- Home »
- Undang-Undang »
- 1985 » Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 Tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawartan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebagaimana Telah (UU 2 thn 1985)
1985
Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 Tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawartan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebagaimana Telah (UU 2 thn 1985)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1985 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 Tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawartan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebagaimana Telah :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_16_tahun_1969_tentang_susun_2.pdf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARTAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1975 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1983 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum, serta dengan memperhatikan perkembangan keadaan, dipandang perlu untuk menyempurnakan dan mengadakan perubahan atas Undang- undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975; Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1983 tentang Pemilihan Umum; 3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2914) sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor I Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3281); 4. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2915) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3064); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TA- HUN 1975. Pasal 1 Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975, diubah lagi sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1 diganti dengan ketentuan yang terdiri dari 4 (empat) ayat yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disebut MPR, terdiri atas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan : a. Utusan Daerah yang jumlahnya sesuai dengan perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4); b. Utusan organisasi kekuatan sosial politik peserta Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Utusan Organisasi peserta Pemilihan Umum, dan Utusan golongan karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, selanjutnya disebut Utusan golongan karya ABRI, yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan imbangan susunan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; c. Utusan golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar 1945, selanjutnya disebut Utusan Golongan-golongan, yang berjumlah 100 (seratus) orang. (2) Organisasi peserta Pemilihan Umum yang ikut Pemilihan Umum dijamin sekurang-kurangnya 5 (lima) orang utusan di MPR. (3) Jumlah anggota MPR adalah dua kali lipat jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Anggota tambahan MPR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c ditentukan sebagai berikut : a. Utusan Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); b. Utusan Organisasi peserta Pemilihan Umum diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Organisasi peserta Pemilihan Umum yang bersangkutan dengan mengambil nama-nama yang tercantum dalam daftar calon tetap untuk Pemilihan Umum keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat yang telah disahkan; Utusan golongan karya ABRI ditetapkan oleh Presiden atas usul Panglima Angkatan Bersenjata; c. Utusan Golongan-golongan ditetapkan oleh Presiden baik atas usul organisasi golonpn-golongan maupun atas prakarsa Presiden." 2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf e, dan huruf f diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "a. Warganegara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara dan Ideologi Nasional, kepada Proklamasi 17 Agustus 1945, Undang- Undang Dasar 1945 serta kepada Revolusi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, untuk mengemban Amanat Penderitaan Rakyat; e. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; f. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih." 3. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf h diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "h. terkena larangan perangkapan jabatan menurut ketentuan Pasal 38 ayat (2)." 4. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) diganti dengan ketentuan yang dijadikan ayat (2) dan ayat (2a) yang berbunyi sebagai berikut : "(2) Anggota MPR dari Dewan Perwakilan Rakyat yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tempatnya diisi menurut ketentuan Pasal 13 ayat (1a). (2a) Anggota tambahan MPR yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tempatnya diisi oleh : a. calon Utusan Daerah; b. calon Utusan Organisasi peserta Pemilihan Umum; c. calon Utusan golongan karya ABRI; d. calon Utusan Golongan-golongan." 5. Ketentuan Pasal 4 ayat (4) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: "(4) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat Pasal 2 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan/atau huruf f. dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji anggota MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, adalah pemberhentian tidak dengan hormat." 6. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: "(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota MPR diambil sumpah/ janjinya bersama-sama oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripurna untuk peresmian anggota MPR yang dihadiri oleh anggota-anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota yang tertua dan termuda usianya." 7. Ketentuan Pasal 7 diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut : "Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh-sungguh) bahwa saya, untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua) Majelis Permusyawaratan Rakyat, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberan. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Nasional, Undang- Undang Dasar 1945, dan segala Undang-undang serta peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia, dan bahwa saya akan setia kepada Nusa, Bangsa, dan Negara Republik Indonesia." 8. Ketentuan Pasal 8 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: "(1) Jumlah anggota tambahan MPR yang berkedudukan sebagai Utusan Daerah adalah sekurang-kurangnya 4 (empat) orang dan sebanyak-banyaknya 8 (delapan) orang untuk tiap-tiap Daerah Tingkat I, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Daerah Tingkat I yang berpenduduk kurang dari 1.000.000 (satu juta) orang mendapat 4 (empat) orang utusan; b. Daerah Tingkat I yang berpenduduk 1.000.000 (satu juta) orang sampai 5.000.000 (lima juta) orang mendapat 5 (lima) orang utusan; c. Daerah Tingkat I yang berpenduduk 5.000.000 (lima juta) orang sampai 10.000.000 (sepuluh juta) orang mendapat 6 (enam) orang utusan; d. Daerah Tingkat I yang berpenduduk 10.000.000 (sepuluh juta) orang sampai 15.000.000 (lima belas juta) orang mendapat 7 (tujuh) orang utusan; e. Daerah Tingkat I yang berpenduduk 15.000.000 (lima belas juta) orang ke atas mendapat 8 (delapan) orang utusan." 9. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut DPR, terdiri atas wakil-wakil dari : a. Organisasi peserta Pemilihan Umum; b. golongan karya ABRI." 10. Ketentuan Pasal 10 ayat (3) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(3) Jumlah angora DPR ditetapkan sebanyak 500 (lima ratus) orang, terdiri atas 400 (empat ratus) orang dipilih dalam Pemilihan Umum dan 100 (seratus ) orang diangkat." 11. Ketentuan Pasal 10 ayat (4) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(4) Anggota DPR yang diangkat sebanyak 100 (seratus) orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diambilkan dari golongan karya ABRI dan pengangkatannya ditetapkan oleh Presiden atas usul Panglima Angkatan Bersenjata." 12. Ketentuan Pasal 10 ayat (5) dihapus. 13. Ketentuan Pasal 13 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang dijadikan ayat (1) dan ayat (la) yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Anggota DPR berhenti antar waktu sebagai Anggota karena a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPR; c. bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia; d. tidak memenuhi lagi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib; e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota DPR dengan keputusan DPR; f. diganti menurut Pasal 43; g. terkena larangan perangkapan jabatan menurut Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3). (1a) Anggota DPR yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tempatnya diisi oleh : a. calon Organisasi peserta Pemilihan Umum; b. calon golongan karya ABRI." 14. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Sebelum memangku jabatannya anggota DPR diambil sumpah/ janjinya bersama-sama oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripurna untuk peresmian anggota DPR yang dihadiri oleh Anggota-anggota yang sudah ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dipimpin oleh anggota yang tertua dan termuda usianya." 15. Ketentuan Pasal 15 diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 adalah sebagai berikut: "Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh-sungguh) bahwa saya, untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian. Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara, dan ideologi Nasional Undang- Undang Dasar 1945, dan segala Undang-undang serta peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia, dan bahwa saya akan setia kepada Nusa, Bangsa, dan Negara Republik Indonesia." 16. Ketentuan Pasal 17 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, selanjutnya disebut DPRD I, terdiri atas wakil-wakil dari : a. Organisasi peserta Pemilihan Umum; b. golongan karya ABRI." 17. Ketentuan Pasal 17 ayat (3) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(3) Jumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) dan sebanyak-banyaknya 100 (seratus) orang." 18. Pada Pasal 17 di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan ketentuan yang dijadikan ayat (3a) yang berbunyi sebagai berikut : "(3a) Bagi Daerah Khusus lbukota Jakarta jumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 60 (enam puluh) orang." 19. Ketentuan Pasal 17 ayat (4) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(4) Jumlah anggota DPRD I dari golongan karya ABRI yang diangkat ditetapkan 1/5 (seperlima) dari jumlah anggota DPRD I sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (3a), dan pengangkatannya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden atas usul Panglima Angkatan Bersenjata atau pejabat lain yang ditunjuk." 20. Ketentuan Pasal 17 ayat (5) dihapus. 21. Ketentuan Pasal 17 ayat (6) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(6) Anggota DPRD I mewakili Rakyat di dalam wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan." 22. Ketentuan Pasal 20 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang dijadikan ayat (1) dan ayat (la) yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Anggota DPRD I berhenti antar waktu sebagai anggota karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD I; c. bertempat tinggal di luar wilayah Daerah Tingkat I yang bersangkutan; d. tidak memenuhi lagi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib; e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota DPRD I dengan keputusan DPRD I yang bersangkutan; f. diganti menurut Pasal 43; g. terkena larangan perangkapan jabatan menurut Pasal 40. (la) Anggota DPRD I yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tempatnya diisi oleh : a. calon Organisasi peserta Pemilihan Umum; b. calon golongan karya ABRI." 23. Ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Sebelum memangku jabatannya anggota DPRD I bersama-sama diambil sumpah/janjinya oleh Ketua Pengadilan Tinggi atas nama Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripurna Terbuka DPRD I. (2) Ketua DPRD I atau anggota Pimpinan lainnya mengambil sumpah/ janji anggota DPRD I yang belum diambil sumpah/janjinya oleh Ketua Pengadilan Tinggi atas nama Ketua Mahkamah Agung menurut rayat (1)." 24. Ketentuan Pasal 22 diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 adalah sebagai berikut: "Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh-sungguh) bahwa saya, untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian. Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Nasional, Undang- Undang Dasar 1945, dan segala Undang-undang serta peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia, dan bahwa saya akan setia kepada Nusa, Bangsa, dan Negara Republik Indonesia." 25. Ketentuan Pasal 24 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II, selanjutnya disebut DPRD II, terdiri atas wakil-wakil dari : a. Organisasi peserta Pemilihan Umum; b. golongan karya ABRI." 26. Ketentuan Pasal 24 ayat (3) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(3) Jumlah anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) dan sebanyak-banyaknya 45 (empat puluh lima) orang." 27. Ketentuan Pasal 24 ayat (4) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(4) Jumlah anggota DPRD II dari golongan karya ABRI yang diangkat ditetapkan 1/5 (seperlima) dari jumlah anggota DPRD II sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dan pengangkatannya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden atas usul Panglima Angkatan Bersenjata atau pejabat lain yang ditunjuk." 28. Ketentuan Pasal 24 ayat (5) dihapus. 29. Ketentuan Pasal 27 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang dijadikan ayat (1) dan ayat (1 a) yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Anggota DPRD II berhenti antar waktu sebagai anggota. karena a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD II; c. bertempat tinggal di luar wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan; d. tidak memenuhi lagi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib; e. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota DPRD II dengan keputusan DPRD II yang bersangkutan; f. diganti menurut Pasal 43; g. terkena larangan perangkapan jabatan menurut Pasal 40. (la) Anggota DPRD II yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tempatnya diisi oleh : a. calon Organisasi peserta Pemilihan Umum; b. calon golongan karya ABRI." 30. Ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Sebelum memangku jabatannya anggota DPRD II bersama-sama diambil sumpah/janjinya oleh Ketua Pengadilan Negeri atas nama Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripurna Terbuka DPRD II. (2) Ketua DPRD II atau anggota Pimpinan lainnya mengambil sumpah/ janji anggota DPRD II yang belum diambil sumpah/janjinya oleh Ketua Pengadilan Negeri atas nama Ketua Mahkamah Agung menurut ayat (1)." 31. Ketentuan Pasal 29 diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 adalah sebagai berikut: "Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh-sungguh) bahwa saya, untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II, langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai Pandangan hidup Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Nasional, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala Undang-undang serta peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia, dan bahwa saya akan setia kepada Nusa, Bangsa, dan Negara Republik Indonesia." 32. Ketentuan Pasal 32 diganti dengan ketentuan yang terdiri dari 4 (empat) ayat yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945, DPR mempunyai : a. hak meminta keterangan kepada Presiden; b. hak mengadakan penyelidikan; c. hak mengadakan perubahan atas Rancangan Undang-undang; d. hak mengajukan pernyataan pendapat; e. hak mengajukan/menganjurkan seseorang jika ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan; f. hak mengajukan Rancangan Undang-undang. (2) Selain hak-hak DPR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anggota DPR mempunyai : a. hak mengajukan pertanyaan; b. hak protokol; c. hak keuangan/administratif. (3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan dan atau Peraturan Tata Tertib DPR. (4) Khusus mengenai hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b diatur dengan Undang-undang." 33. Ketentuan Pasal 38 ayat (1) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut "(1) Keanggotaan DPR tidak dapat dirangkap dengan jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda, Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota pada Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Gubernur Bank Sentral, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Wakil Bupati/Wakil Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan jabatan-jabatan lain yang tidak mungkin dirangkap yang diatur dalam peraturan perundang-undangan." 34. Ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf b diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "b. Ketentuan mengenai pembebasan sementara dari jabatan organik anggota Angkatan Bersenjata dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam huruf a diserahkan kepada Panglima Angkatan Bersenjata." 35. Ketentuan Pasal 40 diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : "Selain jabatan-jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 keanggotaan DPRD tidak dapat dirangkap dengan jabatan : a. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Daerah lain; b. Sekretaris Wilayah Daerah, Kepala Dinas Daerah, Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Pegawai yang bertanggung jawab tentang keuangan pada Daerah yang bersangkutan." 36. Ketentuan Pasal 43 diganti dengan ketentuan yang terdiri dari 6 (enam) ayat yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Hak mengganti utusan/Wakil Organisasi peserta Pemilihan Umum dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat ada pada Organisasi peserta Pemilihan Umum yang bersangkutan, dan dalam pelak-sanaan hak tersebut terlebih dahulu bermusyawarah dengan Pimpinan Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat yang bersangkutan. (2) Pengganti Utusan/Wakil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diambilkan dari nama-nama yang tercantum dalam daftar calon tetap untuk Pemilihan Umum keanggotaan DPR/DPRD Yang telah disahkan dari Organisasi peserta Pemilihan Umum yang bersangkutan. (3) Hak mengganti anggota tambahan MPR Utusan Daerah ada pada DPRD I yang bersangkutan. Seorang Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang terpilih sebagai anggota Pimpinan MPR dan sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat (2)tidak dapat merangkap jabatan sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak mengakibatkan kedudukannya sebagai anggota tambahan MPR Utusan Daerah berakhir. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang menggantikan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Yang terpilih sebagai anggota Pimpinan MPR tersebut, dipilih oleh DPRD I yang bersangkutan sebagai calon anggota tambahan MPR Utusan Daerah dalam rangka penggantian antar waktu anggota tambahan MPR Utusan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2a). (4) Hak mengganti Utusan/Wakil golongan karya ABRI dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat ada pada Panglima Angkatan Bersenjata. (5) Hak mengganti Utusan Golongan-golongan dalam MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) huruf c ada pada Presiden. (6) Tatacara penggantian keanggotaan Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah." Pasal II Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Perubahan Kedua Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Januari 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Januari 1985 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. SUDHARMONO, S.H. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1975 UMUM 1. Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 didasarkan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/ 1983 tentang Pemilihan Umum dan ketentuan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum, serta memperhatikan pula perkembangan keadaan. Ketentuan-ketentuan dalam kedua Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut yang mengatur mengenai Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah sebagai berikut : a. Ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1983 : 1) Pasal 4 yang berbunyi : "Jumlah Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disesuaikan dengan jumlah penduduk dan perkembangan keadaan daerah." 2) Pasal 5 yang berbunyi : "Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah Anggota Utusan Daerah yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, Anggota Utusan Kekuatan Sosial Politik peserta Pemilihan Umum, dan Golongan Karya, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang ditetapkan berdasarkan imbangan susunan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta utusan golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945." 3) Pasal 6 yang berbunyi : "Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdiri atas anggota kekuatan sosial politik peserta Pemilihan Umum dan Anggota golongan karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang diangkat." b. Ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1983: Pasal 4 yang berbunyi : "Dengan ditetapkannya Ketetapan tentang Referendum ini, maka ketentuan Undang-undang mengenai pengangkatan 1/3 Anggota Majelis, ditinjau kembali." Selain daripada itu, perubahan Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD didasarkan pula pada perkembangan keadaan masyarakat serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila khususnya pembangunan di bidang politik, maka perubahan-perubahan ini dimaksudkan sebagai salah satu langkah yang diharapkan mampu mendukung berlangsungnya proses pembaharuan politik yang semakin memantapkan kehidupan politik dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, termasuk di dalamnya kehidupan Demokrasi Pancasila, serta dalam rangka lebih memantapkan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Nasional. 2. Materi pokok perubahan Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD adalah mengenai hal-hal sebagai berikut : a. Susunan keanggotaan MPR, DPR, dan DPRD. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1983 menentukan, bahwa susunan keanggotaan DPR, DPRD I, dan DPRD II terdiri atas wakil Organisasi peserta Pemilihan Umum dan Wakil golongan karya ABRI yang diangkat, yang berarti bahwa yang diangkat hanya dari golongan karya ABRI, sedangkan pengangkatan dari golongan karya bukan ABRI ditiadakan. Susunan MPR terdiri atas anggota DPR ditambah utusan Daerah yang dipilih oleh DPRD I hasil Pemilihan Umum, Utusan Organisasi kekuatan sosial politik peserta Pemilihan Umum, dan Utusan golongan karya ABRI yang ditetapkan berdasarkan imbangan susunan Anggota DPR serta Utusan Golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. b. Jumlah anggota MPR, DPR, dan DPRD disesuaikan dengan jumlah penduduk dan perkembangan keadaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1983. Sehubungan dengan itu, pada dasarnya diadakan penambahan jumlah Anggota Badan Permusyawaratan/ Perwakilan Rakyat. Anggota MPR yang diangkat yang bukan dari anggota DPR adalah Utusan Golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditentukan sebanyak 100 (seratus) orang. Penentuan jumlah Utusan Golongan-golongan sebanyak 100 (seratus) orang adalah mengingat eksistensi dari Golongan-golongan tersebut yang ada dalam masyarakat, dan secara representatif aspirasinya perlu ditampung dalam MPR sesuai dengan maksud ketentuan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indo- nesia Nomor III/MPR/1983. Yang dimaksud dengan Utusan Golongan-golongan ialah Utusan badan-badan seperti koperasi, serikat sekerja, dan lain-lain badan kolektif yang mempunyai potensi dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang penentuannya dilakukan oleh Presiden. Jumlah anggota DPR yang diangkat sebanyak 100 (seratus) orang dari golongan karya ABRI merupakan 1/5 (seperlima) dari jumlah anggota DPR. Penentuan jumlah tersebut diberlakukan pula secara sama terhadap jumlah Anggota DPRD I dan DPRD II yang diangkat dari golongan karya ABRI yang juga ditentukan 1/5 (seperlima) dari jumlah anggota Badan Perwakilan Rakyat tersebut. Penentuan jumlah anggota DPRD I sekurang-kurangnya 45 (empat-puluh lima) dan sebanyak-banyaknya 100 (seratus) orang serta jumlah anggota DPRD II sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) dan sebanyak-banyaknya 45 (empat puluh lima) orang disebabkan perkembangan jumlah penduduk dan perkembangan keadaan Daerah Tingkat I dan Tingkat II yang cukup pesat, sehingga perlu diadakan penyesuaian. Penentuan jumlah anggota DPRD I Daerah Khusus Ibukota Jakarta sekurang-kurangnya 60 (enam puluh) orang adalah mengingat hal-hal sebagai berikut : 1) Daerah Khusus Ibukota Jakarta mempunyai fungsi rangkap, yaitu sebagai Ibukota Negara dan sebagai Pemerintah Daerah yang kedua fungsi tersebut harus dijalankan secara bersama-sama; 2) Ruang lingkup pekerjaan dan kepadatan penduduk dengan berbagai permasalahannya yang terus meningkat, perlu penanganan secara cepat dan tepat; 3) Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan Daerah Tingkat I yang tidak terbagi dalam Daerah Tingkat II tetapi di- bagi dalam 5 (lima) Wilayah Kota yang tidak mempunyai DPRD II. Jumlah anggota DPRD I Daerah Khusus Ibukota Jakarta akan bertambah dengan perhitungan tiap-tiap sekurang-kurangnya 200.000 (dua ratus ribu) jiwa penduduk mendapat seorang wakil dalam DPRD I dengan ketentuan sebanyak-banyaknya 100 (seratus) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). 3. Perubahan terhadap Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD yang diatur dalam Undang-undang ini antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Penggantian ketentuan Pasal 1 dimaksudkan untuk menampung ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1983 serta Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/ 1983, sehingga susunan MPR terdiri atas anggota DPR, ditambah Utusan Daerah yang dipilih oleh DPRD I, Utusan Organisasi peserta Pemilihan Umum, dan Utusan golongan karya ABRI berdasarkan imbangan susunan anggota DPR, serta Utusan Golongan-golongan; b. Penggantian ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf e dan huruf f, serta Pasal 21, dan Pasal 28 dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan peristilahan yang dipergunakan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, serta Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman; c. Penggantian ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) dimaksudkan untuk mengatur kembali penggantian antar waktu keanggotaan MPR, DPR, DPRD I, dan DPRD II; Yang dimaksud dengan bertempat tinggal di luar Wilayah Negara Republik Indonesia, ialah bertempat tinggal di luar negeri. d. Penggantian ketentuan Pasal 4 ayat (4) dimaksudkan untuk menertibkan kembali mengenai syarat-syarat pemberhentian anggota MPR yang dimasukkan dalam golongan pemberhentian tidak dengan hormat, sedangkan ketentuan syarat-syarat yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (4) tersebut tidak merupakan persyaratan yang kumulatif; e. Penggantian ketentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 17 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 24 ayat (1), dan ayat (4), serta penghapusan Pasal 1O ayat (5), Pasal 17 ayat (5), dan Pasal 24 ayat (5) dimaksudkan untuk mengatur kembali susunan keanggotaan DPR, DPRD I, dan DPRD II, Penambahan jumlah anggota DPR dan perhitungan jumlah anggota DPRD I dan DPRD II adalah mengingat pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan keadaan daerah dan masyarakat; dengan bertambahnya jumlah anggota DPRD I dan DPRD II maka jumlah anggota DPRD I dan DPRD II dari golongan karya ABRI juga bertambah; f. Penambahan ketentuan ayat (3a) pada Pasal 17 dimaksudkan untuk menetapkan jumlah minimal anggota DPRD I bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, mengingat sifat kekhususan Daerah tersebut; g. Penggantian ketentuan mengenai kewenangan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata dengan Panglima Angkatan Bersenjata dalam Pasal 1, Pasal 10 ayat (4), Pasal 17 ayat (4), Pasal 24 ayat (4), Pasal 39 ayat (1) huruf b, dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia; h. Penggantian ketentuan Pasal 32 ayat (1) dimaksudkan untuk : 1) menghapuskan kata-kata asing, karena istilah yang digunakan dalam bahasa Indonesia dirasakan sudah cukup jelas; 2) menghapuskan kata interpelasi yang biasanya dikaitkan dengan resolusi dan/atau mosi yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan hak meminta keterangan kepada Presiden dalam penggunaannya dilakukan dengan bijaksana sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam melaksanakan fungsinya DPR mempunyai hak-hak tersebut dalam pasal ini, yang penggunaannya tidak menimbulkan akibat hukum, sehingga dapat mengubah sistem Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945; i. Penggantian ketentuan Pasal 38 ayat (1) dimaksudkan untuk menambahkan jabatan-jabatan yang sudah pasti tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan DPR; j. Penggantian ketentuan Pasal 40 dimaksudkan untuk menyesuaikan istilah sebutan jabatan dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; k. Penggantian ketentuan Pasal 43 dimaksudkan untuk : 1) mengatur pelaksanaan hak mengganti Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat disesuaikan dengan perubahan ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai penggantian keanggotaan Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat; 2) menampung apabila salah seorang Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terpilih sebagai anggota Pimpinan MPR, yang mengingat ketentuan Pasal 38 ayal (2) tidak dapat dirangkap dengan jabatan-jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1). Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang menggantikan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang terpilih sebagai anggota Pimpinan MPR, dipilih oleh DPRD I sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), dan pemilihan itu dilaksanakan dalam rangka penggantian antar waktu, sehingga jumlah anggota tambahan MPR Utusan Daerah yang bersangkutan adalah tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), tanpa memberhentikan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang digantikannya sebagai Utusan Daerah. Kedudukan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang terpilih sebagai anggota Pimpinan MPR, sekalipun berhenti sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1, kedudukannya sebagai Utusan Daerah tidak menjadi berakhir dan tetap menjabat sebagai anggota Pimpinan MPR. 4. Kemudian apabila ada ketentuan atau perkataan/kata dalam Undang-undang ini yang dinyatakan diubah, diganti, atau dihapus, maka ketentuan atau perkataan/kata tersebut dalam Penjelasannya juga diubah, diganti, atau dihapus. 5. Untuk memudahkan masyarakat memahami dan menggunakan Undang- undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, maka pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setelah diubah yang pertama kali dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 dan yang kedua kali dengan Undang-undang ini, disusun dalam satu Naskah. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3282
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_16_tahun_1969_tentang_susun_2.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)