- Home »
- Undang-Undang »
- 1991 » Undang-Undang Pengesahan "treaty Between The Republic Of Indonesia And Australia On The Zone Of Cooperation In An Area Between The Indonesian Province Of East Timor And Northern Australia" (perjanjian (UU 1 thn 1991)
1991
Undang-Undang Pengesahan "treaty Between The Republic Of Indonesia And Australia On The Zone Of Cooperation In An Area Between The Indonesian Province Of East Timor And Northern Australia" (perjanjian (UU 1 thn 1991)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Pengesahan "treaty Between The Republic Of Indonesia And Australia On The Zone Of Cooperation In An Area Between The Indonesian Province Of East Timor And Northern Australia" (perjanjian :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_treaty_between_the_republic_of_indones_1.pdf
UU 1/1991, PENGESAHAN "TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA
AND AUSTRALIA ON THE ZONE OF COOPERATION IN AN AREA BETWEEN THE
INDONESIAN PROVINCE OF EAST TIMOR AND NORTHERN AUSTRALIA"
(PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI ZONA
K
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 1 TAHUN 1991 (1/1991)
Tanggal: 7 JANUARI 1991 (JAKARTA)
Sumber: LN 1991/6; TLN NO. 3433
Tentang: PENGESAHAN "TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA
AND AUSTRALIA ON THE ZONE OF COOPERATION IN AN AREA BETWEEN
THE INDONESIAN PROVINCE OF EAST TIMOR AND NORTHERN
AUSTRALIA" (PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN
AUSTRALIA MENGENAI ZONA KERJASAMA DI DAERAH ANTARA PROPINSI
TIMOR TIMUR DAN AUSTRALIA BAGIAN UTARA)
Indeks: PENGESAHAN. WILAYAH. Persahabatan.
Indonesia-Australia.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa "Treaty between the Republic of Indonesia and
Australia on the Zone of Cooperation in an Area between the
Indonesian Province of East Timor and Northern Australia"
telah ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia pada
tanggal 11 Desember 1989;
b. bahwa Perjanjian mengenai Zona Kerjasama sebagaimana
dimaksud pada huruf a mengatur eksplorasi dan eksploitasi
sumberdaya minyak dan gas bumi di landas kontinen yang
terletak di antara Propinsi Timor Timur dan Australia Bagian
Utara;
c. bahwa Perjanjian mengenai Zona Kerjasama sebagaimana
dimaksud pada huruf a merupakan pengaturan yang bersifat
sementara sambil menunggu penyelesaian penetapan batas
landas kontinen antara Indonesia dan Australia di daerah
tersebut;
d. bahwa Perjanjian mengenai Zona Kerjasama tersebut diharapkan
akan dapat meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia
dan Australia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas
Pemerinta republik Indonesia memandang perlu untuk
mengesahkan Perjanjian tersebut pada huruf a dengan
Undang-undang;
Mengingat ;
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas
Kontinen Indonesia jo. Pengumuman Pemerintah Republik
Indonesia tentang Landas Kontinen Indonesia tanggal 17
Pebruari 1969;
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1965 tentang Pengesahan United
Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) (Lembaran
Negara Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3318);
Dengan persetujuan,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN "TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF
INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE ZONE OF COOPERATION IN AN AREA
BETWEEN THE INDONESIAN PROVINCE OF EAST TIMOR AND NORTHERN
AUSTRALIA" (PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
MENGENAI ZONA KERJASAMA DI DAERAH ANTARA PROPINSI TIMOR TIMUR DAN
AUSTRALIA BAGIAN UTARA).
Pasal 1
Mengesahkan "Treaty between the Republic of Indonesia and
Australia on the Zone of Cooperation in an Area between the
Indonesian Province of East Timor and Northern Australia"
(Perjanjian antara Republik Indonesia dan Austaralia mengenai
Zona Kerjasama di daerah antara Propinsi Timor Timur dan
Australia Bagian utara), yang salinan naskah aslinya beserta
lampiran-lampirannya dalam bahasa Inggeris dilampirkan pada
Undang-undang ini dan merupakan bagian yang tak terpisahkan.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
*7714 PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1991
TENTANG
PENGESAHAN "TREATY BETWEEN THE REPUBLIC
OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE ZONE
COOPERATION IN AN AREA BETWEEN THE INDONESIAN
PROVINCE OF EAST TIMOR AND NORTHERN
AUSTRALIA"
(PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUS-
TRALIA MENGENAI ZONA KERJASAMA DI DAERAH
ANTARA PROPINSI TIMOR TIMUR DAN AUSTRALIA
BAGIAN UTARA)
I. UMUM
1. Pada tahun 1972 telah tercapai Persetujuan Batas Landas
Kontinen antara Indonesia - Australia yang menetapkan batas.
batas kontinen di Laut Arafura dan Laut Timor. Landas
kontinen di sebelah Selatan Timor Timur belum tercakup dalam
Persetujuan ini, karena Timor Timur pada waktu itu masih
berada di bawah kekuasaan Potugal. Oleh karena itu, batas
landas kontinen tahun 1972 "terputus" di daerah sebelah
Selatan Timor Timur, sehingga di daerah ini terdapat Celah
yang dikenal sebagai "Celah Timor" atau "Timor Gap". Dengan
berintegrasinya Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia pada
tahun 1976, dan sesuai kesepakatan bersama antara Menteri
Luar Negeri Indonesia dan Australia pada bulan Desember 1978
di Cambera, kedua Pemerintah pada tahun 1979 mulai
mengadakan perundingan untuk menetapkan garis batas landas
kontinen antara kedua negara yang belum selesai. Perundingan
tersebut mencakup pula antara lain garis batas landas
kontinen yang belum dapat disepakati yang terletak di
Selatan Timor Timur (Celah Timor)
2. Perundingan mengenai penetapan batas landas kontinen di
Celah Timor telah dilangsungkan berkali-kali sejak tahun
1979. Dalam perundingan-perundingan tersebut Indonesia telah
berupaya secara maksimal memperjuangkan posisinya. Namun
ternyata perundingan menemui jalan buntu karena perbedaan
tajam mengenai aspek geologi maupun aspek geomorfologi
landas kontinen di Celah Timor dan mengenai prinsip-prinsip
hukum yang harus diberlakukan dalam menetapakan batas landas
kontinen di Celah Timor. Indonesia berpendirian bahwa
berdasarkan konsepsi geologic landas kontinen di Celah Timor
adalah satu landas kontinen, dan Palung Timor hanyalah
sekedar depresi, bukan batas tepi kelanjutan alamiah
(natural prolongation) daratan Indonesia dan Australia.
Berdasarkan definisi landas kontinen dalam, Konvensi Jenewa
Tahun 1958 tentang Landas Kontinen dan Konvensi Hukum Laut
Tahun 1982, landas kontinen negara pantai minimal 200 mil
laut dihitung dari garis-garis pangkal laut wilayahnya.
Namun jika pantai negara tersebut letaknya berhadapan dengan
*7715 pantai negara lain seperti Indonesia dan
Australia, maka yang berlaku adalah prinsip-prinsip
delimitasi (penetapan batas) dan bukan definisi landas
kontinen. Berdasarkan Konvensi Jenewa tahun 1958 tentang
Landas Kontinen, Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia
tanggal 17 Pebruari 1969 tentang Landas Kontinen Indonesia,
dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen
Indonesia, dan mengingat bahwa landas kontinen di laut Timor
adalah satu landas kontinen, Indonesia menuntut agar batas
landas kontinen di Celah Timor ditetapakan atas dasar
prinsip "garis tengah"(median line). Atas dasar prinsip ini,
maka landas kontinen harus ditetapkan pada "garis tengah"
antara garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia dan
Australia.
Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa kekuasaan hukum
(legal regime) mengenai Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil laut
(ZEE) tidak membantu perundingan. Seperti diketahui, inti
dari kekuasaan hukum mengenai Zona Ekonomi Eksklusif adalah
ketentuan Pasal 56 Konvensi Hukum Laut 1982 tentang hak
berdaulat negara pantai di daerah laut sejauh 200 mil laut
dari garis-garis pangkal laut wilayah, atas sumber daya alam
baik hayati maupun non hayati di laut, di dasarnya dan tanah
di bawahnya. Namun berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat 3,
hak-hak berdaulat yang menyangkut dasar laut dan tanah di
bawahnya harus dilaksanakan. sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Bab VI tentang Landas Kontinen. Ini
berarti bahwa kekuasaan hukum ZEE hanya berlaku untuk
sumberdaya alam hayati (swimming fish) di perairan ZEE,
sedangkan dasar laut ZEE dan tanah dibawahnya diatur oleh
kekuasaan hukum landas kontinen. Dengan demikian berdasarkan
ketentuan-ketentuan Konvensi Hukum Laut tahun 1982 ini
penentuan batas landas kontinen tidak dapat dilakukan
berdasarkan kekuasaan hukum ZEE tetapi harus dilakukan
berdasarkan kekuasaan hukum landas kontinen. Sebagai
konsekwensinya, perbedaan posisi antara kedua negara
mengenai aspek hukum, aspek geologi maupun aspek
geomorfologi yang muncul sejak tahun 1972 tetap dihadapi
dalam perundingan.
Australia berpendirian bahwa di Laut Timor terdapat dua
landas kontinen yang dipisahkan oleh Palung Timor. Atas
dasar alasan tersebut Australia berpendapat bahwa prinsip
"garis tengah" tidak berlaku dan berdasarkan konsepsi
kelanjutan alamiah Australia menuntut agar batas ditetapkan
pada poros kedalaman-laut (bathy-metric axis) Palung Timor.
3. Perbedaan tajam posisi kedua negara ini menimbulkan
kemacetan sehingga mengakibatkan tertundanya pemanfaatan
potensi sumberdaya minyak dan gas bumi di Celah Timor.
Selain itu kemacetan tersebut juga akan dapat mengganggu
upaya untuk membina hubungan bilateral yang baik dan mantap
dengan Australia.
4. Menyadari bahwa kesepakatan mengenai batas landas kontinen
untuk sementara waktu belum dapat dicapai dan mengingat
hal-hal yang kurang menguntungkan dengan tertundanya
kesepakatan mengenai batas landas kontinen ini sebagaimana
*7716 dikemukakan di atas, maka sesuai dengan hukum
internasional termasuk "praktek negara" (state practice),
Indonesia dan Australia sepakat untuk mengadakan kerjasama
di Celah Timor untuk bersama-sama memanfaatkan potensi
sumber daya minyak dan gas bumi di daerah termaksud, dengan
membentuk Zona Kerjasama di Celah Timor, sambil terus
mengupayakan tercapainya kesepakatan mengenai batas landas
kontinen. Sebagai hasil perundingan maka pada tanggal 11
Desember 1989 telah ditandatangani "Perjanjian antara
Republik Indonesia dan Australia mengenai Zona Kerjasama di
daerah antara Propinsi Timor Timur dan Australia Bagian
Utara", untuk selanjutnya desebut "Perjanjian".
5. Perjanjian ini merupakan suatu pengaturan sementara yang
bersifat praktis untuk memungkinkan dimanfaatkannya potensi
sumberdaya minyak dan gas bumi tanpa harus menunggu
tercapainya kesepakatan mengenai batas landas kontinen, yang
akan terus diupayakan. Dengan demikian Perjanjian ini bukan
merupakan Perjanjian untuk menetapkan batas landas kontinen
kedua negara. Jadi garis-garis yang menetapkan batas Zona
Kerjasama yang meliputi Daerah A, Daerah B, dan Daerah C itu
bukan batas-batas yuridiksi ataupun batas hak berdaulat
kedua negara atas landas kontinen di Celah Timor. Dalam
Perjanjian (Pasal 2 ayat (3) ditegaskan bahwa Perjanjian
ini, dan juga tindakan-tindakan ataupun kegiatan-kegiatan
dalam rangka Perjanjian ini, tidak boleh diartikan sebagai
merugikan (prejudicing) posisi kedua negara mengenai batas
landas kontinen di batas Zona Kerjasama maupun mempengaruhi
hak-hak berdaulat yang diklaim masing-masing pihak di Celah
Timor.
6. Pengaturan sementara yang dibuat dengan Australia ini
bersumber pada hukum internasional termasuk "pratek negara".
Zona Pengembangan Bersama (Joint Development Zone) di daerah
tumpang tindih klaim negara-negara yang bersangkutan
(disputed area) merupakan suatu lembaga hukum internasional
yang sudah cukup mantap dan dinilai sebagai cara yang
terbaik untuk:
a. mengatasi kebuntuan dalam perundingan penetapan batas
landas kontinen antara dua negara, sehingga pontensi
sumberdaya alam di daerah tumpang tindih klaim tersebut
dapat segera dimanfaatkan bersama guna mencapai
keuntungan-keuntungan ekonomis;
b. menghindarkan secara efektif konflik regional yang
mungkin timbul karena persengketaan mengenai penetapan batas
landas kontinen;
c. menciptakan hubungan yang lebih baik antara kedua
negara yang berkepentingan.
Di berbagai kawasan laut di dunia, Negara-negara yang
mempunyai sengketa mengenai penetapan batas landas kontinen
telah membuat kesepakatan mengenai pemanfaatan bersama
potensi sumberdaya alam di daerah yang dibatasi oleh klaim
yang tumpang-tindih.
7. Lembaga "Zona Pengembangan Bersama" sebagai suatu pengaturan
sementara lebih diperkuat lagi dalam Konvensi Hukum Laut
tahun 1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan
*7717 Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985. Pasal 83 ayat (3)
Konvensi tersebut menentukan bahwa :
"Sementara persetujuan penetapan batas landas kontinen belum
tercapai, negara-negara yang bersangkutan dalam semangat
saling pengertian dan kerjasama hendaknya berupaya untuk
mengadakan pengaturan sementara yang bersifat praktis dan
selama berlangsungnya masa transisi ini tidak boleh
membahayakan atau menghambat upaya untuk mencapai
persetujuan akhir. Pengaturan semacam ini tidak boleh
merugikan penetapan garis batas landas kontinen yang final".
8. Prinsip utama mengenai "Zona Pengembangan Bersama" ini
adalah bahwa yang ditetapkan sebagai Zona Pengembangan
bersama adalah daerah tumpang tindih klaim. Dalam hal
Perjanjian ini, daerah tumpang tindih klaim tersebut adalah
daerah yang dalam Perjanjian disebut sebagai Daerah A dan
Daerah C, karena di Daerah A dan Daerah C itulah klaim
yuridiksi landas kontinen kedua negara tumpang tindih (batas
utara Daerah C yaitu poros kedalaman-laut Palung Timor
adalah batas terluar klaim Australia, dan batas selatan
Daerah A yaitu "garis tengah" adalah batas terluar klaim
Indonesia). Dengan demikian jelas kiranya bahwa Zona
Kerjasama tidak hanya mencakup daerah tumpang tindih klaim
yaitu Daerah A dan Daerah C, tetapi juga mencakup Daerah B
yang terletak di luar daerah tumpang tindih klaim tersebut
sampai jarak 200 mil laut. Daerah C yang merupakan bagian
dari daerah tumpang tindih klaim, berdasarkan Perjanjian ini
dikelola oleh Indonesia dengan ketentuan Indonesia
memberikan 10% dari Pajak Pendapatan,Kontraktor kepada
Australia dan bukan 50% sebagaimana yang seharusnya berlaku
di daerah tumpang tindih klaim. Dalam hubungan ini perlu
dijelaskan bahwa garis batas Zona Kerjasama di Selatan yang
terletak pada garis batas 200 mil laut dari garis-garis
pangkal laut wilayah Indonesia, dan garis batas Daerah C di
Selatan yang merupakan garis batas kedalaman 1500 meter
isobath, merupakan garis-garis batas yang ditetapkan atas
dasar pertimbangan-pertimbangan praktis, dan bukan
garis-garis batas zona ekonomi eksklusif ataupun landas
kontinen.
9. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari Perjanjian ini
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Bidang Ekonomi
1) Perjanjian ini memungkinkan Indonesia bersama
Australia memanfaatkan secara optimal potensi sumber daya
minyak dan gas bumi di landas kontinen antara Propinsi Timor
Timur dan Australia Bagian Utara, tanpa harus menunggu
tercapainya kesepakatan tentang batas landas kontinen yang
akan terus diupayakan oleh kedua negara.
2) Pemanfaatan potensi sumberdaya minyak dan gas bumi
di Zona Kerjasama yang diperlukan bagi pembangunan nasional
merupakan perwujudan dari amanat yang terkandung dalam Pasal
33 Undang-Undang Dasar 1945.
*7718 3) Zona Kerjasama mencakup daerah yang lebih
luas dari pada daerah tumpang tindih klaim.
4) Perjanjian ini diharapakan dapat meralisasikan
kebijaksanaan Pemerintah dalam upaya meningkatkan pemerataan
di seluruh Indonesia, termasuk Indonesia Bagian Timur.
b. Bidang Sosial-Budaya
Kerjasama dan hubungan antara warganegara kedua negara dalam
rangka pelaksanaan Perjanjian ini akan mengembangkan saling
pengertian dan menjembatani perbedaan-perbedaan dalam latar
belakang politik, sosial dan budaya masing-masing yang pada
gilirannya akan membantu upaya untuk meningkatkan saling
pengertian antara kedua negara.
c. Bidang Politik/Hukum
1) Perjanjian ini melembagakan kerjasama antara kedua
negara melalui wadah Dewan Menteri (Ministerial Council) dan
Otorita Bersama (Joint Authority), yang mencakup berbagai
bidang kegiatan. Dengan demikian Perjanjian tersebut
merupakan tonggak penting dalam upaya meningkatkan hubungan
bilateral yang lebih kokoh dan stabil antara kedua negera.
2) Perjanjian ini tidak akan mempengaruhi atau
merugikan hak-hak berdaulat yang diklaim Indonesia di Celah
Timor maupun posisi Indonesia mengenai penetapan batas
landas kontinen di daerah tersebut.
d. Bidang Pertahanan dan Keamanan
1) Perjanjian ini merupakan sumbangan positif
terhadap upaya untuk memelihara perdamaian dan keamanan
internasional di kawasan ini.
2) Kerjasama dalam melaksanakan pengawasan dan
pengamanan di Daerah A berdasarkan Perjanjian ini akan
meningkatkan semangat kerjasama dan saling percaya antar
Angkatan Bersenjata kedua Negara.
10. Ditinjau dari isinya, Perjanjian ini terdiri dari 8 Bagian
dan 34 Pasal sebagai berikut :
Bagian I memuat pengertian tentang istilah-istilah yang
digunakan dalam Perjanjian.
Bagian II menetapkan daerah-daerah Zona Kerjasama yang
terdiri dari Daerah A, Daerah B dan Daerah C dan memuat
ketentuan-ketentuan pokok yang berlaku di masing-masing
daerah tersebut.
Bagian III mengatur mengenai Dewan Menteri serta tugas dan
tanggung jawabnya.
Bagian IV mengatur tentang Otorita Bersama serta tugas dan
kewajibannya. Dalam Bagian ini juga ditetapakan susunan
organisasi Otorita Bersama, dan diatur mengenai perpajakan
Otorita Bersama, pejabat-pejabat serta keuangan Otorita
Bersama.
Bagian V mengatur tentang kejasama dalam berbagai bidang
yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan di Daerah A seperti
pengamatan (Surveillance), langkah-langkah pengamanan,
*7719 pencarian dan penyelamatan (search and rescue),
pelayanan lalu lintas udara, survai seismik dan hidrografis,
penelitian ilmiah kelautan, perlindungan lingkungan laut,
unitisasi (cara pemanfaatan bersama sumberdaya minyak dan
gas bumi di daerah yang berbatasan) antara Daerah A dan
daerah-daerah di luar Daerah A dan pembuatan fasilitas-
fasilitas.
Bagian VI mengatur penerapan hukum mengenai berbagai bidang
di Daerah A.
Bagian VII mengatur mengenai penyelesaian sengketa.
Bagian VIII memuat klausula penutup yang mengatur tentang
amandemen, mulai berlakunya perjanjian, jangka waktu
perjanjian dan hak-hak kontraktor.
11. Beberapa aspek penting yang berkaitan dengan Perjanjian
adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Zona Kerjasama
Zona Kerjasama di sebelah Utara dibatasi oleh poros
kedalaman laut Palung Timor yang disederhanakan dengan
garis-garis lurus, di sebelah Selatan dibatasi oleh garis
200 mil laut yang diukur dari garis-garis pangkal laut
wilayah Indonesia. Di sebelah Timur dan Barat, Zona
Kerjasama dibatasi oleh garis-garis sama jarak (equdistance)
yang ditarik dari titik di Pulau Timor (Mota Tolas dan titik
tengah antara Pulau Jaco dan Pulau Leti) dan di Northern
Territory, Australia (Holothuria dan Cape Van Demien).
b. Pembagian Daerah di dalam Zona Kerjasama
Zona Kerjasama dibagi menjadi 3 daerah dengan kekuasaan
hukum (legal regime) yang berbeda-beda sesuai dengan status
hukum dari masing-masing daerah tersebut.
Daerah A
Daerah A merupakan sebagian dari daerah tumpang tindih klaim
(daerah tumpang tindih klaim yang sebenarnya adalah daerah
yang dalam Perjanjian ini disebut Daerah A dan Daerah C).
Daerah A akan dimanfaatkan bersama oleh kedua pihak dengan
pembagian hasil masing-masing 50%. Untuk mengelola Daerah A
akan dibentuk Dewan Menteri dan Otorita Bersama, dan
diberlakukan Kontrak Bagi Hasil.
Daerah B
Daerah B merupakan daerah di sebelah Selatan garis
tengah yang terletak di luar daerah-daerah tumpang tindih
klaim, dan di Selatan dibatasi oleh batas 200 mil laut dari
garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia. Daerah B ini
akan dikelola oleh Australia seperti yang berlaku selama
ini, tetapi Australia akan memberikan kepada Indonesia 16%
dari penghasilan pajak bersih atau "net Resource Rent Tax"
(net RRT) atau 10% dari penghasilan pajak kotor (gross RRT).
Selain itu Australia akan memberikan informasi kepada
Indonesia tentang kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di
Daerah B sebelum kegiatan tersebut dimulai.
*7720
Daerah C
Daerah C ini sebenarnya merupakan bagian dari daerah
tumpang tindih tuntutan yurisdiksi masing-masing pihak.
Daerah C tersebut akan dikelola oleh Indonesia, dengan
ketentuan bahwa Indonesia akan memberikan 10% dari Pajak
Pendapatan Kontraktor. Selain itu Indonesia juga akan
memberitahukan Australia tentang kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi di Daerah C sebelum melakukan kegiatan tersebut.
c. Pengelolaan di Daerah A.
1) Dewan Menteri dan Otorita Bersama
Tanggung jawab menyeluruh untuk semua kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi di Daerah A diserahkan kepada Dewan Menteri
yang keanggotaannya terdiri dari para menteri yang
bersangkutan dari kedua pemerintah, dalam jumlah yang sama.
Manajemen kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di Daerah A
ditangani oleh Otorita Bersama yang bertanggung jawab kepada
Dewan Menteri.
Otorita Bersama terdiri dari:
a). Para direktur eksekutif yang ditunjuk oleh
Dewan Menteri dari calon-calon Indonesia dan Australia dalam
jumlah sama.
b). Empat Direktorat, yaitu Direktorat Teknis,
Direktorat Keuangan, Direktorat Hukum dan Direktorat
Pelayanan, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Direktur
yang bertanggung jawab kepada para direktur eksekutif.
Untuk menunjang kegiatannya, Otorita Bersama akan dibiayai
oleh berbagai pungutan yang diperoleh dari Kontrak Bagi
Hasil, dengan ketentuan bahwa kedua negara akan memberi dana
(sebagai pinjaman) yang diperlukan untuk memungkinkan
Otorita Bersama mulai bekerja.
2) Fungsi Dewan Menteri
Dewan Menteri bertanggung jawab secara menyeluruh atas semua
hal yang berkaitan dengan eksplorasi dan eksploitasi potensi
sumberdaya minyak dan gas bumi di Daerah A dan tugas-tugas
lain yang diberikan oleh kedua pemerintah. Fungsi Dewan
Menteri antara lain:
- memberikan petunjuk-petunjuk kepada Otorita
Bersama dalam rangka pelaksanaan tugas-tugasnya;
- memberikan persetujuan atas kontrak bagi hasil
antara Otorita Bersama dan perusahaan-perusahaan minyak;
- memberikan persetujuan atas penghentian kontrak
bagi hasil;
- menyelesaiakan perselisihan di dalam Otorita
Bersama;
- memeriksa dan meng-audit pembukuan Otorita
Bersama.
*7721 3) Fungsi Otorita Bersama
Fungsi Otorita Bersama adalah melaksanakan pengelolaan
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi potensi sumberdaya
minyak dan gas bumi di Daerah A, yang mencakup antara lain :
- membagi Daerah A dalam daerah-daerah kontrak,
memberikan penilaian atas permohonan-permohonan Kontrak Bagi
Hasil dan memberikan rekomendasi kepada Dewan Menteri
mengenai permohonan Kontrak Bagi Hasil;
- membuat Kontrak Bagi Hasil dengan persetujuan
Dewan Menteri;
- memungut dan membagi kepada kedua Negara Pihak
bagian Otorita Bersama dari produksi minyak, memasarkan
minyak hasil produksi dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
Dewan Menteri;
- membuat perkiraan pendapatan dan pengeluaran
tahunan;
- mengendalikan arus masuk ke dan keluar dari Daerah
A kapal-kapal, pesawat udara, peralatan untuk eksplorasi dan
eksploitasi potensi sumberdaya minyak dan gas bumi, para
pegawai kontraktor dan sub kontraktor;
- mengeluarkan peraturan dan memberikan
petunjuk-petunjuk tentang semua hal yang bersangkutan dengan
pengawasan dan pengendalian kegiatan perminyakan di Daerah
A;
- meminta Negara Pihak untuk mengambil
tindakan-tindakan SAR dan tindakan yang berkenaan dengan
ancaman teroris di Daerah A.
- memeriksa dan meng-audit pembukuan para
kontraktor.
4) Tempat Kedudukan Otorita Bersama
Kantor Pusat Otorita Bersama yang terdiri dari Direktorat
Keuangan, Direktorat Hukum dan Direktorat Pelayanan
berkedudukan di Indonesia (Jakarta) dan dipimpin oleh
seorang Direktur Eksekutif. Kantor Cabang Otorita Bersama
yang akan menangani kegiatan operasional berkedudukan di
Australia (Darwin) dan dipimpin oleh seorang Direktur
Eksekutif. Direktorat Teknik berkedudukan di Darwin.
Kegiatan operasional yang berkaitan dengan eksplorasi dan
eksploitasi potensi sumberdaya minyak dan gas bumi
diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas di daerah setempat
di Indonesia.
5) Penerapan hukum tentang pabean, migrasi dan karantina.
Setiap Negara Pihak dapat menerapkan peraturan
perundang-undangannya tentang pabean, migrasi dan karantina
terhadap orang, peralatan dan barang-barang yang memasuki
wilayahnya dari, atau meninggalkan wilayahnya menuju ke
Daerah A. Untuk pengendalian arus orang, peralatan dan
barang-barang ke Daerah A, satu *7722 Negara Pihak dapat
meminta konsultasi dengan Negara Pihak lainnya.
6) Ketenagakerjaan Kedua Negara Pihak harus memberikan
preferensi kepada warga negara Indonesia dan Australia dalam
kegiatan di Daerah A, dengan memperhatikan efisiensi
kegiatan dan "good oil practice". Persyaratan dan kondisi
bagi hubungan kerja di Daerah A akan diatur dengan kontrak
kerja atau perjanjian kolektif. Bagi Indonesia perekrutan
tenaga kerja diharapkan dapat memanfaatkan kemampuan suplai
tenaga kerja di daerah setempat.
7) Yuridiksi Pidana
Warganegara satu Negara Pihak yang melakukan tindak pidana
di Daerah A tunduk pada hukum pidana Negara Pihak tersebut.
Warganegara negara ketiga yang melakukan tindak pidana di
Daerah A tunduk pada hukum pidana kedua Negara Pihak, dengan
ketentuan bahwa orang tersebut tidak boleh dituntut
berdasarkan hukum pidana satu Negara Pihak apabila yang
bersangkutan sudah diadili atau dibebaskan atau menjalani
hukuman atas dasar keputusan badan pengadilan yang berwenang
di Negara Pihak lainnya sehubungan dengan tindak pidana yang
sama. Dalam kasus semacam ini kedua Negara Pihak jika perlu
dapat berkonsultasi untuk menetapkan hukum pidana Negara
Pihak mana yang akan diberlakukan. Hukum pidana negara
bendera kapal atau pesawat udara berlaku bagi tindak pidana
yang terjadi di Daerah A.
8) Pengamatan dan tindakan pengamanan
Kedua Negara Pihak mempunyai hak untuk melakukan pengamatan
(surveillance) di Daerah A, Kedua Negara Pihak akan
melakukan kerjasama dan tukar menukar informasi serta
tindakan bersama di Daerah A.
9) Perlindungan lingkungan laut
Kedua Negara Pihak harus bekerjasama untuk mencegah dan
membatasi pencemaran lingkungan laut yang timbul dari
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi potensi sumber-daya
minyak dan gas bumi di Daerah A.
10) Pencemaran Lingkungan Laut
Para kontraktor harus bertanggung jawab atas kerugian
ataupun biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari
pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh kegiatan di
Daerah A berdasarkan pengaturan kontrak dengan Otorita
Bersama dan hukum negara dimana tuntutan tentang kerugian
dan biaya tersebut diajukan.
11) Hak-hak Kontraktor
Jika seandainya Perjanjian tidak berlaku lagi karena
tercapainya penyelesaian tentang penetapan batas landas
kontinen, dan terdapat Kontrak Bagi Hasil dengan
Otorita Bersama yang masih berlaku setelah itu, maka
kontrak tersebut akan tetap berlaku bagi masing-masing
Negara Pihak yang akan mengambil alih hak dan kewajiban
Otorita Bersama dengan memperhatikan persetujuan tentang
batas landas kontinen dimaksud.
12) Penyelesaian sengketa
a) Setiap sengketa antara kedua Negara Pihak mengenai
interpretasi atau pelaksanaan Perjanjian ini harus
diselesaikan dengan konsultasi atau perundingan antara kedua
Negara Pihak.
b) Setiap sengketa antara Otorita Bersama dan
kontraktor mengenai interpretasi dan pelaksanaan Kontrak
Bagi Hasil harus deselesaikan melalui arbitrage komersial
yang keputusannya mengikat.
13) Perpajakan
Untuk keperluan perpajakan, Daerah A dianggap dan
diperlakukan sebagai wilayah masing-masing Negara Pihak.
Berdasarkan pada prinsip kependudukan, ketentuan
perundang-undangan pajak dari masing-masing Negara Pihak
diberlakukan demikian; obyek pajak yang diterima atau
diperoleh penduduk masing-masing Negara Pihak dianggap obyek
pajak yang bersumber dari dalam negeri masing-masing Negara
Pihak dan dikenakan pajak menurut ketentuan
perundang-undangan pajak yang berlaku di masing- masing
Negara Pihak.
Bagi penduduk negara ketiga diberlakukan ketentuan
perundang-undangan pajak masing-masing Negara Pihak terhadap
50% dari obyek pajak yang diperolehnya dari Daerah A.
Dalam menerapkan peraturan perundang-undangan pajak
masing-masing Negara Pihak di Daerah A, masing-masing Negara
Pihak harus mencegah terjadinya pajak berganda. Selain itu,
Perjanjian Penghindaran pajak Berganda yang telah
ditandantangani oleh Negara Pihak dengan negara lain, tidak
berlaku di Daerah A.
d. Amandemen
Perjanjian ini dapat diubah kapan saja dengan
persetujuan antara kedua Negara Pihak.
e. Masa berlakunya Perjanjian
Perjanjian ini berlaku selama 40 tahun terhitung
sejak tanggal berlakunya Perjanjian, yaitu 30 hari sesudah
kedua negera saling memberitahuakan secara tertulis mengenai
telah dirarifikasinya Perjanjian tersebut. Kecuali disetujui
lain oleh kedua Negara Pihak, Perjanjian ini akan
diperpanjang untuk 20 tahun lagi, kecuali apabila pada akhir
jangka waktu tersebut kedua Negara Pihak berhasil mencapai
kesepakatan tentang batas landas kontinen.
Dalam hal kedua Negara Pihak belum dapat mencapai
persetujuan tentang batas landas kontinen, maka lima tahun
*7724 sebelum berakhirnya tiap jangka waktu termasud di
atas, kedua Negara Pihak harus melanjutkan perundingan untuk
mencapai kesepakatan tentang batas landas kontinen di Celah
Timor itu.
12. Perjanjian dilengkapi pula dengan 4 lampiran (annex) yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian,
yaitu :
Lampiran A:
Posisi koordinat dan peta Zona Kerjasama yang ditetapkan
dengan titik ikat pada Johnston Geodetic Station di Northern
Territory, Australia (posisi koordinat dan peta Zona
Kerjasama terlampir).
Lampiran B :
Peraturan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi yang merupakan
penjabaran rinci tentang ketentuan-ketentuan dalam
Perjanjian mengenai pertambangan minyak dan gas bumi di
Daerah A untuk menjamin terlaksananya kegiatan eksplorasi,
pengembangan dan produksi yang efisien, aman dan menjaga
serta memelihara kelestarian lingkungan.
Lampiran C :
Model Kontrak Bagi Hasil antara Otorita Bersama dan
Kontraktor yang mengatur lingkup kontrak antara keduanya,
antara lain kewajiban dan tanggungjawab, pengaturan biaya
dan bagi hasil Otorita Bersama dan Kontraktor.
Lampiran D :
Peraturan Perpajakan untuk menghindarkan Pajak Berganda
berkenaan dengan kegiatan di Daerah A Zona Kerjasama, yang
merupakan pengaturan rinci dari ketentuan-ketentuan mengenai
perpajakan di batang tubuh Perjanjian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukupjelas
Pasal 2
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Di dalam dokumen ini terdapat lampiran dalam format gambar.
Lampiran-lampiran ini terdiri dari beberapa halaman yang
ditampilkan sebagai satu berkas. Dari daftar berikut ini,
pilihlah salah satu butir untuk menampilkan lampiran dengan
menekan TAB dan kemudian tekanlah ENTER.
TABULAR OR GRAPHIC MATERIAL SET AT THIS POINT IS NOT
DISPLAYED.
TABULAR OR GRAPHIC MATERIAL SET AT THIS POINT IS NOT
DISPLAYED.
TABULAR OR GRAPHIC MATERIAL SET AT THIS POINT IS NOT
DISPLAYED.
TABULAR OR GRAPHIC MATERIAL SET AT THIS POINT IS NOT
DISPLAYED.
TABULAR OR GRAPHIC MATERIAL SET AT THIS POINT IS NOT
DISPLAYED.
*7725
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1991
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_treaty_between_the_republic_of_indones_1.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Isi hasil perjanjian zee.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






