- Home »
- Undang-Undang »
- 1994 » Undang-Undang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara Republik Indonesia Dan Australia (UU 8 thn 1994)
1994
Undang-Undang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara Republik Indonesia Dan Australia (UU 8 thn 1994)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara Republik Indonesia Dan Australia :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_perjanjian_ekstradisi_republik_indones_8.pdf
UU 8/1994, PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK
INDONESIA DAN AUSTRALIA
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 8 TAHUN 1994 (8/1994)
Tanggal: 2 NOPEMBER 1994 (JAKARTA)
Sumber: LN 1994/58; TLN NO. 3565
Tentang: PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK
INDONESIA DAN AUSTRALIA
Indeks:
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 harus dapat mendukung dan
menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang
berintikan keadilan dan kebenaran;
b. bahwa hubungan luar negeri yang dilandasi prinsip politik
bebas dan aktif diabdikan pada kepentingan nasional,
dikembangkan dengan meningkatkan persahabatan, kerjasama
bilateral dan multilateral untuk mewujudkan tatanan dunia
baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial;
c. bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
teknologi transportasi dan komunikasi yang memudahkan
lalulintas manusia dari satu negara ke negara lain telah
memberikan peluang yang lebih besar bagi pelaku tindak
pidana untuk meloloskan diri dari tuntutan, dakwaan, dan
pelaksanaan hukuman dari negara tempat tindak pidana
dilakukan, oleh karena itu untuk mencegah hal tersebut
diperlukan kerjasama antar negara;
d. bahwa kerjasama antara Republik Indonesia dan Australia
telah berkembang dengan baik dan untuk lebih memperkuat
serta meningkatkan daya guna dan hasil guna kerjasama
tersebut, khususnya di bidang penegakan hukum dan
pelaksanaan peradilan, maka pada tanggal 22 April 1992 telah
ditandatangani Perjanjian Ekstradisi antara Republik
Indonesia dan Australia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud dalam huruf
a,b,c dan d dipandang perlu mengesahkan Perjanjian
Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Australia dengan
Undang-Undang;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 dan Pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3130);
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA
INDONESIA DAN AUSTRALIA
Pasal 1
Mengesahkan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia
dan Australia yang telah ditandatangani pada tanggal 22 April
1992, yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggeris sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari Undang-undang ini.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Nopember 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Nopember 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1994
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA
REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
I. UMUM
Pembangunan Hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 yang diarahkan pada terwujudnya
sistem Hukum Nasional, dilakukan dengan pembentukan hukum
baru, khususnya produk hukum yang sangat dibutuhkan untuk
mendukung tugas umum Pemerintahan dan Pembangunan Nasional.
Produk hukum nasional tersebut yang menjamin kepastian,
ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang
berintikan keadilan dan kebenaran, diharapkan mampu
mengamankan dan mendukung penyelenggaraan politik luar
negeri yang bebas dan aktif untuk mewujudkan tatanan dunia
baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya teknologi transportasi dan komunikasi memudahkan
lalu lintas manusia dari satu negara ke negara lainnya. Hal
ini telah dimanfaatkan oleh para pelaku tindak pidana, dalam
upaya meloloskan diri dari tuntutan, dakwaan dan pelaksanaan
hukuman dari negara tempat seorang melakukan tindak pidana.
Menyadari kenyataan ini, Pemerintah Republik Indonesia dan
Australia mengadakan perjanjian Ekstradisi yang telah
ditandatangani di Jakarta pada tanggal 22 April 1992.
Perjanjian Ekstradisi antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Australia tersebut bertujuan meningkatkan kerjasama
dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan
yaitu, dengan cara mencegah lolosnya pelaku tindak pidana
dari tuntutan dakwaan dan pelaksanaan hukuman. Lolosnya
tersangka, terdakwa, dan terpidana dari tuntutan hukuman,
dakwaan dan pemidanaan, dapat melukai perasaan keadilan
*8602 korban pelaku tindak pidana beserta keluarganya dan
masyarakat, di Negara tempat tindak pidana dilakukan. Selain
itu, lolosnya pelaku tindak pidana tersebut dapat merugikan
secara material. Hal ini terutama terjadi pada tindak pidana
dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Dengan Perjanjian Ekstradisi tersebut diharapkan hubungan
dan kerjasama yang lebih baik antara kedua negara terutama
dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan
dapat ditingkatkan. Perjanjian ekstradisi ini selain dapat
memenuhi tuntutan keadilan juga dapat menghindari
kerugian-kerugian yang disebabkan lolosnya tersangka,
terdakwa atau terpidana bagi kedua pihak, terutama dalam hal
tindak pidana yang berhubungan dengan ekonomi dan keuangan.
Untuk menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan
perlindungan hukum dalam menanggulangi lolosnya pelaku
tindak pidana dari Indonesia ke luar negeri atau sebaliknya,
Indonesia telah memiliki Undang-undang lainnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan ekstradisi, antara lain :
a. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara
Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2289);
b. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2951);
c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209);
d. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);
e. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3316);
f. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
(Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3327);
g. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3451);
Bagian-bagian terpenting dari Perjanjian ini meliputi hal-hal
sebagai berikut :
*8603
1. Kejahatan yang dapat diekstradisikan.
Di dalam Perjanjian ini ditegaskan bahwa kejahatan-kejahatan
yang dapat diekstradisikan adalah kejahatan yang dapat
dihukum menurut hukum Indonesia ataupun hukum Australia
dengan hukuman penjara minimal satu tahun atau dengan
hukuman yang lebih berat. Jenis kejahatan yang dapat
diekstradisikan berjumlah 33 (tiga puluh tiga) jenis
kejahatan. Dianutnya sistem bahwa tindak pidana yang dapat
diekstradisikan haruslah merupakan tindakan yang
diklasifikasikan tindak pidana di kedua negara merupakan
pelaksanaan asas kriminalitas ganda (double criminality).
2. Kejahatan yang berlatar belakang politik.
Apabila tindak pidana yang dilakukan merupakan kejahatan
yang berlatar belakang politik atau bersifat politik, maka
pelaku tindak pidana tidak akan diekstradisikan.
Menghilangkan atau mencoba menghilangkan nyawa Kepala Negara
atau Kepala Pemerintahan dan keluarganya tidak dianggap
sebagai kejahatan politik karena itu pelakunya dapat
diekstradisikan.
3. Negara berhak menolak menyerahkan warganegaranya.
Masing-masing Negara Pihak dalam Perjanjian berhak menolak
untuk mengekstradisikan warganegaranya.
Dalam Perjanjian Ekstradisi ini Negara yang Diminta untuk
melakukan ekstradisi berhak untuk mempertimbangkan apakah
akan menyerahkan atau tidak.
Jika Negara yang Diminta tidak mengekstradisikan warga
negaranya, Negara itu atas permintaan Negara Peminta wajib
menyerahkan perkaranya kepada pejabat yang berwenang di
Negara yang Diminta.
4. Pelaku tindak pidana yang telah diadili dan diputus bebas
atau dilepas dari segala tuntutan.
Apabila seseorang telah diadili dan diputus bebas atau
dilepas dari segala tuntutan oleh pengadilan yang berwenang
atau telah menjalani hukuman di Negara yang Diminta atau di
Negara ketiga sehubungan dengan kejahatan yang dimintakan
ekstradisinya, maka ekstradisi atas orang itu tidak akan
dikenakan.
5. Tindak Pidana yang diancam dengan hukuman mati.
Perjanjian ini juga mengatur bahwa ekstradisi tidak akan
diberikan terhadap kejahatan yang diancam dengan hukuman
mati, kecuali jika Negara Peminta itu menjamin bahwa hukuman
*8604 mati tersebut tidak akan dijatuhkan, atau dalam
hal hukuman mati telah dijatuhkan, hukuman mati tersebut
tidak akan dilaksanakan.
6. Tata cara ekstradisi.
Ekstradisi akan ditempuh dengan cara Negara Peminta
mengajukan permintaan ekstradisi kepada Negara yang Diminta.
Permintaan harus tertulis dan disampaikan melalui saluran
diplomatik disertai dokumen-dokumen otentik yang diperlukan.
Apabila permintaan atas orang yang sama datang dari dua
negara atau lebih maka Negara yang Diminta harus menentukan
kepada negara mana ekstradisi itu akan dilakukan.
7. Berlakunya Perjanjian.
Perjanjian akan mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari setelah
tanggal Negara-negara Pihak saling memberitahukan secara
tertulis bahwa masing-masing persyaratan untuk mulai
berlakunya Perjanjian ini telah dipenuhi. Masing-masing
Negara Pihak dapat mengakhiri berlakunya Perjanjian dengan
memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya yang
akan berlaku efektif 180 (seratus delapan puluh) hari
terhitung sejak surat pemberitahuan tersebut diberikan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
PERJANJIAN EKSTRADISI
ANTARA
REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA,
BERHASRAT untuk mengadakan kerjasama yang lebih efektif antara
kedua negara dalam memberantas kejahatan dan terutama, mengatur
dan meningkatkan hubungan antara mereka dalam masalah ekstradisi.
TELAH MENYETUJUI HAL-HAL SEBAGAI BERIKUT :
Pasal 1
Kewajiban untuk Mengekstradisi
*8605
1. Masing-masing Negara Pihak sepakat untuk saling
mengekstradisi, menuntut ketentuan Perjanjian ini, setiap
orang yang dicari untuk penuntutan atau penjatuhan atau
pelaksanaan hukuman di Negara Peminta atas suatu kejahatan
yang dapat diekstradisi.
2. Jika kejahatan yang dimintakan ekstradisinya telah dilakukan
di luar wilayah Negara Peminta, ekstradisi harus diberikan,
menurut ketentuan Perjanjian ini, jika orang yang dimintakan
ekstradisinya adalah warganegara Negara Peminta. Jika orang
yang dimintakan ekstradisinya sehubungan dengan kejahatan
tersebut bukan warganegara Peminta, maka Negara yang Diminta
dapat, atas kebijaksanaannya, memberikan ekstradisi.
Pasal 2
Kejahatan yang dapat Diekstradisikan
1. Menurut ketentuan Perjanjian ini, seseorang dapat
diekstradisikan atas perbuatan atau kealpaan yang merupakan
salah satu dari kejahatan-kejahatan yang tersebut di bawah
ini dengan ketentuan bahwa kejahatan itu dapat dihukum
menurut hukum kedua Negara Pihak dengan hukuman penjara
minimal satu tahun atau dengan hukuman yang lebih berat :
1. pembunuhan berencana, pembunuhan;
2. kejahatan yang menyebabkan kematian orang;
3. kejahatan terhadap hukum mengenai pengguguran
kandungan;
4. membantu atau membujuk atau menasehati atau memberikan
sarana kepada orang lain untuk melakukan tindakan bunuh
diri;
5. dengan maksud jahat dan berencana melukai atau
mengakibatkan luka berat, penyerangan yang menyebabkan luka;
6. penyerangan terhadap Hakim/Magistrat, pejabat polisi
atau pejabat umum;
7. penyerangan di kapal atau di pesawat udara denganmaksud
membunuh atau menyebabkan luka berat;
8. perkosaan atau penyerangan seks;
9. perbuatan cabul dengan kekerasan;
10. memberi sarana, atau memperjualbelikan wanita atau
orang muda dengan maksud amoral, hidup dari hasil pelacuran;
setiap kejahatan lain terhadap hukum mengenai pelacuran;
*8606
11. bigami;
12. penculikan, melarikan wanita, memenjarakan secara tidak
sah, perdagangan budak;
13. mencuri, menelantarkan, menawarkan atau menahan anak
secara melawan hukum;
14. kejahatan terhadap hukum mengenai penyuapan;
15. memberikan sumpah palsu, membujuk untuk memberikan
sumpah palsu, menghalangi atau menggagalkan jalannya
peradilan;
16. perbuatan menimbulkan kebakaran;
17. kejahatan yang berhubungan dengan pemalsuan uang dan
surat-surat berharga;
18. kejahatan terhadap hukum mengenai pemalsuan atau
terhadap hukum mengenai penggunaan apa yang dipalsukan;
19. kejahatan terhadap hukum mengenai pajak, bea cukai,
pengawasan devisa, atau mengenai pendapatan negara lainnya.
20. pencurian; penggelapan; penukaran secara curang;
pembukuan palsu dan curang, mendapatkan barang, uang, surat
berharga atau kredit melalui upaya palsu atau cara penipuan
lainnya; penadahan, setiap kejahatan lainnya yang
berhubungan dengan penipuan;
21. pencurian dengan pemberatan; pencurian dengan
mengrusakan rumah; setiap kejahatan yang sejenis;
22. perampokan;
23. pemerasan atau pemaksaan dengan ancaman atau dengan
penyalahgunaan wewenang;
24. kejahatan terhadap hukum mengenai kepailitan dan
keadaan pailit;
25. kejahatan terhadap hukum mengenai
perusahaan-perusahaan;
26. pengrusakan barang dengan maksud jahat dan berencana;
27. perbuatan yang dilakukan dengan maksud membahayakan
keselamatan orang-orang yang bepergian dengan kereta api,
kendaraan darat, kapal laut atau pesawat udara *8607
atau membahayakan atau merusak kereta api, kendaraan darat,
kapal laut atau pesawat udara;
28. pembajakan;
29. perbuatan yang melawan hukum terhadap kekuasaan nakhoda
kapal laut atau kapten pilot pesawat udara;
30. merampas secara melawan hukum, atau menguasai
pengendalian atas kapal laut atau pesawat udara, dengan
paksaan atau ancaman kekerasan atau dengan setiap bentuk
intimidasi lainnya;
31. perbuatan yang melawan hukum dari salah satu perbuatan
yang ditentukan dalam ayat 1 Pasal 1 Konvensi mengenai
Pemberantasan tindakan-tindakan Melawan Hukum Yang Mengancam
Keamanan Penerbangan Sipil;
32. kejahatan terhadap hukum mengenai obat-obat berbahaya
atau narkotika;
33. membantu, ikut serta, menasehati atau memberikan
sarana, menjadi pembantu laku sebelum atau sesudah sesuatu
perbuatan dilakukan, atau mencoba atau berkomplot melakukan
suatu kejahatan yang disebutkan diatas.
2. Ekstradisi dapat juga diberikan berdasarkan kebijaksanaan
Negara yang Diminta atas perbuatan atau kealpaan lain yang
merupakan suatu kejahatan jika kejahatan itu, menurut hukum
kedua Negara Pihak, adalah salah satu kejahatan yang
ekstradisinya dapat diberikan.
3. Menurut Pasal ini dalam menentukan apakah suatu kejahatan
adalah kejahatan terhadap hukum kedua Negara Pihak :
(a) tidak akan menjadi masalah apakah hukum Negara Pihak
menempatkan perbuatan atau kealpaan yang merupakan kejahatan
tersebut ke dalam golongan kejahatan yang sama atau
menamakan kejahatan tersebut dengan istilah yang sama;
(b) keseluruhan perbuatan atau kealpaan yang diangkakan
terhadap orang yang dimintakan ekstradisinya akan
dipertimbangkan dan tidak akan menjadi masalah apakah
menurut hukum Negara-negara Pihak unsur-unsur utama dari
kejahatan itu berbeda.
4. Ekstadisi dapat diberikan sesuai dengan ketentuan dalam
perjanjian ini tanpa mengindahkan waktu dilakukannya
kejahatan yang bertalian dengan permintaan ekstradisi itu,
dengan syarat bahwa jika kejahatan itu dilakukan sebelum
Perjanjian ini berlaku, perbuatan tersebut pada saat itu
merupakan kejahatan terhadap hukum kedua Negara Pihak.
*8608
Pasal 3
Klausula Wilayah
1. Menurut Perjanjian ini wilayah Negara Pihak adalah :
(a) wilayah berdasarkan kedaulatan Negara Pihak dan laut
yang berbatasan dengannya dimana Negara Pihak melaksanakan
kedaulatannya sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Perserikatan
Bangsa-Bangsa 1982;
(b) laut yang berbatasan lainnya dan landas kontinen dimana
Negara Pihak melaksanakan hak-hak berdaulat atau hak-hak
lainnya menurut Konvensi Hukum Laut Perserikatan
Bangsa-Bangsa 1982, tetapi hanya dalam hubungannya dengan
pelaksanaan hak-hak berdaulat dan hal-hak lainnya tersebut;
(c) kapal dan pesawat udara milik atau terdaftar di Negara
Pihak jika kapal tersebut berada di laut bebas atau jika
pesawat udara tersebut sedang dalam penerbangan pada saat
perbuatan atau kealpaan yang merupakan kejahatan yang
dimintakan ekstradisinya, dilakukan.
2. Menurut Perjanjian ini, suatu pesawat udara dianggap sedang
dalam penerbangan setiap waktu sejak semua pintu luar
ditutup setelah embarkasi sampai saat semua pintu dimaksud
dibuka untuk disembarkasi.
Pasal 4
Kejahatan Politik
1. Seseorang tidak akan diekstradisikan jika kejahatan yang
dimintakan ekstradisinya itu merupakan kejahatan politik,
atau yang karena keadaan dimana kejahatan yang diduga telah
dilakukan atau telah dilakukan itu, merupakan kejahatan yang
bersifat politik.
2. Jika timbul persoalan apakah suatu perkara merupakan
kejahatan politik atau kejahatan yang bersifat politik, maka
keputusan pejabat yang berwenang dari Negara yang Diminta
akan bersifat menentukan.
3. Menurut Perjanjian ini, menghilangkan atau mencoba untuk
menghilangkan nyawa Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan
atau anggota keluarganya tidak dianggap sebagai kejahatan
politik atau kejahatan yang bersifat politik.
Pasal 5
Ekstradisi Warganegara
1. Masing-masing Negara Pihak berhak menolak untuk
mengekstradisi warganegaranya.
2. Jika Negara yang Diminta tidak mengekstadisi
warganegaranya, Negara itu atas permintaan Negara Peminta
wajib menyerahkan perkaranya kepada pejabat yang berwenang
dari Negara yang Diminta untuk penuntutan. Untuk maksud ini
berkas perkara, informasi dan bukti-bukti mengenai kejahatan
itu harus diserahkan oleh Negara Peminta kepada Negara yang
Diminta.
3. Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat 2 Pasal ini, Negara
yang Diminta tidak diwajibkan untuk menyerahkan perkara itu
kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan penuntutan
jika pejabat yang berwenang itu tidak mempunyai yurisdiksi.
Jika pejabat yang berwenang itu tidak mempunyai yurisdiksi,
Negara yang Diminta harus mengekstradisi orang yang
dimaksud.
Pasal 6
Non Bis in Idem
Ekstradisi atas seseorang tidak akan diberikan jika orang
itu telah diadili dan diputus bebas atau dibebaskan dari segala
tuntutan oleh pengadilan yang berwenang, atau telah menjalani
hukuman di Negara yang Diminta atau di Negara ketiga sehubungan
dengan perbuatan atau kealpaan yang merupakan kejahatan yang
dapat dimintakan ekstradisinya.
Pasal 7
Azas Kekhususan
1. Menurut ayat 3 pasal ini seseorang yang diekstradisikan
berdasarkan Perjanjian ini tidak akan :
(a) ditahan atau diadili, atau dibatasi kebebasan
pribadinya dengan cara lain, di wilayah Negara Peminta atas
kejahatan yang dilakukan sebelum ekstradisinya selain dari
kejahatan yang ekstradisinya diberikan atau kejahatan lain
yang disebutkan dalam pasal 2 dengan persetujuan Negara yang
Diminta agar orang tersebut ditahan, diadili atau dibatasi
kebebasan pribadinya; atau
(b) ditahan di Negara Peminta dengan maksud untuk
mengekstradinya ke Negara ketiga atas kejahatan yang
dilakukan sebelum penyerahannya, kecuali jika Negara yang
diminta menyetujuinya penahanannya yang demikian itu.
2. Permintaan persetujuan dari Negara yang Diminta berdasarkan
pasal ini harus dilengkapi dengan salinan semua pernyataan
orang yang diekstradisikan itu mengenai kejahatan yang
dimaksud dan dengan dokumen sebagaimana disebutkan dalam
sub-ayat (a), (e), dan (f) dari ayat 2 Pasal 11 mengenai
kejahatan yang dimaksud.
3. Ayat 1 Pasal ini tidak berlaku jika orang tersebut
telah mendapatkan kesempatan untuk meninggalkan Negara
Peminta dan tidak menggunakan kesempatan itu dalam jangka
waktu 45 hari setelah pembebasannya atas kejahatan yang
menyebabkan orang itu diekstradisikan atau jika orang itu
telah kembali lagi ke wilayah Negara Peminta setelah ia
meninggalkannya.
Pasal 9
Pengecualian atas Ektradisi
1. Ekstradisi tidak diberikan dalam salah satu dari hal-hal
sebagai berikut :
(a) dimana orang yang dicari telah dibebaskan dari tuntutan
atau hukuman karena kadaluarsa atau sebab-sebab yang sah
lainnya sesuai dengan hukum dari salah satu Negara Pihak
sehubungan dengan perbuatan atau kealpaan yang merupakan
kejahatan yang dimintakan ekstradinya;
(b) dimana perbuatan atau kealpaan yang merupakan kejahatan
yang dimintakan ekstradisinya adalah jenis kejahatan yang
berdasarkan hukum Negara yang Diminta, dianggap sebagai
kejahatan yang hanya bertentangan dengan hukum militer;
(c) dimana orang yang dimintakan ektradisinya layak untuk
diadili oleh pengadilan atau mahkamah yang khusus dibentuk
untuk mengadili perkaranya atau yang hanya sewaktu-waktu,
atau berdasarkan keadaan khusus diberi wewenang untuk
mengadili perkara tersebut atau yang ekstradisinya
dimintakan agar yang bersangkutan menjalani hukuman
yangdijatuhkan oleh pengadilan atau mahkamah semacam itu;
(d) dimana Negara yang Diminta mempunyai alasan yang
mendasar untuk menduga bahwa permintaan ekstradisi telah
dibuat dengan maksud untuk menuntut atau menghukum seseorang
berdasarkan ras, agama, kewarganegaraan atau pandangan
politiknya; atau
(e) dimana Negara yang Diminta mempunyai alasan yang
mendasar untuk menduga bawa seseorang yang dimintakan
ekstradisinya akan menjadi korban penyiksaan atau perlakuan
atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat.
2. Ekstradisi dapat ditolak dalam salah satu dari hal-hal
sebagai berikut :
(a) dimana suatu penyidikan sedang dalam pelaksanaan atau
penuntutan masih sedang dipertimbangkan di Negara yang
Diminta sehubungan dengan kejahatan yang dilakukan oleh
orang yang dimintakan ekstradisinya;
*8611 (b) dimana Negara yang Diminta, dengan memperhatikan
sifat dari kejahatan dan kepentingan Negara Peminta,
mempertimbangkan dengan melihat keadaan perkara tersebut,
termasuk umur, kesehatan atau keadaan pribadi lainnya dari
orang yang dimintakan ekstradisinya, ekstradisi orang
tersebut adalah tidak adil, bersifat menindas atau tidak
sesuai dengan pertimbangan kemanusian;
(c) dalam hal seseorang dinyatakan bersalah dan dijatuhi
hukuman sehubungan dengan suatu kejahatan, dengan hukuman
penjara atau bentuk lain hukuman kehilangan kebebasan yang
dijatuhkan di Negara Peminta dimana hukuman yang masih
dijalaninya kurang dari 6 (enam) bulan, dengan
memperhitungkan berat ringannya kejahatan tersebut;
(d) Jika pejabat yang berwenang di Negara yang diminta demi
kepentingan umum telah memutuskan untuk membebaskan dari
penuntutan orang yang dimintaka ekstradisinya; atau
(e) dimana menurut hukum Negara yang Diminta kejahatan yang
dimintakan ekstradisinya itu dianggap telah dilakukan baik
seluruhnya atau sebagian di Negara tersebut.
Pasal 10
Penahanan Sementara
1. Dalam keadaan mendesak Negara Pihak dapat menggunakan
saluran International Criminal Police Organization untuk
melakukan penahanan sementara atas seseorang yang dicari,
sementara menunggu disampaikannya permintaan ekstradisi
melalui saluran diplomatik.
2. Permintaan tersebut harus memuat uraian tentang orang yang
dicari, pernyataan yang menyatakan bahwa permintaan
ekstradisi akan disampaikan melalui saluran diplomatik,
pernyataan mengenai adanya salah satu dokumen yang
disebutkan dalam ayat 2 Pasal 11 yang memberikan wewenang
untuk menahan orang tersebut, pernyataan mengenai hukuman
yang dapat dijatuhkan atau yang telah dijatuhkan atas
kejahatan itu, jika diminta oleh Negara yang Diminta,
pernyataan singkat mengenai perbuatan atau kealpaan yang
diduga merupakan kejahatan.
3. Setelah menerima permintaan tersebut Negara yang Diminta
wajib mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menjamin penahanan orang yang dicari dan Negara Peminta
secepatnya akan diberitahu mengenai hasil permintaan
tersebut.
4. Seseorang yang ditahan berdasarkan permintaan tersebut
dapat dibebaskan sesudah lewat waktu 46 hari terhitung sejak
tanggal penahanannya jika permintaan ekstradisinya yang
dilengkapi dengan dokumen yang ditentukan oleh Pasal 11,
belum diterima.
5. Ayat 4 Pasal ini tidak akan menghalangi dilaksanakannya tata
cara untuk mengekstradisi orang yang dicari itu jika
permintaan diterima sesudah itu.
Pasal 11
Tata Cara Ekstradisi dan
Dokumen yang Diperlukan
1. Permintaan ekstradisi harus dibuat secara tertulis dan
disampaikan melalui saluran diplomatik. Semua dokumen yang
diserahkan untuk mendukung permintaan ekstradisi tersebut
harus disahkan sesuai dengan ketentuan Pasal 13.
2. Permintaan ekstradisi harus dilengkapi dengan :
(a) jika seseorang di dakwa melakukan suatu kejahatan surat
perintah penahanan, atau salinan surat perintah penahanan
atas orang tersebut, pernyataan mengenai setiap kejahatan
yang dimintakan ekstradisinya dan pernyataan mengenai
perbuatan atau kealpaan yang didakwakan terhadap orang itu
yang berhubungan dengan setiap kejahatan;
(b) jika seseorang telah dinyatakan bersalah secara
inabsentia-dokumen pengadilan atau dokumen lain, atau
salinannya, yang memberikan wewenang untuk menahan orang
tersebut, pernyataan mengenai setiap kejahatan yang
dimintakan ekstradisinya dan pernyataan mengenai perbuatan
atau kealpaan yang berhubungan dengan setiap kejahatan yang
didakwakan terhadap orang tersebut;
(c) jika seseorang telah dipersalahkan atas kejahatan
dengan cara lain selain in absentia-dokumen-dokumen yang
merupakan bukti mengenai pernyataan bersalahnya dan hukuman
yang akan dijatuhkan, fakta bahwa hukuman tersebut dapat
segera dilaksanakan, dan sejauh mana hukuman itu belum
dilaksanakan;
(d) jika seseorang telah dipersalahkan atas kejahatan
dengan cara lain selain in absentia tetapi tidak dijatuhkan
sesuatu hukuman-dokumen-dokumen yang merupakan bukti
mengenai pernyataan bersalah itu dan pernyataan yang
menguatkan bahwa hal itu dimaksudkan untuk menjatuhkan
hukuman;
(e) dalam semua perkara-naskah mengenai ketentuan
undang-undang yang relevan, jika ada, atau dengan pernyataan
*8613 mengenai hukum yang relevan tentang kejahatan
tersebut termasuk ketentuan hukum yang membatasi tata cara
pemeriksaan, pabila dimungkinkan, dan dalam perkara manapun,
pernyataan tentang ancaman hukuman yang dapat dijatuhkan
atas kejahatan itu; dan
(f) dalam semua perkara-uraian yang secermat mungkin
mengenai orang yang dicari beserta informasi lain yang dapat
membantu membuktikan identitas dan kewarganegaraannya.
3. Sejauh yang diijinkan oleh hukum Negara yang Diminta,
ekstradisi dapat dilaksanakan terhadap seseorang berdasarkan
ketentuan-ketentuan dari Perjanjian ini meskipun persyaratan
ayat 1 dan ayat 2 Pasal ini belum dipenuhi asalkan orang
yang dicari tadi menyetujui perintah yang dibuat untuk
mengekstradisinya.
14. Dokumen-dokumen yang diserahkan dalam mendukung permintaan
ekstradisi tersebut harus dilengkapi dengan terjemahannya
dalam bahasa Negara yang Diminta.
Pasal 12
Informasi Tambahan
1. Jika Negara yang Diminta mempertimbangkan bahwa informasi
yang dibutuhkan dalam mendukung permintaan ekstradisi
berdasarkan Perjanjian ini belum cukup untuk memungkinkan
ekstradisi dilaksanakan maka negara tersebut dapat meminta
informasi tambahan yang diperlukan dalam waktu sebagaimana
yang ditetapkan.
2. Jika orang yang dimintakan ekstradisinya tersebut sedang
ditahan dan informasi tambahan yang diperlukan berdasarkan
Perjanjian ini belum cukup atau belum diterima dalam waktu
yang telah ditetapkan, maka orang tersebut dapat dilepaskan
dari tahanan. Pelepasan orang tersebut tidak akan
menghalangi Negara Peminta untuk membuat permohonan baru
untuk mengekstradisi orang tersebut.
3. Dimana orang tersebut dilepaskan dari tahanan menurut ayat 2
pasal ini, maka Negara yang Diminta wajib memberitahu Negara
Peminta mengenai pembebasan tersebut sesegera mungkin.
Pasal 13
Pengesahan Dokumen
1. Dokumen yang diperlukan untuk mendukung permintaan
ekstradisi tersebut dalam setiap tata cara ekstradisi di
Negara yang Diminta harus diakui, jika telah disahkan.
2. Menurut Perjanjian ini suatu dokumen yang sah adalah jika :
*8614 (a) dokumen tersebut ditandatangani atau disahkan oleh
Hakim, Magistrat, atau pejabat yang berwenang lainnya di
atau dari negara Peminta; dan
(b) dokumen tersebut dibubuhi cap resmi dari Negara Peminta
atau dari Menteri, atau Departemen atau Kementerian dan
Negara Peminta.
Pasal 14
Penyerahan
1. Negara yang Diminta segera sesudah suatu keputusan mengenai
permintaan ekstradisi dibuat, wajib menyampaikan keputusan
tersebut kepada Negara Peminta melalui saluran diplomatik.
2. Jika permintaan disetujui, Negara Peminta wajib diberitahu
mengenai tempat dan tanggal penyerahan.
3. Menurut ayat 4 Pasal ini Negara Peminta wajib memindahkan
orang tersebut dari Negara Yang Diminta dalam jangka waktu
yang layak sebagimana ditetapkan oleh Negara yang Diminta
dan jika orang tersebut belum dipindahkan dalam jangka waktu
tersebut, Negara yang Diminta dapat menolak ekstradisi untuk
kejahatan yang sama tersebut.
4. Jika keadaan diluar kekuasaannya tidak memungkinkan Negara
Pihak untuk menyerahkan atau meindahkan orang tersebut untuk
diekstradisi, maka Negara Pihak tersebut wajib
memberitahukan kepada Negara Pihak lainnya. Kedua Negara
akan memutuskan bersama tanggal lain untuk penyerahan
tersebut dan ketentuan ayat 2 dan 3 Pasal ini diberlakukan.
Pasal 15
Penundaan Penyerahan
Negara yang Diminta dapat menunda penyerahan seseorang
supaya dapat menuntutnya, atau supaya orang itu dapat menjalani
hukuman untuk kejahatan lain selain dari kejahatan yang berupa
perbuatan atau kealpaan yang dimintakan ekstradisinya, dan jika
Negara yang Diminta itu menunda penyerahan, maka negara
tersewajib memberitahukan hal itu kepada Negara Peminta.
Pasal 16
Penyerahan Barang
1. Bila ekstradisi orang tersebut dikabulkan, Negara yang
Diminta, sepanjang kententuan hukumnya mengijinkan dan
sesuai dengan hak-hak pihak ketiga, wajib menyita dan
menyerahkan barang, atas permintaan dari Negara Peminta;
(a) yang dapat dipergunakan untuk kepentingan pembuktian
kejahatan itu; atau
(b) yang diperoleh sebagai hasil dari kejahatan tersebut.
*8615
2. Barang yang disebut dalam ayat 1 Pasal ini dapat diserahkan
sekalipun ekstradisi yang telah disetujui tidak dapat
dilaksanakan karena kematian orang yang diminta
penyerahannya atau karena ia melarikan diri.
3. Jika barang tersebut dapat disita atau dirampas dalam
wilayah Negara yang Diminta maka Negara tersebut dapat,
dalam hubungannya dengan proses pemeriksaan yang sedang
berlangsung, menahannya untuk sementara atau menyerahkannya
dengan syarat bahwa barang itu akan dikembalikan.
4. Setiap hak yang mungin diperoleh Negara yang Diminta atau
pihak ketiga atas barang tersebut wajib dijamin. Jika
hak-hak itu ada, barang tersebut wajib dikembalikan tanpa
biaya kepada Negara yang Diminta secepat mungkin sesudah
pemeriksaan pengadilan selesai jika Negara itu memintanya.
Pasal 17
Permintaan Berganda
1. Bila permintaan-permintaan diterima dari dua negara atau
lebih untuk mengekstradisikan orang yang sama baik untuk
kejahatan yang sama, maupun untuk kejahatan yang berbeda,
Negara yang Diminta wajib menentukan kepada negara mana
orang itu harus diekstradisikan dan harus memberitahu Negara
Peminta mengenai keputusannya.
2. Dalam menentukan kepada negara mana seseorang akan
dikestradisi, Negara yang Diminta wajib memperhatikan semua
keadaan yang berkaitan dan, terutama, mengenai :
(a) jika permintaan-permintaan tersebut mengenai
kejahatan-kejahatan yang berada, berat ringannya kejahatan
itu secara relatif;
(b) waktu dan tempat masing-masing kejahatan itu dilakukan;
(c) masing-masing tanggal permintaan tersebut;
(d) kewarganegaraan dari orang tersebut;
(e) tempat biasanya orang tersebut berdiam; dan
(f) kemungkinan ekstradisi yang berikutnya ke negara lain.
Pasal 18
Transit
1. Dimana seseorang harus diekstradisi untuk suatu kejahatan
oleh Negara ketiga ke Negara Pihak melalui wilayah Negara
Pihak lainnya, maka Negara Pihak yang disebutkan pertama
*8616 wajib meminta Negara Pihak lain untuk memberikan ijin
transit bagi orang tersebut untuk melalui wilayahnya.
2. Setelah menerima permintaan tersebut, Negara yang Diminta
wajib memenuhinya kecuali jika ada alasan yang dapat
diterima untuk menolak.
3. Ijin transit orang tersebut menurut hukum Negara yang
Diminta, harus mencakup ijin penahanan orang tersebut selama
transit.
4. Dimana seseorang ditahan menurut ayat 3 Pasal ini, maka
Negara Pihak yang dalam wilayahnya orang tersebut ditahan
dapat memerintahkan agar orang itu dilepaskan jika
pengangkutan orang bersangkutan belum diteruskan dalam waktu
yang layak.
5. Negara Pihak kemana orang itu harus diekstradisikan wajib
membayar kembali kepada Negara Pihak lain utuk setiap biaya
yang dikeluarkan oleh Negara Pihak lain itu sehubungan
dengan transit tersebut.
Pasal 19
Biaya-biaya
1. Negara yang Diminta harus membuat pengaturan yang diperlukan
dan memenuhi biaya dari setiap proses permintaan ekstradisi
yang timbul dan dengan cara lain wajib mewakili kepentingan
Negara Peminta.
2. Negara yang Diminta wajib menanggung biaya-biaya yang
dikeluarkan di wilayahnya dalam penahanan orang yang
dimintakan esktradisinya tersebut, dan biaya hidup orang
tersebut dalam tahanan sampai ia diserahkan kepada seseorang
yang ditunjuk oleh Negara Peminta.
3. Negara Peminta wajib menanggung biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk membawa orang tersebut dari wilayah Negara yang
Diminta.
Pasal 20
Amandemen
Perjanjian ini dapat diubah dengan persetujuan tertulis
antara Negara-negara Pihak.
Pasal 21
Mulai Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian
1. perjanjian ini mulai berlaku 30 hari setelah tanggal
Negara-negara Pihak saling memberitahukan secara tertulis
bahwa masing-masing persyaratan mereka untuk mulai
berlakunya perjanjian ini telah dipenuhi.
2. Masing-masing Negara Pihak dapat mengakhiri Perjanjian
ini dengan pemberitahuan secara tertulis pada setiap waktu
dan berakhir berlakunya pada hari keseratus delapan puluh
setelah hari pemberitahuan itu diajukan.
SEBAGAI BUKTI, yang bertanda tangan di bawah ini, yang
dikuasakan oleh Pemerintah masing-masing, telah menandatangani
Perjanjian ini.
DIBUAT dalam rangkap dua di Jakarta pada tanggal dua puluh
dua bulan April 1992 dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris,
semua naskah sama-sama sahnya.
INDONESIA, UNTUK AUSTRALIA,
ttd. ttd.
ALI ALATAS PHILIP FLOOD
Kutipan: LEMBAR LEPAS TAHUN 1994
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_perjanjian_ekstradisi_republik_indones_8.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






