- Home »
- Pertemanan » Enam Fakta Pertimbangan Saat Memaafkan
Pertemanan
Enam Fakta Pertimbangan Saat Memaafkan
Peristiwa kehidupan baik itu besar dan kecil terkadang mengharuskan kita menjadi korban. Misalnya peristiwa bersama orang lain seperti percekcokan, ketidaksetiaan, tindak kekerasan hingga pembunuhan. Seiring berjalannya waktu, semua peristiwa tersebut wajib kita lebur dengan memaafkan.
Banyak dari kita yang merasa “enak sekali memafaakan”, hidup kita sudah berantakan? apakah perbuatan tersebut akan terulang? Siapa yang tersakiti dan yang seharusnya memaafkan? Memendam amarah dan dendam sebetulnya membuat kita membangun benteng mental diri kita sendiri.
Dimana di satu titik kita harus membuat keputusan memaafkan atau minta maaf. Kapan dan untuk apa, keputusan ini menjadi sangat personal. Berdasarkan riset, ada enam pertimbangan yang sebaiknya perlu Anda catat untuk masalah maaf-memaafkan.
Memaafkan membuat Anda lebih bahagia
Beberapa studi mengungkapkan bahwa orang yang memaafkan akan lebih bahagia hidupnya. Menahan amarah dalam waktu lama bisa merusak mental dan kesehatan. Sedangkan ketika memaafkan, tubuh mengeluarkan hormon stress, termasuk disaat kita merenungkan kejadian tersebut dengan hati ikhlas. Anda akan lebih kebal terhadap penyakit dan perhatian akan lebih pada kebahagiaan dan kesehatan di masa kini.
Waspada “Efek Keset”
Dalam relasi, memaafkan sangat bermanfaat sekali. Anda tak harus selalu mengabaikan orang lain dan memiliki rasa hormat terhadap orang lain. Efek “keset” ini dimaksud adalah merendahkan harga diri karena si orang lain tidak menghormati Anda. Pasangan yang tidak menunjukkan penyesalan akan semakin merendahkan harga diri orang yang memaafkan. Sedangkan maaf justru meningkatkan harga diri dan mengubah perilaku menjadi lebih baik.
Kurangnya pengampunan menggerus kemitraan
Kekacauan tanpa penyesalah biasanya akan berujung pada siklus negatif, dimana kita tidak membiasakan memaafkan hal-hal kecil. Dalam sebuah riset, pasangan yang tidak belajar memaafkan akan cenderung egois bertahan sebagai si “benar”, dan sering berdebat daripada menyelesaikan masalah.
Intensi dan tanggung jawab membuat perbedaan
Kita sering merasan mudah memaafkan orang orang yang tidak sadar dirinya bersalah daripada yang sengata melukai orang lain. Tindakan di luar dugaan, bukan pilihan pribadi membuat kita mudah memaafkan. Belajar memaafkan dimulai dengan berpikir di luar dugaan yang menyebabkan peristiwa buruk. Misalnya sedang dibawah tekanan, salah informasi atau diintimidasi oleh orang lain. Dengan memaafkan bukan berarti menghilangkan kerusakan namun menumbuhkan empati sehingga Adan mungkin bisa membantunya menyelesaikan kekacauan tersebut.
Emosi ikut terlibat
Dalam penelitian pemindaian otak terungkap pusat-pusat emosi dalam sistem limbik akan menyala saat kita hendak memaafkan orang lain, Emosi negatif ini seperti amarah, dan terluka membuat kita sulit memaafkan.
Memilih memaafkan adalah pemberdayaan
Memaafkan bukanlah melupakan atau tidak ada hukuman. Kita meskipun mengampuninya secara emosi juga perlu menambahkan konsekuensi atas perbuatan mereka. Kita perlu melindungi orang-orang yang akan jadi korban selanjutnya.
Pesan terpenting adalah perasaan cinta dan kasih sayang lebih kuat daripada rasa takut dan kebencian. Mari saling memaafkan agar kita bisa menjadi orang yang lebih baik.