- Home »
- Undang-Undang »
- 1987 » Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta (UU 7 thn 1987)
1987
Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta (UU 7 thn 1987)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_6_tahun_1982_tentang_hak_ci_7.pdf
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 7 TAHUN 1987 (7/1987)
Tanggal: 19 SEPTEMBER 1987 (JAKARTA)
Sumber: LN 1987/42; TLN NO. 3362
Tentang: PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA
Indeks: HAK MILIK. KEHAKIMAN. TINDAK PIDANA. Kebudayaan. Mass Media.
Warga Negara. Hak Cipta. Perdata.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
a. bahwa pemberitaan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta pada dasarnya
yang dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik
bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta dibidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra;
b. bahwa ditengah kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin
meningkat, khususnya dibidangnya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra,
ternyata telah berkembang pula kegiatan pelanggaran Hak Cipta terutama
dalam bentuk tindak pidana pembajakan;
c. bahwa pelanggaran Hak Cipta tersebut telah mencapai tingkat yang
membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat pada
umumnya dan minat untuk mencipta pada khususnya;
d. bahwa untuk mengatasi dan menghentikan pelanggaran Hak Cipta dipandang
perlu untuk mengubah dan menyempurnakanbeberapa ketentuan dalam Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara
Tahun 1982 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3217);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG
HAK CIPTA.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
diubah sebagai berikut :
1. Pada Pasal 1 ditambahkan dua ketentuan baru yang dijadikan huruf b dan
huruf g, yang berbunyi sebagai berikut :
"b. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta,
atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta,atau orang
lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas.
g. Program Komputer atau Komputer Program adalah program yang
diciptakan secara khusus sehingga memungkinkan komputer melakukan
Fungsi tertentu".
Dengan penambahan ini, huruf b, c, d, dan e dijadikan huruf c, d, e,
dan f.
2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 5
(1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah
a. orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan dan
pengumuman resmi tentang pendaftaran pada Departemen Kehakiman
seperti yang dimaksud dalam Pasal 29;
b. orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai
pencipta pada suatu ciptaan.
(2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak tertulis dan tidak
ada pemberitahuan siapa penciptanya, maka orang yang berceramah
dianggap sebagai penciptanya".
3. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 7
Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang, diwujudkan dan dikerjakan
oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang,
rnaka penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu".
4. Judul Bagian Keempat pada BAB I diubah sehingga menjadi sebagai berikut
:
"Bagian Keempat
Hak Cipta Atas Ciptaan Yang Tidak Diketahui Penciptanya".
5. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut
"(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan pra sejarah,
sejarah, dan benda budaya nasional lainnya".
6. Ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) dihapus, dan Pasal 10 ayat (5)
dijadikan Pasal 10 ayat (3) baru.
7. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan Pasal 10 A yang berbunyi
sebagai berikut:
"Pasal 10A
Apabila suatu ciptaan sama sekali tidak diketahui siapa penciptanya,
maka Negara memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut kecuali terbukti
sebaliknya".
8. Ketentuan Pasal I 1 ayat (1) diubah sehingga menjadi sebagai berikut :
"Pasal 11
(1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang meliputi karya :
a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya;
c. Pertunjukan seperti musik, karawitan,drama, tari, pewayangan,
pantomim dan karya siaran antara lain untuk media radio,
televisi, dan film, serta karya rekaman video;
d. Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau
tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi;
e. Segala bentuk seni rupa sepertiseni lukis, seni pahat, seni
patung ,dan kaligrafi yang perlindungannya diatur dalam Pasal 10
ayat (2);
f. Seni batik;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Sinematografi;
j. Fotografi;
k. Program Komputer atau Komputer Program
l. Terjemahan, tafsir, saduran, dan penyusunan bunga rampai".
9. Pada Pasal 14 ditambahkan ketentuan baru yang dijadikan huruf g sebagai
berikut :
"g. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer atau Komputer
Program oleh pemilik Program Komputer atau Komputer Program yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri".
10. Ketentuan Pasal 15 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 15 baru
yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 15
(1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan
penelitian dan pengembangan, sesuatu ciptaan yang dilindungi Hak
Cipta dan selama 3 (tiga) tahun sejak diumumkan belum
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau diperbanyak di
wilayah Negara Republik Indonesia, Pemerintah setelah mendengar
pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat :
a. mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri
penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan tersebut di
wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang
ditentukan;
b. mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk
memberikan izin kepada orang lain untuk menerjemahkan dan/
atau memperbanyak ciptaan tersebut di wilayah Negara
Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan, dalam hal
Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan
sendiri atau menyatakan ketidaksediaan untuk melaksanakan
sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan
ciptaan tersebut, dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan
olch Pemerintah.
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah".
11. Ketentuan Pasal 16 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 16 baru
yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 16
Pemerintah setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta, dapat melarang
pengumuman setiap ciptaati yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintaii
di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum".
12. Ketentuan PasaL 26 dan Pasal 27 diliapus dan diganti dengan Pasal 26
dan Pasal 27 baru yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 26
(1) Hak Cipta atas ciptaan :
a. buku, pamflet dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. seni tari (koreografi);
c. segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, dan
seni patung;
d. seni batik;
e. ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan
f. karya arsitektur;
berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50
(lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.
(2) Untuk ciptaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dimiliki
oleh 2 (dua) orang atau lebih, maka hak cipta berlaku selama
hidup pencipta yang terlama hidupnya dan berlangsung hingga 50
(lima puluh) tahun sesudah pencipta yang terlama hidupnya
tersebut meninggal dunia.
Pasal 27
(1) Hak Cipta atas ciptaan :
a. karya pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari,
pewayangan, pantomim dan karya siaran antara lain untuk
media radio, televisi, dan film, serta karya rekaman video;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya;
c. peta;
d. karya sinematografi,
e. karya rekaman suara atau bunyi;
f. terjemahan, dan tafsir; berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak pertama kali diumumkan.
(2) Hak Cipta atas ciptaan :
a. karya fotografi;
b. program komputer atau komputer program;
c. saduran dan penyusunan bunga rampai; berlaku selama 25 (dua
puluh lima) tahun sejak pertama kali diumumkan.
(3) Hak Cipta atas ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) dan Pasal 27 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu
badan hukum, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama
kali diumumkan, kecuali Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2) berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun.
13. Pada Pasal 29 ditambahkan ketentuan baru yang dijadikan ayat (4) yang
berbunyi sebagai berikut :
"(4)Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta".
14. Ketentuan Pasal 36 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 36
(1) Jika ciptaan yang didaftar menurut Pasal 31 dan Pasal 33 tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Pasal 14 huruf a, b, c, e, f, dan huruf g, Pasal 19, Pasal 20,
Pasal 21, dan Pasal 23 maka orang lain yang menurut Pasal 2
berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dengan surat gugatan yang ditandatangani
pemohon sendiri atau kuasanya agar supaya pendaftaran ciptaan
tersebut dibatalkan".
15. Ketentuan Pasal 42 ayat (3) diubah, dan menambah ketentuan baru yang
dijadikan Pasal 42 ayat (4), sehingga berbunyi sebgai berikut :
"Pasal 42
(3) Jika ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ternyata
merupakan pelanggaran, Pemegang Hak Cipta yang sebenarnya berhak
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, dengan tidak mengurangi
tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta tersebut.
(4) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya
dilanggar, Hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan
kegiatan pembuatan, perbanyakan, penyiaran, pengedaran, dan
penjualan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran
Hak Cipta".
16. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 44
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 16, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 18, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)". 17.
Ketentuan Pasal 45 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 45
baru yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 45
Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta dirampas untuk
Negara guna dimusnahkan".
18. Ketentuan Pasal 46 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 46 baru
yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 46
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 adalah kejahatan".
19. Menambahkan BAB baru yang dijadikan BAB VI A tentang Penyidikan yang
berbunyi sebagai berikut :
"BAB VI A
PENYIDIKAN"
20. Ketentuan Pasal 47 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 47 baru
dalam Bab VI A tentang Penyidikan yang berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 47
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen
Kehakiman diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Hak Cipta.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
a. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
b. melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang Hak Cipta;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau Badan
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang Hak
Cipta;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak
Cipta;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen
lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang
hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang Hak Cipta;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana".
21. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 48
Undang-undang ini berlaku terhadap :
a. Semua ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;
b. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk
Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk
pertama kali di Indonesia;
c. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk
Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan :
1) Negara-nya mempunyai perjanjian bilateral mengenai
perlindungan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia;
atau
2) Negara-nya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak
atau peserta dalam suatu perjanjian multilateral yang sama
mengenai perlindungan Hak Cipta".
Pasal II
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang niengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1987
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1987
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1987
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982
TENTANG HAK CIPTA
UMUM
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, sangat besar
artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia.
Selain itu juga akan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, dan
Negara. Hal ini mengingat bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang pada
hakekatnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan seluruh masyarakat
Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan suasana yang
mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan
baru di bidang tersebut.
Sehubungan dengan itu maka Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
telah disusun dan disahkan. Perlindungan hukum yang diberikan atas Hak Cipta
bukan saja merupakan pengakuan Negara terhadap karya cipta seorang pencipta,
tetapi juga diharapkan bahwa perlindungan tersebut akan dapat membangkitkan
semangat dan minat yang lebih besar untuk melahirkan ciptaan baru di bidang
tersebut di atas.
Namun demikian, di dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta hingga saat ini ternyata banyak dijumpai terjadinya pelanggaran
terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan terhadap Hak Cipta. Laporan
masyarakat pada umumnya, dan khususnya yang tergabung dalam berbagai Asosiasi
profesi yang berkepentingan erat dengan Hak Cipta di bidang lagu atau musik,
buku dan penerbitan, film dan rekaman video, serta komputer, menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap Hak Cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan
semakin meluas dan saat ini sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan
mengurangi kreatifitas untuk mencipta. Dalam pengertian yang lebih luas,
pelanggaran-pelanggaran tersebut juga akan membahayakan sendi kehidupan dalam
arti seluas-luasnya. Sudah tentu, perkembangan kegiatan pelanggaran Hak Cipta
tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Rendahnya tingkat pemahaman
masyarakat akan arti dan fungsi Hak Cipta, sikap dan keinginan untuk
memperoleh keuntungan dagang dengan cara yang mudah, ditambah dengan belum
cukup terbinanya kesamaan pengertian, sikap, dan tindakan para aparat penegak
hukum dalam menghadapi pelanggaran Hak Cipta, merupakan faktor yang perlu
memperoleh perhatian.
Tetapi di luar faktor sebagai tersebut di atas, pengamatan terhadap Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1982 itu sendiri ternyata juga menunjukkan masih
perlunya dilakukan beberapa penyempurnaan, sehingga mampu menangkal
pelanggaran tersebut.
Secara umum, bidang dan arah penyempurnaan tersebut adalah :
1. Ancaman pidana yang dinilai terlalu ringan, dan kurang mampu menjadi
penangkal terhadap pelanggaran Hak Cipta. Selain itu untuk efektifitas
penindakan, dipandang perlu menyesuaikan ancaman pidana penjara dengan
ketentuan tentang penahanan dalam Pasal 21 KUHP.
2. Masih dalam upaya untuk meningkatkan efektifitas penindakan, ketentuan
bahwa pelanggaran terhadap Hak Cipta merupakan tindak pidana aduan,
juga dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan. Pelanggaran tersebut
seharusnya memang diperlakukan sebagai tindak pidana biasa.
Penindakannya, dengan begitu tidak lagi semata-mata didasarkan pada
adanya pengaduan.
3. Akibat daripada pelanggaran Hak Cipta bukan saja merugikan Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta, tetapi juga perekonomian pada umumnya. Oleh
karena itu, sudah sewajarnya apabila ciptaan atau barang yang terbukti
merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta, dirampas untuk Negara guna
dimusnahkan.
4. Masalah lain yang perlu pula ditegaskan adalah, adanya hak pada
Pemegang Hak Cipta yang dirugikan karena pelanggaran, untuk mengajukan
gugatan perdata tanpa mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan
pidana.
5. Seiring dengan langkah di atas, untuk mencegah kerugian yang lebih
besar pada pihak yang hak-nya dilanggar dirasakan perlu adanya
penambahan ketentuan yang selama ini belum ada, yaitu penegasan tentang
kewenangan Hakim untuk memerintahkan penghentian kegiatan pembuatan,
perbanyakan, pengedaran, penyiaran, dan penjualan ciptaan atau barang
yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta sebelum putusan Pengadilan.
6. Selain itu, diperlukan beberapa penyesuaian ketentuan, baik berupa
penghapusan atau penambahan guna menyesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai
misal, paleo antropologi seperti yang tercantum dalam Pasal 10 ayat
(1). Pada dasarnya hal tersebut jelas bukan merupakan ciptaan manusia,
dan karenanya memang tidak tepat untuk dikaitkan dengan pengaturan
mengenai Hak Cipta ini.
Sebaliknya, Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer
Programs" yang merupakan bagian daripada perangkat lunak dalam sistem
komputer dan pada dasarnya merupakan karya cipta di bidang ilmu
pengetahuan, merupakan hal yang perlu ditegaskan sebagai ciptaan yang
layak diberi perlindungan dalam rangka Hak Cipta. Demikian juga seni
batik. Penegasan serupa diberkan pula terhadap karya rekaman suara atau
bunyi dan karya rekaman video sebagai karya cipta yang dilindungi.
7. Ketentuan tentang penerjemahan atau perbanyakan yang dikaitkan dengan
kepentingan nasional, tetapi pelaksanaannya diserahkan pada inisiatif
perorangan, telah pula menimbulkan berbagai ketidakjelasan. Kesan bahwa
ketentuan tersebut pada hakekatnya merupakan pengambil-alihan yang
terselubung, dan di lain pihak adanya kesan bahwa seakan-akan Negara
memberi kesempatan kepada warganya untuk mengambil keuntungan dengan
cara yang kurang wajar atau dengan dalih kepentingan nasional, perlu
segera diperbaiki.
Dalam hubungan ini, apabila benar-benar Negara memerlukan untuk sesuatu
alasan atau kepentingan yang jelas, maka arah pengaturannya perlu
dengan tegas dikaitkan dengan pembebanan kewajiban untuk menerjemahkan
atau memperbanyak, atau memberi izin (lisensi) kepada pihak lain yang
ditunjuknya untuk melakukannya. Apabila yang bersangkutan tidak
bersedia, maka Negara yang akan melaksanakannya.
8. Masalah jangka waktu perlindungan.
Selama ini, kecuali untuk fotografi dan sinematografi yang hanya diberi
perlindungan hukum selama 15 (lima belas) tahun, karya cipta lainnya
diberikan perlindungan hukum selama pencipta hidup dan terus
berlangsung hingga 25 (dua puluh lima) tahun setelah pencipta yang
bersangkutan meninggal dunia. Ketentuan seperti ini, sebenarnya tidak
memberikan gambaran tentang kebutuhan dan praktek pemberian
perlindungan hukum yang lazim bagi karya cipta yang memang perlu
dibedakan satu dengan lainnya. Jangka waktu perlindungan hukum bagi Hak
Cipta seorang pencipta lagu dengan perusahaan rekaman, pada dasarnya
memang harus dibedakan yang sifatnya asli atau orisinal dengan yang
sifatnya turunan atau derivatif.
Selain itu, jangka waktu perlindungan selama pencipta hidup dan terus
berlangsung hingga 25 (dua puluh lima) tahun setelah pencipta yang
bersangkutan meninggal, secara umum juga memerlukan perhatian. Jangka
waktu tersebut diubah dan diperpanjang menjadi selama pencipta hidup
dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta
yang bersangkutan meninggal. Perubahan ini bukan saja berkaitan dengan
praktek yang dianut oleh negara-negara lain yang secara umum memberikan
perlindungan hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal,
tetapi juga dalam rangka kebutuhan kita untuk menyesuaikan diri
bilamana pada suatu saat akan mempertimbangkan keikutsertaan dalam
salah satu perjanjian multilateral di bidang perlindungan Hak Cipta.
Sekalipun jangka waktu perlindungan tersebut diperpanjang hingga 50
(lima puluh) tahun, tetapi hal ini tidak perlu diartikan bahwa tidak
ada lagi batasan tentang fungsi sosial atas suatu hak milik seperti Hak
Cipta ini.
Batasan tersebut tetap ada, Dan bahkan secara efektif akan lebih mudah
dilaksanakan melalui mekanisme "compulsory licensing" yang sekarang
diatur dalam Undang-undang ini.
Selain itu Undang-undang ini masih tetap memberikan sarana guna
mewujudkan prinsip fungsi sosial yang harus melekat pada hak milik
sebagaimana lazimnya. Ketentuan seperti Pasal 13, 14, dan Pasal 17
memberikan kemungkinan kepada masyarakat untuk memanfaatkan suatu
ciptaan yang dilindungi Hak Cipta sebagai salah satu hak milik.
Kemungkinan seperti inilah yang memberi batasan kepada Hak Cipta
sebagai hak milik, dan sekaligus memberi arti serta ujud fungsi sosial
daripada Hak Cipta.
Di samping itu, memang diperlukan perpanjangan jangka waktu
perlindungan hukum bagi Hak Cipta di bidang fotografi dari 15 (lima
belas) tahun seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
menjadi 25 (dua puluh lima) tahun. Hal ini didasarkan atas pertimbangan
tentang perlunya diperhatikan kemajuan teknologi fotografi dan
penyesuaiannya dengan praktek yang umum dianut oleh negara lain,
ataupun dengan ketentuan dalam salah satu perjanjian multilateral di
bidang ini seperti diutarakan terdahulu.
Bertolak dari pemikiran tentang perpanjangan jangka waktu perlindungan
dan pembedaan bagi kelompok Hak Cipta berdasar sifat ciptaan tersebut,
maka dalam Undang-undang yang sekarang dijabarkan secara lebih rinci
pengaturannya.
9. Masalah lingkup berlakunya Undang-undang Hak Cipta, khususnya yang
menyangkut pemberian perlindungan hukum bagi Hak Cipta asing.
Berdasar Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, Hak Cipta asing hanya
dilindungi apabila karya cipta yang bersangkutan untuk pertama kali
diumumkan di Indonesia.
Ketentuan sebagai di atas, selama ini menimbulkan berbagai tafsiran dan
sulit untuk dilaksanakan. Oleh karenanya, penyempurnaan dalam Undang-
undang ini diarahkan untuk lebih memberikan kepastian dan kewajaran
sesuai dengan cita dan tanggung jawab kita untuk mewujudkan tatanan
kehidupan masyarakat bangsa-bangsa yang sejahtera, adil, dan saling
menghormati.
Hak Cipta asing, dalam Undang-undang ini akan dilindungi pula dengan
ketentuan :
a. Diumumkan untuk pertama kali di Indonesia, atau
b. Negara dari Pemegang Hak Cipta asing yang bersangkutan mengadakan
perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan
Negara Republik Indonesia, atau
c. Negara dari Pemegang Hak Cipta asing yang bersangkutan ikut serta
dalam perjanjian multilateral yang sama di bidang Hak Cipta, yang
diikuti pula oleh Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian hal tersebut berarti pula memberikan jaminan
perlindungan Hak Cipta warga negara Indonesia atau penduduk Indonesia,
atau badan hukum Indonesia terhadap pelanggaran di luar negeri.
Langkah penyempurnaan di atas memang baru menyangkut beberapa ketentuan
di dalam Undang-undang Hak Cipta. Sudah barang tentu, upaya untuk
mencegah pelanggaran Hak Cipta masih dipengaruhi oleh beberapa faktor
lainnya.
Adanya penyuluhan hukum yang luas dan intensif untuk menyebarluaskan
pemahaman kepada masyarakat akan arti dan fungsi Hak Cipta, serta isi
Undang-undang Hak Cipta itu sendiri, jelas sangat penting. Selain itu,
upaya untuk menyamakan pemahaman mengenai masalah Hak Cipta tersebut di
kalangan aparat penegak hukum juga sangat penting artinya. Sebab,
efektifitas penindakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta pada
akhirnya juga sangat dipengaruhi oleh kesamaan pemahaman, sikap, dan
tindakan di antara aparat penegak hukum tersebut. Disamping itu, juga
dipandang perlu pengangkatan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Departemen Kehakiman sebagai penyidik dalam rangka
penanggulangan pelanggaran Hak Cipta, yang pelaksanaannya didasarkan
atas ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
Dalam rangka ini, penting pula diusahakan adanya penyusunan ketentuan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 dengan perubahannya sekarang ini dalam
satu naskah, sehingga lebih mudah lagi dipahami dan digunakan oleh
setiap orang.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Penambahan ketentuan baru ini dimaksudkan untuk memberikan
kejelasan pengertian tentang siapa yang dimaksud dengan Pemegang
Hak Cipta dan pengertian Program Komputer atau Komputer Program
atau "Computer Programs".
Dalam Undang-undang ini, Pemegang Hak Cipta pada dasarnya adalah
Pencipta. Dialah sebenarnya Pemilik Hak Cipta atas karya cipta
yang dihasilkannya. Tetapi selain itu orang perorangan atau badan
hukum yang menerima hak dari Pemilik Hak Cipta, adalah juga
Pemegang Hak Cipta. Demikian pula orang perorangan atau badan
hukum yang kemudian menerimanya dari pihak yang telah menerima
terlebih dahulu hak tersebut dari Pencipta,
Dengan demikian, pengertian Hak Cipta dalam Undang-undang ini
mengacu kepada Pemilik Hak Cipta dan Pemegang Hak Cipta ataupun
salah satu diantara keduanya.
Sedangkan pengertian komputer dalam rangka Program Komputer atau
Komputer Program atau "Computer Programs" tersebut adalah
peralatan elektronik yang memiliki kemampuan mengolah data atau
informasi.
Dengan penambahan dua ketentuan di atas, maka sudah sewajarnya
dilakukan pula penyesuaian urutan huruf yang digunakan.
Angka 2
Perubahan ini sebenarnya hanya bersifat penyempurnaan saja.
Intinya masih sama. Tujuannya, untuk lebih memberikan kejelasan.
Angka 3
Perubahan ini berupa penyempurnaan kalimat dan lebih memperjelas
rumusan yang lama. Sebagai contoh apabila A merancang sesuatu
tetapi kemudian diwujudkan sebagai suatu ciptaan oleh B dibawah
pimpinan dan pengawasan A, maka penciptanya adalah A.
Rancangan yang dimaksud dalam Undang-undang ini adalah gagasan
berupa gambar atau kata, atau gabungan keduanya, yang akan
diwujudkan dalam bentuk yang dikehendaki pemilik rancangan. Oleh
karena itu, perancang disebut pencipta apabila rancangannya itu
dikerjakan secara detail menurut desain yang sudah ditentukannya,
dan tidak sekedar gagasan atau ide saja.
Dibawah pimpinan dan pengawasan maksudnya dilakukan dengan
bimbingan, pengarahan, ataupun koreksi dari orang yang memiliki
rancangan tadi baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Angka 4
Perubahan judul ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan isi
ketentuan Pasal 10 yang telah diubah ataupun sehubungan dengan
adanya penambahan ketentuan baru yang dijadikan Pasal 10A
sehingga lebih memperjelas lingkup pengaturan tentang ciptaan
yang tidak diketahui penciptanya.
Pada dasarnya, seandainya tidak ada perubahan pun, judul tersebut
memang dirasakan kurang tepat. Sebab, lingkup isi dan sifat Pasal
10 ayat (1) dan ayat (2) lama, berbeda dengan lingkup isi dan
sifat Pasal 1O ayat (3) dan ayat (4) lama.
Angka 5
Karena paleo antropologi jelas bukan merupakan ciptaan manusia,
maka sudah sepantasnya bilamana ditiadakan dari lingkup obyek Hak
Cipta.
Paleo antropologi pada ujudnya adalah peninggalan berupa fosil
yang merupakan hasil proses alamiah atas mahluk yang mati beribu
atau berjuta tahun yang lalu sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Selebihnya, perubahan hanya bersifat penyempurnaan.
Angka 6
Penghapusan ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) tersebut
karena pada dasarnya berisikan pengambilalihan sesuatu Hak Cipta
menjadi milik Negara, yang dirasakan kurang tepat.
Peniadaan atau penghapusan ketentuan tersebut di atas juga
didasarkan atas pertimbangan bahwa :
1. Sesuai dengan sifat Hak Cipta sebagai hak perorangan yang
lebih bersifat pribadi dan tidak berwujud, seyogyanya
memang tidak perlu ada ketentuan serupa itu.
2. Sekiranya Negara memang memerlukan, cukup ditempuh dengan
cara dan mekanisme yang lazim dikenal dengan "compulsory
licensing" yang sekarang dianut dan diatur dalam Undang-
undang ini.
3. Apabila sesuatu ciptaan memang memiliki arti penting antara
lain bagi atau dari segi kebijaksanaan di bidang pertahanan
dan keamanan negara, untuk itu dapat ditentukan pelarangan
untuk mengumumkan ciptaan tersebut.
Angka 7
Pasal 10A yang baru ini merupakan pemindahan materi yang semula
diatur dalam Pasal 26 ayat (3), tetapi dengan penyempurnaan.
kalimat.
1. Ketentuan tersebut pada dasarnya mengatur hak dan
kewenangan Negara terhadap suatu ciptaan yang sama sekali
tidak diketahui siapa penciptanya.
2. Dari segi sistimatika, lebih tepat apabila ketentuan
tersebut ditempatkan pada Bagian Keempat dalam Ketentuan
Umum, dari- pada menjadi isi BAB tentang Masa berlakunya
Hak Cipta.
Penguasaan Negara atas suatu ciptaan sebagaimana diatur dalam
pasal ini berlaku terhadap ciptaan yang sama sekali tidak
diketahui siapa pencipta ciptaan tersebut. Hal ini berarti, bahwa
hal itu harus telah didahului dengan upaya untuk mengetahui dan
menemukan pencipta yang bersangkutan. Baru setelah benar-benar
diyakini bahwa ciptaan yang bersangkutan tidak diketahui atau
tidak ditemukan penciptanya, maka Hak Cipta atas ciptaan tersebut
ditetapkan dipegang oleh Negara.
Tetapi apabila dikemudian hari ada pihak yang dapat membuktikan
sebagai pencipta atau adanya pencipta tersebut, maka Negara akan
menyerahkan kembali Hak Cipta kepada yang berhak tersebut.
Selanjutnya, lihat pula penjelasan Angka 12.
Angka 8
Perubahan terutama diarahkan pada penegasan bahwa karya lagu atau
musik, rekaman video, karya rekaman suara atau bunyi, karya seni
batik, dan karya Program Komputer atau Komputer Program atau
"Computer Programs" termasuk karya yang dilindungi.
Karya lagu atau musik dalam pengertian Undang-undang ini
diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri
dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya
termasuk notasi.
Dengan pengertian utuh dimaksudkan bahwa lagu atau musik tersebut
merupakan satu karya cipta, dan dengan demikian Hak Cipta atas
ciptaan itupun hanya satu.
Mengenai siapa yang dianggap sebagai pencipta, didasarkan pada
ketentuan Pasal 1, Pasal 6, dan Pasal 7 Undang-undang ini. Dengan
demikian walaupun ciptaan lagu atau musik tersebut diciptakan
bersama-sama oleh lebih dari seorang, tetapi Hak Cipta atas
ciptaan tersebut tetap hanya satu, dan dimiliki atau dipegang
secara bersama-sama. Mereka semua mempunyai hak dan kewajiban
untuk membela Hak Cipta tersebut.
Tetapi dalam hal terjadi ketidak utuhan diantara mereka,
sedangkan salah satu diantara mereka tidak bersedia melakukan
pengaduan atau gugatan, maka yang lain berhak mengajukan
pengaduan atau gugatan guna membela hak mereka, atau dalam hal
Pasal 6, setidaknya untuk bagian yang merupakan ciptaannya.
Termasuk dalam pengertian rekaman suara atau bunyi adalah rekaman
musik ataupun rekaman bukan musik seperti antara lain rekaman
lawak, rekaman dakwah.
Sedangkan seni batik yang dimaksud dalam pasal ini adalah seni
batik yang bukan tradisional. Sebab, seni batik yang tradisional
seperti misalnya parang rusak, sidomukti, truntum, dan lain-lain,
pada dasarnya telah merupakan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama dan dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal
10 ayat (2).
Disamakan dengan pengertian seni batik yang tradisional ini
adalah karya tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang terdapat di berbagai daerah seperti antara lain
seni songket, ikat, dan lain-lainnya yang dewasa ini berkembang
dan dimodernisasi ciptaannya.
Penambahan Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer
Programs" ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Program Komputer
atau Komputer Program pada dasarnya juga merupakan karya cipta di
bidang ilmu pengetahuan.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional, dan dengan
memperhatikan semakin pentingnya peranan dan penggunaan komputer,
maka dalam rangka pengembangan kemampuan nasional khususnya di
bidang pembuatan Program Komputer atau Komputer Program atau
"Computer Programs", dipandang tepat untuk mulai memberikan
perlindungan hukum terhadap karya cipta ini.
Angka 9
Ketentuan baru ini mengatur pembuatan salinan cadangan atau yang
lazim disebut sebagai "back-up copy" suatu Program Komputer atau
Komputer Program atau "Computer Programs".
Dengan ketentuan ini, seorang pemilik (bukan pemegang Hak Cipta)
Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs"
dibolehkan membuat salinan atau copy atas Program Komputer atau
Komputer Program atau "Computer Programs" yang dimilikinya, untuk
dijadikan cadangan yang semata-mata hanya untuk digunakan
sendiri.
Pembuatan salinan cadangan seperti di atas tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta. Hal ini perlu, karena biasanya pemilik
atau pemakai komputer yang biasanya juga dilengkapi dengan
Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs"
pada waktu membeli atau memperolehnya, seringkali khawatir
bilamana asli Program Komputer atau Komputer Program atau
"Computer Programs" yang dimilikinya hilang, rusak, atau yang
sejenis dengan itu.
Angka 10
Penghapusan Pasal 15 didasarkan atas beberapa pertimbangan :
1. Pengertian "kepentingan nasional" selama ini dirasa kurang
jelas dan seringkali menimbulkan berbagai penafsiran yang
selalu berbeda satu dari lainnya.
2. Adalah kurang tepat apabila untuk dan karena alasan
kepentingan nasional, hal itu tidak dilakukan sendiri oleh
Negara melainkan oleh perorangan dan itu pun hanya dalam
hal tertentu saja memerlukan izin Menteri Kehakiman.
3. Mekanisme tersebut dinilai terlalu sulit dan tidak mudah
pengawasannya.
4. Secara tak langsung, ketentuan tersebut sering memberikan
kesan tentang pengaturan pengambilalihan secara tidak
langsung, atau setidaknya memberi kesan bahwa Negara
memberi kesempatan kepada warganya untuk melakukan kegiatan
yang sebenarnya merupakan pelanggaran.
Dengan pertimbangan di atas, maka arah dan bentuk
pengaturannya dipertegas. Bukan saja batasan kepentingan
nasional diperjelas, tetapi arahnya juga dipastikan yaitu
penggunaan mekanisme yang lazim dikenal sebagai "compulsory
licensing".
Apabila Negara memandang perlu untuk kepentingan nasional,
terutama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan, maka
Negara dapat mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk dalam
waktu yang ditentukan, menerjemahkan atau memperbanyaknya
di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Apabila hal itu tidak dilakukan, Negara dapat mewajibkan
Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberi izin
kepada pihak lain untuk melakukannya. Dalam hal ini,
seandainya Pemegang Hak Cipta tidak bersedia melakukan
sendiri kewajiban tersebut, hak Negara untuk mewajibkan
Pemegang Hak Cipta untuk memberi izin kepada pihak lain
guna melaksanakannya tidak perlu terikat dengan jangka
waktu, yang semula ditetapkan bagi Pemegang Hak Cipta.
Artinya, pembebanan kewajiban kepada Pemegang Hak Cipta
untuk memberi izin kepada pihak lain tersebut tidak perlu
menunggu hingga selesainya jangka waktu yang diberikan
kepada Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri
kewajiban tersebut. Tetapi apabila kemudian ha] itu pun
tidak dilaksanakan oleh pihak yang menerima izin dari
Pemegang Hak Cipta dalam waktu yang ditentukan, Negara
dapat dan berhak untuk melakukannya sendiri.
Pelaksanaan penerjemahan dan perbanyakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ini diarahkan untuk dilakukan warga
negara atau badan hukum Indonesia di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia.
Namun begitu, pembebanan kewajiban itu pun masih tetap
didasarkan atas pertimbangan sudah atau belumnya ciptaan
tersebut diterjemahkan atau diperbanyak di dalam wilayah
Negara Republik Indo-nesia dalam jangka waktu tertentu yang
dipandang wajar.
Selain itu, pembebanan kewajiban tersebut juga disertai
pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan Pemerintah
setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.
Pelaksanaan hal di atas, pengaturan selanjutnya ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Angka 11
Mengenai penghapusan Pasal 16, lihat penjelasan Angka 10.
Ketentuan baru ini dimaksudkan untuk mencegah beredarnya ciptaan
yang merendahkan antara lain nilai-nilai keagamaan, ataupun
masalah kesukuan dan ras, yang apabila diumumkan dapat
menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan
negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku
dalam masyarakat, dan ketertiban umum.
Untuk ciptaan serupa itu, Pemerintah dapat melarang diumumkannya
ciptaan yang bersangkutan setelah mendengar pertimbangan Dewan
Hak Cipta.
Angka 12
Ketentuan ini mengubah jangka waktu perlindungan bagi Hak Cipta.
Dibandingkan dengan ketentuan lama dalam Pasal 26 dan Pasal 27
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, maka dalam ketentuan baru ada
pembedaan yang jelas antara jangka waktu perlindungan untuk
ciptaan yang sifatnya turunan atau derivatif.
Untuk karya cipta yang sifatnya asli atau orisinal seperti diatur
dalam Pasal 26 ayat (1) yang baru, maka perlindungan hukum
diberikan untuk selama hidup pencipta dan terus berlanjut sampai
dengan 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal.
Sedangkan untuk karya cipta yang bersifat turunan atau derivatif
seperti diatur dalam Pasal 27 ayat (1) yang baru, jangka waktu
hanya 50 (lima puluh) tahun sejak saat karya cipta yang
bersangkutan pertama kali diumukan.
Ketentuan khusus bagi karya cipta di bidang fotografi, program
komputer atau komputer program atau "computer programs", saduran,
dan penyusunan bunga rampai, dalam Undang-undang ini jangka
waktunya selama 25 (dua puluh lima) tahun. Untuk fotografi,
ketentuan ini merupakan perpanjangan dari semula hanya 15 (lima
belas) tahun.
Mengenai hal ini, lihat penjelasan umum.
Begitu pula ketentuan khusus bagi ciptaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) yang Hak Ciptanya
dimiliki atau dipegang oleh badan hukum. Jangka waktu
perlindungan Hak Cipta tersebut ditetapkan 50 (lima puluh) tahun
terhitung sejak pertama kali diumumkan. Jangka waktu berlakunya
Hak Cipta yang dimiliki atau dipegang badan hukum ini, meliputi
ciptaan baik yang bersifat asli atau orisinal maupun yang
bersifat turunan atau dirivatif. Sedangkan Hak Cipta untuk
ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) yang
dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum, tetap hanya
berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun terhitung sejak pertama
kali diumumkan.
Berikutnya Pasal 26 ayat (2) baru pada dasarnya masih sama dengan
ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2) lama, hanya disesuaikan dengan
pembedaan jangka waktu perlindungan yang sekarang dianut.
Sedangkan Pasal 26 ayat (3) lama dihapus sama sekali. Ciptaan
yang sama sekali tidak diketahui penciptanya, akan mengakibatkan
kesulitan dalam menentukan kepada siapa perlindungan hukum
tersebut harus diberikan. Karena alasan itulah, untuk ciptaan
serupa itu lebih baik bilamana Hak Cipta-nya dipegang oleh
Negara. Pemikiran ini pula yang kemudian mendorong pemindahannya
menjadi materi ketentuan Pasal 10A yang baru.
Angka 13
Penambahan ketentuan baru ini bertujuan untuk menegaskan bahwa
adanya pendaftaran ciptaan sama sekali tidak menentukan atau
tidak mempengaruhi dapat atau tidak dapat dimilikinya Hak Cipta
atas sesuatu ciptaan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Sebagaimana juga diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1982 tersebut, pendaftaran tidak mutlak harus
dilakukan, melainkan semata-mata hanya untuk memudahkan
pembuktian milik dalam hal terjadi sengketa mengenai Hak Cipta.
Oleh karena penegasan serupa itu sifatnya substantif, maka materi
tersebut perlu ditetapkan dalam batang tubuh Undang-undang.
Angka 14
Perubahan ini hanya bersifat penyesuaian pada Pasal 36,
sehubungan dengan penambahan huruf g pada Pasal 14 dan
penghapusan Pasal 15 dan Pasal 16.
Angka 15
Perubahan Pasal 42 ayat (3) lama dimaksudkan untuk
menyederhanakan rumusan dan mempertegas prinsip bahwa Pemegang
Hak Cipta yang haknya dilanggar, dapat mengajukan gugatan untuk
menuntut ganti rugi kepada pihak yang dianggap telah melanggar
haknya.
Prinsip kedua yang ingin ditegaskan pula dalam rumusan baru ini
adalah, bahwa hak untuk mengajukan gugatan perdata tersebut sama
sekali tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan
pidana atas pelanggaran Hak Cipta tadi.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka untuk mencegah kerugian yang
lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, pada saat
pemeriksaan perkara, Hakim sesuai dengan kayakinan yang
diperolehnya selama pemeriksaan, diberi kewenangan untuk
memerintahkan pelanggar untuk segera menghentikan kegiatan
pembuatan, perbanyakan, penyiaran, pengedaran, dan penjualan
ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Angka 16
Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana yang
lebih berat, sebagai salah satu upaya penangkal pelanggaran Hak
Cipta dan ketentuan Undang-undang Hak Cipta pada umumnya, serta
untuk lebih melindungi Pemegang Hak Cipta.
Selain itu, pemberian ancaman pidana yang lebih berat terhadap
pelanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) juga
dimaksudkan untuk memungkinkan penahanan sebagaimana diatur dalam
KUHP.
Dengan adanya beberapa penambahan lain dalam Bab ketentuan
pidana, maka ketentuan Pasal 44 ayat (4) lama selanjutnya
disesuaikan dengan sistimatika yang lebih memadai.
Angka 17
Dihapuskannya ketentuan Pasal 45 Undang-undang Nomor 6 Tahun
1982, mengakibatkan pelanggaran terhadap Hak Cipta tidak lagi
merupakan tindak pidana aduan, melainkan tindak pidana biasa.
Dengan demikian penindakan dapat segera dilakukan tanpa perlu
menunggu adanya pengaduan dari Pemegang Hak Cipta yang haknya
dilanggar.
Perampasan ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta untuk
selanjutnya harus dimusnahkan, untuk mencegah beredarnya ciptaan
atau barang tersebut dalam masyarakat. Demikian pula terhadap
ciptaan atau barang yang dengan putusan Pengadilan telah
diserahkan kepada Pemegang Hak Cipta berdasarkan Pasal 42 ayat
(1), untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan dalam perkara
pidana, ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta tersebut
dapat disita untuk dijadikan bukti.
Sesuai dengan ketentuan Pasal ini, ciptaan atau barang termaksud
berdasarkan putusan Pengadilan yang memeriksa perkara pidana yang
bersangkutan dirampas untuk Negara guna dimusnahkan Perampasan
dan pemusnahan tersebut dilakukan terhadap ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta baik yang berada di tangan pelanggar
maupun yang ada dibawah kekuasaannya.
Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta yang sudah
terlanjur beredar luas dan berada ditangan perorangan, memang
merupakan hal yang sulit dilakukan penindakan. Namun begitu, pada
dasarnya ciptaan atau barang tersebut tetap merupakan hasil
pelanggaran.
Untuk itu, diperlukan upaya secara luas dan berkesinambungan
untuk menumbuhkan pengertian dan kesadaran masyarakat untuk tidak
lagi membeli atau menyewa ciptaan atau barang serupa itu.
Angka 18
Pasal 46 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 dihapus atas dasar
pertimbangan bahwa yang bertanggungjawab atas tindak pidana yang
dilakukan oleh sesuatu badan hukum, adalah Pengurus badan hukum
itu. Apakah itu bernama Direktur Utama atau apapun yang sejenis
dengan itu, ataukah salah seorang diantara Direktur, lazimnya hal
itu ditentukan dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah
Tangga badan hukum yang bersangkutan.
Selain itu, peniadaan ketentuan ini juga dimaksudkan untuk
menjangkau tindakan hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan
oleh badan-badan lain seperti yayasan, dan lain sebagainya.
Selebihnya, telah cukup jelas.
Angka 19
Penambahan Bab baru ini dimaksudkan untuk memberi wadah bagi
pengaturan tambahan tentang penyidikan atas pelanggaran Hak Cipta
Angka 20
Ketentuan Pasal 47 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 dihapuskan
karena hal tersebut telah ditampung dalam Pasal 45 baru.
Lihat penjelasan Angka 17.
Ketentuan baru tentang penyidikan dimaksudkan untuk memudahkan
penindakan pelanggaran Hak Cipta. Hal ini dipandang perlu karena
pelanggaran terhadap Hak Cipta ini bersifat khusus. Tenaga
penyidik tersebut adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Departemen Kehakiman dan pengangkatannya berdasarkan
ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
Angka 21
Perubahan pokok dilakukan untuk memungkinkan pemberian
perlindungan hukum bagi ciptaan asing. Dalam Pasal 48 huruf b
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, pengaturan masalah ini dinilai
tidak jelas dan sulit dilaksanakan.
Dengan perubahan sekarang ini ciptaan asing, yaitu ciptaan bukan
warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, atau bukan
badan hukum Indonesia, dapat diberi perlindungan hukum di
Indonesia sejauh ciptaan tersebut diumumkan untuk pertama kali di
Indonesia, atau sejauh negara dari warga negara atau penduduk
atau badan hukum tersebut mengadakan perjanjian bilateral
mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Indonesia, atau menjadi
peserta perjanjian multilateral yang sama di bidang Hak Cipta
yang diikuti pula oleh Indonesia.
Bagi penduduk Indonesia yang bukan warga negara Indonesia atau
bukan badan hukum Indonesia, perlindungan hukum diberikan hanya
apabila ciptaannya diumumkan untuk pertama kali di Indonesia.
Bagi warga negara dan badan hukum Indonesia, perlindungan hukum
diberikan dimanapun ciptaannya diumumkan. Penduduk Indonesia yang
bukan warga negara Indonesia maksudnya meliputi orang atau badan
hukum lainnya yang hidup dan bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia.
Bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, bukan
badan hukum Indonesia, maksudnya adalah warga negara, penduduk,
atau badan hukum negara lain.
Pasal II
Cukup jelas.
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1987
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_6_tahun_1982_tentang_hak_ci_7.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






