatkan investasi swasta.

           Huruf d
              Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 12
    Ayat (1)
        Huruf a
             Cukup jelas.

           Huruf b
              Yang dimaksud dengan "menjaga dan memelihara tanda batas"
              tidak termasuk melakukan rekonstruksi atau memindahkan
              tanda batas.



                                                                Huruf c . . .
                                  -9-

           Huruf c
              Cukup jelas.

           Huruf d
              Yang dimaksud dengan ketentuan ini adalah pembangunan
              Kawasan Perbatasan yang bersifat lintas kabupaten atau lintas
              provinsi dan/atau melibatkan investasi swasta.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 13
    Cukup jelas.

Pasal 14
    Ayat (1)
           Badan Pengelola di tingkat daerah hanya dibentuk di daerah
           provinsi, kabupaten/kota yang memiliki Kawasan Perbatasan
           antarnegara.
    Ayat (2)
        Cukup jelas.

    Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 15
    Cukup jelas.

Pasal 16
    Cukup jelas.

Pasal 17
    Cukup jelas.

Pasal 18
    Cukup jelas.

Pasal 19
    Cukup jelas.

Pasal 20
    Cukup jelas.

Pasal 21
    Cukup jelas.
                                                                Pasal 22 . . .
                               - 10 -


  Pasal 22
      Cukup jelas.

  Pasal 23
      Cukup jelas.

  Pasal 24
      Cukup jelas.

  Pasal 25
      Cukup jelas.

  Pasal 26
      Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4925


Silahkan download versi PDF nya sbb:
wilayah_negara_(uu_43_thn_2008)_43.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Asas pengaturan wilayah indonesia seperti kedaulatan kebangsaan dan kenusantaraan. Pengertian asas kedaulatan dan asas kebagsaan menurut uu no. 43 tahun 2008. Jelaskan wewenang pemerintah dlm pengelolaan wilayah negara dan kawasan perbatasan dalam uu no.43thn2008. Asas kenusantaraan kedaulatan kebangsaan asas keamanan asas kemanfaatan. Apa arti kedaulatan kebangsaan kenusantaraan keamanan. Pengertian kedaulatan kebangsaan kenusantaraan keadilan dan keamanan. Asas kedaulatan kenusantaraan.

Asas kedaulatan kebangsaan kenusantaraan keadilan adalah. Asas kedaulatan asas kebangsaan asas kenusantaraan. Pengertian asas kebangsaan kenusantaraan keadilan keamanan. Pengertian asas kebangsaan asas kenusantaraan asas keadilan asas keamanan asas ketertiban dan kepastian hukum asas kerjasama asas pemanfaatan dan asas pengayoman. Kedaulatan kebangsaan kenusantaraan. Pasal 25a undang undang dasar 1945 amandemen dan undang undang no 43 tahun 2008 tentang wilayah negara. Asas keamanan kedaulatan kebangsaan keadilan.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.