Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2006
  • » Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (UU 3 thn 2006)

2006

Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (UU 3 thn 2006)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama :
                 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 3 TAHUN 2006
                                TENTANG
       PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989
                      TENTANG PERADILAN AGAMA


                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
                 negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
                 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
                 bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa,
                 negara, dan masyarakat yang tertib, bersih, makmur, dan
                 berkeadilan;
              b. bahwa Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di
                 bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan
                 kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
                 peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
              c. bahwa Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-
                 Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
                 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
                 hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut
                 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
                 1945;
              d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                 dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
                 Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
                 Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;


Mengingat   : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang
                 Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
              2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
                 Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
                 Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
                 Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
                 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9,
                 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
                 4359);

                                                   3. Undang-Undang . . .
                                 -2-


          3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
             Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989
             Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
             Nomor 3400);
          4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
             Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
             2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
             Indonesia Nomor 4338);

                   Dengan Persetujuan Bersama
        DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                  dan
                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                          MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
             UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN
             AGAMA.

                                 Pasal I

          Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
          1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik
          Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
          Republik Indonesia Nomor 3400) diubah sebagai berikut:

          1. Ketentuan   Pasal    2   diubah   sehingga   berbunyi   sebagai
             berikut:
                                 Pasal 2
             Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan
             kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama
             Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud
             dalam Undang-Undang ini.

          2. Di antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan pasal baru yakni
             Pasal 3A, yang berbunyi sebagai berikut:

                             Pasal 3A
             Di   lingkungan Peradilan  Agama    dapat  diadakan
             pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-
             Undang.
                                                           3. Ketentuan . . .
                       -3-


3. Ketentuan   Pasal    4   diubah   sehingga   berbunyi   sebagai
   berikut:

                       Pasal 4
  (1)   Pengadilan   agama   berkedudukan di ibu kota
        kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
        wilayah kabupaten/kota.
  (2)   Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota
        provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah
        provinsi.

4. Ketentuan   Pasal    5   diubah   sehingga   berbunyi   sebagai
   berikut:

                       Pasal 5
  (1)   Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi,
        dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah
        Agung.
  (2)   Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
        boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa
        dan memutus perkara.

5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
   berikut:

                   Pasal 11
  (1)   Hakim pengadilan adalah pejabat yang melakukan
        tugas kekuasaan kehakiman.
  (2)   Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian,
        serta pelaksanaan tugas hakim ditetapkan dalam
        Undang-Undang ini.

6. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
   berikut:

                   Pasal 12
  (1)   Pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim
        dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung.
  (2)   Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi
        kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus
        perkara.

                                                 7. Ketentuan . . .
                    -4-


7. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
   berikut:

                    Pasal 13
  (1)   Untuk dapat diangkat sebagai calon hakim pengadilan
        agama, seseorang harus memenuhi syarat sebagai
        berikut:
        a. warga negara Indonesia;
        b. beragama Islam;
        c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
        d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
             Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
        e. sarjana syariah dan/atau sarjana hukum yang
             menguasai hukum Islam;
        f.   sehat jasmani dan rohani;
        g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak
             tercela; dan
        h. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai
             Komunis Indonesia termasuk organisasi massanya,
             atau bukan orang yang terlibat langsung dalam
             Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia.
  (2)   Untuk dapat diangkat menjadi hakim harus pegawai
        negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1) dan berumur paling rendah 25
        (dua puluh lima) tahun.
  (3)   Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua
        pengadilan agama harus berpengalaman paling singkat
        10 (sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan agama.


8. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
   berikut:

                    Pasal 14
  (1)   Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi
        agama, seorang hakim harus memenuhi syarat sebagai
        berikut:
        a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
             (1) huruf a,   huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
             huruf g, dan huruf h;
        b. berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
        c. pengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai
             ketua, wakil ketua, pengadilan agama, atau 15
             (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan
             agama; dan
                     -5-


         d.   lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah
              Agung.
   (2)   Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi
         agama harus berpengalaman paling singkat 5 (lima)
         tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3
         (tiga) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang
         pernah menjabat ketua pengadilan agama.
   (3)   Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan
         tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 4
         (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama
         atau 2 (dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama
         yang pernah menjabat ketua pengadilan agama.


 9. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:

                     Pasal 15
   (1)   Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh
         Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
   (2)   Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat        dan
         diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.


10. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                     Pasal 16
   (1)   Sebelum memangku jabatannya, ketua, wakil ketua,
         dan hakim pengadilan wajib mengucapkan sumpah
         menurut agama Islam.
   (2)   Sumpah      sebagaimana dimaksud pada       ayat (1)
         berbunyi sebagai berikut :
         "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan
         memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan
         seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
         Negara     Republik  Indonesia  Tahun  1945,   dan
         menjalankan segala peraturan perundang-undangan
         dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang
         Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
         berbakti kepada nusa dan bangsa".
   (3)   Wakil  ketua  dan   hakim   pengadilan  agama
         mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan
         agama.
                     -6-


   (4)   Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama serta
         ketua pengadilan agama mengucapkan sumpah di
         hadapan ketua pengadilan tinggi agama.
   (5)   Ketua pengadilan tinggi agama mengucapkan sumpah
         di hadapan Ketua Mahkamah Agung.


11. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:

                    Pasal 17
   (1)   Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-
         undang, hakim tidak boleh merangkap menjadi:
         a. pelaksana putusan pengadilan;
         b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan
             dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya; atau
         c. pengusaha.
   (2)   Hakim tidak boleh merangkap menjadi advokat.
   (3)   Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim selain
         jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
         (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


12. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:

                    Pasal 18
   (1)   Ketua,    wakil   ketua,   dan    hakim    pengadilan
         diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
         a. permintaan sendiri;
         b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
         c. telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi
             ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan agama,
             dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil
             ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; atau
         d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
   (2)   Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang
         meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan
         dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.


13. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                                                  Pasal 19 . . .
                     -7-


                    Pasal 19
   (1)   Ketua, wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak
         dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
         a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana
             kejahatan;
         b. melakukan perbuatan tercela;
         c. terus-menerus     melalaikan   kewajiban   dalam
             menjalankan tugas pekerjaannya;
         d. melanggar sumpah jabatan; atau
         e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam
             Pasal 17.
   (2)   Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat
         dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
         huruf b, huruf c, huruf d, dan   huruf e dilakukan
         setelah  yang    bersangkutan  diberi  kesempatan
         secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis
         Kehormatan Hakim.
   (3)   Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata
         kerja Majelis Kehormatan Hakim, serta tata cara
         pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh Ketua
         Mahkamah Agung.


14. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                    Pasal 20
   Seorang hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan
   sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.


15. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                    Pasal 21
   (1)   Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum
         diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana
         dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat diberhentikan
         sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah
         Agung.
   (2)   Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana
         dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan
         sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
   (3)   Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada
         ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan.

                                             16. Ketentuan . . .
                   -8-




16. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                  Pasal 25
   Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan dapat ditangkap
   atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat
   persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam hal:
   a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
   b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan
       yang diancam dengan pidana mati; atau
   c. disangka telah melakukan kejahatan terhadap kemanan
       negara.

17. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                  Pasal 27
   Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama,
   seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
   a. warga negara Indonesia;
   b. beragama Islam;
   c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
   d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
       Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
   e. berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau
       sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
   f.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai
       wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda
       pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera
       pengadilan tinggi agama; dan
   g. sehat jasmani dan rohani.

18. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                  Pasal 28
   Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tinggi
   agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
   berikut:
   a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a,
        huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g;
   b. berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau
        sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;

                                       c. berpengalaman . . .
                    -9-


   c.   berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai
        wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda
        pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai
        panitera pengadilan agama.

19. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                   Pasal 29
   Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan
   agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
   berikut:
   a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a,
        huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
   b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai
        panitera muda atau 4 (empat) tahun sebagai panitera
        pengganti pengadilan agama.


20. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                   Pasal 30
   Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan
   tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
   berikut:
   a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a,
        huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g;
   b. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang
        menguasai hukum Islam; dan
   c. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai
        panitera muda pengadilan tinggi agama, 5 (lima) tahun
        sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3
        (tiga) tahun sebagai wakil panitera pengadilan agama,
        atau menjabat sebagai panitera pengadilan agama.


21. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                   Pasal 31
   Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan
   agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
   berikut :
   a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a,
        huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan

                                        b. berpengalaman . . .
                   - 10 -


   b.   berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai
        panitera pengganti pengadilan agama.

22. Ketentuan Pasal 32 diubah     sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                   Pasal 32
   Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan
   tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
   berikut:
   a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a,
        huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
   b. berpangalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai
        panitera pengganti pengadilan tinggi agama, 3 (tiga)
        tahun sebagai panitera muda, 5 (lima) tahun sebagai
        panitera pengganti pengadilan agama, atau menjabat
        sebagai wakil panitera pengadilan agama.

23. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                   Pasal 33
   Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti
   pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat
   sebagai berikut:
   a. syarat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 huruf
       a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
   b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai
       pegawai negeri pada pengadilan agama.

24. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                   Pasal 34
   Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti
   pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi
   syarat sebagai berikut:
   a. syarat sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf a, huruf
       b, huruf c, huruf e, dan huruf g; dan
   b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai
       panitera pengganti pengadilan agama atau 8 (delapan)
       tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan tinggi
       agama.


                                            25. Ketentuan . . .
                     - 11 -


25. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                     Pasal 35
   (1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-
       undang, panitera tidak boleh merangkap menjadi wali,
       pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara
       yang di dalamnya ia bertindak sebagai Panitera.
   (2) Panitera tidak boleh merangkap menjadi advokat.
   (3)   Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh panitera selain
         jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
         (2) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.


26. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                     Pasal 36
   Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera
   pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari
   jabatannya oleh Mahkamah Agung.


27. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                     Pasal 37
   (1)   Sebelum memangku jabatannya, panitera, wakil
         panitera, panitera muda, dan panitera pengganti
         mengucapkan sumpah menurut agama Islam di
         hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
   (2)   Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi
         sebagai berikut:
         "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya untuk
         memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak
         langsung dengan menggunakan atau cara apa pun juga,
         tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu
         kepada siapapun juga."
         "Saya bersumpah untuk melakukan atau tidak
         melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali
         akan menerima langsung atau tidak langsung dari
         siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
         "Saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada dan
         akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila
         sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang

                                                      Dasar . . .
                    - 12 -


         Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
         segala undang-undang serta peraturan perundang-
         undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan
         Republik Indonesia".
         "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan
         menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama,
         dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan
         berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-
         baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi
         seorang panitera, wakil panitera, panitera muda,
         panitera pengganti, yang berbudi baik dan jujur dalam
         menegakkan hukum dan keadilan."


28. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                    Pasal 39
   (1)   Untuk dapat diangkat menjadi jurusita, seorang calon
         harus memenuhi syarat sebagai berikut:
         a. warga negara Indonesia;
         b. beragama Islam;
         c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
         d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
             Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
         e. berijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum
             atau yang sederajat;
         f.  berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun
             sebagai jurusita pengganti; dan
         g. sehat jasmani dan rohani.

   (2)   Untuk dapat diangkat menjadi jurusita pengganti,
         seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
         a. syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
             huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan
             huruf g, dan;
         b. berpengalaman paling singkat       3 (tiga) tahun
             sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.



29. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:


                                                  Pasal 40 . . .
                      - 13 -


                      Pasal 40
    (1)   Jurusita pengadilan agama diangkat dan diberhentikan
          oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua
          pengadilan yang bersangkutan.
    (2)   Jurusita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh
          ketua pengadilan yang bersangkutan.



30. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                      Pasal 41
    (1)   Sebelum memangku jabatannya, jurusita atau jurusita
          pengganti wajib mengucapkan sumpah menurut agama
          Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
    (2)   Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi
          sebagai berikut:
          "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk
          memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak
          langsung dengan menggunakan nama atau cara apa
          pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang
          sesuatu kepada siapapun juga".
          "Saya bersumpah, untuk melakukan atau tidak
          melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali
          akan menerima langsung atau tidak langsung dari
          siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".
          "Saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada dan
          akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila
          sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang
          Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
          segala undang-undang serta peraturan perundang-
          undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan
          Republik Indonesia".
          "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan
          menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama,
          dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan
          berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-
          baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi
          seorang jurusita atau jurusita pengganti yang berbudi
          baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan
          keadilan".


                                              31. Ketentuan . . .
                      - 14 -


31. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                      Pasal 42
    (1)   Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-
          undang, jurusita tidak boleh merangkap menjadi wali,
          pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara
          yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan.
    (2)   Jurusita tidak boleh merangkap advokat.
    (3)   Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh jurusita selain
          jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
          (2), diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.


32. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                      Pasal 44
    Panitera pengadilan tidak merangkap sekretaris pengadilan.


33. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                      Pasal 45
    Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris
    pengadilan agama, dan pengadilan tinggi agama seorang
    calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
    a. warga negara Indonesia;
    b. beragama Islam;
    c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
        Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    e. berijazah paling rendah sarjana syari'ah atau sarjana
        hukum yang menguasai hukum Islam;
    f.  berpengalaman di bidang administrasi peradilan; dan
    g. sehat jasmani dan rohani.

34. Ketentuan Pasal 46 dihapus.

35. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                      Pasal 47
    Sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan diangkat dan
    diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.

                                                36. Ketentuan . . .
                     - 15 -


36. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:

                     Pasal 48

   (1)   Sebelum memangku jabatannya, sekretaris, dan wakil
         sekretaris mengucapkan sumpah menurut agama Islam
         di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.

   (2)   Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi
         sebagai berikut:

         "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk
         diangkat menjadi sekretaris/wakil sekretaris akan setia
         dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-
         Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
         negara, dan pemerintah.

         "Saya bersumpah bahwa saya, akan menaati peraturan
         perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan
         tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan
         penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab".

         "Saya bersumpah bahwa saya, akan senantiasa
         menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah,
         martabat sekretaris/wakil sekretaris serta akan
         senantiasa  mengutamakan    kepentingan     negara
         daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau
         golongan".

         "Saya bersumpah bahwa saya, akan memegang rahasia
         sesuatu yang menurut sifatnya atau perintah harus
         saya rahasiakan".

         "Saya bersumpah bahwa saya, akan bekerja dengan
         jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
         kepentingan negara".


37. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:

                       Pasal 49

   Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,
   memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
   antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:


                                              a. perkawinan . . .
                      - 16 -



    a.    perkawinan;
    b.    waris;
    c.    wasiat;
    d.    hibah;
    e.    wakaf;
    f.    zakat;
    g.    infaq;
    h.    shadaqah; dan
    i.    ekonomi syari'ah.


38. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:

                      Pasal 50

    (1)   Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa
          lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
          49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus
          diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan
          Peradilan Umum.
    (2)   Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana
          dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara
          orang-orang yang beragama Islam, objek      sengketa
          tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama
          perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.


39. Di antara Pasal 52 dan Pasal 53 disisipkan satu pasal baru
    yakni Pasal 52A, yang berbunyi sebagai berikut:

                     Pasal 52A

    Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal
    dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.


40. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:

                      Pasal 90

    (1)   Biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89,
          meliputi:

                                                    a. biaya . . .
                       - 17 -


          a.   biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang
               diperlukan untuk perkara tersebut;
          b.   biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan
               biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam
               perkara tersebut;
          c.   biaya    yang    diperlukan    untuk     melakukan
               pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain
               yang diperlukan pengadilan dalam perkara
               tersebut; dan
          d.   biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain
               atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan
               perkara tersebut.
    (2)   Besarnya biaya perkara diatur oleh Mahkamah Agung.


41. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
    berikut:
                      Pasal 105
    (1)   Sekretaris pengadilan bertugas       menyelenggarakan
          administrasi umum pengadilan.
    (2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab,
          susunan organisasi, dan tata kerja sekretariat diatur
          oleh Mahkamah Agung.


42. Di antara Pasal 106 dan BAB VII disisipkan satu pasal baru
    yakni Pasal 106A, yang berbunyi sebagai berikut:

                     Pasal 106A

    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku peraturan
    perundang-undangan pelaksana Undang-Undang Nomor 7
    Tahun 1989 tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku
    sepanjang   tidak  bertentangan  dan   belum    diganti
    berdasarkan Undang-Undang ini.




                       Pasal II

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.




                                                         Agar . . .
                                    - 18 -




                Agar    setiap  orang     mengetahuinya,    memerintahkan
                pengundangan Undang-Undang ini dengan       penempatannya
                dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                    Disahkan di Jakarta
                                    pada tanggal 20 Maret 2006

                                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                               ttd

                                    DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

   Diundangkan di Jakarta
   pada tanggal 20 Maret 2006

   MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
           REPUBLIK INDONESIA,

                    ttd

             HAMID AWALUDIN


       LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 22



    Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
  BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,




           ABDUL WAHID
                              PENJELASAN
                                  ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 3 TAHUN 2006
                                TENTANG
      PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989
                      TENTANG PERADILAN AGAMA




I.   UMUM

           Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
     menentukan dalam Pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan
     salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
     Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum,
     Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Peradilan Agama
     merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman
     untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat
     pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama
     Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
     shadaqah, dan ekonomi syari'ah. Dengan penegasan kewenangan
     Peradilan Agama tersebut dimaksudkan untuk memberikan dasar
     hukum kepada pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara tertentu
     tersebut, termasuk pelanggaran atas Undang-Undang tentang
     Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya serta memperkuat landasan
     hukum Mahkamah Syar'iyah dalam melaksanakan kewenangannya di
     bidang jinayah berdasarkan qanun.

           Dalam Undang-Undang ini kewenangan pengadilan di lingkungan
     Peradilan Agama diperluas, hal ini sesuai dengan perkembangan hukum
     dan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim.
     Perluasan tersebut antara lain meliputi ekonomi syari'ah. Dalam
     kaitannya dengan perubahan Undang-Undang ini pula, kalimat yang
     terdapat dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
     tentang Peradilan Agama yang menyatakan: "Para Pihak sebelum
     berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang
     dipergunakan dalam pembagian warisan", dinyatakan dihapus.


                                                                 Dalam . . .
                                 -2-


            Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang
      merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum, telah
      dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
      tentang   Ketentuan-ketentuan     Pokok    Kekuasaan   Kehakiman
      sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
      1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
      tentang   Ketentuan-ketentuan     Pokok    Kekuasaan  Kehakiman,
      sebagaimana terakhir telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 4
      Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Demikian pula halnya telah
      dilakukan perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
      Mahkamah Agung dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
      Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
      Mahkamah Agung.

           Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
      Kehakiman menegaskan adanya pengadilan khusus yang dibentuk
      dalam salah satu lingkungan peradilan dengan undang-undang. Oleh
      karena itu, keberadaan pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan
      Agama perlu diatur pula dalam Undang-Undang ini.

            Penggantian dan perubahan kedua Undang-Undang tersebut
      secara tegas telah mengatur pengalihan organisasi, administrasi, dan
      finansial dari semua lingkungan peradilan ke Mahkamah Agung. Dengan
      demikian, organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di
      lingkungan Peradilan Agama yang sebelumnya masih berada di bawah
      Departemen Agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
      tentang Peradilan Agama perlu disesuaikan. Berdasarkan ketentuan
      Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
      Pengalihan ke Mahkamah Agung telah dilakukan. Untuk memenuhi
      ketentuan dimaksud perlu pula diadakan perubahan atas Undang-
      Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.


II.   PASAL DEMI PASAL

      Pasal I
            Angka 1
                 Pasal 2
                       Yang dimaksud dengan "rakyat pencari keadilan"
                       adalah setiap orang baik warga negara Indonesia
                       maupun orang asing yang mencari keadilan pada
                       pengadilan di Indonesia.

                                                              Angka 2 . . .
                       -3-


Angka 2
     Pasal 3 A
           Pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama
           adalah pengadilan syari'ah Islam yang diatur dengan
           Undang-Undang. Mahkamah Syar'iyah di Provinsi
           Nanggroe      Aceh    Darussalam     yang     dibentuk
           berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
           tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
           Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
           Darussalam yang oleh Undang-Undang Nomor 4
           Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 15
           ayat (2) disebutkan bahwa: "Peradilan Syari'ah Islam di
           Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan
           pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama
           sepanjang kewenangan-nya menyangkut kewenangan
           peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus
           dalam lingkungan peradilan umum sepanjang
           kewenangannya menyangkut kewenangan Peradilan
           Umum".

Angka 3
     Pasal 4
           Ayat (1)
                 Pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan
                 agama berada di ibukota kabupaten dan kota,
                 yang daerah hukumnya meliputi wilayah
                 kabupaten atau kota, tetapi tidak menutup
                 kemungkinan adanya pengecualian.
           Ayat (2)
                 Cukup jelas.
Angka 4
     Pasal 5
           Cukup jelas.

Angka 5
     Pasal 11
           Cukup jelas.

Angka 6
     Pasal 12
           Cukup jelas.

Angka 7
     Pasal 13
           Cukup jelas.

                                                      Angka 8 . . .
                      -4-


Angka 8
     Pasal 14
           Cukup jelas.

Angka 9
     Pasal 15
           Cukup jelas.

Angka 10
     Pasal 16
           Cukup jelas.

Angka 11
     Pasal 17
           Cukup jelas.

Angka 12
     Pasal 18
           Ayat (1)
                 Huruf a
                      Cukup jelas.
                 Huruf b
                      Yang dimaksud dengan "sakit jasmani
                      atau rohani terus-menerus" adalah sakit
                      yang menyebabkan yang bersangkutan
                      ternyata tidak mampu lagi melakukan
                      tugas kewajibannya dengan baik.
                 Huruf c
                      Cukup jelas.
                 Huruf d
                      Yang dimaksud dengan "tidak cakap"
                      adalah misalnya yang bersangkutan
                      banyak melakukan kesalahan besar dalam
                      menjalankan tugasnya.
           Ayat (2)
                 Cukup jelas.

Angka 13
     Pasal 19
           Ayat (1)
                 Huruf a
                      Yang dimaksud dengan "tindak pidana
                      kejahatan" adalah tindak pidana yang
                      ancaman pidananya paling singkat 1 (satu)
                      tahun.

                                                   Huruf b . . .
                      -5-


                 Huruf b
                       Yang dimaksud dengan "melakukan
                       perbuatan tercela" adalah apabila hakim
                       yang     bersangkutan   karena     sikap,
                       perbuatan, dan tindakannya baik di dalam
                       maupun di luar pengadilan merendahkan
                       martabat hakim.
                 Huruf c
                       Yang       dimaksud    dengan      "tugas
                       pekerjaannya" adalah semua tugas yang
                       dibebankan kepada yang bersangkutan.
                 Huruf d
                       Cukup jelas.
                 Huruf e
                       Cukup jelas.
           Ayat (2)
                 Dalam hal pemberhentian tidak dengan hormat
                 dengan alasan dipidana karena melakukan
                 tindakan pidana kejahatan, yang bersangkutan
                 tidak diberi kesempatan untuk membela diri.
           Ayat (3)
                 Cukup jelas.

Angka 14
     Pasal 20
           Cukup jelas.

Angka 15
     Pasal 21
           Cukup jelas.

Angka 16
     Pasal 25
           Cukup jelas.

Angka 17
     Pasal 27
           Cukup jelas.

Angka 18
     Pasal 28
           Cukup jelas.

Angka 19
     Pasal 29
           Cukup jelas.
                                                   Angka 20 . . .
                       -6-


Angka 20
     Pasal 30
           Cukup jelas.

Angka 21
     Pasal 31
           Cukup jelas.

Angka 22
     Pasal 32
           Cukup jelas.

Angka 23
     Pasal 33
           Cukup jelas.

Angka 24
     Pasal 34
           Cukup jelas.

Angka 25
     Pasal 35
           Ketentuan ini berlaku juga bagi wakil panitera,
           panitera muda, dan panitera pengganti.

Angka 26
     Pasal 36
           Cukup jelas.

Angka 27
     Pasal 37
           Cukup jelas.

Angka 28
     Pasal 39
           Cukup jelas.

Angka 29
     Pasal 40
           Cukup jelas.

Pasal 30
      Pasal 41
            Cukup jelas.


                                              Angka 31 . . .
                      -7-


Angka 31
     Pasal 42
           Cukup jelas.

Angka 32
     Pasal 44
           Cukup jelas.

Angka 33
     Pasal 45
           Cukup jelas.

Angka 34
     Pasal 46
           Cukup jelas.

Angka 35
     Pasal 47
           Cukup jelas.

Angka 36
     Pasal 48
           Cukup jelas.

Angka 37
     Pasal 49
           Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang
           perbankan syari'ah, melainkan juga di bidang ekonomi
           syari'ah lainnya.
           Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang
           beragama Islam" adalah termasuk orang atau badan
           hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri
           dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-
           hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai
           dengan ketentuan Pasal ini.

           Huruf a
                Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah
                hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan
                undang-undang mengenai perkawinan yang
                berlaku yang dilakukan menurut syari'ah,
                antara lain:
                1.   izin beristri lebih dari seorang;

                                                         2. izin . . .
       -8-


2.    izin melangsungkan perkawinan bagi orang
      yang belum berusia 21 (dua puluh satu)
      tahun, dalam hal orang tua wali, atau
      keluarga dalam garis lurus ada perbedaan
      pendapat;
3.    dispensasi kawin;
4.    pencegahan perkawinan;
5.    penolakan     perkawinan    oleh    Pegawai
      Pencatat Nikah;
6.    pembatalan perkawinan;
7.    gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan
      istri;
8.    perceraian karena talak;
9.    gugatan perceraian;
10.   penyelesaian harta bersama;
11.   penguasaan anak-anak;
12.   ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan
      pendidikan anak bilamana bapak yang
      seharusnya     bertanggung    jawab    tidak
      mematuhinya;
13.   penentuan     kewajiban    memberi    biaya
      penghidupan oleh suami kepada bekas istri
      atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas
      istri;
14.   putusan tentang sah tidaknya seorang
      anak;
15.   putusan tentang pencabutan kekuasaan
      orang tua;
16.   pencabutan kekuasaan wali;
17.   penunjukan orang lain sebagai wali oleh
      pengadilan dalam hal kekuasaan seorang
      wali dicabut;
18.   penunjukan seorang wali dalam hal seorang
      anak yang belum cukup umur 18 (delapan
      belas) tahun yang ditinggal kedua orang
      tuanya;
19.   pembebanan kewajiban ganti kerugian atas
      harta benda anak yang ada di bawah
      kekuasaannya;
20.   penetapan asal-usul seorang anak         dan
      penetapan pengangkatan anak berdasarkan
      hukum Islam;
21.   putusan tentang hal penolakan pemberian
      keterangan untuk melakukan perkawinan
      campuran;

                               22. pernyataan . . .
           -9-


     22. pernyataan tentang sahnya perkawinan
         yang terjadi sebelum Undang-Undang
         Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
         dan dijalankan menurut peraturan yang
         lain.
Huruf b
     Yang    dimaksud    dengan    "waris"   adalah
     penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
     penentuan    mengenai    harta    peninggalan,
     penentuan bagian masing-masing ahli waris,
     dan     melaksanakan     pembagian       harta
     peninggalan    tersebut,   serta     penetapan
     pengadilan atas permohonan seseorang tentang
     penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
     penentuan bagian masing-masing ahli waris.
Huruf c
     Yang   dimaksud    dengan   "wasiat"   adalah
     perbuatan seseorang memberikan suatu benda
     atau manfaat       kepada orang lain atau
     lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah
     yang memberi tersebut meninggal dunia.
Huruf d
     Yang   dimaksud   dengan   "hibah"  adalah
     pemberian suatu benda secara sukarela dan
     tanpa imbalan dari seseorang atau badan
     hukum kepada orang lain atau badan hukum
     untuk dimiliki.
Huruf e
     Yang    dimaksud    dengan     "wakaf"   adalah
     perbuatan seseorang atau sekelompok orang
     (wakif)    untuk     memisahkan        dan/atau
     menyerahkan sebagian harta benda miliknya
     untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
     jangka    waktu    tertentu    sesuai    dengan
     kepentingannya    guna      keperluan    ibadah
     dan/atau    kesejahteraan     umum      menurut
     syari'ah.
Huruf f
     Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta
     yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
     badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim
     sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk
     diberikan kepada yang berhak menerimanya.

                                         Huruf g . . .
                      - 10 -


           Huruf g
                Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan
                seseorang memberikan sesuatu kepada orang
                lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa
                makanan,         minuman,        mendermakan,
                memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan
                sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa
                ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
           Huruf h
                Yang dimaksud dengan "shadaqah" adalah
                perbuatan seseorang memberikan sesuatu
                kepada orang lain atau lembaga/badan hukum
                secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh
                waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap
                ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala
                semata.
           Huruf i
                Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah"
                adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang
                dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara
                lain meliputi:
                a. bank syari'ah;
                b. lembaga keuangan mikro syari'ah.
                c. asuransi syari'ah;
                d. reasuransi syari'ah;
                e. reksa dana syari'ah;
                f.   obligasi syari'ah dan surat berharga
                     berjangka menengah syari'ah;
                g. sekuritas syari'ah;
                h. pembiayaan syari'ah;
                i.   pegadaian syari'ah;
                j.   dana pensiun lembaga keuangan syari'ah;
                     dan
                k. bisnis syari'ah.

Angka 38
     Pasal 50
           Ayat (1)
                 Cukup jelas.
           Ayat (2)
                 Ketentuan ini memberi wewenang kepada
                 pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan
                 sengketa milik atau keperdataan lain yang
                 terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam
                 Pasal 49 apabila subjek sengketa antara orang-
                 orang yang beragama Islam.

                                                     Hal ini . . .
                     - 11 -


                Hal ini menghindari upaya memperlambat atau
                mengulur waktu penyelesaian sengketa karena
                alasan adanya sengketa milik atau keperdataan
                lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak yang
                merasa dirugikan dengan adanya gugatan di
                pengadilan agama.
                Sebaliknya apabila subjek yang mengajukan
                sengketa hak milik atau keperdataan lain
                tersebut   bukan     yang   menjadi    subjek
                bersengketa di pengadilan agama, sengketa di
                pengadilan agama ditunda untuk menunggu
                putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di
                lingkungan Peradilan Umum.
                Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jika
                pihak yang berkeberatan telah mengajukan
                bukti ke pengadilan agama bahwa telah
                didaftarkan gugatan di pengadilan negeri
                terhadap objek sengketa yang sama dengan
                sengketa di pengadilan agama.
                Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek
                dan yang tidak terkait dengan objek sengketa
                yang diajukan keberatannya, pengadilan agama
                tidak   perlu   menangguhkan      putusannya,
                terhadap objek sengketa yang tidak terkait
                dimaksud.

Angka 39
     Pasal 52A
           Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri
           Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap
           kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan
           hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan
           dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka
           Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara
           nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1
           (satu) Syawal.
           Pengadilan agama dapat memberikan keterangan atau
           nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat
           dan penentuan waktu shalat.

Angka 40
     Pasal 90
           Cukup jelas.

                                                 Angka 41 . . .
                           - 12 -


      Angka 41
           Pasal 105
                 Cukup jelas.

      Angka 42
           Pasal 106A
                 Cukup jelas.



 Pasal II
       Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4611


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_7_tahun_1989_tentang_peradi_3.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.