- Home »
- Undang-Undang »
- 1992 » Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU 14 thn 1992)
1992
Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU 14 thn 1992)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
lalu_lintas_angkutan_jalan_(uu_14_thn_1992)_14.pdf
UU 14/1992, LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 14 TAHUN 1992 (14/1992)
Tanggal: 12 MEI 1992 (JAKARTA)
Sumber: LN 1992/49; TLN NO. 3480
Tentang: LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Indeks: ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis
untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh
ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa
dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila
dan Undang Undang Dasar 1945;
b. bahwa transportasi di jalan sebagai salah satu moda
transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda
transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi
nasional yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di
masa depan, mempunyai karakteristik yang mampu menjangkau
seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan moda
transportasi lainnya, perlu lebih dikembangkan potensinya
dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik
nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong,
dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan
kesejahteraan rakyat;
c. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur lalu lintas
dan angkutan jalan yang ada pada saat ini tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan
dan teknologi;
d. bahwa untuk meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan-jalan sesuai dengan perkembangan
kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia serta agar lebih
berhasilguna dan berdayaguna dipandang perlu menetapkan
ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan jalan dalam
Undang-undang;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33
Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran
Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3186);
*8134
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di
jalan;
2. Angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan;
3. Jaringan transportasi jalan adalah serangkaian simpul
dan/atau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu
lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan
untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan
jalan;
4. Jalan adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
5. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur
kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan
salah satu wujud simpul jaringan transportasi;
6. Kendaraan adalah satu alat yang dapat bergerak di jalan,
terdiri dari kendaraan bermotor atau kendaraan tidak
bermotor;
7. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu;
8. Perusahaan angkutan umum adalah perusahaan yang menyediakan
jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum di
jalan;
9. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang
disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut
bayaran;
10. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang
menggunakan jasa angkutan, baik untuk angkutan orang maupun
barang.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Transportasi jalan sebagai salah satu moda transportasi nasional
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan
kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum,
keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri.
Pasal 3
Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk
mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman,
cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu
memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau scluruh pelosok
wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan
stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan
nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
BAB III
PEMBINAAN
Pasal 4
(1) Lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara dan
pembinaannya dilakukan oleh pemerintah.
(2) Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan
bcrdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini.
Pasal 5
(1) Pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan diarahkan untuk
meningkatkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan
dalam keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan
memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk
mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PRASARANA
Bagian Pertama
Jaringan Transportasi Jalan
Pasal 6
(1) Untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu
dengan moda transportasi lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ditetapkan jaringan transportasi jalan yang
menghubungkan seluruh wilayah tanah air.
(2) Penetapan jaringan transportasi jalan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) didasarkan pada kebutuhan transportasi,
fungsi, peranan, kapasitas lalu lintas, dan kelas jalan.
Bagian Kedua
Kelas Jalan dan Penggunaan Jalan
Pasal 7
(1) Untuk pengaturan penggunaan jalan dan pemenuhan kebutuhan
angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas.
(2) Pengaturan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan, jalan wajib
dilengkapi dengan :
a. rambu-rambu;
*8136 b. marka jalan;
c. alat pemberi isyarat lalu lintas;
d. alat pengendali dan alat pengaman pemakai jalan;
e. alat pengawasan dan pengamanan jalan;
f. fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan
jalan yang berada di jalan dan di luar jalan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Terminal
Pasal 9
(1) Untuk menunjang kelancaran mobilitas orang maupun arus
barang dan untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar
moda secara lancar dan tertib, di tempat-tempat tertentu
dapat dibangun dan diselenggarakan terminal.
(2) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan oleh pemerintah dan dapat mengikutsertakan
badan hukum Indonesia.
(3) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh pemerintah.
(4) Ketentuan mengenai pembangunan dan penyelenggaraan terminal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Pada terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang.
(2) Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara
Indonesia.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Fasilitas Parkir Untuk Umum
Pasal 11
(1) Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan dapat diadakan
fasilitas parkir untuk umum.
(2) Fasilitas parkir untuk umum sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, badan hukum
Indonesia, atau warga negara Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai fasilitas parkir sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB V
KENDARAAN
Bagian Pertama
Persyaratan Teknis dan Laik Jalan
Kendaraan Bermotor
*8137
Pasal 12
(1) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus
sesuai dengan peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis dan
laik jalan serta sesuai dengan kelas jalan yang dilalui.
(2) Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan
dan kendaraan khusus yang dibuat dan/atau dirakit di dalam
negeri serta diimpor, harus sesuai dengan peruntukan dan
kelas jalan yang akan dilaluinya serta wajib memenuhi
pcrsyaratan teknis dan laik jalan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengujian Kendaraan Bermotor
Pasal 13
(1) Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta
tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di jalan
wajib diuji.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi uji
tipe dan/atau uji berkala.
(3) Kendaraan yang dinyatakan lulus uji sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diberikan tanda bukti.
(4) Persyaratan, tata cara pengujian, masa berlaku, dan
pemberian tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendaftaran Kendaraan Bermotor
Pasal 14
(1) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib
didaftarkan.
(2) Sebagai tanda bukti pendaftaran diberikan bukti pendaftaran
kendaraan bermotor.
(3) Syarat-syarat dan tata cara pendaftaran, bentuk dan jenis
tanda bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Bengkel Umum Kendaraan Bermotor
Pasal 15
(1) Agar kendaraan bermotor tetap memenuhi persyaratan teknis
dan laik jalan, dapat diselenggarakan bengkel umum kendaraan
bermotor.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan
bengkel umum kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
*8138 Bagian Kelima
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
Pasal 16
(1) Untuk keselamatan, keamanan, dan ketertiban lalu lintas dan
angkutan jalan, dapat dilakukan pemeriksaan kendaraan
bermotor di jalan.
(2) Pemeriksaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi :
a. pemeriksaan persyaratan teknis dan laik jalan;
b. pemeriksaan tanda bukti lulus uji, surat tanda bukti
pendaftaran atau surat tanda coba kendaraan bermotor, dan
surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Pasal 14, Pasal 18, dan lain-lain yang diperlukan.
(3) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Persyaratan Kendaraan Tidak Bermotor
Pasal 17
(1) Setiap kendaraan tidak bermotor yang dioperasikan di jalan
wajib memenuhi persyaratan keselamatan.
(2) Persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PENGEMUDI
Bagian Pertama
Persyaratan Pengemudi
Pasal 18
(1) Setiap pengemudi kendaraan bermotor, wajib memiliki surat
izin mengemudi.
(2) Penggolongan, persyaratan, masa berlaku, dan tata cara
memperoleh surat izin mengemudi, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Untuk mendapatkan surat izin mengemudi yang pertama kali
pada setiap golongan, calon pengemudi wajib mengikuti ujian
mengemudi, setelah memperoleh pendidikan dan latihan
mengemudi.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pergantian Pengemudi
Pasal 20
(1) Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di
jalan, perusahaan angkutan umum wajib mematuhi ketentuan
mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi.
(2) Ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi
pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
LALU LINTAS
Bagian Pertama
Tata Cara Berlalu Lintas
Pasal 21
(1) Tata cara berlalu lintas di jalan adalah dengan mengambil
jalur jalan sebelah kiri.
(2) Dalam keadaan tertentu dapat ditetapkan pengecualian
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Persyaratan dan tata cara untuk melakukan pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Untuk keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban lalu
lintas dan angkutan jalan ditetapkan ketentuan-ketentuan
mengenai :
a. rekayasa dan manajemen lalu lintas;
b. gerakan lalu lintas kendaraan bermotor;
c. berhenti dan parkir;
d. penggunaan peralatan dan perlengkapan kendaraan
bermotor yang diharuskan, peringatan dengan bunyi dan sinar;
c. tata cara menggiring hewan dan penggunaan kendaraan
tidak bermotor di jalan;
f. tata cara penetapan kecepatan maksimum dan/atau minimum
kendaraan bermotor;
g. perilaku pengemudi terhadap pejalan kaki;
h. penetapan muatan sumbu kurang dari muatan sumbu
terberat yang diizinkan;
i. tata cara mengangkut orang dan/atau barang serta
penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain;
j. penetapan larangan penggunaan jalan;
k. penunjukan lokasi, pembuatan dan pemeliharaan tempat
pemberhentian untuk kendaraan umum.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan, wajib :
a. mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar;
b. mengutamakan keselamatan pejalan kaki;
c. menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan
bermotor, atau surat tanda coba kendaraan bermotor,
*8140 surat izin mengemudi, dan tanda bukti lulus uji, atau
tanda bukti lain yang sah, dalam hal dilakukan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16;
d. mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan
marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja
dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti
dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan
bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan
bunyi dan sinar, kecepatan maksimum dan/atau minimum, tata
cara mengangkut orang dan barang, tata cara penggandengan
dan penempelan dengan kendaraan lain;
e. memakai sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan
bermotor roda empat atau lebih, dan mempergunakan helm bagi
pengemudi kendaraan bermotor roda dua atau bagi pengemudi
kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak
dilengkapi dengan rumah-rumah.
(2) Penumpang kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang
duduk di samping pengemudi wajib memakai sabuk keselamatan,
dan bagi penumpang kendaraan bermotor roda dua atau
kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak
dilengkapi dengan rumah-rumah wajib memakai helm.
Pasal 24
(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan di jalan, setiap orang yang menggunakan
jalan, wajib :
a. berperilaku tertib dengan mencegah hal-hal yang dapat
merintangi, membahayakan kebebasan atau keselamatan lalu
lintas, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan dan
bangunan di jalan,
b. menempatkan kendaraan atau benda-benda lainnya di jalan
sesuai dengan peruntukannya.
(2) Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap
kendaraan berikut muatannya yang ditinggalkan di jalan.
Bagian Kedua
Penggunaan Jalan Selain
Untuk Kegiatan Lalu Lintas
Pasal 25
(1) Penggunaan jalan untuk keperluan tertentu di luar fungsi
sebagai jalan, dan penyelenggaraan kegiatan dengan
menggunakan jalan yang patut diduga dapat mengganggu
keselamatan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas hanya
dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
(2) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pejalan Kaki
Pasal 26
(1) Pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan
menyeberang pada tempat penyeberangan yang telah disediakan
bagi pejalan kaki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Kecelakaan Lalu Lintas
Pasal 27
(1) Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa
kecelakaan lalu lintas, wajib :
a. menghentikan kendaraannya;
b. menolong orang yang menjadi korban kecelakaan;
c. melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi
negara Republik Indonesia terdekat.
(2) Apabila pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) oleh karena keadaan memaksa tidak dapat
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a dan b, kepadanya tetap diwajibkan segera melaporkan
diri kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia
terdekat.
Pasal 28
Pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak
ketiga, yang timbul karena kelalaian atau kesalahan pengemudi
dalam mengemudikan kendaraan bermotor.
Pasal 29
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak berlaku dalam
hal :
a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di
luar kemampuan;
b. disebabkan perilaku korban sendiri atau pihak ketiga;
c. disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah
diambil tindakan pencegahan.
Pasal 30
(1) Setiap pengemudi, pemilik, dan/atau pengusaha angkutan umum
bertanggung jawab terhadap kerusakan jalan dan jembatan atau
fasilitas lalu lintas yang merupakan bagian dari jalan itu
yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor yang
dioperasikannya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
dalam hal adanya keadaan memaksa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 huruf a.
Pasal 31
(1) Apabila korban meninggal, pengemudi dan/atau pemilik
dan/atau pengusaha angkutan umum wajib memberi bantuan
kepada ahli waris dari korban berupa biaya pengobatan
dan/atau biaya pemakaman.
(2) Apabila terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan
korban, bantuan yang diberikan kepada korban berupa biaya
pengobatan.
Bagian Kelima
Asuransi
Pasal 32
(1) Setiap kendaraan umum wajib diasuransikan terhadap kendaraan
itu sendiri maupun terhadap kerugian yang diderita pihak
ketiga sebagai akibat pengoperasian kendaraan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan orang yang
dipekerjakannya sebagai awak kendaraan terhadap resiko
terjadinya kecelakaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
ANGKUTAN
Bagian Pertama
Angkutan Orang dan Barang
Pasal 34
(1) Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor wajib
menggunakan kendaraan bermotor untuk penumpang.
(2) Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib
menggunakan kcndaraan bermotor untuk barang.
(3) Dalam keadaan tertentu dapat diberikan pengecualian terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
yang persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 35
Kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang dengan memungut
pembayaran hanya dilakukan dengan kendaraan umum.
Bagian Kedua
Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum
Pasal 36
Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari :
a. angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari
suatu kota ke kota lain;
b. angkutan kota yang merupakan pemindahan orang dalam wilayah
kota;
c. angkutan pedesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan/
atau antar wilayah pedesaan;
d. angkutan lintas batas negara yang merupakan angkutan orang
yang melalui lintas batas negara lain.
*8143 Pasal 37
(1) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36, dapat dilaksanakan dengan trayek
tetap dan teratur atau tidak dalam trayek.
(2) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek
tetap dan teratur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan dalam jaringan trayek.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Pengangkutan orang dengan kendaraan umum untuk keperluan
pariwisata, dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
Undang-undang ini.
(2) Persyaratan dan tata cara memperoleh izin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Angkutan Barang dengan Kendaraan Umum
Pasal 39
(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan, dapat ditetapkan jaringan lintas
angkutan barang yang dapat dilayani dengan kendaraan
bermotor barang tertentu.
(2) Persyaratan dan tata cara penetapan jaringan lintas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 40
Pengangkutah bahan berbahaya, barang khusus, peti kemas, dan alat
berat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengusahaan
Pasal 41
(1) Usaha angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum,
dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau Warga Negara
Indonesia.
(2) Usaha angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan berdasarkan
izin,
(3) Jenis, persyaratan, dan tata cara untuk memperoleh izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Tarif
Pasal 42
Struktur dan golongan tarif angkutan dengan kendaraan umum,
ditetapkan oleh Pemerintah.
*8144
Bagian Keenam
Tanggung Jawab Pengangkut
Pasal 43
(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau
barang, setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan
dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang
dan/atau pengirim barang.
(2) Karcis penumpang atau surat angkutan barang merupakan tanda
bukti telah terjadinya perjanjian angkutan dan pembayaran
biaya angkutan.
Pasal 44
Pengusaha angkutan umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang
telah dibayar oleh penumpang dan/atau pengirim barang, jika
terjadi pembatalan pemberangkatan kendaraan umum.
Pasal 45
(1) Pengusaha angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang
diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga,
karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan angkutan.
(2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh
penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga.
(3) Tanggung jawab pengusaha angkutan umum terhadap penumpang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dimulai sejak
diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan pengangkutan
yang telah disepakati.
(4) Tanggung jawab pengusaha angkutan umum terhadap pemilik
barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dimulai sejak
diterimanya barang yang akan diangkut sampai diserahkannya
barang kepada pengirim dan/atau penerima barang.
Pasal 46
(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan
tanggungjawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 47
Pengemudi kendaraan umum dapat menurunkan penumpang dan/atau
barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat, apabila
temyata penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat
membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.
Pasal 48
(1) Pengusaha angkutan umum dapat mengenakan tambahan biaya
penyimpanan barang kepada pengirim dan/atau penerima barang
yang tidak mengambil barangnya, di tempat tujuan dan dalam
waktu yang telah disepakati.
(2) Pengirim dan/atau penerima barang hanya dapat mengambil
barang setelah biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilunasi.
(3) Barang yang tidak diambil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) lebih dari waktu tertentu, dinyatakan sebagai barang tak
bertuan dan dapat dijual secara lelang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN
BAGI PENDERITA CACAT
Pasal 49
(1) Penderita cacat berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan
khusus dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
DAMPAK LINGKUNGAN
Pasal 50
(1) Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara
kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian
lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi
persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat
kebisingan.
(2) Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi
kendaraan bermotor, wajib mencegah terjadinya pencemaran
udara dan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PENYERAHAN URUSAN
Pasal 51
(1) Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan pemerintahan
dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan kepada
Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 52
Pemeriksaan terhadap kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16, atau penyidikan terhadap pelanggaran di bidang
lalu lintas dan angkutan jalan, tidak disertai dengan penyitaan
kendaraan bermotor dan/atau surat tanda nomor kendaraan bermotor,
kecuali dalam hal:
a. kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak
pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana;
b. pelanggaran lalu lintas tersebut mengakibatkan meninggalnya
orang;
c. pengemudi tidak dapat menunjukkan tanda bukti lulus uji
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(3);
d. pengemudi tidak dapat menunjukkan surat tanda nomor
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2);
e. pengemudi tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
Pasal 53
(1) Selain pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat
pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan
dibidang lalu lintas dan angkutan jalan, diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang lalu
lintas dan angkutan jalan.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang
untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan
berkenaan dengan pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan
kendaraan bermotor;
b. melarang atau menunda pcngoperasian kendaran bermotor
yang tidak memenuhi persyaralan teknis dan laik jalan;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari pengemudi,
pemilik kendaraan, atau pengusaha angkutan umum sehubungan
dengan tindak pidana yang menyangkut persyaratan teknis dan
laik jalan kendaraan bermotor.
d. melakukan penyitaan tanda uji kendaraan yang tidak sah;
e. melakukan pemeriksaan terhadap perizinan angkutan umum
di terminal;
f. melakukan pemeriksaan terhadap berat kendaraan beserta
muatannya;
g. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;
h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup
bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut
persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor serta
perizinan angkutan umum.
(3) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dalam ayat (1) dan ayat
(2), dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak
sesuai dengan peruntukannya, atau tidak memenuhi persyaratan
teknis dan laik jalan, atau tidak sesuai dengan kelas jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 3.000.0000,- (tiga juta rupiah).
Pasal 55
Barangsiapa memasukkan ke dalam wilayah Indonesia atau membuat
atau merakit kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta
tempelan, dan kendaraan khusus yang akan dioperasikan di dalam
negeri yang tidak sesuai dengan peruntukan, atau tidak memenuhi
persyaratan teknis dan laik jalan, atau tidak sesuai dengan kelas
jalan yang akan dilaluinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan denda setinggi- tingginya Rp. 12.000.000,- (dua belas
juta rupiah).
Pasal 56
(1) Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor, kereta
gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus di jalan
tanpa dilengkapi dengan tanda bukti lulus uji sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
(2) Apabila kendaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ternyata tidak memiliki tanda bukti lulus uji, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).
Pasal 57
(1) Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang
tidak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam
juta rupiah).
(2) Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor tanpa dilengkapi
dengan surat tanda nomor kendaraan bermotor, atau tanda
nomor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua
juta rupiah).
Pasal 58
Barangsiapa mengemudikan kendaraan tidak bermotor di jalan yang
tidak memenuhi persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 7
(tujuh) hari atau denda setinggi-tingginya Rp. 250.000,- (dua
ratus lima puluh ribu rupiah).
Pasal 59
(1) Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak dapat
menunjukkan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling
*8148 lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp
2.000.000,- (dua juta rupiah).
(2) Apabila pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ternyata tidak memiliki surat izin mengemudi, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).
Pasal 60
(1) Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dalam
keadaan tidak mampu mengemudikan kendaraan dengan wajar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta
rupiah).
(2) Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan
tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 61
(1) Barangsiapa melanggar ketentuan mengenai rambu-rambu dan
marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, gerakan lalu
lintas, berhenti dan parkir, peringatan dengan bunyi dan
sinar, kecepatan maksimum atau minimum dan tata cara
penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf d,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah).
(2) Barangsiapa tidak menggunakan sabuk keselamatan pada waktu
mengemudikan kendaraan bermotor roda empat atau lebih, atau
tidak menggunakan helm pada waktu mengemudikan kendaraan
bermotor roda dua atau pada waktu mengemudikan kendaraan
bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan
rumah-rumah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
huruf e, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp
1.000.000,-(satu juta rupiah).
(3) Barangsiapa tidak memakai sabuk keselamatan pada waktu duduk
di samping pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau
lebih, atau tidak memakai helm pada waktu menumpang
kendaraan bermotor roda dua, atau menumpang kendaraan
bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan
rumah-rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah).
Pasal 62
Barangsiapa menggunakan jalan di luar fungsi sebagai jalan, atau
menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan pidana *8149
kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 63
Barangsiapa terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas pada waktu
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan tidak menghentikan
kendaraannya, tidak menolong orang yang menjadi korban
kecelakaan, dan tidak melaporkan kecelakaan tersebut kepada
pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
6.000.000,- (enam juta rupiah).
Pasal 64
Barangsiapa tidak mengasuransikan kendaraan bermotor yang
digunakan sebagai kendaraan umum, baik terhadap kendaraan itu
sendiri maupun terhadap kemungkinan kerugian yang akan diderita
oleh pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian kendaraannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Pasal 65
Barangsiapa tidak mengasuransikan orang yang dipekerjakannya
sebagai awak kendaraan terhadap resiko terjadinya kecelakaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Pasal 66
Barangsiapa melakukan usaha angkutan wisata sebagaimana dimaksud
Pasal 38, atau melakukan usaha angkutan orang dan/atau barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) tanpa izin, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Pasal 67
Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi
persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Pasal 68
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,
Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal
62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 67 adalah
pelanggaran.
Pasal 69
Jika seseorang melakukan lagi pelanggaran yang sama dengan
pelanggaran pertama sebelum lewat jangka waktu satu tahun sejak
tanggal putusan pengadilan atas pelanggaran pertama yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pidana yang dijatuhkan *8150
terhadap pelanggaran yang kedua ditambah dengan sepertiga dari
pidana kurungan pokoknya atau bila dikenakan denda dapat ditambah
dengan setengah dari pidana denda yang diancamkan untuk
pelanggaran yang bersangkutan.
Pasal 70
(1) Surat izin mengemudi dapat dicabut untuk paling lama 1
(satu) tahun, apabila dilakukan:
a. pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(1) huruf a dan huruf b, Pasal 24 ayat (1) huruf a, pasal 27
ayat (1);
b. tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 359, Pasal 360, Pasal 406, Pasal 408, Pasal 409, Pasal
410, dan pasal 492 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan
menggunakan kendaraan bermotor.
(2) Surat izin mengemudi dapat dicabut untuk paling lama 2 (dua)
tahun dalam hal seseorang melakukan lagi pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak tanggal putusan Pengadilan atas
pelanggaran terdahulu yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 71
Dengan Peraturan Pemerintah diatur lebih lanjut
ketentuan-ketentuan mengenai :
1. kendaraan bermotor Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
2. Penggunaan jalan untuk kelancaran:
a. pengantaran jenazah;
b. kendaran pemadam kebakaran yang melaksanakan tugas ke
tempat kebakaran;
c. kendaraan Kepala Negara atau Pemerintah Asing yang
menjadi tamu negara;
d. ambulans mengangkut orang sakit;
e. konvoi, pawai, kendaraan orang cacat,
f. kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus
atau mengangkut barang-barang khusus.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Pada tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan
pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2742) dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
*8151 Pasal 73
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya
(Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2742) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 74
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1992.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1992
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
UMUM
Bahwa berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa Negara Republik
Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri
dari beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, di
antara dua benua dan dua samudera, oleh karena itu mempunyai
posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam
hubungan antar bangsa.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting
dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan
dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh
sektor dan wilayah.
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis
dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan
kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan
negara.
Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin
meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang
serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan
dari dan ke luar negeri.
Di samping itu, transportasi juga berperan sebagai
penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang
berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan
pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.
Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan
angkutan jalan harus ditata dalam satu sistem transportasi
nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa
transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan
pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat,
tepat, teratur, lancar, dan dengan biaya yang terjangkau oleh
daya beli masyarakat.
Lalu lintas dan angkutan jalan yang mempunyai karakteristik
dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan
sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah pelosok daratan dengan
mobilitas tinggi dan mampu memadukan moda transportasi lain.
Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditata
dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan
mendinamisasikan unsur-unsurnya yang terdiri dari jaringan
transportasi jalan, kendaraan beserta pengemudinya, serta
peraturan-peraturan, prosedur dan metoda sedemikian rupa sehingga
terwujud suatu totalitas yang utuh, berdayaguna dan berhasilguna.
Untuk mencapai dayaguna dan hasilguna nasional yang optimal,
di samping harus ditata dengan moda transportasi laut dan udara,
lalu lintas dan angkutan jalan yang mempunyai kesamaan wilayah
pelayanan di daratan dengan perkeretaapian, angkutan sungai,
danau dan penyeberangan, maka perencanaan dan pengembangannya
perlu ditata dalam satu kesatuan sistem secara tepat, serasi,
seimbang, terpadu dan sinergetik antara satu dengan lainnya.
Mengingat penting dan strategisnya peranan lalu lintas dan
angkutan jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu
lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara yang pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah.
Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan perlu
diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan
agar lebih luas daya jangkau dan pelayanannya kepada masyarakat
dengan memperhatikan sebesar-besar kepentingan umum dan kemampuan
masyarakat, kelestarian lingkungan, koordinasi antar wewenang
pusat dan daerah serta antar instansi, sektor, dan antar unsur
terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat
dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus
dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal
dan terpadu.
Keseluruhan hal tersebut perlu dicerminkan dalam satu
Undang-undang yang utuh.
Dalam Undang-undang ini juga diatur mengenai hak, kewajiban
serta tanggung jawab para penyedia jasa dan para pengguna jasa,
dan tanggung jawab penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga
sebagai akibat dari penyelenggaraan angkutan jalan.
Di samping itu dalam rangka pembangunan hukum nasional serta
untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum, dengan
Undang-undang ini dimaksudkan untuk mengganti Undang-undang Nomor
3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya,
karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan belum tertata dalam satu kesatuan
sistem yang merupakan bagian dari transportasi secara
keseluruhan.
Pengaturan mengenai prasarana perhubungan darat sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan,
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengaturan mengenai
lalu lintas dan angkutan jalan, tetap berlaku mengingat masih
dapat menampung perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dalam Undang-undang ini juga diatur hal-hal yang bersifat
pokok, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Dalam pengertian barang meliputi barang yang bersifat
gas, cair, padat termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Angka 3
Simpul meliputi terminal transportasi jalan, terminal
angkutan sungai dan danau, stasiun kereta api, pelabuhan
penyeberangan, pelabuhan laut, dan bandar udara.
Ruang kegiatan antara lain berupa kawasan permukiman,
industri, pertambangan, pertanian, kehutanan, perkantoran,
perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Ruang lalu lintas
jalan adalah prasarana dan sarana yang diperuntukkan bagi
gerak kendaraan, orang, dan hewan.
Wujud dari ruang lalu lintas jalan dapat berupa jalan,
jembatan atau lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai
jembatan, dan lain lain.
Angka 4
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan,
ditetapkan pengertian jalan adalah suatu prasarana
perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian
jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang selanjutnya ditetapkan
pula pengertian jalan umum dan jalan khusus.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan jalan
adalah dalam pengertian jalan umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980, yaitu jalan yang
diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam Undang-undang ini
pengertian jalan tidak termasuk jalan khusus, yaitu jalan
yang tidak diperuntukkan bagi lalu lintas umum, antara lain
jalan inspeksi pengairan, jalan inspeksi minyak atau gas,
jalan perkebunan, jalan pertambangan, jalan
*8154
kehutanan, jalan komplek bukan untuk umum, jalan untuk
keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
Dalam hal suatu ruas jalan khusus berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau oleh pemilik dinyatakan
terbuka bagi lalu lintas umum, maka terhadap ruas jalan
tersebut berlaku peraturan perundang-undangan mengenai jalan
dan undang-undang ini.
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Yang dimaksud kendaran tidak bermotor dalam ketentuan
ini adalah kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia
atau hewan.
Angka 7
Peralatan teknik dalam ketentuan ini dapat berupa motor
atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk merubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan
bermotor yang bersangkutan.
Pengertian kata berada dalam ketentuan ini adalah
terpasang pada tempat sesuai dengan fungsinya.
Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor adalah
kereta gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan
dengan kendaraan bermotor sebagai penariknya.
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Termasuk dalam pengertian kendaraan umum adalah
kendaraan bermotor yang disewakan kepada orang lain baik
dengan maupun tanpa pengemudi, selama jangka waktu tertentu.
Kendaraan bermotor roda dua tidak termasuk dalam
pengertian kendaraan umum.
Mobil belajar untuk sekolah mengemudi termasuk juga
dalam pengertian kendaraan umum, karena dalam biaya belajar
telah termasuk sewa untuk memakai kendaraan tersebut pada
waktu dipergunakan untuk belajar.
Angka 10
Cukup jelas
Pasal 2
Dalam ketentuan pasal ini yang dimaksud dengan:
a. asas manfaat yaitu, bahwa lalu lintas dan angkutan
jalan harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pengembangan perikehidupan yang berkeseimbangan bagi warga
negara;
b. asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa
penyelenggaraan usaha angkutan dilaksanakan untuk mencapai
cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat
dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh
semangat kekeluargaan;
*8155 c. asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan
lalu lintas dan angkutan jalan harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan
masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat;
d. asas keseimbangan yaitu, bahwa lalu lintas dan angkutan
jalan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga
terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan
prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa,
antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara
kepentingan nasional dan internasional;
e. asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan harus lebih mengutamakan
kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;
f. asas keterpaduan yaitu, bahwa lalu lintas dan angkutan
jalan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu,
saling menunjang dan saling mengisi baik intra maupun antar
moda transportasi;
g. asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada
pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum
serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk
selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan
lalu lintas dan angkutan jalan;
h. asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa lalu lintas
dan angkutan jalan harus berlandaskan pada kepercayaan akan
kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada
kepribadian bangsa;
Pasal 3
Yang dimaksud dengan mampu memadukan moda transportasi
lainnya dalam ketentuan ini adalah kemampuan moda lalu
lintas dan angkutan jalan untuk memadukan moda transportasi
perkeretaapian, laut dan udara satu dengan lainnya, antara
lain dengan menghubungkan dan mendinamisasikan antar
terminal atau simpul-simpul lainnya dengan ruang kegiatan.
Mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan mengandung
pengertian bahwa lalu lintas dan angkutan jalan memiliki
kemampuan untuk memberikan pelayanan sampai ke seluruh
pelosok wilayah daratan baik melalui prasarana lalu lintas
dan angkutan jalan itu sendiri atau merupakan keterpaduan
dengan lintas sungai atau danau maupun keterpaduan dengan
moda transportasi perkeretaapian, laut dan udara.
Pasal 4
Ayat (1)
Pengertian dikuasai oleh Negara adalah bahwa Negara
mempunyai hak penguasaan atas penyelenggaraan lalu lintas
dan angkutan jalan yang pembinaannya dilakukan oleh
Pemerintah. Perwujudan pembinaan tersebut meliputi
aspek-aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
Aspek pengaturan mencakup perencanaan, perumusan dan
penentuan kebijaksanaan umum maupun teknis untuk mencapai
tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 antara
*8156
lain berupa persyaratan keselamatan, perizinan dan
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
Aspek pengendalian dilakukan baik di bidang pembangunan
maupun operasi berupa pengarahan dan bimbingan terhadap
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
Aspek pengawasan adalah pengawasan terhadap
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Dalam pengertian memperhatikan seluruh aspek kehidupan
masyarakat meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan, termasuk memperhatikan lingkungan
hidup, tata ruang, energi, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta hubungan internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Penetapan jaringan transportasi jalan merupakan salah
satu unsur pokok dalam rangka pembinaan lalu lintas dan
angkutan jalan untuk tercapainya tujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3.
Dengan ditetapkannya jaringan transportasi jalan, akan
terwujud keterpaduan baik antara lalu lintas dan angkutan
jalan dengan perkeretaapian, angkutan sungai dan danau yang
mempunyai kesamaan wilayah pelayanan di daratan, maupun
antara lalu lintas dan angkutan jalan dengan moda
transportasi laut dan udara, yang keseluruhannya ditata
dengan pola jaringan transportasi jalan dalam satu kesatuan
sistem transportasi.
Ayat (2)
Pengertian fungsi adalah kegiatan menghubungkan simpul
dan ruang kegiatan menurut kepentingannya yang meliputi
kepentingan lalu lintas dan kepentingan angkutan.
Pengertian peranan adalah tingkat hubungan antar simpul
dan ruang kegiatan menurut fungsinya, yang dikelompokkan
dalam jaringan antar kota, kota dan pedesaan menurut
hirarkhinya masing-masing.
Pengertian kapasitas lalu lintas adalah volume lalu
lintas dikaitkan dengan jenis, ukuran, daya angkut, dan
kecepatan kendaraan.
Pengertian kelas jalan adalah klasifikasi jalan
berdasarkan muatan sumbu terberat (MST) dan karakteristik
lalu lintas.
Muatan sumbu terberat (MST) adalah besarnya beban
maksimum sumbu kendaraan bermotor yang diizinkan, yang harus
didukung oleh jalan.
*8157 Karakteristik lalu lintas adalah kondisi tingkat
kepadatan arus lalu lintas pada waktu-waktu tertentu menurut
jenis, ukuran dan daya angkut kendaraan.
Dalam penetapan jaringan transportasi jalan selain
mendasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang
ini, juga memperhatikan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980
tentang Jalan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-undang ini.
Pasal 7
Ayat (1)
Pembagian dan penetapan jalan dalam beberapa kelas
dimaksudkan juga agar mencapai hasilguna dan dayaguna secara
optimal. Pembagian dan penetapan jalan dalam beberapa kelas
tersebut didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan
moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan
karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi
kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat (MST) kendaraan
bermotor serta konstruksi jalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Ketentuan mengenai kelengkapan jalan ditujukan untuk
keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas
serta untuk mencapai hasilguna dan dayaguna dalam
pemanfaatan jalan untuk lalu lintas serta kemudahan bagi
pengguna jalan dalam berlalu lintas.
Huruf a
Pengertian rambu-rambu adalah salah satu alat
perlengkapan jalan dalam bentuk tertentu yang memuat
lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan
diantaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan,
larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan.
Huruf b
Pengertian marka jalan adalah suatu tanda yang
berada di permukaan atau di atas permukaan jalan yang
meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur,
garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang
berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan daerah
kepentingan lalu lintas.
Huruf c
Pengertian alat pemberi isyarat lalu lintas adalah
peralatan teknis berupa isyarat lampu yang dapat dilengkapi
dengan bunyi untuk memberi peringatan atau mengatur lalu
lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan, persilangan
sebidang ataupun pada ruas jalan.
Huruf d
*8158 Pengertian alat pengendali adalah alat
tertentu yang berfungsi antara lain untuk mengendalikan
kecepatan, ukuran dan beban muatan kendaran pada ruas-ruas
jalan tertentu.
Pengertian alat pengaman pemakai jalan adalah alat
tertentu yang berfungsi sebagai alat pengaman dan pemberi
arah bagi pemakai jalan misalnya pagar pengaman jalan, dan
delinator.
Huruf e
Pengertian alat pengawasan dan pengamanan jalan
adalah alat tertentu yang diperuntukkan guna mengawasi
penggunaan jalan agar dapat dicegah kerusakan jalan yang
diakibatkan oleh pengoperasian kendaraan di jalan yang
melebihi ketentuan.
Huruf f
Pengertian fasilitas pendukung dimaksud mencakup
antara lain fasilitas pejalan kaki, parkir dan halte.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Pengertian tempat-tempat tertentu dalam ketentuan ini
adalah merupakan suatu kawasan yang memiliki batas tertentu.
Pada hakekatnya terminal merupakan simpul dalam sistem
jaringan transportasi jalan yang berfungsi pokok sebagai
pelayanan umum antara lain berupa tempat untuk naik turun
penumpang dan/atau bongkar muat barang, untuk pengendalian
lalu lintas dan angkutan kendaraan umum, serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Sesuai dengan fungsi tersebut maka dalam pembangunan
terminal perlu mempertimbangkan antara lain lokasi, tata
ruang, kapasitas, kepadatan lalu lintas dan keterpaduan
dengan moda transportasi lain.
Ayat (2)
Pembangunan terminal pada hakekatnya dilaksanakan oleh
Pemerintah, namun dapat pula diberikan kesempatan kepada
badan hukum Indonesia untuk ikut berperanserta.
Ayat (3)
Penyelenggaraan terminal yang merupakan pelayanan umum
dilakukan oleh Pemerintah dan dapat dilimpahkan
pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah atau badan usaha
milik Negara atau badan usaha milik Daerah yang didirikan
untuk itu.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Kegiatan usaha penunjang dalam ketentuan ini antara
lain dapat berupa usaha pertokoan, restoran, *8159
perkantoran sepanjang usaha penunjang tersebut tidak
mengganggu fungsi pokok dari terminal.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan
kepada warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia
berperan serta dalam kegiatan usaha penunjang terminal dalam
rangka memberikan kemudahan kepada para pengguna jasa.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Penyediaan tempat-tempat parkir di pinggir jalan pada
lokasi jalan tertentu baik di badan jalan maupun dengan
menggunakan sebagian dari perkerasan jalan, mengakibatkan
terhambatnya arus lalu lintas dan penggunaan jalan menjadi
tidak efektif.
Bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya pemilikan
kendaraan menambah permintaan akan ruang jalan untuk
kegiatan lalu lintas. Fasilitas parkir untuk umum juga dapat
berfungsi sebagai salah satu alat pengendali lalu lintas.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka pada
kawasan-kawasan tertentu dapat disediakan fasilitas parkir
untuk umum yang diusahakan sebagai suatu kegiatan usaha yang
berdiri sendiri dengan memungut bayaran. Fasilitas parkir
untuk umum seperti ini antara lain dapat berupa gedung
parkir dan taman parkir.
Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah fasilitas
parkir yang merupakan penunjang dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kegiatan pokok dari gedung
perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Mengingat keterbatasan biaya pembangunan dan untuk
meningkatkan peranserta masyarakat dalam penyediaan
fasilitas parkir untuk umum maka usaha ini terbuka bagi
warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Termasuk dalam pengertian dioperasikan di jalan adalah
kendaraan yang sedang berjalan atau yang berhenti di jalan.
Pengertian sesuai dengan peruntukkannya adalah setiap
kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus sesuai
dengan rancangan peruntukannya.
Pengertian persyaratan teknis adalah persyaratan
tentang susunan, peralatan, perlengkapan, ukuran, bentuk,
karoseri, pemuatan, rancangan teknis kendaraan sesuai dengan
peruntukkannya, emisi gas buang, penggunaan, penggandengan,
dan penempelan kendaraan bermotor.
*8160 Pengertian laik jalan adalah persyaratan minimun
kondisi suatu kendaraan yang harus dipenuhi agar terjaminnya
keselamatan dan mencegah terjadinya pencemaran udara dan
kebisingan lingkungan pada waktu dioperasikan di jalan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kereta gandengan atau kereta
tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk
mengangkut barang dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan
bermotor.
Rangkaian kendaraan bermotor dengan kereta gandengan
atau kereta tempelan ditetapkan sebagai kendaraan bermotor.
Yang dimaksud dengan kendaraan khusus adalah kendaraan
bermotor selain daripada kendaraan bermotor untuk penumpang
dan kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaannya
untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.
Misalnya kendaraan bermotor derek, kendaraan bermotor
pemadam kebakaran, kendaraan bermotor untuk angkutan barang
berbahaya dan beracun, dan kendaraan bermotor pencampur
beton, dan lain sebagainya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Pengujian dimaksudkan agar kendaraan bermotor yang akan
digunakan di jalan memenuhi persyaratan teknis dan laik
jalan, termasuk persyaratan ambang batas emisi gas buang dan
kebisingan yang harus dipenuhi.
Kendaraan-kendaraan khusus harus diuji secara khusus,
karena di samping memiliki peralatan standar yang
dipersyaratkan untuk kendaraan bermotor pada umumnya,
kendaraan khusus memiliki peralatan tambahan yang bersifat
khusus untuk penggunaan khusus, misalnya katup penyelamat,
tangki bertekanan dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Pengujian tipe kendaraan bermotor dimaksudkan untuk
melakukan pengujian terhadap tipe atau contoh produksi
kendaraan bermotor untuk memenuhi persyaratan teknis dan
laik jalan sebelum tipe kendaraan bermotor tersebut
disetujui diimpor atau diproduksi dan/atau dirakit secara
masal.
Termasuk dalam uji tipe ini adalah uji sampling yaitu
pengujian terhadap salah satu dari seri produksi kendaraan
bermotor yang tipenya telah disahkan dan disetujui.
Untuk menjamin agar kendaraan bermotor selalu dalam
kondisi memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, maka
diberlakukan uji berkala dalam satu periode tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas
*8161 Ayat (4)
Dalam Peraturan Pemerintah diatur pula mengenai
pentahapan pemberlakuan ketentuan mengenai wajib uji.
Pasal 14
Ayat (1)
Kewajiban pendaftaran kendaraan bermotor adalah untuk
mengumpulkan data yang dapat digunakan untuk tertib
administrasi, pengendalian kendaraan yang dioperasikan di
Indonesia, mempermudah penyidikan pelanggaran atau kejahatan
yang menyangkut kendaraan yang bersangkutan serta dalam
rangka perencanaan, rekayasa dan manajemen lalu lintas dan
angkutan jalan dan memenuhi kebutuhan data lainnya dalam
rangka perencanaan pembangunan nasional.
Ayat (2)
Bukti pendaftaran kendaraan bermotor diberikan kepada
orang yang namanya tertera di dalamnya dan merupakan tanda
bukti bagi yang bersangkutan bahwa kendaraan telah
didaftarkan dan dapat berfungsi sebagai bukti pemilikan
kendaraan bermotor.
Selain diberikan bukti pemilikan kendaraan bermotor,
diberikan pula surat tanda nomor kendaraan bermotor dan
tanda nomor kendaraan bermotor bagi kendaraan bermotornya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Untuk keperluan membawa kendaraan baru dari pabrik
pembuat/perakit dan/atau pelabuhan impor ke tempat-tempat
penjualan, serta untuk keperluan mencoba kendaraan baru
sebelum kendaraan tersebut dijual, dapat diberikan surat
tanda coba dan tanda coba kendaraan bermotor.
Ayat (3)
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula mengenai
perubahan nama atau karakter pokok kendaraan bermotor dari
yang tercantum dalam surat bukti pendaftaran.
Pasal 15
Ayat (1)
Bengkel kendaraan bermotor berfungsi untuk membetulkan,
memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar tetap
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang optimal
serta mencegah pencemaran udara dan kebisingan lingkungan,
maka ditetapkan persyaratan teknis yang wajib dipenuhi oleh
penyelenggara kegiatan pemberian jasa perbengkelan kendaraan
bermotor untuk umum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Sesuai dengan tujuannya yaitu untuk keselamatan,
keamanan, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan *8162
jalan, maka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini
dilakukan tidak pada satu tempat tertentu dan tidak secara
terus menerus.
Ayat (2)
Pemeriksaan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor
dilakukan oleh petugas yang memiliki kualifikasi tertentu,
dalam rangka pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan
dari kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan termasuk
dalam hal ini pemenuhan terhadap persyaratan ambang batas
emisi gas buang dan kebisingan.
Sedangkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf
b ayat ini dilakukan terhadap kelengkapan persyaratan
administrasi baik bagi pengemudi maupun kendaraan bermotor
yang berada di jalan.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini
dapat pula dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam
rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan lainnya yang
pelaksanaannya dilakukan secara gabungan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang
digerakkan oleh tenaga orang atau hewan.
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan
lalu lintas pada umumnya.
Persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini ialah kelengkapan yang wajib berada pada
kendaraan tidak bermotor antara lain berupa rem, lampu,
isyarat dengan bunyi, serta persyaratan mengenai tatacara
memuat dan batas maksimum muatan yang diperkenankan.
Hewan yang secara langsung mengangkut barang dan/atau
orang, tidak dikategorikan sebagai kendaraan tidak bermotor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan.
Surat Izin Mengemudi diberikan kepada orang yang namanya
tertera di dalamnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tanda bukti
kecakapan dan keabsahan pengemudi untuk mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan dan dapat pula digunakan sebagai
identitas pengemudi.
Termasuk dalam pengertian pengemudi adalah orang yang
langsung mengawasi orang lain mengemudikan kendaraan
misalnya seorang instruktur pada sekolah mengemudi yang
berada di samping calon pengemudi pada waktu praktek
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan.
*8163 Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Ujian kemampuan mengemudi di samping meliputi
pengetahuan dan ketrampilan juga meliputi sikap mental calon
pengemudi yang merupakan salah satu pertimbangan pokok di
dalam pemberian surat izin mengemudi.
Kemampuan mengemudi dapat diperoleh melalui pendidikan
mengemudi, dengan maksud agar seorang calon pengemudi
memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut di atas.
Penyelenggaraan pendidikan mengemudi tersebut
dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang Nomor, 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Faktor kelelahan dan kejenuhan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan
bermotor secara wajar. Oleh karena itu diperlukan pengaturan
waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi dan pergantian
pengemudi setelah menempuh jarak dan waktu tertentu mutlak
diperlukan.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi keselamatan
pengemudi dan masyarakat, baik sebagai penumpang maupun
sebagai pemilik barang serta pengguna jalan lainnya. Selain
itu, ketentuan ini juga diperlukan untuk menjaga keselamatan
lalu lintas pada umumnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengecualian tersebut dilakukan dalam rangka
keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu
lintas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Pengertian rekayasa lalu lintas meliputi
perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan
fasilitas kelengkapan jalan serta rambu-rambu lalu lintas,
marka jalan, lampu lalu lintas dan fasilitas keselamatan
lalu lintas.
Pengertian manajemen lalu lintas meliputi kegiatan
perencanaan, pengaturan, pengawasan dan *8164 pengendalian
lalu lintas yang bertujuan untuk keselamatan, keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.
Huruf b
Termasuk dalam pengertian gerakan lalu lintas
kendaraan bermotor antara lain adalah melewati, berpapasan,
membelok, memperlamabat kendaraan, posisi kendaraan di
jalan, jarak antara kendaraan dan hak utama pada
persimpangan dan perlintasan sebidang.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pengertian peralatan adalah peralatan yang harus
berada pada kendaraan antara lain berupa peralatan yang
berfungsi untuk memperbaiki kendaraan apabila mengalami
kerusakan di jalan, sedangkan pengertian perlengkapan adalah
kelengkapan dari kendaraan yang harus ditempatkan pada
kendaraan bermotor antara lain berupa ban cadangan, segi
tiga pengaman dan sebagainya.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Hal ini dimaksudkan agar pengemudi mengutamakan keselamatan
pejalan kaki.
Huruf h
Dalam hal karena sesuatu pekerjaan jalan atau
terjadi kerusakan jalan dan/atau jembatan sehingga
mengakibatkan daya dukungnya lebih rendah dari kelas jalan
yang ditetapkan semula, maka untuk keselamatan lalu lintas
dan angkutan jalan ditetapkan besarnya muatan sumbu
kendaraan yang diizinkan lebih rendah dari muatan sumbu
terberatnya.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan mampu mengemudikan
kendaraannya dengan wajar adalah tanpa dipengaruhi keadaan
sakit, lelah, atau meminum sesuatu yang mengandung alkohol
atau obat bius sehingga mempengaruhi kemampuannya
*8165
dalam mengemudikan kendaraan ataupun oleh hal lain.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pengertian tanda bukti lain yang sah antara lain
berupa tanda bukti yang bersifat sementara yang berfungsi
sebagai pengganti Surat Tanda Nomor Kendaraan dan/atau Surat
Izin Mengemudi dan/atau tanda bukti pengujian, dan/atau
perizinan angkutan umum yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Sesuai dengan kemajuan teknologi dapat digunakan
peralatan keselamatan dalam bentuk lain yang dapat
menggantikan fungsi sabuk keselamatan.
Ayat (2)
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Kewajiban penggunaan sabuk keselamatan dan helm bagi
pengemudi dan penumpang kendaraan bermotor roda tiga akan
diatur kemudian oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Pengertian merintangi antara lain menyebrang jalan
tidak pada tempat yang telah disediakan, menggembala hewan
di jalan, pengemudi memotong jalan, mengangkut barang atau
melewati kendaraan lain sedemikian rupa sehingga mengganggu
pengemudi lainnya.
Pengertian membahayakan kebebasan dan keamanan
lalu lintas antara lain berjualan di jalan, melakukan
kegiatan di jalan selain untuk kegiatan lalu lintas dan
angkutan di jalan tanpa izin, mengemudikan kendaraan
bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik
jalan.
Pengertian yang dapat menimbulkan kerusakan jalan
antara lain dalam hal pengemudi mengangkut muatan melebihi
daya dukung jalan dan/atau melebihi kapasitas kendaraan.
Huruf b
Penempatan yang sesuai dengan peruntukkan antara
lain meliputi penempatan kendaraan sesuai dengan rambu-rambu
jalan misalnya parkir hanya ditempat yang ditunjuk.
Penggunaan jalan untuk parkir kendaraan atau
menempatkan barang sehingga mengganggu kelancaran dan
keamanan lalu lintas, termasuk merupakan *8166 kegiatan
yang menimbulkan rintangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Pada dasarnya jalan digunakan untuk kepentingan lalu
lintas umum, tetapi dalam keadaan tertentu dan dengan tetap
mempertimbangkan keselamatan dan ketertiban lalu lintas
umum, jalan dapat diizinkan digunakan di luar fungsi sebagai
jalan antara lain untuk perlombaan atau pacuan.
Pengertian penyelenggaraan kegiatan sebagimana dimaksud
dalam ayat ini antara lain menyelenggarakan kegiatan yang
menyebabkan terjadinya limpahan orang atau kendaraan ke
jalan sehingga menggangu keselamatan dan kelancaran lalu
lintas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Pejalan kaki yang berjalan pada jalan yang tidak
dilengkapi dengan bagian jalan dan tempat penyeberangan
khusus bagi pejalan kaki, tetap wajib diperhatikan dan
dilindungi keselamatannya oleh setiap pengemudi.
Pemerintah wajib mengatur berfungsinya bagian jalan dan
tempat penyeberangan bagi pejalan kaki, serta menjaga
keseimbangan antara ruang bagi pejalan kaki dengan ruang
lalu lintas bagi kendaraan bermotor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kewajiban
pengemudi untuk menolong korban yang memerlukan perawatan
harus diutamakan.
Ayat (2)
Pengertian keadaan memaksa dalam ketentuan ini adalah
suatu keadaan yang dapat membahayakan keselamatan atau jiwa
pengemudi kendaraan bermotor apabila menghentikan
kendaraannya untuk menolong korban.
Pasal 28
Dalam hal kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu orang
pengemudi maka tanggung jawab terhadap kerugian materi yang
ditimbulkan ditanggung secara bersama-sama.
Pasal 29
Huruf a
*8167 Pengertian keadaan memaksa adalah peristiwa yang
tidak dapat dielakkan atau diluar kemampuan pengemudi untuk
mengelakkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Bantuan yang diberikan kepada korban atau ahli warisnya
adalah atas dasar kemanusiaan, di luar hak korban yang
dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Lihat penjelasan ayat (1).
Pasal 32
Ayat (1)
Kewajiban mengasuransikan kendaraan bermotor
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat
yang menderita kerugian sebagai akibat dari kelalaian
pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor.
Ketentuan ini hanya mengatur mengenai kerugian harta
benda yang diderita oleh pihak ketiga, karena pada saat
Undang-undang ini diberlakukan kerugian yang menyangkut jiwa
atau kesehatan orang telah diatur di dalam Undang-undang
Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Sumbangan Wajib Kecelakaan
Lalu Lintas.
Kewajiban di dalam ketentuan ini diberlakukan secara
bertahap sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Ayat (2)
Dalam Peraturan Pemerintah ditetapkan antara lain
menyelenggarakan kewajiban asuransi dan pentahapan
pemberlakukan kewajiban tersebut sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini.
Pasal 33
Ayat (1)
Kewajiban mengasuransikan orang yang dipekerjakan
sebagai awak kendaraan dimaksudkan karena dalam
pengoperasian kendaraan dihadapkan pada resiko yang tinggi
baik bagi dirinya maupun orang lain. Awak kendaraan adalah
pengemudi dan kondektur untuk kendaraan umum angkutan
penumpang atau pengemudi dan pembantunya untuk kendaraan
umum angkutan barang.
*8168 Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Kendaraan bermotor untuk penumpang adalah kendaraan
bermotor yang dipergunakan untuk mengangkut penumpang, baik
dengan maupun tanpa tempat bagasi. Ketentuan ini dimaksudkan
terutama untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan penumpang.
Oleh karena itu penggunaan kendaraan bermotor untuk
barang dilarang digunakan untuk mengangkut penumpang.
Ayat (2)
Kendaraan bermotor untuk barang adalah kendaraan
bermotor yang peruntukkannya guna mengangkut barang.
Ayat (3)
Dalam keadaan tertentu, terutama di daerah yang sarana
transportasinya belum memadai, masih diperlukan kelonggaran
dalam penerapan ketentuan ayat (1) dan ayat (2), dengan
tetap mengutamakan keselamatan dan keamanan lalu lintas.
Oleh sebab itu pelaksanaannya perlu dilakukan dengan syarat-
syarat yang ketat.
Pasal 35
Ketentuan ini tidak berlaku bagi kendaraan tidak bermotor.
Pasal 36
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam rangka menjamin kelangsungan pelayanan angkutan,
keseragaman dan keteraturan dalam pemberian pelayanan,
ditentukan pelayanan wilayah kota yang didasarkan pada sifat
dan keteraturan perjalanan, jarak dan waktu tempuh,
berkembangnya suatu daerah atau kawasan menjadi kawasan
permukiman, perdagangan, industri, perkantoran dan
sebagainya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Pengertian trayek tetap dan teratur adalah pelayanan
angkutan yang dilakukan dalam jaringan trayek secara tetap
dan teratur, dengan jadwal tetap atau tidak berjadwal.
Sedangkan pengertian tidak dalam trayek adalah pelayanan
angkutan yang dilakukan dengan tidak terikat dalam jaringan
trayek tertentu dengan jadwal pengangkutan yang tidak
teratur.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengendalikan pelayanan
angkutan dengan kendaraan umum agar dapat dicapai *8169
keseimbangan antara kebutuhan jasa angkutan dengan
penyediaan jasa angkutan, antara kapasitas jaringan
transportasi jalan dengan kendaraan umum yang beroperasi,
serta untuk menjamin kualitas pelayanan angkutan penumpang.
Di dalam jaringan trayek ditetapkan jenis, spesifikasi
serta jumlah kendaraan yang diizinkan melayani setiap
trayek.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Angkutan wisata pada dasarnya merupakan angkutan yang
memiliki ciri pelayanan khusus, dan diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan dan pelayanan wisata.
Namun demikian penyelenggaraannya harus tetap memenuhi
ketentuan Undang-undang ini.
Ketentuan ini dimaksudkan agar penyelenggaraan angkutan
untuk keperluan pariwisata dan penyewaan kendaraan baik
dengan pengemudi maupun tanpa pengemudi, dapat
diselenggarakan secara lebih teratur.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Pengertian jaringan lintas adalah jaringan pelayanan
angkutan barang yang ditetapkan berdasarkan kelas jalan yang
sama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Termasuk dalam pengertian badan hukum Indonesia adalah
koperasi.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin adanya
pemerataan dalam pengusahaan angkutan umum dengan tetap
mempertimbangkan keseimbangan antara permintaan dan
penawaran jasa angkutan dan kualitas pelayanan.
Ayat (3)
Dalam pengaturan tersebut diberikan pula kemungkinan
pemberian kelonggaran terhadap usaha tertentu di wilayah
atau dalam keadaan tertentu.
Pasal 42
Dalam penetapan struktur dan golongan tarif Pemerintah
memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan
perusahaan angkutan umum.
*8170 Pemerintah menetapkan tarif yang berorientasi kepada
kepentingan dan kemampuan masyarakat luas.
Dengan berpedoman kepada struktur dan golongan tarif
tersebut perusahaan angkutan umum menetapkan tarif yang
berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usahanya
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta perluasan
jaringan pelayanan angkutan di jalan.
Tarif angkutan lintas batas ditetapkan berdasarkan
perjanjian antara kedua negara.
Pasal 43
Ayat (1)
Ketentuan wajib angkut ini dimaksudkan agar perusahaan
angkutan umum tidak melakukan perbedaan perlakuan terhadap
pengguna jasa angkutan, sepanjang pengguna jasa angkutan
telah memenuhi persyaratan sesuai perjanjian pengangkutan
yang telah disepakati.
Ayat (2)
Pembayaran yang dilakukan penumpang dalam trayek tetap
dan teratur maupun tidak dalam trayek seperti pada angkutan
kota dan pedesaan, yang lazimnya tidak memakai karcis juga
dianggap sebagai bukti terjadinya perjanjian angkutan.
Namun demikian, dalam penetapan besarnya tarif tetap
harus berpedoman kepada struktur dan golongan tarif-yang
ditetapkan pemerintah.
Pemerintah secara bertahap memberlakukan penggunan
karcis angkutan penumpang bagi kendaraan umum yang belum
menggunakan karcis.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Dalam pelaksanaan angkutan, keselamatan orang dan
barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung
jawab pengusaha angkutan.
Dengan demikian sudah sepatutnya apabila kepada
pengusaha angkutan dibebankan tanggung jawab terhadap setiap
kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang,
yang ditimbulkan karena pelaksanaan pengangkutan yang
dilakukannya.
Di samping hal tersebut ketentuan ini dimaksudkan pula
agar pengusaha angkutan dalam melaksanakan pengangkutan
benar-benar dapat menyadari besarnya tanggung jawab yang
dipikulnya.
Ayat (2)
Besarnya ganti rugi yang harus ditanggung oleh
pengusaha angkutan yang harus dibayar kepada pengguna jasa
atau pihak ketiga adalah sebesar kerugian yang secara nyata
diderita oleh penumpang atau pengirim barang atau pihak
ketiga.
*8171 Tidak termasuk dalam pengertian kerugian yang
secara nyata diderita antara lain adalah:
a. keuntungan yang diharapkan akan diperoleh;
b. kekurangnyamanan yang diakibatkan karena kondisi
jalan, atau jembatan yang dilalui selama dalam perjalanan;
c. biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Pertimbangan yang digunakan untuk dapat menurunkan orang
atau barang yang diangkut benar-benar harus dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum dan norma kepatutan
misalnya dalam hal melakukan keributan di dalam kendaraan
sehingga mengganggu penumpang lainnya, walaupun telah
diperingatkan secara patut atau barang yang diangkut
ternyata barang berbahaya atau dapat mengganggu penumpang.
Pengertian tempat pemberhentian terdekat adalah
tempat-tempat yang telah dihuni oleh manusia misalnya suatu
kota atau desa atau tempat-tempat yang dianggap layak untuk
menurunkan barang yang patut diketahui barang berbahaya.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan waktu tertentu adalah tambahan
tenggang waktu yang disepakati oleh pengusaha angkutan dan
pengirim barang mulai batas akhir waktu pengambilan barang
sampai dengan barang tersebut dapat dinyatakan tidak
bertuan.
Pasal 49
Ayat (1)
Perlakuan khusus tersebut berupa antara lain penyediaan
sarana dan prasarana bagi penderita cacat, persyaratan
khusus untuk memperoleh surat izin mengemudi, pengoperasian
kendaraan khusus oleh penderita cacat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
*8172 Ayat (1)
Pengertian emisi gas buang adalah gas dan/atau asap
yang dikeluarkan dari pipa gas buang kendaraan bermotor.
Sedangkan kebisingan adalah suara yang dikeluarkan dari
kendaran bermotor.
Ayat (2)
Ketentuan ini diamaksudkan agar pemilik, pengusaha
angkutan dan/atau pengemudi tetap menjaga kondisi
kendaraannya sehingga tetap memenuhi persyaratan ambang
batas emisi gas buang dan kebisingan, disesuaikan dengan
perkembangan teknologi kendaraan bermotor di Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Penyerahan sebagian urusan pemerintahan dalam bidang
lalu lintas dan angkutan jalan, bertujuan untuk meningkatkan
fungsi lalu lintas dan angkutan jalan sehingga pelayanan
terhadap masyarakat menjadi lebih baik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 52
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan kerugian dalam
arti yang luas.
Bagi pemeriksa atau aparat penyidik akan berarti
berkurangnya beban administrasi dan pemeliharaan atau
pengamanan kendaraan bermotor yang disita.
Selain itu, langkah ini juga menghindarkan kewajiban
penyediaan ruang atau halaman untuk menyimpan kendaraan
bermotor tersebut, atau menghindarkan penempatan kendaraan
bermotor yang disita di jalan-jalan umum yang bahkan dapat
mengganggu kelancaran lalu lintas.
Bagi pemilik kendaraan bermotor, tidak dilakukannya
penyitaan tadi juga mengurangi kerugian dalam arti ekonomi.
Hal ini terutama terasa apabila kendaraan bermotor digunakan
untuk kegiatan usaha atau pelaksanaan tugas sehari-hari.
Tetapi sebaliknya apabila tanda bukti lulus uji tidak dapat
ditunjukkan pengemudi kendaraan bermotor, maka penyitaan
tersebut memang harus dilakukan untuk melindungi keselamatan
masyarakat dan keamanan lalu lintas.
Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah untuk
mendidik para pengemudi, pemilik kendaraan bermotor agar
selalu sadar dan taat kepada hukum, dan sifatnya sementara
sampai dapat menunjukkan bukti yang diperlukan, dan
dilakukan secara wajar.
Pasal 53
Ayat (1)
Penyidikan pelanggaran terhadap persyaratan teknis dan
laik jalan memerlukan keahlian, sehingga perlu adanya
*8173 petugas khusus untuk melakukan penyidikan di samping
pegawai yang biasa bertugas menyidik tindak pidana. Petugas
dimaksud adalah pegawai negeri sipil di lingkungan
departemen yang membawahi bidang lalu lintas dan angkutan
jalan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan perizinan angkutan umum
adalah perizinan yang berkaitan dengan pendirian usaha
angkutan umum dan perizinan yang berkaitan dengan pengaturan
dan pengendalian angkutan umum yang beroperasi dalam
jaringan trayek dan tidak dalam jaringan trayek. Walaupun
ketentuan ini menetapkan bahwa pemeriksaan terhadap
perizinan angkutan umum adalah di terminal, namun dalam
keadaan-keadaan tertentu pemeriksaan tersebut dapat
dilakukan di luar terminal.
Huruf f
Alat yang digunakan untuk memeriksa berat
kendaraan beserta muatannya dapat berupa alat untuk
menimbang yang dipasang secara tetap pada suatu tempat
tertentu atau alat yang dapat dipindah-pindahkan.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (3)
Pelaksanaan penyidikan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku antara lain Pasal
7 ayat (2) dan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 57
*8174 Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Ancaman pidana ini dimaksudkan untuk menangkal
pelanggaran lalu lintas oleh pengemudi yang tidak memiliki
Surat Izin Mengemudi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
*8175 Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992
Silahkan download versi PDF nya sbb:
lalu_lintas_angkutan_jalan_(uu_14_thn_1992)_14.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






