Previous
Next

2007

Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU 24 thn 2007)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana :
                    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                           NOMOR 24 TAHUN 2007
                                  TENTANG
                        PENANGGULANGAN BENCANA

                  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung
               jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
               tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan
               pelindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk
               pelindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan
               kesejahteraan   umum      yang  berlandaskan  Pancasila,
               sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
               Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

                b. bahwa    wilayah   Negara   Kesatuan Republik Indonesia
                   memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan
                   demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik
                   yang disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam maupun
                   faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa
                   manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
                   dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat
                   menghambat pembangunan nasional;

                c. bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
                   penanggulangan bencana yang ada belum dapat dijadikan
                   landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta tidak
                   sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan
                   kebutuhan bangsa Indonesia sehingga menghambat upaya
                   penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi,
                   dan terpadu;

                d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                   dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk
                   Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana;


Mengingat   :    Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
                 Indonesia Tahun 1945;

                                                                Dengan . . .
                                 -2-


                     Dengan Persetujuan Bersama
         DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                  dan
                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                            MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG UNDANG TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA.


                               BAB I
                          KETENTUAN UMUM

                                 Pasal 1

           Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
           1.   Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
                mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
                masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
                dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
                mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
                lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
           2.   Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
                peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
                alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
                meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
                langsor.
           3.   Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh
                peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara
                lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
                wabah penyakit.
           4.   Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
                peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
                manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
                antarkomunitas masyarakat, dan teror.
           5.   Penyelenggaraan   penanggulangan      bencana      adalah
                serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
                pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
                pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.


                                                           6. Kegiatan . . .
                      -3-


6.   Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan
     yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan
     dan/atau mengurangi ancaman bencana.
7.   Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
     untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
     serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
8.   Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian
     peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
     kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
     lembaga yang berwenang.
9.   Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
     bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
     penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
     ancaman bencana.
10. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan
    yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
    untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
    meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
    benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan,
    pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
    prasarana dan sarana.
11. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
    pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
    memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
    utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
    semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
    pada wilayah pascabencana.
12. Rekonstruksi   adalah    pembangunan kembali semua
    prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
    pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
    masyarakat   dengan    sasaran   utama   tumbuh    dan
    berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
    tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran
    serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
    bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
13. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa
    yang bisa menimbulkan bencana.


                                               14. Rawan . . .
                       -4-


14. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis,
    biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya,
    politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk
    jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
    mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi
    kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
    tertentu.
15. Pemulihan      adalah serangkaian   kegiatan    untuk
    mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup
    yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
    kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan
    upaya rehabilitasi.
16. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang
    dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
    bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
    maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
17. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan
    akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu
    tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
    terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
    atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
18. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan
    bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat
    keadaan darurat.
19. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan
    yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu
    tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas
    untuk menanggulangi bencana.
20. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa
    atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka
    waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk
    bencana.
21. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang,
    dan/atau badan hukum.
22. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang
    menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
23. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
    Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
    pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
    dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945.
                                              24. Pemerintah . . .
                      -5-


24. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, atau
    perangkat   daerah     sebagai  unsur     penyelenggara
    pemerintahan daerah.
25. Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat
    berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik
    daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan sesuai dengan
    ketentuan     peraturan     perundang-undangan        yang
    menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang
    bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
    Republik Indonesia.
26. Lembaga internasional adalah organisasi yang berada dalam
    lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
    atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan
    Bangsa-Bangsa atau organisasi internasional lainnya dan
    lembaga asing nonpemerintah dari negara lain di luar
    Perserikatan Bangsa-Bangsa.


                   BAB II
         LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

                     Pasal 2

Penanggulangan bencana berlandaskan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

                     Pasal 3

(1)   Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 2 berasaskan:
      a. kemanusiaan;
      b. keadilan;
      c. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
      d. keseimbangan, keselarasan, dan keserasian;
      e. ketertiban dan kepastian hukum;
      f. kebersamaan;
      g. kelestarian lingkungan hidup; dan
      h. ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2)   Prinsip-prinsip     dalam  penanggulangan       bencana
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yaitu:
      a. cepat dan tepat;
      b. prioritas;

                                             c. koordinasi . . .
                        -6-


     c.   koordinasi dan keterpaduan;
     d.   berdaya guna dan berhasil guna;
     e.   transparansi dan akuntabilitas;
     f.   kemitraan;
     g.   pemberdayaan;
     h.   nondiskriminatif; dan
     i.   nonproletisi.

                       Pasal 4

Penanggulangan bencana bertujuan untuk:
a.   memberikan pelindungan kepada masyarakat dari ancaman
     bencana;
b.   menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah
     ada;
c.   menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana
     secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
d.   menghargai budaya lokal;
e.   membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f.   mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan
     kedermawanan; dan
g.   menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
     berbangsa, dan bernegara.


                 BAB III
      TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG

                       Pasal 5

Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

                       Pasal 6

Tanggung    jawab   Pemerintah        dalam      penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi:
a.   pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan
     risiko bencana dengan program pembangunan;


                                              b. perlindungan . . .
                       -7-


b.    pelindungan masyarakat dari dampak bencana;
c.    penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi
      yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan
      standar pelayanan minimum;
d.    pemulihan kondisi dari dampak bencana;
e.    pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam
      anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai;
f.    pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam
      bentuk dana siap pakai; dan
g.    pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari
      ancaman dan dampak bencana.

                      Pasal 7
(1)   Wewenang        Pemerintah      dalam    penyelenggaraan
      penanggulangan bencana meliputi:
      a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras
         dengan kebijakan pembangunan nasional;
      b. pembuatan       perencanaan      pembangunan     yang
         memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan
         bencana;
      c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan
         daerah;
      d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan
         bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihak-
         pihak internasional lain;
      e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi
         yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya
         bencana;
      f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan
         pengurasan     sumber     daya   alam yang    melebihi
         kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan
      g. pengendalian pengumpulan uang atau barang yang
         bersifat nasional.
(2)   Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat
      indikator yang meliputi:
      a. jumlah korban;
      b. kerugian harta benda;
      c. kerusakan prasarana dan sarana;
      d. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
      e. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

                                               (3) Ketentuan . . .
                      -8-


(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan status dan
      tingkatan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diatur dengan peraturan presiden.

                     Pasal 8

Tanggung jawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi:
a.    penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi
      yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan
      minimum;
b.    pelindungan masyarakat dari dampak bencana;
c.    pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan
      risiko bencana dengan program pembangunan; dan
d.    pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam
      anggaran pendapatan belanja daerah yang memadai.

                     Pasal 9

Wewenang    pemerintah   daerah      dalam   penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi:
a.    penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada
      wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah;
b.    pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan
      unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;
c.    pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan
      bencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain;
d.    pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai
      sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya;
e.    perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan
      pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan
      alam pada wilayahnya; dan
f.    penertiban pengumpulan dan penyaluran uang atau barang
      pada wilayahnya.



                                                  BAB IV . . .
                      -9-


                    BAB IV
                 KELEMBAGAAN

                  Bagian Kesatu
      Badan Nasional Penanggulangan Bencana

                     Pasal 10

(1)   Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal            5
      membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

(2)   Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) merupakan Lembaga Pemerintah
      Nondepartemen setingkat menteri.

                     Pasal 11

Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) terdiri atas unsur:
a.    pengarah penanggulangan bencana; dan
b.    pelaksana penanggulangan bencana.

                     Pasal 12

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mempunyai tugas:
a.    memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
      penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
      bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
      rekonstruksi secara adil dan setara;
b.    menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan
      penanggulangan    bencana     berdasarkan    peraturan
      perundang-undangan;
c.    menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d.    melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana
      kepada Presiden setiap  sebulan sekali dalam kondisi
      normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat
      bencana;
e.    menggunakan       dan        mempertanggungjawabkan
      sumbangan/bantuan nasional dan internasional;
f.    mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
      diterima dari anggaran pendapatan dan belanja negara;

                                          g. melaksanakan . . .
                     - 10 -


g.    melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan
      perundang-undangan; dan
h.    menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan
      bencana daerah.

                    Pasal 13

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mempunyai fungsi
meliputi:
a.    perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan
      bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak
      cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan
b.    pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan
      bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

                    Pasal 14

(1)   Unsur pengarah penanggulangan bencana sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 11 huruf a mempunyai fungsi:
      a. merumuskan     konsep    kebijakan  penanggulangan
         bencana nasional;
      b. memantau; dan
      c. mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan
         bencana.

(2)   Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) terdiri atas:
      a. pejabat pemerintah terkait; dan
      b. anggota masyarakat profesional.

(3)   Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan yang
      dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
      Indonesia.

                    Pasal 15

(1)   Pembentukan unsur pelaksana penanggulangan bencana
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b merupakan
      kewenangan Pemerintah.

(2)   Unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      mempunyai fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana
      dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

                                         (3) Keanggotaan . . .
                      - 11 -


(3)   Keanggotaan unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) terdiri atas tenaga profesional dan ahli.

                      Pasal 16

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 huruf b, unsur pelaksana penanggulangan bencana
mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi:
a.    prabencana;
b.    saat tanggap darurat; dan
c.    pascabencana.

                      Pasal 17

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, fungsi, tugas,
struktur  organisasi,  dan   tata  kerja   Badan    Nasional
Penanggulangan Bencana diatur dengan peraturan presiden.


                 Bagian Kedua
      Badan Penanggulangan Bencana Daerah

                      Pasal 18

(1)   Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
      membentuk badan penanggulangan bencana daerah.

(2)   Badan penanggulangan bencana daerah sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
      a. badan pada tingkat provinsi dipimpin oleh seorang
         pejabat setingkat di bawah gubernur atau setingkat
         eselon Ib; dan
      b. badan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh
         seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau
         setingkat eselon IIa.

                      Pasal 19

(1)   Badan penanggulangan bencana daerah terdiri atas unsur:
      a. pengarah penanggulangan bencana; dan
      b. pelaksana penanggulangan bencana.


                                           (2) Pembentukan . . .
                      - 12 -


(2)   Pembentukan badan penanggulangan bencana daerah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
      koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan
      Bencana.

                     Pasal 20

Badan penanggulangan bencana daerah mempunyai fungsi:
a.    perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan
      bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak
      cepat dan tepat, efektif dan efisien; serta
b.    pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan
      bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

                     Pasal 21

Badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas:
a.    menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan
      kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional
      Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan
      bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan
      darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan
      setara;
b.    menetapkan       standardisasi      serta     kebutuhan
      penyelenggaraan penanggulangan     bencana   berdasarkan
      peraturan perundang-undangan;
c.    menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan
      bencana;
d.    menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan
      bencana;
e.    melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana
      pada wilayahnya;
f.    melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana
      kepada kepala daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi
      normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
g.    mengendalikan pengumpulan     dan penyaluran uang dan
      barang;
h.    mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
      diterima dari anggaran pendapatan belanja daerah; dan


                                          i. melaksanakan . . .
                     - 13 -


i.    melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan
      perundang-undangan.

                    Pasal 22

(1)   Unsur   pengarah    penanggulangan   bencana   daerah
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a
      mempunyai fungsi:
      a. menyusun       konsep     pelaksanaan     kebijakan
         penanggulangan bencana daerah;
      b. memantau; dan
      c. mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan
         bencana daerah.

(2)   Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) terdiri atas:
      a. pejabat pemerintah daerah terkait; dan
      b. anggota masyarakat profesional dan ahli.

(3)   Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan yang
      dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

                    Pasal 23

(1)   Pembentukan unsur pelaksana penanggulangan bencana
      daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
      huruf b merupakan kewenangan pemerintah daerah.

(2)   Unsur    pelaksana   penanggulangan   bencana   daerah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi:
      a. koordinasi;
      b. komando; dan
      c. pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan
         bencana pada wilayahnya.

(3)   Keanggotaan unsur pelaksana penanggulangan bencana
      daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
      tenaga profesional dan ahli.

                    Pasal 24

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 ayat (2), unsur pelaksana penanggulangan bencana daerah
mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi:
a.    prabencana;
                                                 b. saat . . .
                      - 14 -


b.    saat tanggap darurat; dan
c.    pascabencana.

                      Pasal 25

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, fungsi, tugas,
struktur organisasi, dan tata kerja badan penanggulangan
bencana daerah diatur dengan peraturan daerah.



                  BAB V
       HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

                   Bagian Kesatu
                  Hak Masyarakat

                      Pasal 26

(1) Setiap orang berhak:
      a. mendapatkan pelindungan sosial dan rasa aman,
         khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;
      b. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan
         dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
      c. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan
         tentang kebijakan penanggulangan bencana.
      d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan
         pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan
         kesehatan termasuk dukungan psikososial;
      e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap
         kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang
         berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan
      f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang
         diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.

(2)   Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan
      bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

(3)   Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian
      karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan
      konstruksi.



                                            Bagian Kedua . . .
                      - 15 -


                 Bagian Kedua
              Kewajiban Masyarakat

                     Pasal 27

Setiap orang berkewajiban:
a.    menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis,
      memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan
      kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b.    melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan
c.    memberikan informasi yang benar kepada publik tentang
      penanggulangan bencana.



                  BAB VI
           PERAN LEMBAGA USAHA
         DAN LEMBAGA INTERNASIONAL

                  Bagian Kesatu
              Peran Lembaga Usaha

                     Pasal 28

Lembaga      usaha     mendapatkan     kesempatan       dalam
penyelenggaraan    penanggulangan   bencana,    baik    secara
tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain.

                     Pasal 29

(1)   Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan
      kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

(2)   Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan
      kepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas
      melakukan      penanggulangan        bencana       serta
      menginformasikannya kepada publik secara transparan.

(3)   Lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip
      kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominya
      dalam penanggulangan bencana.



                                             Bagian Kedua . . .
                       - 16 -


                   Bagian Kedua
            Peran Lembaga Internasional

                      Pasal 30

(1)   Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah
      dapat ikut serta dalam kegiatan penanggulangan bencana
      dan mendapat jaminan pelindungan dari Pemerintah
      terhadap para pekerjanya.

(2)   Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah
      dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan
      secara sendiri-sendiri, bersama-sama, dan/atau bersama
      dengan mitra kerja dari Indonesia dengan memperhatikan
      latar belakang sosial, budaya, dan agama masyarakat
      setempat.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan
      penanggulangan bencana oleh lembaga internasional dan
      lembaga asing nonpemerintah diatur dengan Peraturan
      Pemerintah.



                  BAB VII
      PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN
                 BENCANA

                   Bagian Kesatu
                      Umum

                      Pasal 31

Penyelenggaraan   penanggulangan      bencana   dilaksanakan
berdasarkan 4 (empat) aspek meliputi:
a.    sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat;
b.    kelestarian lingkungan hidup;
c.    kemanfaatan dan efektivitas; dan
d.    lingkup luas wilayah.



                                                Pasal 32 . . .
                        - 17 -


                       Pasal 32

(1)   Dalam      penyelenggaraan  penanggulangan    bencana,
      Pemerintah dapat:
      a. menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah
         terlarang untuk permukiman; dan/atau
      b. mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak
         kepemilikan setiap orang atas    suatu benda sesuai
         dengan peraturan perundang-undangan.

(2)   Setiap orang yang hak    kepemilikannya dicabut atau
      dikurangi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
      berhak mendapat ganti rugi sesuai dengan peraturan
      perundang-undangan.


                    Bagian Kedua
                      Tahapan

                       Pasal 33

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga)
tahap meliputi:
a.    prabencana;
b.    saat tanggap darurat; dan
c.    pascabencana.


                    Paragraf Kesatu
                      Prabencana

                       Pasal 34

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan
prabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a
meliputi:
a.    dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
b.    dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.




                                                    Pasal 35 . . .
                       - 18 -


                      Pasal 35

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak
terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a
meliputi:
a.    perencanaan penanggulangan bencana;
b.    pengurangan risiko bencana;
c.    pencegahan;
d.    pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e.    persyaratan analisis risiko bencana;
f.    penegakan rencana tata ruang;
g.    pendidikan dan pelatihan; dan
h.    persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

                      Pasal 36

(1)   Perencanaan  penanggulangan  bencana    sebagaimana
      dimaksud dalam   Pasal 35   huruf a ditetapkan oleh
      Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai      dengan
      kewenangannya.

(2)   Penyusunan    perencanaan  penanggulangan      bencana
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh
      Badan.

(3)   Perencanaan    penanggulangan    bencana     sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyusunan data
      tentang risiko bencana pada suatu wilayah dalam waktu
      tertentu berdasarkan dokumen resmi yang berisi program
      kegiatan penanggulangan bencana.

(4)   Perencanaan     penanggulangan    bencana    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
      b. pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
      c. analisis kemungkinan dampak bencana;
      d. pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
      e. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan
         dampak bencana; dan
      f. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang
         tersedia.

                                             (5) Pemerintah . . .
                      - 19 -


(5)   Pemerintah dan pemerintah daerah dalam waktu tertentu
      meninjau dokumen perencanaan penanggulangan bencana
      secara berkala.

(6)   Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan
      penanggulangan bencana, Pemerintah dan pemerintah
      daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana
      untuk    melaksanakan   perencanaan    penanggulangan
      bencana.

                     Pasal 37

(1)   Pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 35 huruf b dilakukan untuk mengurangi dampak
      buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam
      situasi sedang tidak terjadi bencana.

(2)   Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
      b. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
      c. pengembangan budaya sadar bencana;
      d. peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan
         bencana; dan
      e. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan
         penanggulangan bencana.

                     Pasal 38

Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c
meliputi:
a.    identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber
      bahaya atau ancaman bencana;
b.    kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya
      alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi
      menjadi sumber bahaya bencana;
c.    pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba
      dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman
      atau bahaya bencana;
d.    pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup; dan
e.    penguatan ketahanan sosial masyarakat.



                                                  Pasal 39 . . .
                      - 20 -


                     Pasal 39

Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d
dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana
penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan
pusat dan daerah.

                     Pasal 40

(1)   Rencana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 36 ayat (3) ditinjau secara berkala.

(2)   Penyusunan     rencana    penanggulangan       bencana
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh
      Badan.

(3)   Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi
      yang menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis
      risiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan
      bencana sesuai dengan kewenangannya.

                     Pasal 41

(1)   Persyaratan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 35 huruf e disusun dan ditetapkan oleh Badan
      Nasional Penanggulangan Bencana.

(2)   Pemenuhan syarat analisis risiko bencana sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dalam dokumen yang
      disahkan oleh pejabat pemerintah sesuai dengan peraturan
      perundang-undangan.

(3)   Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan
      pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan analisis risiko
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                     Pasal 42

(1)   Penegakan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 35 huruf f dilakukan untuk mengurangi risiko
      bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang
      tata ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi
      terhadap pelanggar.

                                           (2) Pemerintah . . .
                          - 21 -


(2)   Pemerintah secara berkala melaksanakan pemantauan dan
      evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan pemenuhan
      standar keselamatan.

                       Pasal 43

Pendidikan, pelatihan, dan persyaratan standar teknis
penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 huruf g dan h dilaksanakan dan ditetapkan oleh Pemerintah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                       Pasal 44

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi
terdapat potensi terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 huruf b meliputi:
a.    kesiapsiagaan;
b.    peringatan dini; dan
c.    mitigasi bencana.

                       Pasal 45

(1)   Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
      huruf a dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan
      tepat dalam menghadapi kejadian bencana.

(2)   Kesiapsiagaan      sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan melalui:
      a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan
          kedaruratan bencana;
      b. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem
          peringatan dini;
      c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
          kebutuhan dasar;
      d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi
          tentang mekanisme tanggap darurat;
      e. penyiapan lokasi evakuasi;
      f. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran
          prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan
      g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan
          untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.



                                                 Pasal 46 . . .
                      - 22 -


                     Pasal 46

(1)   Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
      huruf b dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan
      tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana
      serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat.

(2)   Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan melalui:
      a. pengamatan gejala bencana;
      b. analisis hasil pengamatan gejala bencana;
      c. pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang;
      d. penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana;
          dan
      e. pengambilan tindakan oleh masyarakat.

                     Pasal 47

(1)   Mitigasi Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
      huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi
      masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.

(2)   Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan melalui:
      a. pelaksanaan penataan tata ruang;
      b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur,
          tata bangunan; dan
      c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan
          baik secara konvensional maupun modern;


                  Paragraf Kedua
                 Tanggap Darurat

                     Pasal 48

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b
meliputi:
a.    pengkajian secara cepat dan     tepat    terhadap   lokasi,
      kerusakan, dan sumber daya;
b.    penentuan status keadaan darurat bencana;
c.    penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;

                                              d. pemenuhan . . .
                       - 23 -


d.    pemenuhan kebutuhan dasar;
e.    pelindungan terhadap kelompok rentan; dan
f.    pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

                       Pasal 49

Pengkajian secara cepat dan tepat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 huruf a dilakukan untuk mengidentifikasi:
a.    cakupan lokasi bencana;
b.    jumlah korban;
c.    kerusakan prasarana dan sarana;
d.    gangguan terhadap         fungsi   pelayanan   umum    serta
      pemerintahan; dan
e.    kemampuan sumber daya alam maupun buatan.

                       Pasal 50

(1)   Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan,
      Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan badan
      penanggulangan bencana daerah mempunyai kemudahan
      akses yang meliputi:
      a. pengerahan sumber daya manusia;
      b. pengerahan peralatan;
      c. pengerahan logistik;
      d. imigrasi, cukai, dan karantina;
      e. perizinan;
      f. pengadaan barang/jasa;
      g. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau
         barang;
      h. penyelamatan; dan
      i. komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai          kemudahan akses
      sebagaimana dimaksud pada ayat           (1) diatur dengan
      peraturan pemerintah.

                       Pasal 51

(1)   Penetapan status darurat bencana dilaksanakan           oleh
      pemerintah sesuai dengan skala bencana.


                                                (2) Penetapan . . .
                         - 24 -


(2)   Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
      skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi
      dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota
      dilakukan oleh bupati/walikota.

                      Pasal 52

Penyelamatan dan evakuasi korban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 huruf c dilakukan dengan memberikan
pelayanan     kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang
terjadi pada suatu daerah melalui upaya:
a.    pencarian dan penyelamatan korban;
b.    pertolongan darurat; dan/atau
c.    evakuasi korban.

                      Pasal 53

Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 huruf d meliputi bantuan penyediaan:
a.    kebutuhan air bersih dan sanitasi;
b.    pangan;
c.    sandang;
d.    pelayanan kesehatan;
e.    pelayanan psikososial; dan
f.    penampungan dan tempat hunian.

                      Pasal 54

Penanganan masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana
dilakukan dengan kegiatan meliputi pendataan, penempatan
pada lokasi yang aman, dan pemenuhan kebutuhan dasar.

                      Pasal 55

(1)   Pelindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 48 huruf e dilakukan dengan
      memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa
      penyelamatan,     evakuasi, pengamanan,   pelayanan
      kesehatan, dan psikososial.


                                           (2) Kelompok . . .
                          - 25 -


(2)   Kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      terdiri atas:
      a. bayi, balita, dan anak-anak;
      b. ibu yang sedang mengandung atau menyusui;
      c. penyandang cacat; dan
      d. orang lanjut usia.

                          Pasal 56

Pemulihan fungsi prasarana dan sarana vital sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf f dilakukan dengan
memperbaiki dan/atau mengganti kerusakan akibat bencana.


                   Paragraf Ketiga
                   Pascabencana

                          Pasal 57

Penyelenggaraan  penanggulangan  bencana   pada   tahap
pascabencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c
meliputi:
a.    rehabilitasi; dan
b.    rekonstruksi.

                          Pasal 58

(1)   Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a
      dilakukan melalui kegiatan:
      a. perbaikan lingkungan daerah bencana;
      b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
      c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
      d. pemulihan sosial psikologis;
      e. pelayanan kesehatan;
      f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
      g. pemulihan sosial ekonomi budaya;
      h. pemulihan keamanan dan ketertiban;
      i. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
      j. pemulihan fungsi pelayanan publik.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
      pemerintah.

                                                 Pasal 59 . . .
                      - 26 -


                     Pasal 59

(1)   Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf
      b, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih
      baik, meliputi:
      a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
      b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
      c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
         masyarakat;
      d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
         peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
      e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
         kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat;
      f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
      g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan
      h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai rekonstruksi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
      pemerintah.



                  BAB VIII
         PENDANAAN DAN PENGELOLAAN
              BANTUAN BENCANA

                  Bagian Kesatu
                   Pendanaan

                     Pasal 60

(1)   Dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab
      bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah.

(2)   Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi
      masyarakat dalam penyediaan dana yang bersumber dari
      masyarakat.

                     Pasal 61

(1)   Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan
      anggaran penanggulangan bencana secara memadai
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, huruf f dan
      Pasal 8 huruf d.

                                           (2) Penggunaan . . .
                     - 27 -


(2)   Penggunaan anggaran penanggulangan bencana yang
      memadai     sebagaimana   dimaksud    pada   ayat   (1)
      dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, badan
      nasional    penanggulangan    bencana    dan     badan
      penanggulangan bencana daerah sesuai dengan tugas
      pokok dan fungsinya.

                     Pasal 62

(1)   Pada    saat   tanggap   darurat,   Badan   Nasional
      Penanggulangan Bencana menggunakan dana siap pakai
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f.

(2)   Dana siap pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      disediakan oleh Pemerintah dalam anggaran Badan
      Nasional Penanggulangan Bencana.

                     Pasal 63

Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengelolaan dana
penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60 sampai dengan Pasal 62 diatur dengan peraturan
pemerintah.

                     Pasal 64

Dana untuk kepentingan penanggulangan bencana yang
disebabkan oleh kegiatan keantariksaan yang menimbulkan
bencana menjadi tanggung jawab negara peluncur dan/atau
pemilik sesuai dengan hukum dan perjanjian internasional.


                   Bagian Kedua
           Pengelolaan Bantuan Bencana

                     Pasal 65

Pengelolaan   sumber    daya   bantuan    bencana   meliputi
perencanaan, penggunaan, pemeliharaan, pemantauan, dan
pengevaluasian terhadap barang, jasa, dan/atau uang bantuan
nasional maupun internasional.



                                                Pasal 66 . . .
                      - 28 -


                     Pasal 66

Pemerintah,     pemerintah    daerah,    Badan     Nasional
Penanggulangan Bencana dan badan penanggulangan bencana
daerah melakukan pengelolaan sumber daya bantuan bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 pada semua tahap
bencana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

                     Pasal 67

Pada saat tanggap darurat bencana, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana mengarahkan penggunaan sumber
daya bantuan bencana yang ada pada semua sektor terkait.

                     Pasal 68

Tata cara pemanfaatan serta pertanggungjawaban penggunaan
sumber daya bantuan bencana pada saat tanggap darurat
dilakukan secara khusus sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan
kondisi kedaruratan.

                     Pasal 69

(1)   Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan bantuan
      santunan duka cita dan kecacatan bagi korban bencana.

(2)   Korban bencana yang kehilangan mata pencaharian dapat
      diberi pinjaman lunak untuk usaha produktif.

(3)   Besarnya bantuan santunan duka cita dan kecacatan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pinjaman lunak
      untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah
      daerah.

(4)   Tata cara pemberian dan besarnya bantuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
      dengan peraturan pemerintah.

(5)   Unsur masyarakat dapat berpartisipasi dalam penyediaan
      bantuan.



                                                 Pasal 70 . . .
                      - 29 -


                     Pasal 70

Pengelolaan sumber daya bantuan bencana        sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 69 dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


                      BAB IX
                   PENGAWASAN

                     Pasal 71

(1)   Pemerintah   dan   pemerintah    daerah  melaksanakan
      pengawasan   terhadap seluruh    tahap penanggulangan
      bencana.

(2)   Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. sumber ancaman atau bahaya bencana;
      b. kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan
         bencana;
      c. kegiatan eksploitasi yang berpotensi      menimbulkan
         bencana;
      d. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan
         rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
      e. kegiatan konservasi lingkungan;
      f. perencanaan penataan ruang;
      g. pengelolaan lingkungan hidup;
      h. kegiatan reklamasi; dan
      i. pengelolaan keuangan.

                     Pasal 72

(1)   Dalam melaksanakan pengawasan terhadap laporan upaya
      pengumpulan sumbangan, Pemerintah dan pemerintah
      daerah dapat meminta laporan tentang hasil pengumpulan
      sumbangan agar dilakukan audit.

(2)   Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      Pemerintah dan masyarakat dapat meminta agar dilakukan
      audit.

(3)   Apabila hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      ditemukan adanya penyimpangan penggunaan terhadap
      hasil sumbangan, penyelenggara pengumpulan sumbangan
      dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-
      undangan.
                                                 Pasal 73 . . .
                       - 30 -


                      Pasal 73

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal
72 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



                    BAB X
            PENYELESAIAN SENGKETA

                     Pasal 74

(1)   Penyelesaian sengketa penanggulangan bencana pada tahap
      pertama diupayakan berdasarkan asas musyawarah
      mufakat.

(2)   Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat
      menempuh upaya penyelesaian di luar pengadilan atau
      melalui pengadilan.



                    BAB XI
               KETENTUAN PIDANA

                      Pasal 75

(1)   Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan
      pembangunan berisiko tinggi, yang tidak dilengkapi dengan
      analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      40 ayat (3) yang mengakibatkan terjadinya bencana,
      dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
      tahun atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
      sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau
      denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
      rupiah).

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) mengakibatkan timbulnya kerugian harta benda atau
      barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
      singkat 6 (enam) tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun
      dan denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus
      juta rupiah) atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
      (tiga miliar rupiah).

                                                  (3) Dalam . . .
                       - 31 -


(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana dengan
      pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling
      lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
      Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau denda paling
      banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

                      Pasal 76

(1)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 75 ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
      dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
      tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling
      sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau denda
      paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 75 ayat (2) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
      dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan)
      tahun atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda
      paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau
      denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
      rupiah).

(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 75 ayat (3) dilakukan karena kesengajaan, pelaku
      dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua
      belas) tahun atau paling lama 15 (lima belas) tahun dan
      denda paling sedikit Rp6.000.000.000,00    (enam miliar
      rupiah) atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00
      (dua belas miliar rupiah).

                      Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja menghambat kemudahan
akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling
lama    6   (enam)   tahun     dan   denda      paling  sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).



                                                   Pasal 78 . . .
                      - 32 -


                     Pasal 78

Setiap    orang   yang  dengan    sengaja   menyalahgunakan
pengelolaan sumber daya bantuan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65, dipidana dengan pidana penjara
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun atau paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).

                     Pasal 79

(1)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 75 sampai dengan Pasal 78 dilakukan oleh korporasi,
      selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya,
      pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
      pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana
      denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai
      dengan Pasal 78.

(2)   Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
      a. pencabutan izin usaha; atau
      b. pencabutan status badan hukum.



                   BAB XII
             KETENTUAN PERALIHAN

                     Pasal 80

Pada saat berlakunya undang-undang ini semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penanggulangan
bencana dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
atau   belum   dikeluarkan    peraturan   pelaksanaan baru
berdasarkan undang-undang ini.



                                                  Pasal 81 . . .
                     - 33 -


                     Pasal 81

Semua program kegiatan berkaitan dengan penanggulangan
bencana yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya undang-
undang ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa
berlakunya berakhir, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.

                     Pasal 82

(1)   Sebelum Badan Nasional Penanggulangan Bencana
      dibentuk, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
      Bencana tetap dapat melaksanakan tugasnya.

(2)   Setelah Badan Nasional Penanggulangan Bencana dibentuk,
      Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
      dinyatakan dibubarkan.




                   BAB XIII
              KETENTUAN PENUTUP

                     Pasal 83

Pada saat berlakunya undang-undang ini, paling lambat 6
(enam) bulan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana sudah
terbentuk dan badan penanggulangan bencana daerah paling
lambat 1 (satu) tahun sudah terbentuk.

                     Pasal 84

Peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan undang-undang ini
harus sudah diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak
diundangkannya undang-undang ini.

                     Pasal 85

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



                                                    Agar . . .
                                         - 34 -



                Agar    setiap  orang    mengetahuinya,               memerintahkan
                pengundangan Undang-Undang ini dengan                 penempatannya
                dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                             Disahkan di Jakarta
                                             pada tanggal 26 April 2007

                                             PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




                                             DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 26 April 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,



              HAMID AWALUDIN


   LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 66



       Salinan sesuai dengan aslinya
       SEKRETARIAT NEGARA RI
 Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
  Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,



             Wisnu Setiawan
                              PENJELASAN
                                 ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 24 TAHUN 2007
                               TENTANG
                     PENANGGULANGAN BENCANA

I. UMUM

  Alenia ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
  Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Republi Indonesia
  melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
  memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
  ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
  kedamaian abadi dan keadilan sosial,
  Sebagai Implementasi dari amanat tersebut dilaksanakan pembangunan
  nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera
  yang senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan
  bagi setiap warga negaranya dalam kerangka negara kesatuan Republik
  Indonesia.
  Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan
  terletak digaris katulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua
  samudra dengan kondisi alam yang memiliki berbagai keunggulan, namun
  dipihak lain posisinya berada dalam wilayah yang memiliki kondisi
  geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap
  terjadinya bencana dengan frekwensi yang cukup tinggi, sehingga
  memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi.
  Potensi penyebab bencana diwilayah negara kesatuan Indonesia dapat
  dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana
  non alam, dan bencana sosial.
  Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan
  gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/
  lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah,
  kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa.
  Bencana nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan
  oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi,
  dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan
  keantariksaan.


                                                             Bencana . . .
                               -2-


Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial
dalam masyarakat yang sering terjadi.
Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan
nasional yaitu serangkaian kegiatan Penanggulangan Bencana sebelum,
pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini masih
dirasakan adanya kelemahan baik dalam pelaksanaan Penaggulangan
Bencana maupun yang terkait dengan landasan hukumnya. Karena belum
ada Undang-undang yang secara khusus menangani bencana.
Mencermati hal-hal tersebut diatas dan dalam rangka memberikan
landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, disusunlah Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana
yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra bencana,
saat tanggap darurat dan pasca bencana.
Materi muatan Undang-undang ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok
sebagai berikut:
1.   Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab
     dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan
     secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
2.   Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap
     darurat   dilaksanakan     sepenuhnya     oleh   badan    nasional
     penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah.
     Badan penanggulangan bencana tersebut terdiri dari unsur pengarah
     dan unsur pelaksana. Badan nasional penanggulangan bencana dan
     badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas dan fungsi
     antara lain pengkoordinasian      penyelenggaraan penanggulangan
     bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya.
3.   Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan
     memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan
     bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan pelindungan
     sosial,  mendapatkan   pendidikan dan   keterampilan   dalam
     penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam
     pengambilan keputusan.
4.   Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan
     kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga
     internasional.
5.   Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap pra
     bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing-
     masing tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda.


                                                             6. Pada ...
                                  -3-


  6.   Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain
       didukung dana APBN dan APBD juga disediakan dana siap pakai
       dengan pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus.
  7.   Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana
       dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan7. Pengawasan . . .
                                                         masyarakat pada
       setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan dalam
       penggunaan dana penanggulangan bencana.
  8.   Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus
       memberikan efek jera terhadap para pihak, baik karena kelalaian
       maupun karena kesengajaan sehingga menyebabkan terjadinya
       bencana yang menimbulkan kerugian, baik terhadap harta benda
       maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam
       kegiatan penanggulangan bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan
       sumber daya bantuan bencana dikenakan sanksi pidana, baik pidana
       penjara maupun pidana denda, dengan menerapkan pidana minimum
       dan maksimum.

  Dengan materi muatan sebagaimana disebutkan diatas, Undang-Undang ini
  diharapkan dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dalam
  penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga penyelenggaraan
  penanggulangan      bencana dapat  dilaksanakan    secara  terencana,
  terkoordinasi, dan terpadu.


II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
      Cukup jelas.

  Pasal 2
      Cukup jelas.

  Pasal 3
      Ayat (1)
          Huruf a
               Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" termanifestasi
               dalam penanggulangan bencana sehingga undang-undang
               ini memberikan pelindungan dan penghormatan hak-hak
               asasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan
               penduduk Indonesia secara proporsional.




                                                               Huruf b ...
                      -4-


Huruf b
    Yang dimaksud dengan"asas keadilan" adalah bahwa setiap
    materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana
    harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
    warga negara tanpa kecuali.

Huruf c
    Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam
    hukum dan pemerintahan" adalah bahwa materi muatan
    ketentuan dalam penanggulangan bencana tidak boleh berisi
    hal-hal yang membedakan latar belakang, antara lain, agama,
    suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

Huruf d
    Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan" adalah bahwa
    materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana
    mencerminkan   keseimbangan    kehidupan  sosial  dan
    lingkungan.

    Yang dimaksud dengan "asas keselarasan" adalah bahwa
    materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana
    mencerminkan keselarasan tata kehidupan dan lingkungan.

    Yang dimaksud dengan "asas keserasian" adalah bahwa
    materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana
    mencerminkan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial
    masyarakat.

Huruf e
    Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian
    hukum" adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam
    penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan
    ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya
    kepastian hukum.

Huruf f
    Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah bahwa
    penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan
    tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat yang
    dilakukan secara gotong royong.




                                                     Huruf g ...
                              -5-


        Huruf g
            Yang dimaksud dengan "asas kelestarian lingkungan hidup"
            adalah   bahwa     materi   muatan    ketentuan     dalam
            penanggulangan     bencana    mencerminkan     kelestarian
            lingkungan untuk generasi sekarang dan untuk generasi
            yang akan datang demi kepentingan bangsa dan negara.

        Huruf h
            Yang dimaksud dengan "asas ilmu pengetahuan dan
            teknologi" adalah bahwa dalam penanggulangan bencana
            harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
            optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses
            penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada
            saat terjadi bencana, maupun pada tahap pascabencana.

    Ayat (2)
        Huruf a
             Yang dimaksud dengan "prinsip cepat dan tepat" adalah
             bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan
             secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
.
        Huruf b
            Yang dimaksud dengan "prinsip prioritas" adalah bahwa
            apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus
            mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
            penyelamatan jiwa manusia.

        Huruf c
            Yang dimaksud dengan "prinsip koordinasi" adalah bahwa
            penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang
            baik dan saling mendukung.

            Yang dimaksud dengan "prinsip keterpaduan" adalah bahwa
            penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor
            secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik
            dan saling mendukung.

        Huruf d
            Yang dimaksud dengan "prinsip berdaya guna" adalah bahwa
            dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan
            tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.




                                                               Yang ...
                               -6-


             Yang dimaksud dengan "prinsip berhasil guna" adalah bahwa
             kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,
             khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan
             tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.

        Huruf e
            Yang dimaksud dengan "prinsip transparansi" adalah bahwa
            penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan
            dapat dipertanggungjawabkan.

                                                               Yang . . .
             Yang dimaksud dengan "prinsip akuntabilitas" adalah bahwa
             penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan
             dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.

        Huruf f
            Cukup jelas.

        Huruf g
             Cukup jelas.

        Huruf h
            Yang dimaksud dengan "prinsip nondiskriminasi" adalah
            bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak
            memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin,
            suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun.

        Huruf i
            Yang dimaksud dengan "nonproletisi" adalah bahwa dilarang
            menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan
            darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan
            pelayanan darurat bencana.

Pasal 4
    Cukup jelas.

Pasal 5
    Yang dimaksud dengan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah
    daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi
    bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Pasal 6
    Huruf a
        Cukup jelas.

                                                              Huruf b ...
                              -7-


    Huruf b
        Cukup jelas.
    Huruf c
        Cukup jelas.
    Huruf d
        Cukup jelas.
    Huruf e
        Cukup jelas.
    Huruf f
        Yang dimaksud dengan dana "siap pakai" adalah bahwa dana
        pemerintah yang dicadangkan merupakan dana siap pakai apabila
        terjadi bencana.
    Huruf g
        Cukup jelas.

Pasal 7
    Ayat (1)
        Huruf a
             Cukup jelas.
        Huruf b
            Cukup jelas.
        Huruf c
            Cukup jelas.
        Huruf d
            Cukup jelas.
        Huruf e
            Cukup jelas.
        Huruf f
            Cukup jelas.
        Huruf g
            Pengendalian dalam proses ini termasuk pemberian izin
            pengumpulan uang atau barang yang bersifat nasional
            menjadi kewenangan Menteri Sosial.

    Ayat (2)
         Cukup jelas.




                                                           Ayat (3) ...
                               -8-


    Ayat (3)
         Cukup jelas.

Pasal 8
    Cukup jelas.

Pasal 9
    Huruf a
        Cukup jelas.
    Huruf b
        Cukup jelas.
     Huruf c
        Cukup jelas.
    Huruf d
        Cukup jelas.
    Huruf e
        Cukup jelas.
    Huruf f
        "Pengendalian" dalam Pasal ini dimaksudkan sebagai pengawasan
        terhadap penyelenggaraan pengumpulan uang atau barang berskala
        provinsi, kabupaten/kota yang diselenggarakan oleh masyarakat,
        termasuk     pemberian    ijin   yang    menjadi   kewenangan
        gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 10
    Cukup jelas.

Pasal 11
    Cukup jelas.

Pasal 12
    Cukup jelas.

Pasal 13
    Cukup jelas.

Pasal 14
    Ayat (1)
         Cukup jelas.




                                                            Ayat (2) ...
                             -9-


    Ayat (2)
       Unsur Pengarah terdiri atas unsur pemerintah dan unsur
       masyarakat profesional dalam jumlah yang seimbang dan
       proporsional.
        Huruf a
            Cukup jelas.
        Huruf b
            Cukup jelas.

    Ayat (3)
       Cukup jelas.


Pasal 15
    Ayat (1)
        Cukup jelas.

    Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan fungsi koordinasi adalah melakukan
       koordinasi pada tahap prabencana dan pascabencana, sedangkan
       yang dimaksud dengan fungsi komando dan pelaksana adalah
       fungsi yang dilaksanakan pada saat tanggap darurat.

    Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 16
        Cukup jelas.

Pasal 17
    Cukup jelas.

Pasal 18
    Cukup jelas.

Pasal 19
    Ayat (1)
        Huruf a
             Keanggotaan unsur pengarah mengacu pada keanggotaan
             unsur pengarah pada Badan Nasional Penanggulangan
             Bencana.

        Huruf b
           Cukup jelas.

                                                          Ayat (2) ...
                             - 10 -


    Ayat (2)
       Cukup jelas.

Pasal 20
    Cukup jelas.

Pasal 21
    Huruf a
        Cukup jelas.
    Huruf b
        Cukup jelas.
    Huruf c
        Cukup jelas.
    Huruf d
        Cukup jelas.
    Huruf e
        Cukup jelas.
    Huruf f
        Cukup jelas.
    Huruf g
        Pengendalian dalam ketentuan ini termasuk pemberian izin
        pengumpulan uang dan barang yang dilakukan oleh gubernur dan
        bupati/walikota sesuai dengan lingkup kewenangannya.
    Huruf h
        Cukup jelas.
    Huruf i
        Cukup jelas.

Pasal 22
    Cukup jelas.

Pasal 23
    Cukup jelas.

Pasal 24
    Cukup jelas.

Pasal 25
    Cukup jelas.




                                                          Pasal 26 ...
                             - 11 -


Pasal 26
    Ayat (1)
        Huruf a
           Yang dimaksud dengan masyarakat rentan bencana adalah
           anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan karena
           keadaan yang di sandangnya di antaranya masyarakat lanjut
           usia, penyandang cacat, anak-anak, serta ibu hamil dan
           menyusui.
        Huruf b
           Cukup jelas.
        Huruf c
           Cukup jelas.
        Huruf d
           Cukup jelas.
        Huruf e
           Cukup jelas.
        Huruf f
           Cukup jelas.

    Ayat (2)
       Cukup jelas.

    Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 27
    Cukup jelas.

Pasal 28
    Cukup jelas.

Pasal 29
    Cukup jelas.

Pasal 30
    Cukup jelas.

Pasal 31
    Cukup Jelas.

Pasal 32
    Cukup Jelas.



                                                          Pasal 33 ...
                               - 12 -


Pasal 33
    Cukup Jelas.

Pasal 34
    Cukup Jelas.

Pasal 35
    Huruf a
         Cukup jelas.
     Huruf b
         Cukup jelas.
    Huruf c
         Cukup jelas.
    Huruf d
         Cukup jelas.
    Huruf e
         Yang dimaksud dengan "analisis risiko bencana" adalah kegiatan
         penelitian dan studi tentang kegiatan yang memungkinkan
         terjadinya bencana.
    Huruf f
         Cukup jelas.
    Huruf g
         Cukup jelas.
    Huruf h
         Cukup jelas.

Pasal 36
    Cukup jelas.

Pasal 37
    Cukup jelas.

Pasal 38
    Cukup jelas.

Pasal 39
    Cukup jelas.

Pasal 40
    Ayat (1)
        Cukup jelas.




                                                           Ayat (2) . . .
                             - 13 -


    Ayat (2)
       Cukup jelas.

    Ayat (3)
       Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan yang mempunyai
       risiko tinggi menimbulkan bencana adalah kegiatan pembangunan
       yang memungkinkan terjadinya bencana, antara lain pengeboran
       minyak bumi, pembuatan senjata nuklir, pembuangan limbah,
       eksplorasi tambang, dan pembabatan hutan.

Pasal 41
    Cukup jelas.

Pasal 42
    Cukup jelas.

Pasal 43
    Cukup jelas.

Pasal 44
    Cukup jelas.

Pasal 45
    Cukup jelas.

Pasal 46
    Cukup jelas.

Pasal 47
    Cukup jelas.

Pasal 48
    Cukup jelas.

Pasal 49
    Cukup jelas.

Pasal 50
    Cukup jelas.

Pasal 51
    Cukup jelas.



                                                            Pasal 52
                              - 14 -


Pasal 52
    Cukup jelas.

Pasal 53
    Cukup jelas.

Pasal 54
    Cukup jelas.

Pasal 55
    Cukup jelas.

Pasal 56
    Cukup jelas.

Pasal 57
    Cukup jelas.

Pasal 58
    Cukup jelas.

Pasal 59
    Cukup jelas.

Pasal 60
    Cukup jelas.

Pasal 61
    Cukup jelas.

Pasal 62
    Cukup jelas.

Pasal 63
    Cukup jelas.

Pasal 64
    Yang dimaksud dengan "kegiatan keantariksaan" adalah kegiatan yang
    berkaitan dengan ruang angkasa yang menimbulkan bencana, antara
    lain, peluncuran satelit dan eksplorasi ruang angkasa.

Pasal 65
    Cukup jelas.


                                                               Pasl 66
                   - 15 -


Pasal 66
    Cukup jelas.

Pasal 67
    Cukup jelas.

Pasal 68
    Cukup jelas.

Pasal 69
    Cukup jelas.

Pasal 70
    Cukup jelas.

Pasal 71
    Cukup jelas.

Pasal 72
    Cukup jelas.

Pasal 73
    Cukup jelas.

Pasal 74
    Cukup jelas.

Pasal 75
    Cukup jelas.
Pasal 76
    Cukup jelas.

Pasal 77
    Cukup jelas.

Pasal 78
    Cukup jelas.

Pasal 79
    Cukup jelas.

Pasal 80
    Cukup jelas.


                            Pasal 81 ...
                         - 16 -


Pasal 81
    Cukup jelas.

Pasal 82
    Cukup jelas.

Pasal 83
    Cukup jelas.

Pasal 84
    Cukup jelas.

Pasal 85
    Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4723


Silahkan download versi PDF nya sbb:
penanggulangan_bencana_(uu_24_thn_2007)_24.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.