- Home »
- Undang-Undang »
- 1989 » Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 2 thn 1989)
1989
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 2 thn 1989)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
sistem_pendidikan_nasional_(uu_2_thn_1989)_2.pdf
UU 2/1989, SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 2 TAHUN 1989 (2/1989)
Tanggal: 27 APRIL 1989 (JAKARTA)
Sumber: LN 1989/6; TLN NO. 3390
Tentang: SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Indeks: PEMBANGUNGAN. PENDIDIKAN. Kebudayaan. Prasarana. Warga
Negara.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional yang diatur dengan Undang-undang;
b. bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas
manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju,
adil dan makmur, serta memungkinkan para warganya
mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah
maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945;
c. bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang
pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan
penyelenggaraan pendidikan nasional;
d. bahwa Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun
1950 Nomor 550), Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari
Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor
550), dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), serta Undang-undang
Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang
Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem
Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965
Nomor 81), perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan
perkembangan pendidikan nasional sebagai satu sistem;
e. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan dalam
rangka memantapkan ketahanan nasional serta mewujudkan
masyarakat maju yang berakar pada kebudayaan bangsa dan
persatuan nasional yang berwawasan Bhinneka Tunggal Ika
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 perlu
ditetapkan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 31 Undang-Undang
Dasar 1945.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang;
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
3. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang
terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang
berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya
tujuan pendidikan nasional;
4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai
dengan sifat dan kekhususan tujuannya;
5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan
berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman
bahan pengajaran;
6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan;
8. Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas
membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;
9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang
pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana,
sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan
didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan
Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama;
11. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang
pendidikan nasional.
BAB II
DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam
rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
BAB III
HAK WARGA NEGARA
UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan
dan ketrampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan
pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan
pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi,
dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pasal 8
(1) Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental
berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
(2) Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar
biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
SATUAN, JALUR DAN JENIS PENDIDIKAN
Pasal 9
(1) Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar
yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
(2) Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari
pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan.
(3) Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok
belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenis.
Pasal 10
(1) Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua)
jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan
luar sekolah.
(2) Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar
secara berjenjang dan bersinambungan.
(3) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan
belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan
bersinambungan.
(4) Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan
luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah
terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
(2) Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan
perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta
didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada
tingkat-tingkat akhir masa pendidikan.
(3) Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
(4) Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus
diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan
fisik dan/atau mental.
(5) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha
meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan
untuk pegawai atau calon pegawai suatu Departemen Pemerintah
atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
(6) Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang
bersangkutan.
(7) Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan
terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
(8) Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan
terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
(9) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sampai dengan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB V
JENJANG PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 12
(1) Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi.
(2) Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah.
(3) Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan,
lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 13
(1) Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap
dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan
dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah.
(2) Syarat-syarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama
pendidikan dasar dan penyelenggaraan pendidikan dasar
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti
pendidikan dasar.
(2) Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban
mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara,
sampai tamat.
(3) Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 15
(1) Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan
pendidikan keagamaan.
(3) Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak
melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih
tinggi.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 16
(1) Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah
yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
(2) Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas.
(3) Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang
ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu.
(4) Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
(5) Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional
dalam satu disiplin ilmu tertentu.
(6) Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas
sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang
sejenis.
(7) Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas
sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
(8) Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan
tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan
pendidikan profesional.
(2) Sekolah tinggi, institute dan universitas menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau profesional.
(3) Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan
profesional.
Pasal 18
(1) Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor,
dan sebutan profesional.
(2) Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut,
dan universitas.
(3) Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi,
institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan.
(4) Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
(5) Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak
untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor honoris
causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh
penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar
biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
(6) Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara
pemberian, perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya
dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang
dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang
bersangkutan.
(2) Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi
hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan
tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan gelar akademik atau sebutan profesional yang diperoleh
dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk
asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang
bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.
Pasal 21
(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat
diangkat guru besar atau profesor.
(2) Pengangkatan guru besar atau profesor sebagai jabatan
akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi akademik
atau keilmuan tertentu.
(3) Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan
sebutan guru besar atau profesor ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 22
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik
dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan
lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi
dan penelitian ilmiah.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PESERTA DIDIK
Pasal 23
(1) Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan
keleluasaan gerak kepada peserta didik.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh Menteri.
Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai
hak-hak berikut :
1. mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya;
2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar
pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan
diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan
tertentu yang telah dibakukan;
3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan
lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
4. pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang
tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan
peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;
5. memperoleh penuaian hasil belajarnya;
6. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang
ditentukan;
7. mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
(1) Setiap peserta didik berkewajiban untuk :
1. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan,
kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban
tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. mematuhi semua peraturan yang berlaku;
3. menghormati tenaga kependidikan;
4. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan,
ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh Menteri.
Pasal 26
Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya
dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.
BAB VII
TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 27
(1) Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan
mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola,
dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang
pendidikan.
(2) Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola
satuan pendidikan, penilik pengawas, peneliti dan pengembang
di bidang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber
belajar.
(3) Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus
diangkat dengan tugas utama mengajar, yang pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang
pendidikan tinggi disebut dosen.
Pasal 28
(1) Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan
jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga
pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan
Undang-Undang dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai
tenaga pengajar.
(3) Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan
tenaga keguruan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 29
(1) Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat
mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau meminta
warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan
keahlian tertentu menjadi tenaga pendidik.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan
tertentu mempunyai hak-hak berikut :
1. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :
a. tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai
pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan
peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
b. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga
kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu;
c. tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan
tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas
satuan pendidikan yang bersangkutan;
2. memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
3. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya;
4. memperoleh penghargaan sesuai dengan darma baktinya;
5. menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang
lain dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
1. membina loyalitas pribadi dan peserta, didik terhadap
ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
3. melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan
pengabdian;
4. meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pembangunan bangsa;
5. menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 32
(1) Kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan diberikan
berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
(2) Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh
Pemerintah.
(3) Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh
penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan..
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SUMBER DAYA PENDIDIKAN
Pasal 33
Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh
Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik.
Pasal 34
(1) Buku pelajaran yang digunakan data pendidikan jalur
pendidikan sekolah disusun berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun
swasta.
Pasal 35
Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat harus
menyediakan sumber belajar.
Pasal 36
(1) Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi
tanggung jawab Pemerintah.
(2) Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi
tanggung jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan
pendidikan.
(3) Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
BAB IX
KURIKULUM
Pasal 37
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian,
sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 38
(1) Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan
didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan
kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan, serta kebutuhan
lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(2) Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh
Menteri, atau Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
(1) Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran
untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang
bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
(2) Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah
wajib memuat :
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama; dan
c. pendidikan kewarganegaraan.
(3) Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya
bahan kajian dan pelajaran tentang :
a. pendidikan Pancasila;
b. pendidikan agama;
c. pendidikan kewarganegaraan;
d. bahasa Indonesia;
e. membaca dan menulis;
f. matematika (termasuk berhitung);
g. pengantar sains dan teknologi;
h. ilmu bumi;
i. sejarah nasional dan sejarah umum;
j. kerajinan tangan dan kesenian;
k. pendidikan jasmarii dan kesehatan;
l. menggambar; serta
m. bahasa Inggris.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3)diatur oleh Menteri.
BAB X
HARI BELAJAR DAN LIBUR SEKOLAH
Pasal 40
(1) Jumlah sekurang-kurangnya hari belajar dalam 1 (satu) tahun
untuk setiap satuan pendidikan diatur oleh Menteri.
(2) Hari-hari libur untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah diatur oleh Menteri dengan mengingat
ketentuan hari raya nasional, kepentingan pendidikan,
kepentingan agama dan faktor musim.
(3) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat
mengatur hari-hari liburnya sendiri dengan mengingat
ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
BAB XI
BAHASA PENGANTAR
Pasal 41
Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa
Indonesia.
Pasal 42
(1) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam
tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam
penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(2) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh
diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau
keterampilan tertentu.
BAB XII
PENILAIAN
Pasal 43
Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan
penilaian.
Pasal 44
Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu
jenis dan/ atau jenjang pendidikan secara nasional.
Pasal 45
Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian
terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.
Pasal 46
(1) Dalam rangka pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah
melakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara berkala.
(2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan
secara terbuka.
BAB XIII
PERANSERTA MASYARAKAT
Pasal 47
(1) Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang
seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional.
(2) Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat tetap diindahkan.
(3) Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
BADAN PERTIMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL
Pasal 48
(1) Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan
Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional
diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan
Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang
menyampaikan saran, nasehat, dan pemikiran lain sebagai
bahan pertimbangan.
(2) Pembentukan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional dan
pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.
BAB XV
PENGELOLAAN
Pasal 49
Pengelolaan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab
Menteri.
Pasal 50
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan
pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat dilakukan oloh badan/perorangan yang
menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
BAB XVI
PENGAWASAN
Pasal 52
Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat
dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pasal 53
Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap
penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan Undang-undang ini.
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 54
(1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri khusus bagi peserta didik
warga negara adalah bagian dari sistem pendidikan nasional.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik
Indonesia oleh perwakilan negara asing khusus bagi peserta
didik warga negara asing tidak termasuk sistem pendidikan
nasional.
(3) Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan
di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional wajib menaati ketentuan-ketentuan yang
berlaku bagi dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
(4) Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka kerja
sama internasional atau yang diselenggarakan oleh pihak
asing di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 55
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau pidana denda
setinggi-tingginya Rp 15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
kejahatan.
Pasal 56
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 ayat (1)
dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau pidana
denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
BAB XIX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar
Pendidikandan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950
Nomor 550), Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik
Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor
38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), dan Undang-undang Nomor
22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun
1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang
Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan
Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada
pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku,
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor
4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang
Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 550), Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun
1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun
1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang
Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara
Tahun 1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 1989
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 1989
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1989
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
UMUM
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan
yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan
kehidupan bangsa yang bersangkutan.
Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia yang telah
mengantarkan pembentukan suatu pemerintah negara Indonesia untuk
"melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia" serta "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial"
menuntut penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan yang dapat
menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa
Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII,
Pasal 31 ayat (2), bahwa pendidikan yang dimaksud harus
diusahakan dan diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai "satu
sistem pengajaran nasional". Sesuai dengan judul bab yang
bersangkutan, yaitu PENDIDIKAN, pengertian "satu sistem
pengajaran nasional" dalam Undang-undang ini diperluas menjadi
"satu sistem pendidikan nasional". Perluasan pengertian ini
memungkinkan Undang-undang ini tidak membatasi perhatian pada
pengajaran saja, melainkan juga memperhatikan unsur-unsur
pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan kepribadian
manusia Indonesia yang bersama-sama merupakan perwujudan bangsa
Indonesia, suatu bangsa yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, memelihara budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur, sebagaimana dimaksud dalam
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
: II/MPR/ 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa).
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila di bidang pendidikan, maka pendidikan
nasional mengusahakan pertama, pembentukan manusia Pancasila
sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu
mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam
ketahanan nasional yang tangguh yang mengandung makna terwujudnya
kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan ideologi yang
bertentangan dengan Pancasila. Sehubungan dengan itu, maka
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara diberikan kepada peserta didik
sebagai bagian dari keseluruhan sistem pendidikan nasional.
Dengan landasan pemikiran tersebut, pendidikan nasional
disusun sebagai usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengembangkan dirinya
secara terus-menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan
yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan
nasional.
Sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta,
menyeluruh dan terpadu : semesta dalam arti terbuka bagi seluruh
rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara; menyeluruh dalam
arti mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; dan
terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan
nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.
Pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Undang-undang ini
mengungkapkan satu sistem yang :
a. berakar pada kebudayaan nasional dan berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melanjutkan dan
meningkatkan pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa);
b. merupakan satu keseluruhan dan dikembangkan untuk ikut
berusaha mencapai tujuan nasional;
c. mencakup, baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah;
d. mengatur, bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas 3
(tiga) jenjang utama, yang masing-masing terbagi pula dalam
jenjang atau tingkatan;
e. mengatur, bahwa kurikulum, peserta didik dan tenaga
kependidikan -- terutama guru, dosen atau tenaga pengajar --
merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam
kegiatan belajar-mengajar;
f. mengatur secara terpusat (sentralisasi), namun
penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan
secara tidak terpusat (desentralisasi);
g. menyelenggarakan satuan dan kegiatan pendidikan sebagai
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan
Pemerintah;
h. mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat berkedudukan
serta diperlakukan dengan penggunaan ukuran yang sama;
i. mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat memiliki kebebasan untuk
menyelenggarakannya sesuai dengan ciri atau kekhususan
masing-masing sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan
Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan
ideologi bangsa dan negara; dan
j. memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang sesuai
dengan bakat, minat dan tujuan yang hendak dicapai serta
memudahkannya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
Sistem pendidikan nasional harus dapat memberi pendidikan dasar
bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar masing-masing
memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar,
yang meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta
menggunakan bahasa Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga
negara untuk dapat berperanserta dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Setiap warga negara diharapkan mengetahui hak dan kewajiban
pokoknya sebagai warga negara serta memiliki kemampuan untuk
dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri, ikut serta dalam upaya
memenuhi kebutuhan masyarakat, dan memperkuat persatuan dan
kesatuan serta upaya pembelaan negara. Pengetahuan dan kemampuan
ini harus dapat diperoleh dari sistem pendidikan nasional. Hal
ini dimaksudkan untuk memberi makna pada amanat Undang-Undang
Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan, bahwa
"Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran".
Warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan pada tahap
manapun dalam perjalanan hidupnya --pendidikan seumur hidup--,
meskipun sebagai anggota masyarakat ia tidak diharapkan untuk
terus-menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang
diperolehnya untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan dapat
diperoleh, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah.
Sistem pendidikan nasional memberi kesempatan belajar yang
seluas-luasnya kepada setiap warga negara, oleh karena itu dalam
penerimaan seseorang sebagai peserta didik tidak dibenarkan
adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku,
latar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali
apabila ada satuan atau kegiatan pendidikan yang memiliki
kekhususan yang harus diindahkan.
Pendidikan keluarga termasuk jalur pendidikan luar sekolah
merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pengalaman seumur hidup. Pendidikan dalam keluarga memberikan
keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan
aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap
hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.
Dalam rangka peningkatan peranserta keluarga, masyarakat dan
Pemerintah dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional, maka
semua pihak perlu berusaha untuk menciptakan suasana lingkungan
yang mendukung terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Dalam
hubungan ini, maka pengadaan dan pendayagunaan sumberdaya
pendidikan, baik yang disediakan oleh Pemerintah maupun
masyarakat perlu dipertahankan fungsi sosialnya, dan tidak
mengarah pada usaha mencari keuntungan material.
Upaya peningkatan taraf dan mutu kehidupan bangsa dan
pengembangan kebudayaan nasional, yang diharapkan menaikkan
harkat dan martabat manusia Indonesia, diadakan terus-menerus,
sehingga dengan sendirinya senantiasa menuntut penyesuaian
pendidikan pada kenyataan yang selalu berubah. Pendidikan juga
harus senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pengaturan dalam Undang-undang ini pada dasarnya dirumuskan
secara umum, agar supaya pengaturan yang lebih khusus, yang harus
disesuaikan dengan keadaan yang telah mengalami perubahan
sebagaimana dimaksud di atas, dan bahkan harus memperhitungkan
kemungkinan tuntutan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia di masa yang akan datang, dilakukan melalui pengaturan
yang lebih mudah dibuat, diubah dan dicabut. Dalam hubungan
inilah dibentuk Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang
bertugas untuk memberi pertimbangan kepada Menteri mengenai
segala hal yang dipandang perlu dalam rangka perubahan,
perbaikan, dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku bagi
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan pendidikan nasional perlu
disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan
pembangunan pendidikan nasional.
Undang-undang yang lama, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun
1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
(Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550); Undang-undang Nomor 12
Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4
Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 550); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan
Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2361); Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965
tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965
Nomor 80); Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang
Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara
Tahun 1965 Nomor 81) perlu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
serta diganti dengan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Dalam fungsinya untuk mengembangkan dan menjamin
kelangsungan hidup bangsa, maka pendidikan nasional berusaha
untuk mengembangkan kemampuan, mutu dan martabat kehidupan
manusia Indonesia; memerangi segala kekurangan,
keterbelakangan, dan kebodohan; memantapkan ketahanan
nasional; serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
berlandaskan kebudayaan bangsa dan
ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pengaturan pelaksanaan
hak tersebut tidak boleh mengurangi arti keadilan dan
pemerataan bagi setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan.
Pasal 6
Pasal ini memberikan pedoman bahwa pendidikan dasar,
mempunyai fungsi untuk mempersiapkan bekal dasar bagi
pengembangan kehidupan, sikap, pengetahuan, dan
keterampilan, yang diperlukan oleh setiap warga negara
sekurang-kurangnya setara dengan pendidikan dasar dalam
membekali dirinya.
Pasal 7
Pendidikan nasional memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan, karena itu, dalam penerimaan peserta didik tidak
dibenarkan adanya pembedaan atas dasar jenis kelamin, agama,
suku, ras, latar belakang sosial, dan tingkat kemampuan
ekonomi, kecuali dalam satuan pendidikan yang memiliki
kekhususan. Misalnya, satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan atas dasar kewanitaan dibenarkan
untuk menerima hanya wanita sebagai peserta didik dan tidak
menerima pria. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan agama tertentu dibenarkan untuk menerima hanya
penganut agama yang bersangkutan.
Pasal 8
Ayat (1)
Pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang disesuaikan
dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah,
kursus, kelompok belajar, ataupun bentuk lain, baik yang
menempati bangunan tertentu maupun yang tidak, seperti
satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak
jauh.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan
melalui prasarana yang dilembagakan.
Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah baik yang dilembagakan
maupun tidak.
Ciri-ciri yang membedakan pendidikan luar sekolah dengan
pendidikan sekolah adalah keluwesan pendidikan luar sekolah
berkenaan dengan waktu dan lama belajar, usia peserta didik,
isi pelajaran, cara penyelenggaraan pengajaran dan cara
penilaian hasil belajar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Keluarga merupakan pendidikan yang penting peranannya dalam
upaya pendidikan umumnya. Pemerintah mengakui kemandirian
keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam
lingkungannya sendiri.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan
dasar dan jenjang pendidikan menengah.
Ayat (3)
Pendidikan kejuruan diselenggarakan pada jenjang pendidikan
menengah.
Ayat (4)
Ayat ini didasarkan atas kenyataan bahwa peserta didik yang
dimaksud sesungguhnya memerlukan bantuan dan perhatian yang
lebih banyak dalam pendidikan dan upaya belajar mereka
daripada yang dapat diberikan oleh sekolah biasa. Pendidikan
luar biasa diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan
jenjang pendidikan menengah.
Ayat (5)
Pendidikan kedinasan diselenggarakan pada jenjang pendidikan
menengah jenjang pendidikan tinggi.
Ayat (6)
Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada semua jenjang
pendidikan.
Ayat (7)
Pendidikan akademik, yang juga dikenal sebagai pendidikan
keilmuan, diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi.
Istilah "akademik", dalam hal ini tidak terkait pada bentuk
perguruan tinggi yang dikenal sebagai akademi.
Ayat (8)
Pendidikan profesional, yang juga dikenal sebagai pendidikan
keahlian diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi.
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Pendidikan di jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan
yang berjenjang. Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan
berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, keluasan dan kedalaman bahan
pengajaran dan cara penyajian bahan pengajaran.
Tidak semua jenis pendidikan pada jalur pendidikan sekolah
harus dimulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi.
Ayat (2)
Pendidikan prasekolah dapat diikuti oleh peserta didik
sebelum memasuki pendidikan dasar.
Pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk
memasuki pendidikan dasar.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9
(sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun
di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang
sederajat.
Pendidikan dasar diselenggarakan dengan memberikan
pendidikan yang meliputi antara lain penumbuhan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembangunan watak
dan kepribadian serta pemberian pengetahuan dan keterampilan
dasar. Pendidikan dasar pada hakikatnya merupakan pendidikan
yang memberikan kesanggupan pada peserta didik bagi
perkembangan kehidupannya, baik untuk pribadi maupun untuk
masyarakat. Oleh karena itu, setiap warga negara harus
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh
pendidikan dasar.
Program pendidikan dasar ini dapat disampaikan melalui
pendidikan di sekolah termasuk yang merupakan pendidikan
luar biasa dan/atau pendidikan di luar sekolah.
Pendidikan dasar juga mempersiapkan peserta didik untuk
dapat mengikuti pendidikan menengah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendidikan yang setara dengan pendidikan dasar berkenaan
dengan kemungkinan memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang lingkup dan tarafnya sepadan dengan
pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan
diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang lamanya 3
(tiga) tahun sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan
yang sederajat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dengan ketentuan ini maka perguruan tinggi di luar sekolah
tinggi, institut dan universitas tidak dapat memberikan
gelar sarjana, melainkan hanya sebutan profesional.
Ayat (3)
Oleh karena pemberian gelar magister dan doktor memerlukan
persyaratan tertentu, maka hanya sekolah tinggi, institut
dan universitas yang telah memenuhi persyaratan yang dapat
menyelenggarakan program dan memberikan gelar tersebut.
Ayat (4)
Tidak semua pendidikan profesional diakhiri dengan pemberian
sebutan profesional.
Ayat (5)
Gelar doktor kehormatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah
gelar kehormatan yang diberikan kepada mereka yang dianggap
telah memberikan jasa yang luar biasa terhadap ilmu
pengetahuan dan umat manusia.
Pemberian gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa)
disingkat Dr. (HC) diusulkan oleh senat fakultas dan
dikukuhkan oleh senat institut atau universitas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan
tinggi tidak dibenarkan perubahan bentuk gelar dan/atau
sebutan yang bersangkutan, seperti penggantian gelar
dan/atau sebutan yang diperoleh dengan gelar dan/atau
sebutan atau singkatan gelar dan/ atau sebutan lulusan
perguruan tinggi negeri lain.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Kebebasan akademik dimiliki oleh sivitas akademika yang
terdiri atas staf akademik dan mahasiswa.
Kebebasan akademik merupakan kebebasan sivitas akademika
untuk melakukan pengajaran ilmu kepada dan antara sesama
warganya serta melakukan studi, penelitian, pembahasan, dan
penerbitan ilmiah.
Kebebasan mimbar akademik sebagai bagian dari kebebasan
akademik merupakan hak dan tanggung jawab seseorang yang
memiliki wewenang dan wibawa keilmuan guna mengutarakan
pikiran dan pendapatnya dari mimbar akademik.
Otonomi keilmuan pada hakikatnya berarti bahwa kegiatan
keilmuan berpedoman pada norma keilmuan yang harus ditaati
oleh para ilmuwan dan calon ilmuwan.
Pengembangan perguruan tinggi diarahkan pada kemampuan
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, yaitu kegiatan yang disebut Tridarma
Perguruan Tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan
nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan
keleluasaan gerak peserta didik.
Ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik
untuk mengembangkan bakatnya sesuai dengan kemampuan dan
minatnya.
Keleluasaan gerak berarti terbukanya kesempatan bagi peserta
didik untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan
yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur
ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendidikan
yang lain dalam-jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan
keleluasaan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses
belajar dan kemampuan sumber daya yang tersedia.
Peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
disebut pelajar, murid atau siswa dan pada jenjang
pendidikan tinggi disebut mahasiswa. Peserta didik dalam
jalur pendidikan luar sekolah disebut warga belajar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
butir 1
Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku
juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan.
Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
pada dasarnya peserta didik ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan yang jumlahnya ditetapkan menurut
kemampuan orang tua atau wali peserta didik.
Pada jenjang pendidikan yang dikenakan ketentuan wajib
belajar, biaya penyelenggaraan pendidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan
tanggung jawab Pemerintah, sehingga peserta didik tidak
dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan.
Peserta didik pada jenjang pendidikan lainnya yang ternyata
memiliki kecerdasan luar biasa tetapi tidak mampu ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dapat dibebaskan
dari kewajiban tersebut.
Pembebanan biaya tambahan yang tidak langsung berhubungan
dengan kegiatan belajar-mengajar tidak dibenarkan.
butir 2
Cukup jelas
butir 3
Cukup jelas
butir 4
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Setiap warga negara berkesempatan seluas-luasnya untuk
menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun
pendidikan luar sekolah.
Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat
belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam
mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia. Tetapi
tidak diharapkan terus menerus belajar tanpa mengabdikan
kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat.
Penilaian pendidikan berkelanjutan tersebut dimungkinkan
melalui ujian persamaan atau ekstranci.
Warga negara yang belajar mandiri dapat diberi kesempatan
untuk menempuh ujian persamaan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Termasuk dalam pengertian pengelola satuan pendidikan adalah
kepala sekolah, direktur, dekan, rektor. Termasuk tenaga
pendidik adalah tutor dan fasilitator.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Kewenangan mengajar diberikan melalui surat pengangkatan
seseorang sebagai tenaga pengajar pada satuan pendidikan
tertentu oleh pejabat yang berwenang dengan memperhatikan
persyaratan-persyaratan yang berlaku.
Ayat (2)
Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai
dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang
bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Tunjangan tambahan yang dimaksud dalam butir 1.b. adalah
tunjangan di luar tunjangan yang diberikan atas dasar
ketentuan umum yang berlaku bagi pegawai negeri dan
diberikan bilamana Pemerintah menganggap perlu memberikan
perlakuan khusus.
Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
tenaga pengajar yang berhasil memperoleh peningkatan
kemampuan dan kewenangan profesional diberi penghargaan
melalui kenaikan pangkat dengan kemungkinan pencapaian
pangkat kepegawaian yang lebih tinggi dari pada pangkat
kepala satuan pendidikan yang bersangkutan, atau melalui
bentuk penghargaan yang lain.
Pasal 31
butir 1
Cukup jelas
butir 2
Cukup jelas
butir 3
Pelaksanaan tugas dengan penuh tanggung jawab termasuk
keteladanan dalam menjalankan tugas.
butir 4
Cukup jelas
butir 5
Cukup jelas
Pasal 32
Kewenangan pengaturan pengadaan, pembinaan, dan pengembangan
tenaga kependidikan tersebut pada dasarnya dilakukan
terhadap satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah.
Namun begitu, sejauh diperlukan Pemerintah dapat pula
melakukannya bagi kepentingan satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 33
Cukup jelas (lihat pula penjelasan Pasal 25)
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik
bilamana para tenaga kependidikan maupun para peserta didik
tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk
penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar yang bersangkutan.
Salah satu sumber belajar yang amat penting, tetapi bukan
satu-satunya adalah perpustakaan yang harus memungkinkan
para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh
kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan
dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu
pengetahuan yang diperlukan.
Sumber belajar lain adalah misalnya, laboratorium, bengkel
dan fasilitas olahraga. Bagi pendidikan kedokteran sumber
belajar meliputi rumah sakit.
Pasal 36
Ayat (1)
Meskipun pada dasarnya biaya penyelenggaraan satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi
tanggung jawab Pemerintah, penjelasan Pasal 25 ayat (1)
butir 1 tetap berlaku, terutama pada jenjang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Kurikulum yang dimaksud pada ayat ini terdapat pada jalur
pendidikan sekolah maupun pada jalur pendidikan luar
sekolah. Satuan pendidikan dapat menambah mata pelajaran
yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta
ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
Semua tambahan tersebut tidak mengurangi kurikulum yang
berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan dan
jiwa pendidikan nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang
diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai
golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil
dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam
masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam
kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran,
pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan
mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang
bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati
agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama
dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali
peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar
berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara
serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Pada jenjang pendidikan tinggi pendidikan pendahuluan bela
negara diselenggarakan antara lain melalui pendidikan
kewiraan.
Ayat (3)
Sebutan-sebutan tersebut pada ayat (3) bukan nama mata
pelajaran, melainkan sebutan yang mengacu pada pembentukan
kepribadian dan unsur-unsur kemampuan yang diajarkan dan
dikembangkan melalui pendidikan dasar.
Lebih dari satu unsur tersebut dapat digabung dalam satu
mata pelajaran atau sebaliknya, satu unsur dapat dibagi
menjadi lebih dari satu mata pelajaran. Unsur-unsur
kemampuan pada ayat (3) dimaksudkan untuk menyatakan bahwa
pendidikan dasar harus mencakup sekurang-kurangnya semua
kemampuan tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 40
Ketentuan hari belajar dan libur sekolah hanya berlaku pada
jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Tahun pelajaran sekolah dimulai pada minggu ketiga bulan
Juli.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Penilaian kegiatan belajar-mengajar dilakukan untuk membantu
perkembangan peserta didik dalam usaha mencapai tujuan
pendidikannya. Oleh karena itu, penilaian disertai dengan
usaha bimbingan dan nasihat.
Pasal 44
Tujuan penilaian yang diatur dalam pasal ini adalah untuk
mengetahui hasil belajar para peserta didik suatu jenis dan
jenjang pendidikan tertentu dengan menggunakan ukuran yang
ditetapkan secara nasional pada akhir masa pendidikannya.
Penilaian harus didasarkan atas kurikulum nasional. Hal ini
juga dimaksudkan untuk memperoleh keterangan tentang mutu
hasil pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan
secara nasional.
Ujian negara diselenggarakan untuk mengesahkan keberhasilan
belajar peserta ujian sebagai hasil belajar yang telah
memenuhi persyaratan yang dianggap berlaku oleh Pemerintah.
Pasal 45
Penilaian kurikulum sebagai satu kesatuan dilakukan untuk
mengetahui kesesuaian kurikulum yang bersangkutan dengan
dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta
kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat. Kegiatan penilaian ini merupakan bagian dari
upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
Ayat (1)
Penilaian meliputi segi-segi administrasi, kelembagaan,
tenaga kependidikan, kurikulum, peserta didik, sarana dan
prasarana, serta keadaan umum satuan pendidikan baik yang
diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat untuk
menentukan akreditasi satuan pendidikan dan usaha pembinaan
yang diperlukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Peran serta masyrakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam
usaha menyelenggarakan pendidikan nasional.
Masyarakat berperan serta seluas-luasnya dalam
menyelenggarakan dan mengembangkan satuan pendidikan sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini dan
peraturan pelaksanaannya. Baik satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat
berkedudukan sama dalam sistem pendidikan nasional.
Ayat (2)
Ayat ini dimaksudkan untuk menghargai setiap penyelenggara
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
memiliki ciri-ciri tertentu, seperti satuan pendidikan yang
berlatar belakang keagamaan, kebudayaan, dan sebagainya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Badan yang dimaksud ini diharapkan menyalurkan aspirasi
masyarakat umum serta kepentingan bangsa dan negara
berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan kepada pengelola
sistem pendidikan nasional.
Oleh sebab itu, badan tersebut harus beranggotakan
wakil-wakil golongan dalam masyarakat, pakar-pakar berkenaan
dengan upaya penyelenggaraan pendidikan, bersama beberapa
pejabat yang mewakili Pemerintah. Badan ini bersifat non
struktural.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Pengelolaan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang lazim disebut,
perguruan swasta dilakukan oleh suatu badan yang bersifat
sosial, sedangkan pengelolaan pendidikan jalur pendidikan
luar sekolah dapat pula oleh perorangan.
Pasal 52
Pemerintah berkewajiban membina perkembangan pendidikan
nasional dan oleh sebab itu wajib mengetahui keadaan satuan
dan kegiatan pendidikan baik yang diselenggarakan oleh
Pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat.
Pengawasan lebih merupakan upaya untuk memberi bimbingan,
binaan, dorongan, dan pengayoman bagi satuan pendidikan yang
bersangkutan yang diharapkan terus-menerus dapat
meningkatkan mutu pendidikan maupun pelayanannya.
Pasal 53
Tindakan administratif berwujud pemberian peringatan sebagai
tindakan yang paling ringan dan perintah penutupan satuan
pendidikan yang bersangkutan sebagai tindakan yang paling
berat.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 56
Ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 29 ayat
(1) hanya dikenakan bagi warga negara.
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1989
Silahkan download versi PDF nya sbb:
sistem_pendidikan_nasional_(uu_2_thn_1989)_2.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Uud 45 berkaitan dengan sistem pendidikan nasional. Http://carapedia.com/sistem_pendidikan_nasional_thn_1989_info1324.html. Makna pasal 10 uuspn 1989. Uus pn 2/1989 pasal 1. Pasal 10 ayat 1 uuspn no.2/1989. Pasal 10 ayat 1 uuspn no.2/1989 tentang 5 segi sistem pendidikan. Uuspn ri no.2/1989.
Uu no 2/1989 bab 7 pasal 28 29 tentang rekreasi. Uu 22 tahun 1988 tentang sistem pendidikan nasional. Uud 1945 tentang sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional uud 1945. Pasal 31 uud 1945 tentang sisdiknas mencakup. Uu 2 1989 bab vii tentang rekreasu. Uu no.2/1989 bab 7 pasal 28 dan 29.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






