- Home »
- Undang-Undang »
- 2000 » Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (UU 34 thn 2000)
2000
Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (UU 34 thn 2000)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__republik_indonesia_nomor_18_tahun_34.pdf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah; b. bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu menekankan prinsip- prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, dan akuntabilitas serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah; c. bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah untuk memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab; d. bahwa Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu disesuaikan dengan perkembangan keadaan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas, maka perlu dilakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685), diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 2, angka 3, angka 7, angka 9, angka 10, angka 11, angka 12, angka 14, angka 15, angka 16, angka 17, angka 18, angka 19, angka 20, angka 22, angka 24, angka 25, angka 33, angka 34, angka 35, dan angka 37 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 1 Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas Daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif Daerah. 3. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi Daerah Propinsi atau Bupati bagi Daerah Kabupaten atau Walikota bagi Daerah Kota. 4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan Daerah dan/atau Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Peraturan Daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 6. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah. 7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. 8. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah. 9. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. 10. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. 11. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. 12. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. 13. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau Retribusi, penentuan besarnya pajak atau Retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau Retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya. 14. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. 15. Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 16. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak. 17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 21. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang dapat disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 22. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah. 23. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 24. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 25. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. 26. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 27. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 28. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 29. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 30. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 31. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang- undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi tertentu. 32. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 33. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 34. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya pokok Retribusi. 35. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar daripada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 36. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 37. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan Retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah dan Retribusi. 38. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya." 2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diubah, serta ayat (5) dan ayat (6) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 2 (1) Jenis pajak Propinsi terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. (2) Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; g. Pajak Parkir. (3) Ketentuan tentang objek, subjek, dan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (4) Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Kabupaten/Kota selain yang ditetapkan dalam ayat (2) yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. bersifat pajak dan bukan Retribusi; b. objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan; c. objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum; d. objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan/atau objek pajak Pusat; e. potensinya memadai; f. tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif; g. memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan h. menjaga kelestarian lingkungan. (5) dihapus. (6) dihapus." 3. Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 2 (dua) Pasal yaitu Pasal 2A dan Pasal 2B, yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 2A (1) Hasil penerimaan pajak Propinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebagian diperuntukkan bagi Daerah Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen); b. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen); c. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen). (2) Hasil penerimaan pajak Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) diperuntukkan paling sedikit 10% (sepuluh persen) bagi Desa di wilayah Daerah Kabupaten yang bersangkutan. (3) Bagian Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Daerah Kabupaten/Kota. (4) Bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Desa. (5) Penggunaan bagian Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sepenuhnya oleh Daerah Kabupaten/Kota." "Pasal 2B (1) Dalam hal hasil penerimaan pajak Kabupaten/Kota dalam suatu Propinsi terkonsentrasi pada sejumlah kecil Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur berwenang merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada Daerah Kabupaten/Kota dalam Propinsi yang bersangkutan. (2) Dalam hal objek pajak Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi yang bersifat lintas Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur berwenang untuk merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada Daerah Kabupaten/Kota yang terkait. (3) Realokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Gubernur atas dasar kesepakatan yang dicapai antar Daerah Kabupaten/Kota yang terkait dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan." 4. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 3 (1) Tarif jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan paling tinggi sebesar : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen); b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10% (sepuluh persen); c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen); d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 20% (dua puluh persen); e. Pajak Hotel 10% (sepuluh persen); f. Pajak Restoran 10% (sepuluh persen); g. Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen); h. Pajak Reklame 25 % (dua puluh lima persen); i. Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen); j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh persen); k. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen). (2) Tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan seragam di seluruh Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. (3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (4) Besarnya pokok pajak dihitung dengan mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dasar pengenaan pajak." 5. Ketentuan Pasal 4 diubah dengan menambah 2 (dua) ayat, yaitu ayat (5) dan ayat (6), sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 4 (1) Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Peraturan Daerah tentang Pajak tidak dapat berlaku surut. (3) Peraturan Daerah tentang Pajak sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai : a. nama, objek, dan subjek pajak; b. dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak; c. wilayah pemungutan; d. masa pajak; e. penetapan; f. tata cara pembayaran dan penagihan; g. kedaluwarsa; h. sanksi administrasi; dan i. tanggal mulai berlakunya. (4) Peraturan Daerah tentang Pajak dapat mengatur ketentuan mengenai : a. pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya; b. tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa; c. asas timbal balik. (5) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) harus terlebih dahulu disosialisasikan dengan masyarakat sebelum ditetapkan. (6) Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan sosialisasi Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan oleh Kepala Daerah." 6. Ketentuan Pasal 5 dihapus. 7. Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) Pasal yaitu Pasal 5A yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 5A (1) Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan. (2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dimaksud. (3) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku." 8. Ketentuan Pasal 18 diubah, dan ditambah 3 (tiga) ayat yaitu ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), sehingga keseluruhan Pasal 18 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 18 (1) Objek Retribusi terdiri dari : a. Jasa Umum; b. Jasa Usaha; c. Perizinan Tertentu. (2) Retribusi dibagi atas tiga golongan : a. Retribusi Jasa Umum; b. Retribusi Jasa Usaha; c. Retribusi Perizinan Tertentu. (3) Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan kriteria sebagai berikut : a. Retribusi Jasa Umum : 1. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi PerizinanTertentu; 2. jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; 3. jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar Retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum; 4. jasa tersebut layak untuk dikenakan Retribusi; 5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya; 6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang potensial; dan 7. pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik. b. Retribusi Jasa Usaha : 1. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan 2. jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu : 1. perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi; 2. perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan 3. biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi perizinan. (4) Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam ayat (3) sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. (5) Hasil penerimaan jenis Retribusi tertentu Daerah Kabupaten sebagian diperuntukkan kepada Desa. (6) Bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek keterlibatan Desa dalam penyediaan layanan tersebut." 9. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 21 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 21 Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif ditentukan sebagai berikut : a. untuk Retribusi Jasa Umum, berdasarkan kebijakan Daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan; b. untuk Retribusi Jasa Usaha, berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak; c. untuk Retribusi Perizinan Tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan." 10. Ketentuan Pasal 24 diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat yaitu ayat (5) dan ayat (6), sehingga keseluruhan Pasal 24 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 24 (1) Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Peraturan Daerah tentang Retribusi tidak dapat berlaku surut. (3) Peraturan Daerah tentang Retribusi sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai : a. nama, objek, dan subjek Retribusi; b. golongan Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2); c. cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan; d. prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi; e. struktur dan besarnya tarif Retribusi; f. wilayah pemungutan; g. tata cara pemungutan; h. sanksi administrasi; i. tata cara penagihan; dan j. tanggal mulai berlakunya. (4) Peraturan Daerah tentang Retribusi dapat mengatur ketentuan mengenai : a. masa Retribusi; b. pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok Retribusi dan/atau sanksinya; c. tata cara penghapusan piutang Retribusi yang kedaluwarsa. (5) Peraturan Daerah untuk jenis-jenis Retribusi yang tergolong dalam Retribusi Perizinan Tertentu harus terlebih dahulu disosialisasikan dengan masyarakat sebelum ditetapkan. (6) Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan sosialisasi Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan oleh Kepala Daerah." 11. Ketentuan Pasal 25 dihapus. 12. Di antara Pasal 25 dan Pasal 26 disisipkan 1 (satu) Pasal yaitu Pasal 25A, yang berbunyi sebagai berikut : "Pasal 25A (1) Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 24 ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan. (2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dimaksud. (3) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku." 13. Ketentuan Pasal 36 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat 2a, sehingga keseluruhan Pasal 36 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 36 (1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. (2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. (2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah : a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. (3) Untuk kepentingan Daerah, Kepala Daerah berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tenaga-tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya. (4) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala Daerah dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. (5) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut." 14. Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 42 berbunyi sebagai berikut : "Pasal 42 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah atau Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi menurut hukum yang bertanggung jawab. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku." Pasal II Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku semua Peraturan Daerah tentang Pajak dan Peraturan Daerah tentang Retribusi yang telah diajukan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sebelum berlakunya undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dapat dilaksanakan tanpa memerlukan pengesahan tersebut. Pasal III Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 246
Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_atas__republik_indonesia_nomor_18_tahun_34.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)