Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2005
  • » Undang-Undang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) (UU 11 thn 2005)

2005

Undang-Undang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) (UU 11 thn 2005)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) :
                    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                           NOMOR 11          TAHUN 2005
                                     TENTANG
PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL
              RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG
                   HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)


                   DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   : a.    bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati
                    melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh
                    karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh
                    diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;

              b.    bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional,
                    menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan
                    Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak
                    Asasi Manusia;

              c.    bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya
                    tanggal 16 Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant
                    on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional
                    tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);

              d.    bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c
                    pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
                    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat
                    negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung
                    tinggi harkat dan martabat manusia dan yang menjamin persamaan
                    kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa
                    Indonesia untuk secara terus menerus memajukan dan melindungi hak
                    asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

                                                                           e. bahwa . . .
              e.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
                    huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang
                    Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural
                    Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
                                          -2-


                    Budaya).




Mengingat    : 1.   Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28,
                    Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28G,
                    Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik
                    Indonesia Tahun 1945;

               2.   Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
                    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156;
                    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);

               3.   Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
                    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165;
                    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

               4.   Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
                    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185;
                    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);

               5.   Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
                    Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
                    208; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026);



                                                                                   Dengan . . .
                               Dengan Persetujuan Bersama

             DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                          dan
                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                   MEMUTUSKAN:

Menetapkan   : UNDANG-UNDANG      TENTANG                                    PENGESAHAN
               INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC,                           SOCIAL AND
                         -3-


CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-
HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA).




                       Pasal 1

(1 ) Mengesahkan International Covenant on Economic, Social and
     Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi,
     Sosial dan Budaya) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1.

(2)   Salinan naskah asli International Covenant on Economic, Social and
      Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi,
      Sosial dan Budaya) dan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1
      dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia
      sebagaimana terlampir, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
      Undang-Undang ini.




                       Pasal 2

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.




                                                                Agar . . .

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.


                         Disahkan di Jakarta
                         pada tanggal 28 Oktober 2005

                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                              ttd

                         DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
                                 -4-


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2005

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,

                       ttd

           HAMID AWALUDIN

       LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 118
                                       PENJELASAN
                                           ATAS
                      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                                NOMOR 11 TAHUN 2005
                                        TENTANG
 PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL
                   RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG
                     HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)



I.   UMUM

1.   Sejarah Perkembangan Lahirnya Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial
     dan Budaya Sipil dan Politik.

     Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
     memproklamasikan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak
     Asasi Manusia, untuk selanjutnya disingkat DUHAM), yang memuat pokok-pokok hak
     asasi manusia dan kebebasan dasar, dan yang dimaksudkan sebagai acuan umum hasil
     pencapaian untuk semua rakyat dan bangsa bagi terjaminnya pengakuan dan penghormatan
     hak-hak dan kebebasan dasar secara universal dan efektif, baik di kalangan rakyat negara-
     negara anggota PBB sendiri maupun di kalangan rakyat di wilayah-wilayah yang berada di
     bawah yurisdiksi mereka.

     Masyarakat internasional menyadari perlunya penjabaran hak-hak dan kebebasan dasar
     yang dinyatakan oleh DUHAM ke dalam instrumen internasional yang bersifat mengikat
     secara hukum. Sehubungan dengan hal itu, pada tahun 1948, Majelis Umum PBB meminta
     Komisi Hak Asasi Manusia (KHAM) PBB yang sebelumnya telah mempersiapkan
     rancangan DUHAM untuk menyusun rancangan Kovenan tentang HAM beserta rancangan
     tindakan pelaksanaannya. Komisi tersebut mulai bekerja pada tahun 1949. Pada tahun
     1950, MU PBB mengesahkan sebuah resolusi yang menyatakan bahwa pengenyaman
     kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dasar di satu pihak dan hak-hak ekonomi,
     sosial, dan budaya di lain pihak bersifat saling terkait dan saling tergantung. Setelah
     melalui perdebatan panjang, dalam sidangnya tahun 1951, MU PBB meminta

                                                                              kepada . . .
     kepada Komisi HAM PBB untuk merancang dua Kovenan tentang hak asasi manusia: (1)
     Kovenan mengenai hak sipil dan politik; dan (2) Kovenan mengenai hak ekonomi, sosial
     dan budaya. MU PBB juga menyatakan secara khusus bahwa kedua Kovenan tersebut
     harus memuat sebanyak mungkin ketentuan yang sama, dan harus memuat pasal yang akan
     menetapkan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri.
                                            -2-



     Komisi HAM PBB berhasil menyelesaikan dua rancangan Kovenan sesuai dengan
     keputusan MU PBB pada 1951, masing-masing pada tahun 1953 dan 1954. Setelah
     membahas kedua rancangan Kovenan tersebut, pada tahun 1954 MU PBB memutuskan
     untuk memublikasikannya seluas mungkin agar pemerintah negara-negara dapat
     mempelajarinya secara mendalam dan khalayak dapat menyatakan pandangannya secara
     bebas. Untuk tujuan tersebut, MU PBB menyarankan agar Komite III PBB membahas
     rancangan naskah Kovenan itu pasal demi pasal mulai tahun 1955. Meskipun
     pembahasannya telah dimulai sesuai dengan jadwal, naskah kedua Kovenan itu baru dapat
     diselesaikan pada tahun 1966. Akhirnya, pada tanggal 16 Desember 1966, dengan resolusi
     2200A (XXI), MU PBB mengesahkan Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik bersama-
     sama dengan Protokol Opsional pada Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan
     Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kovenan Internasional tentang
     Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mulai berlaku pada tanggal 3 Januari 1976.


2.   Pertimbangan Indonesia untuk menjadi Pihak pada International Covenant on Economic,
     Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
     Budaya)

     Indonesia adalah negara hukum dan sejak kelahirannya pada tahun 1945 menjunjung tinggi
     HAM. Sikap Indonesia tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa meskipun dibuat
     sebelum diproklamasikannya DUHAM, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
     Tahun 1945 sudah memuat beberapa ketentuan tentang penghormatan HAM yang sangat
     penting. Hak-hak tersebut antara lain hak semua bangsa atas kemerdekaan (alinea pertama
     Pembukaan); hak atas kewarganegaraan (Pasal 26); persamaan kedudukan semua warga
     negara Indonesia di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat (1)); hak warga negara
     Indonesia atas pekerjaan (Pasal 27 ayat (2); hak setiap warga negara

                                                                               Indonesia . . .
     Indonesia atas kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat (2); hak berserikat
     dan berkumpul bagi setiap warga negara (Pasal 28); kemerdekaan setiap penduduk untuk
     memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
     kepercayaannya itu (Pasal 29 ayat (2); dan hak setiap warga negara Indonesia atas
     pendidikan (Pasal 31 ayat (1) ).

     Sikap Indonesia dalam memajukan dan melindungi HAM terus berlanjut meskipun
     Indonesia mengalami perubahan susunan negara dari negara kesatuan menjadi negara
     federal (27 Desember 1949 sampai dengan 15 Agustus 1950). Konstitusi yang berlaku pada
     waktu itu, yaitu Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS), memuat sebagian
     besar pokok-pokok HAM yang tercantum dalam DUHAM dan kewajiban Pemerintah
     untuk melindunginya (Pasal 7 sampai dengan Pasal 33).
                                      -3-



Indonesia yang kembali ke susunan negara kesatuan sejak 15 Agustus 1950 terus
melanjutkan komitmen konstitusionalnya untuk menjunjung tinggi HAM. Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS RI Tahun 1950) yang berlaku sejak 15
Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, sebagaimana Konstitusi RIS, juga memuat
sebagian besar pokok-pokok HAM yang tercantum dalam DUHAM dan kewajiban
Pemerintah untuk melindunginya (Pasal 7 sampai dengan Pasal 33), dan bahkan sebagian
sama bunyinya kata demi kata dengan ketentuan yang bersangkutan yang tercantum dalam
Konstitusi RIS. Di samping komitmen nasional, pada masa berlakunya UUDS RI Tahun
1950, Indonesia juga menegaskan komitmen internasionalnya dalam pemajuan dan
perlindungan HAM, sebagaimana yang ditunjukkan dengan keputusan Pemerintah untuk
tetap memberlakukan beberapa konvensi perburuhan yang dihasilkan oleh International
Labour Organization (Organisasi Perburuhan Internasional) yang dibuat sebelum Perang
Dunia II dan dinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda oleh Pemerintah Belanda, menjadi
pihak pada beberapa konvensi lain yang dibuat oleh Organisasi Perburuhan Internasional
setelah Perang Dunia II, dan mengesahkan sebuah konvensi HAM yang dibuat oleh PBB,
yakni Convention on the Political Rights of Women 1952 (Konvensi tentang Hakhak Politik
Perempuan 1952), melalui Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958.

                                                                            Dalam . . .
Dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia, upaya penegakan dan perlindungan HAM telah
mengalami pasang surut. Pada suatu masa upaya tersebut berhasil diperjuangkan, tetapi
pada masa lain dikalahkan oleh kepentingan kekuasaan.

Akhirnya, disadari bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak mengindahkan
penghormatan, penegakan dan perlindungan HAM akan selalu menimbulkan ketidakadilan
bagi masyarakat luas dan tidak memberikan landasan yang sehat bagi pembangunan
ekonomi, politik, sosial dan budaya untuk jangka panjang.

Gerakan reformasi yang mencapai puncaknya pada tahun 1998 telah membangkitkan
semangat bangsa Indonesia untuk melakukan koreksi terhadap sistem dan praktik-praktik
masa lalu, terutama untuk menegakkan kembali pemajuan dan perlindungan HAM.

Selanjutnya Indonesia mencanangkan Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM melalui
Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia 1998-2003 yang kemudian dilanjutkan dengan RAN HAM kedua melalui
Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia 2004-2009 dan ratifikasi atau pengesahan Convention Against Torture and Other
Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, 1984 (Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau
Merendahkan Martabat Manusia, 1984) pada 28 September 1998 (Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1998; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164; Tambahan
                                        -4-


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3783). Selain itu melalui Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 1999, Indonesia juga telah meratifikasi International Convention on the
Elimination of All Forms of Racial Discrimination (Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial).

Pada tanggal 13 November 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengambil
keputusan yang sangat penting artinya bagi pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM,
yaitu dengan mengesahkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang lampirannya memuat
"Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia" (Lampiran angka
I) dan "Piagam Hak Asasi Manusia" (Lampiran angka II).

                                                                          Konsideran . . .
Konsideran Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tersebut menyatakan, antara lain,
"bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan pengakuan,
penghormatan, dan kehendak bagi pelaksanaan hak asasi manusia dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara" (huruf b) dan
"bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia patut menghormati hak asasi
manusia yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa serta instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia" (huruf
c). Selanjutnya, Ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Bangsa Indonesia sebagai
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan
berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia" (Lampiran IB
angka 2). Sebagaimana diketahui bahwa DUHAM 1948, Kovenan Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik, Protokol Opsional pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil
dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
adalah instrumen-instrumen internasional utama mengenai HAM dan yang lazim disebut
sebagai "International Bill of Human Rights" (Prasasti Internasional tentang Hak Asasi
Manusia), yang merupakan instrumen-instrumen internasional inti mengenai HAM.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan perubahan
Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan pertama disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI
Tahun 1999; perubahan kedua disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000;
perubahan ketiga disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001; dan perubahan
keempat disahkan dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002. Perubahan kedua Undang-
Undang Dasar 1945 menyempurnakan komitmen Indonesia terhadap upaya pemajuan dan
perlindungan HAM dengan mengintegrasikan ketentuan-ke1entuan penting dari instrumen-
instrumen internasional mengenai HAM, sebagaimana tercantum dalam BAB XA tentang
Hak Asasi Manusia. Perubahan tersebut dipertahankan sampai dengan perubahan keempat
Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian disebut dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
                                              -5-


     Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
     mengamanatkan pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia   dalam kehidupan
     bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

                                                                                      serta . . .
     serta komitmen bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional untuk
     memajukan dan melindungi HAM, Indonesia perlu mengesahkan instrumen-instrumen
     internasional utama mengenai HAM, khususnya International Covenant on Economic,
     Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
     Budaya) serta International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
     tentang Hak-hak Sipil dan Politik).


3.   Pokok-pokok Isi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

     Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, sosial
     dan budaya dari DUHAM dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum.
     Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal.

     Pembukaan Kovenan ini mengingatkan negara-negara akan kewajibannya menurut Piagam
     PBB untuk memajukan dan melindungi HAM, mengingatkan individu akan tanggung
     jawabnya untuk bekerja keras bagi pemajuan dan penaatan HAM yang diatur dalam
     Kovenan ini dalam kaitannya dengan individu lain dan masyarakatnya, dan mengakui
     bahwa, sesuai dengan DUHAM, cita-cita umat manusia untuk menikmati kebebasan sipil
     dan politik serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan hanya dapat tercapai apabila
     telah tercipta kondisi bagi setiap orang untuk dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan
     budaya serta hak-hak sipil dan politiknya.

     Pasal 1 menyatakan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasibnya
     sendiri dan menyerukan kepada semua negara, termasuk negara-negara yang bertanggung
     jawab atas pemerintahan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah
     Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak tersebut. Pasal ini mempunyai arti yang
     sangat penting pada waktu disahkannya Kovenan ini pada tahun 1966 karena ketika itu
     masih banyak wilayah jajahan.

     Pasal 2 menetapkan kewajiban Negara Pihak untuk mengambil langkah-Langkah bagi
     tercapainya secara bertahap perwujudan hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini dan
     memastikan pelaksanaan hak-hak tersebut tanpa pembedaan apa pun. Negara-negara
     berkembang, dengan

                                                                       memperhatikan . . .
     memperhatikan HAM dan perekonomian nasionalnya, dapat menentukan sampai seberapa
     jauh negara-negara tersebut akan menjamin hak-hak ekonomi yang diakui dalam Kovenan
                                        -6-


ini bagi warga negara asing. Untuk ketentuan ini, diperlukan pengaturan ekonomi nasional.

Pasal 3 menegaskan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.

Pasal 4 menetapkan bahwa negara pihak hanya boleh mengenakan pembatasan atas hak-
hak melalui penetapan dalam hukum, sejauh hal itu sesuai dengan sifat hak-hak tersebut
dan semata-mata untuk maksud memajukan kesejahteraan umum dalam masyarakat
demokratis.

Pasal 5 menyatakan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan ini yang dapat
ditafsirkan sebagai memberi hak kepada negara, kelompok, atau seseorang untuk
melibatkan diri dalam kegiatan atau melakukan tindakan yang bertujuan menghancurkan
hak atau kebebasan mana pun yang diakui dalam Kovenan ini atau membatasinya lebih
daripada yang ditetapkan dalam Kovenan ini. Pasal ini juga melarang dilakukannya
pembatasan atau penyimpangan HAM mendasar yang diakui atau yang berlaku di negara
pihak berdasarkan hukum, konvensi, peraturan atau kebiasaan, dengan dalih bahwa
Kovenan ini tidak mengakui hak tersebut atau mengakuinya tetapi secara lebih sempit.

Pasal 6 sampai dengan pasal 15 mengakui hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial,
dan budaya, yakni hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang
adil dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh (Pasal 8),
hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas perlindungan dan
bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda (Pasal 10), hak atas
standar kehidupan yang memadai (Pasal 11), hak untuk menikmati standar kesehatan fisik
dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (Pasal 12), hak atas pendidikan (Pasal 13 dan
14), dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (PasaI1).

Selanjutnya Pasal 16 sampai dengan Pasal 25 mengatur hal-hal mengenai pelaksanaan
Kovenan ini, yakni kewajiban negara pihak untuk menyampaikan laporan kepada
Sekretaris Jenderal PBB mengenai tindakan yang telah diambil dan kemajuan yang telah
dicapai dalam penaatan hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini (Pasal 16 dan Pasal 17),
penanganan laporan tersebut oleh ECOSOC (Pasal 18 sampai dengan Pasal 22),
kesepakatan tentang lingkup aksi internasional guna mencapai
                                                                             hak-hak . . .
hak-hak yang diakui dalam Kovenan (Pasal 23), penegasan bahwa tidak ada satu ketentuan
pun dalam Kovenan yang dapat ditafsirkan sebagai mengurangi ketentuan Piagam PBB dan
konstitusi badan-badan khusus yang berkenaan dengan masalah-masalah yang diatur dalam
Kovenan ini (Pasal 24), dan penegasan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan
ini yang boleh ditafsirkan sebagai mengurangi hak yang melekat pada semua rakyat untuk
menikmati secara penuh dan secara bebas kekayaan dan sumber daya alam mereka (Pasal
25).

Kovenan diakhiri dengan ketentuan penutup yang mengatur pokok-pokok yang bersifat
                                               -7-


      prosedural (Pasal 26 sampai dengan Pasal 31), dan yang mencakup pengaturan
      penandatanganan, pengesahan, aksesi, dan penyimpanan Kovenan ini, serta tugas Sekretaris
      Jenderal PBB sebagai penyimpan (depositary) (Pasal 26 dan Pasal 30), mulai berlakunya
      Kovenan ini (Pasa! 27), lingkup wilayah berlakunya Kovenan ini di negara pihak yang
      berbentuk federal (Pasal 28), prosedur perubahan (Pasal 29), dan bahasa yang digunakan
      dalam naskah otentik Kovenan ini (Pasal 31).




II.   PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1
                Ayat (1)
                     International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan
                     Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dan
                     International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
                     tentang Hak-hak Sipil dan Politik) merupakan dua instrumen yang saling
                     tergantung dan saling terkait. Sebagaimana dinyatakan oleh MU PBB pada
                     tahun 1977 (resolusi 32/130 Tanggal 16 Desember 1977), semua hak asasi dan
                     kebebasan dasar manusia tidak dapat dibagi-bagi dan saling tergantung
                     (interdependent). Pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan kedua kelompok
                     hak asasi ini harus mendapatkan perhatian yang sama. Pelaksanaaan,
                     pemajuan, dan perlindungan semua hak-hak ekonomi, sosial, dan pudaya tidak
                     mungkin dicapai tanpa adanya pengenyaman hak-hak sipil dan politik.


                                                                                    Ayat (2) . . .

                (Ayat 2)
                     Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa
                     Indonesia, naskah yang berlaku adalah naskah asli dalam bahasa Inggris
                     Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta
                     Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1 Kovenan ini.


      Pasal 2
                Cukup jelas.




       TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4557
-8-
-9-


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pengesahan_international_covenant_on_economic,_so_11.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Isi dari convenants of human rights (1966). Isi dari convenants of human rights. Isi dari covenants of human rights (1966). Isi convenants of human rights tahun 1966 bhs indo. Pengertian international covenant on economic social and cultural rights. The international covenant of economic berisi tentang. Isi dari convenants of human rights 1966.

Isi covenants of human rights tahun 1966. Isi dari covenants of human rights. Isi dari covenants of human rights 1966. Http://carapedia.com/pengesahan_international_covenant_economic_social_and_cultural_info1663.html. Apakah isi dari convenants of human rights (1966). Isi convenants of human rights. Pengertian icescr.

Https://carapedia.com/pengesahan_international_covenant_economic_social_and_cultural_info1663.html. Isi dari covenants of human rights(1966). Isi dari covenant of human rights. Isi covenants of human rights. Isi covenant of human right. Isi convenant of human rights.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
Artikel Terkait (10)
FIND US ON FACEEBOOK