- Home »
- Undang-Undang »
- 1997 » Undang-Undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (UU 17 thn 1997)
1997
Undang-Undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (UU 17 thn 1997)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
badan_penyelesaian_sengketa_pajak_(uu_17_thn_1997_17.pdf
UU 17/1997, BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
*9762 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)
NOMOR 17 TAHUN 1997 (17/1997)
TENTANG
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang
adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta
menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat;
b. bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional
yang dilaksanakan secara berkesinambaungan dan berkelanjutan
serta merata di seluruh tanah air memerlukan biaya besar
yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri;
c. bahwa dalam rangka kemandirian dimaksud, penerimaan pajak
sebagai sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan
nasional memerlukan peningkatan peran masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya sebagai kewajiban
kenegaraan;
d. bahwa peningkatan kesadaran, pemahaman, dan penghayatan di
bidang perpajakan, telah menjangkau segenap lapisan
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, menyebabkan
jumlah pembayar pajak terus meningkat;
e. bahwa dengan meningkatnya jumlah pembayar pajak dan
pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan
peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak dapat
dihindarkan timbulnya sengketa pajak yang memerlukan
penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang
cepat, murah, dan sederhana;
f. bahwa Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan
Regeling van het Beroep in Belastingzaken (Staatsblad Tahun
1927 Nomor 29) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959
Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1748), yang
berfungsi sebagai lembaga penyelesaian banding di bidang
perpajakan, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dalam
menyelesaikan sengketa pajak;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, dipandang perlu
membentuk badan peradilan pajak dengan nama Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak dengan undang-undang;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945;
2. ndang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
*9763
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pajak,
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, Bupati atau Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat
II, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
2. Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Pusat termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut
oleh Pemerintah Daerah, menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
3. Peraturan perundang-undangan perpajakan adalah semua
peraturan di bidang perpajakan;
4. Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang
perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
berdasarkan dan dalam rangka pelaksanaan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
5. Sengketa pajak adalah sengketa yang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan dapat
diajukan banding atau gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak;
6. Banding adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan pejabat
yang berwenang sepanjang diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;
7. Gugatan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan
pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan yang bersangkutan;
8. Surat uraian banding adalah surat terbanding kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi jawaban atas alasan
banding yang diajukan oleh pemohon banding;
9. Surat tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi jawaban atas alasan
gugatan yang diajukan oleh penggugat;
10. Surat bantahan adalah surat dari pemohon banding atau
penggugat kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang
berisi bantahan atas surat uraian banding atau surat
tanggapan;
11. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman,
tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara
langsung adalah tanggal pada saat surat atau keputusan atau
putusan disampaikan secara langsung;
12. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman,
*9764 tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara
langsung adalah tanggal pada saat surat atau keputusan atau
putusan diterima secara langsung;
13. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota adalah Ketua, Wakil Ketua,
dan Anggota pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
14. Anggota Tunggal adalah Anggota yang ditunjuk oleh Ketua
untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak dengan acara
cepat;
15. Anggota Sidang adalah Anggota Tunggal atau Anggota dalam
suatu Majelis termasuk Ketua Sidang;
16. Ketua Sidang adalah Anggota Sidang yang ditunjuk oleh Ketua
untuk memimpin sidang;
17. Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti
adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris
Pengganti pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
18. Sekretaris Sidang adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, atau
Sekretaris Pengganti yang bertugas melaksanakan pelayanan di
bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak dalam suatu
persidangan;
19. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 2
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah badan peradilan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
Bagian Ketiga
Tempat Kedudukan
Pasal 3
(1) Dengan Undang-undang ini dibentuk Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak yang berkedudukan di ibu kota negara dan
apabila dipandang perlu dapat dibentuk Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak yang tingkatnya sama di tempat lain.
(2) Pelaksanaan pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 4
Sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan di tempat
kedudukan atau di tempat lain dalam daerah hukumnya.
Bagian Keempat
Pembinaan
Pasal 5
(1) Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan oleh Departemen
*9765 Keuangan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimkasud pada ayat (1) tidak boleh
mengurangi kebebasan Anggota dalam memeriksa dan memutus
sengketa pajak.
BAB II
SUSUNAN
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
Bagian Pertama
Umum
Pasal 6
Susunan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terdiri dari Pimpinan,
Anggota, dan Sekretaris.
Pasal 7
Pimpinan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terdiri dari seorang
Ketua dan satu atau lebih Wakil Ketua.
Pasal 8
Untuk dapat diangkat menjadi Anggota, setiap calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia yang berumur sekurang-kurangnya 40
(empat puluh) tahun;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis
Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang
yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "Gerakan
Kontra Revolusi G.30.S/PKI" atau organisasi terlarang
lainnya;
e. mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah
sarjana hukum atau sarjana lain;
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
g. tidak pernah melakukan tindak pidana perpajakan.
Bagian Kedua
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
Pasal 9
(1) Anggota diangkat oleh Presiden dari daftar nama calon yang
diusulkan oleh Menteri.
(2) Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari para
Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan usul
Menteri.
Pasal 10
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diangkat untuk masa jabatan
selama 5 (lima) thaun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.
*9766 Pasal 11
(1) Sebelum memangku jabatan, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau
kepercayaannya yang berbunyi sebagai berikut:
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya,
untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak
langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga,
tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada
siapa pun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali
akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun
juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan
akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi negara,
Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta
peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan
menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan
dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan
kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Ketua, Wakil
Ketua, Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang
berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Ketua dan Wakil Ketua mengucapkan sumpah atau janji di
hadapan Ketua Mahkamah Agung.
(3) Anggota diambil sumpah atau janji oleh Ketua.
Pasal 12
(1) Ketua melakukan pembinaan terhadap Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
tugas dan perilaku Wakil Ketua, Anggota, dan Sekretaris.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua
melakukan pengawasan terhadap jalannya penyelesaian sengketa
pajak dan menjaga agar penyelenggaraannya dilaksanakan
dengan seksama dan wajar.
(3) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Ketua dapat memberikan
petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu serta
menyampaikan usul kepada yang berwenang untuk diambil
tindakan.
(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) tidak boleh mengurangi kebebasan
Anggota dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.
Pasal 13
(1) Anggota tidak boleh merangkap menjadi :
a. pelaksana putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
b. wali, pengampu, atau pejabat yang berkaitan dengan
suatu sengketa pajak yang akan atau sedang diperiksa
olehnya;
*9767 c. penasihat hukum;
d. konsultan pajak;
e. akuntan publik; atau
f. pengusaha.
(2) Selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jabatan
lain yang tidak boleh dirangkap oleh Anggota, diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri karena :
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun; atau
d. ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan
tugas.
(2) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota yang berakhir masa
jabatannya atau yang meninggal dunia, dengan sendirinya
berhenti dengan hormat dari jabatannya.
Pasal 15
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diberhentikan tidak dengan hormat
dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri dengan alasan:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. mengabaikan kewajiban dalam menjalankan tugas;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan; atau
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Pasal 16
Usul pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (1) huruf d dan usul pemberhentian tidak dengan hormat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e, diajukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak.
Pasal 17
Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 18
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat
dibebastugaskan dari jabatannya oleh Menteri atas usul
Majelis Kehormatan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2) Terhadap usul pembebastugasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku juga ketentuan kesempatan membela diri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
*9768 Pasal 19
(1) Apabila terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota
dikeluarkan perintah penangkapan yang diikuti dengan
penahanan, Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dimaksud
dibebastugaskan dari jabatannya oleh Menteri.
(2) Apabila Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dituntut di muka
pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan, Ketua, Wakil
Ketua, atau Anggota dimaksud dapat dibebastugaskan dari
jabatannya oleh Menteri.
Pasal 20
(1) Apabila dalam pemeriksaan terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau
Anggota yang telah ditangkap dan ditahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) ternyata tidak terbukti
melakukan tindak pidana, Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota
dimaksud dapat dikembalikan ke jabatan semula.
(2) Apabila tuntuan pidana terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau
Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tidak
terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, Ketua, Wakil Ketua, atau
Anggota dimaksud dapat dikembalikan ke jabatan semula.
Pasal 21
(1) Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dapat ditangkap dan atau
ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat
persetujuan Menteri, kecuali dalam hal :
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
atau
b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
(2) Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b selambat-lambatnya dalam
waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus dilaporkan
kepada Menteri.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebastugasan,
pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak dengan
hormat, serta hak-hak Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota yang
dibebastugaskan atau diberhentikan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Sekretaris
Pasal 23
(1) Sekretaris memimpin sekretariat yang mempunyai tugas
pelayanan di bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak
dan administrasi umum dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
(2) Dalam melaksanakan tugas pelayanan di bidang
administrasi penyelesaian sengketa pajak, Sekretaris dibantu
oleh satu atau lebih Sekretaris Pengganti.
Pasal 24
Sebelum memangku jabatan, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan
Sekretaris Pengganti, wajib diambil sumpah atau janji oleh Ketua
menurut agama atau kepercayaannya yang berbunyi sebagai berikut:
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada
dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi negara, Undang-Undang
Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang
berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan menaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan
yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran,
dan tanggungjawab.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan senantiasa menjunjung
tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat Sekretaris
atau Wakil Sekretaris atau Sekretaris Pengganti Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau
golongan.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan
menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu
janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu
yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya
rahasiakan.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan
jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak
membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan
berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, dalam menegakkan hukum
dan keadilan.
Pasal 25
(1) Sekretaris, Wakil Sekretaris, Sekretaris Pengganti, dan
pegawai sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah
pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Keuangan.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti harus
mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah
sarjana hukum atau sarjana lain.
Pasal 26
Tugas dan tanggung jawab serta susunan organisasi sekretariat
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
*9770 Pasal 27
Tata kerja sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
ditetapkan oleh Ketua.
BAB III
KEKUASAAN
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
Pasal 28
(1) Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mempunyai tugas dan
wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak.
(2) Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di luar tugas dan
wewenang Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Pasal 29
Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28,
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengawasi kuasa hukum yang
memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa
dalam sidang-sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Pasal 30
Untuk keperluan penyelesaian sengketa pajak, Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan
yang berkaitan dengan sengketa pajak dari pihak ketiga sesuai
dengan undang-undang yang berlaku.
BAB IV
HUKUM ACARA
Bagian Pertama
Kuasa Hukum
Pasal 31
(1) Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi
atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan kuasa
tertulis.
(2) Untuk dapat menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. mempunyai keahlian di bidang perpajakan; dan
c. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Ketua.
(3) Dalam hal yang mendampingi atau mewakili pemohon banding
atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua, pengurus, pegawai, atau pengampu,
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
diperlukan.
Bagian Kedua
Banding
*9771
Pasal 32
(1) Banding diajukan dengan surat banding dalam bahasa Indonesia
kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah
hukumnya meliputi wilayah kerja pejabat yang menerbitkan
keputusan yang dibanding.
(2) Banding diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan,
dan dalam hal jangka waktu dimaksud tidak diatur, banding
diajukan dalam jangka hal jangka waktu dimaksud tidak
diatur, banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mengikat apabila menurut Badan Penyelesian Sengketa Pajak
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan pemohon banding.
Pasal 33
(1) Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding.
(2) Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas
dan mencantumkan tanggal diterima surat keputusan yang
dibanding.
(3) Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang
dibanding.
Pasal 34
Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang
terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak yang
terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak yang
terutang dimaksud telah dibayar lunas.
Pasal 35
(1) Banding diajukan sendiri oleh pembayar pajak, ahli warisnya,
seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
(2) Apabila selama proses banding, pemohon banding meninggal
dunia, banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa
hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon
banding pailit.
(3) Apabila selama proses banding, pemohon banding melakukan
penggabungan, peleburuan, pemecahan atau pemekaran usaha,
atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh
pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan,
peleburan, pemecahan atau pemekaran usaha, atau karena
likuidasi dimaksud.
Pasal 36
Pemohon banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi
ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).
*9772 Pasal 37
(1) Terhadap banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan
kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2) Banding yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihapus dari daftar sengketa melalui pemeriksaan dengan
acara cepat.
Bagian Ketiga
Gugatan
Pasal 38
(1) Gugatan diajukan dengan surat gugatan dalam bahasa Indonesia
kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah
hukumnya meliputi wilayah kerja pejabat yang menerbitkan
keputusan yang digugat dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mengikat apabila menurut Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan penggugat.
Pasal 39
(1) Gugatan diajukan sendiri oleh penggugat dengan disertai
alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima
keputusan yang digugat serta dilampiri salinan dokumen yang
pelaksanaannya digugat.
(2) Apabila selama proses gugatan, penggugat meninggal dunia,
gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum
dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat
pailit.
Pasal 40
(1) Terhadap gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(1) dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2) Gugatan yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam pasal 38
ayat (1) dihapuskan dari daftar sengketa melalui pemeriksaan
dengan acara cepat.
Pasal 41
(1) Penggugat harus melunasi biaya pendaftar sebesar Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Perubahan besarnya biaya pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 42
Biaya pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1)
disetor ke Kas Negara sebelum gugatan diajukan dan bukti setoran
harus dilampirkan pada surat gugatan.
*9773
Bagian Keempat
Persiapan Persidangan
Pasal 43
(1) Badan Penyelesaian Sengketa Pajak meminta surat uraian
banding atau surat tanggapan atas surat banding atau surat
gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima surat banding
atau surat gugatan.
(2) Dalam hal pemohon banding mengirimkan surat atau dokumen
susulan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36, jangka waktu 14 (empat belas) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal
diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
Pasal 44
(1) Terbanding atau tergugat menyerahkan surat uraian banding
atau surat tanggapan kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
dikirim permintaan surat uraian banding atau surat tanggapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.
(2) Salinan surat uraian banding atau surat tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Badan Penyelesa-ian
Sengketa Pajak dikirim kepada pemohon banding atau penggugat
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
diterima.
(3) Pemohon banding atau penggugat dapat menyerahkan surat
bantahan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima
salinan surat uraian banding atau surat tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau
penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) atau ayat (3), Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
tetap melanjutkan pemeriksaan banding atau gugatan.
Pasal 45
Pemohon banding atau penggugat dapat memberitahukan kepada Ketua
untuk hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan.
Pasal 46
(1) Ketua menunjuk Majelis yang terdiri dari 3 (tiga) orang
Anggota, atau Anggota Tunggal untuk memeriksa dan memutus
sengketa pajak.
(2) Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, Ketua menunjuk
salah seorang Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai Ketua Sidang yang memimpin pemeriksaan sengketa
pajak.
(3) Apabila terdapat lebih dari satu sengketa pajak untuk tahun
pajak yang sama diajukan oleh pemohon banding yang sama,
Ketua menunjuk Majelis atau Anggota Tunggal yang sama untuk
*9774 memeriksa dan memutus sengketa dimaksud.
(4) Majelis atau Anggota Tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bersidang pada hari yang ditentukan dan memberitahukan
hari sidang dimaksud kepada pihak yang bersengketa.
Pasal 47
Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sudah mulai bersidang
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterima surat
banding atau surat gugatan.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Dengan Acara Biasa
Pasal 48
Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis.
Pasal 49
(1) Untuk keperluan pemeriksaan, Ketua Sidang membuka sidang dan
menyatakan tertutup untuk umum.
(2) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis
melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan atau
kejelasan banding atau gugatan.
(3) Apabila banding atau gugatan tidak lengkap dan atau tidak
jelas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang bukan
merupakan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34, Pasal 38 ayat (1),
atau Pasal 41 ayat (1), kelengkapan atau kejelasan dimaksud
dapat diberikan dalam persidangan.
Pasal 50
(1) Seorang Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang wajib
mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah
bercerai dengan salah seorang Anggota Sidang atau Sekretaris
Sidang pada Majelis yang sama.
(2) Seorang Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang wajib
mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah
bercerai dengan pemohon banding atau penggugat atau kuasa
hukum.
(3) Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) harus diganti, dan apabila tidak
diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa
telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua
memerintahkan sengketa dimaksud segera disidang kembali
dengan susunan Majelis dan atau Sekretaris Sidang yang
berbeda, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka
waktu 1 (satu) tahun.
(4) Dalam hal hubungan keluarga sedarah, semenda, atau hubungan
suami atau istri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
*9775 (2) diketahui sebelum melewati jangka waktu 1
(satu) tahun setelah sengketa diputus sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya
hubungan dimaksud.
Pasal 51
(1) Seorang Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang wajib
mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila ia
berkepentingan langsung atau tidak langsung atas suatu
sengketa yang ditanganinya.
(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan atas permintaan salah satu atau pihak-pihak yang
bersengketa.
(3) Ketua berwenang menetapkan pengunduran diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) apabila ada keraguan
atau perbedaan pendapat.
(4) Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau ayat (2) harus diganti dan apabila tidak
diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa
telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua
memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali
dengan susunan Majelis dan Sekretaris Sidang yang berbeda,
kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1
(satu) tahun.
(5) Dalam hal kepentingan langsung atau tidak langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui sebelum
melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa
diputus sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sengekta
dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan terhitung sejak diketahuinya kepentingan dimaksud.
Pasal 52
(1) Ketua Sidang memanggil terbanding atau tergugat dan dapat
memanggil pemohon banding atau penggugat untuk memberikan
keterangan lisan.
(2) Dalam hal pemohon banding atau penggugat memberitahukan akan
hadir dalam persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
Ketua Sidang memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada
pemohon banding atau penggugat.
Pasal 53
(1) Ketua Sidang menjelaskan masalah yang disengketakan.
(2) Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai
hal-hal yang dikemukakan pemohon banding atau penggugat
dalam surat banding atau surat gugatan dan dalam surat
bantahan.
(3) Apabila Majelis memandang perlu dan dalam hal pemohon
banding atau penggugat hadir dalam persidangan, Ketua Sidang
dapat meminta pemohon banding atau penggugat untuk
memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian
sengketa pajak.
Pasal 54
(1) Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, atau
karena jabatan, Ketua Sidang dapat memerintahkan saksi untuk
didengar keterangannya dalam persidangan.
(2) Saksi yang diperintahkan oleh Ketua Sidang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib datang sendiri di persidangan.
(3) Dalam hal saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan
patut, dan Majelis dapat mengambil putusan tanpa
mendengarkan keterangan saksi, Ketua Sidang melanjutkan
persidangan.
(4) Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut,
dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk menyangka
bahwa saksi sengaja tidak datang, serta Majelis tidak dapat
mengambil putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud,
Ketua Sidang dapat meminta bantuan polisi untuk membawa
saksi ke persidangan.
Pasal 55
(1) Saksi dipanggil ke persidangn seorang demi seorang.
(2) Ketua Sidang menanyakan kepada saksi nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kewarganegaraan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, derajat
hubungan keluarga, dan hubungan kerja dengan penggugat atau
tergugat.
(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah
atau janji menurut agama atau kepercayaannya.
Pasal 56
(1) Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 adalah:
a. keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan
lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah
satu pihak yang bersengketa;
b. istri atau suami dari pemohon banding atau penggugat
meskipun sudah bercerai;
c. anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; atau
d. orang sakit ingatan.
(2) Apabila dipandang perlu, Ketua Sidang dapat meminta pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c untuk didengar keterangannya.
Pasal 57
Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dapat menolak
permintaan Ketua Sidang untuk memberikan keterangan.
Pasal 58
Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib
merahasiakan segala sesuatu sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan
dimaksud ditiadakan.
Pasal 59
(1) Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh salah
*9777
satu pihak disampaikan melalui Ketua Sidang.
(2) Apabila pertanyaan dimaksud menurut pertimbangan Ketua
Sidang tidak ada kaitannya dengan sengketa, pertanyaan itu
ditolak.
Pasal 60
(1) Apabila pemohon banding atau penggugat atau saksi tidak
paham bahasa Indonesia, Ketua Sidang menunjuk ahli alih
bahasa.
(2) Sebelum melaksanakan tugas mengalihbahasakan yang dipahami
oleh pemohon banding atau penggugat atau saksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ke dalam bahasa Indonesia dan
sebaliknya dengan sebaik-baiknya, ahli alih bahasa dimaksud
diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.
(3) Orang yang menjadi saksi dalam sengketa tidak boleh ditunjuk
sebagai ahli alih bahasa dalam sengketa dimaksud.
Pasal 61
(1) Dalam hal pemohon banding atau penggugat atau saksi,
ternyata bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis, Ketua
Sidang menunjuk orang yang pandai bergaul dengan pemohon
banding atau penggugat atau saksi, sebagai ahli alih bahasa.
(2) Sebelum melaksanakan tugasnya, ahli alih bahasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diambil sumpah atau janji menurut
agama atau kepercayaannya.
(3) Dalam hal pemohon banding atau penggugat atau saksi,
ternyata bisu dan/atau tuli tetapi dapat menulis, Ketua
Sidang dapat memerintahkan Sekretaris Sidang menuliskan
pertanyaan atau teguran kepada pemohon banding atau
penggugat atau saksi, dan memerintahkan menyampaikan tulisan
itu kepada pemohon banding atau penggugat atau saksi
dimaksud, agar ia menuliskan jawabannya, kemudian segala
pertanyaan dan jawaban harus dibacakan.
Pasal 62
(1) Saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya
dalam persidangan dengan dihadiri oleh terbanding atau
tergugat.
(2) Apabila terbanding atau tergugat telah dipanggil secara
patut, tetapi tidak dapat datang tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, saksi diambil sumpah atau janji dan
didengar keterangannya tanpa dihadiri oleh terbanding atau
tergugat.
(3) Dalam hal saksi yang akan didengar tidak dapat hadir di
persidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh
hukum, Majelis dapat datang ke tempat tinggal saksi untuk
mengambil sumpah atau janji dan mendengar keterangan saksi
dimaksud tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.
Pasal 63
(1) Apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada suatu
*9778 hari persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari
persidangan berikutnya yang ditetapkan.
(2) Hari persidangan berikutnya diberitahukan kepada terbanding
atau tergugat dan dapat diberitahukan kepada pemohon banding
atau penggugat.
(3) Dalam hal terbanding atau tergugat tidak hadir pada
persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,
sekalipun ia telah diberitahu secara patut, persidangan
dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh terbanding atau
tergugat.
(4) Seorang saksi yang tidak bertempat tinggal di daerah hukum
Badan Penyelsaian Sengketa Pajak yang memeriksa dan memutus
sengketa pajak, dapat memberikan kesaksiannya melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah hukumnya meliputi
tempat tinggal saksi.
Bagian Keenam
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat
Pasal 64
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau oleh
Anggota Tunggal.
Pasal 65
(1) Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
a. sengketa pajak tertentu;
b. sengketa pajak yang putusannya tidak diambil dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (1);
c. tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) atau kesalahan tulis
dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak;
d. surat pernyataan pencabutan banding sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1);
e. surat pernyataan pencabutan gugatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1);
f. sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan
merupakan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2) Sengketa pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah :
a. sengketa pajak yang banding atau gugatannya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(1), Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34, Pasal
38 ayat (1), dan/atau Pasal 41 ayat (1);
b. banding dengan jumlah pajak yang disengketakan tidak
melebihi Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(3) Perubahan besarnya jumlah pajak yang disengketakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh
menteri.
Pasal 66
Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa pajak
sebagaimana *9779 dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c, huruf
d, huruf e, dan huruf f, dan Pasal 65 ayat (2) huruf a dilakukan
tanpa surat uraian banding atau surat tanggapan dan tanpa surat
bantahan, sedangkan terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (2) huruf b dilakukan tanpa surat bantahan.
Pasal 67
Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku
juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat.
Bagian Ketujuh
Pembuktian
Pasal 68
(1) Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
b. pengakuan para pihak;
c. keterangan saksi;
d. keterangan ahli;
e. pengetahuan Anggota.
(2) Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu
dibuktikan.
Pasal 69
Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari:
a. surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang;
b. surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan
banding atau gugatan.
Pasal 70
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali
berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Anggota
Sidang.
Pasal 71
Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan
itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar
sendiri oleh saksi.
Pasal 72
(1) Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di
bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui
menurut pengalaman dan pengetahuannya.
(2) Seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) tidak boleh memberikan
keterangan ahli.
Pasal 73
(1) Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu
*9780
pihak atau karena jabatannya, Ketua Sidang atau Anggota
Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli.
(2) Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik
tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau
janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan
pengetahuannya.
Pasal 74
Pengetahuan Anggota Sidang adalah hal yang olehnya diketahui dan
diyakini kebenarannya.
Pasal 75
Anggota Sidang menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya
pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1).
Bagian Kedelapan
Putusan
Pasal 76
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan akhir
dan bersifat tetap dan bukan merupakan keputusan Tata Usaha
negara.
Pasal 77
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diambil berdasarkan
hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan
keyakinan Anggota Sidang.
Pasal 78
Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Ketua Sidang
dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan,
putusan diambil dengan suara terbanyak.
Pasal 79
(1) Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dapat berupa:
a. menolak;
b. mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
c. menambah pajak yang harus dibayar;
d. tidak dapat diterima;
e. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung.
(2) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat lagi diajukan banding atau gugatan.
Pasal 80
(1) Putusan pemeriksaan dengan acara biasa diambil
*9781
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak banding atau
gugatan diterima.
(2) Apabila banding atau gugatan tidak diputus dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak mengambil putusan berupa mengabulkan seluruh
banding atau gugatan melalui pemeriksaan dengan acara cepat,
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak jangka waktu
12 (dua belas) bulan dimaksud dilampaui.
(3) Anggota Sidang yang lalai tidak mengambil putusan dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga
mengakibatkan banding atau gugatan dikabulkan seluruhnya,
dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1).
Pasal 81
(1) Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengeketa
pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
huruf a, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka
waktu sebagai berikut :
a. 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan
banding atau gugatan dilampaui;
b. 30 (tiga puluh) hari sejak banding atau gugatan
diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu pengajuan
dilampaui.
(2) Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap kekeliruan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c, berupa
membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung,
diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah
satu pihak diterima.
(3) Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap banding yang
dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf d
dan terhadap gugatan yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (1) huruf e, berupa tidak dapat diterima,
diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat
pernyataan pencabutan banding atau gugatan diterima.
(4) Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa
yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (1) huruf f, berupa tidak dapat diterima,
diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat
banding atau surat gugatan diterima.
(5) Dalam hal putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diambil
terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pemohon banding atau penggugat dapat mengajukan gugatan
kepada peradilan yang berwenang.
Pasal 82
Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap banding dengan
jumlah pajak yang disengketakan tidak melebihi Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
huruf b, diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
surat banding diterima.
Pasal 83
Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (2), atau Pasal 81, atau Pasal 82, Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak belum mengambil putusan, putusan yang
akan diambil putusan, terhadap sengketa pajak dimaksud adalah
sebagai berikut:
a. mengabulkan seluruh permohonan, terhadap sengketa pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 82;
b. tidak dapat diterima, terhadap sengketa pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4);
c. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung,
terhadap kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(2).
Pasal 84
(1) Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.
(2) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tidak sah dan
tidak mempunyai kekuatan hukum dan karena itu putusan
dimaksud harus diucapkan kembali dalam sidang terbuka untuk
umum.
Pasal 85
(1) Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus memuat:
a. kepala putusan yang berbunyi DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA;
b. nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau
identitas lainnya dari pemohon banding atau penggugat;
c. nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
d. hari, tanggal diterima banding atau gugatan;
e. ringkasan banding atau gugatan, dan ringkasan surat
uraian banding atau surat tanggapan, atau surat bantahan,
yang jelas;
f. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan
dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu
diperiksa;
g. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
h. amar putusan tentang sengketa;
i. hari, tanggal putusan, nama Anggota Sidang yang
memutus, nama Sekretaris Sidang, dan keterangan tentang
hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(2) Ringkasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak
diperlukan dalam hal putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak diambil terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f, dan Pasal 65 ayat (2) huruf a.
(3) Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus
ditandatangani oleh Anggota Sidang yang memutus dan
Sekretaris Sidang.
(4) Apabila Ketua Sidang atau Anggota Tunggal yang menyidangkan
*9783 berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani
oleh Ketua dengan menyatakan berhalangannya Ketua Sidang
atau Anggota Tunggal.
(5) Apabila Anggota Sidang berhalangan menandatangani, putusan
ditandatangani oleh Ketua Sidang dengan menyatakan
berhalangannya Anggota Sidang dimaksud.
Pasal 86
(1) Pada setiap pemeriksaan, Sekretaris Sidang harus membuat
Berita Acara Sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi
dalam persidangan.
(2) Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua Sidang atau
Anggota Tunggal dan Sekretaris Sidang, dan apabila salah
seorang dari mereka berhalangan, hal itu dinyatakan dalam
Berita Acara Sidang.
(3) Apabila Ketua Sidan atau Anggota Tunggal dan Sekretaris
Sidang berhalangan menandatangani, Berita Acara Sidang
ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan Ketua Sidang
atau Anggota Tunggal dan Sekretaris Sidang berhalangan.
Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Putusan
Pasal 87
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat
dilaksanakan dan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang
berwenang, kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.
Pasal 88
Apabila putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengabulkan
sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan.
Pasal 89
(1) Salinan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dikirim
kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak diucapkan.
(2) Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus dilaksanakan
oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.
(3) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
kepegawaian yang berlaku.
BAB V
KETENTUAN LAIN
*9784 Pasal 90
Ketentuan tentang tunjangan dan lain-lain bagi Ketua, Wakil
Ketua, dan Anggota ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 91
(1) Banding yang diajukan kepada Majelis Pertimbangan Pajak atau
Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai sebelum tanggal 1 Januari
1998 yang belum diputus, diperlakukan sebagai banding yang
diajukan berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus diputus
dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak
berlakunya Undang-undang ini.
(3) Gugatan terhadap pelaksanaan undang-undang perpajakan yang
telah diajukan ke Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha
Negara sebelum tanggal 1 Januari 1998 tetap diperiksa dan
diputus oleh peradilan dimaksud.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 92
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Regeling van het Beroep in
Belastingzaken (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29) sebagaimana telah
diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun
1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 13, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1748) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 93
Undang-undang ini dinamakan Undang-undang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak.
Pasal 94
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 1997
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 1997
TENTANG
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
UMUM
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak
dan kewajiban warganya, dan dalam rangka kegotong-royongan
nasional sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam
pembiayaan negara dan pembangunan nasional, menempatkan kewajiban
perpajakan sebagai salah satu kewajiban kenegaraan.
Dalam perkembangannya, pembiayaan pembangunan nasional memerlukan
dana yang semakin besar dan oleh karena itu pajak sebagai sumber
utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri
berdasarkan prinsip kemandirian.
Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus
ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif
masyarakat untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya di bidang
perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan
perpajakan.
Sesuai fungsi dan karakteristik pajak sebagai sumber utama
penerimaan negara dan kewajiban kenegaraan bagi warga masyarakat
pembayar pajak, dan meningkatnya jumlah pembayar pajak serta
pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan, mengakibatkan peningkatan potensi
sengketa pajak.
Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan Regeling van
het Beroep in Belastingzaken Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1959, sudah tidak memadai lagi dengan kebutuhan dalam
menyelesaikan sengketa pajak.
Demikian pula Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai,
sudah tidak diperlukan lagi.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian sebagai hasil
pembangunan nasional dan untuk lebih memberikan pelayanan kepada
warga masyarakat sebagai pembayar pajak, maka diperlukan
lembag peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif
yang dibentuk dengan undang-undang, yang menjamin hak dan
kewajiban pembayar pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan
dan dapat memberikan putusan hukum atas sengketa pajak dengan
proses yang sederhana, cepat, dan murah.
Putusan lembaga peradilan pajak dimaksud dapat menjadi pedoman
dan acuan dalam melaksanakan undang-undang perpajakan, sehingga
undang-undang perpajakan dapat memberikan kepastian hukum dan
keadilan bagi semua pihak.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1994, memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai
badan peradilan pajak, mengamanatkan penyusunan undang-undang
yang memuat susunan, kekuasaan, dan acara badan peradilan pajak.
Dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan pokok yang telah
digariskan dalam undang-undang dimaksud di atas, untuk memperoleh
kepastian hukum dan keadilan serta untuk mewujudkan peradilan
pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah, maka dengan
Undang-undang ini dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang
arah dan tujuan pembentukannya adalah sebagai berikut:
1. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah badan peradilan
pajak yang mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa
pajak berupa:
a. banding terhadap keputusan pejabat yang berwenang;
b. gugatan terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan.
2. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan
kepala putusan diberi kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA.
3. Pengajuan banding atau gugatan ke Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak merupakan upaya hukum terakhir bagi pembayar
pajak dan putusannya tidak dapat digugat ke Peradilan Umum
atau ke Peradilan Tata Usaha Negara.
4. Dengan Undang-undang ini untuk pertama kali dibentuk Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak yang berkedudukan di ibu kota
negara, dan dengan kuasa Undang-undang ini dapat dibentuk
lagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang tingkatnya sama
di ibu kota negara dan di tempat lain yang pelaksanaan
pembentukannya diatur dengan Keputusan Presiden.
5. Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan oleh Departemen
Keuangan.
6. Untuk memberikan pelayanan yang baik dan kepastian hukum
kepada pemohon banding atau penggugat, maka pengajuan
banding atau gugatan, serta pemeriksaan sampai dengan
pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
ditetapkan jangka waktunya.
7. Salah satu persyaratan formal pengajuan banding adalah
*9787 jumlah pajak yang disengketakan dalam keputusan yang
dibanding harus dilunasi, dan apabila banding dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, kepada pemohon banding diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk
selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan atas kelebihan
pembayaran pajak.
8. Salah satu persyaratan pengajuan gugatan adalah melunasi
biaya pendaftaran.
9. Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah tenaga
profesional, yaitu sarjana yang mempunyai keahlian di bidang
perpajakan yang dalam melaksanakan persidangan dibantu oleh
Sekretaris Sidang.
10. Pemeriksaan dengan acara cepat dapat dilakukan oleh Majelis
atau oleh Anggota Tunggal.
11. Berdasarkan pada sifat kerahasiaan perpajakan, pemeriksaan
oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan dalam
sidang tertutup, sedangkan putusan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
12. Putusan badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat
dilaksanakan tanpa memerlukan lagi keputusan pejabat yang
berwenang, kecuali undang-undang mengatur lain.
Dalam pembentukan Undang-undang ini diperhatikan kaitannya dengan
beberapa undang-undang lain,yaitu:
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3567);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3269), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara 3568);
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3312), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3313);
5. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3612);
6. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3613);
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berkedudukan di
ibu kota negara untuk pertama kali dibentuk dengan
Undang-undang ini.
Ayat (2)
Dengan kuasa Undang-undang ini Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak yang tingkatnya sama dengan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dibentuk lagi di ibu kota negara dan tempat lain
dengan Keputusan Presiden.
Pasal 4
Pada hakikatnya tempat sidang Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak dilakukan di tempat kedudukan, namun demikian dengan
pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan
banding atau gugatan, Ketua dapat menentukan tempat sidang
di tempat lain dalam daerah hukumnya.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Keperluan Wakil Ketua lebih dari satu didasarkan pada volume
sengketa pajak yang harus diselesaikan. Apabila volume
sengketa pajak sudah tidak dapat ditangani oleh seorang
Wakil Ketua, maka diperlukan lebih dari satu Wakil Ketua.
Dalam hal Wakil Ketua lebih dari satu, tugas masing-masing
Wakil Ketua dapat disesuaikan dengan jenis pajak dan volume
sengketa pajak.
Pasal 8
Batas usia yang disyaratkan dalam pasal ini dimaksudkan
Anggota dimaksud telah mempunyai pengalaman cukup dalam
bidang hukum, ekonomi, keuangan, akuntansi, perdagangan,
atau perpajakan.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ketua, Wakil Ketua diangkat dari Anggota sehingga baik
Ketua, Wakil Ketua, maupun Anggota bertugas di Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang selama 5 (lima) tahun. Dengan
demikian, seluruh Anggota baik menjabat Ketua, Wakil Ketua,
maupun Anggota hanya dapat bertugas di Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah peningkatan
profesionalisme Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, terutama
peningkatan pengetahuan di bidang perpajakan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan saksama dan wajar, antara lain,
bahwa proses penyelesaian sengketa pajak harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta dengan
memperhatikan objektivitas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan yang berwenang adalah atasan yang
mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelaksana putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf
a adalah pejabat yang berwenang.
Dalam pengertian Anggota termasuk Ketua dan Wakil
Ketua.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sakit jasmani atau rohani
terus-menerus adalah sakit yang menyebabkan penderita
ternyata tidak mampu lagi melakukan tugasnya dengan baik.
Yang dimaksud dengan lalai atau tidak cakap, misalnya,
bahwa yang bersangkutan melakukan kesalahan dalam
menjalankan tugas karena tidak sengaja atau kurang mampu.
Yang dimaksud dengan tugas adalah semua tugas yang
dibebankan kepada yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Yang dimaksud dengan dipidana ialah dipidana penjara
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan tercela ialah
apabila yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan
tindakannya baik di dalam maupun di luar Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak merendahkan martabat Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak maupun Anggota.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Untuk seluruh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak hanya
terdapat satu Majelis Kehormatan.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan administrasi penyelesaian sengketa
pajak adalah administrasi yang berkenaan dengan sengketa
pajak sejak penyampaiannya ke Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak hingga putusan.
Yang dimaksud dengan administrasi umum adalah
administrasi berkenaan dengan penyelenggaraan sehari-hari
perkantoran seperti kepegawaian, keuangan, peralatan, atau
perlengkapan.
Sekretaris Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
melaksanakan tugas administrasi sengketa pajak dan
administrasi umum dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
Termasuk tugas Sekretaris atau Wakil Sekretaris adalah
melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak dan
pada saat melaksanakan tugas dimaksud, Sekretaris atau Wakil
Sekretaris disebut Sekretaris Sidang.
Ayat (2)
Dalam melaksanakan tugas pelayanan di bidang
administrasi penyelesaian sengketa pajak termasuk tugas
melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak,
Sekretaris dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris dan satu
atau lebih Sekretaris Pengganti.
Apabila seorang Sekretaris Pengganti bertugas melakukan
pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak, Sekretaris
Pengganti dimaksud disebut Sekretaris Sidang.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Yang dimaksud dengan kuasa hukum adalah seorang atau lebih
yang mewakili pihak yang bersengketa yang bertindak untuk
dan atas nama yang bersengketa pada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak.
Pasal 30
Dalam hal bank bertindak sebagai pihak ketiga, permintaan
keterangan atau data dimaksud dilaksanakan sesuai dengan
undang-undangan perbankan yang berlaku.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengacara yang telah mendapat izin dari instansi yang
berwenang dan memenuhi persyaratan ayat ini, dapat
mendampingi para pihak sebagai kuasa hukum.
Apabila terdapat seorang yang telah memenuhi syarat
sebagai kuasa hukum sesuai dengan ayat ini, tetapi bukan
sebagai pengacara sebagaimana dimaksud di atas, maka untuk
menjadi kuasa hukum, yang bersangkutan harus memperoleh izin
Ketua.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengertian jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari
tanggal ke tanggal artinya perhitungan dimulai satu hari
setelah tanggal keputusan diterima sampai dengan surat
banding dikirim oleh pemohon banding.
Contoh: keputusan yang dibanding diterima tanggal 10
Mei 1999, maka batas terakhir pengiriman surat banding
adalah tanggal 9 Agustus 1999.
Ayat (3)
Jangka waktu pengajuan banding sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan, dimaksudkan agar pemohon
banding mempunyai waktu yang cukup memadai untuk
mempersiapkan banding beserta alasan-alasannya.
Apabila ternyata jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi
oleh pemohon banding karena keadaan di luar kekuasaannya
(force majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat
*9792
dipertimbangkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan pemohon
banding, jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksud dihitung sejak
berakhirnya keadaan di luar kekuasaannya.
Pasal 33
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup jelas
ayat (3)
Dalam pengertian salinan termasuk fotokopi atau lembar
lainnya.
Pasal 34
Yang dimaksud dengan jumlah pajak terutang termasuk bea
masuk, cukai, sanksi administrasi, dan pungutan impor
lainnya. Dalam hal tarif bea masuk 0% (nol persen) dan
pemohon banding keberatan terhadap klasifikasi barang yang
diimpor, maka yang harus dilunasi oleh pemohon banding
adalah pungutan impor lainnya.
Apabila terhadap keputusan pejabat tidak terdapat jumlah
pajak yang harus dibayar, misalnya, keputusan dimaksud
mengakui kerugian Wajib Pajak Pajak Penghasilan (WP Pph)
dalam jumlah kerugian yang lebih kecil, dalam hal ini tidak
terdapat jumlah pajak yang dilunasi.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Banding yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1) dan/atau Pasal 34
yang kemudian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2) disusul dengan surat atau dokumen sehingga
banding dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka
tanggal penerimaan surat banding adalah tanggal diterima
surat atau dokumen susulan dimaksud.
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Atas banding yang disampaikan kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang
dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan.
Terhadap permohonan pencabutan dimaksud dilakukan
pemeriksaan dengan acara cepat.
Atas putusan pemeriksaan dengan acara cepat dimaksud
*9793 tidak dapat lagi diajukan banding.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal batas waktu tidak dapat dipenuhi oleh
penggugat karena keadaan di luar kekuasaannya (force
majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan
untuk diperpanjang oleh Ketua.
Perpanjangan jangka waktu dimaksud adalah selama 14
(empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di
luar kekuasaan penggugat.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dokumen yang pelaksanaannya
digugat adalah surat paksa, sita, atau lelang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Atas gugatan yang disampaikan kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang
dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan.
Terhadap permohonan pencabutan dimaksud dilakukan
pemeriksaan dengan acara cepat.
Atas putusan pemeriksaan dengan acara cepat dimaksud
tidak dapat lagi diajukan gugatan.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Besarnya biaya pendaftaran dapat diubah berdasarkan
pertimbangan keadaan ekonomi dan moneter.
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
*9794 Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dinyatakan
tertutup untuk umum, bertujuan untuk melindungi kerahasiaan
pemohon banding atau penggugat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kelengkapan dalam ayat ini, antara
lain, fotokopi putusan yang dibanding atau digugat,
sedangkan yang dimaksud dengan kejelasan, antara lain,
alasan banding atau gugatan.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan
waktu yang memadai bagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
untuk mengambil putusan.
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kepentingan langsung, antara lain,
berkaitan dengan hubungan kepemilikan secara langsung,
misalnya, seorang Anggota Sidang mempunyai saham melebihi
25% (dua puluh lima persen) dari perusahaan yang mengajukan
banding atau gugatan.
Yang dimaksud hubungan tidak langsung dengan mengikuti
contoh di atas ialah apabila saham itu dimiliki oleh anak
dari Anggota Sidang dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Apabila kepentingan langsung atau kepentingan tidak
langsung diketahui setelah melampaui jangka waktu 1 (satu)
tahun, maka putusan tetap sah.
Ayat (5)
Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan
waktu yang memadai bagi Badan Penyelesaian Sengketa
*9795 Pajak untuk mengambil putusan.
Pasal 52
Ayat (1)
Terbanding atau tergugat yang dipanggil oleh Ketua
Sidang wajib hadir dalam persidan.
Pemohon banding atau penggugat dapat dipanggil oleh
Ketua Sidang dan apabila dipanggil yang bersangkutan wajib
hadir dalam persidangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangn yang
diminta oleh pihak yang bersengketa menjadi beban dari pihak
yang meminta.
Apabila saksi diminta oleh Ketua Sidang karena
jabatannya, biaya untuk mendatangkan saksi menjadi beban
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan saksi datang sendiri persidangan adalah saksi tidak boleh mewakilkan atau
menguasakan kepada orang lain.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Saksi dipanggil ke dalam sidang seorang demi seorang
menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh Ketua
Sidang.
Saksi yang sudah diperiksa tetap di dalam ruang sidang,
kecuali atas permintaan sendiri, atau atas permintaan saksi
lain, atau atas permintaan pihak yang bersengketa, yang
bersangkutan dapat meninggalkan ruang sidang dengan seizin
Ketua Sidang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Keterangan tersebut diperlukan untuk menambah
pengetahuan dan keyakinan Anggota Sidang yang bersangkutan,
dan pihak-pihak yang diminta keterangannya tidak perlu
diambil sumpah atau janji.
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Khusus untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas
perintah tertulis dari Menteri sesuai dengan Undang-undang
tentang perbankan.
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan halangan yang dapat dibenarkan
oleh hukum, misalnya, saksi yang sudah sangat tua, atau
menderita penyakit yang tidak memungkinkannya hadir di
persidangan.
Majelis dapat menugaskan salah seorang Anggota Sidang
untuk mengambil sumpah atau janji.
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ketua berwenang menetapkan pemeriksaan dengan acara cepat
dilakukan oleh Majelis atau Anggota Tunggal.
Pasal 65
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sengketa yang bukan merupakan
wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf f, misalnya, gugatan pihak ketiga
terhadap pelaksanaan sita berdasarkan pengakuan hak milik
atas barang yang disita.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sengketa pajak tertentu ialah
sengketa pajak yang diajukan kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak yang banding atau gugatannya tidak memenuhi
syarat formal, atau berkaitan dengan sengketa pajak dengan
jumlah yang disengketakan tidak melebihi Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah).
Ayat (3)
Besarnya jumlah pajak yang disengketakan dapat diubah
oleh Menteri berdasarkan pertimbangan keadaan ekonomi
*9797 dan moneter.
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Ketentuan pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk
pemeriksaan dengan acara cepat, yaitu ketentuan mengenai
pembukaan sidang, pengunduran diri dan penggantian Anggota
Sidang dan Sekretaris Sidang, ketentuan yang berkaitan
dengan saksi, kerahasiaan, dan ahli alih bahasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal
53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal
59, Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 63.
Pasal 68
Ayat (1)
Badan Penyelesaian Sengketa pajak menganut prinsip
pembuktian bebas. Majelis atau Anggota Tunggal sedapat
mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum
menggunakan alat bukti yang lain.
Ayat (2)
Keadaan yang diketahui oleh umum, misalnya:
a. derajat akte otentik lebih tinggi tingkatnya
daripada akte dibawah tangan;
b. Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau
Paspor merupakan salah satu identitas diri.
Pasal 69
Bukti berupa surat atau tulisan tidak terikat pada
bentuknya. Surat atau tulisan dapat berupa fotokopi,
rekaman, film, disket, kaset, faksimile, teleks, keluaran
cetak (print out), atau tanda terima.
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran
materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam undang-undang
perpajakan.
Oleh karena itu, Anggota Sidang berupaya untuk menentukan
apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang
*9798 adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang
terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan
hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal
baru, yang dalam banding atau gugatan, surat uraian banding,
atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.
Pemohon banding atau penggugat tidak harus hadir dalam
sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan
terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon
banding atau penggugat untuk diberikan jawaban.
Pasal 76
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan
akhir yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Banding atau gugatan yang diajukan kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak merupakan upaya hukum terakhir.
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan merupakan
keputusan Tata Usaha Negara, karena itu terhadap putusan
dimaksud tidak dapat diajukan gugatan ke Peradilan Tata
Usaha Negara.
Pasal 77
Keyakinan Anggota Sidang didasarkan pada penilaian
pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Pasal ini menentukan jenis putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dan tidak mengenal jenis putusan berupa
penetapan atau putusan sela.
Terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tidak
dapat lagi diajukan gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan
Tata Usaha Negara, atau Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
lain, kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang
menyangkut kewenangan (kompetensi).
Pasal 80
Ayat (1)
Penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dalam
pengambilan putusan dapat diberikan contoh sebagai berikut :
banding diterima tanggal 5 April 1999, putusan harus diambil
selambat-lambatnya tanggal 4 April 2000. Apabila setelah
lewat tanggal 4 April 2000 Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
belum mengambil putusan, maka sengketa dimaksud diperiksa
dengan acara cepat dengan putusan mengabulkan seluruh
permohonan banding.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
*9799 Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Batas waktu membetulkan kekeliruan dimaksud hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan
diambil.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan identitas lainnya, antara lain,
Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak, Kartu Tanda Penduduk, atau Paspor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Pada dasarnya putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
langsung dapat dilaksanakan, kecuali putusan dimaksud
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
Misalnya, putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
menyebabkan pajak lebih dibayar, dalam hal ini Kepala Kantor
Pelayanan Pajak masih harus menerbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pajak yang diperlukan pembayar pajak
untuk dapat memperoleh kelebihan dimaksud.
Pasal 88
Pengajuan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
*9800 disyaratkan utang pajak dilunasi terlebih dahulu,
karena itu selayaknya diberikan imbalan bunga dalam hal
putusan banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
Dengan mempertimbangkan ketentuan imbalan bunga pada
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, imbalan bunga diberikan
untuk kelebihan pembayaran pajak:
a. yang permohonan bandingnya diajukan ke Majelis
Pertimbangan Pajak mengenai Tahun Pajak 1995 dan
selanjutnya.
b. yang permohonan bandingnya diajukan ke Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak.
Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak berikut
bunganya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dengan terbentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
untuk pertama kali pada tanggal berlakunya Undang-undang
ini, berdasarkan peraturan peralihan ini dinyatakan bahwa
banding yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Majelis
Pertimbangan Pajak atau Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai
yang belum diputus sampai dengan tanggal berlakunya
Undang-undang ini dilimpahkan kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dalam Berita Acara untuk diselesaikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Silahkan download versi PDF nya sbb:
badan_penyelesaian_sengketa_pajak_(uu_17_thn_1997_17.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa pajak. Bentuk alternatif penyelesaian sengketa pajak yang di berikan oleh uup. Pajak hasil bpsp. Jenis sengketa pajak yang dapat di selesaikan melalui bpsp. Jenis sengketa pajak yang dapat diselesaikan melalui bpsp. Lembaga yg berwenag menyelesaikan sengketa pajak.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






