Previous
Next

2007

Undang-Undang Penataan Ruang (UU 26 thn 2007)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang :
             UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 26 TAHUN 2007
                           TENTANG
                       PENATAAN RUANG


             DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:   a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
                Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri
                Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang
                meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
                termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai
                sumber     daya,    perlu    ditingkatkan   upaya
                pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan
                berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah
                penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah
                nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi
                terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial
                sesuai dengan landasan konstitusional Undang-
                Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
                1945;
             b. bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional
                dan internasional menuntut penegakan prinsip
                keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian
                hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan
                penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan
                idiil Pancasila;
             c. bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional
                berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan
                kebijakan   otonomi   daerah   yang   memberikan
                kewenangan semakin besar kepada pemerintah
                daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka
                kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga
                keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara
                pusat dan daerah agar tidak menimbulkan
                kesenjangan antardaerah;


                                                         d. bahwa . . .
                                 -2-
              d. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan
                 pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap
                 pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan
                 penyelenggaraan penataan ruang yang transparan,
                 efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang
                 aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
              e. bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik
                 Indonesia berada pada kawasan rawan bencana
                 sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis
                 mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan
                 keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan
                 penghidupan;
              f. bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992
                 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan
                 kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga
                 perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang
                 yang baru;
              g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
                 dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
                 huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-
                 Undang tentang Penataan Ruang;


Mengingat:    Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat
              (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
              Tahun 1945;


                    Dengan Persetujuan Bersama
        DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                dan
                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                          MEMUTUSKAN:


Menetapkan:   UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.




                                                                 BAB I . . .
                   -3-
                 BAB I
          KETENTUAN UMUM

                Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat,
     ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
     dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
     manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
     kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2.   Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola
     ruang.
3.   Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
     permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
     sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
     sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis
     memiliki hubungan fungsional.
4.   Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang
     dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
     ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
     untuk fungsi budi daya.
5.   Penataan ruang adalah suatu sistem proses
     perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
     pengendalian pemanfaatan ruang.
6.   Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan
     yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,
     dan pengawasan penataan ruang.
7.   Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
     adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
     kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
     sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
     Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8.   Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
     Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
     penyelenggara pemerintahan daerah.
9.   Pengaturan   penataan   ruang   adalah upaya
     pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah,
     pemerintah   daerah,  dan   masyarakat dalam
     penataan ruang.



                                         10. Pembinaan . . .
                  -4-
10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk
    meningkatkan kinerja penataan ruang yang
    diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
    daerah, dan masyarakat.
11. Pelaksanaan   penataan    ruang   adalah   upaya
    pencapaian   tujuan    penataan  ruang    melalui
    pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan
    ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar
    penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan.
13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk
    menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
    meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
    ruang.
14. Pemanfaatan    ruang    adalah     upaya   untuk
    mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
    dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
    pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya
    untuk mewujudkan tertib tata ruang.
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata
    ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
    geografis beserta segenap unsur terkait yang batas
    dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
    administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola
    ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada
    tingkat wilayah.
19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang
    dan pola ruang yang mempunyai jangkauan
    pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi
    utama lindung atau budi daya.
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan
    dengan fungsi utama melindungi kelestarian
    lingkungan hidup yang mencakup sumber daya



                                                  alam . . .
                  -5-
    alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan
    dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas
    dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
    sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kawasan      perdesaan    adalah   wilayah   yang
    mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
    pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
    fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
    perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
    sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri
    atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah
    perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
    pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
    ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan
    hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
    sistem agrobisnis.
25. Kawasan     perkotaan   adalah    wilayah     yang
    mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
    dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
    permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
    pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
    kegiatan ekonomi.
26. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan
    yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang
    berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
    kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling
    memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan
    dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang
    terintegrasi dengan jumlah penduduk secara
    keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu
    juta) jiwa.
27. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang
    terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan
    metropolitan yang memiliki hubungan fungsional
    dan membentuk sebuah sistem.
28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang
    penataan     ruangnya    diprioritaskan   karena
    mempunyai pengaruh sangat penting secara
    nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan



                                                   dan . . .
                  -6-
    dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
    dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
    ditetapkan sebagai warisan dunia.
29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang
    penataan      ruangnya     diprioritaskan    karena
    mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
    provinsi   terhadap    ekonomi,     sosial, budaya,
    dan/atau lingkungan.
30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah
    yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
    mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
    kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya,
    dan/atau lingkungan.
31. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur
    dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
    bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
    yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
    ditanam.
32. Izin  pemanfaatan   ruang    adalah  izin  yang
    dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan.
33. Orang      adalah   orang   perseorangan   dan/atau
    korporasi.
34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
    urusan pemerintahan dalam bidang penataan
    ruang.


                 BAB II
          ASAS DAN TUJUAN

                Pasal 2
Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;



                                           e. keterbukaan . . .
                     -7-
e.    keterbukaan;
f.    kebersamaan dan kemitraan;
g.    pelindungan kepentingan umum;
h.    kepastian hukum dan keadilan; dan
i.    akuntabilitas.


                   Pasal 3
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam
   dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber
   daya alam dan sumber daya buatan dengan
   memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya   pelindungan fungsi  ruang   dan
   pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
   akibat pemanfaatan ruang.


                   BAB III
       KLASIFIKASI PENATAAN RUANG

                   Pasal 4
Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem,
fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan
kawasan, dan nilai strategis kawasan.


                   Pasal 5
(1)    Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas
       sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.
(2)    Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan
       terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi
       daya.
(3)    Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif
       terdiri atas penataan ruang wilayah nasional,



                                             penataan . . .
                     -8-
      penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan
      ruang wilayah kabupaten/kota.
(4)   Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan
      terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan
      penataan ruang kawasan perdesaan.
(5)   Penataan ruang berdasarkan nilai strategis     kawasan
      terdiri atas penataan ruang kawasan            strategis
      nasional, penataan ruang kawasan               strategis
      provinsi, dan penataan ruang kawasan           strategis
      kabupaten/kota.


                   Pasal 6
(1)   Penataan    ruang       diselenggarakan         dengan
      memperhatikan:
      a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik
         Indonesia yang rentan terhadap bencana;
      b. potensi sumber daya alam, sumber daya
         manusia, dan sumber daya buatan; kondisi
         ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum,
         pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta
         ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu
         kesatuan; dan
      c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
(2)   Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang
      wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah
      kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan
      komplementer.
(3)   Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang
      wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional
      yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang
      udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
      kesatuan.
(4)   Penataan    ruang    wilayah    provinsi    dan
      kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut,
      dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.




                                                    (5) Ruang . . .
                    -9-
(5)   Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur
      dengan undang-undang tersendiri.


                  BAB IV
         TUGAS DAN WEWENANG

               Bagian Kesatu
                   Tugas

                  Pasal 7
(1)   Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk
      sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2)   Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), negara memberikan kewenangan
      penyelenggaraan    penataan     ruang  kepada
      Pemerintah dan pemerintah daerah.
(3)   Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap
      menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.




               Bagian Kedua
           Wewenang Pemerintah

                  Pasal 8
(1)   Wewenang Pemerintah dalam          penyelenggaraan
      penataan ruang meliputi:
      a. pengaturan,     pembinaan,      dan   pengawasan
         terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah
         nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta
         terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan
         strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
      b. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;
      c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
         nasional; dan
      d. kerja sama penataan ruang antarnegara dan



                                          pemfasilitasan . . .
                     - 10 -
         pemfasilitasan    kerja    sama      penataan      ruang
         antarprovinsi.
(2)   Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan
      ruang nasional meliputi:
      a. perencanaan tata ruang wilayah nasional;
      b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
      c. pengendalian      pemanfaatan         ruang      wilayah
         nasional.
(3)   Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan
      ruang kawasan strategis nasional meliputi:
      a. penetapan kawasan strategis nasional;
      b. perencanaan      tata    ruang      kawasan     strategis
         nasional;
      c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional;
         dan
      d. pengendalian pemanfaatan             ruang      kawasan
         strategis nasional.
(4)   Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
      pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan
      huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah
      melalui dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan.
(5)   Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang,
      Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan
      pedoman bidang penataan ruang.
(6)   Dalam     pelaksanaan     wewenang    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),
      dan ayat (5), Pemerintah:
      a. menyebarluaskan         informasi     yang     berkaitan
         dengan:
         1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang
            dalam rangka pelaksanaan penataan ruang
            wilayah nasional;
         2) arahan peraturan zonasi untuk sistem
            nasional   yang disusun  dalam rangka
            pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
            nasional; dan



                                                      3) pedoman . . .
                     - 11 -
         3) pedoman bidang penataan ruang;
      b. menetapkan standar pelayanan minimal bidang
         penataan ruang.


                   Pasal 9
(1)   Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh
      seorang Menteri.
(2)   Tugas dan      tanggung   jawab Menteri  dalam
      penyelenggaraan   penataan   ruang sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) mencakup:
      a. pengaturan,   pembinaan,      dan    pengawasan
         penataan ruang;
      b. pelaksanaan penataan ruang nasional; dan
      c. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang
         lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku
         kepentingan.


               Bagian Ketiga
  Wewenang Pemerintah Daerah Provinsi

                  Pasal 10
(1)   Wewenang pemerintah daerah provinsi           dalam
      penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
      a. pengaturan,    pembinaan,    dan pengawasan
         terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah
         provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap
         pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
         provinsi dan kabupaten/kota;
      b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
      c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
         provinsi; dan
      d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan
         pemfasilitasan kerja sama penataan ruang
         antarkabupaten/kota.
(2)   Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam
      pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


                                                 meliputi: . . .
                     - 12 -
      meliputi:
      a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
      b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
      c. pengendalian    pemanfaatan         ruang    wilayah
         provinsi.
(3)   Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
      pemerintah daerah provinsi melaksanakan:
      a. penetapan kawasan strategis provinsi;
      b. perencanaan    tata    ruang      kawasan   strategis
         provinsi;
      c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi;
         dan
      d. pengendalian pemanfaatan           ruang    kawasan
         strategis provinsi.
(4)   Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
      pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan
      huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah
      kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.
(5)   Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang
      wilayah provinsi, pemerintah daerah provinsi dapat
      menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan
      ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
(6)   Dalam     pelaksanaan     wewenang     sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),
      dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:
      a. menyebarluaskan       informasi     yang    berkaitan
         dengan:
         1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang
            dalam rangka pelaksanaan penataan ruang
            wilayah provinsi;
         2) arahan peraturan zonasi untuk sistem
            provinsi    yang disusun dalam rangka
            pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
            provinsi; dan



                                                3) petunjuk . . .
                        - 13 -
          3) petunjuk      pelaksanaan     bidang    penataan
             ruang;
        b. melaksanakan    standar       pelayanan   minimal
           bidang penataan ruang.
  (7)   Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat
        memenuhi standar pelayanan minimal bidang
        penataan ruang, Pemerintah mengambil langkah
        penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan
        perundang-undangan.

            Bagian Keempat
Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
                 Pasal 11
  (1)   Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota
        dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
        a. pengaturan,   pembinaan,   dan   pengawasan
           terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah
           kabupaten/kota    dan    kawasan    strategis
           kabupaten/kota;
        b. pelaksanaan     penataan        ruang      wilayah
           kabupaten/kota;
        c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
           kabupaten/kota; dan
        d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/
           kota.
  (2)   Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota
        dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah
        kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
        (1) huruf b meliputi:
        a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/
           kota;
        b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
        c. pengendalian   pemanfaatan        ruang    wilayah
           kabupaten/kota.
  (3)   Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan
        strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
        pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah
        kabupaten/kota melaksanakan:



                                                a. penetapan . . .
                       - 14 -
         a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
         b. perencanaan tata     ruang    kawasan    strategis
            kabupaten/kota;
         c. pemanfaatan     ruang        kawasan     strategis
            kabupaten/kota; dan
         d. pengendalian pemanfaatan        ruang    kawasan
            strategis kabupaten/kota.
   (4)   Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana
         dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah
         daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman
         bidang    penataan    ruang    dan     petunjuk
         pelaksanaannya.
   (5)   Dalam     pelaksanaan    wewenang      sebagaimana
         dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
         (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:
         a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan
            dengan rencana umum dan rencana rinci tata
            ruang dalam rangka pelaksanaan penataan
            ruang wilayah kabupaten/kota; dan
         b. melaksanakan    standar      pelayanan   minimal
            bidang penataan ruang.
   (6)   Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak
         dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang
         penataan ruang, pemerintah daerah provinsi dapat
         mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
         ketentuan peraturan perundang-undangan.

                      BAB V
PENGATURAN DAN PEMBINAAN PENATAAN RUANG

                     Pasal 12
   Pengaturan   penataan  ruang   dilakukan  melalui
   penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan
   bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang
   penataan ruang.


                     Pasal 13
   (1)   Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang



                                                      kepada . . .
                    - 15 -
      kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah
      daerah kabupaten/kota, dan masyarakat.
(2)   Pembinaan penataan ruang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
      a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;
      b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
         sosialisasi pedoman bidang penataan ruang;
      c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi
         pelaksanaan penataan ruang;
      d. pendidikan dan pelatihan;
      e. penelitian dan pengembangan;
      f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi
         penataan ruang;
      g. penyebarluasan  informasi      penataan   ruang
         kepada masyarakat; dan
      h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab
         masyarakat.
(3)   Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
      kabupaten/kota    menyelenggarakan    pembinaan
      penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
      (2) menurut kewenangannya masing-masing.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
      pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diatur dengan peraturan pemerintah.


                  BAB VI
      PELAKSANAAN PENATAAN RUANG

              Bagian Kesatu
         Perencanaan Tata Ruang

                Paragraf 1
                  Umum

                 Pasal 14
(1)   Perencanaan   tata      ruang   dilakukan    untuk
      menghasilkan:



                                              a. rencana . . .
                     - 16 -
      a. rencana umum tata ruang; dan
      b. rencana rinci tata ruang.
(2)   Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf a secara berhierarki terdiri atas:
      a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
      b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
      c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan
         rencana tata ruang wilayah kota.
(3)   Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
      a. rencana tata ruang pulau/kepulauan dan
         rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
      b. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi;
         dan
      c. rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan
         rencana   tata    ruang   kawasan    strategis
         kabupaten/kota.
(4)   Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat
      operasional rencana umum tata ruang.
(5)   Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun apabila:
      a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan
         dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang
         dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau
      b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah
         perencanaan yang luas dan skala peta dalam
         rencana umum tata ruang tersebut memerlukan
         perincian sebelum dioperasionalkan.
(6)   Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi
      penyusunan peraturan zonasi.
(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian
      peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan
      pemerintah.



                                                    Pasal 15 . . .
                     - 17 -
                  Pasal 15
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata
ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.


                  Pasal 16
(1)   Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali.
(2)   Peninjauan    kembali   rencana  tata            ruang
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1)               dapat
      menghasilkan rekomendasi berupa:
      a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku
         sesuai dengan masa berlakunya; atau
      b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.
(3)   Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang
      menghasilkan rekomendasi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) huruf b, revisi rencana tata ruang
      dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang
      dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata
      cara peninjauan kembali rencana tata ruang
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      diatur dengan peraturan pemerintah.


                  Pasal 17
(1)   Muatan rencana tata ruang mencakup rencana
      struktur ruang dan rencana pola ruang.
(2)   Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) meliputi   rencana sistem pusat
      permukiman    dan   rencana   sistem   jaringan
      prasarana.
(3)   Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan
      kawasan budi daya.
(4)   Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi
      daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi



                                              peruntukan . . .
                    - 18 -
      peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian
      lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan,
      dan keamanan.
(5)   Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang
      wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30
      (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
(6)   Penyusunan     rencana     tata    ruang    harus
      memperhatikan       keterkaitan      antarwilayah,
      antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
      penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan
      dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai
      subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan
      peraturan pemerintah.


                 Pasal 18
(1)   Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi
      tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan
      rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus
      mendapat persetujuan substansi dari Menteri.
(2)   Penetapan    rancangan      peraturan     daerah
      kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah
      kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang
      terlebih dahulu harus mendapat persetujuan
      substansi dari Menteri setelah mendapatkan
      rekomendasi Gubernur.
(3) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata
    cara penyusunan rencana tata ruang wilayah
    provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    penyusunan      rencana    tata    ruang wilayah
    kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) diatur dengan peraturan Menteri.

                Paragraf 2
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional

                 Pasal 19
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional



                                                   harus . . .
                    - 19 -
harus memperhatikan:
a. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b. perkembangan permasalahan regional dan global,
   serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang
   nasional;
c. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
   serta stabilitas ekonomi;
d. keselarasan aspirasi pembangunan        nasional   dan
   pembangunan daerah;
e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
f. rencana pembangunan jangka panjang nasional;
g. rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan
h. rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata
   ruang wilayah kabupaten/kota.


                  Pasal 20
(1)   Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
      a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
         wilayah nasional;
      b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang
         meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait
         dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
         pelayanannya dan sistem jaringan prasarana
         utama;
      c. rencana pola ruang wilayah nasional yang
         meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan
         budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
      d. penetapan kawasan strategis nasional;
      e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi
         program utama jangka menengah lima tahunan;
         dan
      f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
         nasional yang berisi indikasi arahan peraturan
         zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan
         insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.




                                                 (2) Rencana . . .
                      - 20 -
(2)   Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi
      pedoman untuk:
      a. penyusunan rencana          pembangunan         jangka
         panjang nasional;
      b. penyusunan rencana          pembangunan         jangka
         menengah nasional;
      c. pemanfaatan    ruang      dan     pengendalian
         pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
      d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
         keseimbangan       perkembangan      antarwilayah
         provinsi, serta keserasian antarsektor;
      e. penetapan    lokasi   dan   fungsi    ruang     untuk
         investasi;
      f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
      g. penataan   ruang       wilayah       provinsi     dan
         kabupaten/kota.
(3)   Jangka waktu Rencana Tata Ruang                  Wilayah
      Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.
(4)   Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali
      dalam 5 (lima) tahun.
(5)   Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang
      berkaitan dengan bencana alam skala besar yang
      ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
      dan/atau perubahan batas teritorial negara yang
      ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata
      Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari
      1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(6)   Rencana Tata Ruang Wilayah          Nasional       diatur
      dengan peraturan pemerintah.


                  Pasal 21
(1)   Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a diatur dengan
      peraturan presiden.
(2)   Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata
      cara penyusunan rencana rinci tata ruang



                                                   sebagaimana . . .
                    - 21 -
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      peraturan Menteri.


                Paragraf 3
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi

                 Pasal 22
(1)   Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi
      mengacu pada:
      a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
      b. pedoman bidang penataan ruang; dan
      c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2)   Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi
      harus memperhatikan:
      a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil
         pengkajian implikasi penataan ruang provinsi;
      b. upaya    pemerataan    pembangunan           dan
         pertumbuhan ekonomi provinsi;
      c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan
         pembangunan kabupaten/kota;
      d. daya dukung dan daya tampung lingkungan
         hidup;
      e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
      f. rencana tata   ruang   wilayah   provinsi    yang
         berbatasan;
      g. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi;
         dan
      h. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.


                 Pasal 23
(1)   Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:
      a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
         wilayah provinsi;
      b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang



                                                     meliputi . . .
                      - 22 -
         meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya
         yang berkaitan dengan kawasan perdesaan
         dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan
         prasarana wilayah provinsi;
      c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang
         meliputi kawasan lindung dan kawasan budi
         daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
      d. penetapan kawasan strategis provinsi;
      e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang
         berisi indikasi program utama jangka menengah
         lima tahunan; dan
      f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
         provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan
         zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan
         insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
(2)   Rencana tata ruang       wilayah   provinsi     menjadi
      pedoman untuk:
      a. penyusunan rencana          pembangunan       jangka
         panjang daerah;
      b. penyusunan rencana          pembangunan       jangka
         menengah daerah;
      c. pemanfaatan    ruang     dan     pengendalian
         pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;
      d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
         keseimbangan     perkembangan      antarwilayah
         kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
      e. penetapan    lokasi   dan   fungsi   ruang    untuk
         investasi;
      f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
      g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
(3)   Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi
      adalah 20 (dua puluh) tahun.
(4)   Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali
      dalam 5 (lima) tahun.
(5)   Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang
      berkaitan dengan bencana alam skala besar yang



                                                    ditetapkan . . .
                     - 23 -
       ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
       dan/atau perubahan batas teritorial negara
       dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan
       Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah
       provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
       dalam 5 (lima) tahun.
 (6)   Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan
       dengan peraturan daerah provinsi.


                  Pasal 24
 (1)   Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
       dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b ditetapkan dengan
       peraturan daerah provinsi.
 (2)   Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata
       cara penyusunan rencana rinci tata ruang
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
       peraturan Menteri.


                 Paragraf 4
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten

                  Pasal 25
 (1)   Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten
       mengacu pada:
       a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan
          rencana tata ruang wilayah provinsi;
       b. pedoman dan petunjuk      pelaksanaan   bidang
          penataan ruang; dan
       c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
 (2)   Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten
       harus memperhatikan:
       a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil
          pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;
       b. upaya    pemerataan    pembangunan          dan
          pertumbuhan ekonomi kabupaten;
       c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;



                                                  d. daya . . .
                    - 24 -
      d. daya dukung dan daya tampung lingkungan
         hidup;
      e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;
      f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang
         berbatasan; dan
      g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.


                 Pasal 26
(1)   Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
      a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
         wilayah kabupaten;
      b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang
         meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang
         terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem
         jaringan prasarana wilayah kabupaten;
      c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang
         meliputi kawasan lindung kabupaten dan
         kawasan budi daya kabupaten;
      d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
      e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
         yang berisi indikasi program utama jangka
         menengah lima tahunan; dan
      f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
         wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum
         peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan
         insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
(2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi
    pedoman untuk:
      a. penyusunan rencana       pembangunan     jangka
         panjang daerah;
      b. penyusunan rencana       pembangunan     jangka
         menengah daerah;
      c. pemanfaatan    ruang      dan    pengendalian
         pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
      d. mewujudkan keterpaduan,       keterkaitan,   dan
         keseimbangan antarsektor;



                                             e. penetapan . . .
                    - 25 -
      e. penetapan lokasi     dan   fungsi   ruang    untuk
         investasi; dan
      f. penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
(3)   Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi
      dasar  untuk    penerbitan    perizinan  lokasi
      pembangunan dan administrasi pertanahan.
(4)   Jangka waktu rencana tata ruang                wilayah
      kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.
(5)   Rencana     tata     ruang     wilayah     kabupaten
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau
      kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(6)   Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang
      berkaitan dengan bencana alam skala besar yang
      ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
      dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah
      provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang
      ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata
      ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari
      1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(7)   Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan
      dengan peraturan daerah kabupaten.


                  Pasal 27
(1)   Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c ditetapkan dengan
      peraturan daerah kabupaten.
(2)   Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata
      cara penyusunan rencana rinci tata ruang
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      peraturan Menteri.

                 Paragraf 5
  Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota

                  Pasal 28
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan
Pasal 27 berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan



                                                        tata . . .
                    - 26 -
tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan selain rincian
dalam Pasal 26 ayat (1) ditambahkan:
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka
   hijau;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka
   nonhijau; dan
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan
   sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum,
   kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi
   bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
   wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi
   dan pusat pertumbuhan wilayah.


                 Pasal 29
(1)   Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau
      publik dan ruang terbuka hijau privat.
(2)   Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota
      paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
      wilayah kota.
(3)   Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah
      kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas
      wilayah kota.


                 Pasal 30
Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3)
disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki
pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan
pola ruang.


                 Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka
nonhijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a
dan huruf b diatur dengan peraturan Menteri.




                                              Bagian Kedua . . .
                    - 27 -
              Bagian Kedua
           Pemanfaatan Ruang

                Paragraf 1
                  Umum

                 Pasal 32
(1)   Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan
      program      pemanfaatan     ruang       beserta
      pembiayaannya.
(2)   Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan
      ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal
      maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi.
(3)   Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
      jabaran dari indikasi program utama yang termuat
      di dalam rencana tata ruang wilayah.
(4)   Pemanfaatan    ruang     diselenggarakan  secara
      bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi
      program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan
      dalam rencana tata ruang.
(5)   Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah
      sebagaimana      dimaksud       pada    ayat  (3)
      disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan
      ruang wilayah administratif sekitarnya.
(6)   Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan
      standar pelayanan minimal dalam penyediaan
      sarana dan prasarana.


                 Pasal 33
(1)   Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang
      yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
      dilaksanakan      dengan      mengembangkan
      penatagunaan    tanah,   penatagunaan   air,
      penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber
      daya alam lain.



                                               (2) Dalam . . .
                    - 28 -
(2)   Dalam     rangka    pengembangan    penatagunaan
      sebagaimana      dimaksud      pada    ayat     (1)
      diselenggarakan     kegiatan   penyusunan      dan
      penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca
      penatagunaan      sumber     daya   air,    neraca
      penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan
      sumber daya alam lain.
(3)   Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan
      untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi
      kepentingan umum memberikan hak prioritas
      pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah
      untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari
      pemegang hak atas tanah.
(4)   Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang
      berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi
      Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima
      pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas
      tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan
      haknya.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan
      tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
      penatagunaan     sumber    daya    alam  lainnya
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      diatur dengan peraturan pemerintah.


                Paragraf 2
        Pemanfaatan Ruang Wilayah

                 Pasal 34
(1)   Dalam pemanfaatan ruang wilayah           nasional,
      provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan:
      a. perumusan kebijakan strategis operasionalisasi
         rencana tata ruang wilayah dan rencana tata
         ruang kawasan strategis;
      b. perumusan program sektoral dalam rangka
         perwujudan struktur ruang dan pola ruang
         wilayah dan kawasan strategis; dan
      c. pelaksanaan    pembangunan sesuai dengan
         program pemanfaatan ruang wilayah dan
         kawasan strategis.


                                                 (2) Dalam . . .
                    - 29 -
(2)   Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis
      operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan
      rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan kawasan
      budi daya yang dikendalikan dan kawasan budi
      daya yang didorong pengembangannya.
(3)   Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui
      pengembangan kawasan secara terpadu.
(4)   Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:
      a. standar pelayanan minimal bidang penataan
         ruang;
      b. standar kualitas lingkungan; dan
      c. daya dukung dan daya tampung lingkungan
         hidup.


               Bagian Ketiga
      Pengendalian Pemanfaatan Ruang

                 Pasal 35
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.


                 Pasal 36
(1)   Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 35 disusun sebagai pedoman pengendalian
      pemanfaatan ruang.
(2)   Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci
      tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
(3)   Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
      a. peraturan pemerintah untuk arahan peraturan
         zonasi sistem nasional;
      b. peraturan daerah provinsi untuk         arahan
         peraturan zonasi sistem provinsi; dan



                                             c. peraturan . . .
                    - 30 -
      c. peraturan    daerah   kabupaten/kota      untuk
         peraturan zonasi.


                 Pasal 37
(1)   Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah
      daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai
      dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
      rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh
      Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
      kewenangan     masing-masing    sesuai   dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)   Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau
      diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar,
      batal demi hukum.
(4)   Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui
      prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak
      sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
      dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
      sesuai dengan kewenangannya.
(5)   Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat
      pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
      (4), dapat dimintakan penggantian yang layak
      kepada instansi pemberi izin.
(6)   Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi
      akibat adanya perubahan rencana tata ruang
      wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan
      pemerintah daerah dengan memberikan ganti
      kerugian yang layak.
(7)   Setiap   pejabat   pemerintah   yang    berwenang
      menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang
      menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana
      tata ruang.
(8)   Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan
      izin dan tata cara penggantian yang layak
      sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
      diatur dengan peraturan pemerintah.


                                                Pasal 38 . . .
                     - 31 -
                  Pasal 38
(1)   Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar
      pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
      ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau
      disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2)   Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35,
      yang merupakan perangkat atau upaya untuk
      memberikan     imbalan   terhadap   pelaksanaan
      kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang,
      berupa:
      a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi
         silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
      b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
      c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
      d. pemberian penghargaan kepada masyarakat,
         swasta dan/atau pemerintah daerah.
(3)   Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35,
      yang merupakan perangkat untuk mencegah,
      membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan
      yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang,
      berupa:
      a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan
         dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
         mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
         pemanfaatan ruang; dan/atau
      b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan
         kompensasi, dan penalti.
(4)   Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap
      menghormati hak masyarakat.
(5)   Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:
      a. Pemerintah kepada pemerintah daerah;
      b. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah
         lainnya; dan
      c. pemerintah kepada masyarakat.
(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata
      cara pemberian insentif dan disinsentif diatur
      dengan peraturan pemerintah.



                                                       Pasal 39 . . .
                    - 32 -
                  Pasal 39
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 merupakan tindakan penertiban yang dilakukan
terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi.


                  Pasal 40
Ketentuan   lebih  lanjut    mengenai   pengendalian
pemanfaatan    ruang    diatur   dengan    peraturan
pemerintah.


              Bagian Keempat
      Penataan Ruang Kawasan Perkotaan

                 Paragraf 1
                   Umum

                  Pasal 41
(1)    Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan
       pada:
       a. kawasan perkotaan yang    merupakan bagian
          wilayah kabupaten; atau
       b. kawasan    yang   secara fungsional  berciri
          perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih
          wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih
          wilayah provinsi.
(2)    Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) huruf a dan huruf b menurut besarannya
       dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, kawasan
       perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar,
       kawasan metropolitan, atau kawasan megapolitan.
(3)    Kriteria mengenai kawasan perkotaan menurut
       besarannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
       diatur dengan peraturan pemerintah.




                                             Paragraf 2 . . .
                     - 33 -
                  Paragraf 2
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan

                   Pasal 42
 (1)   Rencana tata ruang kawasan perkotaan yang
       merupakan bagian wilayah kabupaten adalah
       rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten.
 (2)   Dalam perencanaan tata ruang kawasan perkotaan
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
       ketentuan Pasal 29, dan Pasal 30.


                   Pasal 43
 (1)   Rencana tata ruang kawasan perkotaan yang
       mencakup    2   (dua)   atau    lebih   wilayah
       kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah
       provinsi  merupakan   alat   koordinasi  dalam
       pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas
       wilayah.
 (2)   Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) berisi arahan struktur ruang dan pola ruang
       yang bersifat lintas wilayah administratif.


                   Pasal 44
 (1)   Rencana   tata    ruang   kawasan      metropolitan
       merupakan      alat    koordinasi      pelaksanaan
       pembangunan lintas wilayah.
 (2)   Rencana tata ruang kawasan metropolitan dan/atau
       kawasan megapolitan berisi:
       a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
          kawasan metropolitan dan/atau megapolitan;
       b. rencana struktur ruang kawasan metropolitan
          yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem
          jaringan  prasarana    kawasan     metropolitan
          dan/atau megapolitan;
       c. rencana pola ruang kawasan metropolitan
          dan/atau megapolitan yang meliputi kawasan
          lindung dan kawasan budi daya;


                                                 d. arahan . . .
                          - 34 -
           d. arahan      pemanfaatan      ruang      kawasan
              metropolitan dan/atau megapolitan yang berisi
              indikasi   program     utama    yang      bersifat
              interdependen antarwilayah administratif; dan
           e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
              kawasan metropolitan dan/atau megapolitan
              yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan
              metropolitan dan/atau megapolitan, arahan
              ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif
              dan disinsentif, serta arahan sanksi.


                      Paragraf 3
      Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan

                       Pasal 45
     (1)   Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang
           merupakan bagian wilayah kabupaten merupakan
           bagian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
     (2)   Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang
           merupakan bagian dari 2 (dua) atau lebih wilayah
           kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah
           provinsi dilaksanakan melalui penyusunan program
           pembangunan      beserta   pembiayaannya    secara
           terkoordinasi antarwilayah kabupaten/kota terkait.


                      Paragraf 4
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan

                       Pasal 46
     (1)   Pengendalian   pemanfaatan      ruang    kawasan
           perkotaan   yang   merupakan     bagian   wilayah
           kabupaten    merupakan     bagian    pengendalian
           pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
     (2)   Pengendalian    pemanfaatan    ruang    kawasan
           perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih
           wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih
           wilayah   provinsi  dilaksanakan   oleh   setiap
           kabupaten/kota.
     (3)   Untuk kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua)



                                                           atau . . .
                         - 35 -
         atau lebih wilayah kabupaten/kota yang mempunyai
         lembaga pengelolaan tersendiri, pengendaliannya
         dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.

                     Paragraf 5
Kerja Sama Penataan Ruang Kawasan Perkotaan

                      Pasal 47
  (1)    Penataan ruang kawasan perkotaan yang mencakup
         2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota
         dilaksanakan melalui kerja sama antardaerah.
  (2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang
         kawasan perkotaan diatur dengan peraturan
         pemerintah.


                    Bagian Kelima
        Penataan Ruang Kawasan Perdesaan

                     Paragraf 1
                       Umum

                      Pasal 48
  (1)    Penataan    ruang   kawasan    perdesaan   diarahkan
         untuk:
         a. pemberdayaan masyarakat perdesaan;
         b. pertahanan kualitas lingkungan      setempat    dan
            wilayah yang didukungnya;
         c. konservasi sumber daya alam;
         d. pelestarian warisan budaya lokal;
         e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan
            untuk ketahanan pangan; dan
         f. penjagaan     keseimbangan          pembangunan
            perdesaan-perkotaan.
  (2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan
         terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan
         sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur
         dengan Undang-Undang.



                                                    (3) Penataan . . .
                     - 36 -
 (3)   Penataan      ruang       kawasan        perdesaan
       diselenggarakan pada:
       a. kawasan perdesaan     yang merupakan bagian
          wilayah kabupaten; atau
       b. kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan
          yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah
          kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi.
 (4)   Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) dapat berbentuk kawasan agropolitan.
 (5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang
       kawasan agropolitan diatur dengan peraturan
       pemerintah.
 (6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang
       kawasan perdesaan diatur dengan peraturan
       pemerintah.


                 Paragraf`2
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perdesaan

                  Pasal 49
 Rencana    tata   ruang   kawasan     perdesaan yang
 merupakan bagian wilayah kabupaten adalah bagian
 rencana tata ruang wilayah kabupaten.


                  Pasal 50
 (1)   Penataan ruang kawasan perdesaan dalam 1 (satu)
       wilayah kabupaten dapat dilakukan pada tingkat
       wilayah kecamatan atau beberapa wilayah desa atau
       nama lain yang disamakan dengan desa yang
       merupakan bentuk detail dari penataan ruang
       wilayah kabupaten.
 (2)   Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang
       mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten
       merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan
       pembangunan yang bersifat lintas wilayah.
 (3)   Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada
       ayat (2) berisi struktur ruang dan pola ruang yang
       bersifat lintas wilayah administratif.



                                                 Pasal 51 . . .
                    - 37 -
                 Pasal 51
(1)   Rencana    tata   ruang     kawasan  agropolitan
      merupakan rencana rinci tata ruang 1 (satu) atau
      beberapa wilayah kabupaten.
(2)   Rencana tata ruang kawasan agropolitan memuat:
      a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
         kawasan agropolitan;
      b. rencana struktur ruang kawasan agropolitan
         yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem
         jaringan prasarana kawasan agropolitan;
      c. rencana pola ruang kawasan agropolitan yang
         meliputi kawasan lindung dan kawasan budi
         daya;
      d. arahan pemanfaatan ruang kawasan agropolitan
         yang berisi indikasi program utama yang bersifat
         interdependen antardesa; dan
      e. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
         kawasan    agropolitan     yang   berisi arahan
         peraturan zonasi kawasan agropolitan, arahan
         ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif
         dan disinsentif, serta arahan sanksi.


                Paragraf 3
Pemanfaatan Ruang Kawasan Perdesaan

                 Pasal 52
(1)   Pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang
      merupakan bagian wilayah kabupaten merupakan
      bagian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2)   Pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang
      merupakan bagian dari 2 (dua) atau lebih wilayah
      kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan
      program pembangunan beserta pembiayaannya
      secara   terkoordinasi antarwilayah   kabupaten
      terkait.




                                              Paragraf 4 . . .
                         - 38 -
                     Paragraf 4
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perdesaan

                      Pasal 53
     (1)   Pengendalian    pemanfaatan     ruang    kawasan
           perdesaan    yang  merupakan     bagian   wilayah
           kabupaten     merupakan    bagian    pengendalian
           pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
     (2)   Pengendalian  pemanfaatan   ruang  kawasan
           perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih
           wilayah kabupaten dilaksanakan oleh setiap
           kabupaten.
     (3)   Untuk kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua)
           atau lebih wilayah kabupaten yang mempunyai
           lembaga kerja sama antarwilayah kabupaten,
           pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga
           dimaksud.


                     Paragraf 5
  Kerja Sama Penataan Ruang Kawasan Perdesaan

                      Pasal 54
     (1)   Penataan ruang        kawasan perdesaan yang
           mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten
           dilaksanakan melalui kerja sama antardaerah.
     (2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang
           kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada
           ayat (1) untuk kawasan agropolitan yang berada
           dalam 1 (satu) kabupaten diatur dengan peraturan
           daerah kabupaten, untuk kawasan agropolitan yang
           berada pada 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten
           diatur dengan peraturan daerah provinsi, dan untuk
           kawasan agropolitan yang berada pada 2 (dua) atau
           lebih wilayah provinsi diatur dengan peraturan
           pemerintah.
     (3)   Penataan       ruang       kawasan       perdesaan
           diselenggarakan secara terintegrasi dengan kawasan
           perkotaan sebagai satu kesatuan pemanfaatan
           ruang wilayah kabupaten/kota.



                                                  (4) Penataan . . .
                    - 39 -
(4)   Penataan      ruang      kawasan      agropolitan
      diselenggarakan    dalam    keterpaduan   sistem
      perkotaan wilayah dan nasional.
(5)   Keterpaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
      mencakup     keterpaduan   sistem   permukiman,
      prasarana, sistem ruang terbuka, baik ruang
      terbuka hijau maupun ruang terbuka nonhijau.


                 BAB VII
      PENGAWASAN PENATAAN RUANG

                 Pasal 55
(1)   Untuk      menjamin      tercapainya   tujuan
      penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan pengawasan
      terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan
      pelaksanaan penataan ruang.
(2)   Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan
      pelaporan.
(3)   Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah
      daerah sesuai dengan kewenangannya.
(4)   Pengawasan Pemerintah dan pemerintah daerah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
      dengan melibatkan peran masyarakat.
(5)   Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
      (4) dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan
      dan/atau pengaduan kepada Pemerintah dan
      pemerintah daerah.


                 Pasal 56
(1)   Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 55 ayat (2) dilakukan dengan
      mengamati dan memeriksa kesesuaian antara
      penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.




                                              (2) Apabila . . .
                    - 40 -
(2)   Apabila    hasil   pemantauan     dan    evaluasi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti terjadi
      penyimpangan administratif dalam penyelenggaraan
      penataan    ruang,   Menteri,   Gubernur,      dan
      Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian
      sesuai dengan kewenangannya.
(3)   Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan
      langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2), Gubernur mengambil langkah penyelesaian
      yang tidak dilaksanakan Bupati/Walikota.
(4)   Dalam hal Gubernur tidak melaksanakan langkah
      penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dan   ayat    (3),  Menteri   mengambil   langkah
      penyelesaian yang tidak dilaksanakan Gubernur.


                 Pasal 57
Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan
penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (2), pihak yang melakukan penyimpangan dapat
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.


                 Pasal 58
(1)   Untuk      menjamin      tercapainya      tujuan
      penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana
      dimaksud    dalam  Pasal   3,   dilakukan   pula
      pengawasan terhadap kinerja fungsi dan manfaat
      penyelenggaraan penataan ruang dan kinerja
      pemenuhan standar pelayanan minimal bidang
      penataan ruang.
(2)   Dalam rangka peningkatan kinerja fungsi dan
      manfaat penyelenggaraan penataan ruang wilayah
      nasional     disusun     standar     pelayanan
      penyelenggaraan penataan ruang untuk tingkat
      nasional.
(3)   Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek
      pelayanan    dalam  perencanaan     tata   ruang,
      pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
      ruang.


                                                 (4) Standar . . .
                     - 41 -
 (4)   Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) mencakup standar pelayanan minimal
       bidang penataan ruang provinsi dan standar
       pelayanan    minimal  bidang    penataan   ruang
       kabupaten/kota.
 (5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan
       minimal bidang penataan ruang sebagaimana
       dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan
       peraturan Menteri.


                  Pasal 59
 (1)   Pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap
       tingkat wilayah dilakukan dengan menggunakan
       pedoman bidang penataan ruang.
 (2)   Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       ditujukan pada pengaturan, pembinaan, dan
       pelaksanaan penataan ruang.
 (3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
       pengawasan terhadap pengaturan, pembinaan, dan
       pelaksanaan penataan ruang diatur dengan
       peraturan Menteri.


                  BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

                  Pasal 60
 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
 a. mengetahui rencana tata ruang;
 b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat
    penataan ruang;
 c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian
    yang   timbul   akibat   pelaksanaan   kegiatan
    pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
    ruang;
 d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang
    terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan
    rencana tata ruang di wilayahnya;



                                             e. mengajukan . . .
                      - 42 -
e. mengajukan     tuntutan    pembatalan    izin  dan
   penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan
   rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan    gugatan  ganti   kerugian    kepada
   pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan
   pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
   ruang menimbulkan kerugian.


                 Pasal 61
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
   ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi     ketentuan   yang   ditetapkan    dalam
   persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh
   ketentuan      peraturan      perundang-undangan
   dinyatakan sebagai milik umum.


                 Pasal 62
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif.


                 Pasal 63
Sanksi administratif sebagaimana     dimaksud    dalam
Pasal 62 dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e.   pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;




                                          h. pemulihan . . .
                       - 43 -
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.


                  Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 diatur dengan peraturan pemerintah.


                  Pasal 65
(1)   Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh
      pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
(2)   Peran    masyarakat   dalam penataan    ruang
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan,
      antara lain, melalui:
      a. partisipasi   dalam    penyusunan     rencana   tata
         ruang;
      b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
      c. partisipasi   dalam    pengendalian   pemanfaatan
         ruang.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
      bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      peraturan pemerintah.


                  Pasal 66
(1)   Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan
      penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui
      pengadilan.
(2)   Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat
      dapat   membuktikan  bahwa     tidak  terjadi
      penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan
      ruang.




                                                    BAB IX . . .
                    - 44 -
                  BAB IX
        PENYELESAIAN SENGKETA

                 Pasal 67
(1)   Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap
      pertama     diupayakan    berdasarkan    prinsip
      musyawarah untuk mufakat.
(2)   Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan,
      para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian
      sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.


                  BAB X
               PENYIDIKAN

                 Pasal 68
(1)   Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik
      Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di
      lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas
      dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang
      diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
      membantu pejabat penyidik kepolisian negara
      Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
      Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)   Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) berwenang:
      a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan
         atau keterangan yang berkenaan dengan tindak
         pidana dalam bidang penataan ruang;
      b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang
         diduga melakukan tindak pidana dalam bidang
         penataan ruang;
      c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
         sehubungan dengan peristiwa tindak pidana
         dalam bidang penataan ruang;



                                             d. melakukan . . .
                    - 45 -
      d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen
         yang berkenaan dengan tindak pidana dalam
         bidang penataan ruang;
      e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang
         diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain
         serta melakukan penyitaan dan penyegelan
         terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran
         yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak
         pidana dalam bidang penataan ruang; dan
      f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
         pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
         dalam bidang penataan ruang.
(3)   Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
      pada    ayat  (1)   memberitahukan      dimulainya
      penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian
      negara Republik Indonesia.
(4)   Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan
      penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai
      negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat
      penyidik kepolisian negara Republik Indonesia
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.
(5)   Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan
      kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik
      kepolisian negara Republik Indonesia.
(6)   Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil
      dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.


                  BAB XI
           KETENTUAN PIDANA

                 Pasal 69
(1)   Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang
      yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan



                                                  fungsi . . .
                    - 46 -
      fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara
      paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
      Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)   Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta
      benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
      tahun      dan     denda      paling     banyak
      Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
      rupiah).
(3)   Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
      (lima belas) tahun dan denda paling banyak
      Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


                 Pasal 70
(1)   Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai
      dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
      berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
      huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling
      lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
      Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)   Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang,
      pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
      5 (lima) tahun dan denda paling banyak
      Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)   Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta
      benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
      dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
      miliar lima ratus juta rupiah).
(4)   Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku
      dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
      (lima belas) tahun dan denda paling banyak
      Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).



                                               Pasal 71 . . .
                    - 47 -
                 Pasal 71
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang
ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

                 Pasal 72
Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 huruf d, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

                 Pasal 73
(1)   Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang
      menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata
      ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
      (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
      (lima)    tahun   dan    denda     paling  banyak
      Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)   Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan
      berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat
      dari jabatannya.

                 Pasal 74
(1)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72
      dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana
      penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana
      yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
      pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
      pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.
(2)   Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
      berupa:



                                          a. pencabutan . . .
                    - 48 -
      a. pencabutan izin usaha; dan/atau
      b. pencabutan status badan hukum.

                 Pasal 75
(1)   Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak
      pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69,
      Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut
      ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak
      pidana.
(2)   Tuntutan    ganti  kerugian    secara    perdata
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
      sesuai dengan hukum acara pidana.

                 BAB XII
         KETENTUAN PERALIHAN

                 Pasal 76
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan
ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-
Undang ini.

                 Pasal 77
(1)   Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua
      pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
      rencana tata ruang harus disesuaikan dengan
      rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian
      pemanfaatan ruang.
(2)   Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata
      ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3
      (tiga) tahun untuk penyesuaian.
(3)   Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan
      sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat
      dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai
      dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin
      diberikan penggantian yang layak.




                                                 BAB XIII . . .
                    - 49 -
                  BAB XIII
          KETENTUAN PENUTUP

                  Pasal 78
(1)   Peraturan pemerintah yang diamanatkan Undang-
      Undang ini diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun
      terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(2)   Peraturan presiden yang diamanatkan Undang-
      Undang ini diselesaikan paling lambat 5 (lima)
      tahun    terhitung   sejak    Undang-Undang      ini
      diberlakukan.
(3)   Peraturan Menteri yang diamanatkan Undang-
      Undang ini diselesaikan paling lambat 3 (tiga) tahun
      terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(4)   Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
      a. Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata
         Ruang Wilayah Nasional disesuaikan paling
         lambat dalam waktu 1 (satu) tahun 6 (enam)
         bulan terhitung sejak Undang-Undang ini
         diberlakukan;
      b. semua peraturan daerah provinsi tentang
         rencana tata ruang wilayah provinsi disusun
         atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2
         (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
         diberlakukan; dan
      c. semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang
         rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
         disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga)
         tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
         diberlakukan.

                  Pasal 79
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

                  Pasal 80
Undang-Undang       ini   mulai   berlaku   pada   tanggal
diundangkan.



                                                     Agar . . .
                                      - 50 -
               Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
               pengundangan    Undang-Undang    ini    dengan
               penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
               Indonesia.



                                 Disahkan di Jakarta
                                 pada tanggal 26 April 2007

                                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


                                               ttd.


                                 DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,


                     ttd.


             HAMID AWALUDIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 68



      Salinan sesuai dengan aslinya
        SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
 Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




             Wisnu Setiawan
- 51 -
                             PENJELASAN
                                  ATAS
               UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 26 TAHUN 2007
                               TENTANG
                           PENATAAN RUANG


I.   UMUM

     1.   Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik
          sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang
          laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi,
          maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan
          Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu
          disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan untuk
          sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat
          yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
          Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta makna
          yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara Pancasila.
          Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
          Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut,
          Undang-Undang tentang Penataan Ruang ini menyatakan
          bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang, yang
          pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh Pemerintah dan
          pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang
          dimiliki oleh setiap orang.

     2.   Secara geografis, letak Negara Kesatuan Republik Indonesia
          yang berada di antara dua benua dan dua samudera sangat
          strategis,  baik     bagi    kepentingan   nasional    maupun
          internasional. Secara ekosistem, kondisi alamiah Indonesia
          sangat khas karena posisinya yang berada di dekat
          khatulistiwa dengan cuaca, musim, dan iklim tropis, yang
          merupakan aset atau sumber daya yang sangat besar bagi
          bangsa Indonesia. Di samping keberadaan yang bernilai
          sangat strategis tersebut, Indonesia berada pula pada kawasan
          rawan bencana, yang secara alamiah dapat mengancam
          keselamatan      bangsa.     Dengan    keberadaan     tersebut,
          penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional harus
          dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi,



                                                                terpadu . . .
                             -2-
     terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor
     politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan
     kelestarian lingkungan hidup.

3.   Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
     udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat
     manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
     memelihara     kelangsungan   hidupnya,   pada   dasarnya
     ketersediaannya tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal
     tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
     aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
     Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-
     Undang ini mengamanatkan perlunya dilakukan penataan
     ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan
     lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan
     penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan,
     serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi
     ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
     hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini
     harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses
     perencanaan tata ruang wilayah.

4.   Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal
     batas wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah
     nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
     berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional,
     serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata,
     luas, dan bertanggung jawab, penataan ruang menuntut
     kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi
     menjaga     keselarasan,   keserasian, keseimbangan,      dan
     keterpaduan antardaerah, antara pusat dan daerah,
     antarsektor, dan antarpemangku kepentingan. Dalam Undang-
     Undang ini, penataan ruang didasarkan pada pendekatan
     sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan
     kawasan, dan nilai strategis kawasan.
     Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut,
     wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh Pemerintah
     dan pemerintah daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan,
     pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang,
     didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah
     administratif. Dengan pendekatan wilayah administratif
     tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan
     Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional, wilayah



                                                          provinsi . . .
                        -3-
provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah kota, yang setiap
wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut
batasan administratif. Di dalam subsistem tersebut terdapat
sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan
dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang
apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong ke arah
adanya ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah serta
ketidaksinambungan pemanfaatan ruang. Berkaitan dengan
penataan ruang wilayah kota, Undang-Undang ini secara
khusus     mengamanatkan      perlunya   penyediaan    dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya
ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan
terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan
ruang kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan, menurut
besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil,
kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar,
kawasan metropolitan, dan kawasan megapolitan. Penataan
ruang kawasan metropolitan dan kawasan megapolitan,
khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan
perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang
saling memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan
dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi,
merupakan pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata
ruang wilayah administrasi di dalam kawasan, dan
merupakan alat untuk mengoordinasikan pelaksanaan
pembangunan lintas wilayah administratif yang bersangkutan.
Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada
kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah
kabupaten atau pada kawasan yang secara fungsional berciri
perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah
kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah provinsi. Kawasan
perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dapat
berupa kawasan agropolitan.
Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan
dimaksudkan     untuk    mengembangkan,     melestarikan,
melindungi   dan/atau     mengoordinasikan   keterpaduan
pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan
demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya
guna, dan berkelanjutan. Penetapan kawasan strategis pada




                                                      setiap . . .
                             -4-
     setiap jenjang wilayah administratif didasarkan pada pengaruh
     yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan,
     keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan,
     termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
     Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan, dan
     keamanan lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis
     nasional, sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi,
     sosial, budaya, dan lingkungan, yang dapat berlaku untuk
     penetapan kawasan strategis nasional, provinsi, dan
     kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan ekternalitas,
     akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan yang
     bersangkutan.

5.   Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang,
     pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
     merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang
     satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah
     penataan ruang sehingga diharapkan (i) dapat mewujudkan
     pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna
     serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang
     berkelanjutan; (ii) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan
     ruang; dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunan
     kualitas ruang.
     Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya
     dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh
     teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian,
     keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu berarti
     akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena
     pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem
     yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem
     wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan
     penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem
     keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya
     suatu kebijakan nasional tentang penataan ruang yang dapat
     memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring
     dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang
     dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
     maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada
     tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata
     ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan
     ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan
     rencana tata ruang.



                                                    6. Perencanaan . . .
                             -5-
6.   Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan
     rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
     Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan
     wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup
     rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana
     rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai
     strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan
     substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan
     subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut
     dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata
     ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi.
     Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur
     tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
     pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona
     peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata
     ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan
     peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut
     menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan
     ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai
     dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata
     ruang.

7.   Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula
     melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan
     disinsentif, serta pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan
     ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan
     ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan
     sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang
     diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
     sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan
     ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang
     dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin,
     dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau
     sanksi pidana denda.
     Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk
     memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
     sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh
     masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif
     tersebut, antara lain, dapat berupa keringanan pajak,
     pembangunan      prasarana   dan    sarana   (infrastruktur),
     pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan
     pemberian penghargaan.



                                                        Disinsentif . . .
                             -6-
     Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah,
     membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan
     yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang antara
     lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan
     penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan
     kompensasi dan penalti.
     Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya
     pengendalian pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai
     perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang
     tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
     Dalam Undang-Undang ini pengenaan sanksi tidak hanya
     diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan
     ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan
     pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang
     menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
     rencana tata ruang.

8.   Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
     Ruang, sebagai dasar pengaturan penataan ruang selama ini,
     pada dasarnya telah memberikan andil yang cukup besar
     dalam mewujudkan tertib tata ruang sehingga hampir semua
     pemerintah daerah telah memiliki rencana tata ruang wilayah.
     Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa
     dan bernegara, beberapa pertimbangan yang telah diuraikan
     sebelumnya, dan dirasakan adanya penurunan kualitas ruang
     pada sebagian besar wilayah menuntut perubahan pengaturan
     dalam Undang-Undang tersebut.
     Beberapa perkembangan tersebut antara lain (i) situasi
     nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip
     keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam
     rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik; (ii)
     pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan
     wewenang yang semakin besar kepada pemerintah daerah
     dalam penyelenggaraan penataan ruang sehingga pelaksanaan
     kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian
     dan keterpaduan antardaerah, serta tidak menimbulkan
     kesenjangan antardaerah; dan (iii) kesadaran dan pemahaman
     masyarakat yang semakin tinggi terhadap penataan ruang
     yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
     pengawasan     penataan     ruang     agar   sesuai  dengan
     perkembangan yang terjadi di masyarakat.



                                                         Untuk . . .
                             -7-
     Untuk menyesuaikan perkembangan tersebut dan untuk
     mengantisipasi kompleksitas perkembangan permasalahan
     dalam penataan ruang, perlu dibentuk Undang-Undang
     tentang Penataan Ruang yang baru sebagai pengganti Undang-
     Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

9.   Dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan penataan
     ruang tersebut, Undang-Undang ini, antara lain, memuat
     ketentuan pokok sebagai berikut:
     a.   pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah
          daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
          dalam    penyelenggaraan    penataan   ruang    untuk
          memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-
          masing tingkat pemerintahan dalam mewujudkan ruang
          wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
          berkelanjutan;
     b.   pengaturan penataan ruang yang dilakukan melalui
          penetapan peraturan perundang-undangan termasuk
          pedoman bidang penataan ruang sebagai acuan
          penyelenggaraan penataan ruang;
     c.   pembinaan penataan ruang melalui berbagai kegiatan
          untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan penataan
          ruang;
     d.   pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan
          tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
          pemanfaatan ruang pada semua tingkat pemerintahan;
     e.   pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan
          terhadap     kinerja   pengaturan,   pembinaan,     dan
          pelaksanaan penataan ruang, termasuk pengawasan
          terhadap kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal
          bidang penataan ruang melalui kegiatan pemantauan,
          evaluasi, dan pelaporan;
     f.   hak,    kewajiban,   dan    peran   masyarakat   dalam
          penyelenggaraan penataan ruang untuk menjamin
          keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat
          dalam setiap proses penyelenggaraan penataan ruang;
     g.   penyelesaian sengketa, baik sengketa antardaerah
          maupun      antarpemangku    kepentingan   lain  secara
          bermartabat;



                                                    h. penyidikan . . .
                                    -8-
          h.    penyidikan, yang mengatur tentang penyidik pegawai
                negeri sipil beserta wewenang dan mekanisme tindakan
                yang dilakukan;
          i.    ketentuan sanksi administratif dan sanksi pidana sebagai
                dasar untuk penegakan hukum dalam penyelenggaraan
                penataan ruang; dan
          j.    ketentuan   peralihan    yang     mengatur    keharusan
                penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata
                ruang yang baru, dengan masa transisi selama 3 (tiga)
                tahun untuk penyesuaian.

II.   PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1
          Cukup jelas.

      Pasal 2
          Huruf a
                Yang dimaksud dengan "keterpaduan" adalah bahwa
                penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan
                berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas
                wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
                Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah,
                pemerintah daerah, dan masyarakat.

          Huruf b
                Yang dimaksud dengan "keserasian, keselarasan, dan
                keseimbangan"    adalah   bahwa     penataan    ruang
                diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara
                struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara
                kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan
                pertumbuhan dan perkembangan antardaerah serta antara
                kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

          Huruf c
                Yang dimaksud dengan "keberlanjutan" adalah bahwa
                penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin
                kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya
                tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan
                generasi mendatang.



                                                                 Huruf d . . .
                       -9-
Huruf d
    Yang     dimaksud   dengan     "keberdayagunaan     dan
    keberhasilgunaan"  adalah    bahwa    penataan    ruang
    diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang
    dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta
    menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

Huruf e
    Yang dimaksud dengan "keterbukaan" adalah bahwa
    penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses
    yang   seluas-luasnya     kepada   masyarakat   untuk
    mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan
    ruang.

Huruf f
    Yang dimaksud dengan "kebersamaan dan kemitraan"
    adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
    melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Huruf g
    Yang dimaksud dengan "pelindungan kepentingan umum"
    adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
    mengutamakan kepentingan masyarakat.

Huruf h
    Yang dimaksud dengan "kepastian hukum dan keadilan"
    adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
    berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-
    undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan
    mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta
    melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil
    dengan jaminan kepastian hukum.

Huruf i
    Yang dimaksud dengan "akuntabilitas" adalah bahwa
    penyelenggaraan       penataan      ruang       dapat
    dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya,
    maupun hasilnya.




                                                    Pasal 3 . . .
                             - 10 -
Pasal 3
    Yang dimaksud dengan "aman" adalah situasi masyarakat
    dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi
    dari berbagai ancaman.
    Yang dimaksud dengan "nyaman" adalah keadaan masyarakat
    dapat mengartikulasikan nilai sosial budaya dan fungsinya
    dalam suasana yang tenang dan damai.
    Yang dimaksud dengan "produktif" adalah proses produksi dan
    distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan
    nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat,
    sekaligus meningkatkan daya saing.
    Yang dimaksud dengan "berkelanjutan" adalah kondisi kualitas
    lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat
    ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan
    orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya
    alam tak terbarukan.

Pasal 4
    Cukup jelas.

Pasal 5
    Ayat (1)
          Penataan ruang berdasarkan sistem wilayah merupakan
          pendekatan dalam penataan ruang yang mempunyai
          jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
          Penataan ruang berdasarkan sistem internal perkotaan
          merupakan pendekatan dalam penataan ruang yang
          mempunyai jangkauan pelayanan di dalam kawasan
          perkotaan.

    Ayat (2)
          Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan
          merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang
          dilakukan berdasarkan wilayah administratif, kegiatan
          kawasan, maupun nilai strategis kawasan.
          Yang termasuk dalam kawasan lindung adalah:
          a. kawasan yang memberikan pelindungan kawasan
             bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung,
             kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;




                                                        b. kawasan . . .
                         - 11 -
     b. kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan
        pantai,  sempadan      sungai,    kawasan      sekitar
        danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;
     c. kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain,
        kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan
        perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau,
        taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam,
        cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar
        budaya dan ilmu pengetahuan;
     d. kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan
        rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa
        bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan
        gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
     e. kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar
        biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan
        pengungsian satwa, dan terumbu karang.
     Yang termasuk dalam kawasan budi daya adalah kawasan
     peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan
     rakyat,   kawasan     peruntukan    pertanian,    kawasan
     peruntukan       perikanan,      kawasan       peruntukan
     pertambangan,     kawasan     peruntukan     permukiman,
     kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan
     pariwisata,   kawasan     tempat    beribadah,    kawasan
     pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan.

Ayat (3)
     Cukup jelas.

Ayat (4)
     Kegiatan yang menjadi ciri kawasan perkotaan meliputi
     tempat permukiman perkotaan serta tempat pemusatan
     dan pendistribusian kegiatan bukan pertanian, seperti
     kegiatan pelayanan jasa pemerintahan, kegiatan pelayanan
     sosial, dan kegiatan ekonomi.
     Kegiatan yang menjadi ciri kawasan perdesaan meliputi
     tempat permukiman perdesaan, kegiatan pertanian,
     kegiatan terkait pengelolaan tumbuhan alami, kegiatan
     pengelolaan sumber daya alam, kegiatan pemerintahan,
     kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.




                                                      Ayat (5) . . .
                         - 12 -
Ayat (5)
     Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya
     berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar
     terhadap:
     a. tata ruang di wilayah sekitarnya;
     b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di
        bidang lainnya; dan/atau
     c. peningkatan kesejahteraan masyarakat.
     Jenis kawasan strategis, antara lain, adalah kawasan
     strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan
     keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya,
     pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
     tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
     Yang termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan
     pertahanan dan keamanan, antara lain, adalah kawasan
     perbatasan negara, termasuk pulau kecil terdepan, dan
     kawasan latihan militer.
     Yang termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan
     pertumbuhan ekonomi, antara lain, adalah kawasan
     metropolitan, kawasan    ekonomi    khusus,   kawasan
     pengembangan ekonomi terpadu, kawasan tertinggal, serta
     kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.
     Yang termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan
     sosial dan budaya, antara lain, adalah kawasan adat
     tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk
     warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia, seperti
     Kompleks Candi Borobudur dan Kompleks Candi
     Prambanan.
     Yang termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan
     pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
     tinggi, antara lain, adalah kawasan pertambangan minyak
     dan gas bumi termasuk pertambangan minyak dan gas
     bumi lepas pantai, serta kawasan yang menjadi lokasi
     instalasi tenaga nuklir.
     Yang termasuk kawasan strategis dari sudut kepentingan
     fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, antara lain,
     adalah kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan
     hidup, termasuk kawasan yang diakui sebagai warisan
     dunia seperti Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional
     Ujung Kulon, dan Taman Nasional Komodo.



                                                         Nilai . . .
                              - 13 -
          Nilai strategis kawasan tingkat nasional, provinsi, dan
          kabupaten/kota diukur berdasarkan aspek eksternalitas,
          akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan
          sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang
          Pemerintahan Daerah.

Pasal 6
    Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
          Yang dimaksud "komplementer" adalah bahwa penataan
          ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi,
          dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota saling
          melengkapi satu sama lain, bersinergi, dan tidak terjadi
          tumpang tindih kewenangan dalam penyelenggaraannya.

    Ayat (3)
          Cukup jelas.

    Ayat (4)
          Cukup jelas.

    Ayat (5)
          Cukup jelas.

Pasal 7
    Ayat (1)
          Cukup jelas.

    Ayat (2)
          Cukup jelas.

    Ayat (3)
          Hak yang dimiliki orang mencakup pula hak yang dimiliki
          masyarakat adat sesuai dengan ketentuan peraturan
          perundang-undangan.




                                                          Pasal 8 . . .
                              - 14 -
Pasal 8
    Ayat (1)
          Huruf a
               Cukup jelas.

          Huruf b
               Cukup jelas.

          Huruf c
               Cukup jelas.

          Huruf d
               Kerja sama penataan ruang antarnegara melibatkan
               negara lain sehingga terdapat aspek hubungan
               antarnegara yang merupakan wewenang Pemerintah.
               Yang termasuk kerja sama penataan ruang
               antarnegara adalah kerja sama penataan ruang di
               kawasan perbatasan negara.
               Pemberian wewenang kepada Pemerintah dalam
               memfasilitasi    kerja   sama     penataan   ruang
               antarprovinsi dimaksudkan agar kerja sama penataan
               ruang memberikan manfaat yang optimal bagi
               seluruh provinsi yang bekerja sama.

    Ayat (2)
          Cukup jelas.

    Ayat (3)
          Cukup jelas.

    Ayat (4)
          Kewenangan Pemerintah dalam pemanfaatan ruang dan
          pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis
          nasional mencakup aspek yang terkait dengan nilai
          strategis yang menjadi dasar penetapan kawasan strategis.
          Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
          kabupaten/kota tetap memiliki kewenangan dalam
          penyelenggaraan aspek yang tidak terkait dengan nilai
          strategis yang menjadi dasar penetapan kawasan strategis.



                                                             Sesuai . . .
                              - 15 -
          Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
          dekonsentrasi diberikan kepada Gubernur sebagai wakil
          Pemerintah di daerah, sedangkan tugas pembantuan dapat
          diberikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.

    Ayat (5)
          Yang dimaksud dengan "pedoman bidang penataan ruang"
          adalah mencakup pula norma, standar, dan manual dalam
          bidang penataan ruang.
          Yang termasuk standar bidang penataan ruang adalah
          ketentuan teknis sebagai acuan dalam pelaksanaan
          penataan ruang.
          Yang termasuk manual bidang penataan ruang adalah
          petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sebagai acuan
          operasional dalam pelaksanaan penataan ruang.

    Ayat (6)
          Huruf a
               Penyebarluasan informasi dilakukan antara lain
               melalui media elektronik, media cetak, dan media
               komunikasi lain, sebagai bentuk perwujudan asas
               keterbukaan dalam penyelenggaraan penataan ruang.

          Huruf b
               Standar pelayanan minimal merupakan hak dan
               kewajiban penerima dan pemberi layanan yang
               disusun sebagai alat Pemerintah dan pemerintah
               daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan
               dasar kepada masyarakat secara merata.
               Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang
               disusun oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk
               seluruh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
               daerah kabupaten/kota untuk menjamin mutu
               pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata
               dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang.

Pasal 9
    Ayat (1)
          Cukup jelas.


                                                         Ayat (2) . . .
                                - 16 -
    Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 10
    Ayat (1)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Cukup jelas.

           Huruf c
               Cukup jelas.

           Huruf d
               Pemberian wewenang kepada pemerintah daerah
               provinsi dalam memfasilitasi kerja sama penataan
               ruang antarkabupaten/kota dimaksudkan agar kerja
               sama penataan ruang memberikan manfaat yang
               optimal bagi kabupaten/kota yang bekerja sama.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

    Ayat (4)
           Kewenangan      pemerintah      daerah      provinsi  dalam
           pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
           kawasan strategis provinsi mencakup aspek yang terkait
           dengan nilai strategis yang menjadi dasar penetapan
           kawasan strategis. Pemerintah daerah kabupaten/kota
           tetap memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan aspek
           yang tidak terkait dengan nilai strategis yang menjadi dasar
           penetapan kawasan strategis.

    Ayat (5)
           Yang dimaksud dengan "dapat menyusun              petunjuk
           pelaksanaan" adalah bahwa penyusunan              petunjuk



                                                           pelaksanaan . . .
                               - 17 -
           pelaksanaan oleh pemerintah daerah provinsi disesuaikan
           kebutuhan dengan memperhatikan karakteristik daerah.
           Petunjuk pelaksanaan dimaksud merupakan penjabaran
           dari pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan
           oleh Pemerintah.

    Ayat (6)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Contoh jenis pelayanan minimal dalam perencanaan
               tata ruang wilayah provinsi antara lain adalah
               keikutsertaan    masyarakat    dalam     penyusunan
               rencana tata ruang wilayah provinsi; sedangkan mutu
               pelayanannya      dinyatakan    dengan      frekuensi
               keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan
               tata ruang wilayah provinsi.

    Ayat (7)
           Langkah penyelesaian yang diambil Pemerintah mencakup
           pula pembinaan kepada pemerintah provinsi, agar mampu
           memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan
           ruang. Upaya pembinaan tersebut dapat berupa bantuan
           teknis untuk memenuhi standar pelayanan minimal yang
           tidak dipenuhi pemerintah daerah provinsi.

Pasal 11
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

    Ayat (4)
           Cukup jelas.




                                                            Ayat (5) . . .
                               - 18 -


    Ayat (5)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Contoh jenis pelayanan dalam perencanaan tata
               ruang wilayah kabupaten/kota, antara lain, adalah
               keikutsertaan   masyarakat    dalam    penyusunan
               rencana    tata  ruang   wilayah   kabupaten/kota;
               sedangkan mutu pelayanannya dinyatakan dengan
               frekuensi keikutsertaan masyarakat dalam proses
               perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota.

    Ayat (6)
           Pemerintah    daerah    provinsi   mengambil    langkah
           penyelesaian   dalam    bentuk     pemenuhan     standar
           pelayanan minimal apabila setelah melakukan pembinaan,
           pemerintah daerah kabupaten/kota belum juga dapat
           meningkatkan     kinerjanya    dalam    penyelenggaraan
           penataan ruang tersebut sesuai dengan ketentuan
           peraturan perundang-undangan bidang otonomi daerah.

Pasal 12
    Cukup jelas.

Pasal 13
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
               sosialisasi pedoman    bidang  penataan    ruang
               dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada
               aparat pemerintah, masyarakat, dan pemangku
               kepentingan lainnya, tentang substansi peraturan



                                                perundang-undangan . . .
                              - 19 -
               perundang-undangan dan pedoman bidang penataan
               ruang.

           Huruf c
               Cukup jelas.

           Huruf d
               Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan, antara lain,
               untuk     meningkatkan     kemampuan     aparatur
               pemerintah dan masyarakat dalam penyusunan
               rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
               pengendalian pemanfaatan ruang.

           Huruf e
               Cukup jelas.

           Huruf f
               Cukup jelas.

           Huruf g
               Cukup jelas.

           Huruf h
               Yang termasuk upaya pengembangan kesadaran dan
               tanggung jawab masyarakat adalah menumbuhkan
               dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab
               masyarakat, yang diharapkan akan meningkatkan
               peran masyarakat dalam penyelenggaran penataan
               ruang.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

    Ayat (4)
           Cukup jelas.

Pasal 14
    Ayat (1)
           Huruf a
               Cukup jelas.



                                                         Huruf b . . .
                           - 20 -


    Huruf b
           Rencana rinci tata ruang merupakan penjabaran
           rencana umum tata ruang yang dapat berupa rencana
           tata ruang kawasan strategis yang penetapan
           kawasannya tercakup di dalam rencana tata ruang
           wilayah.
           Rencana rinci tata ruang merupakan operasionalisasi
           rencana    umum       tata  ruang    yang    dalam
           pelaksanaannya     tetap   memperhatikan   aspirasi
           masyarakat sehingga muatan rencana masih dapat
           disempurnakan dengan tetap mematuhi batasan yang
           telah diatur dalam rencana rinci dan peraturan
           zonasi.

Ayat (2)
    Rencana umum tata ruang dibedakan menurut wilayah
    administrasi pemerintahan karena kewenangan mengatur
    pemanfaatan ruang dibagi sesuai dengan pembagian
    administrasi pemerintahan.

    Huruf a
           Cukup jelas.

    Huruf b
           Cukup jelas.

    Huruf c
           Secara administrasi pemerintahan, rencana tata ruang
           wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah
           kota memiliki kedudukan yang setara.

Ayat (3)
    Huruf a
           Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana
           tata ruang kawasan strategis nasional merupakan
           rencana rinci untuk Rencana Tata Ruang Wilayah
           Nasional.




                                                        Huruf b . . .
                          - 21 -


    Huruf b
           Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi
           merupakan rencana rinci untuk rencana tata ruang
           wilayah provinsi.

    Huruf c
           Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan
           rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota
           merupakan rencana rinci untuk rencana tata ruang
           wilayah kabupaten/kota.

Ayat (4)
    Cukup jelas.

Ayat (5)
    Huruf a
           Cukup jelas.

    Huruf b
           Efektivitas penerapan rencana tata ruang sangat
           dipengaruhi oleh tingkat ketelitian atau kedalaman
           pengaturan dan skala peta dalam rencana tata ruang.
           Perencanaan tata ruang yang mencakup wilayah yang
           luas pada umumnya memiliki tingkat ketelitian atau
           kedalaman pengaturan dan skala peta yang tidak
           rinci. Oleh karena itu, dalam penerapannya masih
           diperlukan perencanaan yang lebih rinci.
           Apabila perencanaan tata ruang yang mencakup
           wilayah yang luasnya memungkinkan pengaturan dan
           penyediaan peta dengan tingkat ketelitian tinggi,
           rencana rinci tidak diperlukan.

Ayat (6)
    Cukup jelas.

Ayat (7)
    Cukup jelas.



                                                    Pasal 15 . . .
                              - 22 -
Pasal 15
    Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mencakup pula rencana
    pemanfaatan sumber daya alam di zona ekonomi eksklusif
    Indonesia.

Pasal 16
    Cukup jelas.

Pasal 17
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Dalam sistem wilayah, pusat permukiman adalah
           kawasan perkotaan yang merupakan pusat kegiatan sosial
           ekonomi masyarakat, baik pada kawasan perkotaan
           maupun pada kawasan perdesaan. Dalam sistem internal
           perkotaan, pusat permukiman adalah pusat pelayanan
           kegiatan perkotaan.
           Sistem jaringan prasarana, antara lain, mencakup sistem
           jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan
           kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem
           persampahan dan sanitasi, serta sistem jaringan sumber
           daya air.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

    Ayat (4)
           Cukup jelas.

    Ayat (5)
           Penetapan proporsi luas kawasan hutan terhadap luas
           daerah aliran sungai dimaksudkan untuk menjaga
           keseimbangan tata air, karena sebagian besar wilayah
           Indonesia mempunyai curah dan intensitas hujan yang
           tinggi, serta mempunyai konfigurasi daratan yang
           bergelombang, berbukit dan bergunung yang peka akan
           gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi,
           sedimentasi, serta kekurangan air.



                                                           Distribusi . . .
                                - 23 -
           Distribusi luas kawasan hutan disesuaikan dengan kondisi
           daerah aliran sungai yang, antara lain, meliputi morfologi,
           jenis batuan, serta bentuk pengaliran sungai dan anak
           sungai. Dengan demikian kawasan hutan tidak harus
           terdistribusi   secara   merata   pada    setiap  wilayah
           administrasi yang ada di dalam daerah aliran sungai.

    Ayat (6)
           Keterkaitan antarwilayah merupakan wujud keterpaduan
           dan sinergi antarwilayah, yaitu wilayah nasional, wilayah
           provinsi, dan wilayah kabupaten/kota.
           Keterkaitan antarfungsi kawasan merupakan wujud
           keterpaduan dan sinergi antarkawasan, antara lain,
           meliputi keterkaitan antara kawasan lindung dan kawasan
           budi daya.
           Keterkaitan antarkegiatan kawasan merupakan wujud
           keterpaduan dan sinergi antarkawasan, antara lain,
           meliputi keterkaitan antara kawasan perkotaan dan
           kawasan perdesaan.

    Ayat (7)
           Rencana tata ruang untuk fungsi pertahanan dan
           keamanan karena sifatnya yang khusus memerlukan
           pengaturan tersendiri. Sifat khusus tersebut terkait
           dengan adanya kebutuhan untuk menjaga kerahasiaan
           sebagian informasi untuk kepentingan pertahanan dan
           keamanan negara.
           Rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi
           pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata
           ruang wilayah mengandung pengertian bahwa penataan
           ruang kawasan pertahanan dan keamanan merupakan
           bagian yang tidak terpisahkan dari upaya keseluruhan
           penataan ruang wilayah.

Pasal 18
    Ayat (1)
           Persetujuan substansi dari Menteri dimaksudkan agar
           peraturan daerah tentang rencana tata ruang mengacu
           pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan kebijakan
           nasional, sedangkan rencana rinci tata ruang mengacu
           pada rencana umum tata ruang. Selain itu, persetujuan



                                                               tersebut . . .
                              - 24 -
           tersebut dimaksudkan pula untuk menjamin kesesuaian
           muatan peraturan daerah, baik dengan ketentuan
           peraturan    perundang-undangan   maupun     dengan
           pedoman bidang penataan ruang.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 19
    Cukup jelas.

Pasal 20
    Ayat (1)
           Huruf a
               Tujuan     penataan    ruang    wilayah   nasional
               mencerminkan        keterpaduan       pembangunan
               antarsektor, antarwilayah, dan antarpemangku
               kepentingan.
               Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
               nasional merupakan landasan bagi pembangunan
               nasional yang memanfaatkan ruang.
               Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
               nasional dirumuskan dengan mempertimbangkan
               ilmu pengetahuan dan teknologi, ketersediaan data
               dan informasi, serta pembiayaan pembangunan.
               Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah
               nasional,  antara    lain,  dimaksudkan     untuk
               meningkatkan daya saing nasional dalam menghadapi
               tantangan global, serta mewujudkan Wawasan
               Nusantara dan Ketahanan Nasional.

           Huruf b
               Sistem perkotaan nasional dibentuk dari kawasan
               perkotaan dengan skala pelayanan yang berhierarki
               yang meliputi pusat kegiatan skala nasional, pusat
               kegiatan skala wilayah, dan pusat kegiatan skala
               lokal. Pusat kegiatan tersebut didukung dan



                                                          dilengkapi . . .
                    - 25 -
    dilengkapi dengan jaringan prasarana wilayah yang
    tingkat pelayanannya disesuaikan dengan hierarki
    kegiatan dan kebutuhan pelayanan.
    Jaringan prasarana utama merupakan sistem primer
    yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah
    Negara Kesatuan Republik Indonesia selain untuk
    melayani kegiatan berskala nasional yang meliputi
    sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi
    dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan
    sistem jaringan sumber daya air.
    Yang termasuk dalam sistem jaringan primer yang
    direncanakan adalah jaringan transportasi untuk
    menyediakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
    bagi lalu lintas damai sesuai dengan ketentuan
    hukum internasional.

Huruf c
    Pola ruang wilayah nasional merupakan gambaran
    pemanfaatan ruang wilayah nasional, baik untuk
    pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi
    daya yang bersifat strategis nasional, yang ditinjau
    dari berbagai sudut pandang akan lebih berdaya guna
    dan berhasil guna dalam mendukung pencapaian
    tujuan pembangunan nasional.
    Kawasan lindung nasional, antara lain, adalah
    kawasan lindung yang secara ekologis merupakan
    satu ekosistem yang terletak lebih dari satu wilayah
    provinsi,   kawasan   lindung    yang   memberikan
    pelindungan terhadap kawasan bawahannya yang
    terletak di wilayah provinsi lain, kawasan lindung
    yang dimaksudkan untuk melindungi warisan
    kebudayaan nasional, kawasan hulu daerah aliran
    sungai suatu bendungan atau waduk, dan kawasan-
    kawasan lindung lain yang menurut peraturan
    perundang-undangan pengelolaannya merupakan
    kewenangan Pemerintah.
    Kawasan lindung nasional adalah kawasan yang tidak
    diperkenankan dan/atau dibatasi pemanfaatan
    ruangnya dengan fungsi utama untuk melindungi
    kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
    daya alam dan sumber daya buatan, warisan budaya



                                                     dan . . .
                           - 26 -
           dan sejarah, serta untuk mengurangi dampak dari
           bencana alam.
           Kawasan budi daya yang mempunyai nilai strategis
           nasional, antara lain, adalah kawasan yang
           dikembangkan untuk mendukung fungsi pertahanan
           dan keamanan nasional, kawasan industri strategis,
           kawasan pertambangan sumber daya alam strategis,
           kawasan perkotaan metropolitan, dan kawasan-
           kawasan budi daya lain yang menurut peraturan
           perundang-undangan       perizinan      dan/atau
           pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah.

    Huruf d
           Yang termasuk kawasan strategis nasional adalah
           kawasan yang menurut peraturan perundang-
           undangan ditetapkan sebagai kawasan khusus.

    Huruf e
           Indikasi program utama merupakan petunjuk yang
           memuat      usulan   program     utama,    perkiraan
           pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana,
           dan waktu pelaksanaan dalam rangka mewujudkan
           pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata
           ruang. Indikasi program utama merupakan acuan
           utama dalam penyusunan program pemanfaatan
           ruang yang merupakan kunci dalam pencapaian
           tujuan penataan ruang, serta acuan sektor dalam
           menyusun     rencana   strategis   beserta  besaran
           investasi. Indikasi program utama lima tahunan
           disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua puluh)
           tahun.

    Huruf f
           Cukup jelas.

Ayat (2)
    Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi acuan bagi
    instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah serta
    masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan
    ruang dalam menyusun program pembangunan yang
    berkaitan dengan pemanfaatan ruang.



                                                         Ayat (3) . . .
                        - 27 -
Ayat (3)
    Rencana tata ruang disusun untuk jangka waktu 20 (dua
    puluh) tahun dengan visi yang lebih jauh ke depan yang
    merupakan matra spasial dari rencana pembangunan
    jangka panjang.
    Apabila jangka waktu 20 (dua puluh) tahun rencana tata
    ruang berakhir, dalam penyusunan rencana tata ruang
    yang baru, hak yang telah dimiliki orang yang jangka
    waktunya melebihi jangka waktu rencana tata ruang tetap
    diakui.

Ayat (4)
    Peninjauan kembali rencana tata ruang merupakan upaya
    untuk melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan
    kebutuhan        pembangunan     yang     memperhatikan
    perkembangan lingkungan strategis dan dinamika
    internal, serta pelaksanaan pemanfaatan ruang.
    Hasil peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah
    Nasional berisi rekomendasi tindak lanjut sebagai berikut:
    a. perlu dilakukan revisi karena ada perubahan kebijakan
       nasional yang mempengaruhi pemanfaatan ruang akibat
       perkembangan teknologi dan/atau keadaan yang
       bersifat mendasar; atau
    b. tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada
       perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi
       pemanfaatan ruang akibat perkembangan teknologi dan
       keadaan yang bersifat mendasar.

Ayat (5)
    Keadaan yang bersifat mendasar, antara lain, berkaitan
    dengan bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi,
    perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan
    peraturan perundang-undangan.
    Peninjauan kembali dan revisi Rencana Tata Ruang
    Wilayah Nasional dilakukan bukan untuk pemutihan
    penyimpangan pemanfaatan ruang.

Ayat (6)
    Cukup jelas.



                                                   Pasal 21 . . .
                               - 28 -
Pasal 21
    Cukup jelas.

Pasal 22
    Cukup jelas.

Pasal 23
    Ayat (1)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Rencana struktur ruang wilayah provinsi merupakan
               arahan perwujudan sistem perkotaan dalam wilayah
               provinsi dan jaringan prasarana wilayah provinsi yang
               dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah
               provinsi selain untuk melayani kegiatan skala
               provinsi yang meliputi sistem jaringan transportasi,
               sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan
               telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air,
               termasuk seluruh daerah hulu bendungan/waduk
               dari daerah aliran sungai.
               Dalam rencana tata ruang wilayah provinsi
               digambarkan sistem perkotaan dalam wilayah
               provinsi dan peletakan jaringan prasarana wilayah
               yang    menurut    peraturan  perundang-undangan
               pengembangan dan pengelolaannya merupakan
               kewenangan pemerintah daerah provinsi dengan
               sepenuhnya memperhatikan struktur ruang yang
               telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
               Nasional.
               Rencana struktur ruang wilayah provinsi memuat
               rencana struktur ruang yang ditetapkan dalam
               Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

           Huruf c
               Pola ruang wilayah provinsi merupakan gambaran
               pemanfaatan ruang wilayah provinsi, baik untuk
               pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi
               daya, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang akan
               lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam


                                                            mendukung . . .
                   - 29 -
    mendukung     pencapaian    tujuan  pembangunan
    provinsi apabila dikelola oleh pemerintah daerah
    provinsi dengan sepenuhnya memperhatikan pola
    ruang yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata
    Ruang Wilayah Nasional.
    Kawasan lindung provinsi adalah kawasan lindung
    yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang
    terletak lebih dari satu wilayah kabupaten/kota,
    kawasan lindung yang memberikan pelindungan
    terhadap kawasan bawahannya yang terletak di
    wilayah kabupaten/kota lain, dan kawasan-kawasan
    lindung lain yang menurut ketentuan peraturan
    perundang-undangan pengelolaannya merupakan
    kewenangan pemerintah daerah provinsi.
    Kawasan budi daya yang mempunyai nilai strategis
    provinsi merupakan kawasan budi daya yang
    dipandang sangat penting bagi upaya pencapaian
    pembangunan provinsi dan/atau menurut peraturan
    perundang-undangan       perizinan    dan/atau
    pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah
    daerah provinsi.
    Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis
    provinsi dapat berupa kawasan permukiman,
    kawasan kehutanan, kawasan pertanian, kawasan
    pertambangan, kawasan perindustrian, dan kawasan
    pariwisata.
    Rencana pola ruang wilayah Kabupaten memuat
    rencana pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana
    Tata Ruang Wilayah Nasional.

Huruf d
    Cukup jelas.

Huruf e
    Indikasi program utama adalah petunjuk yang
    memuat     usulan   program   utama,    perkiraan
    pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana,
    dan waktu pelaksanaan, dalam rangka mewujudkan
    pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata
    ruang. Indikasi program utama merupakan acuan
    utama dalam penyusunan program pemanfaatan
    ruang yang merupakan kunci dalam pencapaian



                                               tujuan . . .
                          - 30 -
           tujuan penataan ruang, serta acuan sektor dalam
           menyusun     rencana   strategis beserta  besaran
           investasi. Indikasi program utama lima tahunan
           disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua puluh)
           tahun.

    Huruf f
           Cukup jelas.

Ayat (2)
    Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi acuan bagi
    instansi pemerintah daerah serta masyarakat untuk
    mengarahkan lokasi dan memanfaatkan ruang dalam
    menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan
    pemanfaatan ruang di daerah yang bersangkutan. Selain
    itu, rencana tersebut menjadi dasar dalam memberikan
    rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang.
    Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana
    pembangunan jangka panjang provinsi serta rencana
    pembangunan jangka menengah provinsi merupakan
    kebijakan daerah yang saling mengacu.

Ayat (3)
    Rencana tata ruang disusun untuk jangka waktu 20 (dua
    puluh) tahun dengan visi yang lebih jauh ke depan yang
    merupakan matra spasial dari rencana pembangunan
    jangka panjang daerah.
    Apabila jangka waktu 20 (dua puluh) tahun rencana tata
    ruang berakhir, maka dalam penyusunan rencana tata
    ruang yang baru hak yang telah dimiliki orang yang
    jangka waktunya melebihi jangka waktu rencana tata
    ruang tetap diakui.

Ayat (4)
    Peninjauan kembali rencana tata ruang merupakan upaya
    untuk melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan
    kebutuhan        pembangunan     yang     memperhatikan
    perkembangan lingkungan strategis dan dinamika
    internal, serta pelaksanaan pemanfaatan ruang.
    Hasil peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah
    provinsi berisi rekomendasi tindak lanjut sebagai berikut:



                                                       a. perlu . . .
                               - 31 -
           a. perlu dilakukan revisi karena adanya perubahan
              kebijakan dan strategi nasional yang mempengaruhi
              pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan/atau terjadi
              dinamika internal provinsi yang mempengaruhi
              pemanfaatan ruang provinsi secara mendasar; atau
           b. tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada perubahan
              kebijakan dan strategi nasional dan tidak terjadi
              dinamika internal provinsi yang mempengaruhi
              pemanfaatan ruang provinsi secara mendasar.
           Dinamika     internal  provinsi  yang   mempengaruhi
           pemanfaatan ruang provinsi secara mendasar, antara lain,
           berkaitan dengan bencana alam skala besar dan
           pemekaran wilayah provinsi dan kabupaten/kota yang
           ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
           Peninjauan kembali dan revisi dalam waktu kurang dari 5
           (lima) tahun dilakukan apabila terjadi perubahan
           kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi
           pemanfaatan ruang provinsi dan/atau dinamika internal
           provinsi yang tidak mengubah kebijakan dan strategi
           pemanfaatan ruang wilayah nasional.
           Peninjauan kembali dan revisi rencana tata ruang wilayah
           provinsi   dilakukan     bukan      untuk     pemutihan
           penyimpangan pemanfaatan ruang.

    Ayat (5)
           Cukup jelas.

    Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 24
    Cukup jelas.

Pasal 25
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Huruf a
               Cukup jelas.



                                                              Huruf b . . .
                               - 32 -
           Huruf b
               Cukup jelas.

           Huruf c
               Cukup jelas.

           Huruf d
               Daya dukung dan daya tampung wilayah kabupaten
               diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
               yang penyusunannya dikoordinasikan oleh menteri
               yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
               bidang lingkungan hidup.

           Huruf e
               Cukup jelas.

           Huruf f
               Cukup jelas.

           Huruf g
               Cukup jelas.

Pasal 26
    Ayat (1)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Struktur ruang wilayah kabupaten merupakan
               gambaran sistem perkotaan wilayah kabupaten dan
               jaringan    prasarana    wilayah    kabupaten      yang
               dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah
               kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala
               kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi,
               sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan
               telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air,
               termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau
               waduk dari daerah aliran sungai. Dalam rencana tata
               ruang wilayah kabupaten digambarkan sistem pusat
               kegiatan wilayah kabupaten dan perletakan jaringan
               prasarana     wilayah   yang     menurut     ketentuan



                                                             peraturan . . .
                          - 33 -
           peraturan perundang-undangan pengembangan dan
           pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah
           daerah kabupaten.
           Rencana struktur ruang wilayah kabupaten memuat
           rencana struktur ruang yang ditetapkan dalam
           Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana
           tata ruang wilayah provinsi yang terkait dengan
           wilayah kabupaten yang bersangkutan.

    Huruf c
           Pola ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran
           pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, baik untuk
           pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi
           daya yang belum ditetapkan dalam Rencana Tata
           Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang
           wilayah provinsi.
           Pola ruang wilayah kabupaten dikembangkan dengan
           sepenuhnya memperhatikan pola ruang wilayah yang
           ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
           Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi.
           Rencana pola ruang wilayah kabupaten memuat
           rencana pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana
           Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang
           wilayah provinsi yang terkait dengan wilayah
           kabupaten yang bersangkutan.

    Huruf d
           Cukup jelas.

    Huruf e
           Cukup jelas.

    Huruf f
           Cukup jelas.

Ayat (2)
    Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman
    bagi pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi kegiatan
    pembangunan dalam memanfaatkan ruang serta dalam
    menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan
    pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus



                                                        menjadi . . .
                        - 34 -
    menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan
    pemanfaatan ruang, sehingga pemanfaatan ruang dalam
    pelaksanaan pembangunan selalu sesuai dengan rencana
    tata ruang wilayah kabupaten.
    Rencana tata ruang kawasan perdesaan merupakan bagian
    dari rencana tata ruang wilayah kabupaten yang dapat
    disusun sebagai instrumen pemanfaatan ruang untuk
    mengoptimalkan kegiatan pertanian yang dapat berbentuk
    kawasan agropolitan.
    Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana
    pembangunan      jangka panjang daerah   merupakan
    kebijakan daerah yang saling mengacu.   Penyusunan
    rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada
    rencana pembangunan jangka panjang kabupaten begitu
    juga sebaliknya.

Ayat (3)
    Cukup jelas.

Ayat (4)
    Cukup jelas.

Ayat (5)
    Peninjauan kembali rencana tata ruang merupakan upaya
    untuk melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan
    kebutuhan      pembangunan      yang    memperhatikan
    perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal
    serta pelaksanaan pemanfaatan ruang.
    Hasil peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah
    kabupaten/kota berisi rekomendasi tindak lanjut sebagai
    berikut:
    a. perlu dilakukan revisi karena adanya perubahan
       kebijakan dan strategi nasional dan/atau provinsi yang
       mempengaruhi pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
       dan/atau terjadi dinamika internal kabupaten yang
       mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten secara
       mendasar; atau
    b. tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada perubahan
       kebijakan dan strategi nasional dan/atau provinsi dan
       tidak terjadi dinamika internal kabupaten yang



                                                 mempengaruhi . . .
                               - 35 -
               mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten secara
               mendasar.
           Peninjauan kembali dan revisi dalam waktu kurang dari
           5 (lima) tahun dilakukan apabila strategi pemanfaatan
           ruang dan struktur ruang wilayah kabupaten yang
           bersangkutan menuntut adanya suatu perubahan yang
           mendasar sebagai akibat dari penjabaran Rencana Tata
           Ruang Wilayah Nasional dan/atau rencana tata ruang
           wilayah provinsi dan dinamika pembangunan di wilayah
           kabupaten yang bersangkutan.
           Peninjauan kembali dan revisi rencana tata ruang wilayah
           kabupaten    dilakukan    bukan     untuk     pemutihan
           penyimpangan pemanfaatan ruang.

    Ayat (6)
           Cukup jelas.

    Ayat (7)
           Cukup jelas.

Pasal 27
    Cukup jelas.

Pasal 28
    Pemberlakuan secara mutatis-mutandis dimaksudkan bahwa
    ketentuan mengenai perencanaan tata ruang wilayah
    kabupaten berlaku pula dalam perencanaan tata ruang
    wilayah kota.

Pasal 29
    Ayat (1)
           Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka
           hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
           kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat
           secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik,
           antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman
           umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan
           pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara
           lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik
           masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.



                                                             Ayat (2) . . .
                               - 36 -
    Ayat (2)
           Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran
           minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota,
           baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem
           mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang
           selanjutnya akan meningkatkan       ketersediaan udara
           bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
           meningkatkan nilai estetika kota.
           Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang
           terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan
           swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas
           bangunan gedung miliknya.

    Ayat (3)
           Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal
           20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah
           daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka
           hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya
           sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas
           oleh masyarakat.

Pasal 30
    Cukup jelas.

Pasal 31
    Cukup jelas.

Pasal 32
    Ayat (1)
           Pelaksanaan program pemanfaatan ruang merupakan
           aktivitas pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh
           pemerintah maupun masyarakat untuk mewujudkan
           rencana tata ruang.
           Penyusunan program pemanfaatan ruang dilakukan
           berdasarkan indikasi program yang tertuang dalam
           rencana tata ruang dengan dilengkapi perkiraan
           pembiayaan.

    Ayat (2)
           Pemanfaatan ruang secara vertikal dan pemanfaatan
           ruang di dalam bumi dimaksudkan untuk meningkatkan



                                                         kemampuan . . .
                                - 37 -
           kemampuan ruang dalam menampung kegiatan secara
           lebih intensif. Contoh pemanfaatan ruang secara vertikal
           misalnya berupa bangunan bertingkat, baik di atas tanah
           maupun di dalam bumi. Sementara itu, pemanfaatan
           ruang lainnya di dalam bumi, antara lain, untuk jaringan
           utilitas    (jaringan    transmisi     listrik,    jaringan
           telekomunikasi, jaringan pipa air bersih, dan jaringan gas,
           dan lain-lain) dan jaringan kereta api maupun jaringan
           jalan bawah tanah.

    Ayat (3)
           Program pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh seluruh
           pemangku kepentingan yang terkait.

    Ayat (4)
           Cukup jelas.

    Ayat (5)
           Cukup jelas.

    Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 33
    Ayat (1)
           Yang     dimaksud      dengan    penatagunaan     tanah,
           penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
           sumber daya alam lain, antara lain, adalah penguasaan,
           penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan
           sumber daya alam lain yang berwujud konsolidasi
           pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain
           melalui pengaturan yang terkait dengan pemanfaatan
           tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain sebagai satu
           kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara
           adil.
           Dalam penatagunaan air, dikembangkan pola pengelolaan
           daerah aliran sungai (DAS) yang melibatkan 2 (dua) atau
           lebih wilayah administrasi provinsi dan kabupaten/kota
           serta untuk menghindari konflik antardaerah hulu dan
           hilir.



                                                                 Ayat (2) . . .
                         - 38 -
Ayat (2)
    Kegiatan penyusunan neraca penatagunaan tanah, neraca
    penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan
    udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain
    meliputi:
    a. penyajian    neraca   perubahan   penggunaan     dan
       pemanfaatan tanah, sumber daya air, udara, dan
       sumber daya alam lain pada rencana tata ruang
       wilayah;
    b. penyajian    neraca  kesesuaian   penggunaan     dan
       pemanfaatan tanah, sumber daya air, udara, dan
       sumber daya alam lain pada rencana tata ruang
       wilayah; dan
    c. penyajian ketersediaan tanah, sumber daya air, udara,
       dan sumber daya alam lain dan penetapan prioritas
       penyediaannya pada rencana tata ruang wilayah.
    Dalam penyusunan neraca penatagunaan tanah, neraca
    penatagunaan air, neraca penatagunaan udara, dan neraca
    penatagunaan sumber daya alam lain, diperhatikan faktor
    yang mempengaruhi ketersediaannya. Hal ini berarti
    penyusunan neraca penatagunaan sumber daya air
    memperhatikan,       antara    lain,   faktor  meteorologi,
    klimatologi, geofisika, dan ketersediaan prasarana sumber
    daya air, termasuk sistem jaringan drainase dan
    pengendalian banjir.

Ayat (3)
    Hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah
    daerah    dimaksudkan    agar    dalam   pelaksanaan
    pembangunan kepentingan umum yang sesuai dengan
    rencana tata ruang dapat dilaksanakan dengan proses
    pengadaan tanah yang mudah.
    Pembangunan bagi kepentingan umum yang dilaksanakan
    Pemerintah atau pemerintah daerah meliputi:
    a. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah,
       di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah),
       saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air
       dan sanitasi;
    b. waduk, bendungan, bendungan irigasi, dan bangunan
       pengairan lainnya;



                                                   c. pelabuhan . . .
                                - 39 -
           c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan
              terminal;
           d. fasilitas keselamatan  umum,     seperti  tanggul
              penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain
              bencana;
           e. tempat pembuangan sampah;
           f. cagar alam dan cagar budaya; dan
           g. pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.

    Ayat (4)
           Hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah
           daerah dimaksudkan agar pemerintah dapat menguasai
           tanah pada ruang yang berfungsi lindung untuk menjamin
           bahwa ruang tersebut tetap memiliki fungsi lindung.

    Ayat (5)
           Cukup jelas.

Pasal 34
    Ayat (1)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Program sektoral dalam pemanfaatan ruang mencakup
               pula program pemulihan kawasan pertambangan
               setelah berakhirnya masa penambangan agar tingkat
               kesejahteraan masyarakat dan kondisi lingkungan
               hidup tidak mengalami penurunan.

           Huruf c
               Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Untuk mengendalikan perkembangan kawasan budi daya
           yang   dikendalikan   pengembangannya,     diterapkan
           mekanisme disinsentif secara ketat, sedangkan untuk
           mendorong perkembangan kawasan yang didorong
           pengembangannya diterapkan mekanisme insentif.



                                                                  Ayat (3) . . .
                               - 40 -
    Ayat (3)
           Pengembangan kawasan secara terpadu dilaksanakan,
           antara lain, melalui penerapan kawasan siap bangun,
           lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri, konsolidasi
           tanah, serta rehabilitasi dan revitalisasi kawasan.

    Ayat (4)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Yang dimaksud dengan standar kualitas lingkungan,
               antara lain, adalah baku mutu lingkungan dan
               ketentuan pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan
               ambang batas pencemaran udara, ambang batas
               pencemaran air, dan ambang batas tingkat
               kebisingan.
               Agar standar kualitas ruang dapat dipenuhi dalam
               pemanfaatan ruang, biaya yang dibutuhkan untuk
               mengatasi dampak negatif kegiatan pemanfataan
               ruang diperhitungkan sebagai biaya pelaksanaan
               kegiatan.    Dengan   demikian,    kegiatan seperti
               penambangan sumber daya alam dapat dilaksanakan
               sejauh biaya pelaksanaan kegiatan tersebut telah
               memperhitungkan biaya untuk mengatasi seluruh
               dampak negatif yang ditimbulkan sehingga standar
               kualitas lingkungan dapat tetap dipenuhi.
               Penerapan kualitas lingkungan disesuaikan dengan
               jenis pemanfaatan ruang sehingga standar kualitas
               lingkungan di kawasan perumahan akan berbeda
               dengan standar kualitas lingkungan di kawasan
               industri.

           Huruf c
               Cukup jelas.

Pasal 35
    Pengendalian  pemanfaatan   ruang   dimaksudkan   agar
    pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata
    ruang.



                                                             Pasal 36 . . .
                               - 41 -
Pasal 36
    Ayat (1)
           Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur
           pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang
           disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan
           rencana rinci tata ruang.
           Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan
           tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang
           yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang
           (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan,
           koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan
           bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta
           ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan
           ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
           Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah
           ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan
           keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat
           komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan
           tinggi.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 37
    Ayat (1)
           Yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang
           terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut
           ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki
           sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud
           adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan
           kualitas ruang.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.


                                                           Ayat (4) . . .
                              - 42 -
    Ayat (4)
           Cukup jelas.

    Ayat (5)
           Cukup jelas.

    Ayat (6)
           Cukup jelas.

    Ayat (7)
           Cukup jelas.

    Ayat (8)
           Cukup jelas.

Pasal 38
    Ayat (1)
           Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah
           dilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai
           dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif
           dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk
           perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala
           besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang
           yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara
           bersamaan.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat
           dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
           rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek
           pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga
           pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.

    Ayat (4)
           Cukup jelas.



                                                            Ayat (5) . . .
                               - 43 -
    Ayat (5)
           Insentif dapat diberikan antarpemerintah daerah yang
           saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah
           yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan
           dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara
           pemerintah    dan    swasta  dalam   hal  pemerintah
           memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan
           dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang.

    Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 39
    Cukup jelas.

Pasal 40
    Cukup jelas.

Pasal 41
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Kawasan perkotaan kecil adalah kawasan perkotaan
           dengan jumlah penduduk yang dilayani paling sedikit
           50.000 (lima puluh ribu) jiwa dan paling banyak 100.000
           (seratus ribu) jiwa.
           Kawasan perkotaan sedang adalah kawasan perkotaan
           dengan jumlah penduduk yang dilayani lebih dari 100.000
           (seratus ribu) jiwa dan kurang dari 500.000 (lima ratus
           ribu) jiwa.
           Kawasan perkotaaan besar adalah perkotaan dengan
           jumlah penduduk yang dilayani paling sedikit 500.000
           (lima ratus ribu) jiwa.
           Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang
           terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri
           sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan
           perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
           fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan
           prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah



                                                           penduduk . . .
                               - 44 -
           penduduk secara keseluruhan         sekurang-kurangnya
           1.000.000 (satu juta) jiwa.
           Kawasan metropolitan yang saling memiliki hubungan
           fungsional dapat membentuk kawasan megapolitan.
           Dengan demikian, kawasan megapolitan mengandung
           pengertian kawasan yang terbentuk dari dua atau lebih
           kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional
           dan membentuk sebuah sistem.
    Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 42
    Cukup jelas.

Pasal 43
    Ayat (1)
           Pengertian lintas wilayah mencakup pula dampak
           pemanfaatan ruang yang dapat melintasi wilayah
           administrasi sehingga harus dikelola secara terkoordinasi
           antara wilayah yang menjadi sumber dampak dan wilayah
           yang terkena dampak.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 44
    Ayat (1)
           Rencana tata ruang kawasan metropolitan sebagai alat
           koordinasi dimaksud tidak berbentuk sebagai rencana
           seperti halnya rencana tata ruang wilayah, tetapi
           berbentuk pedoman keterpaduan untuk rencana tata
           ruang wilayah administrasi di dalam kawasan.

    Ayat (2)
           Mengingat setiap daerah administrasi dalam kawasan
           metropolitan memiliki kewenangan untuk menyusun
           rencana tata ruang wilayahnya, rencana tata ruang
           kawasan metropolitan memuat rencana yang bersifat
           lintas wilayah dan interdependen.




                                                              Pasal 45 . . .
                              - 45 -
Pasal 45
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Koordinasi pemanfaatan ruang antarkabupaten/kota
           mencakup pula koordinasi dalam penahapan pelaksanaan
           pembangunan.

Pasal 46
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Pelaksanaan pengendalian oleh lembaga pengelolaan
           kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih
           wilayah kabupaten/kota dapat dilakukan secara lebih
           efektif apabila lembaga dimaksud diberi wewenang oleh
           seluruh pemerintah kabupaten/kota terkait.

Pasal 47
    Cukup jelas.

Pasal 48
    Ayat (1)
           Huruf a
               Yang termasuk upaya pemberdayaan masyarakat
               perdesaan, antara lain, adalah pengembangan
               lembaga     perekonomian      perdesaan     untuk
               meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi dalam
               kawasan perdesaan, termasuk kegiatan pertanian,
               kegiatan perikanan, kegiatan perkebunan, dan
               kegiatan kehutanan.

           Huruf b
               Cukup jelas.



                                                           Huruf c . . .
                          - 46 -
    Huruf c
           Cukup jelas.

    Huruf d
           Cukup jelas.

    Huruf e
           Cukup jelas.

    Huruf f
           Cukup jelas.

Ayat (2)
    Cukup jelas.

Ayat (3)
    Cukup jelas.

Ayat (4)
    Kawasan agropolitan merupakan kawasan yang terdiri
    atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah
    perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
    pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan
    oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
    keruangan satuan sistem permukiman dan sistem
    agrobisnis.
    Pengembangan kawasan agropolitan dimaksudkan untuk
    meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana
    penunjang kegiatan pertanian, baik yang dibutuhkan
    sebelum proses produksi, dalam proses produksi, maupun
    setelah proses produksi. Upaya tersebut dilakukan melalui
    pengaturan lokasi permukiman penduduk, lokasi kegiatan
    produksi, lokasi pusat pelayanan, dan peletakan jaringan
    prasarana.
    Kawasan agropolitan merupakan embrio kawasan
    perkotaan yang berorientasi pada pengembangan kegiatan
    pertanian, kegiatan penunjang pertanian, dan kegiatan
    pengolahan produk pertanian.
    Pengembangan     kawasan   agropolitan   merupakan
    pendekatan dalam pengembangan kawasan perdesaan.



                                                    Pendekatan . . .
                               - 47 -

           Pendekatan ini dapat diterapkan pula untuk, antara lain,
           pengembangan     kegiatan   yang   berbasis   kelautan,
           kehutanan, dan pertambangan.

    Ayat (5)
           Cukup jelas.

    Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 49
    Cukup jelas.

Pasal 50
    Cukup jelas.

Pasal 51
    Ayat 1
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Struktur ruang kawasan agropolitan merupakan
               gambaran sistem pusat kegiatan kawasan dan
               jaringan prasarana yang dikembangkan untuk
               mengintegrasikan kawasan selain untuk melayani
               kegiatan pertanian dalam arti luas, baik tanaman
               pangan, perikanan, perkebunan, kehutanan, maupun
               peternakan. Jaringan prasarana pembentuk struktur
               ruang kawasan agropolitan meliputi sistem jaringan
               transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan,
               sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan
               sumber daya air.

           Huruf c
               Pola  ruang  kawasan    agropolitan merupakan
               gambaran pemanfaatan ruang kawasan, baik untuk



                                                           pemanfaatan . . .
                              - 48 -
               pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi
               daya.

           Huruf d
               Yang dimaksud dengan interdependen antardesa
               adalah saling bergantung/saling terkait antara 1
               (satu) desa dan desa yang lain.

           Huruf e
               Cukup jelas.

Pasal 52
    Cukup jelas.

Pasal 53
    Cukup jelas.

Pasal 54
    Cukup jelas.

Pasal 55
    Ayat (1)
           Pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan,
           dan pelaksanaan penataan ruang dimaksudkan untuk
           menjamin terlaksananya peraturan perundang-undangan,
           terselenggaranya upaya pemberdayaan seluruh pemangku
           kepentingan, dan terjaminnya pelaksanaan penataan
           ruang.
           Kegiatan pengawasan termasuk pula pengawasan melekat
           dalam unsur-unsur struktural pada setiap tingkatan
           wilayah.

    Ayat (2)
           Tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan terhadap
           penyelenggaraan penataan ruang merupakan kegiatan
           mengamati dengan cermat, menilai tingkat pencapaian
           rencana secara objektif, dan memberikan informasi hasil
           evaluasi secara terbuka.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.



                                                            Ayat (4) . . .
                               - 49 -

    Ayat (4)
           Cukup jelas.

    Ayat (5)
           Cukup jelas.

Pasal 56
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Langkah penyelesaian merupakan tindakan nyata pejabat
           administrasi, antara lain, berupa tindakan administratif
           untuk menghentikan terjadinya penyimpangan.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

    Ayat (4)
           Cukup jelas.

Pasal 57
    Cukup jelas.

Pasal 58
    Ayat (1)
           Standar pelayanan minimal merupakan hak dan kewajiban
           penerima dan pemberi layanan yang disusun sebagai alat
           Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin
           masyarakat memperoleh jenis dan mutu pelayanan dasar
           secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Jenis pelayanan dalam perencanaan tata ruang wilayah
           provinsi/kabupaten/kota, antara lain, adalah pelibatan
           masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah



                                                            provinsi . . .
                               - 50 -
           provinsi/kabupaten/kota, sedangkan mutu pelayanannya
           dinyatakan dengan frekuensi pelibatan masyarakat.

    Ayat (4)
           Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang
           provinsi/kabupaten/kota ditetapkan Pemerintah sebagai alat
           untuk menjamin jenis dan mutu pelayanan dasar yang
           diberikan pemerintah provinsi/kabupaten/kota kepada
           masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan
           penataan ruang.

    Ayat (5)
           Cukup jelas.

Pasal 59
    Cukup jelas.

Pasal 60
    Huruf a
           Masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang melalui
           Lembaran Negara atau Lembaran Daerah, pengumuman,
           dan/atau penyebarluasan oleh pemerintah.
           Pengumuman atau penyebarluasan tersebut dapat
           diketahui   masyarakat,    antara lain, adalah dari
           pemasangan peta rencana tata ruang wilayah yang
           bersangkutan pada tempat umum, kantor kelurahan,
           dan/atau kantor yang secara fungsional menangani
           rencana tata ruang tersebut.

    Huruf b
           Pertambahan nilai ruang dapat dilihat dari sudut pandang
           ekonomi, sosial, budaya, dan kualitas lingkungan yang
           dapat berupa dampak langsung terhadap peningkatan
           ekonomi masyarakat, sosial, budaya, dan kualitas
           lingkungan.

    Huruf c
           Yang dimaksud dengan penggantian yang layak adalah
           bahwa nilai atau besarnya penggantian tidak menurunkan
           tingkat kesejahteraan orang yang diberi penggantian
           sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



                                                               Huruf d . . .
                              - 51 -
    Huruf d
           Cukup jelas.

    Huruf e
           Cukup jelas.

    Huruf f
           Cukup jelas.

Pasal 61
    Huruf a
           Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
           dimaksudkan sebagai kewajiban setiap orang untuk
           memiliki izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
           berwenang sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.

    Huruf b
           Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
           ruang dimaksudkan sebagai kewajiban setiap orang untuk
           melaksanakan pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi
           ruang yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.

    Huruf c
           Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
           izin pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai kewajiban
           setiap orang untuk memenuhi ketentuan amplop ruang
           dan kualitas ruang.

    Huruf d
           Pemberian akses dimaksudkan untuk menjamin agar
           masyarakat dapat mencapai kawasan yang dinyatakan
           dalam peraturan perundang-undangan sebagai milik
           umum. Kewajiban memberikan akses dilakukan apabila
           memenuhi syarat berikut:
           a. untuk kepentingan masyarakat umum; dan/atau
           b. tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.
           Yang termasuk dalam kawasan yang dinyatakan sebagai
           milik umum, antara lain, adalah sumber air dan pesisir
           pantai.



                                                           Pasal 62 . . .
                               - 52 -
Pasal 62
    Cukup jelas.

Pasal 63
    Huruf a
           Cukup jelas.

    Huruf b
           Cukup jelas.

    Huruf c
           Penghentian sementara pelayanan umum dimaksud berupa
           pemutusan sambungan listrik, saluran air bersih, saluran
           limbah, dan lain-lain yang menunjang suatu kegiatan
           pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
           ruang.

    Huruf d
           Cukup jelas.

    Huruf e
           Cukup jelas.

    Huruf f
           Cukup jelas.

    Huruf g
           Pembongkaran dimaksud dapat dilakukan secara sukarela
           oleh yang bersangkutan atau dilakukan oleh instansi
           berwenang.

    Huruf h
           Cukup jelas.

    Huruf i
           Cukup jelas.

Pasal 64
    Cukup jelas.



                                                            Pasal 65 . . .
                              - 53 -
Pasal 65
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Huruf a
               Cukup jelas.

           Huruf b
               Peran masyarakat sebagai pelaksana pemanfaatan
               ruang, baik orang perseorangan maupun korporasi,
               antara lain mencakup kegiatan pemanfaatan ruang
               yang sesuai dengan rencana tata ruang.

           Huruf c
               Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 66
    Ayat (1)
           Kerugian akibat penyelenggaraan penataan ruang
           mencakup pula kerugian akibat tidak memperoleh
           informasi rencana tata ruang yang disebabkan oleh tidak
           tersedianya informasi tentang rencana tata ruang.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

Pasal 67
    Ayat (1)
           Yang dimaksud dengan sengketa penataan ruang adalah
           perselisihan   antarpemangku    kepentingan   dalam
           penyelenggaraan penataan ruang.
           Upaya penyelesaian sengketa diawali dengan penyelesaian
           melalui musyawarah untuk mufakat.




                                                             Ayat (2) . . .
                               - 54 -
    Ayat (2)
           Penyelesaian sengketa di luar pengadilan disepakati oleh
           pihak yang bersengketa.
           Penyelesaian sengketa di luar pengadilan mencakup
           penyelesaian secara musyawarah mufakat dan alternatif
           penyelesaian sengketa, antara lain, dengan mediasi,
           konsiliasi, dan negosiasi.

Pasal 68
    Ayat (1)
           Pengangkatan penyidik pegawai negeri sipil dilakukan
           dengan memperhatikan kompetensi pegawai seperti
           pengalaman serta pengetahuan pegawai dalam bidang
           penataan ruang dan hukum.

    Ayat (2)
           Cukup jelas.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

    Ayat (4)
           Cukup jelas.

    Ayat (5)
           Cukup jelas.

    Ayat (6)
           Cukup jelas.

Pasal 69
    Cukup jelas.

Pasal 70
    Cukup jelas.

Pasal 71
    Cukup jelas.




                                                          Pasal 72 . . .
                              - 55 -
Pasal 72
    Cukup jelas.

Pasal 73
    Cukup jelas.

Pasal 74
    Cukup jelas.

Pasal 75
    Cukup jelas.

Pasal 76
    Cukup jelas.

Pasal 77
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Masa transisi selama 3 (tiga) tahun dihitung sejak
           penetapan   peraturan   perundang-undangan      tentang
           rencana tata ruang dituangkan dalam Lembaran Negara
           dan Lembaran Daerah sesuai dengan hierarki rencana tata
           ruang.
           Selama masa transisi tidak dapat dilakukan penertiban
           secara paksa. Penertiban secara paksa dilakukan apabila
           masa transisi berakhir dan pemanfaatan ruang tersebut
           tidak disesuaikan dengan rencana tata ruang yang baru.

    Ayat (3)
           Cukup jelas.

Pasal 78
    Ayat (1)
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
           Batas akhir penyelesaian peraturan presiden paling
           lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini



                                                        diberlakukan . . .
                                 - 56 -
              diberlakukan mengandung pengertian bahwa Pemerintah
              harus segera memulai proses penyusunan peraturan
              presiden yang diamanatkan Undang-Undang ini sehingga
              dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sudah ada
              peraturan presiden yang ditetapkan. Peraturan presiden
              yang disusun dan ditetapkan mencakup pula peraturan
              presiden tentang penetapan rencana tata ruang kawasan
              strategis nasional.

       Ayat (3)
              Cukup jelas.

       Ayat (4)
              Cukup jelas.

   Pasal 79
       Cukup jelas.

   Pasal 80
       Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4725


Silahkan download versi PDF nya sbb:
penataan_ruang_(uu_26_thn_2007)_26.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.