Previous
Next

2008

Undang-Undang Pengelolaan Sampah (UU 18 thn 2008)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah :
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 18 TAHUN 2008
                                 TENTANG
                         PENGELOLAAN SAMPAH



                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :     a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola
                   konsumsi masyarakat menimbulkan         bertambahnya
                   volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin
                   beragam;
                b. bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai
                   dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang
                   berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak
                   negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan;
                c. bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional
                   sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara
                   komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar
                   memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi
                   masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat
                   mengubah perilaku masyarakat;
                d. bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian
                   hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan
                   Pemerintah,  pemerintahan    daerah,    serta    peran
                   masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan
                   sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan
                   efisien;
                e. bahwa    berdasarkan   pertimbangan      sebagaimana
                   dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d
                   perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan
                   Sampah;

Mengingat   :   Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33
                ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
                Republik Indonesia Tahun 1945;


                                                                Dengan . . .
                                  -2-

                      Dengan Persetujuan Bersama
          DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                  dan
                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                             MEMUTUSKAN:

Menetapkan :   UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.


                                BAB I
                           KETENTUAN UMUM


                              Bagian Kesatu
                                 Definisi

                                 Pasal 1

               Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
               1.   Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari      manusia
                    dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
               2.   Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat,
                    konsentrasi,   dan/atau  volumenya  memerlukan
                    pengelolaan khusus.
               3.   Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
               4.   Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat
                    proses alam yang menghasilkan timbulan sampah.
               5.   Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
                    menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
                    pengurangan dan penanganan sampah.
               6.   Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum
                    sampah    diangkut ke  tempat   pendauran    ulang,
                    pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah
                    terpadu.
               7.   Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat
                    dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
                    penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
                    pemrosesan akhir sampah.

                                                         8.   Tempat . . .
                      -3-

8.    Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk
      memroses dan mengembalikan sampah ke media
      lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
9.    Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang
      yang terkena dampak negatif yang ditimbulkan oleh
      kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan
      akhir sampah.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang,
    dan/atau badan hukum.
11. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan
    yang dilakukan dalam rangka pengendalian yang
    meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan
    akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
12. Pemerintah      pusat   yang   selanjutnya  disebut
    Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
    memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
    Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau
    walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
    penyelenggara pemerintahan daerah.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup
    dan di bidang pemerintahan lain yang terkait.



                Bagian Kedua
                Ruang Lingkup

                    Pasal 2

(1) Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini
    terdiri atas:
    a. sampah rumah tangga;
    b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
    c. sampah spesifik.
(2)   Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf a berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah
      tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.


                                             (3)   Sampah . . .
                   -4-

(3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari kawasan
    komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
    sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

(4) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf c meliputi:
    a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
       beracun;
    b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya
       dan beracun;
    c. sampah yang timbul akibat bencana;
    d. puing bongkaran bangunan;
    e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah;
       dan/atau
    f. sampah yang timbul secara tidak periodik.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik
    di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
    diatur      dengan     peraturan     menteri    yang
    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
    lingkungan hidup.



                 BAB II
            ASAS DAN TUJUAN


                 Pasal 3

Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas
tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas
keadilan,  asas kesadaran,    asas kebersamaan,     asas
keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.

                 Pasal 4

Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta
menjadikan sampah sebagai sumber daya.




                                               BAB III . . .
                    -5-



                  BAB III
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN


               Bagian Kesatu
                   Tugas

                  Pasal 5

Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin
terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan      lingkungan  sesuai  dengan    tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

                  Pasal 6

Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas:
a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran
   masyarakat dalam pengelolaan sampah;
b. melakukan     penelitian,  pengembangan        teknologi
   pengurangan, dan penanganan sampah;
c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya
   pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;
d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi
   penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat
   hasil pengolahan sampah;
f.   memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang
     berkembang     pada   masyarakat    setempat    untuk
     mengurangi dan menangani sampah; dan
g. melakukan     koordinasi  antarlembaga    pemerintah,
   masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan
   dalam pengelolaan sampah.



                                         Bagian Kedua . . .
                   -6-

             Bagian Kedua
          Wewenang Pemerintah

                 Pasal 7

Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah
mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan
   sampah;
b. menetapkan norma, standar, prosedur,       dan kriteria
   pengelolaan sampah;
c. memfasilitasi  dan    mengembangkan       kerja  sama
   antardaerah, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan
   sampah;
d. menyelenggarakan      koordinasi,   pembinaan,   dan
   pengawasan    kinerja    pemerintah   daerah   dalam
   pengelolaan sampah; dan
e. menetapkan      kebijakan   penyelesaian   perselisihan
   antardaerah dalam pengelolaan sampah.


            Bagian Ketiga
      Wewenang Pemerintah Provinsi

                 Pasal 8

Dalam     menyelenggarakan     pengelolaan       sampah,
pemerintahan provinsi mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan
   sampah sesuai dengan kebijakan Pemerintah;
b. memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu
   provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan
   sampah;
c. menyelenggarakan    koordinasi,  pembinaan,     dan
   pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan
   sampah; dan
d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan
   sampah antarkabupaten/antarkota dalam 1 (satu)
   provinsi.



                                      Bagian Keempat . . .
                   -7-


           Bagian Keempat
  Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota

                 Pasal 9

(1) Dalam    menyelenggarakan    pengelolaan  sampah,
    pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan:
   a. menetapkan kebijakan    dan strategi pengelolaan
      sampah    berdasarkan   kebijakan  nasional  dan
      provinsi;
   b. menyelenggarakan  pengelolaan     sampah    skala
      kabupaten/kota sesuai dengan     norma, standar,
      prosedur, dan kriteria yang      ditetapkan oleh
      Pemerintah;
   c. melakukan pembinaan dan      pengawasan kinerja
      pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak
      lain;
   d. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara,
      tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau
      tempat pemrosesan akhir sampah;
   e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala
      setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun
      terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan
      sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
   f. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap
      darurat  pengelolaan sampah   sesuai  dengan
      kewenangannya.

(2) Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu
    dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari
    rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai
    dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan
    sistem tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf f diatur dengan peraturan menteri.



                                       Bagian Kelima . . .
                   -8-

             Bagian Kelima
         Pembagian Kewenangan

                Pasal 10

Pembagian    kewenangan     pemerintahan   di    bidang
pengelolaan   sampah    dilaksanakan   sesuai    dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.


                BAB IV
          HAK DAN KEWAJIBAN


              Bagian Kesatu
                   Hak

                Pasal 11

(1) Setiap orang berhak:
    a. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah
       secara baik dan berwawasan lingkungan dari
       Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak
       lain yang diberi tanggung jawab untuk itu;
    b. berpartisipasi   dalam     proses pengambilan
       keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di
       bidang pengelolaan sampah;
    c. memperoleh informasi yang benar, akurat, dan
       tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan
       sampah;
    d. mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena
       dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan
       akhir sampah; dan
    e. memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan
       pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan
       lingkungan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan
    hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
    dengan peraturan pemerintah dan peraturan daerah
    sesuai dengan kewenangannya.



                                       Bagian Kedua . . .
                    -9-

               Bagian Kedua
                Kewajiban

                 Pasal 12

(1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga
    dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib
    mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang
    berwawasan lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
    kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan
    sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
    daerah.

                  Pasal 13

Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas
sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas
pemilahan sampah.

                 Pasal 14

Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda
yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan
sampah pada kemasan dan/atau produknya.

                 Pasal 15

Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang
diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses
alam.

                  Pasal 16

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan
fasilitas pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13, tata cara pelabelan atau penandaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, dan          kewajiban produsen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diatur dengan
peraturan pemerintah.


                                                  BAB V . . .
                   - 10 -

                  BAB V
                PERIZINAN


                 Pasal 17

 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha
     pengelolaan sampah wajib memiliki izin dari kepala
     daerah sesuai dengan kewenangannya.
 (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
     sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Pemerintah.
 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh
     izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
     dengan     peraturan     daerah     sesuai   dengan
     kewenangannya.

                 Pasal 18

 (1) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan
     sampah harus diumumkan kepada masyarakat.
 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha
     pengelolaan sampah yang mendapatkan izin dan tata
     cara pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
     (1) diatur dengan peraturan daerah.



              BAB VI
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH


              Bagian Kesatu
  Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
  Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

                 Pasal 19

 Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
 sampah rumah tangga terdiri atas:
 a. pengurangan sampah; dan
 b. penanganan sampah.


                                      Paragraf Kesatu . . .
                   - 11 -


             Paragraf Kesatu
           Pengurangan Sampah

                 Pasal 20

(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan:
    a. pembatasan timbulan sampah;
    b. pendauran ulang sampah; dan/atau
    c. pemanfaatan kembali sampah.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan
    kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
    berikut:
    a. menetapkan target pengurangan sampah secara
       bertahap dalam jangka waktu tertentu;
    b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah
       lingkungan;
    c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah
       lingkungan;
    d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan
       mendaur ulang; dan
    e. memfasilitasi  pemasaran    produk-produk   daur
       ulang.

(3) Pelaku   usaha   dalam     melaksanakan kegiatan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan
    bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit
    mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang,
    dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan
    sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur
    ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
    dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.



                                              Pasal 21 . . .
                    - 12 -

                  Pasal 21

(1) Pemerintah memberikan:
    a. insentif kepada setiap orang yang melakukan
       pengurangan sampah; dan
    b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan
       pengurangan sampah.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan
      tata  cara   pemberian   insentif dan    disinsentif
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      peraturan pemerintah.

              Paragraf Kedua
            Penanganan Sampah

                  Pasal 22

(1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 19 huruf b meliputi:
    a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan
       pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah,
       dan/atau sifat sampah;
    b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan
       pemindahan sampah dari sumber sampah ke
       tempat penampungan sementara atau tempat
       pengolahan sampah terpadu;
    c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari
       sumber dan/atau dari tempat penampungan
       sampah sementara atau dari tempat pengolahan
       sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan
       akhir;
    d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,
       komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
    e. pemrosesan      akhir  sampah    dalam   bentuk
       pengembalian sampah dan/atau residu hasil
       pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara
       aman.
 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah
     sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
     peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah
     sesuai dengan kewenangannya.

                                         Bagian Kedua . . .
                  - 13 -

             Bagian Kedua
      Pengelolaan Sampah Spesifik

                Pasal 23

(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab
    Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah
    spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
    dengan peraturan pemerintah.


              BAB VII
     PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI


             Bagian Kesatu
              Pembiayaan

                Pasal 24

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai
    penyelenggaraan pengelolaan sampah.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
    negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Ketentuan    lebih lanjut mengenai  pembiayaan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
    diatur  dengan peraturan pemerintah   dan/atau
    peraturan daerah.

              Bagian Kedua
               Kompensasi

                Pasal 25

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-
    sendiri  atau   bersama-sama   dapat   memberikan
    kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak
    negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan
    sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.


                                    (2)   Kompensasi . . .
                  - 14 -


(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    berupa:
    a. relokasi;
    b. pemulihan lingkungan;
    c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
    d. kompensasi dalam bentuk lain.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan
    kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

(4) Ketentuan    lebih   lanjut   mengenai  pemberian
    kompensasi     oleh pemerintah daerah sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
    pemerintah dan/atau peraturan daerah.



              BAB VIII
     KERJA SAMA DAN KEMITRAAN


              Bagian Kesatu
         Kerja Sama Antardaerah

                Pasal 26

(1) Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama
    antarpemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan
    sampah.

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan/atau
    pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama
    dan bentuk usaha bersama antardaerah sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri
    yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
    negeri.



                                       Bagian Kedua . . .
                    - 15 -

               Bagian Kedua
                Kemitraan

                  Pasal 27

(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-
    sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan
    badan     usaha    pengelolaan    sampah  dalam
    penyelenggaraan pengelolaan sampah.

(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dituangkan   dalam    bentuk   perjanjian  antara
    pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha
    yang bersangkutan.

(3)   Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan
      perundang-undangan.



                   BAB IX
            PERAN MASYARAKAT


                  Pasal 28

(1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah
    yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
    pemerintah daerah.

(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    dilakukan melalui:
    a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada
       Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
    b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau
    c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian
       sengketa persampahan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara
    peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah
    dan/atau peraturan daerah.


                                                BAB X . . .
                    - 16 -

                   BAB X
                 LARANGAN

                  Pasal 29

(1)   Setiap orang dilarang:
      a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara
         Kesatuan Republik Indonesia;
      b. mengimpor sampah;
      c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan
         beracun;
      d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran
         dan/atau perusakan lingkungan;
      e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah
         ditentukan dan disediakan;
      f. melakukan       penanganan      sampah dengan
         pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir;
         dan/atau
      g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan
         persyaratan teknis pengelolaan sampah.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d
      diatur dengan peraturan pemerintah.
(3)   Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai      larangan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f,
      dan huruf g diatur dengan peraturan daerah
      kabupaten/kota.
(4)   Peraturan     daerah     kabupaten/kota sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) dapat menetapkan sanksi
      pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran
      ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
      e, huruf f, dan huruf g.


                 BAB XI
               PENGAWASAN

                  Pasal 30

(1)   Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah
      oleh pemerintah daerah dilakukan oleh Pemerintah.


                                      (2)   Pengawasan . . .
                    - 17 -


(2) Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada
    tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.


                   Pasal 31

(1) Pengawasan     terhadap   pelaksanaan     pengelolaan
    sampah yang dilakukan oleh pengelola sampah
    dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendiri-
    sendiri maupun secara bersama-sama.

(2) Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
    norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan
    yang diatur oleh Pemerintah.

(3) Ketentuan     lebih  lanjut   mengenai pengawasan
    pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) diatur dengan peraturan daerah.



                  BAB XII
           SANKSI ADMINISTRATIF


                   Pasal 32

(1) Bupati/walikota      dapat     menerapkan     sanksi
    administratif kepada pengelola sampah yang melanggar
    ketentuan    persyaratan   yang   ditetapkan   dalam
    perizinan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dapat berupa:
    a. paksaan pemerintahan;
    b. uang paksa; dan/atau
    c. pencabutan izin.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan sanksi
      administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
      ayat (2) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.



                                                Bab XIII . . .
                    - 18 -

                BAB XIII
         PENYELESAIAN SENGKETA


                Bagian Kesatu
                   Umum

                   Pasal 33

(1)   Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah
      terdiri atas:
      a. sengketa antara pemerintah daerah dan pengelola
         sampah; dan
      b. sengketa antara pengelola sampah dan masyarakat.
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dapat dilakukan melalui penyelesaian di luar
    pengadilan ataupun melalui pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
    peraturan perundang-undangan.

              Bagian Kedua
 Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

                   Pasal 34

(1)   Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan
      dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau pilihan lain
      dari para pihak yang bersengketa.
(2)   Apabila   dalam   penyelesaian  sengketa di    luar
      pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
      tercapai kesepakatan, para pihak yang bersengketa
      dapat mengajukannya ke pengadilan.

              Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa di Dalam Pengadilan

                   Pasal 35

(1) Penyelesaian  sengketa persampahan   di  dalam
    pengadilan dilakukan melalui gugatan perbuatan
    melawan hukum.

                                            (2)   Gugatan . . .
                   - 19 -

(2) Gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) mensyaratkan penggugat
    membuktikan unsur-unsur kesalahan, kerugian, dan
    hubungan sebab akibat antara perbuatan dan
    kerugian yang ditimbulkan.

(3) Tuntutan dalam gugatan perbuatan melawan hukum
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud
    ganti kerugian dan/atau tindakan tertentu.


            Bagian Keempat
      Gugatan Perwakilan Kelompok

                 Pasal 36

Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan
hukum di bidang pengelolaan sampah berhak mengajukan
gugatan melalui perwakilan kelompok.

             Bagian Kelima
    Hak Gugat Organisasi Persampahan

                 Pasal 37

(1) Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan
    untuk kepentingan pengelolaan sampah yang aman
    bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk melakukan
    tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

(3) Organisasi persampahan yang berhak mengajukan
    gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
    memenuhi persyaratan:
    a. berbentuk badan hukum;
    b. mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan
       sampah; dan
    c. telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1
       (satu) tahun sesuai dengan anggaran dasarnya.


                                              BAB XIV . . .
                    - 20 -

                  BAB XIV
                PENYIDIKAN


                  Pasal 38

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
    pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
    instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
    jawabnya di bidang pengelolaan persampahan diberi
    wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
    dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) berwenang:
    a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan
       atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di
       bidang pengelolaan sampah;
      b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang
         diduga melakukan tindak pidana di bidang
         pengelolaan sampah;
      c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
         berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang
         pengelolaan sampah;
      d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan,
         dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
         di bidang pengelolaan sampah;
      e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang
         diduga    terdapat  bahan   bukti,  pembukuan,
         pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan
         penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
         kejahatan     yang dapat dijadikan bukti dalam
         perkara tindak pidana di bidang pengelolaan
         sampah; dan
      f. meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas
         penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan
         sampah.
(3)   Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
      penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik
      Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.


                                            (4) Penyidik . . .
                     - 21 -

(4)   Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan
      kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi
      Negara Republik Indonesia.



                    BAB XV
            KETENTUAN PIDANA


                   Pasal 39

(1)   Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan
      dan/atau mengimpor sampah rumah tangga dan/atau
      sampah sejenis sampah rumah tangga ke dalam wilayah
      Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan
      pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
      lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit
      Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
      banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2)   Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan
      dan/atau mengimpor sampah spesifik ke wilayah Negara
      Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana
      penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
      12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit
      Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
      banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


                   Pasal 40

(1)   Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan
      dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah
      dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur,
      atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan
      kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran
      lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam
      dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
      dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
      sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
      banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


                                                  (2) Jika . . .
                      - 22 -

(2)   Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola
      sampah diancam dengan pidana penjara paling singkat 5
      (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
      denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
      rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
      rupiah).

                     Pasal 41

(1)   Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan
      kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan
      norma, standar,     prosedur, atau kriteria yang dapat
      mengakibatkan      gangguan     kesehatan   masyarakat,
      gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau
      perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara
      paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
      Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2)   Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola
      sampah diancam dengan pidana penjara paling lama 5
      (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00
      (lima ratus juta rupiah).

                    Pasal 42
(1) Tindak pidana dianggap sebagai tindak pidana
    korporasi apabila tindak pidana dimaksud dilakukan
    dalam rangka mencapai tujuan korporasi dan
    dilakukan oleh pengurus yang berwenang mengambil
    keputusan atas nama korporasi atau mewakili
    korporasi untuk melakukan perbuatan hukum atau
    memiliki kewenangan guna mengendalikan dan/atau
    mengawasi korporasi tersebut.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dilakukan oleh   atau atas nama korporasi dan
    orang-orang,   baik  berdasarkan  hubungan   kerja
    maupun berdasarkan hubungan lain yang bertindak
    dalam lingkungan korporasi, tuntutan pidana dan
    sanksi pidana dijatuhkan kepada mereka yang
    bertindak sebagai pemimpin atau yang memberi
    perintah, tanpa mengingat apakah orang dimaksud,
    baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan
    lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau
    bersama-sama.

                                                 (3)   Jika . . .
                    - 23 -

(3) Jika   tuntutan    dilakukan terhadap korporasi,
    panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat
    panggilan ditujukan kepada pengurus pada alamat
    korporasi atau di tempat pengurus melakukan
    pekerjaan yang tetap.

(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi yang pada
    saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim
    dapat memerintahkan pengurus agar menghadap
    sendiri ke pengadilan.

                  Pasal 43

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39,
Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 adalah kejahatan.



                  BAB XVI
         KETENTUAN PERALIHAN


                  Pasal 44

(1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan
    penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang
    menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama
    1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-
    Undang ini.
(2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan
    akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan
    terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak
    berlakunya Undang-Undang ini.

                  Pasal 45

Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan
sampah pada saat diundangkannya Undang-Undang ini wajib
membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah
paling lama 1 (satu) tahun.


                                                 BAB XVII . . .
                    - 24 -



                  BAB XVII
          KETENTUAN LAIN-LAIN


                  Pasal 46

Khusus untuk daerah provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29
ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 32 merupakan kewenangan
pemerintah daerah provinsi.



                 BAB XVIII
          KETENTUAN PENUTUP


                  Pasal 47

(1) Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang
    diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling
    lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang
    ini diundangkan.

(2) Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang
    ini diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung
    sejak Undang-Undang ini diundangkan.


                  Pasal 48

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan
sampah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

                  Pasal 49

Undang-Undang       ini      mulai   berlaku   pada    tanggal
diundangkan.


                                                      Agar . . .
                                - 25 -


               Agar   setiap orang   mengetahuinya,    memerintahkan
               pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
               dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



                               Disahkan di Jakarta
                               pada tanggal 7 Mei 2008

                               PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                 ttd.


                               DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
         REPUBLIK INDONESIA,


                 ttd.


          ANDI MATTALATTA




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 69
                           PENJELASAN
                               ATAS
              UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 18     TAHUN 2008
                             TENTANG
                      PENGELOLAAN SAMPAH


I. UMUM

  Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan
  yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping
  itu, pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam
  menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain,
  sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses
  alam.
  Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah
  sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya
  yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih
  bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah
  dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir
  sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di
  lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan
  (CH4 ) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan
  kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat
  terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan
  diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.
  Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir
  sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru
  pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai
  sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
  misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku
  industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang
  komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang
  berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk
  sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian
  dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah
  dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan
  pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi
  kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang,

                                                     Pasal 28H . . .
                                 -2-

  sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan,
  pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

  Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
  Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan
  lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar
  tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan
  pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa
  konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang
  berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah
  meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan
  badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok
  masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut
  sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah.
  Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu
  dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta
  tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk
  melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam
  bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam
  Undang-Undang     ini   berdasarkan    asas  tanggung jawab, asas
  berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
  kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
  Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan
  Undang-Undang ini diperlukan dalam rangka:
  a. kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan
     pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan;
  b. ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor
     sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  c. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;
  d. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan
     pemerintahan daerah dalam pengelolaan sampah; dan
  e. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam Undang-
     Undang ini dan pengertian limbah sebagaimana diatur dalam
     Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
      Cukup jelas.

  Pasal 2
      Ayat (1)
          Cukup jelas.
                                                            Ayat (2) . . .
                               -3-

   Ayat (2)
     Cukup jelas.

   Ayat (3)
     Yang dimaksud dengan sampah sejenis sampah rumah tangga
     adalah sampah yang tidak berasal dari rumah tangga.
      Kawasan komersial berupa, antara lain, pusat perdagangan, pasar,
      pertokoan, hotel, perkantoran, restoran, dan tempat hiburan.
      Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan
      industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang
      yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri
      yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
      Kawasan khusus merupakan wilayah yang bersifat khusus yang
      digunakan      untuk    kepentingan  nasional/berskala nasional,
      misalnya, kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan
      industri strategis, dan pengembangan teknologi tinggi.
      Fasilitas sosial berupa, antara lain, rumah ibadah, panti asuhan,
      dan panti sosial.
      Fasilitas umum berupa, antara lain, terminal angkutan umum,
      stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, tempat
      pemberhentian kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoar.
      Yang termasuk fasilitas lain yang tidak termasuk kawasan
      komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,
      fasilitas  umum      antara lain    rumah    tahanan,   lembaga
      pemasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat,
      kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat, dan
      pusat kegiatan olah raga.

   Ayat (4)
     Cukup jelas.

   Ayat (5)
     Cukup jelas.

Pasal 3
    Yang dimaksud dengan "asas tanggung jawab" adalah bahwa
    Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab
    pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap
    lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan
    dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945.

                                                              Yang . . .
                               -4-

    Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah bahwa
    pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan metode dan
    teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan
    dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan,
    baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan
    datang.
    Yang dimaksud dengan "asas manfaat" adalah bahwa pengelolaan
    sampah perlu menggunakan pendekatan yang menganggap sampah
    sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
    kebutuhan masyarakat.
    Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa dalam
    pengelolaan  sampah,    Pemerintah     dan   pemerintah  daerah
    memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan dunia
    usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah.
    Yang dimaksud dengan "asas kesadaran" adalah bahwa dalam
    pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong
    setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan kesadaran untuk
    mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya.
    Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah bahwa pengelolaan
    sampah diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku
    kepentingan.
    Yang dimaksud dengan "asas keselamatan" adalah bahwa pengelolaan
    sampah harus menjamin keselamatan manusia.
    Yang dimaksud dengan "asas keamanan" adalah bahwa pengelolaan
    sampah harus menjamin dan melindungi masyarakat dari berbagai
    dampak negatif.
    Yang dimaksud dengan "asas nilai ekonomi" adalah bahwa sampah
    merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat
    dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah.


Pasal 4
    Cukup jelas.

Pasal 5
    Cukup jelas.

Pasal 6
    Huruf a
        Cukup jelas.


                                                         Huruf b . . .
                            -5-

    Huruf b
      Cukup jelas.

    Huruf c
      Cukup jelas.

    Huruf d
      Cukup jelas.

    Huruf e
      Hasil pengolahan sampah, misalnya berupa kompos, pupuk,
      biogas, potensi energi, dan hasil daur ulang lainnya.

    Huruf f
      Cukup jelas.

    Huruf g
      Cukup jelas.

Pasal 7
    Cukup jelas.

Pasal 8
    Cukup jelas.

Pasal 9
    Ayat (1)
        Huruf a
           Cukup jelas.

      Huruf b
         Penyelenggaraan pengelolaan sampah, antara lain, berupa
         penyediaan tempat penampungan sampah, alat angkut
         sampah,    tempat   penampungan     sementara,   tempat
         pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan
         akhir sampah.

      Huruf c
         Cukup jelas.

      Huruf d
         Cukup jelas.


                                                     Huruf e . . .
                              -6-

      Huruf e
         Cukup jelas.

      Huruf f
         Cukup jelas.

    Ayat (2)
      Cukup jelas.

    Ayat (3)
      Cukup jelas.

Pasal 10
    Cukup jelas.

Pasal 11
    Cukup jelas.

Pasal 12
    Cukup jelas.

Pasal 13
    Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman dalam bentuk
    klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya.
    Fasilitas pemilahan yang disediakan diletakkan pada tempat yang
    mudah dijangkau oleh masyarakat.

Pasal 14
    Untuk produk tertentu yang karena ukuran kemasannya tidak
    memungkinkan mencantumkan label atau tanda, penempatan label
    atau tanda dapat dicantumkan pada kemasan induknya.

Pasal 15
    Yang dimaksud dengan mengelola kemasan berupa penarikan kembali
    kemasan untuk didaur ulang dan/atau diguna ulang.

Pasal 16
    Cukup jelas.

Pasal 17
    Ayat (1)
       Cukup jelas.


                                                        Ayat (2) . . .
                               -7-

    Ayat (2)
      Lingkup perizinan yang diatur oleh Pemerintah, antara lain,
      memuat persyaratan untuk memperoleh izin, jangka waktu izin,
      dan berakhirnya izin.

    Ayat (3)
      Cukup jelas.

Pasal 18
    Cukup jelas.

Pasal 19
    Cukup jelas.

Pasal 20
    Ayat (1)
       Cukup jelas.

    Ayat (2)
      Huruf a
           Pemerintah menetapkan kebijakan agar para produsen
           mengurangi sampah dengan cara menggunakan bahan yang
           dapat atau mudah diurai oleh proses alam. Kebijakan tersebut
           berupa penetapan jumlah dan persentase pengurangan
           pemakaian bahan yang tidak dapat atau sulit terurai oleh
           proses alam dalam jangka waktu tertentu.

      Huruf b
         Teknologi ramah lingkungan merupakan teknologi yang dapat
         mengurangi timbulan sampah sejak awal proses produksi.

      Huruf c
         Cukup jelas.

      Huruf d
         Cukup jelas.

      Huruf e
         Cukup jelas.

    Ayat (3)
      Yang dimaksud bahan produksi dalam ketentuan ini berupa
      bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan, atau kemasan
      produk.

                                                           Ayat (4) . . .
                              -8-

   Ayat (4)
     Cukup jelas.

   Ayat (5)
     Cukup jelas.

Pasal 21
    Ayat (1)
       Huruf a
           Insentif dapat diberikan misalnya kepada produsen yang
           menggunakan bahan produksi yang dapat atau mudah diurai
           oleh proses alam dan ramah lingkungan.

      Huruf b
         Disinsentif dikenakan misalnya kepada produsen yang
         menggunakan bahan produksi yang sulit diurai oleh proses
         alam, diguna ulang, dan/atau didaur ulang, serta tidak ramah
         lingkungan.

   Ayat (2)
     Cukup jelas

Pasal 22
    Ayat (1)
       Huruf a
             Pemilahan sampah dilakukan dengan metode yang
             memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan, lingkungan,
             kenyamanan, dan kebersihan.

      Huruf b
         Cukup jelas.

      Huruf c
         Cukup jelas.

      Huruf d
         Pengolahan    dalam    bentuk   mengubah    karakteristik,
         komposisi, dan jumlah sampah dimaksudkan agar sampah
         dapat   diproses    lebih  lanjut,  dimanfaatkan,    atau
         dikembalikan ke media lingkungan secara aman bagi
         manusia dan lingkungan.

      Huruf e
         Cukup jelas.

                                                         Ayat (2) . . .
                             -9-

    Ayat (2)
      Cukup jelas.

Pasal 23
    Cukup jelas.

Pasal 24
    Cukup jelas.

Pasal 25
    Ayat (1)
       Kompensasi merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah
       terhadap pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir yang
       berdampak negatif terhadap orang.

    Ayat (2)
      Cukup jelas.

    Ayat (3)
      Cukup jelas.

    Ayat (4)
      Cukup jelas.

Pasal 26
    Cukup jelas.

Pasal 27
    Cukup jelas.

Pasal 28
    Cukup jelas.

Pasal 29
    Ayat (1)
       Cukup jelas.

    Ayat (2)
      Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah memuat antara
      lain jenis, volume, dan/atau karakteristik sampah.

    Ayat (3)
      Cukup jelas.


                                                       Ayat (4) . . .
                               - 10 -

    Ayat (4)
      Cukup jelas.

Pasal 30
    Cukup jelas.

Pasal 31
    Cukup jelas.

Pasal 32
    Ayat (1)
       Cukup jelas.

    Ayat (2)
      Huruf a
           Paksaan pemerintahan merupakan suatu tindakan hukum
           yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memulihkan
           kualitas lingkungan dalam keadaan semula dengan beban biaya
           yang ditanggung oleh pengelola sampah yang tidak mematuhi
           ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

       Huruf b
          Uang paksa merupakan uang yang harus dibayarkan dalam
          jumlah tertentu oleh pengelola sampah yang melanggar
          ketentuan dalam peraturan perundang-undangan sebagai
          pengganti dari pelaksanaan sanksi paksaan pemerintahan.

       Huruf c
          Cukup jelas.

    Ayat (3)
      Cukup jelas.

Pasal 33
    Ayat (1)
       Sengketa persampahan merupakan perselisihan antara dua
       pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga
       adanya gangguan dan/atau kerugian terhadap kesehatan
       masyarakat dan/atau lingkungan akibat kegiatan pengelolaan
       sampah.

    Ayat (2)
      Cukup jelas.


                                                          Ayat (3) . . .
                              - 11 -

    Ayat (3)
      Cukup jelas.

Pasal 34
    Ayat (1)
       Penyelesaian sengketa persampahan di luar pengadilan
       diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk
       dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu
       guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak
       negatif dari kegiatan pengelolaan sampah.

    Ayat (2)
      Cukup jelas.

Pasal 35
    Ayat (1)
       Cukup jelas.

    Ayat (2)
      Cukup jelas.

    Ayat (3)
      Yang dimaksud dengan tindakan tertentu dalam ayat ini, antara
      lain, perintah memasang atau memperbaiki prasarana dan
      sarana pengelolaan sampah.

Pasal 36
  Gugatan perwakilan kelompok dilakukan melalui pengajuan gugatan
  oleh satu orang atau lebih yang mewakili diri sendiri atau mewakili
  kelompok.

Pasal 37
    Ayat (1)
       Organisasi persampahan merupakan kelompok orang yang
       terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah
       masyarakat yang tujuan dan kegiatannya meliputi bidang
       pengelolaan sampah.

    Ayat (2)
      Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya
      yang secara nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh
      organisasi persampahan.


                                                          Ayat (3) . . .
                          - 12 -

      Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Pasal 38
      Cukup jelas.

  Pasal 39
      Cukup jelas.

  Pasal 40
      Cukup jelas.

  Pasal 41
      Cukup jelas.

  Pasal 42
      Cukup jelas.

  Pasal 43
      Cukup jelas.

  Pasal 44
      Cukup jelas.

  Pasal 45
      Cukup jelas.

  Pasal 46
      Cukup jelas.

  Pasal 47
      Cukup jelas.

  Pasal 48
      Cukup jelas.

  Pasal 49
      Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4851


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengelolaan_sampah_(uu_18_thn_2008)_18.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Asas dan tujuan pengendalian pencemaran dan pengelolaan sampah.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.