- Home »
- Undang-Undang »
- 1950 » Undang-Undang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UU 7 thn 1950)
1950
Undang-Undang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UU 7 thn 1950)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1950 Tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_konstitusi_sementara_republik_indonesia_7.pdf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA SERIKAT NOMOR 7 TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENJADI UNDANG-UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, Menimbang : bahwa Rakyat daerah-daerah bagian diseluruh Indonesia menghendaki bentuk susunan Negara republik-kesatuan; bahwa kedaulatan adalah ditangan Rakyat; bahwa Negara yang berbentuk republik-kesatuan ini sesungguhnya tidak lain dari pada Negara Indonesia yang kemerdekaannya oleh Rakyat diproklamirkan pada hari 17 Agustus 1945, yang semula berbentuk republik-kesatuan dan kemudian menjadi republik-federasi; bahwa untuk melaksanakan kehendak Rakyat akan bentuk republik-kesatuan itu daerah-daerah bagian Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur telah menguasakan Pemerintah Republik Indonesia Serikat sepenuhnya untuk bermusyawarat dengan Pemerintah daerah bagian Negara Republik Indonesia; bahwa kini telah tercapai kata sepakat antara kedua fihak dalam permusyawaratan itu, sehingga untuk memenuhi kehendak Rakyat tibalah waktunya untuk mengubah Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menurut kata sepakat yang telah tercapai itu menjadi Undang-undang Dasar Sementara Negara yang berbentuk republik-kesatuan dengan nama Republik Indonesia; Mengingat : Pasal 190, Pasal 127 bab a dan Pasal 191 ayat (2) Konstitusi; Mengingat pula : Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan pemerintah Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1950; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat; Memutuskan: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENJADI UNDANG- UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA. Pasal I. Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat diubah menjadi Undang- undang Dasar Sementara Republik Indonesia, sehingga naskahnya berbunyi sebagai berikut : MUKADDIMAH. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala Bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjoangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia , yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan berkat dan rahmat Tuhan tercapailah tingkatan sejarah yang berbahagia dan luhur. Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara yang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara-hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna. BAB I. NEGARA REPUBLIK INDONESIA. BAGIAN I. Bentuk Negara dan kedaulatan. Pasal 1. 1. Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara- Hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. 2. Kedaulatan Republik Indonesia adalah ditangan Rakyat dan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. BAGIAN II. Daerah Negara. Pasal 2 . Republik Indonesia meliputi seluruh daerah Indonesia. BAGIAN III. Lambang dan bahasa Negara. Pasal 3. 1. Bendera kebangsaan Republik Indonesia ialah bendera Sang Merah Putih. 2. Lagu kebangsaan ialah lagu "Indonesia Raya". 3. Meterai dan lambang Negara ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 4. Bahasa resmi Negara Republik Indonesia ialah Bahasa Indonesia. BAGIAN IV Kewarga-negaraan dan penduduk Negara. Pasal 5. 1. Kewarga-negaraan Republik Indonesia diatur oleh Undang-undang. 2. Pewarga-negaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengan kuasa undang-undang. Undang-undang mengatur akibat-akibat kewarga-negaraan terhadap isteri orang yang telah diwarga-negarakan dan anak-anaknya yang belum dewasa. Pasal 6. Penduduk negara ialah mereka yang diam di Indonesia menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. BAGIAN V. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia. Pasal 7. 1. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang. 2. Sekalian orang berhak menuntut perlakukan dan perlindungan yang sama oleh undang-undang. 3. Sekalian orang berhak menuntut perlindungan yang sama terhadap tiap- tiap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian. 4. Setiap orang berhak mendapat bantuan-hukum yang sungguh dari hakim- hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan perbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut hukum. Pasal 8. Sekalian orang yang ada didaerah Negara sama berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta-bendanya. Pasal 9. 1. Setiap orang berhak dengan bebas bergerak dan tinggal dalam perbatasan Negara. 2. Setiap orang berhak meninggalkan negeri dan-jika ia warga negara atau penduduk - kembali kesitu. Pasal 10. Tiada seorangpun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan budak dan perhambaan dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya kepada itu, dilarang. Pasal 11. Tiada seorang juapun akan disiksa ataupun diperlakukan atau dihukum secara ganas, tidak mengenal peri-kemanusiaan atau menghina. Pasal 12. Tiada seorang juapun boleh ditangkap atau ditahan, selain atas perintah untuk itu oleh kekuasaan yang sah menurut aturan-aturan undang-undang dalam hal- hal dan menurut cara yang diterangkan dalamnya. Pasal 13. 1. Setiap orang berhak, dalam persamaan yang sepenuhnya mendapat perlakuan jujur dalam perkaranya oleh hakim yang tak memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dan dalam hal menetapkan apakah suatu tuntutan hukuman yang dimajukan terhadapnya beralasan atau tidak. 2. Bertentangan dengan kemauannya tiada seorang jua-pun dapat dipisahkan dari pada hakim, yang diberikan kepadanya oleh aturan- aturan hukum yang berlaku. Pasal 14. 1. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuatu peristiwa pidana berhak dianggap tak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya dalam suatu sidang pengadilan, menurut aturan-aturan hukum yang berlaku, dan ia dalam sidang itu diberikan segala jaminan yang telah ditentukan dan yang perlu untuk pembelaan. 2. Tiada seorang diucapkan boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi hukuman, kecuali karena suatu aturan hukum yang sudah ada dan berlaku terhadapnya. 3. Apabila ada perubahan dalam aturan hukum seperti tersebut dalam ayat di atas, maka dipakailah ketentuan yang lebih baik sitersangka. Pasal 15. 1. Tiada suatu pelanggaran atau kejahatanpun boleh diancamkan hukuman berupa rampasan semua barang kepunyaan yang bersalah. 2. Tidak suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan. Pasal 16. 1. Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu-gugat. 2. Menginjak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya dibolehkan dalam hal-hal yang ditetapkan dalam suatu aturan hukum yang berlaku baginya. Pasal 17. Kemerdekaan dan rahasia dalam perhubungan surat-menyurat tidak boleh diganggu-gugat, selainnya dari atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang telah disahkan untuk itu menurut peraturan-peraturan undang-undang dalam hal-hal yang diterangkan dalam peraturan itu. Pasal 18. Setiap orang berhak atas kebebasan agama, keinsyafan batin dan pikiran. Pasal 19. Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Pasal 20. Hak penduduk atas kebebasan berkumpul dan berapat diakui dan diatur dengan undang-undang. Pasal 21. Hak berdemonstrasi dan mogok diakui dan diatur dengan undang-undang. Pasal 22. 1. Sekalian orang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berhak dengan bebas memajukan pengaduan kepada penguasa, baik dengan lisan ataupun dengan tulisan. 2. Sekalian orang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berhak memajukan permohonan kepada penguasa. Pasal 23. 1. Setiap warga-negara berhak turut-serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang. 2. Setiap warga-negara dapat diangkat dalam tiap-tiap jabatan pemerintah. Orang asing boleh diangkat dalam jabatan-jabatan pemerintah menurut aturan-aturan yang ditetapkan oleh undang-undang. Pasal 24. Setiap warga-negara berhak dan berkewajiban turut-serta dengan sungguh dalam pertahanan Negara. Pasal 25. 1. Penguasa tidak akan mengikatkan keuntungan atau kerugian kepada termasuknya warga-negara dalam sesuatu golongan rakyat. 2. Perbedaan dalam kebutuhan masyarakat dan kebutuhan hukum golongan rakyat akan diperhatikan. Pasal 26. 1. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama- sama dengan orang lain. 2. Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan semena-mena. 3. Hak milik itu adalah suatu fungsi sosial. Pasal 27. 1. Pencabutan hak milik untuk kepentingan umum atas sesuatu benda atau hak tidak dibolehkan, kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-aturan undang-undang. 2. Apabila sesuatu benda harus dibinasakan untuk kepentingan umum, ataupun, baik untuk selama-lamanya maupun untuk beberapa lama, harus dirusakkan sampai tak terpakai lagi, oleh kekuasaan umum, maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-aturan undang-undang, kecuali jika ditentukan yang sebaliknya oleh aturan- aturan itu. Pasal 28. 1. Setiap warga-negara, sesuai dengan kecakapannya, berhak atas pekerjaan, yang layak bagi kemanusiaan. 2. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan dan berhak pula atas syarat-syarat perburuhan yang adil. 3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan yang sama dalam hal-hal yang sama, berhak atas pengupahan yang sama dan atas perjanjian-perjanjian pekerjaan yang sama baiknya. 4. Setiap orang yang melakukan pekerjaan, berhak atas pengupahan adil Yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia. Pasal 29. Setiap orang berhak mendirikan serikat-sekerja dan masuk ke dalamnya untuk memperlindungi dan memperjuangkan kepentingannya. Pasal 30. 1. Tiap-tiap warga-negara berhak mendapat pengajaran. 2. Memilih pengajaran yang akan diikuti, adalah bebas. 3. Mengajar adalah bebas, dengan tidak mengurangi pengawasan penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan undang-undang. Pasal 31. Kebebasan melakukan pekerjaan sosial dan amal, mendirikan organisasi- organisasi untuk itu, dan juga untuk pengajaran partikelir, dan mencari dan mempunyai harta untuk maksud-maksud itu, diakui, dengan tidak mengurangi pengawasan penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan undang- undang. Pasal 32. Setiap orang yang ada di daerah Negara harus patuh kepada undang-undang termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis, dan kepada penguasa- penguasa. Pasal 33. Melakukan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diterangkan dalam bagian ini hanya dapat dibatasi dengan peraturan-peraturan undang-undang semata- mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang tak boleh tiada terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil untuk ketenteraman, kesusilaan dan kesejahteraan dalam suatu masyarakat yang demokratis. Pasal 34. Tiada suatu ketentuanpun dalam bagian ini boleh ditafsirkan dengan an pengertian, sehingga sesuatu penguasa, golongan atau orang dapat memetik hak dari padanya untuk mengusahakan sesuatu apa atau melakukan perbuatan berupa apapun yang bermaksud menghapuskan sesuatu hak atau kebebasan yang diterangkan dalamnya. BAGIAN VI. Asas-asas dasar. Pasal 35. Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak-pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara. Pasal 36. Penguasa memajukan kepastian dan jaminan sosial, teristimewa pemastian dan penjanjian syarat-syarat perburuhan dan keadaan-keadaan perburuhan yang baik, pencegahan dan pemberantasan pengangguran serta penyelenggaraan persediaan untuk hari-tua dan pemeliharan janda-janda dan anak- yatim-piatu. Pasal 37. 1. Penguasa terus-menerus menyelenggarakan usaha untuk meninggikan kemakmuran rakyat dan berkewajiban senantiasa menjamin bagi setiap orang derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia untuk dirinya serta keluarganya. 2. Dengan tidak mengurangi pembatasan yang ditentukan untuk kepentingan umum dengan paraturan-peraturan undang-undang, maka kepada sekalian orang diberikan kesempatan menurut sifat, bakat dan kecakapan masing-masing untuk turut-serta dalam perkembangan sumber-sumber kemakmuran negeri. 3. Penguasa mencegah adanya organisasi-organisasi yang bersifat monopoli partikelir yang merugikan ekonomi nasional menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 38. 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 39 1. Keluarga berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan Negara. 2. Fakir-miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Pasal 40. Penguasa melindungi kebebasan mengusahakan kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan. Dengan menjunjung asas ini maka penguasa memajukan sekuat tenaganya perkembangan kebangsaan dalam kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan. Pasal 41. 1. Penguasa wajib memajukan perkembangan rakyat baik rohani maupun jasmani. 2. Penguasa teristimewa berusaha selekas-lekasnya menghapuskan buta- huruf 3. Penguasa memenuhi kebutuhan akan pengajaran umum yang diberikan atas dasar memperdalam keinsyafan kebangsaan, mempererat persatuan Indonesia, membangun dan memperdalam perasaan peri-kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam jam pelajaran untuk mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan keinginan orang-tua murid-murid. 4. Terhadap pengajaran rendah, maka penguasa berusaha melaksanakan dengan lekas kewajiban belajar yang umum. 5. Murid-murid sekolah partikelir yang memenuhi syarat-syarat kebaikan- kebaikan menurut undang-undang bagi pengajaran umum, sama haknya dengan hak murid-murid sekolah umum. Pasal 42. Penguasa senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh memajukan kebersihan umum dan kesehatan rakyat. Pasal 43. 1. Negara berdasar atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 3. Penguasa memberi perlindungan yang sama kepada segala perkumpulan dan persekutuan agama yang diakui. Pemberian sokongan berupa apapun oleh penguasa kepada penjabat- penjabat agama dan persekutuan-persekutuan atau perkumpulan- perkumpulan agama dilakukan atas dasar sama hak. 4. Penguasa mengawasi supaya segala persekutuan dan perkumpulan agama patuh-taat kepada undang-undang termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis. BAB II. ALAT-ALAT PERLENGKAPAN NEGARA. Ketentuan umum. Pasal 44. Alat-alat perlengkapan Negara ialah : a. Presiden dan wakil Presiden; b. Menteri-menteri; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Mahkamah Agung; e. Dewan Pengawas Keuangan. BAGIAN I. Pemerintah. Pasal 45. 1. Presiden ialah Kepala Negara. 2. Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu seorang Wakil- Presiden. 3. Presiden dan Wakil-Presiden dipilih menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. 4. Untuk pertama kali Wakil-Presiden diangkat oleh Presiden dari anjuran yang dimajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 5. Presiden dan Wakil-Presiden harus warga-negara Indonesia yang telah berusia 30 tahun dan tidak boleh orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak-pilih ataupun orang yang telah dicabut haknya untuk dipilih. Pasal 46. 1. Presiden dan Wakil-Presiden berkedudukan di tempat kedudukan Pemerintah. 2. Pemerintah berkedudukan di Jakarta, kecuali jika dalam hal darurat Pemerintah menentukan tempat yang lain. Pasal 47. Presiden dan Wakil-Presiden sebelum memangku,jabatan, mengangkat sumpah (menyatakan keterangan) menurut cara agamanya di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai berikut "Saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya, untuk dipilih menjadi Presiden (Wakil-Presiden) Republik Indonesia, langsung ataupun tak langsung, dengan nama atau dengan dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima dari siapapun juga, langsung ataupun tak langsung sesuatu janji atau pemberian. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya dengan sekuat tenaga akan memajukan kesejahteraan Republik Indonesia dan bahwa saya akan melindungi dan mempertahankan kebebasan-kebebasan dan hak-hak umum dan khusus sekalian penghuni Negara. Saya bersumpah (berjanji) setia kepada Undang-undang Dasar dan lagi bahwa saya akan memelihara segala peraturan yang berlaku bagi Republik Indonesia, bahwa saya akan setia kepada Nusa dan Bangsa dan bahwa saya dengan setia akan memenuhi segala kewajiban yang ditanggungkan kepada saya oleh jabatan Kepala Negara (Wakil Kepala Negara) Republik Indonesia, sebagai sepantasnya bagi Kepala Negara (Wakil Kepala Negara yang baik). Pasal 48. Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya. Pasal 49. Yang dapat diangkat menjadi Menteri ialah warga-negara Indonesia yang telah berusia 25 tahun dan yang bukan orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak-pilih ataupun orang yang telah dicabut haknya untuk dipilih. Pasal 50. Presiden membentuk Kementerian-kementerian. Pasal 51. 1. Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk Kabinet. 2. Sesuai dengan anjuran pembentuk Kabinet itu, Presiden mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri- menteri yang lain. 3. Sesuai dengan anjuran pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa- siapa dari Menteri-menteri itu diwajibkan memimpin Kementerian masing- masing. Presiden boleh mengangkat Menteri-menteri yang tidak memangku sesuatu Kementerian. 4. Keputusan-keputusan Presiden yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam ayat (2) dan (3) pasal ini ditanda-tangani serta oleh pembentuk Kabinet. 5. Pengangkatan atau penghentian antara-waktu Menteri-menteri begitu pula penghentian Kabinet dilakukan dengan Keputusan Presiden. Pasal 52. 1. Untuk merundingkan bersama-sama kepentingan-kepentingan umum Republik Indonesia, Menteri-menteri bersidang dalam Dewan Menteri yang diketuai oleh Perdana Menteri atau dalam hal Perdana Menteri berhalangan, oleh salah seorang Menteri yang ditunjuk oleh Dewan Menteri. 2. Dewan Menteri senantiasa memberitahukan segala urusan yang penting kepada Presiden dan Wakil-Presiden. Masing-masing Menteri berkewajiban demikian juga berhubung dengan urusan-urusan yang khusus masuk tugasnya. Pasal 53. Sebelum memangku jabatannya, Menteri-menteri mengangkat sumpah (menyatakan keterangan) di hadapan Presiden menurut cara agamanya, sebagai berikut : "Saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya, untuk diangkat menjadi Menteri, langsung ataupun tak langsung dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali menerima dari siapapun juga, langsung ataupun tak langsung sesuatu janji atau pemberian. Saya bersumpah (berjanji) setia kepada Undang-undang Dasar, bahwa saya akan memelihara segala peraturan yang berlaku bagi Republik Indonesia, bahwa saya dengan sekuat tenaga akan mengusahakan kesejahteraan Republik Indonesia, bahwa saya akan setia kepada Nusa dan Bangsa dan bahwa saya akan memenuhi dengan setia segala kewajiban yang ditanggungkan kepada saya oleh jabatan Menteri". Pasal 54. Gaji Presiden, gaji Wakil-Presiden dan gaji Menteri-menteri, begitu pula ganti rugi untuk biaya perjalanan dan biaya penginapan dan, jika ada, ganti- rugi yang lain-lain, diatur dengan Undang-undang. Pasal 55. 1. Jabatan Presiden, Wakil-Presiden dan Menteri tidak boleh dipangku bersama-sama dengan menjalankan jabatan umum apapun di dalam dan di luar Republik Indonesia. 2. Presiden, Wakil-Presiden dan Menteri-menteri tidak boleh, langsung atau tak langsung turut-serta dalam ataupun menjadi penanggung untuk sesuatu badan perusahaan yang berdasarkan perjanjian untuk memperoleh laba atau untung yang diadakan dengan Republik Indonesia atau dengan sesuatu daerah otonom dari Indonesia. 3. Mereka tidak boleh mempunyai piutang atas tanggungan Republik Indonesia, kecuali surat-surat-utang umum. 4. Yang ditetapkan dalam ayat (2) dan (3) pasal ini tetap berlaku atas mereka selama tiga tahun sesudah mereka meletakkan jabatannya. BAGIAN II. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Pasal 56. Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh Rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah Anggota yang besarnya ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk warga-negara Indonesia mempunyai seorang wakil; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam ayat kedua Pasal 58. Pasal 57. Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih dalam suatu pemilihan umum oleh warga-negara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat dan menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang. Pasal 58. 1. Golongan-golongan kecil Tionghoa. Eropah dan Arab akan mempunyai wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan berturut-turut sekurang- kurangnya 9, 6 dan 3 Anggota. 2. Jika jumlah-jumlah itu tidak tercapai dengan pemilihan menurut Undang-undang termaksud dalam Pasal 57, maka Pemerintah Republik Indonesia mengangkat wakil-wakil tambahan bagi golongan-golongan kecil itu. Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai tersebut dalam Pasal 56 ditambah dalam hal itu jika perlu dengan jumlah pengangkatan- pengangkatan itu. Pasal 59. Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa empat tahun. Mereka meletakkan jabatannya bersama-sama dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Pasal 60. Yang boleh menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ialah warga-negara yang telah berusia 25 tahun dan bukan orang yang tidak diperkenankan serta d.alam atau menjalankan hak-pilih ataupun orang yang haknya untuk dipilih telah dicabut. Pasal 61. 1. Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat dirangkap dengan jabatan Presiden, Wakil-Presiden, Jaksa Agung, Ketua, Wakil Ketua atau Anggota Mahkamah Agung, Ketua, Wakil-Ketua atau Anggota Dewan Pengawas Keuangan, Presiden Bank-Sirkulasi dan jabatan-jabatan lain yang ditentukan dengan Undang-undang. 2. Seorang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merangkap menjadi Menteri tidak boleh mempergunakan hak atau melakukan kewajibannya sebagai Anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan Menteri. 3. Anggota Angkatan Perang dalam dinas aktif yang menerima keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan sendirinya menjadi non-aktif selama keanggotaan itu. Setelah berhenti menjadi Anggota, ia kembali dalam dinas-aktif lagi. Pasal 62. 1. Dewan Perwakilan Rakyat memilih dari antaranya seorang Ketua dan seorang atau beberapa orang Wakil-Ketua. Pemilihan-pemilihan ini membutuhkan pengesahan Presiden. 2. Selama pemilihan Ketua dan Wakil-Ketua belum disahkan oleh Presiden, rapat diketuai untuk sementara oleh Anggota yang tertua umurnya. Pasal 63. Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebelum memangku jabatannya, mengangkat sumpah (menyatakan keterangan) di hadapan Presiden atau Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang dikuasakan untuk itu oleh Presiden, menurut cara agamanya sebagai berikut : "Saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya, untuk dipilih (diangkat) menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, langsung atau tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya senantiasa akan membantu memelihara Undang-undang Dasar dan segala peraturan yang lain berlaku bagi Republik Indonesia, bahwa saya akan berusaha dengan sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Republik Indonesia dan bahwa saya akan setia kepada Nusa dan Bangsa". Pasal 64. Dalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat Ketua memberi kesempatan berbicara kepada Menteri-menteri, apabila dan tiap-tiap kali mereka mengingininya. Pasal 65. 1. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang, apabila Pemerintah menyatakan kehendaknya tentang itu atau apabila Ketua atau sekurang-kurangnya sepersepuluh dari jumlah Anggauta Dewan Perwakilan Rakyat menganggap hal itu perlu. 2. Ketua memanggil rapat Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 66. 1. Rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat terbuka untuk umum, kecuali jika Ketua menimbang perlu pintu ditutup ataupun sekurang-kurangnya sepuluh Anggota menuntut hal itu. 2. Sesudah pintu ditutup, rapat memutuskan apakah permusyawaratan dilakukan dengan pintu tertutup. 3. Tentang hal-hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup dapat juga diputuskan dengan pintu tertutup. Pasal 67. Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat setiap waktu boleh meletakkan jabatannya. Mereka memberitahukan hal itu dengan surat kepada Ketua. Pasal 68. Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan rapat-rapatnya di Jakarta kecuali jika dalam hal-hal darurat Pemerintah menentukan tempat yang lain. Pasal 69. 1. Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi dan hak menanya; Anggota-anggota mempunyai hak menanya. 2. Menteri-menteri memberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, baik dengan lisan maupun dengan tertulis, segala penerangan yang dikehendaki menurut ayat yang lalu dan yang pemberiannya dianggap tidak berlawanan dengan kepentingan umum Republik Indonesia. Pasal 70. Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak menyelidiki (enquete), menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang. Pasal 71. Ketua dan Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Rakyat begitu pula Menteri- menteri tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena yang dikatakannya dalam rapat atau yang dikemukakannya dengan surat kepada Majelis itu, kecuali jika mereka dengan itu mengumumkan apa yang dikatakan atau yang dikemukakan dalam rapat tertutup dengan syarat supaya dirahasiakan. Pasal 72. 1. Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan suaranya sebagai orang yang bebas, menurut perasaan kehormatan dan keinsyafan batinnya, tidak atas perintah atau dengan kewajiban berembuk dahulu dengan mereka yang menunjuknya sebagai Anggota. 2. Mereka tidak mengeluarkan suara tentang hal yang mengenai dirinya sendiri. Pasal 73. Gaji Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, tunjangan-tunjangan yang akan diberikan kepada Anggota-anggota dan mungkin juga kepada Ketua, begitu pula biaya perjalanan dan penginapan yang harus didapatnya, diatur dengan Undang- undang. Pasal 74. 1. Sekalian orang yang menghadiri rapat Dewan Perwakilan Rakyat yang tertutup, wajib merahasiakan yang dibicarakan dalam rapat itu, kecuali jika Majelis ini memutuskan lain, ataupun jika kewajiban merahasiakan itu dihapuskan. 2. Hal itu berlaku juga terhadap Anggota-anggota, Menteri-menteri dan pegawai-pegawai yang mendapat tahu dengan cara bagaimanapun tentang yang dibicarakan itu. Pasal 75. 1. Dewan Perwakilan Rakyat tidak boleh bermusyawarat atau mengambil keputusan, jika tidak hadir lebih dari seperdua jumlah anggota-sidang. 2. Sekedar dalam Undang-undang Dasar ini tidak ditetapkan lain, maka segala keputusan diambil dengan jumlah terbanyak mutlak suara yang dikeluarkan. 3. Apabila, pada waktu mengambil keputusan, suara-suara sama berat, dalam hal rapat itu lengkap anggotanya, usul itu dianggap ditolak, atau dalam hal lain, mengambil keputusan ditangguhkan sampai rapat yang berikut. Apabila suara-suara sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak. 4. Pemungutan suara tentang orang dilakukan dengan rahasia dan tertulis. Apabila suara-suara sama berat, maka keputusan diambil dengan undian. Pasal 76. Dewan Perwakilan Rakyat selekas mungkin menetapkan peraturan ketertibannya. Pasal 77. Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 138, maka untuk pertama kali selama Dewan Perwakilan Rakyat belum tersusun dengan pemilihan menurut Undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat terdiri dari Ketua, Wakil-wakil Ketua dan Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat, Ketua, Wakil-Ketua dan Anggota-anggota Senat, Ketua, Wakil-wakil Ketua dan Anggota-anggota Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dan Ketua, Wakil-Ketua dan Anggota-anggota Dewan Pertimbangan Agung. BAGIAN III. MAHKAMAH AGUNG. Pasal 78. Susunan dan kekuasaan Mahkamah Agung diatur dengan Undang-undang. Pasal 79. 1. Ketua, Wakil-Ketua dan Anggota-anggota Mahkamah Agung diangkat menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang. Pengangkatan itu adalah untuk seumur hidup; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam ayat-ayat yang berikut. 2. Undang-undang dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil-Ketua dan Anggota-anggota Mahkamah Agung diberhentikan, apabila mencapai usia yang tertentu. 3. Mereka dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara dan dalam hal yang ditentukan oleh Undang-undang. 4. Mereka dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri. BAGIAN IV. DEWAN PENGAWAS KEUANGAN. Pasal 80. Susunan dan kekuasaan Dewan Pengawas Keuangan diatur dengan Undang- undang. Pasal 81. 1. Ketua, Wakil-Ketua dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan diangkat menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan Undang- undang. Pengangkatan itu adalah untuk seumur hidup; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam ayat-ayat yang berikut. 2. Undang-undang dapat menetapkan, bahwa Ketua, Wakil-Ketua dan Anggota-anggota diberhentikan, apabila mencapai usia yang tertentu. 3. Mereka dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara dan dalam hal yang ditentukan dengan Undang-undang. 4. Mereka dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri. BAB III. TUGAS ALAT-ALAT PERLENGKAPAN NEGARA. BAGIAN I. PEMERINTAHAN. Pasal 82. Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa berusaha supaya Undang-undang Dasar, Undang-undang dan peraturan- peraturan lain dijalankan. Pasal 83. 1. Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat. 2. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan Pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing- masing untuk bagiannya sendiri-sendiri. Pasal 84. Presiden berhak membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Keputusan Presiden yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat baru dalam 30 hari. Pasal 85. Sekalian keputusan Presiden juga yang mengenai kekuasaannya atas Angkatan Perang Republik Indonesia, ditandatangani serta oleh Menteri (Menteri-menteri) yang bersangkutan, kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 45 ayat keempat dan Pasal 51 ayat keempat. Pasal 86. Pegawai-pegawai Republik Indonesia diangkat menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 87. Presiden memberikan tanda-tanda kehormatan yang diadakan dengan undang- undang. Pasal 88. Peraturan pokok mengenai perhubungan di darat, laut dan udara ditetapkan dengan undang-undang. BAGIAN II. Perundang-undangan. Pasal 89. Kecuali apa yang ditentukan dalam Pasal 140 maka kekuasaan perundang- undangan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian ini, dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 90. 1. Usul Pemerintah tentang undang-undang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat Presiden. 2. Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan usul undang-undang an kepada Pemerintah. Pasal 91. Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul undang-undang yang dimajukan oleh Pemerintah kepadanya. Pasal 92. 1. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menerima usul undang-undang Pemerintah dengan mengubahnya ataupun tidak, maka usul itu dikirimkannya dengan memberitahukan hal itu, kepada Presiden. 2. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul undang-undang Pemerintah, maka hal itu diberitahukannya kepada Presiden. Pasal 93. Dewan Perwakilan Rakyat, apabila memutuskan akan memajukan usul undang- undang, mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh Pemerintah kepada Presiden. Pasal 94. 1. Selama suatu usul undang-undang belum diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang lalu dalam bagian ini, maka usul itu dapat ditarik kembali oleh Pemerintah. 2. Pemerintah harus mengesahkan usul undang-undang yang sudah diterima, kecuali jika ia dalam satu bulan sesudah usul itu disampaikan kepadanya untuk disahkan, menyatakan keberatannya yang tak dapat dihindarkan. 3. Pengesahan oleh Pemerintah, ataupun keberatan Pemerintah sebagai dimaksud dalam ayat yang lalu, diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat Presiden. Pasal 95. 1. Sekalian usul undang-undang yang telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat memperoleh kekuatan undang-undang, apabila sudah disahkan oleh Pemerintah. 2. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. Pasal 96. 1. Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan undang-undang darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintahan yang karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera. 2. Undang-undang darurat mempunyai kekuasaan dan derajat undang- undang; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut. Pasal 97. 1. Peraturan-peraturan yang termaktub dalam undang-undang darurat, sesudah ditetapkan, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat- lambatnya pada sidang yang berikut yang merundingkan peraturan ini menurut yang ditentukan tentang merundingkan usul undang-undang Pemerintah. 2. Jika suatu peraturan yang dimaksud dalam ayat yang lalu, waktu dirundingkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian ini, ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka peraturan itu tidak berlaku lagi karena hukum. 3. Jika undang-undang darurat yang menurut ayat yang lalu tidak berlaku lagi, tidak mengatur segala akibat yang timbul dari peraturannya baik yang dapat dipulihkan maupun yang tidak maka undang-undang mengadakan tindakan-tindakan yang perlu tentang itu. 4. Jika peraturan yang termaktub dalam undang-undang darurat itu diubah dan ditetapkan sebagai undang-undang, maka akibat-akibat perubahannya diatur pula sesuai dengan yang ditetapkan dalam ayat yang lalu. Pasal 98. 1. Peraturan-peraturan penyelenggara undang-undang ditetapkan oleh Pemerintah. Nama ialah Peraturan Pemerintah. 2. Peraturan Pemerintah dapat mengancamkan hukuman-hukuman atas an pelanggaran aturan-aturannya. Batas-batas hukuman yang akan ditetapkan diatur dengan undang- undang. Pasal 99. 1. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah dapat memerintahkan kepada alat-alat perlengkapan lain dalam Republik Indonesia mengatur selanjutnya pokok-pokok yang tertentu yang diterangkan dalam ketentuan-ketentuan undang-undang dan peraturan itu. 2. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang bersangkutan memberikan aturan-aturan tentang pengundangan peraturan-peraturan demikian. Pasal 100. 1. Undang-undang mengadakan aturan-aturan tentang membentuk, mengundangkan dan mulai berlakunya undang-undang dan Peraturan- peraturan Pemerintah. 2. Pengundangan, terjadi dalam bentuk menurut undang-undang, adalah syarat tunggal untuk kekuatan mengikat. BAGIAN III. Pengadilan. Pasal 101. 1. Perkara perdata, perkara pidana sipil dan perkara pidana militer semata- mata masuk perkara yang diadili oleh pengadilan-pengadilan yang diadakan atau diakui dengan undang-undang atau atas kuasa undang- undang. 2. Mengangkat dalam jabatan pengadilan yang diadakan dengan undang- undang atau atas kuasa undang-undang, didasarkan semata-mata pada syarat kepandaian, kecakapan dan kelakuan tak bercela yang ditetapkan dengan undang-undang. Memberhentikan, memecat untuk sementara dan memecat dari jabatan yang demikian hanya boleh dalam hal-hal yang ditentukan dengan undang-undang. Pasal 102. Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukuman pidana militer, hukum acara perdata dan hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan pengadilan diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dalam undang-undang tersendiri. Pasal 103. Segala campur tangan dalam urusan pengadilan oleh alat-alat perlengkapan yang bukan perlengkapan pengadilan, dilarang, kecuali jika diizinkan oleh undang-undang. Pasal 104. 1. Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan- aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu. 2. Lain dari pada pengecualian-pengecualian yang ditetapkan oleh undang- undang, sidang pengadilan terbuka untuk umum. Untuk ketertiban dan kesusilaan umum, hakim boleh menyimpang dari peraturan ini. 3. Keputusan senantiasa dinyatakan dengan pintu terbuka. Pasal 105. 1. Mahkamah Agung ialah Pengadilan Negara Tertinggi. 2. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain, menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. 3. Dalam hal-hal yang ditunjuk dengan undang-undang, terhadap keputusan-keputusan yang diberikan tingkat tertinggi oleh pengadilan- pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah Agung. Pasal 106. 1. Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota, Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Mahkamah Agung, Jaksa Agung pada Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pengawas Keuangan, Presiden Bank Sirkulasi dan juga pegawai-pegawai, anggota-anggota Majelis-majelis tinggi dan pejabat-pejabat lain yang ditunjuk dengan undang-undang, diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi juga oleh Mahkamah Agung, pun sesudah mereka berhenti, berhubung dengan kejahatan dan pelanggaran jabatan serta kejahatan dan pelanggaran lain yang ditentukan dengan undang- undang dan yang dilakukannya dalam masa pekerjaannya, kecuali jika ditetapkan lain dengan undang-undang. 2. Dengan undang-undang dapat ditetapkan bahwa perkara perdata dan perkara pidana sipil terhadap golongan-golongan orang dan badan yang tertentu hanya boleh diadili oleh pengadilan yang ditunjuk dengan undang-undang itu. 3. Dengan undang-undang dapat ditetapkan bahwa perkara perdata yang mengenai peraturan-peraturan yang diadakan dengan atau atas kuasa undang-undang hanya boleh diadili oleh pengadilan yang ditunjuk dengan undang-undang itu. Pasal 107. 1. Presiden mempunyai hak memberi grasi dari hukuman-hukuman yang dijatuhkan oleh keputusan pengadilan. Hak itu dilakukannya sesudah meminta nasehat dari Mahkamah Agung, sekadar dengan undang-undang tidak ditunjuk pengadilan yang lain untuk memberi nasehat. 2. Jika hukuman mati dijatuhkan, maka keputusan pengadilan itu tidak dapat dijalankan, melainkan sesudah Presiden, menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang, diberikan kesempatan untuk memberi grasi. 3. Amnesti dan abolisi hanya dapat diberikan dengan undang-undang ataupun atas kuasa undang-undang, oleh Presiden sesudah meminta nasehat dari Mahkamah Agung. Pasal 108. Pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha diserahkan kepada pengadilan yang mengadili perkara perdata ataupun kepada alat-alat perlengkapan lain, tetapi jika demikian seboleh-bolehnya dengan jaminan yang serupa tentang keadilan dan kebenaran. BAGIAN IV. Keuangan. Babakan 1, Hal uang. Pasal 109. 1. Di seluruh daerah Republik Indonesia hanya diakui sah alat-alat pembayar yang aturan-aturan pengeluarannya ditetapkan dengan undang-undang. 2. Satuan hitung untuk menyatakan yang alat-alat pembayar sah itu ditetapkan dengan undang-undang. 3. Undang-undang mengakui sah alat-alat pembayar baik hingga jumlah yang tak terbatas maupun hingga jumlah terbatas yang ditentukan untuk itu. 4. Pengeluaran alat-alat pembayar yang sah dilakukan oleh atau atas nama Pemerintah Republik Indonesia ataupun oleh Bank Sirkulasi. Pasal 110. 1. Untuk Indonesia ada satu Bank Sirkulasi. 2. Penunjukan sebagai Bank Sirkulasi dan Pengaturan tataan dan kekuasaannya dilakukan dengan undang-undang. Babakan 2. Urusan Keuangan Anggaran Pertanggungan jawab Gaji. Pasal 111. 1. Pemerintah memegang urusan umum keuangan. 2. Keuangan negara dipimpin dan dipertanggung jawabkan menurut aturan- aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 112. 1. Pengawasan atas dan pemeriksaan tanggung jawab tentang keuangan negara dilakukan oleh Dewan Pengawas Keuangan. 2. Hasil pengawasan dan pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 113. Dengan undang-undang ditetapkan anggaran semua pengeluaran Republik Indonesia dan ditunjuk pendapatan-pendapatan untuk menutup pengeluaran itu. Pasal 114. 1. Usul undang-undang penetapan anggaran umum oleh Pemerintah dimajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebelum permulaan masa yang berkenaan dengan anggaran itu. Masa itu tidak boleh lebih dari dua tahun. 2. Usul undang-undang pengubah anggaran umum, tiap-tiap kali jika perlu dimajukan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 115. 1. Anggaran terdiri dari bagian-bagian yang masing-masing sekadar perlu, dibagi dalam dua bab, yaitu satu untuk mengatur pengeluaran- pengeluaran dan satu lagi untuk menunjuk pendapatan-pendapatan. Bab-bab terbagi dalam pos-pos. 2. Untuk tiap-tiap kementerian anggaran sedikit-dikitnya memuat satu bagian. 3. Undang-undang penetapan anggaran masing-masing memuat tidak lebih dari satu bagian. 4. Dengan undang-undang dapat diizinkan perpindahan. Pasal 116. Pengeluaran dan penerimaan Republik Indonesia dipertanggung jawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, sambil memajukan perhitungan yang disahkan oleh Dewan Pengawas Keuangan, menurut aturan-aturan yang diberikan dengan undang-undang. Pasal 117. Tidak diperkenankan memungut pajak, bea dan cukai untuk kegunaan kas negara, kecuali dengan undang-undang atau atas kuasa undang-undang. Pasal 118. 1. Pinjaman uang atas tanggungan Republik Indonesia tidak dapat diadakan, dijamin atau disahkan, kecuali dengan undang-undang atau atas kuasa undang-undang. 2. Pemerintah berhak, dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang, mengeluarkan bilyet-bilyet perbendaharaan dan promes-promes perbendaharaan. Pasal 119. 1. Dengan tidak mengurangi yang diatur dengan ketentuan-ketentuan khusus, gaji-gaji dan lain-lain pendapatan anggota majelis-majelis dan pegawai-pegawai Republik Indonesia ditentukan oleh Pemerintah, dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang- undang dan menurut asas, bahwa dari jabatan tidak boleh diperoleh keuntungan lain dari pada yang dengan tegas diperkenankan. 2. Undang-undang dapat memperkenankan pemindahan kekuasaan yang diterangkan dalam ayat (1) kepada alat-alat perlengkapan lain yang berkuasa. 3. Pemberian pensiun kepada pegawai-pegawai Republik Indonesia diatur dengan undang-undang. BAGIAN V. Hubungan Luar Negeri. Pasal 120. 1. Presiden mengadakan dan mengesahkan perjanjian (traktat) dan persetujuan lain dengan Negara-negara lain. Kecuali jika ditentukan lain dengan undang-undang, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan, melainkan sesudah disetujui dengan undang- undang. 2. Masuk dalam dan memutuskan perjanjian dan persetujuan lain, dilakukan oleh Presiden hanya dengan kuasa undang-undang. Pasal 121. Berdasarkan perjanjian dan persetujuan yang tersebut dalam Pasal 120, Pemerintah memasukkan Republik Indonesia ke dalam organisasi-organisasi antara negara. Pasal 122. Pemerintah berusaha memecahkan perselisihan-perselisihan dengan Negara- negara lain dengan jalan damai dan dalam hal itu memutuskan pula tentang meminta ataupun tentang menerima pengadilan atau pewasitan antar negara. Pasal 123. Presiden mengangkat wakil-wakil Republik Indonesia pada Negara-negara lain dan menerima wakil Negara-negara lain pada Republik Indonesia. BAGIAN VI. PERTAHANAN NEGARA DAN KEAMANAN UMUM. Pasal 124. Undang-undang menetapkan aturan-aturan tentang hak dan kewajiban warga- negara untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan membela daerahnya. Ia mengatur cara menjalankan hak dan kewajiban itu dan menentukan pengecualiannya. Pasal 125. 1. Angkatan Perang Republik Indonesia bertugas melindungi kepentingan- kepentingan negara Republik Indonesia. Angkatan Perang itu dibentuk dari mereka yang sukarela masuk Angkatan Perang dan mereka yang wajib masuk Angkatan Perang. 2. Undang-undang mengatur segala sesuatu mengenai Angkatan Perang Tetap dan wajib-militer. Pasal 126. 1. Pemerintah memegang urusan pertahanan. 2. Undang-undang mengatur dasar-dasar susunan dan tugas alat perlengkapan yang diberi kewajiban menyelenggarakan pertahanan pada umumnya. Pasal 127. 1. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Perang Republik Indonesia. 2. Dalam keadaan perang Pemerintah menempatkan Angkatan Perang di bawah pimpinan seorang Panglima Besar. 3. Opsir-opsir diangkat, dinaikan pangkat dan diperhentikan oleh atau atas nama Presiden, menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan Undang- undang. Pasal 128. Presiden tidak menyatakan perang, melainkan jika hal itu diizinkan lebih dahulu oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 129. 1. Dengan cara dan dalam hal-hal yang akan ditentukan dengan undang- undang, Presiden dapat menyatakan daerah Republik Indonesia atau bagian-bagian dari padanya dalam keadaan bahaya, bilamana ia menganggap hal itu perlu untuk kepentingan keamanan dalam negeri dan keamanan terhadap luar negeri. 2. Undang-undang mengatur tingkatan-tingkatan keadaan bahaya dan akibat-akibat pernyataan demikian itu dan seterusnya menetapkan bilamana kekuasaan alat-alat perlengkapan kuasa sipil yang berdasarkan Undang-undang Dasar tentang ketertiban umum dan polisi, seluruhnya atau sebagian beralih kepada kuas Angkatan Perang, dan bahwa penguasa-penguasa sipil takluk kepada penguasa-penguasa Angkatan Perang. Pasal 130. Untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum diadakan suatu alat kekuasaan kepolisian yang diatur dengan undang-undang. BAB IV. PEMERINTAH DAERAH DAN DAERAH-DAERAH SWAPRAJA. Pasal 131. 1. Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri otonom, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistim pemerintahan negara. 2. Kepada daerah-daerah diberikan autonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri. 3. Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah tangganya. Pasal 132. 1. Kedudukan daerah-daerah Swapraja diatur dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk susunan pemerintahannya harus diingat pula ketentuan dalam Pasal 131, dasar-dasar permusyawaratan dan perwakilan dalam sistem pemerintahan negara. 2. Daerah-daerah Swapraja yang ada tidak dapat dihapuskan atau diperkecil bertentangan dengan kehendaknya, kecuali untuk kepentingan umum dan sesudah undang-undang yang menyatakan bahwa kepentingan umum menuntut penghapusan atau pengecilan itu, memberi kuasa untuk itu kepada Pemerintah. 3. Perselisihan-perselisihan hukum tentang peraturan-peraturan yang dimaksud dalam ayat 1 dan tentang menjalankannya diadili oleh badan pengadilan yang dimaksud dalam Pasal 108. Pasal 133. Sambil menunggu ketentuan-ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 132 maka peraturan-peraturan yang sudah ada tetap berlaku, dengan pengertian bahwa penjabat-penjabat daerah bagian dahulu yang tersebut dalam peraturan- peraturan itu diganti dengan penjabat-penjabat yang demikian pada Republik Indonesia. BAB V. KONSTITUANTE. Pasal 134. Konstituante (Sidang Pembuat Undang-undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-undang Dasar Sementara ini. Pasal 135. 1. Konstituante terdiri dari sejumlah Anggota yang besarnya ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap 150.000 jiwa penduduk warga-negara Indonesia mempunyai seorang wakil. 2. Anggota-anggota Konstituante dipilih oleh warga-negara Indonesia dengan dasar umum dan dengan cara bebas dan rahasia menurut aturan- aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang. 3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 58 berlaku juga buat Konstituante dengan pengertian bahwa jumlah-jumlah wakil itu dua kali lipat. Pasal 136. Yang ditetapkan dalam Pasal 60, 61, 62, 63, 64, 67, 68, 71, 73, 74, 75 ayat (3) dan (4) dan Pasal 76 berlaku demikian juga bagi Konstituante. Pasal 137. 1. Konstituante tidak dapat bermufakat atau mengambil keputusan tentang rancangan Undang-undang Dasar baru, jika pada rapatnya tidak hadir sekurang-kurangnya dua-pertiga dari jumlah anggota-sidang. 2. Undang-udang Dasar baru berlaku, jika rancangannya telah diterima dengan sekurang-kurangnya dua-pertiga dari jumlah suara anggota yang hadir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah. 3. Apabila Konstituante sudah menerima rancangan Undang-undang Dasar, maka dikirimkannya rancangan itu kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera. Pemerintah mengumumkan Undang-undang Dasar itu dengan keluhuran. Pasal 138. 1. Apabila pada waktu Konstituante terbentuk belum diadakan pemilihan Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat menurut aturan-aturan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, maka Konstituante merangkap menjadi Dewan Perwakilan Rakyat yang tersusun menurut aturan- aturan yang dimaksud data pasal tersebut. 2. Pekerjaan sehari-hari Dewan Perwakilan Rakyat, yang karena ketentuan data ayat (1) pasal ini menjadi tugas Konstituante, dilakukan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih oleh Konstituante di antara Anggota- anggotanya dan yang bertanggung-jawab kepada Konstituante. Pasal 139. 1. Badan Pekerja terdiri dari Ketua Konstituante sebagai Anggota merangkap Ketua dan sejumlah Anggota yang besarnya ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap 10 Anggota Konstituante mempunyai seorang wakil. 2. Pemilihan Anggota-anggota Badan Pekerja yang bukan Ketua dilakukan menurut aturan-aturan yang ditentukan dengan Undang-undang. 3. Badan Pekerja memilih dari antaranya seorang atau beberapa orang Wakil-Ketua. Aturan dalam Pasal 62 berlaku untuk pemilihan ini. 4. Anggota-anggota Badan Pekerja sebelum memangku jabatannya, mengangkat sumpah (menyatakan keterangan) di hadapan Ketua Konstituante menurut cara agamanya, yang bunyinya sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 63. BAB VI. PERUBAHAN, KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN DAN KETENTUAN PENUTUP. BAGIAN I. PERUBAHAN. Pasal 140. 1. Segala usul untuk mengubah Undang-undang Dasar ini menunjuk dengan tegas perubahan yang diusulkan. Dengan Undang-undang dinyatakan bahwa untuk mengadakan perubahan sebagaimana diusulkan itu, ada dasarnya. 2. Usul perubahan Undang-undang Dasar, yang telah dinyatakan dengan undang-undang itu oleh Pemerintah dengan amanat presiden disampaikan kepada suatu Badan bernama Majelis Perubahan Undang- undang Dasar, yang terdiri dari Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dan Anggota-anggota Komite Nasional Pusat yang tidak menjadi Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Ketua dan Wakil-Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sementara menjadi Ketua dan Wakil-Ketua Majelis Perubahan Undang-undang Dasar. 3. Yang ditetapkan dalam Pasal 66, 72. 74, 75, 91. 92 dan 94 berlaku demikian juga bagi Majelis Perubahan Undang-undang Dasar. 4. Pemerintah harus dengan segera mengesahkan rancangan perubahan Undang-undang Dasar yang telah diterima oleh Majelis Perubahan Undang-undang Dasar. Pasal 141. 1. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan umum tentang membentuk dan mengundangkan undang-undang, maka perubahan- perubahan dalam Undang-undang Dasar diumumkan oleh Pemerintah dengan keluhuran. 2. Naskah Undang-undang Dasar yang diubah itu diumumkan sekali lagi oleh Pemerintah setelah, sekadar perlu, bab-babnya, bagian-bagian tiap-tiap bab dan pasal-pasalnya diberi nomor berturut dan penunjukkan- penunjukkannya diubah. 3. Alat-alat perlengkapan berkuasa yang sudah ada dan peraturan- peraturan serta keputusan-keputusan yang berlaku pada saat suatu perubahan dalam Undang-undang, Dasar mulai berlaku, dilanjutkan sampai diganti dengan yang lain menurut Undang-undang Dasar, kecuali jika melanjutkannya itu berlawanan dengan ketentuan-ketentuan baru dalam Undang-undang Dasar yang tidak memerlukan peraturan undang- undang atau tindakan- tindakan penglaksanaan yang lebih lanjut. BAGIAN II. KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN. Pasal 142. Peraturan-peraturan, undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata-usaha yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950 tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan- ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan- ketentuan tata-usaha atas kuasa Undang-Undang Dasar ini. Pasal 143. Sekedar hal itu belum ternyata dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar ini, maka undang-undang menentukan alat-alat perlengkapan Republik Indonesia yang mana akan menjalankan tugas dan kekuasaan alat-alat perlengkapan yang menjalankan tugas dan kekuasaan itu sebelum tanggal 17 Agustus 1950, yakni atas dasar perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena Pasal 142. Pasal 144. Sambil menunggu peraturan kewarga-negaraan dengan undang-undang yang tersebut dalam Pasal 5 ayat (1), maka yang sudah menjadi warga-negara Republik Indonesia ialah mereka yang menurut atau berdasar atas Persetujuan perihal pembagian warga-negara yang dilampirkan kepada Persetujuan Perpindahan memperoleh kebangsaan Indonesia, dan mereka yang kebangsaannya tidak ditetapkan oleh Persetujuan tersebut, yang pada tanggal 27 Desember 1949 sudah menjadi warga-negara Indonesia menurut perundang- undangan Republik Indonesia yang berlaku pada tanggal tersebut. BAGIAN III. KETENTUAN PENUTUP. Pasal 145. Segera sesudah Undang-undang Dasar ini mulai berlaku, Pemerintah mewajibkan satu atau beberapa panitia yang diangkatnya, untuk menjalankan tugas sesuai dengan petunjuk-petunjuknya, bekerja mengikhtiarkan, supaya pada umumnya sekalian perundang-undangan yang sudah ada pada saat tersebut disesuaikan kepada Undang-Undang Dasar. Pasal 146. Segera sesudah Undang-Undang Dasar berlaku Pemerintah mewujudkan pembentukan aparatur Negara yang bulat untuk melaksanakan pokok-pokok dari Undang-Undang Dasar yang merupakan jiwa perjuangan nasional dengan jalan menyusun kembali tenaga-tenaga yang ada. Pasal II. 1. Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ini mulai berlaku pada hari tanggal 17 Agustus 1950. 2. Jikalau dan sekadar sebelum saat yang tersebut dalam ayat (1) sudah dilakukan tindakan-tindakan untuk membentuk alat-alat perlengkapan Republik Indonesia, sekaliannya atas dasar ketentuan-ketentuan Undang- undang Dasar ini, maka ketentuan-ketentuan itu berlaku surut sampai pada hari tindakan-tindakan bersangkutan dilakukan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengumuman undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran- Negara Republik Indonesia Serikat. Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, SOEKARNO PERDANA MENTERI, MOHAMMAD HATTA MENTERI KEHAKIMAN, SOEPOMO Diumumkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950 MENTERI KEHAKIMAN, SOEPOMO Rencana Undang-undang tentang perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia tersebut di atas disetujui seluruhnya dalam Sidang ke-I Babak ke-3 rapat ke-71 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat pada hari Senen tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Sekertaris,REPUBLIK INDONESIA SERIKAT. Ketua, SOEMARDI. SARTONO. PENJELASAN UNDANG-UNDANG NR 7, TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENJADI UNDANG-UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA. Undang-undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dalam bantuknya adalah perubahan Konstitusi Sementara R.I.S Karena dengan berubahnya bentuk negara banyak pasal-pasal Konstitusi Sementara R.I.S. dihapuskan, diubah ataupun diganti, dan juga pasal-pasal baru harus dimasukkan, maka dianggap tidak perlu menyebutkan pasal-pasal yang dihapuskan, diubah ataupun diganti dan pasal-pasal baru itu, karena cara perubahan demikian ini tidak akan terang dibaca. Perubahan Konstitusi Sementara R.I.S. ini dilakukan dengan sekaligus mengumumkan (mengundangkan) naskah Konstitusi Sementara lagi sebagaimana bunyinya setelah diubah. Undang-undang Dasar Sementara Negara Kesatuan ini memuat apa yang ditentukan dalam Piagam Persetujuan antara R.I.S. dan Pemerintah R.I. Dalam pada itu : a. dasar-dasar yang sesungguhnya sudah diakui oleh R.I.S. maupun oleh R.I. akan tetapi tidak atau kurang dijelaskan di dalam Konstitusi Sementara R.I.S. maupun di dalam Undang-undang Dasar R.I.,ditegaskan di dalam Undang-undang Dasar Sementara Negara Kesatuan ini; b. dasar-dasar yang sama di R.I.S. dan di R.I. akan tetapi yang dinyatakan dengan susunan kata-kata berlainan sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan persangkaan akan adanya perbedaan faham, dipersesuaikan dengan menyatakannya; c. susunan kata-kata dan istilah-istilah pada umumnya dan terutama yang dapat menimbulkan salah pengertian, diperbaiki; d. sistimatik dimana perlu, diperbaiki, yaitu: a. yang dimaksudkan dengan daerah Republik Indonesia itu ialah daerah Hindia Belanda dulu (pasal 2); Pasal 18 dan pasal 43 ayat 2 cukup sempurna dalam menunjuk pengakuan kemerdekaan beragama serta sudah meliputi apa yang dimaksud dalam pasal 18 "Universal Declaration of Human Rights"; hak-hak penduduk atas kemerdekaan berkumpul dan berapat (pasal 20), berdemonstrasi dan mogok (pasal 21) diakui dan diatur dengan undang-undang, dengan pengertian, sekalipun Undang- undang itu belum diadakan, hak-hak itu sudah boleh dilakukan, karena sudah diakui dalam Undang-undang Dasar; hak memajukan pengaduan atau permohonan kepada penguasa secara kolektif (pasal 22); yang dimaksudkan dengan perkataan perbedaan dalam pasal 25 ayat 2 itu ialah kebutuhan masyarakat dan kebutuhan hukum golongan rakyat yang berbeda-beda, yang telah ada dan bukannya menimbulkan perbedaan-perbedaan baru, bahkan dimaksudkan supaya perbedaan-perbedaan yang baru ada itu dengan perkembangan masyarakat akan hilang, setidak-tidaknya akan berkurang; hak mendirikan serikat sekerja untuk memperjuangkan kepentingan anggauta-anggauta (pasal 29); Pelarangan organisasi-organisasi yang bersifat partikelir yang merugikan ekonomi nasional (pasal 37 ayat 3); dasar sama-hak yang harus diperhatikan oleh penguasa dalam memberikan sokongan kepada pejabat-pejabat agama dan persekutuan-persekutuan atau perkumpulan-perkumpulan agama (pasal 43 ayat 3); pasal 58 Undang-undang Dasar Sementara Negara Kesatuan ini sama bunyinya dengan pasal 100 Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat; pasal ini dibuat bukan dengan maksud meneruskan adanya "minoriteiten" dalam Negara Indonesia yang demokratis, bahkan cita-cita Negara kita ialah mempersatukan segala golongan satu Bangsa yang "homogeen"; akan tetapi oleh karena dalam "realiteit" pada waktu sekarang golongan-golongan kecil itu masih ada, maka perlu diadakan jaminan, supaya mereka mempunyai perwakilan dalam Dewan Perwakilan Rakyat; Pengaturan pokok-pokok mengenai perhubungan di darat, laut dan udara dengan Undang-undang (pasal 88); tugas kewajiban Dewan Pengawas Keuangan (pasal 112); bea dan cukai yang perlu disebutkan sendiri di samping pajak (pasal 117); adanya alat kekuasaan kepolisian yang diatur dengan Undang untuk memelihara ketertiban dan keamananan umum (pasal 130); menyusun kembali tenaga yang ada berarti bahwa, setelah terbentuknya Negara Kesatuan, pegawai yang ada itu di tempatkan sedemikian rupa diseluruh Indonesia, sehingga tercapai "the right man in the right place" dan efficiency yang sebesar- besarnya, dengan tidak membeda-bedakan antara pegawai tersebut; selanjutnya karena untuk membentuk aparatur Kementerian (Jawatan) yang bulat perlu pemindahan- pemindahan pegawai, maka sebelum jaminan perumahan dapat disediakan untuk pemindahan pegawai yang diperlukan untuk kebulatan aparatur Kementerian (jawatan), maka Kementerian- kementerian (Jawatan-jawatan) di tempatkan di Jakarta, Yogyakarta dan lain-lain tempat sesuai dengan sifat Kementerian (Jawatan) berhubung dengan kedudukannya di tempat masing- masing (pasal 146) b. Mukaddimah Konstitusi Sementara R.I.S. alinea ke-1 diganti dengan alinea ke-1 dan ke-2 dari Pembukaan Undang-undang Dasar R.I.; kedudukan daerah-daerah Swapraja diatur dengan Undang-undang (pasal 132); pada pembentukan Undang-undang itu serta pemerintahannya, yang akan dilakukan dengan mengganti hak-hak asal-usul, akan didengar pihak yang bersangkutan; c. antara lain pasal 33, untuk menegaskan bahwa pembatasan hak tidak boleh semena-mena atau dengan membedakan agama satu sama lain; pasal 37 ayat 1, untuk menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban mengadakan perubahan (perbaikan) ekonomi negeri untuk menjamin perikehidupan tiap-tiap warga-negara Indonesia; d. bab yang mengatur alat-alat perlengkapan dan bab yang mengatur tugas alat-alat perlengkapan negara dikemukakan, mendahului bab yang mengatur pemerintahan daerah dan Swapraja; pasal-pasal tentang hak interpelasi dan hak enquete Dewan Perwakilan Rakyat dipindah tempatnya ke dalam bagian yang mengatur Dewan Perwakilan Rakyat. Adapun ketentuan-ketentuan dalam Piagam Persetujuan tersebut di atas mengenai isi. Undang-undang Dasar Sementara Negara Kesatuan ialah : 1. Undang-undang Dasar Negara Kesatuan diperdapat dengan mengubah Konstitusi Sementara R.I.S. sedemikian rupa, sehingga essentialia Undang-undang Dasar Republik Indonesia, antara lain: a. pasal b. pasal 29, c. pasal 33, ditambah dengan bagian-bagian yang baik dari Konstitusi Sementara R.I.S. termasuk di dalamnya. 2. Di Undang-undang Dasar Sementara Negara Kesatuan an diadakan pasal yang memuat pokok-fikiran : "Hak milik itu adalah suatu funksi sosial". 3. Selanjutnya diadakan perubahan-perubahan dalam Konstitusi Sementara R.I.S., antara lain ialah : a. Senat dihapuskan. b. Dewan Perwakilan Rakyat Sementara terdiri atas gabungan D.P.R. - R.I.S dan Badan Pekerja K.N.I.P. Tambahan Anggauta atas penunjukan Presiden dipertimbangkan lebih jauh oleh kedua Pemerintah. c. Dewan Perwakilan Rakyat Sementara bersama-sama dengan K.N.I.P. dinamakan Majelis Perubahan Undang-undang Dasar, mempunyai hak mengadakan perubahan-perubahan dalam Undang-undang Dasar baru. d. Kostituante terdiri dari Anggauta-anggauta, yang dipilih dengan mengadakan pemilihan umum berdasar atas satu orang Anggauta untuk tiap-tiap 300.000 penduduk dengan memperhatikan perwakilan yang pantas bagi golongan minoriteit. e. Presiden ialah Presiden Soekarno. f. Dewan Menteri harus bersifat Kabinet Parlementair. g. Tentang jabatan Wakil-Presiden dalam Negara Kesatuan selama masa sebelum Konstituante terbentuk, Pemerintah R.I.S. dan Pemerintah R.I. akan mengadakan tukar-fikiran lebih lanjut. 4. Sebelum diadakan perundang-undangan kesatuan, maka Undang- undang dan Peraturan-peraturan yang ada tetap berlaku, akan tetapi di mana mungkin diusahakan supaya perundang-undangan R.I. berlaku. 5. Dewan Pertimbangan Agung dihapuskan. Tentang 1. Essentialia Undang-undang Dasar R.I. ini buat sebagian (pasal 27) sudah termuat dalam Konstitusi Sementara R.I.S. dengan lebih tegas. Maka yang diambil ialah redaksi Konstitusi Sementara R.I.S. Juga apa yang ditentukan dalam pasal 29 Undang-undang Dasar R.I. sudah termuat dalam Konstitusi Sementara R.I.S. dengan lebih jelas. Hanya ayat 1 dari pasal 29 Undang-undang Dasar R.I. belum termuat dalam Konstitusi Sementara R.I.S., dan dalam Undang-undang Dasar Sementara sekarang ini dimasukkan dalam pasal 43 ayat 1. Ketentuan-ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar R.I. belum termuat dalam Konstitusi Sementara R.I.S. Dalam Undang-undang Dasar Sementara sekarang perlu ketentuan-ketentuan itu dimasukkan (pasal 38); pasal ini mengandung arti antara lain bahwa seluruh barang-barang yang diusahakan dan dihasilkan, baik produksi pertanian maupun produksi industri terutama dipergunakan untuk memenuhi keperluan hidup rakyat; di dalam hal ini perlu ditegaskan, bahwa yang diartikan dengan cabang- cabang produksi bukan hanya produksi di dalam arti kata mewujudkan sesuatu barang, tetapi pula pengangkutan, pembagian, peredaran dan perdagangan, baik dalam Negeri maupun dengan luar Negeri; di dalam arti kata "dikuasai" termasuk pengertian mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertinggikan produksi, dengan mengutamakan bangunan koperasi. Tentang 2. Fungsi sosial dari hak milik itu adalah primair dan dimengertikan bahwa hak milik tidak boleh dipergunakan (atau dibiarkan) merugikan masyarakat. Tentang 3. a. Senat sebagai instituut negara-federasi yang "mewakili daerah-daerah bagian" (pasal 80 ayat 1 Konstitusi Sementara R.I.S.) dihapuskan, karena daerah-daerah bagian itu tidak akan ada lagi dalam suatu negara kesatuan. b. Bagaimana susunan Dewan Perwakilan Rakyat semestinya, ditetapkan dalam pasal 56, 57 dan 58. Untuk pertama kali selama Dewan Perwakilan Rakyat belum tersusun menurut aturan-aturan dalam pasal-pasal tersebut di atas, maka Dewan Perwakilan Rakyat terdiri dari Ketua, Wakil-wakil-Ketua dan Anggauta- anggauta Dewan Perwakilan Rakyat R.I.S.. Ketua, Wakil-Ketua dan Anggota-anggota Senat, Ketua, Wakil-wakil Ketua dan Anggota-anggauta Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dan Ketua, Wakil-Ketua danan Anggauta-anggauta Dewan Pertimbangan Agung (pasal 77). Formulering bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara terdiri atas gabungan Dewan Perwakilan Rakyat R.I.S., Senat, Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dan Dewan Pertimbangan Agung dipandang kurang betul karena pada saat Negara Kesatuan terbentuk empat badan itu tidak ada lagi, dan juga karena formulering demikian seakan-akan menentukan bahwa peraturan- peraturan tentang (keanggautaan) Dewan Perwakilan Rakyat R.I.S., Senat, Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dan Dewan Pertimbangan Agung masih berlaku buat masing-masing bagian dari Dewan Perwakilan Rakyat Sementara itu. Adapun Ketua dan Wakil-wakil-Ketua disebutkan sendiri di samping Anggauta-anggauta ialah karena Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Pusat bukan Anggauta badan itu. Tentang ditambah tidaknya Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dengan Anggauta-anggauta lain Pemerintah berpendapat, bahwa adalah sukar sekali untuk menentukan criteria bagi penunjukan Anggota-anggota tambahan oleh Presiden itu. c. Sekalipun Majelis Perubahan Undang-undang Dasar merupakan suatu badan, akan tetapi karena badan tersebut hanya bertindak apabila perlu diadakan perubahan dalam Undang-undang Dasar Sementara dan dalam systeem Undang-undang Dasar Sementara ini perlu tidaknya diadakan perubahan ditentukan oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Sementara, maka Majelis tersebut tidak mendapat tempat tersendiri dalam Undang-undang Dasar Sementara melainkan ketentuan- ketentuan tentang Majelis tadi dimasukkan dalam bagian tentang perubahan Undang-undang Dasar Sementara. d. Alasan bagi Pemerintah untuk menyimpang dari pada apa yang ditentukan dalam Piagam Persetujuan R.I.S. - R.I. dengan menentukan bahwa Anggauta-anggauta Konstituante dipilih dengan dasar perhitungan tiap-tiap 150.000 penduduk memilih seorang Anggauta (pasal 135 ayat 1) ialah : aa. karena suatu Dewan Perwakilan Rakyat dengan jumlah ± 250 Anggauta (dipilih atas dasar perhitungan 300.000 penduduk memilih seorang Anggota dipandang pantas untuk suatu Bangsa yang terdiri atas ± 75 juta jiwa (lihat pasal 56), bb. karena pada umumnya suatu Konstituante beranggauta lebih banyak dari pada jumlah Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. e. Untuk menetapkan seorang yang tertentu yang harus memegang sesuatu jabatan adalah bertentangan dengan susunan kenegaraan kita apabila penjabat itu dari semula pula harus dipilih. Maksud Piagam Persetujuan untuk menentukan Ir. Soekarno sebagai Presiden pertama sudah tercapai karena Ir. Soekarno pada waktu sekarang menjabat Presiden R.I.S. (dan R.I.) dan menurut ketentuan dalam pasal 141 ayat 3 penjabat-penjabat yang dipilih atau diangkat menurut peraturan-peraturan sebelum Konstitusi Sementara (R.I.S.) diubah tetap memegang jabatannya sampai diganti dengan yang lain menurut Undang-undang Dasar (baru), apabila melanjutkan itu tidak berlawanan dengan ketentuan-ketentuan baru dalam Undang-undang Dasar yang tidak memerlukan peraturan Undang-undang atau tindakan- tindakan penglaksanaan lebih lanjut. f. Konstitusi Sementara R.I.S. menentukan dalam pasal 118: 1. Presiden tidak dapat diganggu-gugat. 2. Menteri-menteri bertanggung-jawab...................... Akan tetapi dalam pasal 122 dinyatakan: Dewan Perwakilan Rakyat.......................(sekarang) ............................ tidak dapat memaksa Kabinet atau masing- masing Menteri meletakkan jabatannya. Undang-undang Dasar R.I. menentukan dalam pasal 4; 1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar. dan dalam pasal 17 : 1. Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara. Maksud Undang-undang Dasar R.I. semula memang Menteri-menteri adalah semata-pembantu Presiden, yang tidak bertanggung-jawab atas kebijaksanaan pemerintah. Ketentuan Undang-undang Dasar R.I. ini sudah berubah dengan "convention", Mulai saat itu Menteri-menteri bertanggung-jawab akan tetapi ada kalanya kalau keadaan memaksa Kabinet menjadi presidentieel lagi. Piagam Persetujuan menentukan bahwa Dewan Menteri harus bersifat Kabinet parlementair, yang berarti bahwa Dewan Perwakilan Rakyat harus dapat memaksa Kabinet atau masing-masing Menteri meletakkan jabatannya sekalipun Dewan Perwakilan Rakyat masih tersusun sementara. Ketentuan ini dalam Undang-undang Dasar Sementara ini dinyatakan dalam pasal 83, yang bersamaan teksnya dengan pasal 118 Konstitusi Sementara R.I.S. Akan tetapi imbangan dari kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat untuk memaksa Kabinet atau masing-masing Menteri meletakkan jabatannya, harus diadakan, yaitu kekuasaan Presiden untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (kalau Dewan Perwakilan Rakyat dianggapnya tidak mewakili kehendak rakyat lagi). Maka perlu dimuat ketentuan-ketentuan sebagamana tercantum dalam pasal 84 Undang-undang Dasar Sementara ini. g. Tentang jabatan Wakil-Presiden sudah ada kata sepakat antara fihak R.I.S. dan fihak R.I. untuk mengadakannya. Dalam systeem Undang-undang Dasar Sementara ini Wakil-Presiden dan juga Presiden akan dipilih menurut peraturan-peraturan. Karena dalam konsepsi kedua fihak Presiden dan Wakil-Presiden tidak akan diganti sebelum Undang-undang Dasar tetap dibentuk oleh Konstituante maka pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil-Presiden diserahkan kepada Konstituante, akan tetapi di dalam Undang-undang Dasar Sementara ini ditulis. Presiden dan Wakil-Presiden dipilih menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang (pasal 45 ayat 3). Hanya untuk pertama kali Wakil-Presiden diangkat oleh Presiden dari anjuran yang dimajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Sementara). Demikianlah Undang-undang Dasar Sementara ini telah memberi bentuk dan formulering kepada pokok-pokok dari pada isi dan jiwa masyarakat Bangsa Indonesia pada taraf kemajuan usahanya dalam menyusun dan membangun negara sendiri yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. -------------------------------- CATATAN Kutipan : LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1950 YANG TELAH DICETAK ULANG
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_konstitusi_sementara_republik_indonesia_7.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Dasar hukumny memberikan data sitersangka. Menurut pasal 118:1 ris presiden tidak dapat diganggu gugat pernyataan tersebut mengandung makna bahwa presiden...... Yang mengesahkan uud thn 1950.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)