- Home »
- Undang-Undang »
- 1987 » Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta (UU 7 thn 1987)
1987
Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta (UU 7 thn 1987)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_6_tahun_1982_tentang_hak_ci_7.pdf
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1987 (7/1987) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1987 (JAKARTA) Sumber: LN 1987/42; TLN NO. 3362 Tentang: PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA Indeks: HAK MILIK. KEHAKIMAN. TINDAK PIDANA. Kebudayaan. Mass Media. Warga Negara. Hak Cipta. Perdata. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa pemberitaan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta pada dasarnya yang dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra; b. bahwa ditengah kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin meningkat, khususnya dibidangnya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, ternyata telah berkembang pula kegiatan pelanggaran Hak Cipta terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan; c. bahwa pelanggaran Hak Cipta tersebut telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat pada umumnya dan minat untuk mencipta pada khususnya; d. bahwa untuk mengatasi dan menghentikan pelanggaran Hak Cipta dipandang perlu untuk mengubah dan menyempurnakanbeberapa ketentuan dalam Undang- undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3217); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA. Pasal 1 Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta diubah sebagai berikut : 1. Pada Pasal 1 ditambahkan dua ketentuan baru yang dijadikan huruf b dan huruf g, yang berbunyi sebagai berikut : "b. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta,atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas. g. Program Komputer atau Komputer Program adalah program yang diciptakan secara khusus sehingga memungkinkan komputer melakukan Fungsi tertentu". Dengan penambahan ini, huruf b, c, d, dan e dijadikan huruf c, d, e, dan f. 2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 5 (1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah a. orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran pada Departemen Kehakiman seperti yang dimaksud dalam Pasal 29; b. orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan. (2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, maka orang yang berceramah dianggap sebagai penciptanya". 3. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 7 Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang, diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, rnaka penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu". 4. Judul Bagian Keempat pada BAB I diubah sehingga menjadi sebagai berikut : "Bagian Keempat Hak Cipta Atas Ciptaan Yang Tidak Diketahui Penciptanya". 5. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut "(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan pra sejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya". 6. Ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) dihapus, dan Pasal 10 ayat (5) dijadikan Pasal 10 ayat (3) baru. 7. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan Pasal 10 A yang berbunyi sebagai berikut: "Pasal 10A Apabila suatu ciptaan sama sekali tidak diketahui siapa penciptanya, maka Negara memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut kecuali terbukti sebaliknya". 8. Ketentuan Pasal I 1 ayat (1) diubah sehingga menjadi sebagai berikut : "Pasal 11 (1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang meliputi karya : a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya; c. Pertunjukan seperti musik, karawitan,drama, tari, pewayangan, pantomim dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi, dan film, serta karya rekaman video; d. Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi; e. Segala bentuk seni rupa sepertiseni lukis, seni pahat, seni patung ,dan kaligrafi yang perlindungannya diatur dalam Pasal 10 ayat (2); f. Seni batik; g. Arsitektur; h. Peta; i. Sinematografi; j. Fotografi; k. Program Komputer atau Komputer Program l. Terjemahan, tafsir, saduran, dan penyusunan bunga rampai". 9. Pada Pasal 14 ditambahkan ketentuan baru yang dijadikan huruf g sebagai berikut : "g. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer atau Komputer Program oleh pemilik Program Komputer atau Komputer Program yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri". 10. Ketentuan Pasal 15 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 15 baru yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 15 (1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan, sesuatu ciptaan yang dilindungi Hak Cipta dan selama 3 (tiga) tahun sejak diumumkan belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia, Pemerintah setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat : a. mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan; b. mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada orang lain untuk menerjemahkan dan/ atau memperbanyak ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan, dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau menyatakan ketidaksediaan untuk melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan tersebut, dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan olch Pemerintah. (3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah". 11. Ketentuan Pasal 16 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 16 baru yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 16 Pemerintah setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta, dapat melarang pengumuman setiap ciptaati yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintaii di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum". 12. Ketentuan PasaL 26 dan Pasal 27 diliapus dan diganti dengan Pasal 26 dan Pasal 27 baru yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 26 (1) Hak Cipta atas ciptaan : a. buku, pamflet dan semua hasil karya tulis lainnya; b. seni tari (koreografi); c. segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; d. seni batik; e. ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan f. karya arsitektur; berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. (2) Untuk ciptaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, maka hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang terlama hidupnya dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudah pencipta yang terlama hidupnya tersebut meninggal dunia. Pasal 27 (1) Hak Cipta atas ciptaan : a. karya pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan, pantomim dan karya siaran antara lain untuk media radio, televisi, dan film, serta karya rekaman video; b. ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya; c. peta; d. karya sinematografi, e. karya rekaman suara atau bunyi; f. terjemahan, dan tafsir; berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. (2) Hak Cipta atas ciptaan : a. karya fotografi; b. program komputer atau komputer program; c. saduran dan penyusunan bunga rampai; berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali diumumkan. (3) Hak Cipta atas ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan, kecuali Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun. 13. Pada Pasal 29 ditambahkan ketentuan baru yang dijadikan ayat (4) yang berbunyi sebagai berikut : "(4)Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta". 14. Ketentuan Pasal 36 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 36 (1) Jika ciptaan yang didaftar menurut Pasal 31 dan Pasal 33 tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14 huruf a, b, c, e, f, dan huruf g, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 23 maka orang lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan surat gugatan yang ditandatangani pemohon sendiri atau kuasanya agar supaya pendaftaran ciptaan tersebut dibatalkan". 15. Ketentuan Pasal 42 ayat (3) diubah, dan menambah ketentuan baru yang dijadikan Pasal 42 ayat (4), sehingga berbunyi sebgai berikut : "Pasal 42 (3) Jika ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ternyata merupakan pelanggaran, Pemegang Hak Cipta yang sebenarnya berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, dengan tidak mengurangi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta tersebut. (4) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, Hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, penyiaran, pengedaran, dan penjualan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta". 16. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 44 (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (3) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 16, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). (4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 18, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)". 17. Ketentuan Pasal 45 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 45 baru yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 45 Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta dirampas untuk Negara guna dimusnahkan". 18. Ketentuan Pasal 46 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 46 baru yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 46 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 adalah kejahatan". 19. Menambahkan BAB baru yang dijadikan BAB VI A tentang Penyidikan yang berbunyi sebagai berikut : "BAB VI A PENYIDIKAN" 20. Ketentuan Pasal 47 dihapus dan diganti dengan ketentuan Pasal 47 baru dalam Bab VI A tentang Penyidikan yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 47 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen Kehakiman diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang: a. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; b. melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau Badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang Hak Cipta; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta; f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana". 21. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 48 Undang-undang ini berlaku terhadap : a. Semua ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia; b. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia; c. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan : 1) Negara-nya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia; atau 2) Negara-nya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam suatu perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta". Pasal II Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang niengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1987 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1987 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUDHARMONO, S.H. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1987 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA UMUM Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Selain itu juga akan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, dan Negara. Hal ini mengingat bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan suasana yang mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru di bidang tersebut. Sehubungan dengan itu maka Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta telah disusun dan disahkan. Perlindungan hukum yang diberikan atas Hak Cipta bukan saja merupakan pengakuan Negara terhadap karya cipta seorang pencipta, tetapi juga diharapkan bahwa perlindungan tersebut akan dapat membangkitkan semangat dan minat yang lebih besar untuk melahirkan ciptaan baru di bidang tersebut di atas. Namun demikian, di dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta hingga saat ini ternyata banyak dijumpai terjadinya pelanggaran terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan terhadap Hak Cipta. Laporan masyarakat pada umumnya, dan khususnya yang tergabung dalam berbagai Asosiasi profesi yang berkepentingan erat dengan Hak Cipta di bidang lagu atau musik, buku dan penerbitan, film dan rekaman video, serta komputer, menyatakan bahwa pelanggaran terhadap Hak Cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan semakin meluas dan saat ini sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreatifitas untuk mencipta. Dalam pengertian yang lebih luas, pelanggaran-pelanggaran tersebut juga akan membahayakan sendi kehidupan dalam arti seluas-luasnya. Sudah tentu, perkembangan kegiatan pelanggaran Hak Cipta tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat akan arti dan fungsi Hak Cipta, sikap dan keinginan untuk memperoleh keuntungan dagang dengan cara yang mudah, ditambah dengan belum cukup terbinanya kesamaan pengertian, sikap, dan tindakan para aparat penegak hukum dalam menghadapi pelanggaran Hak Cipta, merupakan faktor yang perlu memperoleh perhatian. Tetapi di luar faktor sebagai tersebut di atas, pengamatan terhadap Undang- undang Nomor 6 Tahun 1982 itu sendiri ternyata juga menunjukkan masih perlunya dilakukan beberapa penyempurnaan, sehingga mampu menangkal pelanggaran tersebut. Secara umum, bidang dan arah penyempurnaan tersebut adalah : 1. Ancaman pidana yang dinilai terlalu ringan, dan kurang mampu menjadi penangkal terhadap pelanggaran Hak Cipta. Selain itu untuk efektifitas penindakan, dipandang perlu menyesuaikan ancaman pidana penjara dengan ketentuan tentang penahanan dalam Pasal 21 KUHP. 2. Masih dalam upaya untuk meningkatkan efektifitas penindakan, ketentuan bahwa pelanggaran terhadap Hak Cipta merupakan tindak pidana aduan, juga dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan. Pelanggaran tersebut seharusnya memang diperlakukan sebagai tindak pidana biasa. Penindakannya, dengan begitu tidak lagi semata-mata didasarkan pada adanya pengaduan. 3. Akibat daripada pelanggaran Hak Cipta bukan saja merugikan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, tetapi juga perekonomian pada umumnya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya apabila ciptaan atau barang yang terbukti merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta, dirampas untuk Negara guna dimusnahkan. 4. Masalah lain yang perlu pula ditegaskan adalah, adanya hak pada Pemegang Hak Cipta yang dirugikan karena pelanggaran, untuk mengajukan gugatan perdata tanpa mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana. 5. Seiring dengan langkah di atas, untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang hak-nya dilanggar dirasakan perlu adanya penambahan ketentuan yang selama ini belum ada, yaitu penegasan tentang kewenangan Hakim untuk memerintahkan penghentian kegiatan pembuatan, perbanyakan, pengedaran, penyiaran, dan penjualan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta sebelum putusan Pengadilan. 6. Selain itu, diperlukan beberapa penyesuaian ketentuan, baik berupa penghapusan atau penambahan guna menyesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai misal, paleo antropologi seperti yang tercantum dalam Pasal 10 ayat (1). Pada dasarnya hal tersebut jelas bukan merupakan ciptaan manusia, dan karenanya memang tidak tepat untuk dikaitkan dengan pengaturan mengenai Hak Cipta ini. Sebaliknya, Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs" yang merupakan bagian daripada perangkat lunak dalam sistem komputer dan pada dasarnya merupakan karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, merupakan hal yang perlu ditegaskan sebagai ciptaan yang layak diberi perlindungan dalam rangka Hak Cipta. Demikian juga seni batik. Penegasan serupa diberkan pula terhadap karya rekaman suara atau bunyi dan karya rekaman video sebagai karya cipta yang dilindungi. 7. Ketentuan tentang penerjemahan atau perbanyakan yang dikaitkan dengan kepentingan nasional, tetapi pelaksanaannya diserahkan pada inisiatif perorangan, telah pula menimbulkan berbagai ketidakjelasan. Kesan bahwa ketentuan tersebut pada hakekatnya merupakan pengambil-alihan yang terselubung, dan di lain pihak adanya kesan bahwa seakan-akan Negara memberi kesempatan kepada warganya untuk mengambil keuntungan dengan cara yang kurang wajar atau dengan dalih kepentingan nasional, perlu segera diperbaiki. Dalam hubungan ini, apabila benar-benar Negara memerlukan untuk sesuatu alasan atau kepentingan yang jelas, maka arah pengaturannya perlu dengan tegas dikaitkan dengan pembebanan kewajiban untuk menerjemahkan atau memperbanyak, atau memberi izin (lisensi) kepada pihak lain yang ditunjuknya untuk melakukannya. Apabila yang bersangkutan tidak bersedia, maka Negara yang akan melaksanakannya. 8. Masalah jangka waktu perlindungan. Selama ini, kecuali untuk fotografi dan sinematografi yang hanya diberi perlindungan hukum selama 15 (lima belas) tahun, karya cipta lainnya diberikan perlindungan hukum selama pencipta hidup dan terus berlangsung hingga 25 (dua puluh lima) tahun setelah pencipta yang bersangkutan meninggal dunia. Ketentuan seperti ini, sebenarnya tidak memberikan gambaran tentang kebutuhan dan praktek pemberian perlindungan hukum yang lazim bagi karya cipta yang memang perlu dibedakan satu dengan lainnya. Jangka waktu perlindungan hukum bagi Hak Cipta seorang pencipta lagu dengan perusahaan rekaman, pada dasarnya memang harus dibedakan yang sifatnya asli atau orisinal dengan yang sifatnya turunan atau derivatif. Selain itu, jangka waktu perlindungan selama pencipta hidup dan terus berlangsung hingga 25 (dua puluh lima) tahun setelah pencipta yang bersangkutan meninggal, secara umum juga memerlukan perhatian. Jangka waktu tersebut diubah dan diperpanjang menjadi selama pencipta hidup dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta yang bersangkutan meninggal. Perubahan ini bukan saja berkaitan dengan praktek yang dianut oleh negara-negara lain yang secara umum memberikan perlindungan hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal, tetapi juga dalam rangka kebutuhan kita untuk menyesuaikan diri bilamana pada suatu saat akan mempertimbangkan keikutsertaan dalam salah satu perjanjian multilateral di bidang perlindungan Hak Cipta. Sekalipun jangka waktu perlindungan tersebut diperpanjang hingga 50 (lima puluh) tahun, tetapi hal ini tidak perlu diartikan bahwa tidak ada lagi batasan tentang fungsi sosial atas suatu hak milik seperti Hak Cipta ini. Batasan tersebut tetap ada, Dan bahkan secara efektif akan lebih mudah dilaksanakan melalui mekanisme "compulsory licensing" yang sekarang diatur dalam Undang-undang ini. Selain itu Undang-undang ini masih tetap memberikan sarana guna mewujudkan prinsip fungsi sosial yang harus melekat pada hak milik sebagaimana lazimnya. Ketentuan seperti Pasal 13, 14, dan Pasal 17 memberikan kemungkinan kepada masyarakat untuk memanfaatkan suatu ciptaan yang dilindungi Hak Cipta sebagai salah satu hak milik. Kemungkinan seperti inilah yang memberi batasan kepada Hak Cipta sebagai hak milik, dan sekaligus memberi arti serta ujud fungsi sosial daripada Hak Cipta. Di samping itu, memang diperlukan perpanjangan jangka waktu perlindungan hukum bagi Hak Cipta di bidang fotografi dari 15 (lima belas) tahun seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 menjadi 25 (dua puluh lima) tahun. Hal ini didasarkan atas pertimbangan tentang perlunya diperhatikan kemajuan teknologi fotografi dan penyesuaiannya dengan praktek yang umum dianut oleh negara lain, ataupun dengan ketentuan dalam salah satu perjanjian multilateral di bidang ini seperti diutarakan terdahulu. Bertolak dari pemikiran tentang perpanjangan jangka waktu perlindungan dan pembedaan bagi kelompok Hak Cipta berdasar sifat ciptaan tersebut, maka dalam Undang-undang yang sekarang dijabarkan secara lebih rinci pengaturannya. 9. Masalah lingkup berlakunya Undang-undang Hak Cipta, khususnya yang menyangkut pemberian perlindungan hukum bagi Hak Cipta asing. Berdasar Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, Hak Cipta asing hanya dilindungi apabila karya cipta yang bersangkutan untuk pertama kali diumumkan di Indonesia. Ketentuan sebagai di atas, selama ini menimbulkan berbagai tafsiran dan sulit untuk dilaksanakan. Oleh karenanya, penyempurnaan dalam Undang- undang ini diarahkan untuk lebih memberikan kepastian dan kewajaran sesuai dengan cita dan tanggung jawab kita untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat bangsa-bangsa yang sejahtera, adil, dan saling menghormati. Hak Cipta asing, dalam Undang-undang ini akan dilindungi pula dengan ketentuan : a. Diumumkan untuk pertama kali di Indonesia, atau b. Negara dari Pemegang Hak Cipta asing yang bersangkutan mengadakan perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia, atau c. Negara dari Pemegang Hak Cipta asing yang bersangkutan ikut serta dalam perjanjian multilateral yang sama di bidang Hak Cipta, yang diikuti pula oleh Negara Republik Indonesia. Dengan demikian hal tersebut berarti pula memberikan jaminan perlindungan Hak Cipta warga negara Indonesia atau penduduk Indonesia, atau badan hukum Indonesia terhadap pelanggaran di luar negeri. Langkah penyempurnaan di atas memang baru menyangkut beberapa ketentuan di dalam Undang-undang Hak Cipta. Sudah barang tentu, upaya untuk mencegah pelanggaran Hak Cipta masih dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya. Adanya penyuluhan hukum yang luas dan intensif untuk menyebarluaskan pemahaman kepada masyarakat akan arti dan fungsi Hak Cipta, serta isi Undang-undang Hak Cipta itu sendiri, jelas sangat penting. Selain itu, upaya untuk menyamakan pemahaman mengenai masalah Hak Cipta tersebut di kalangan aparat penegak hukum juga sangat penting artinya. Sebab, efektifitas penindakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta pada akhirnya juga sangat dipengaruhi oleh kesamaan pemahaman, sikap, dan tindakan di antara aparat penegak hukum tersebut. Disamping itu, juga dipandang perlu pengangkatan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen Kehakiman sebagai penyidik dalam rangka penanggulangan pelanggaran Hak Cipta, yang pelaksanaannya didasarkan atas ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dalam rangka ini, penting pula diusahakan adanya penyusunan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 dengan perubahannya sekarang ini dalam satu naskah, sehingga lebih mudah lagi dipahami dan digunakan oleh setiap orang. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Penambahan ketentuan baru ini dimaksudkan untuk memberikan kejelasan pengertian tentang siapa yang dimaksud dengan Pemegang Hak Cipta dan pengertian Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs". Dalam Undang-undang ini, Pemegang Hak Cipta pada dasarnya adalah Pencipta. Dialah sebenarnya Pemilik Hak Cipta atas karya cipta yang dihasilkannya. Tetapi selain itu orang perorangan atau badan hukum yang menerima hak dari Pemilik Hak Cipta, adalah juga Pemegang Hak Cipta. Demikian pula orang perorangan atau badan hukum yang kemudian menerimanya dari pihak yang telah menerima terlebih dahulu hak tersebut dari Pencipta, Dengan demikian, pengertian Hak Cipta dalam Undang-undang ini mengacu kepada Pemilik Hak Cipta dan Pemegang Hak Cipta ataupun salah satu diantara keduanya. Sedangkan pengertian komputer dalam rangka Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs" tersebut adalah peralatan elektronik yang memiliki kemampuan mengolah data atau informasi. Dengan penambahan dua ketentuan di atas, maka sudah sewajarnya dilakukan pula penyesuaian urutan huruf yang digunakan. Angka 2 Perubahan ini sebenarnya hanya bersifat penyempurnaan saja. Intinya masih sama. Tujuannya, untuk lebih memberikan kejelasan. Angka 3 Perubahan ini berupa penyempurnaan kalimat dan lebih memperjelas rumusan yang lama. Sebagai contoh apabila A merancang sesuatu tetapi kemudian diwujudkan sebagai suatu ciptaan oleh B dibawah pimpinan dan pengawasan A, maka penciptanya adalah A. Rancangan yang dimaksud dalam Undang-undang ini adalah gagasan berupa gambar atau kata, atau gabungan keduanya, yang akan diwujudkan dalam bentuk yang dikehendaki pemilik rancangan. Oleh karena itu, perancang disebut pencipta apabila rancangannya itu dikerjakan secara detail menurut desain yang sudah ditentukannya, dan tidak sekedar gagasan atau ide saja. Dibawah pimpinan dan pengawasan maksudnya dilakukan dengan bimbingan, pengarahan, ataupun koreksi dari orang yang memiliki rancangan tadi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Angka 4 Perubahan judul ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan isi ketentuan Pasal 10 yang telah diubah ataupun sehubungan dengan adanya penambahan ketentuan baru yang dijadikan Pasal 10A sehingga lebih memperjelas lingkup pengaturan tentang ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Pada dasarnya, seandainya tidak ada perubahan pun, judul tersebut memang dirasakan kurang tepat. Sebab, lingkup isi dan sifat Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) lama, berbeda dengan lingkup isi dan sifat Pasal 1O ayat (3) dan ayat (4) lama. Angka 5 Karena paleo antropologi jelas bukan merupakan ciptaan manusia, maka sudah sepantasnya bilamana ditiadakan dari lingkup obyek Hak Cipta. Paleo antropologi pada ujudnya adalah peninggalan berupa fosil yang merupakan hasil proses alamiah atas mahluk yang mati beribu atau berjuta tahun yang lalu sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Selebihnya, perubahan hanya bersifat penyempurnaan. Angka 6 Penghapusan ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) tersebut karena pada dasarnya berisikan pengambilalihan sesuatu Hak Cipta menjadi milik Negara, yang dirasakan kurang tepat. Peniadaan atau penghapusan ketentuan tersebut di atas juga didasarkan atas pertimbangan bahwa : 1. Sesuai dengan sifat Hak Cipta sebagai hak perorangan yang lebih bersifat pribadi dan tidak berwujud, seyogyanya memang tidak perlu ada ketentuan serupa itu. 2. Sekiranya Negara memang memerlukan, cukup ditempuh dengan cara dan mekanisme yang lazim dikenal dengan "compulsory licensing" yang sekarang dianut dan diatur dalam Undang- undang ini. 3. Apabila sesuatu ciptaan memang memiliki arti penting antara lain bagi atau dari segi kebijaksanaan di bidang pertahanan dan keamanan negara, untuk itu dapat ditentukan pelarangan untuk mengumumkan ciptaan tersebut. Angka 7 Pasal 10A yang baru ini merupakan pemindahan materi yang semula diatur dalam Pasal 26 ayat (3), tetapi dengan penyempurnaan. kalimat. 1. Ketentuan tersebut pada dasarnya mengatur hak dan kewenangan Negara terhadap suatu ciptaan yang sama sekali tidak diketahui siapa penciptanya. 2. Dari segi sistimatika, lebih tepat apabila ketentuan tersebut ditempatkan pada Bagian Keempat dalam Ketentuan Umum, dari- pada menjadi isi BAB tentang Masa berlakunya Hak Cipta. Penguasaan Negara atas suatu ciptaan sebagaimana diatur dalam pasal ini berlaku terhadap ciptaan yang sama sekali tidak diketahui siapa pencipta ciptaan tersebut. Hal ini berarti, bahwa hal itu harus telah didahului dengan upaya untuk mengetahui dan menemukan pencipta yang bersangkutan. Baru setelah benar-benar diyakini bahwa ciptaan yang bersangkutan tidak diketahui atau tidak ditemukan penciptanya, maka Hak Cipta atas ciptaan tersebut ditetapkan dipegang oleh Negara. Tetapi apabila dikemudian hari ada pihak yang dapat membuktikan sebagai pencipta atau adanya pencipta tersebut, maka Negara akan menyerahkan kembali Hak Cipta kepada yang berhak tersebut. Selanjutnya, lihat pula penjelasan Angka 12. Angka 8 Perubahan terutama diarahkan pada penegasan bahwa karya lagu atau musik, rekaman video, karya rekaman suara atau bunyi, karya seni batik, dan karya Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs" termasuk karya yang dilindungi. Karya lagu atau musik dalam pengertian Undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Dengan pengertian utuh dimaksudkan bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu karya cipta, dan dengan demikian Hak Cipta atas ciptaan itupun hanya satu. Mengenai siapa yang dianggap sebagai pencipta, didasarkan pada ketentuan Pasal 1, Pasal 6, dan Pasal 7 Undang-undang ini. Dengan demikian walaupun ciptaan lagu atau musik tersebut diciptakan bersama-sama oleh lebih dari seorang, tetapi Hak Cipta atas ciptaan tersebut tetap hanya satu, dan dimiliki atau dipegang secara bersama-sama. Mereka semua mempunyai hak dan kewajiban untuk membela Hak Cipta tersebut. Tetapi dalam hal terjadi ketidak utuhan diantara mereka, sedangkan salah satu diantara mereka tidak bersedia melakukan pengaduan atau gugatan, maka yang lain berhak mengajukan pengaduan atau gugatan guna membela hak mereka, atau dalam hal Pasal 6, setidaknya untuk bagian yang merupakan ciptaannya. Termasuk dalam pengertian rekaman suara atau bunyi adalah rekaman musik ataupun rekaman bukan musik seperti antara lain rekaman lawak, rekaman dakwah. Sedangkan seni batik yang dimaksud dalam pasal ini adalah seni batik yang bukan tradisional. Sebab, seni batik yang tradisional seperti misalnya parang rusak, sidomukti, truntum, dan lain-lain, pada dasarnya telah merupakan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama dan dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2). Disamakan dengan pengertian seni batik yang tradisional ini adalah karya tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah seperti antara lain seni songket, ikat, dan lain-lainnya yang dewasa ini berkembang dan dimodernisasi ciptaannya. Penambahan Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs" ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Program Komputer atau Komputer Program pada dasarnya juga merupakan karya cipta di bidang ilmu pengetahuan. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional, dan dengan memperhatikan semakin pentingnya peranan dan penggunaan komputer, maka dalam rangka pengembangan kemampuan nasional khususnya di bidang pembuatan Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs", dipandang tepat untuk mulai memberikan perlindungan hukum terhadap karya cipta ini. Angka 9 Ketentuan baru ini mengatur pembuatan salinan cadangan atau yang lazim disebut sebagai "back-up copy" suatu Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs". Dengan ketentuan ini, seorang pemilik (bukan pemegang Hak Cipta) Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs" dibolehkan membuat salinan atau copy atas Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs" yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan yang semata-mata hanya untuk digunakan sendiri. Pembuatan salinan cadangan seperti di atas tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. Hal ini perlu, karena biasanya pemilik atau pemakai komputer yang biasanya juga dilengkapi dengan Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs" pada waktu membeli atau memperolehnya, seringkali khawatir bilamana asli Program Komputer atau Komputer Program atau "Computer Programs" yang dimilikinya hilang, rusak, atau yang sejenis dengan itu. Angka 10 Penghapusan Pasal 15 didasarkan atas beberapa pertimbangan : 1. Pengertian "kepentingan nasional" selama ini dirasa kurang jelas dan seringkali menimbulkan berbagai penafsiran yang selalu berbeda satu dari lainnya. 2. Adalah kurang tepat apabila untuk dan karena alasan kepentingan nasional, hal itu tidak dilakukan sendiri oleh Negara melainkan oleh perorangan dan itu pun hanya dalam hal tertentu saja memerlukan izin Menteri Kehakiman. 3. Mekanisme tersebut dinilai terlalu sulit dan tidak mudah pengawasannya. 4. Secara tak langsung, ketentuan tersebut sering memberikan kesan tentang pengaturan pengambilalihan secara tidak langsung, atau setidaknya memberi kesan bahwa Negara memberi kesempatan kepada warganya untuk melakukan kegiatan yang sebenarnya merupakan pelanggaran. Dengan pertimbangan di atas, maka arah dan bentuk pengaturannya dipertegas. Bukan saja batasan kepentingan nasional diperjelas, tetapi arahnya juga dipastikan yaitu penggunaan mekanisme yang lazim dikenal sebagai "compulsory licensing". Apabila Negara memandang perlu untuk kepentingan nasional, terutama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan, maka Negara dapat mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk dalam waktu yang ditentukan, menerjemahkan atau memperbanyaknya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Apabila hal itu tidak dilakukan, Negara dapat mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberi izin kepada pihak lain untuk melakukannya. Dalam hal ini, seandainya Pemegang Hak Cipta tidak bersedia melakukan sendiri kewajiban tersebut, hak Negara untuk mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk memberi izin kepada pihak lain guna melaksanakannya tidak perlu terikat dengan jangka waktu, yang semula ditetapkan bagi Pemegang Hak Cipta. Artinya, pembebanan kewajiban kepada Pemegang Hak Cipta untuk memberi izin kepada pihak lain tersebut tidak perlu menunggu hingga selesainya jangka waktu yang diberikan kepada Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri kewajiban tersebut. Tetapi apabila kemudian ha] itu pun tidak dilaksanakan oleh pihak yang menerima izin dari Pemegang Hak Cipta dalam waktu yang ditentukan, Negara dapat dan berhak untuk melakukannya sendiri. Pelaksanaan penerjemahan dan perbanyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ini diarahkan untuk dilakukan warga negara atau badan hukum Indonesia di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Namun begitu, pembebanan kewajiban itu pun masih tetap didasarkan atas pertimbangan sudah atau belumnya ciptaan tersebut diterjemahkan atau diperbanyak di dalam wilayah Negara Republik Indo-nesia dalam jangka waktu tertentu yang dipandang wajar. Selain itu, pembebanan kewajiban tersebut juga disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan Pemerintah setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta. Pelaksanaan hal di atas, pengaturan selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Angka 11 Mengenai penghapusan Pasal 16, lihat penjelasan Angka 10. Ketentuan baru ini dimaksudkan untuk mencegah beredarnya ciptaan yang merendahkan antara lain nilai-nilai keagamaan, ataupun masalah kesukuan dan ras, yang apabila diumumkan dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum. Untuk ciptaan serupa itu, Pemerintah dapat melarang diumumkannya ciptaan yang bersangkutan setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta. Angka 12 Ketentuan ini mengubah jangka waktu perlindungan bagi Hak Cipta. Dibandingkan dengan ketentuan lama dalam Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, maka dalam ketentuan baru ada pembedaan yang jelas antara jangka waktu perlindungan untuk ciptaan yang sifatnya turunan atau derivatif. Untuk karya cipta yang sifatnya asli atau orisinal seperti diatur dalam Pasal 26 ayat (1) yang baru, maka perlindungan hukum diberikan untuk selama hidup pencipta dan terus berlanjut sampai dengan 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal. Sedangkan untuk karya cipta yang bersifat turunan atau derivatif seperti diatur dalam Pasal 27 ayat (1) yang baru, jangka waktu hanya 50 (lima puluh) tahun sejak saat karya cipta yang bersangkutan pertama kali diumukan. Ketentuan khusus bagi karya cipta di bidang fotografi, program komputer atau komputer program atau "computer programs", saduran, dan penyusunan bunga rampai, dalam Undang-undang ini jangka waktunya selama 25 (dua puluh lima) tahun. Untuk fotografi, ketentuan ini merupakan perpanjangan dari semula hanya 15 (lima belas) tahun. Mengenai hal ini, lihat penjelasan umum. Begitu pula ketentuan khusus bagi ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) yang Hak Ciptanya dimiliki atau dipegang oleh badan hukum. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta tersebut ditetapkan 50 (lima puluh) tahun terhitung sejak pertama kali diumumkan. Jangka waktu berlakunya Hak Cipta yang dimiliki atau dipegang badan hukum ini, meliputi ciptaan baik yang bersifat asli atau orisinal maupun yang bersifat turunan atau dirivatif. Sedangkan Hak Cipta untuk ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum, tetap hanya berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun terhitung sejak pertama kali diumumkan. Berikutnya Pasal 26 ayat (2) baru pada dasarnya masih sama dengan ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2) lama, hanya disesuaikan dengan pembedaan jangka waktu perlindungan yang sekarang dianut. Sedangkan Pasal 26 ayat (3) lama dihapus sama sekali. Ciptaan yang sama sekali tidak diketahui penciptanya, akan mengakibatkan kesulitan dalam menentukan kepada siapa perlindungan hukum tersebut harus diberikan. Karena alasan itulah, untuk ciptaan serupa itu lebih baik bilamana Hak Cipta-nya dipegang oleh Negara. Pemikiran ini pula yang kemudian mendorong pemindahannya menjadi materi ketentuan Pasal 10A yang baru. Angka 13 Penambahan ketentuan baru ini bertujuan untuk menegaskan bahwa adanya pendaftaran ciptaan sama sekali tidak menentukan atau tidak mempengaruhi dapat atau tidak dapat dimilikinya Hak Cipta atas sesuatu ciptaan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Sebagaimana juga diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tersebut, pendaftaran tidak mutlak harus dilakukan, melainkan semata-mata hanya untuk memudahkan pembuktian milik dalam hal terjadi sengketa mengenai Hak Cipta. Oleh karena penegasan serupa itu sifatnya substantif, maka materi tersebut perlu ditetapkan dalam batang tubuh Undang-undang. Angka 14 Perubahan ini hanya bersifat penyesuaian pada Pasal 36, sehubungan dengan penambahan huruf g pada Pasal 14 dan penghapusan Pasal 15 dan Pasal 16. Angka 15 Perubahan Pasal 42 ayat (3) lama dimaksudkan untuk menyederhanakan rumusan dan mempertegas prinsip bahwa Pemegang Hak Cipta yang haknya dilanggar, dapat mengajukan gugatan untuk menuntut ganti rugi kepada pihak yang dianggap telah melanggar haknya. Prinsip kedua yang ingin ditegaskan pula dalam rumusan baru ini adalah, bahwa hak untuk mengajukan gugatan perdata tersebut sama sekali tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana atas pelanggaran Hak Cipta tadi. Berdasarkan pertimbangan ini, maka untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, pada saat pemeriksaan perkara, Hakim sesuai dengan kayakinan yang diperolehnya selama pemeriksaan, diberi kewenangan untuk memerintahkan pelanggar untuk segera menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, penyiaran, pengedaran, dan penjualan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Angka 16 Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana yang lebih berat, sebagai salah satu upaya penangkal pelanggaran Hak Cipta dan ketentuan Undang-undang Hak Cipta pada umumnya, serta untuk lebih melindungi Pemegang Hak Cipta. Selain itu, pemberian ancaman pidana yang lebih berat terhadap pelanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) juga dimaksudkan untuk memungkinkan penahanan sebagaimana diatur dalam KUHP. Dengan adanya beberapa penambahan lain dalam Bab ketentuan pidana, maka ketentuan Pasal 44 ayat (4) lama selanjutnya disesuaikan dengan sistimatika yang lebih memadai. Angka 17 Dihapuskannya ketentuan Pasal 45 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, mengakibatkan pelanggaran terhadap Hak Cipta tidak lagi merupakan tindak pidana aduan, melainkan tindak pidana biasa. Dengan demikian penindakan dapat segera dilakukan tanpa perlu menunggu adanya pengaduan dari Pemegang Hak Cipta yang haknya dilanggar. Perampasan ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta untuk selanjutnya harus dimusnahkan, untuk mencegah beredarnya ciptaan atau barang tersebut dalam masyarakat. Demikian pula terhadap ciptaan atau barang yang dengan putusan Pengadilan telah diserahkan kepada Pemegang Hak Cipta berdasarkan Pasal 42 ayat (1), untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan dalam perkara pidana, ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta tersebut dapat disita untuk dijadikan bukti. Sesuai dengan ketentuan Pasal ini, ciptaan atau barang termaksud berdasarkan putusan Pengadilan yang memeriksa perkara pidana yang bersangkutan dirampas untuk Negara guna dimusnahkan Perampasan dan pemusnahan tersebut dilakukan terhadap ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta baik yang berada di tangan pelanggar maupun yang ada dibawah kekuasaannya. Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta yang sudah terlanjur beredar luas dan berada ditangan perorangan, memang merupakan hal yang sulit dilakukan penindakan. Namun begitu, pada dasarnya ciptaan atau barang tersebut tetap merupakan hasil pelanggaran. Untuk itu, diperlukan upaya secara luas dan berkesinambungan untuk menumbuhkan pengertian dan kesadaran masyarakat untuk tidak lagi membeli atau menyewa ciptaan atau barang serupa itu. Angka 18 Pasal 46 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 dihapus atas dasar pertimbangan bahwa yang bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh sesuatu badan hukum, adalah Pengurus badan hukum itu. Apakah itu bernama Direktur Utama atau apapun yang sejenis dengan itu, ataukah salah seorang diantara Direktur, lazimnya hal itu ditentukan dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga badan hukum yang bersangkutan. Selain itu, peniadaan ketentuan ini juga dimaksudkan untuk menjangkau tindakan hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh badan-badan lain seperti yayasan, dan lain sebagainya. Selebihnya, telah cukup jelas. Angka 19 Penambahan Bab baru ini dimaksudkan untuk memberi wadah bagi pengaturan tambahan tentang penyidikan atas pelanggaran Hak Cipta Angka 20 Ketentuan Pasal 47 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 dihapuskan karena hal tersebut telah ditampung dalam Pasal 45 baru. Lihat penjelasan Angka 17. Ketentuan baru tentang penyidikan dimaksudkan untuk memudahkan penindakan pelanggaran Hak Cipta. Hal ini dipandang perlu karena pelanggaran terhadap Hak Cipta ini bersifat khusus. Tenaga penyidik tersebut adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen Kehakiman dan pengangkatannya berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Angka 21 Perubahan pokok dilakukan untuk memungkinkan pemberian perlindungan hukum bagi ciptaan asing. Dalam Pasal 48 huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982, pengaturan masalah ini dinilai tidak jelas dan sulit dilaksanakan. Dengan perubahan sekarang ini ciptaan asing, yaitu ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, atau bukan badan hukum Indonesia, dapat diberi perlindungan hukum di Indonesia sejauh ciptaan tersebut diumumkan untuk pertama kali di Indonesia, atau sejauh negara dari warga negara atau penduduk atau badan hukum tersebut mengadakan perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Indonesia, atau menjadi peserta perjanjian multilateral yang sama di bidang Hak Cipta yang diikuti pula oleh Indonesia. Bagi penduduk Indonesia yang bukan warga negara Indonesia atau bukan badan hukum Indonesia, perlindungan hukum diberikan hanya apabila ciptaannya diumumkan untuk pertama kali di Indonesia. Bagi warga negara dan badan hukum Indonesia, perlindungan hukum diberikan dimanapun ciptaannya diumumkan. Penduduk Indonesia yang bukan warga negara Indonesia maksudnya meliputi orang atau badan hukum lainnya yang hidup dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia. Bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, bukan badan hukum Indonesia, maksudnya adalah warga negara, penduduk, atau badan hukum negara lain. Pasal II Cukup jelas. -------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1987
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__nomor_6_tahun_1982_tentang_hak_ci_7.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)