- Home »
- Undang-Undang »
- 1999 » Undang-Undang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 4 thn 1999)
1999
Undang-Undang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 4 thn 1999)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
susunan_kedudukan_majelis_permusyawaratan_rakyat,_4.pdf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1999
TENTANG
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu diwujudkan
lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat yang mampu mencerminkan
kedaulatan rakyat serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat
sesuai dengan tuntutan politik yang berkembang;
b. bahwa untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan rakyat
yang lebih mampu mencerminkan kedaulatan rakyat,diperlukan penataan ulang
susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bab penataan ulang tersebut dimungkinkan sebubungan dengan telah dilakukannya
penggantian terhadap undang-undang mengenai partai politik dan undang-undang
mengenai pemilihan umum;
d. bahwa sehubungan dengan itu dan dalam rangka mengoptimalkan peran rakyat dalam
penyetenggaraan negara melalui lembaga permusyawaratan dan lembaga perwakilan
rakyat dipandang perlu mencabut Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang
Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah beberapa kali ditambah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1995 dan diganti dengan undang-
undang yang batu.
Mengingat :
l. Pasal l ayat (2), Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 19
ayat (1), dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia Nomor VII/MPR/1998 tentang
Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali
diubahdan ditambah,terakhir dengan ketetapan Majelis Pertnusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor I/MPR/1998;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR/1998
tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum;
4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3809);
5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3801)
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Memutuskan:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT,DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan:
l. Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya disebut adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat
II Yang selanjutnya disebut DPRD l dan DPRD II
4. Utusan Daerah adalah tokoh masyarakat yang dianggap dapat membawakan
kepentingan rakyat yang ada di daerahnya, yang mengetahui dan mempunyai wawasan
serta tinjauan yang menyeluruh mengenai persoalan negara pada umumnya, dan
yang dipilih oleh DPRD I dalam Rapat Paripuma untuk menjadi anggota MPR
mewakili daerahnya.
5. Utusan GoIngan adalah mereka yang berasal dari organisasi atau badan yang
bersifat nasional, mandiri, dan tidak menjadi bagian dari suatu partai politik
serta yang kurang atau tidak terwakili secara proposional di DPR dan terdiri
atas golongan ekonomi, agama, sosial, budaya, ilmuwan, dan badan-badan
kolektif lainnya.
6. Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut KPU adalah badan penyelenggara
pemilihan umum yang bebas dan mandiri sebagaimana yang dimaksud Pasal 8 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
7. ABRI adalah singkatan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Bagian Pertama
Pasal 2
(1) MPR terdiri atas Anggota DPR ditambah dengan:
a. Utusan Daerah.
b. Utusan Golongan.
(2) Jumlah Anggota MPR adalah 700 orang dengan rincian:
a. Anggota DPR sebanyak 500 orang ;
b. Utusan Daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 (lima) orang dari setiap Daerah
Tingkat I ;
c. Utusan Golongan sebanyak 65 orang.
(3) Utusan Daerah dipilih DPRD I.
(4) Tata cara pemilihan Anggota MPR Utusan Daerah
sebagaimana yang dimaksud ayat (3) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.
(5) DPR menetapkanjenis danjumlah wakil dari masing-masing golongan.
(6) Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud ayat (5) diusulkan oleh golongannya
masing-masing kepada DPR untuk ditetapkan.
(7) Tata cara penetapan Anggota MPR Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud ayat
(5) dan ayat (6) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 3
(1) Untuk dapat menjadi Anggota MPR, seseorang harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. dapat berbahasa Indonesia dan cakap menulis serta menbaca huruf Latin serta
berpendidikan serendah-rendahnya sekolah lanjutan tingkat pertama atau yang
berpengetahuan sederajat dan berpengalaman di bidang kemasyarakatan dan atau
kenegaraan;
C. setia kepada cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila sebagai dasar
negara, dan Undang-Undang Dasar 1945;
d. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk
organisasi massanya, atau bukan seseorang yang terlibat langsung atau tak
langsung dalam gerakan G-30-S/PKI atau organisasi terlarang lainnya;
e. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
f. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
g. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.
(2) Anggota MPR harus bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(3) Keanggotaan MPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden
sebagai Kepala Negara.
Pasal4
Masa keanggotaan MPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir bersama-sama pada saat
Anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 5
(1) Anggota MPR berhenti antar waktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan MPR;
c. bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. berhenti sebagai Anggota DPR;
e. tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat
(1) berdasarkan keterangan yang berwajib;
f. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai wakil rakyat dengan keputusan MPR;
g. terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat
(1).
(2) Anggota MPR dari DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat
(1) akan diganti menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2).
(3) Anggota tambahan MPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat
(1) diganti menurut prosedur penetapan Utusan Daerah sebagaimana yang dimaksud
Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) dan Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud
Pasal 2 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7).
(4) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.
(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang
dimaksud Pasal (3) ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/
atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota MPR sebagaimana yang
dimaksud Pasal 8 adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
Pasal 6
Pemberhentian Auggota MPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan
Presiden sebagai Kepala Negara.
Pasal 7
(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota MPR bersumpah/berjanji bersama-sama, yang
pengucapannya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam rapat Paripuma untuk
peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota-anggota yang sudah ditetapkan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota
tertua dan termucla usianya.
(2) Ketua Majelis atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji
anggota yang belum bersumpah/bedanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
Pasal 8
Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 7 adalah sebagai berikut
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya
sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar 1945
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Bagian Ketiga
Pimpinan MPR
Pasal 9
(1) Pimpinan MPR terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi-fraksi berdasarkan urutan besarnya jumlah
anggota fraksi.
(2) Pimpinan MPR terpisah dari Pimpinan DPR.
(3) Selama Pimpinan MPR belum terbentuk, rapat-rapatnya untuk sementara waktu
dipimpin oleh anggota yang tertua dan yang termuda usianya, yang disebut
Pimpinan Sementara.
(4) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang
dimaksud ayat (3) berhalangan hadir, maka yang bersangkutan diganti oleh
anggota yang tertua dan/atau termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat
tersebut.
(5) Tata cara pemilihan Pimpinan MPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
Pasal 10
(1) Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang MPR, Pimpinan MPR membentuk Badan
Pekerja MPR.
(2) Susunan anggota tugas, dan wewenang Badan Pekerja MPR diatur dalam Peraturan
Tata Tertib MPR.
BAB III
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Bagian Pertama
Susunan
Pasal 11
(1) Pengisian Anggota DPR dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.
(2) DPR terdiri atas :
a. anggota partai politik hasil Pemilihan Umum;
b. anggota ABRI yang diangkat.
(3) Jumlah Anggota DPR adalah 500 orang dengan rincian
a.anggota partai politik hasil Pemilihan Umum, sebanyak 462 orang;
b. anggota ABRI yang diangkat, sebanyak 38 orang.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 12
(1) Untuk dapat menjadi Anggota DPR, seseorang harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Keanggotaan DPR diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Presiden
sebagai Kepala Negara.
Pasal 13
Masa keanggotaan DPR adalah 5 (I'ma) tahun, dan berakhir bersama-bersama pada
saat Anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji
Pasal 14
(1) Anggota DPR berhenti antar waktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPR;
C. bertempat tinggal diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
d. tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1)
berdasarkan keterangan yang berwajib;
e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai wakil rakyat dengan keputusan DPR;
f. terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat
(2) dan ayat (3);
g .diganti menurut Pasal 42 undang-undang ini.
(2) Anggota DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1)
digantikan oleh:
a. calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik tingkat
pusat yang bersangkutan yang diambil dari claftar calon
tetap wakil partai politik dari daerah pemilihan yang sama
dengan yang digantikannya;
b. calon yang diajukan oleh Pimpinan ABRI bagi Anggota DPR yang berasal dari
ABRI.
(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang
digantikannya.
(4) Tata cara penggantian sebagaimana yang dimaksud ayat (2)
ditetapkan oleh KPU.
(5) Pemberhentian anggota karena ticlak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang
dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau
karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPR sebagaimana yang
dimaksud Pasal 16, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang-undang ini
adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
Pasal 15
(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota DPR bersumpah/berjanji bersama-sama, yang
pengucapannya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripuma untuk
peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota-anggota yang sudah ditetapkan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota
tertua clan termuda usianya
(2) Ketua DPR atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji
anggota yang belum bersumpah/janji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
Pasal 16
Pasal 15 adalah Bunyi Sumpah/Janii sebagaimana yang dimaksud sebagai berikut:
" Demi Allah ( Tuhan ) saya bersumpah berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota ( Ketua/Wakil Ketua) Dewan
Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-undang Dasar 1945
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Bagian Ketiga
Pimpinan DPR
Pasal 17
(1) Pimpinan DPR bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak-
banyaknya 4 (empat) orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi-fraksi
berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.
(2) Pimpina DPR terpisah dari Pimpinan MPR.
(3) Selama Pimpinan DPR belum terbentuk, rapat-rapatnya untuk sementara waktu
dipimpin oleh anggota yang tertua dan yang termuda usianya, yang disebut
Pimpinan Sementara.
(4) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana
yang dimaksud ayat (3) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota
yang tertua dan/atau yang termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat
tersebut.
(5) Tata cara pemilihan Pimpinan DPR diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
BAB IV
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH TINGKAT I
Bagian Pertama
Susunan
Pasal 18
(1) Pengisian anggota DPRDI dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan
pengangkatan.
(2) DPRD I terdiri atas:
a. anggota partai politik hasil Pemilihan Umum;
b anggota ABRI yang diangkat.
(3) Jumlah Anggota DPRD l ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-
banyak 100 orang termasuk 10 % anggota ABRI yang diangkat.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 19
(1) Untuk dapat menjadi anggota DPRD I, seseorang harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1).
(2) Anggota DPRD I harus bertempat tinggal di dalam wilayah Daerah Tingkat I yang
bersangkutan.
(3) Keanggotaan DPRD I diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Menteri
Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.
Pasal 20
Masa keanggotaan DPRD l adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersama-sama pada
saat Anggota DPRD I yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 21
(1) Anggota DPRD I berhenti antar waktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD I;
c. bertempat tinggal di luar wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan;
d. tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat (1)
berdasarkan keterangan yang berwajib;
e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota DPRD I;
f. terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4);
g. diganti menurut Pasal 42 undang-undang ini.
(2) Anggota DPRD l yang berhenti antarwaktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1)
diganti oleh:
a. calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik di Daerah Tingkat I
yang bersangkutan yang diambil dari daftar calon tetap wakil partai politik
dari daerah pemilihan yang sama;
b. calon yang diajukan oleh Pimpinan ABRI bagi anggota DPRD I yang berasal dari
ABRI.
(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang
digantikannya.
(4) Pemberhentian Anggota DPRD l diresmikan secara administrasi dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.
(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang
dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau
karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPRD l sebagaimana yang
dimaksud Pasal 23, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang-undang ini
adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
Pasal 22
(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota DPRD I bersumpah/berjanji bersama-sama,
yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna
untuk peresmian anggota yang clihadiri oleh anggota-anggota yang sudah
ditetapkan menurt peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dipimpin oleh
anggota tertua dan termuda usiannya.
(2) Ketua DPRD I atau Anggota Pimpinan yang lain memandu pengucapan sumpah/janji
anggota yang belum bersumpah/berjanii sebagaimana yang dimaksud ayat (1).
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.
Pasal 23
Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 22 adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar
1945 serta peraturan perundang-undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Bagian Ketiga
Pimpinan DPRD I
Pasal 24
(1) Pimpinan DPRD I bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak-
banyaknya tiga orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi-fraksi berdasarkan
urutan besarnya jumlah fraksi.
(2) Selama Pimpinan DPRD I belum terbentuk, rapat-rapatnya untuk usianya sementara
waktu dipimpin oleh anggota yang tertua dibantu oleh anggota termuda usianya.
(3) Dalam hal anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang
dimaksud ayat (2) berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota yang tertua
dan/atau yang termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.
(4) Tata cara pemilihan Pimpinan DPRD I diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD I.
BAB V
DPRD TINGKAT II
Bagian pertama
Susunan
Pasal 25
(1) Pengisian Anggota DPRD II dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan
pengangkatan.
(2) DPRD 11 terdiri atas
a. anggota partai politik hasil pemilihan umum;
b. anggota ABRI yang diangkat.
(3) Jumlah Anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan sebanyak-
banyaknya 45 orang termasuk l0 % anggota ABRI yang diangkat.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 26
(1) Untuk dapat menjadi Anggota DPRD II, seseorang harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat(1).
(2) Anggota DPRD II harus bertempat tinggal di wilayah Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
(3) Keanggotaan DPRD II diresmikan secara administrasi dengan Keputusan Gubernur
atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.
Pasal 27
Masa keanggotaan DPRD 11 adalah 5 (lima) tahun dan berakhir bersama-sama pada
saat Anggota DPRD II yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 28
(1) Anggota DPRD II berhenti antar waktu sebagai anggota karena
a. Meninggal dunia;
b. permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD
C. bertempat tinggal di luar wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan;
d. tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 ayat
(1) berdasarkan keterangan yang berwajib;
e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai Anggota DPRD II;
f. terkena larangan perangkapan jabatan sebagaimana yang dimaksud Pasal 41 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4);
g. diganti menurut Pasal 42 undang-undang ini.
(2) Anggota DPRD II yang berhenti antar waktu sebagaimana yang dimaksud ayat (1)
diganti oleh:
a. calon yang diusulkan Dewan Pimpinan Partai Politik di Daerah Tingkat II yang
bersangkutan yang diambil dari daftar calon tetap wakil partai politik dari
daerah pemilihan yang sama;
b. calon yang didjuka, oleh Pimpinan ABRI bagi Anggota DPRD II yang berasal
dari ABRI.
(3) Anggota pengganti antarwaktu menyelesaikan masa kerja anggota yang digantikannya.
(4) Pemberhentian Anggota DPRD II diresmikan secara administrasi dengan Keputusan
Gubernur atas nama Presiden sebagai Kepala Negara.
(5) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana yang
dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, dan/atau
karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji Anggota DPRD II sebagaimana yang
dimaksud Pasal 30, dan/atau diberhentikan menurut Pasal 42 undang-undang ini
adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
Pasal 29
(1) Sebelum memangku jabatannnya Anggota DPRD II bersumpah/berjanji bersama-sama,
yang pengucapannya dipandu oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam Rapat Paripurna
untuk peresmian anggota yang dihadiri oleh anggota-anggota yang sudah
ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dipimpin
oleh anggota tertua dan termuda usianya.
(2) Ketua DPRD II atau Anggota Pimpinan yang lain memandu ucapan sumpah/janji
anggota yang belum bersumpah/berjanji sebagaimana yang dimaksud ayat (1).
(3) Tata cara pengucapan sumpah/janji diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD II.
Pasal 30
Bunyi Sumpah/Janji sebagaimana yang dimaksud Pasal 29 adalah sebagai berikut
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar
1945 serta peraturan perundang-undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi kepada Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia."
Bagian Ketiga
Pimpinan DPRD II
Pasal 31
(1) Pimpinan DPRD II bersifat kolektif terdiri dari seorang Ketua dan sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang mencerminkan fraksi-fraksi
berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota fraksi.
(2) Selama pimpinan DPRD II belum terbentuk,rapat-rapatnya untuk sementara waktu
dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dibantu oleh anggota termuda usianya.
(3) Dalam hal Anggota yang tertua dan/atau yang termuda usianya sebagaimana yang
dimaksud ayat (2) berhalangan, sebagai penggantinya adalah Anggota yang tertua
dan/atau yang termuda usianya di antara yang hadir dalam rapat tersebut.
(4) Tata cara pemilihan pimpinan DPRD II diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD II.
BAB VI
KEDUDUKAN MPR,DPR,DANDPRD
Bagian Pertama
Tugas, Wewenang, dan Hak MPR, DPR, dan DPRD
Pasal 32
(1) MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, merupakan lembaga tertinggi
negara dan pemegang serta pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.
(2) MPR mempunyai tugas wewenang sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945.
(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPR mempunyai hak sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
Pasal 33
(1) DPR, sebagai lembaga tinggi negara, merupakan wahana untuk melaksanakan
demokrasi berdasarkan Pancasila.
(2) DPR mempunyai tugas dan wewenang:
a. bersama-sama dengan Presiden membentuk undang-undang;
b. bersama-sama dengan Presiden menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara;
c melaksanakan pengawasan terhadap:
l). pelaksanaan undang-undang;
2). pelaksanaan Anggaran Pendapat dan Belanja Negara;
3). kebijakan Pemerintah sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan
Ketetapan MPR;
d. membahas hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang
diberitahukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, yang disampaikan dalam Rapat
Paripuma DPR, untuk dipergunakan sebagai bahan pengawasan;
e. membahas untuk meratifikasi dan/atau memberi persetujuan atas pernyataan
perang serta pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang
dilakukan oleh Presiden;
f. menampung dan menindak lanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;
g. melaksanakan hal-hal yang ditugaskan oleh Ketetapan MPR dan/atau undang-
undang kepada DPR.
(3) Untuk melaksakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2) DPR
mempunyai hak:
a. meminta keterangan kepada Presiden;
b. mengadakan penyelidikan;
C. mengadakan perubahan atas rancangan undang-undang;
d. mengajukan pernyataan pendapat;
e. mengajukan rancangan undang-undang;
f. mengajukan/menganjurkan sesecrang untukjabatan tertentu jika ditentukan
oleh suatu peraturan perundang-undangan;
g. menentukan anggaran DPR.
(4) Selain hak-hak DPR sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada hakekatnya
merupakan hak-hak anggota, Anggota DPR juga mempunyai hak :
a. mengajukan pertanyaan;
b. Protokoler;
C. keuangan/administrasi.
(5) Pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dalam Peraturan Tata Tertib DPR.
Pasal 34
(1) DPRD, sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, merupakan wahana untuk
melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.
(2) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. memilih Gubemur/Wakil Gubernur, Bupati wakil Bupati, dan Walikota/ Wakil
Walikota;
b. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur,
Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota kepada Presiden;
C. bersama dengan Gubernur, Bupati, dan walikota menetapkan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
d. bersama dengan Gubernur, Bupati, dan Walikota membentuk peraturan daerah;
e. melaksanakan pengawasan terhadap:
1) pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lain;
2) pelaksanaan peraturan-peraturan dan keputusan Gubernur, Bupati, dan
Walikota;
3) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4) kebijakan Pemerintah Daerah yang disesuaikan dengan pola dasar
pembangunan daerah;
5) pelaksanaan kerja sama intemasional di daerah.
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana
perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
g. menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2), DPRD
mempunyai hak:
a. meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota;
b. meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah;
C. mengadakan penyelidikan;
d. mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah;
e. mengajukan pemyataan pendapat;
f. mengajukan rancangan peraturan daerah;
g. menentukan anggaran DPRD.
(4) Selain hak-hak DPRD sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada hakekatnya
merupakan hak-hak anggota, Anggota DPRD juga mempunyai hak:
a. mengajukan pertanyaan;
b. protokoler,
c. keuangan/administrasi.
(5) Pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 35
(1) DPR dan DPRD, dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tingkatanya masing-
masing, berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga
masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani
demi kepentingan negara, bangsa, pemerintah, dan pembangunan.
(2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak
permintaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diancam karena merendahkan
martabat dan kehormatan DPR dan DPRD dengan pidana kurungan paling lama l
tahun.
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Tata Tertib DPR dan DPRD.
Pasal 36
(1) Perjanjian-perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan hajat hidup
orang banyak, bangsa, dan negara baik di bidang politik, keamanan, sosial
budaya, ekonomi, maupun keuangan yang dilakukan Pemerintah memerlukan
persetujuan DPR sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal kerjasama intemasional yang berkaitan dengan kepentingan daerah,
Pemerintah wajib memperhatikan sungguh-sungguh suara dari Pemerintah Daerah
dan DPRD.
Bagian Kedua
Alat Kelengkapan MPR, DPR, dan DPRD
Pasal 37
(1) Alat kelengkapan MPR terdiri atas:
a. Pimpinan;
b. Badan Pekerja;
C. Komosi-Komisi.
d. Panitia Ad Hoc.
(2) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
a. Pimpinan;
b. Komisi clan Subkomisi;
C. Badan Musyawarah, Badan Urusan Rumah Tangga, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen,
dan badan lain yang dianggap perlu;
d. Panitia-Panitia.
(3) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:
a. Pimpinan;
b. Komisi-Komisi;
C. Panitia-Panitia.
(4) Selain alat kelengkapan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) dan ayat (3), DPR,
dan DPRD membentuk fraksi-fraksi.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR, DPR, clan DPRD.
Bagian Ketiga
Kekebalan Anggota MPR, DPR, DPRD
Pasal 38
(1) Anggota MPR, DPR, dan DPRD tidak dapat dituntut di muka Pengadilan karena
pernyataan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat MPR, DPR, dan DPRD,
baik terbuka maupun tertutup, yang diajukannya secara lisan ataupun tertulis,
kecuali jika yang bersangkutan mengumumkan apa yang disepakati dalam rapat
tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai
pengumuman rahasia negara dalam Buku Kedua Bab I KUHP.
(2) Anggota MPR, DPR, dan DPRD tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan
dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat-rapat MPR, DPR, dan DPRD.
Bagian Keempat
Kedudukan Protokoler dan Keuangan
Pasal 39
Kedudukan protokoler dan keuangan Pimpinan dan Anggota MPR, DPR, dan DPRD
diatur oleh masing-masing badan tersebut bersama-sama Pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kelima
Peraturan Tata Tertib
Pasal 40
Peraturan Tata Tertib MPR, DPR, dan DPRD ditentukan sendiri oleh masing-masing
lembaga tersebut.
BAB VII
LARANGAN DAN PENYIDIKAN
TERHADAP ANGGOTA MPR, DPR, DAN DPRD
Bagian Pertama
Larangan
(1) Keanggotaan MPR tidak boleh dirangkap oleh:
a. pejabat negara;
b. pejabat struktural pada pemerintahan;
C. pejabat pada lembaga peradilan;
d. pejabat lain sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang beriaku.
(2) Keanggotaan DPR dan DPRD tidak boleh dirangkap dengan jabatan apapun di
lingkungan pemerintahan dan peradilan pada semua tingkatan.
(3) Keanggotaan DPR tidak boleh dirangkap dengan keanggotaan DPRD atau sebaliknya.
(4) Keanggotaan DPRD di suatu daerah tidak oleh dirangkap dengan keanggotaan DPRD
dari daerah lain.
Pasal 42
(1) Anggota DPR dan DPRD dilarang melakukan pekerjaan/usaha yang biayanya berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
(2) Pelanggaran sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat dikenakan sanksi sampai
dengan diberhentikan sebagai Anggota DPR dan DPRD.
(3) Penerapan sanksi atas pelanggaran ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1),
dilaksanakan secara administrasi oleh Pimpinan DPR dan DPRD atas usul dan
pertimbangan fraksi yang bersangkutan setelah mendengar pertimbangan dan
penilaian dari badan yang dibentuk khusus untuk itu.
(4) Pelaksaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2),dan ayat (3)
diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR dan DPRD.
Bagian Kedua
Penyidikan
Pasal 43
Dalam hal seorang Anggota MPR, DPR, dan DPRD patut disangka telah melakukan
perbuatan pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan harus
mendapat persetujuan tertulis Presiden bagi Anggota MPR dan DPR, persetujuan
tertulis Menteri Dalam Negeri bagi Anggota DPRD I, dan persetujuan tertulis Gubernur
bagi Anggota DPRD II sesuai dengan peratutan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Anggota MPR, DPR, dan DPRD periode Tahun 1997-2002 berakhir keanggotaannya
secara bersama-sama pada saat Anggota MPR, DPR, dan DPRD yang baru hasil Pemilihan
Umum Tahun 1999 mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 45
Khusus pengisian Anggota MPR hasil Pemilihan Umum Tahun 1999 dari Utusan
Golongan sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat (2) huruf c, ayat (5), dan ayat (6)
diatur sebagai berikut :
a. KPU menetapkan jenis dan jumlah wakil masing-masing golongan;
b. Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud huruf a diusulkan oleh golongannya
masing-masing kepada KPU untuk ditetapkan yang selanjutnya diresmikan secara
administrasi dengan Keputusan Presiden sebagai Kepala Negara;
c. Tata cara penetapan Anggota MPR dari Utusan Golongan sebagaimana yang dimaksud
huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut oleh KPU.
Pasal 46
Pelaksanaan tugas, wewenang, dan hak DPRD sebagaimana yang dimaksud Pasal 34
mulai berlaku, pada saat berlakunya undang-undang mengenai pemerintahan daerah,
sebagai pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
di Daerah.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969
tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 48
Undang-Undang ini dapat disebut Undang-undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
dan DPRD.
Pasal 49
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, mernerintahkan pengundangan undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal l Pebruari 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Pebruari 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 24
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1999
TENTANG
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
umum
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan tertinggi dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
berdasarkan asas kedaulatan rakyat dengan hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Keanggotaan MPR itu terdiri atas anggota DPR
ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan sehingga seluruh rakyat,
seluruh golongan, dan seluruh daerah mempunyai wakil dalam MPR dan MPR betul-
betul merupakan penjelmaan rakyat.
Sejalan dengan hal itu, pemerintah negara dan pemerintah daerah juga
diselenggarakan dengan dasar dan sendi permusyawaratan/perwakilan sehingga
diperlukan adanya badan permusyawaratan/perwakilan, yaitu MPR, DPR, dan DPRD,
yang sesuai dengan kewenangan dan lingkup tugas masing-masing, mewakili rakyat
dalam membentuk pemerintahan dan menyusun peraturan perundang-undangan.
Agar lebih mampu mencerminkan penegakan kedaulatan rakyat, Undang-undang tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD yang ada perlu diganti.
Penggantian undang-undang tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin keterwakilan
penduduk dan daerah, menjamin pertanggungjawaban wakil rakyat kepada pemilihnya,
menjamin keberdayaan MPR, DPR, dan DPRD dalam melaksanakan tugas, wewenang,
serta haknya, dan mengembangkan kemitraan dan kesetaraan dengan lembaga eksekutif,
sehingga kualitas dan kinerja MPR, DPR, dan DPRD makin meningkat.
Pembaruan dalam Undang-undang ini cukup mendasar, tidak hanya mencakup komposisi
dan jumlah anggota MPR, DPR, dan DPRD, tetapi juga menyangkut penjabaran ataupun
penegasan tugas,wewenang, dan hak MPR,DPR, dan DPRD, serta perluasan ruang gerak
anggota badan-badan ini untuk melaksanakan hak-haknya. Pembaharuan itu dilakukan
karena adanya penggantian undang-undang mengenai partai politik dan undang-undang
mengenai pemilihan umum.
Dalam rangka menjamin keterwakilan penduduk seperti yang disebutkan di atas,
jumlah anggota yang dipilih makin ditingkatkan, sesuai dengan sistem pemilihan umum
yang ditetapkan, Prinsip keterwakilan daerah diwujudkan dengan penetapan jumlah yang
sama bagi Utusan Daerah di MPR dari setiap Propinsi Daerah Tingkat I. Sementara itu,
untuk menjamin keterwakilan golongan-golongan masyarakat, Utusan Golongan di MPR
dipilih dari mereka yang kurang terwakili di DPR.
Rasa tanggung jawab wakil rakyat kepada para pemilihnya ditingkatkan dengan
menampilkan wakil yang dikenal oleh rakyat di daerah pemilihnya. Kualitas dan
kinerja anggota MPR, DPR, dan DPRD ditingkatkan melalui penetapan persyaratan
kemampuan, pengalaman, dan integritas pribadi yang tinggi.
Kinerja kelembagaan dicapai dengan menjamin adanya kesempatan yang lebih luas
Kepada MPR, DPR, dan DPRD untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan hak-haknya.
Pemberdayaan MPR dilaksanakan dengan memisahkan pimpinan MPR dari pimpinan DPR
dan membentuk Badan Pekerja MPR yang bersifat tetap. Sementara itu, pemberdayaan
DPR dan DPRD dilakukan tidak hanya dengan meningkatkan jumiah anggota DPR dan
DPRD yang, dipilih, tetapi juga dengan menjabarkan dan menegaskan tugas, wewenang,
dan hak-hak DPR dan DPRD dalam perumusan kebijakan publik, penyusunan anggaran,
pengawasan, dan rekomendasi untuk pengisian jabatan tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal l
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat(4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Peraturan Tata Tertib DPR menetapkan kriteria, jenis, dan jumlah wakil
masing-masing golongan secara objektif dan representatif.
Pasa13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Tidak pemah melakukan tindakan atau mengajukan pernyataan yang bertentangan
dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dirumuskan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "terlibat secara langsung dalam G-30-S/PKI" adalah
1) mereka yang merencanakan, turut merencanakan, atau mengetahui adanya
perencanaan G-30-S/PKI, tetapi tidak melaporkan kepada pejabat yang
berwajib,
2) Mereka yang dengan kesadaran akan tujuannya melakukan kegiatan-kegiatan
dalam pelaksanaan G-30-S/PKI tersebut.
Yang dimaksud "terlibat secara tidak langsung dalam G-30-S/PKI" adalah
1) Mereka yang menunjukkan sikap, baik dalam yang perbuatan atau dalam
ucapan-ucapan, bersifat menyetujui G-30-S/PKI.
2) Mereka yang secara sadar menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan atau dalam
ucapan, yang menentang usaha penumpasan G-30-S/PKI.
Yang dimaksud dengan organisasi terlarang dalam pasal ini ialah organisasi-organisasi
yang tegas-tegas dinyatakan terlarang dengan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan-ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka yang berdasarkan suatu peraturan
perundang-undangan telah mendapat amnesti atau abolisi atau grasi.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Dinyatakan dengan surat keterangan dokter yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Proses administrasi dilakukan oleh KPU.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi
anggota MPR dari ABRI.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 6
Proses administrasi dilakukan oleh KPU.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antar waktu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai
dengan agama masing-masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului
dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri
dengan kata-kata "Semoga Tuhan menolong saya".
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal l0
Ayat (1)
Badan Pekerja MPR bersifat tetap. Untuk mendukung pelaksanaan tugas pimpinan MPR
dan Badan Pekerja MPR dibentuk suatu sekretariat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal ll
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Proses administrasi dilakukan oleh KPU.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi
angota DPR dari ABRI.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota penggantar waktu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
a. waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya tertentu sesuai dengan agama
masing-masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan
kata "Demi Allah" dan penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan
kata-kata "semoga Tuhan menolong saya".
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jumlah Anggota DPRD l ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yaitu :
sampai dengan 3.000.000 sebanyak 45 orang;
3.000.001 - 5.000.000 sebanyak 55 orang;
5.000.001 - 7.000.000 sebanyak 65 orang;
7.000.001 - 9.000.000 sebanyak 75 orang;
9.000.001 -12.000.000 sebanyak 85 orang;
lebih dari 12.000.000 sebanyak l 00 orang.
Hasil perhitungan 10 % dari jumlah Anggota DPRD I yang berasal dari ABRI
mulai 0,5 ke atas clibulatkan menjadi 1 (satu).
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Proses administarsi dilakukan oleh Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi
anggota DPRD I dari ABRI.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Proses administrasi penggantian antarwaktu Anggota DPRD I dilakukan oleh DPRD
I dan pengajuannya dilakukan oleh gubernur kepada Menteri Dalam Negeri.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai
dengan agama masing-masing,yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului
dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri
dengan kata-kata "Semoga Tuhan menolong saya".
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jumlah Anggota DPRD 11 ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yaitu
sampal dengan 100.000 sebanyak 20 orang;
100.001 - 200.000 sebanyak 25 orang;
200.001 - 300.000 sebanyak 30 orang;
300.001 - 400.000 sebanyak 35 orang;
400.001 - 500.000 sebanyak 40 orang;
lebih dari 500.000 sebanyak 45 orang;
Hasil perhitungan l 0 % dari jumlah Anggota DPRD II yang berasal dari
ABRI mulai dari 0,5 ke atas dibulatkan menjadi l (satu).
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Proses administrasi dilakukan oleh Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud "permintaan sendiri" adalah juga permintaan Pimpinan ABRI bagi
anggota DPRD II dari ABRI.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Proses administmsi penggantian antarwaktu anggota DPRD II dilakukan oleh
DPRD II dan pengajuannya dilakukan oleh Bapati/Walikotamadya kepada Gubernur.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Termasuk pengucapan sumpah/janji anggota pengganti antarwaktu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai
dengan agama masing-masing, yaitu misalnya untuk penganut agama Islam didahului
dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri
dengan kata kata "Semoga Tuhan menolong saya".
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
DPRD, sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, melaksanakan fungsi
legislatif sepenuhnya sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat di daerah dan
berkedudukan sejajar sebagai mitra Pemerintah Daerah serta bukan bagian
dari Pemerintah Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pasal 35 Cukup jelas
Ayat (1)
DPR dan DPRD adalah lembaga yang merefleksikan kedaulatan rakyat dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, setiap warganegara wajib
menjunjung tinggi kehormatan dan martabat DPR/DPRD dengan memenuhi
permintaan lembaga tersebut dan memberi keterangan seperti yang diminta,
termasuk menunjukkan dan/atau menyerahkan segala dokumen yang diperlukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Badan Pekeda dan Komisi-komisi dapat membentuk alat kelengkapannya.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Panitia-panitia sebagai alat kelengkapan DPR dibentuk dan disahkan oleh
Rapat Paripurna.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Apabila dipandang perlu dapat dibentuk Subkomisi.
Huruf c
Panitia-panitia sebagai alat kelengkapan DPRD dibentuk dan disahkan
oleh Rapat Paripurna.
Ayat (4)
Fraksi-fraksi di DPR dan DPRD mencerminkan konfigurasi politik yang ada
di DPR dan DPRD.
Pembentukan fraksi dimaksud agar DPR dan DPRD mampu melaksanakan tugas,
wewenang, dan haknya secara optimal dan efektif.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Pengertian "anggota" pada ayat ini termasuk anggota sebagai pimpinan. Yang
dimaksud dengan "rapat" adalah semua rapat MPR, DPR, dan DPRD, baik yang
diselenggarakan di dalam maupun di luar gedung MPR, DPR, dan DPRD
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk
peraturan daerah.
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Para pejabat yang dimaksud pada ayat (1) adalah Presiden, Wakil Presiden,
Anggota Kabinet, Jaksa Agung, Anggota dan Pimpinan DPA, Anggota dan Pimpinan
Mahkamah Agung, Anggota dan Pimpinan BPK, Gubernur Bank Indonesia, Kepala
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I.
Bupati/Walikotamadya, Wakil Bupati/Wakil Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II, dan jabatan lain yang tidak boleh dirangkap sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Badan khusus yang dibentuk untuk itu bersifat sementara dan berfungsi
meneliti pelanggaran yang dilakukan Anggota DPR dan DPRD sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan pertimbangan pengambilan tindakan
atau untuk merehabilitas nama baik. Untuk meneliti pelanggaran lain dapat
dibentuk badan khusus.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 43
Persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan tertulis langsung tanpa hak
substitusi.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ketentuan ini diperlukan mengingat akan adanya penggantian Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLLIK INDONESIA NOMOR 3811
Silahkan download versi PDF nya sbb:
susunan_kedudukan_majelis_permusyawaratan_rakyat,_4.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






