- Home »
- Undang-Undang »
- 1984 » Undang-Undang Perindustrian (UU 5 thn 1984)
1984
Undang-Undang Perindustrian (UU 5 thn 1984)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perindustrian_(uu_5_thn_1984)_5.pdf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil
dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa
hakikat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya,
maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan
nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapa t
kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan
kemampuan pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa
Indonesia untuk tumbuh dan berk embang atas kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan
nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih
dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta
masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya
alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh
bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan
berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum yang secara menyeluruh
mampu mel andasinya, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Peri ndustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 109, Tambahan Lembar an Negara Nomor 2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran
Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembara n Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara
Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara N omor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 51, Tambahan Lembaran N egara Nomor 3234).
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan
industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perek ayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni kelompok industri
hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok
industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang
sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang
sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang
industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha
industri.
8. Bahan mentah ad alah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang
diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat
dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu
atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang
jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir
ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses
untuk menghasilkan nilai tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan
perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan
dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di
satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain
menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah penyeragaman dan pene rapan dari standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi
industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan
kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk:
1. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan
memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budi daya serta dengan
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur
perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya
untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi
pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada
khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi
yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha
nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah,
termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan i ndustri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta
meningkatkan peranan koperasi industri;
6. meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional
yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil
produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan
daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1) Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri
kecil, termasuk industri yang menggunakan keterampilan tradisional dan industri
penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik
Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan
industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk penanaman modal, baik modal dalam
negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN, DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang
tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan
dalam bentuk monopol i yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri
secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk memperkokoh struktur industri nasional pada
setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembi naan bidang usaha industri dilakukan dengan memperhati kan:
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan memanfaatkan sumber
daya alam dan manusia dengan mempergunakan proses industri dan teknologi yang
tepat guna untuk dapat tumbuh dan ber kembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan
yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar
dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatan-kegiatan industri
dan perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada
umumnya serta kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta
pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi :
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta
sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya
yang dapat meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi
pertumbuhan produksi nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta, dan swadaya masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri dalam
menyelenggarakan kerja sama yang saling menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan
serta pengembang an kerja sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan jenis-jenis industri tertentu di
dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang
diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1) Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib
memperoleh Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan i ndustri.
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu
dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1),
perusahaan industri wajib menyampaikan informal industri secara berkala mengenai
kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal industri dapat dikecualikan bagi jenis industri
tertentu dalam kelompok industri kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian informal industri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1),
perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan
keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan, mengenai
pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta
hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan
dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG BANGUN DAN
PEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha industri, perusahaan
industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri yang tepat guna dengan
memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup
tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri
dari luar negeri yang diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan
diperlukan bagi pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuan-ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan barang hasil industri dengan tujuan
untuk menjamin mutu hasil industri serta untuk mencapai daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri serta lokasi
bagi pembangunan industri sesuai dengan tujuannya dalam rangka pewujudan
Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
HIDUP
Pasal 21
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber
daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembi naan berupa bimbingan dan penyuluhan
mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran
terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan
bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap
industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang usaha industri tertentu dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan
daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemeri ntah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1)
dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman t ambahan pencabutan Izin
Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha
Industrinya.
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau
denda sebanyak-banyaknya Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau
denda sebanyak-banyaknya Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman
tambahan dicabut Izin Usaha Industrinya.
Pasal 27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana penjara selama-
lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp100.000.000,-
(seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1
(satu) tahun dan/atau denda seba nyak-banyaknya Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 28
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan
Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2)
adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan perindustrian yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap
berlaku selama belum ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Bedrijfsreglementerings-ordonnantie 1934
(Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan tidak berlaku lagi bagi industri.
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dal am Lembaran N egara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 29 Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 29 Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUDHARMONO, S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1984 NOMOR 22
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
UMUM
Garis-Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka
panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan
berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang
adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari
luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang
punggung ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan
yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara
yang kaya dan yang miskin,
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut,
maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran
tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan
pertumbuhannya di percepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang
lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan
kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil
industri itu sendiri.
Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu
melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya
tatanan dan seluruh kegiatan industri.
Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan
yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan
karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan
itupun sering kali tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh
dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya,
tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang- Undang ini akan memberikan kemungkinan
terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas dan
tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan
timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight liberalism".
Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan
sebesar mungkin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Dalam hal ini, Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini
harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi.
Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakikatnya terbuka untuk diusahakan
masyarakat.
Bahwa Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting dan strategis
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya
memang menj adi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu sendiri.
Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil,
termasuk industri yang menggunakan keterampilan tradisional dan industri penghasil benda
seni dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan
Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam
hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang
kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri
yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar
dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya iklim usaha sebagai di atas, diharapkan
kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam membangun
industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula. Dalam hubungan ini, adalah penting untuk
tetap diperhatikan bahwa bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha
untuk membangun industri ini, tetapi Undang-Undang inipun juga memerintahkan terwujudnya
keselarasan dan keseimbangan antara usaha pembangunan itu sendiri dengan lingkungan
hidup manusia dan masyarakat Indonesia.
Kemakmuran, betapapun bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai pembangunan
industri ini.
Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut, tidak terlepas dari
tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil
dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara
kesatuan Republik Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembanguna n jangka panjang yaitu
pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Undang-Undang
ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang dilakukan dalam rangka
pembangunan industri ini, tetap harus memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara
tidak boros agar tidak merusak tata lingkungan hidup.
Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun harus tetap menjamin terwujudnya
masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju, sejahtera, adil dan lestari berdasarkan
Pancasila.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Angka 18
Cukup jelas.
Pasal 2
Seperti telah diutarakan dalam penjelasan umum, pembangunan industri dilandaskan pada:
a. demokrasi ekonomi, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dilakukan dengan
sebesar mungkin mengikutsertakan dan meningkatkan peran serta aktif masyarakat
secara merata, baik dalam bentuk usaha swasta maupun koperasi serta dengan
menghindarkan sistem "free fight liberalism", sistem "etatisme", dan pemusatan
kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat;
b. kepercayaan pada diri sendiri, yaitu bahwa segala usaha dan kegiatan dalam
pembangunan industri harus berlandaskan dan sekaligus mampu membangkitkan
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada
kepribadian bangsa;
c. manfaat, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dan hasil-hasilnya harus
dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat;
d. kelestarian lingkungan hidup, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri tetap
harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari lingkungan
hidup dan sumber daya alam;
e. pembangunan bangsa harus berwatak demokrasi ekonomi serta memberi wujud yang
makin nyata terhadap demokrasi ekonomi itu sendiri.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cabang-cabang industri tertentu mengemban peranan yang sangat penting dan strategis
bagi negara, dan yang menguasai hajat hidup orang banyak antara lain karena:
a. memenuhi kebutuhan yang sangat pokok bagi kesejahteraan rakyat atau
menguasai hajat hidup orang banyak;
b. mengolah suatu bahan ment ah strategis;
c. dan/atau berkaitan langsung dengan kepentingan pertahanan serta keamanan
negara.
Yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidaklah selalu berarti bahwa cabang-
cabang industri dimaksud harus dimiliki oleh negara, melainkan Pemerintah mempunyai
kewenangan untuk mengatur produksi dari cabang-cabang industri dimaksud dalam
rangka memelihara kemantapan stabilitas ekonomi nasional serta ketahanan nasional.
Sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka cabang-cabang industri
tersebut dapat ditetapkan untuk dimiliki ataupun dikuasai oleh Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Kelompok industri kecil, termasuk yang menggunakan proses modern, yang
menggunakan keterampilan tradisional, dan yang menghasilkan benda-benda seni
seperti industri kerajinan, yang kesemuanya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, pada
umumnya diusahakan oleh rakyat Indonesia dari golongan ekonomi lemah. Oleh sebab
itu industri ini dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan untuk membuka lapangan bagi investasi baru atau
perluasan bidang usaha industri yang telah ada, baik bagi penanaman modal dalam negeri
maupun modal asing dengan pertimbangan bahwa produksi yang dihasilkannya sangat
diperlukan.
Pasal 7
Melalui pengaturan, pembinaan, dan pengembangan, Pemerintah mencegah penanaman
modal yang boros serta timbulnya persaingan yang tidak jujur dan curang dalam kegiatan
bidang usaha industri, dan sebaliknya mengembangk an iklim persaingan yang baik dan sehat.
Melalui pengaturan, pembinaan dan pengembangan, Pemerintah mencegah pemusatan dan
penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri
dalam Pasal ini adalah upaya yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan
dalam arti yang seluas- luasnya terhadap kegiatan industri. Tugas dan tanggung jawab untuk
menciptakan iklim dan suasana yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan
bidang usaha industri ini, pada dasarnya berada pada Pemeri ntah.
Oleh karenanya, adalah wajar bilamana upaya pembinaan dan pengembangan, dilakukan oleh
Pemerintah melalui kegiatan pengaturan yang Kewenangannya berada di tangan Pemerintah
pula.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha
industri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-
Undang ini, dilakukan secara seimbang, terpadu dan terarah untuk memperkokoh struktur
industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Angka 1
Untuk mewujudkan perubahan struktur perekonomian secara fundamental, perlu
dikerahkan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin seluruh sumber da ya alam dan sumber
daya manusia yang tersedia.
Bersamaan dengan itu, tujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat melalui industri ini menuntut pula dilaksanakan nya penyebaran dan pemerataan
pembangunan dan pengembangan industri di seluruh Indonesia sesuai dengan ciri dan
sumber daya alam dan manusia yang terdapat di masing-masing daerah.
Demikian pula perlu ditingkatkan pembangunan daerah dan pedesaan yang disertai
dengan pembinaan dan pengembangan serta peran serta dan kemampuan penduduk.
Penerapan teknologi yang tepat guna, baik yang merupakan hasil pengembangan di
dalam negeri maupun yang merupakan hasil-pengalihan dari luar negeri, merupakan
usaha agar dengan sumber daya manusia yang tersedia dapat diperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya dari sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia untuk
kemakmuran seluruh rakyat.
Angka 2
Untuk terciptanya iklim yang menguntungkan dan perkembangan industri secara sehat,
serasi, dan mantap, Pemerintah melakukan pengaturan, dan pembinaan secara
menyeluruh dan terarah untuk mencegah persaingan yang tidak jujur antara
perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri; agar dapat dihindarkan
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk
monopoli yang merugikan masyarakat.
Dalam rangkaian kegiatan ini, diperlukan berbagai sarana penunjang dan kebijaksanaan
seperti:
- informasi industri yang lengkap dan berlanjut;
- kebijaksanaan perizinan yang diarahkan untuk mengembangkan kegiatan industri;
- kebijaksanaan perlindungan industri melalui pembinaan serta pengutamaan
produksi dalam negeri;
- kebijaksanaan yang merangsang ekspor hasil industri;
- kebijaksanaan perbankan dan pasar modal yang mendukung perkembangan
industri.
Angka 3
Industri dalam negeri diarahkan untuk secepatnya mampu membina dirinya agar
memiliki daya guna kerja serta produktivitas yang tinggi, sehingga hasil produksinya
mampu bersaing dengan barang- barang impor di pasaran dalam negeri, dan di pasaran
internasional.
Untuk itu, dalam tahap pertumbuhannya Pemerintah dalam batas-batas yang wajar
dapat memberi kan perlindungan kepada industri dalam negeri.
Di lain pihak, perlindungan yang diberikan itu harus tetap menjamin agar konsumen
dalam negeri juga tidak dirugikan.
Angka 4
Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam harus digunakan secara
rasional. Penggalian sumber daya alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak
tata lingkungan hidup, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan
dengan memperhi tungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pasal 10
Dalam rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan
industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan yang berantai ke segala
jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan:
a. keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar, kelompok industri hilir dan kelompok
industri kecil;
b. keterkaitan antara industri besar, menengah, dan kecil dalam ukuran besarnya investasi;
c. keterkaitan antara berbagai cabang dan/atau jenis industri;
d. keterkaitan antara industri dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pembinaan perusahaan industri dalam Pasal ini adalah pembinaan
kerja sama antara industri kecil, industri menengah dan industri besar yang perlu
dikembangkan sebagai sistem kerja sama dan keterkaitan seperti pengsubkontrakan pada
umumnya, sistem bapak angkat, dan sebagainya.
Dengan pengembangan sistem ini maka kerja sama di antara perusahaan industri besar,
menengah, dan kecil dapat berlangsung dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti
bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Dalam melakukan pembinaan kerja sama antara perusahaan industri Pemerintah
memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, serta
asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk meningkatkan
pengembangan bi dang usaha industri.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan kemudahan dan/atau perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah
untuk mendorong pengembangan cabang industri dan jenis industri adalah antara lain dalam
bidang perpajakan, permodalan dan perbankan, bea masuk dan cukai, sertifikat ekspor dan
lain sebagainya.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengecualian untuk mempunyai Izin Usaha Industri ini ditujukan terhadap jenis industri
tertentu dalam kelompok industri kecil yang karena sifat usahanya serta investasinya
kecil lebih merupakan mata pencaharian dari golongan masyarakat berpenghasilan
rendah seperti usaha industri rumah tangga dan industri kerajinan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan informasi industri dalam Pasal ini adalah data statistik
perusahaan industri yang nyata, benar dan lengkap yang diperlukan bagi dasar
pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri seperti yang
dimaksud dalam Pasal 8.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam rangka pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan, Pemerintah memberikan
petunjuk-petunjuk pelaksanaan mengenai upaya menjamin keamanan dan keselamatan
terhadap penggunaan alat, bahan baku serta hasil produksi industri termasuk
pengangkutannya, dengan memperhatikan pula keselamatan kerja. Adapun yang
dimaksud dengan pengangkutan adalah pengangkutan bahan baku dan hasil produksi
industri yang berbahaya.
Selain itu perlu diawasi pula langkah-langkah pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup serta pengamanan terhadap keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam.
Ayat (3)
Pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat,
proses dan hasil produksi industri adalah untuk menjamin keamanan, dan keselamatan
dalam pelaksanaan tugas teknis operasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Sesuai dengan pengelompokan industri, masing-masing kelompok industri hulu atau
juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir atau umum juga menyebut
aneka industri, dan kelompok industri kecil, serta dengan memperhatikan misinya, yakni
untuk pertumbuhan ataupun pemerataan, maka penerapan teknologi yang tepat guna
dapat berwujud teknologi maju, teknologi madya atau teknologi sederhana.
Pengarahan untuk menggunakan teknologi yang tepat guna dengan sejauh mungkin
menggunakan bahan-bahan dalam negeri adalah untuk meningkatkan nilai tambah,
memelihara keseimbangan antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta
pemerataan pendapatan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri
dari luar negeri adalah pemberian data informasi teknologi industri yang menyangkut
sumber/asal teknologi, proses, lisensi, patent, royalti termasuk jasa dalam menyusun
perjanjian, dan lain sebagainya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan desain produk industri adalah hasil rancangan suatu barang jadi untuk
diproduksi oleh suatu perusahaan industri. Yang dimaksud dengan perlindungan hukum,
adalah suatu larangan bagi pihak lain untuk dengan tanpa hak melakukan peniruan desain
produk industri yang telah dicipta serta telah terdaftar.
Maksud dari Pasal ini adalah untuk memberikan rangsangan bagi terciptanya desain-desain
baru.
Pasal 18
Pasal ini dimaksud agar bagi bangsa Indonesia terbuka kesempatan seluas-luasnya untuk
memiliki keahlian dan pengalaman menguasai teknologi dalam perencanaan pendirian industri
serta perancangan dan pembuatan mesi n pabrik dan peralatan industri.
Termasuk dalam pengertian perekayasaan industri adalah konsultasi di bidang perekayasaan,
perekayasaan konstruksi, perekayasaan peralatan dan mesi n industri.
Pasal 19
Penetapan standar industri bertujuan, untuk menjamin serta meningkatkan mutu hasil industri,
untuk normalisasi penggunaan bahan baku dan barang, serta untuk rasionalisasi optimalisasi
produksi dan cara kerja demi tercapainya daya guna sebesar-besarnya.
Dalam penyusunan standar industri tersebut di atas diikutsertakan pihak swasta, Kamar
Dagang dan Industri Indonesia, Asosiasi, Balai-balai Penelitian, Lembaga-lembaga Ilmiah,
Lembaga Konsumen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan proses dalam
standardisasi industri.
Selain untuk kepentingan industri, standardisasi industri juga perlu untuk melindungi
konsumen.
Pasal 20
Ayat (1)
Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah
langsung sumber daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah,
perlu dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis
industri yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
kawasan-kawasan industri.
Rangkaian kegiatan pembangunan industri tersebut di atas pada gilirannya akan
memacu kegiatan pembangunan sektor-sektor ekonomi lainnya beserta prasarananya
antara lain yang penting adalah terminal-terminal pelayanan jasa, daerah pemukiman
baru dan daerah pertani an baru.
Wilayah yang dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri
dalam rangkaian seperti tersebut di atas, yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam
rangka mewujudkan kesatuan ekonomi nasional, merupakan Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan
keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses
industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup akibat usaha dan prose s industri yang dilakukan.
Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan
dan kesehatan masyarakat disekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah,
air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam hal ini,
Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk menanggulanginya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Penyelenggaraan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri perlu
dilakukan dalam batas-batas kewenangan yang jelas sehingga pelaksanaannya dapat benar-
benar berlangsung seimbang dan terpadu dalam kaitannya dengan sektor-sektor ekonomi
lainnya.
Sehubungan dengan itu, masalah penyerahan kewenangan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang usaha industri tertentu kepada instansi tertentu dalam lingkungan
Pemerintah, perlu diatur lebih lanjut secara jelas.
Hal ini penting untuk menghindarkan duplikasi kewenangan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang usaha industri di antara instansi-instansi Pemerintah, dan terutama
dalam upaya untuk mendapatkan hasil guna yang sebesar-besarnya dalam pembangunan
industri.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan penyerahan urusan mengenai bidang usaha industri tertentu dan
penarikannya kembali dalam Pasal ini adalah terutama mengenai perizinan yang dilakukan
sesuai dengan asas desentralisasi dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang
nyata, dinamis dan bertanggung jawab.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3274
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perindustrian_(uu_5_thn_1984)_5.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Undang undang republik indonesia nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dengan rahmat tuhan yang maha esapresiden republik indonesia b. bahwa pancasila adalah landasan idiil dalam membina: sistim ekonomi indonesia dan yangsenantiasa harus tercer.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






