Previous
Next

1997

Undang-Undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (UU 17 thn 1997)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak :

UU 17/1997, BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

           *9762 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU)
                  NOMOR 17 TAHUN 1997 (17/1997)
                             TENTANG
                BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a.   bahwa   Negara   Republik    Indonesia   adalah   negara   hukum
     berdasarkan    Pancasila    dan   Undang-Undang    Dasar   1945,
     bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang
     adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta
     menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat;
b.   bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional
     yang dilaksanakan secara berkesinambaungan dan berkelanjutan
     serta merata di seluruh tanah air memerlukan biaya besar
     yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri;
c.   bahwa dalam rangka kemandirian dimaksud, penerimaan pajak
     sebagai sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan
     nasional memerlukan peningkatan peran masyarakat dalam
     memenuhi    kewajiban     perpajakannya     sebagai    kewajiban
     kenegaraan;
d.   bahwa peningkatan kesadaran, pemahaman, dan penghayatan di
     bidang   perpajakan,     telah   menjangkau    segenap   lapisan
     masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai
     dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, menyebabkan
     jumlah pembayar pajak terus meningkat;
e.   bahwa   dengan   meningkatnya    jumlah   pembayar   pajak   dan
     pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan
     peraturan    perundang-undangan     perpajakan,    tidak   dapat
     dihindarkan    timbulnya    sengketa   pajak   yang   memerlukan
     penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang
     cepat, murah, dan sederhana;
f.   bahwa Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan
     Regeling van het Beroep in Belastingzaken (Staatsblad Tahun
     1927 Nomor 29) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
     Undang-undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959
     Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1748), yang
     berfungsi sebagai lembaga penyelesaian banding di bidang
     perpajakan, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dalam
     menyelesaikan sengketa pajak;
g.   bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud dalam huruf a, huruf
     b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, dipandang perlu
     membentuk   badan    peradilan    pajak    dengan   nama   Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak dengan undang-undang;

Mengingat:
1.   Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar
      1945;
2. ndang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
*9763
                        Dengan persetujuan
            DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                           MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK.

                               BAB I
                          KETENTUAN UMUM
                          Bagian Pertama
                            Pengertian

                             Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pajak,
     Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Gubernur Kepala Daerah
     Tingkat I, Bupati atau Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat
     II, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan
     perundang-undangan perpajakan;
2.   Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah
     Pusat termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut
     oleh Pemerintah Daerah, menurut peraturan perundang-undangan
     yang berlaku;
3.   Peraturan    perundang-undangan    perpajakan   adalah   semua
     peraturan di bidang perpajakan;
4.   Keputusan   adalah   suatu   penetapan   tertulis  di   bidang
     perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
     berdasarkan    dan   dalam   rangka    pelaksanaan   peraturan
     perundang-undangan perpajakan;
5.   Sengketa pajak adalah sengketa yang menurut peraturan
     perundang-undangan    perpajakan   yang   bersangkutan   dapat
     diajukan banding atau gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa
     Pajak;
6.   Banding adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan pejabat
     yang    berwenang    sepanjang    diatur    dalam    peraturan
     perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;
7.   Gugatan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan
     pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
     perpajakan yang bersangkutan;
8.   Surat uraian banding adalah surat terbanding kepada Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi jawaban atas alasan
     banding yang diajukan oleh pemohon banding;
9.   Surat tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi jawaban atas alasan
      gugatan yang diajukan oleh penggugat;
10.   Surat bantahan adalah surat dari pemohon banding atau
      penggugat kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang
      berisi bantahan atas surat uraian banding atau surat
      tanggapan;
11.   Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman,
      tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara
      langsung adalah tanggal pada saat surat atau keputusan atau
      putusan disampaikan secara langsung;
12.   Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman,
      *9764 tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara
      langsung adalah tanggal pada saat surat atau keputusan atau
      putusan diterima secara langsung;
13.   Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota adalah Ketua, Wakil Ketua,
      dan Anggota pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
14.   Anggota Tunggal adalah Anggota yang ditunjuk oleh Ketua
      untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak dengan acara
      cepat;
15.   Anggota Sidang adalah Anggota Tunggal atau Anggota dalam
      suatu Majelis termasuk Ketua Sidang;
16.   Ketua Sidang adalah Anggota Sidang yang ditunjuk oleh Ketua
      untuk memimpin sidang;
17.   Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti
      adalah   Sekretaris,   Wakil  Sekretaris,   dan   Sekretaris
      Pengganti pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
18.   Sekretaris Sidang adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, atau
      Sekretaris Pengganti yang bertugas melaksanakan pelayanan di
      bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak dalam suatu
      persidangan;
19.   Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

                           Bagian Kedua
                             Kedudukan

                              Pasal 2

Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah badan peradilan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.

                           Bagian Ketiga
                         Tempat Kedudukan

                              Pasal 3

(1)   Dengan   Undang-undang  ini   dibentuk  Badan   Penyelesaian
      Sengketa Pajak yang berkedudukan di ibu kota negara dan
      apabila dipandang perlu dapat dibentuk Badan Penyelesaian
      Sengketa Pajak yang tingkatnya sama di tempat lain.
(2)   Pelaksanaan pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan
      Presiden.
                             Pasal 4

Sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan     di   tempat
kedudukan atau di tempat lain dalam daerah hukumnya.

                         Bagian Keempat
                           Pembinaan

                              Pasal 5
(1)   Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Badan
      Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan oleh Departemen
      *9765 Keuangan.
(2)   Pembinaan sebagaimana dimkasud pada ayat (1) tidak boleh
      mengurangi kebebasan Anggota dalam memeriksa dan memutus
      sengketa pajak.

                               BAB II
                              SUSUNAN
                BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
                          Bagian Pertama
                                Umum

                             Pasal 6

Susunan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terdiri dari Pimpinan,
Anggota, dan Sekretaris.

                             Pasal 7

Pimpinan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terdiri dari seorang
Ketua dan satu atau lebih Wakil Ketua.

                             Pasal 8

Untuk dapat diangkat menjadi Anggota, setiap calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a.   warga negara Indonesia yang berumur sekurang-kurangnya 40
     (empat puluh) tahun;
b.   bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.   setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d.   bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis
     Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang
     yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "Gerakan
     Kontra Revolusi G.30.S/PKI" atau organisasi terlarang
     lainnya;
e.   mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah
     sarjana hukum atau sarjana lain;
f.   berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
g.   tidak pernah melakukan tindak pidana perpajakan.

                           Bagian Kedua
                 Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
                               Pasal 9

(1)   Anggota diangkat oleh Presiden dari daftar nama calon yang
      diusulkan oleh Menteri.
(2)   Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari para
      Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan usul
      Menteri.

                              Pasal 10

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diangkat untuk masa jabatan
selama 5 (lima) thaun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.

                           *9766 Pasal 11

(1)   Sebelum memangku jabatan, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
      wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau
      kepercayaannya yang berbunyi sebagai berikut:
      Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya,
      untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak
      langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga,
      tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada
      siapa pun juga.
      Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau
      tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali
      akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun
      juga suatu janji atau pemberian.
      Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan
      akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
      pandangan   hidup  bangsa,    dasar   dan   ideologi    negara,
      Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta
      peraturan-peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik
      Indonesia.
      Saya   bersumpah/berjanji    bahwa   saya    senantiasa    akan
      menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan
      dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan
      kewajiban   saya  dan   akan    berlaku   sebaik-baiknya    dan
      seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Ketua, Wakil
      Ketua, Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang
      berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan.
(2)   Ketua dan Wakil Ketua mengucapkan sumpah atau janji di
      hadapan Ketua Mahkamah Agung.
(3)   Anggota diambil sumpah atau janji oleh Ketua.

                              Pasal 12

(1)   Ketua melakukan pembinaan terhadap Badan Penyelesaian
      Sengketa Pajak dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
      tugas dan perilaku Wakil Ketua, Anggota, dan Sekretaris.
(2)   Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua
      melakukan pengawasan terhadap jalannya penyelesaian sengketa
      pajak dan menjaga agar penyelenggaraannya dilaksanakan
      dengan seksama dan wajar.
(3)   Dalam   melakukan  pembinaan   dan  pengawasan   sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Ketua dapat memberikan
      petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu serta
      menyampaikan usul kepada yang berwenang untuk diambil
      tindakan.
(4)   Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      ayat (2), dan ayat (3) tidak boleh mengurangi kebebasan
      Anggota dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.

                             Pasal 13

(1)   Anggota tidak boleh merangkap menjadi :
      a.   pelaksana putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
      b.   wali, pengampu, atau pejabat yang berkaitan dengan
      suatu sengketa pajak yang akan atau sedang diperiksa
      olehnya;
      *9767 c. penasihat hukum;
      d.   konsultan pajak;
      e.   akuntan publik; atau
      f.   pengusaha.
(2)   Selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jabatan
      lain yang tidak boleh dirangkap oleh Anggota, diatur lebih
      lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 14

(1)   Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diberhentikan dengan hormat
      dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri karena :
      a.   permintaan sendiri;
      b.   sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
      c.   telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun; atau
      d.   ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan
      tugas.
(2)   Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota yang berakhir masa
      jabatannya atau yang meninggal dunia, dengan sendirinya
      berhenti dengan hormat dari jabatannya.

                             Pasal 15

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diberhentikan tidak dengan hormat
dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri dengan alasan:
a.   dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b.   melakukan perbuatan tercela;
c.   mengabaikan kewajiban dalam menjalankan tugas;
d.   melanggar sumpah atau janji jabatan; atau
e.   melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

                             Pasal 16

Usul pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (1) huruf d dan usul pemberhentian tidak dengan hormat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e, diajukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak.

                             Pasal 17

Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan oleh Menteri.

                             Pasal 18

(1)   Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota sebelum diberhentikan tidak
      dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat
      dibebastugaskan dari jabatannya oleh Menteri atas usul
      Majelis Kehormatan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2)   Terhadap usul pembebastugasan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1)   berlaku  juga   ketentuan   kesempatan  membela   diri
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

                          *9768 Pasal 19

(1)   Apabila   terhadap   Ketua,   Wakil  Ketua,   atau  Anggota
      dikeluarkan   perintah   penangkapan  yang  diikuti  dengan
      penahanan, Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dimaksud
      dibebastugaskan dari jabatannya oleh Menteri.
(2)   Apabila Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dituntut di muka
      pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan, Ketua, Wakil
      Ketua, atau Anggota dimaksud dapat dibebastugaskan dari
      jabatannya oleh Menteri.

                             Pasal 20

(1)   Apabila dalam pemeriksaan terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau
      Anggota yang telah ditangkap dan ditahan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) ternyata tidak terbukti
      melakukan tindak pidana, Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota
      dimaksud dapat dikembalikan ke jabatan semula.
(2)   Apabila tuntuan pidana terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau
      Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tidak
      terbukti   berdasarkan   putusan   pengadilan   yang   telah
      memperoleh kekuatan hukum tetap, Ketua, Wakil Ketua, atau
      Anggota dimaksud dapat dikembalikan ke jabatan semula.

                             Pasal 21

(1)   Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dapat ditangkap dan atau
      ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat
      persetujuan Menteri, kecuali dalam hal :
      a.   tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
      atau
      b.   berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah
      melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
      mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
(2)   Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) huruf a dan huruf b selambat-lambatnya dalam
      waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus dilaporkan
      kepada Menteri.

                             Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebastugasan,
pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak dengan
hormat, serta hak-hak Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota yang
dibebastugaskan atau diberhentikan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

                           Bagian Ketiga
                             Sekretaris

                             Pasal 23

(1)  Sekretaris   memimpin   sekretariat  yang   mempunyai  tugas
     pelayanan di bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak
     dan administrasi umum dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
(2) Dalam    melaksanakan   tugas   pelayanan   di   bidang
     administrasi penyelesaian sengketa pajak, Sekretaris dibantu
     oleh satu atau lebih Sekretaris Pengganti.

                             Pasal 24

Sebelum memangku jabatan, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan
Sekretaris Pengganti, wajib diambil sumpah atau janji oleh Ketua
menurut agama atau kepercayaannya yang berbunyi sebagai berikut:
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada
dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi negara, Undang-Undang
Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang
berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan menaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan
yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran,
dan tanggungjawab.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan senantiasa menjunjung
tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat Sekretaris
atau   Wakil   Sekretaris   atau   Sekretaris   Pengganti   Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau
golongan.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan
menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu
janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu
yang   menurut  sifatnya   atau  menurut   perintah  harus   saya
rahasiakan.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan
jabatan saya ini dengan jujur, seksama dan dengan tidak
membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan
berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, dalam menegakkan hukum
dan keadilan.

                               Pasal 25

(1)   Sekretaris, Wakil Sekretaris, Sekretaris Pengganti, dan
      pegawai sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah
      pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Keuangan.
(2)   Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti harus
      mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah
      sarjana hukum atau sarjana lain.

                               Pasal 26

Tugas dan tanggung jawab serta susunan organisasi sekretariat
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.

                            *9770 Pasal 27

Tata  kerja   sekretariat     Badan   Penyelesaian   Sengketa   Pajak
ditetapkan oleh Ketua.

                              BAB III
                             KEKUASAAN
                 BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

                               Pasal 28

(1)   Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mempunyai tugas dan
      wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak.
(2)   Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di luar tugas dan
      wewenang Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.

                               Pasal 29

Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28,
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengawasi kuasa hukum yang
memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa
dalam sidang-sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

                               Pasal 30

Untuk keperluan penyelesaian sengketa pajak, Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan
yang berkaitan dengan sengketa pajak dari pihak ketiga sesuai
dengan undang-undang yang berlaku.

                                BAB IV
                              HUKUM ACARA
                            Bagian Pertama
                              Kuasa Hukum

                               Pasal 31

(1)     Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi
        atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan kuasa
        tertulis.
(2)     Untuk dapat menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat
        sebagai berikut:
        a.   warga negara Indonesia;
        b.   mempunyai keahlian di bidang perpajakan; dan
        c.   persyaratan lain yang ditetapkan oleh Ketua.
(3)     Dalam hal yang mendampingi atau mewakili pemohon banding
        atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai
        dengan derajat kedua, pengurus, pegawai, atau pengampu,
        persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
        diperlukan.

                             Bagian Kedua

                                Banding
*9771
                               Pasal 32

(1)     Banding diajukan dengan surat banding dalam bahasa Indonesia
        kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah
        hukumnya meliputi wilayah kerja pejabat yang menerbitkan
        keputusan yang dibanding.
(2)     Banding diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam
        peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan,
        dan dalam hal jangka waktu dimaksud tidak diatur, banding
        diajukan dalam jangka hal jangka waktu dimaksud tidak
        diatur, banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
        sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding.
(3)     Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
        mengikat apabila menurut Badan Penyelesian Sengketa Pajak
        jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
        luar kekuasaan pemohon banding.

                               Pasal 33

(1)     Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding.
(2)     Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas
        dan mencantumkan tanggal diterima surat keputusan yang
        dibanding.
(3)     Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang
      dibanding.

                             Pasal 34

Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam       Pasal 33,
dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah     pajak yang
terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah   pajak yang
terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah   pajak yang
terutang dimaksud telah dibayar lunas.

                             Pasal 35

(1)   Banding diajukan sendiri oleh pembayar pajak, ahli warisnya,
      seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.
(2)   Apabila selama proses banding, pemohon banding meninggal
      dunia, banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa
      hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon
      banding pailit.
(3)   Apabila selama proses banding, pemohon banding melakukan
      penggabungan, peleburuan, pemecahan atau pemekaran usaha,
      atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh
      pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan,
      peleburan, pemecahan atau pemekaran usaha, atau karena
      likuidasi dimaksud.

                             Pasal 36

Pemohon banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi
ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).

                          *9772 Pasal 37

(1)   Terhadap banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan
      kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2)   Banding yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dihapus dari daftar sengketa melalui pemeriksaan dengan
      acara cepat.

                           Bagian Ketiga
                              Gugatan

                             Pasal 38

(1)   Gugatan diajukan dengan surat gugatan dalam bahasa Indonesia
      kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah
      hukumnya meliputi wilayah kerja pejabat yang menerbitkan
      keputusan yang digugat dalam jangka waktu 14 (empat belas)
      hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.
(2)   Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
      mengikat apabila menurut Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
      jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
      luar kekuasaan penggugat.
                             Pasal 39

(1)   Gugatan diajukan sendiri oleh penggugat dengan disertai
      alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima
      keputusan yang digugat serta dilampiri salinan dokumen yang
      pelaksanaannya digugat.
(2)   Apabila selama proses gugatan, penggugat meninggal dunia,
      gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum
      dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat
      pailit.

                             Pasal 40

(1)   Terhadap gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
      (1) dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Badan
      Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2)   Gugatan yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam pasal 38
      ayat (1) dihapuskan dari daftar sengketa melalui pemeriksaan
      dengan acara cepat.

                             Pasal 41

(1)   Penggugat harus melunasi biaya pendaftar sebesar Rp.
      1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2)   Perubahan besarnya biaya pendaftaran sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

                             Pasal 42

Biaya pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1)
disetor ke Kas Negara sebelum gugatan diajukan dan bukti setoran
harus dilampirkan pada surat gugatan.
*9773
                         Bagian Keempat
                      Persiapan Persidangan

                             Pasal 43

(1)   Badan Penyelesaian Sengketa Pajak meminta surat uraian
      banding atau surat tanggapan atas surat banding atau surat
      gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka waktu
      14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima surat banding
      atau surat gugatan.
(2)   Dalam hal pemohon banding mengirimkan surat atau dokumen
      susulan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 36, jangka waktu 14 (empat belas) hari
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal
      diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.

                             Pasal 44

(1)   Terbanding atau tergugat menyerahkan surat uraian banding
      atau surat tanggapan kepada Badan Penyelesaian Sengketa
      Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
      dikirim permintaan surat uraian banding atau surat tanggapan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.
(2)   Salinan   surat   uraian   banding   atau  surat    tanggapan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Badan Penyelesa-ian
      Sengketa Pajak dikirim kepada pemohon banding atau penggugat
      dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
      diterima.
(3)   Pemohon banding atau penggugat dapat menyerahkan surat
      bantahan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam
      jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima
      salinan   surat   uraian   banding   atau  surat    tanggapan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)   Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau
      penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) atau ayat (3), Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
      tetap melanjutkan pemeriksaan banding atau gugatan.

                             Pasal 45

Pemohon banding atau penggugat dapat memberitahukan kepada Ketua
untuk hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan.

                             Pasal 46

(1)   Ketua menunjuk Majelis yang terdiri dari 3 (tiga) orang
      Anggota, atau Anggota Tunggal untuk memeriksa dan memutus
      sengketa pajak.
(2)   Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, Ketua menunjuk
      salah seorang Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      sebagai Ketua Sidang yang memimpin pemeriksaan sengketa
      pajak.

(3)   Apabila terdapat lebih dari satu sengketa pajak untuk tahun
      pajak yang sama diajukan oleh pemohon banding yang sama,
      Ketua menunjuk Majelis atau Anggota Tunggal yang sama untuk
      *9774 memeriksa dan memutus sengketa dimaksud.
(4)   Majelis atau Anggota Tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) bersidang pada hari yang ditentukan dan memberitahukan
      hari sidang dimaksud kepada pihak yang bersengketa.

                             Pasal 47

Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sudah mulai bersidang
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterima surat
banding atau surat gugatan.

                          Bagian Kelima
                  Pemeriksaan Dengan Acara Biasa

                             Pasal 48
Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis.

                              Pasal 49

(1)   Untuk keperluan pemeriksaan, Ketua Sidang membuka sidang dan
      menyatakan tertutup untuk umum.
(2)   Sebelum   pemeriksaan   pokok   sengketa   dimulai,    Majelis
      melakukan   pemeriksaan   mengenai   kelengkapan    dan   atau
      kejelasan banding atau gugatan.
(3)   Apabila banding atau gugatan tidak lengkap dan atau tidak
      jelas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang bukan
      merupakan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
      ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34, Pasal 38 ayat (1),
      atau Pasal 41 ayat (1), kelengkapan atau kejelasan dimaksud
      dapat diberikan dalam persidangan.

                              Pasal 50

(1)   Seorang    Anggota Sidang   atau  Sekretaris   Sidang  wajib
      mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat
      hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
      ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah
      bercerai dengan salah seorang Anggota Sidang atau Sekretaris
      Sidang pada Majelis yang sama.
(2)   Seorang    Anggota Sidang   atau  Sekretaris   Sidang  wajib
      mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat
      hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
      ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah
      bercerai dengan pemohon banding atau penggugat atau kuasa
      hukum.
(3)   Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dan ayat (2) harus diganti, dan apabila tidak
      diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa
      telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua
      memerintahkan sengketa dimaksud segera disidang kembali
      dengan susunan Majelis dan atau Sekretaris Sidang yang
      berbeda, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka
      waktu 1 (satu) tahun.
(4)   Dalam hal hubungan keluarga sedarah, semenda, atau hubungan
      suami atau istri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
             *9775 (2) diketahui sebelum melewati jangka waktu 1
      (satu) tahun setelah sengketa diputus sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3), sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam
      jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya
      hubungan dimaksud.

                              Pasal 51

(1)   Seorang   Anggota   Sidang  atau  Sekretaris   Sidang   wajib
      mengundurkan   diri   dari  suatu  persidangan   apabila   ia
      berkepentingan langsung atau tidak langsung atas suatu
      sengketa yang ditanganinya.
(2)   Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      dilakukan atas permintaan salah satu atau pihak-pihak yang
      bersengketa.
(3)   Ketua berwenang menetapkan pengunduran diri sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) apabila ada keraguan
      atau perbedaan pendapat.
(4)   Anggota Sidang atau Sekretaris Sidang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) atau ayat (2) harus diganti dan apabila tidak
      diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa
      telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua
      memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali
      dengan susunan Majelis dan Sekretaris Sidang yang berbeda,
      kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1
      (satu) tahun.
(5)   Dalam   hal   kepentingan  langsung   atau  tidak   langsung
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui sebelum
      melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa
      diputus sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sengekta
      dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga)
      bulan terhitung sejak diketahuinya kepentingan dimaksud.

                             Pasal 52

(1)   Ketua Sidang memanggil terbanding atau tergugat dan dapat
      memanggil pemohon banding atau penggugat untuk memberikan
      keterangan lisan.
(2)   Dalam hal pemohon banding atau penggugat memberitahukan akan
      hadir dalam persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
      Ketua Sidang memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada
      pemohon banding atau penggugat.

                             Pasal 53

(1)   Ketua Sidang menjelaskan masalah yang disengketakan.
(2)   Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai
      hal-hal yang dikemukakan pemohon banding atau penggugat
      dalam surat banding atau surat gugatan dan dalam surat
      bantahan.
(3)   Apabila Majelis memandang perlu dan dalam hal pemohon
      banding atau penggugat hadir dalam persidangan, Ketua Sidang
      dapat   meminta  pemohon   banding   atau  penggugat   untuk
      memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian
      sengketa pajak.

                             Pasal 54

(1) Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, atau
     karena jabatan, Ketua Sidang dapat memerintahkan saksi untuk
     didengar keterangannya dalam persidangan.
(2) Saksi yang diperintahkan oleh Ketua Sidang sebagaimana
     dimaksud pada ayat (1) wajib datang sendiri di persidangan.
(3) Dalam hal saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan
     patut,   dan   Majelis   dapat   mengambil   putusan   tanpa
     mendengarkan keterangan saksi, Ketua Sidang melanjutkan
        persidangan.
(4)     Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat
        dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut,
        dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk menyangka
        bahwa saksi sengaja tidak datang, serta Majelis tidak dapat
        mengambil putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud,
        Ketua Sidang dapat meminta bantuan polisi untuk membawa
        saksi ke persidangan.

                               Pasal 55

(1)     Saksi dipanggil ke persidangn seorang demi seorang.
(2)     Ketua Sidang menanyakan kepada saksi nama lengkap, tempat
        lahir,    umur   atau   tanggal   lahir,    jenis   kelamin,
        kewarganegaraan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, derajat
        hubungan keluarga, dan hubungan kerja dengan penggugat atau
        tergugat.
(3)     Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah
        atau janji menurut agama atau kepercayaannya.

                                Pasal 56
(1)     Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 adalah:
        a.   keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan
        lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah
        satu pihak yang bersengketa;
        b.   istri atau suami dari pemohon banding atau penggugat
        meskipun sudah bercerai;
        c.   anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; atau
        d.   orang sakit ingatan.
(2)     Apabila dipandang perlu, Ketua Sidang dapat meminta pihak
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
        huruf c untuk didengar keterangannya.

                               Pasal 57

Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dapat menolak
permintaan Ketua Sidang untuk memberikan keterangan.

                               Pasal 58

Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib
merahasiakan segala sesuatu sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan
dimaksud ditiadakan.

                                Pasal 59
          (1)     Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh salah
*9777
        satu pihak disampaikan melalui Ketua Sidang.
(2)     Apabila pertanyaan dimaksud menurut pertimbangan Ketua
        Sidang tidak ada kaitannya dengan sengketa, pertanyaan itu
        ditolak.
                             Pasal 60

(1)   Apabila pemohon banding atau penggugat atau saksi tidak
      paham bahasa Indonesia, Ketua Sidang menunjuk ahli alih
      bahasa.
(2)   Sebelum melaksanakan tugas mengalihbahasakan yang dipahami
      oleh pemohon banding atau penggugat atau saksi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) ke dalam bahasa Indonesia dan
      sebaliknya dengan sebaik-baiknya, ahli alih bahasa dimaksud
      diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.
(3)   Orang yang menjadi saksi dalam sengketa tidak boleh ditunjuk
      sebagai ahli alih bahasa dalam sengketa dimaksud.

                             Pasal 61

(1)   Dalam hal pemohon banding atau penggugat atau saksi,
      ternyata bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis, Ketua
      Sidang menunjuk orang yang pandai bergaul dengan pemohon
      banding atau penggugat atau saksi, sebagai ahli alih bahasa.
(2)   Sebelum melaksanakan tugasnya, ahli alih bahasa sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diambil sumpah atau janji menurut
      agama atau kepercayaannya.
(3)   Dalam hal pemohon banding atau penggugat atau saksi,
      ternyata bisu dan/atau tuli tetapi dapat menulis, Ketua
      Sidang dapat memerintahkan Sekretaris Sidang menuliskan
      pertanyaan   atau  teguran   kepada  pemohon   banding  atau
      penggugat atau saksi, dan memerintahkan menyampaikan tulisan
      itu kepada pemohon banding atau penggugat atau saksi
      dimaksud, agar ia menuliskan jawabannya, kemudian segala
      pertanyaan dan jawaban harus dibacakan.

                             Pasal 62

(1)   Saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya
      dalam persidangan dengan dihadiri oleh terbanding atau
      tergugat.
(2)   Apabila terbanding atau tergugat telah dipanggil secara
      patut, tetapi tidak dapat datang tanpa alasan yang dapat
      dipertanggungjawabkan, saksi diambil sumpah atau janji dan
      didengar keterangannya tanpa dihadiri oleh terbanding atau
      tergugat.
(3)   Dalam hal saksi yang akan didengar tidak dapat hadir di
      persidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh
      hukum, Majelis dapat datang ke tempat tinggal saksi untuk
      mengambil sumpah atau janji dan mendengar keterangan saksi
      dimaksud tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

                             Pasal 63

(1)   Apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada suatu
      *9778 hari persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari
      persidangan berikutnya yang ditetapkan.
(2)   Hari persidangan berikutnya diberitahukan kepada terbanding
      atau tergugat dan dapat diberitahukan kepada pemohon banding
      atau penggugat.
(3)   Dalam hal terbanding atau tergugat tidak hadir pada
      persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,
      sekalipun ia telah diberitahu secara patut, persidangan
      dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh terbanding atau
      tergugat.
(4)   Seorang saksi yang tidak bertempat tinggal di daerah hukum
      Badan Penyelsaian Sengketa Pajak yang memeriksa dan memutus
      sengketa pajak, dapat memberikan kesaksiannya melalui Badan
      Penyelesaian Sengketa Pajak yang daerah hukumnya meliputi
      tempat tinggal saksi.

                          Bagian Keenam
                  Pemeriksaan Dengan Acara Cepat

                               Pasal 64

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau oleh
Anggota Tunggal.

                               Pasal 65

(1)   Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
      a.   sengketa pajak tertentu;
      b.   sengketa pajak yang putusannya tidak diambil dalam
      jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 80 ayat (1);
      c.   tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) atau kesalahan tulis
      dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Badan Penyelesaian
      Sengketa Pajak;
      d.   surat   pernyataan    pencabutan  banding   sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1);
      e.   surat   pernyataan    pencabutan  gugatan   sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1);
      f.   sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan
      merupakan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
(2)   Sengketa pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a adalah :
      a.   sengketa pajak yang banding atau gugatannya tidak
      memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
      (1), Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34, Pasal
      38 ayat (1), dan/atau Pasal 41 ayat (1);
      b.   banding dengan jumlah pajak yang disengketakan tidak
      melebihi Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(3)   Perubahan   besarnya    jumlah   pajak   yang  disengketakan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh
      menteri.

                               Pasal 66

Pemeriksaan   dengan   acara     cepat    terhadap   sengketa   pajak
sebagaimana *9779 dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c, huruf
d, huruf e, dan huruf f, dan Pasal 65 ayat (2) huruf a dilakukan
tanpa surat uraian banding atau surat tanggapan dan tanpa surat
bantahan, sedangkan terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (2) huruf b dilakukan tanpa surat bantahan.

                             Pasal 67

Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku
juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat.

                          Bagian Ketujuh
                            Pembuktian

                             Pasal 68

(1)   Alat bukti dapat berupa:
      a.   surat atau tulisan;
      b.   pengakuan para pihak;
      c.   keterangan saksi;
      d.   keterangan ahli;
      e.   pengetahuan Anggota.
(2)   Keadaan yang telah diketahui         oleh   umum   tidak   perlu
      dibuktikan.

                             Pasal 69

Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari:
a.   surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh
     pejabat yang berwenang;
b.   surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan
     banding atau gugatan.

                             Pasal 70

Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali
berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Anggota
Sidang.

                             Pasal 71

Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan
itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar
sendiri oleh saksi.

                             Pasal 72

(1)   Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di
      bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui
      menurut pengalaman dan pengetahuannya.
(2)   Seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) tidak boleh memberikan
      keterangan ahli.
                                Pasal 73
          (1)     Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu
*9780
        pihak atau karena jabatannya, Ketua Sidang atau Anggota
        Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli.
(2)     Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik
        tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau
        janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan
        pengetahuannya.

                               Pasal 74

Pengetahuan Anggota Sidang adalah hal yang olehnya diketahui dan
diyakini kebenarannya.

                               Pasal 75

Anggota Sidang menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya
pembuktian   diperlukan   sekurang-kurangnya  dua alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1).

                           Bagian Kedelapan
                                Putusan

                               Pasal 76

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan akhir
dan bersifat tetap dan bukan merupakan keputusan Tata Usaha
negara.

                               Pasal 77

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diambil berdasarkan
hasil    penilaian   pembuktian    dan   berdasarkan    peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan
keyakinan Anggota Sidang.

                               Pasal 78

Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Ketua Sidang
dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan,
putusan diambil dengan suara terbanyak.

                               Pasal 79

(1)     Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dapat berupa:
        a.   menolak;
        b.   mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
        c.   menambah pajak yang harus dibayar;
        d.   tidak dapat diterima;
        e.   membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung.
(2)     Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1)
        tidak dapat lagi diajukan banding atau gugatan.

                                Pasal 80
          (1)     Putusan pemeriksaan dengan acara biasa diambil
*9781
        dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak banding atau
        gugatan diterima.
(2)     Apabila banding atau gugatan tidak diputus dalam jangka
        waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Penyelesaian
        Sengketa Pajak mengambil putusan berupa mengabulkan seluruh
        banding atau gugatan melalui pemeriksaan dengan acara cepat,
        dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak jangka waktu
        12 (dua belas) bulan dimaksud dilampaui.
(3)     Anggota Sidang yang lalai tidak mengambil putusan dalam
        jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga
        mengakibatkan banding atau gugatan dikabulkan seluruhnya,
        dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
        ayat (1).

                               Pasal 81

(1)     Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengeketa
        pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
        huruf a, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka
        waktu sebagai berikut :
        a.   30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan
        banding atau gugatan dilampaui;
        b.   30 (tiga puluh) hari sejak banding atau gugatan
        diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu pengajuan
        dilampaui.
(2)     Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap kekeliruan
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c, berupa
        membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung,
        diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
        kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah
        satu pihak diterima.
(3)     Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap banding yang
        dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf d
        dan terhadap gugatan yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 65 ayat (1) huruf e, berupa tidak dapat diterima,
        diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat
        pernyataan pencabutan banding atau gugatan diterima.
(4)     Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa
        yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang
        Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam
        Pasal 65 ayat (1) huruf f, berupa tidak dapat diterima,
        diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak surat
        banding atau surat gugatan diterima.
(5)     Dalam hal putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diambil
        terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
        pemohon banding atau penggugat dapat mengajukan gugatan
        kepada peradilan yang berwenang.
                             Pasal 82

Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap banding dengan
jumlah pajak yang disengketakan tidak melebihi Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
huruf b, diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
surat banding diterima.

                             Pasal 83

Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (2), atau Pasal 81, atau Pasal 82, Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak belum mengambil putusan, putusan yang
akan diambil putusan, terhadap sengketa pajak dimaksud adalah
sebagai berikut:
a.   mengabulkan seluruh permohonan, terhadap sengketa pajak
     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 82;
b.   tidak dapat diterima, terhadap sengketa pajak sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4);
c.   membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung,
     terhadap kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
     (2).

                             Pasal 84

(1)   Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus diucapkan
      dalam sidang terbuka untuk umum.
(2)   Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1), putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tidak sah dan
      tidak mempunyai kekuatan hukum dan karena itu putusan
      dimaksud harus diucapkan kembali dalam sidang terbuka untuk
      umum.

                             Pasal 85

(1)   Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus memuat:
      a.   kepala putusan yang berbunyi DEMI KEADILAN BERDASARKAN
      KETUHANAN YANG MAHA ESA;
      b.   nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau
      identitas lainnya dari pemohon banding atau penggugat;
      c.   nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
      d.   hari, tanggal diterima banding atau gugatan;
      e.   ringkasan banding atau gugatan, dan ringkasan surat
      uraian banding atau surat tanggapan, atau surat bantahan,
      yang jelas;
      f.   pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan
      dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu
      diperiksa;
      g.   alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
      h.   amar putusan tentang sengketa;
      i.   hari, tanggal putusan, nama Anggota Sidang yang
      memutus, nama Sekretaris Sidang, dan keterangan tentang
      hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(2)   Ringkasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak
      diperlukan dalam hal putusan Badan Penyelesaian Sengketa
      Pajak diambil terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
      huruf f, dan Pasal 65 ayat (2) huruf a.
(3)   Putusan    Badan    Penyelesaian    Sengketa   Pajak     harus
      ditandatangani   oleh   Anggota   Sidang  yang   memutus   dan
      Sekretaris Sidang.
(4)   Apabila Ketua Sidang atau Anggota Tunggal yang menyidangkan
      *9783 berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani
      oleh Ketua dengan menyatakan berhalangannya Ketua Sidang
      atau Anggota Tunggal.
(5)   Apabila Anggota Sidang berhalangan menandatangani, putusan
      ditandatangani   oleh    Ketua   Sidang   dengan   menyatakan
      berhalangannya Anggota Sidang dimaksud.

                              Pasal 86

(1)   Pada setiap pemeriksaan, Sekretaris Sidang harus membuat
      Berita Acara Sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi
      dalam persidangan.
(2)   Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua Sidang atau
      Anggota Tunggal dan Sekretaris Sidang, dan apabila salah
      seorang dari mereka berhalangan, hal itu dinyatakan dalam
      Berita Acara Sidang.
(3)   Apabila Ketua Sidan atau Anggota Tunggal dan Sekretaris
      Sidang berhalangan menandatangani, Berita Acara Sidang
      ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan Ketua Sidang
      atau Anggota Tunggal dan Sekretaris Sidang berhalangan.

                         Bagian Kesembilan
                        Pelaksanaan Putusan

                              Pasal 87

Putusan   Badan  Penyelesaian   Sengketa  Pajak   langsung  dapat
dilaksanakan dan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang
berwenang, kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.

                              Pasal 88

Apabila putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengabulkan
sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan.

                              Pasal 89

(1)   Salinan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dikirim
      kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka
      waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Badan
      Penyelesaian Sengketa Pajak diucapkan.
(2)   Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak harus dilaksanakan
      oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga
      puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.
(3)   Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Badan Penyelesaian
      Sengketa Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
      ayat   (2)   dikenakan   sanksi  sesuai   dengan   ketentuan
      kepegawaian yang berlaku.

                               BAB V
                          KETENTUAN LAIN

                          *9784 Pasal 90

Ketentuan tentang tunjangan dan lain-lain bagi Ketua,           Wakil
Ketua, dan Anggota ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

                               BAB VI
                        KETENTUAN PERALIHAN

                             Pasal 91

(1)   Banding yang diajukan kepada Majelis Pertimbangan Pajak atau
      Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai sebelum tanggal 1 Januari
      1998 yang belum diputus, diperlakukan sebagai banding yang
      diajukan berdasarkan Undang-undang ini.
(2)   Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus diputus
      dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan sejak
      berlakunya Undang-undang ini.
(3)   Gugatan terhadap pelaksanaan undang-undang perpajakan yang
      telah diajukan ke Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha
      Negara sebelum tanggal 1 Januari 1998 tetap diperiksa dan
      diputus oleh peradilan dimaksud.

                              BAB VII
                         KETENTUAN PENUTUP

                             Pasal 92

Dengan berlakunya Undang-undang ini, Regeling van het Beroep in
Belastingzaken (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29) sebagaimana telah
diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun
1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 13, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1748) dinyatakan tidak berlaku.

                             Pasal 93

Undang-undang ini    dinamakan   Undang-undang   Badan   Penyelesaian
Sengketa Pajak.

                             Pasal 94

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
                                      Disahkan di Jakarta
                                      pada tanggal 23 Mei 1997
                                      PRESIDEN         REPUBLIK
INDONESIA

                                                    ttd.

                                               SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MOERDIONO
                            PENJELASAN
                               ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 17 TAHUN 1997
                             TENTANG
                BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

UMUM

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak
dan kewajiban warganya, dan dalam rangka kegotong-royongan
nasional   sebagai  perwujudan   peran  serta   masyarakat  dalam
pembiayaan negara dan pembangunan nasional, menempatkan kewajiban
perpajakan sebagai salah satu kewajiban kenegaraan.

Dalam perkembangannya, pembiayaan pembangunan nasional memerlukan
dana yang semakin besar dan oleh karena itu pajak sebagai sumber
utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri
berdasarkan prinsip kemandirian.

Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus
ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif
masyarakat untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya di bidang
perpajakan   sesuai  dengan   peraturan  perundang-perundangan
perpajakan.

Sesuai fungsi dan karakteristik pajak sebagai sumber utama
penerimaan negara dan kewajiban kenegaraan bagi warga masyarakat
pembayar pajak, dan meningkatnya jumlah pembayar pajak serta
pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan, mengakibatkan peningkatan potensi
sengketa pajak.

Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan Regeling van
het Beroep in Belastingzaken Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1959, sudah tidak memadai lagi dengan kebutuhan dalam
menyelesaikan sengketa pajak.
Demikian pula Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai,
sudah tidak diperlukan lagi.

Sejalan   dengan   perkembangan    perekonomian  sebagai   hasil
pembangunan nasional dan untuk lebih memberikan pelayanan kepada
warga masyarakat sebagai pembayar pajak, maka diperlukan
lembag peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif
yang dibentuk dengan undang-undang, yang menjamin hak dan
kewajiban pembayar pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan
dan dapat memberikan putusan hukum atas sengketa pajak dengan
proses yang sederhana, cepat, dan murah.

Putusan lembaga peradilan pajak dimaksud dapat menjadi pedoman
dan acuan dalam melaksanakan undang-undang perpajakan, sehingga
undang-undang perpajakan dapat memberikan kepastian hukum dan
keadilan bagi semua pihak.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1994, memuat ketentuan-ketentuan pokok     mengenai
badan peradilan pajak, mengamanatkan penyusunan undang-undang
yang memuat susunan, kekuasaan, dan acara badan peradilan pajak.

Dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan pokok yang telah
digariskan dalam undang-undang dimaksud di atas, untuk memperoleh
kepastian hukum dan keadilan serta untuk mewujudkan peradilan
pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah, maka dengan
Undang-undang ini dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang
arah dan tujuan pembentukannya adalah sebagai berikut:
1.   Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah badan peradilan
     pajak yang mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa
     pajak berupa:
     a.   banding terhadap keputusan pejabat yang berwenang;
     b.   gugatan       terhadap      pelaksanaan       peraturan
     perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan.
2.   Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mempunyai kekuatan
     eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan
     pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan
     kepala putusan diberi kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN
     KETUHANAN YANG MAHA ESA.
3.   Pengajuan banding atau gugatan ke Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak merupakan upaya hukum terakhir bagi pembayar
     pajak dan putusannya tidak dapat digugat ke Peradilan Umum
     atau ke Peradilan Tata Usaha Negara.
4.   Dengan Undang-undang ini untuk pertama kali dibentuk Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak yang berkedudukan di ibu kota
     negara, dan dengan kuasa Undang-undang ini dapat dibentuk
     lagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang tingkatnya sama
     di ibu kota negara dan di tempat lain yang pelaksanaan
     pembentukannya diatur dengan Keputusan Presiden.
5.   Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan oleh Departemen
     Keuangan.
6.   Untuk memberikan pelayanan yang baik dan kepastian hukum
     kepada pemohon banding atau penggugat, maka pengajuan
     banding atau gugatan, serta pemeriksaan sampai dengan
     pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
     ditetapkan jangka waktunya.
7.   Salah satu persyaratan formal pengajuan banding adalah
     *9787 jumlah pajak yang disengketakan dalam keputusan yang
     dibanding harus dilunasi, dan apabila banding dikabulkan
     sebagian atau seluruhnya, kepada pemohon banding diberikan
     imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk
     selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan atas kelebihan
     pembayaran pajak.
8.   Salah satu persyaratan pengajuan gugatan adalah melunasi
     biaya pendaftaran.
9.   Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah tenaga
     profesional, yaitu sarjana yang mempunyai keahlian di bidang
     perpajakan yang dalam melaksanakan persidangan dibantu oleh
     Sekretaris Sidang.
10. Pemeriksaan dengan acara cepat dapat dilakukan oleh Majelis
     atau oleh Anggota Tunggal.
11. Berdasarkan pada sifat kerahasiaan perpajakan, pemeriksaan
     oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan dalam
     sidang tertutup, sedangkan putusan diucapkan dalam sidang
     terbuka untuk umum.
12. Putusan badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat
     dilaksanakan tanpa memerlukan lagi keputusan pejabat yang
     berwenang, kecuali undang-undang mengatur lain.
Dalam pembentukan Undang-undang ini diperhatikan kaitannya dengan
beberapa undang-undang lain,yaitu:
1.   Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
     (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50) sebagaimana telah
     diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994
     (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 3567);
2.   Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
     Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
     (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
     Negara   Nomor  3269),   sebagaimana  telah   diubah   dengan
     Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
     1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara 3568);
3.   Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
     Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
     Lembaran Negara Nomor 3312), sebagaimana telah diubah dengan
     Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
     1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
4.   Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
     (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 3313);
5.   Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
     (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 3612);
6.   Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran
     Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
     3613);

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
     Cukup jelas

Pasal 2
     Cukup jelas

Pasal 3
     Ayat (1)
          Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berkedudukan di
     ibu kota negara untuk pertama kali dibentuk dengan
     Undang-undang ini.
     Ayat (2)
          Dengan kuasa Undang-undang ini Badan Penyelesaian
     Sengketa   Pajak   yang    tingkatnya sama   dengan   Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
     (1) dapat dibentuk lagi di ibu kota negara dan tempat lain
     dengan Keputusan Presiden.

Pasal 4
     Pada hakikatnya tempat sidang Badan Penyelesaian Sengketa
     Pajak dilakukan di tempat kedudukan, namun demikian dengan
     pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan
     banding atau gugatan, Ketua dapat menentukan tempat sidang
     di tempat lain dalam daerah hukumnya.

Pasal 5
     Cukup jelas

Pasal 6
     Cukup jelas

Pasal 7
     Keperluan Wakil Ketua lebih dari satu didasarkan pada volume
     sengketa pajak yang harus diselesaikan. Apabila volume
     sengketa pajak sudah tidak dapat ditangani oleh seorang
     Wakil Ketua, maka diperlukan lebih dari satu Wakil Ketua.
     Dalam hal Wakil Ketua lebih dari satu, tugas masing-masing
     Wakil Ketua dapat disesuaikan dengan jenis pajak dan volume
     sengketa pajak.
Pasal 8
     Batas usia yang disyaratkan dalam pasal ini dimaksudkan
     Anggota dimaksud telah mempunyai pengalaman cukup dalam
     bidang hukum, ekonomi, keuangan, akuntansi, perdagangan,
     atau perpajakan.

Pasal 9
     Cukup jelas

Pasal 10
     Ketua, Wakil Ketua diangkat dari Anggota sehingga baik
     Ketua, Wakil Ketua, maupun Anggota bertugas di Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak untuk jangka waktu 5 (lima)
     tahun dan dapat diperpanjang selama 5 (lima) tahun. Dengan
     demikian, seluruh Anggota baik menjabat Ketua, Wakil Ketua,
     maupun Anggota hanya dapat bertugas di Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 11
     Cukup jelas

Pasal 12
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan pembinaan adalah peningkatan
     profesionalisme Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, terutama
     peningkatan pengetahuan di bidang perpajakan.
     Ayat (2)
          Yang dimaksud dengan saksama dan wajar, antara lain,
     bahwa proses penyelesaian sengketa pajak harus dilaksanakan
     sesuai   dengan  ketentuan   yang   berlaku,  serta  dengan
     memperhatikan objektivitas.
     Ayat (3)
          Yang dimaksud dengan yang berwenang adalah atasan yang
     mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi.
     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 13
     Ayat (1)
          Yang   dimaksud   dengan    pelaksana  putusan   Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf
     a adalah pejabat yang berwenang.
          Dalam pengertian Anggota termasuk Ketua dan Wakil
     Ketua.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 14
     Ayat (1)
           Yang  dimaksud   dengan  sakit  jasmani   atau  rohani
     terus-menerus adalah sakit yang menyebabkan penderita
     ternyata tidak mampu lagi melakukan tugasnya dengan baik.
           Yang dimaksud dengan lalai atau tidak cakap, misalnya,
     bahwa    yang   bersangkutan   melakukan   kesalahan   dalam
     menjalankan tugas karena tidak sengaja atau kurang mampu.
          Yang dimaksud dengan tugas adalah semua tugas yang
     dibebankan kepada yang bersangkutan.

     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 15
     Yang dimaksud dengan dipidana ialah dipidana penjara
     sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
     Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan tercela ialah
     apabila yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan
     tindakannya baik di dalam maupun di luar Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak merendahkan martabat Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak maupun Anggota.

Pasal 16
     Cukup jelas

Pasal 17
     Untuk seluruh Badan Penyelesaian      Sengketa   Pajak   hanya
     terdapat satu Majelis Kehormatan.

Pasal 18
     Cukup jelas

Pasal 19
     Cukup jelas

Pasal 20
     Cukup jelas

Pasal 21
     Cukup jelas

Pasal 22
     Cukup jelas

Pasal 23
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan administrasi penyelesaian sengketa
     pajak adalah administrasi yang berkenaan dengan sengketa
     pajak sejak penyampaiannya ke Badan Penyelesaian Sengketa
     Pajak hingga putusan.
          Yang    dimaksud   dengan   administrasi   umum    adalah
     administrasi berkenaan dengan penyelenggaraan sehari-hari
     perkantoran seperti kepegawaian, keuangan, peralatan, atau
     perlengkapan.
          Sekretaris     Badan    Penyelesaian   Sengketa     Pajak
     melaksanakan    tugas   administrasi   sengketa   pajak    dan
     administrasi umum dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
          Termasuk tugas Sekretaris atau Wakil Sekretaris adalah
     melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak dan
     pada saat melaksanakan tugas dimaksud, Sekretaris atau Wakil
     Sekretaris disebut Sekretaris Sidang.
     Ayat (2)
          Dalam   melaksanakan   tugas    pelayanan   di   bidang
     administrasi penyelesaian sengketa pajak termasuk tugas
     melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak,
     Sekretaris dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris dan satu
     atau lebih Sekretaris Pengganti.
          Apabila seorang Sekretaris Pengganti bertugas melakukan
     pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak, Sekretaris
     Pengganti dimaksud disebut Sekretaris Sidang.

Pasal 25
     Cukup jelas
Pasal 26
     Cukup jelas

Pasal 27
     Cukup jelas

Pasal 28
     Cukup jelas

Pasal 29
     Yang dimaksud dengan kuasa hukum adalah seorang atau lebih
     yang mewakili pihak yang bersengketa yang bertindak untuk
     dan atas nama yang bersengketa pada Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak.

Pasal 30
     Dalam hal bank bertindak sebagai pihak ketiga, permintaan
     keterangan atau data dimaksud dilaksanakan sesuai dengan
     undang-undangan perbankan yang berlaku.

Pasal 31
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Pengacara yang telah mendapat izin dari instansi yang
     berwenang   dan  memenuhi   persyaratan   ayat  ini,   dapat
     mendampingi para pihak sebagai kuasa hukum.
          Apabila terdapat seorang yang telah memenuhi syarat
     sebagai kuasa hukum sesuai dengan ayat ini, tetapi bukan
     sebagai pengacara sebagaimana dimaksud di atas, maka untuk
     menjadi kuasa hukum, yang bersangkutan harus memperoleh izin
     Ketua.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 32
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Pengertian jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari
     tanggal ke tanggal artinya perhitungan dimulai satu hari
     setelah tanggal keputusan diterima sampai dengan surat
     banding dikirim oleh pemohon banding.
          Contoh:    keputusan yang dibanding diterima tanggal 10
     Mei 1999, maka batas terakhir pengiriman surat banding
     adalah tanggal 9 Agustus 1999.
     Ayat (3)
          Jangka waktu pengajuan banding sebagaimana diatur dalam
     peraturan   perundang-undangan,   dimaksudkan   agar  pemohon
     banding   mempunyai    waktu   yang   cukup   memadai   untuk
     mempersiapkan banding beserta alasan-alasannya.
          Apabila ternyata jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi
     oleh pemohon banding karena keadaan di luar kekuasaannya
     (force majeur), maka jangka waktu dimaksud              dapat
                                                    *9792
     dipertimbangkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
          Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan pemohon
     banding, jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksud dihitung sejak
     berakhirnya keadaan di luar kekuasaannya.

Pasal 33
     ayat (1)
          Cukup jelas

     ayat (2)
          Cukup jelas

     ayat (3)
          Dalam pengertian salinan termasuk fotokopi atau lembar
     lainnya.

Pasal 34
     Yang dimaksud dengan jumlah pajak terutang termasuk bea
     masuk, cukai, sanksi administrasi, dan pungutan impor
     lainnya. Dalam hal tarif bea masuk 0% (nol persen) dan
     pemohon banding keberatan terhadap klasifikasi barang yang
     diimpor, maka yang harus dilunasi oleh pemohon banding
     adalah pungutan impor lainnya.

     Apabila terhadap keputusan pejabat tidak terdapat jumlah
     pajak yang harus dibayar, misalnya, keputusan dimaksud
     mengakui kerugian Wajib Pajak Pajak Penghasilan (WP Pph)
     dalam jumlah kerugian yang lebih kecil, dalam hal ini tidak
     terdapat jumlah pajak yang dilunasi.

Pasal 35
     Cukup jelas

Pasal 36
     Banding yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
     dalam Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1) dan/atau Pasal 34
     yang kemudian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
     Pasal 32 ayat (2) disusul dengan surat atau dokumen sehingga
     banding dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka
     tanggal penerimaan surat banding adalah tanggal diterima
     surat atau dokumen susulan dimaksud.

Pasal 37
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Atas banding yang disampaikan kepada Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang
     dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan.
          Terhadap   permohonan  pencabutan   dimaksud  dilakukan
     pemeriksaan dengan acara cepat.
          Atas putusan pemeriksaan dengan acara cepat dimaksud
     *9793 tidak dapat lagi diajukan banding.

Pasal 38
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Dalam hal batas waktu tidak dapat dipenuhi oleh
     penggugat karena keadaan di luar kekuasaannya (force
     majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan
     untuk diperpanjang oleh Ketua.
          Perpanjangan jangka waktu dimaksud adalah selama 14
     (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di
     luar kekuasaan penggugat.

Pasal 39
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan dokumen yang pelaksanaannya
     digugat adalah surat paksa, sita, atau lelang.
     Ayat (2)
          Cukup jelas.

Pasal 40
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Atas gugatan yang disampaikan kepada Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang
     dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan.
          Terhadap   permohonan  pencabutan   dimaksud  dilakukan
     pemeriksaan dengan acara cepat.
          Atas putusan pemeriksaan dengan acara cepat dimaksud
     tidak dapat lagi diajukan gugatan.

Pasal 41
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Besarnya biaya pendaftaran dapat diubah     berdasarkan
     pertimbangan keadaan ekonomi dan moneter.
Pasal 42
     Cukup jelas

Pasal 43
     Cukup jelas

Pasal 44
     Cukup jelas

Pasal 45
     Cukup jelas

Pasal 46
     *9794 Cukup jelas

Pasal 47
     Cukup jelas

Pasal 48
     Cukup jelas

Pasal 49
     Ayat (1)
           Sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dinyatakan
     tertutup untuk umum, bertujuan untuk melindungi kerahasiaan
     pemohon banding atau penggugat.
     Ayat (2)
           Cukup jelas
     Ayat (3)
           Yang dimaksud dengan kelengkapan dalam ayat ini, antara
     lain,    fotokopi  putusan   yang  dibanding   atau  digugat,
     sedangkan yang dimaksud dengan kejelasan, antara lain,
     alasan banding atau gugatan.

Pasal 50
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan
     waktu yang memadai bagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
     untuk mengambil putusan.

Pasal 51
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan kepentingan langsung, antara lain,
     berkaitan dengan hubungan kepemilikan secara langsung,
     misalnya, seorang Anggota Sidang mempunyai saham melebihi
     25% (dua puluh lima persen) dari perusahaan yang mengajukan
     banding atau gugatan.
          Yang dimaksud hubungan tidak langsung dengan mengikuti
     contoh di atas ialah apabila saham itu dimiliki oleh anak
     dari Anggota Sidang dimaksud.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Apabila kepentingan langsung atau kepentingan tidak
     langsung diketahui setelah melampaui jangka waktu 1 (satu)
     tahun, maka putusan tetap sah.
     Ayat (5)
          Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan
     waktu yang memadai bagi Badan Penyelesaian Sengketa
     *9795 Pajak untuk mengambil putusan.

Pasal 52
     Ayat (1)
          Terbanding atau tergugat yang dipanggil oleh Ketua
     Sidang wajib hadir dalam persidan.
          Pemohon banding atau penggugat dapat dipanggil oleh
     Ketua Sidang dan apabila dipanggil yang bersangkutan wajib
     hadir dalam persidangan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 53
     Cukup jelas
Pasal 54
     Ayat (1)
          Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangn yang
     diminta oleh pihak yang bersengketa menjadi beban dari pihak
     yang meminta.
          Apabila   saksi  diminta  oleh   Ketua   Sidang   karena
     jabatannya, biaya untuk mendatangkan saksi menjadi beban
     Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
     Ayat (2)
          Yang   dimaksud   dengan  saksi   datang    sendiri     persidangan adalah saksi tidak boleh mewakilkan atau
     menguasakan kepada orang lain.
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 55
     Ayat (1)
          Saksi dipanggil ke dalam sidang seorang demi seorang
     menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh Ketua
     Sidang.
          Saksi yang sudah diperiksa tetap di dalam ruang sidang,
     kecuali atas permintaan sendiri, atau atas permintaan saksi
     lain, atau atas permintaan pihak yang bersengketa, yang
     bersangkutan dapat meninggalkan ruang sidang dengan seizin
     Ketua Sidang.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 56
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Keterangan    tersebut  diperlukan    untuk   menambah
     pengetahuan dan keyakinan Anggota Sidang yang bersangkutan,
     dan pihak-pihak yang diminta keterangannya tidak perlu
     diambil sumpah atau janji.
Pasal 57
     Cukup jelas

Pasal 58
     Khusus untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas
     perintah tertulis dari Menteri sesuai dengan Undang-undang
     tentang perbankan.

Pasal 59
     Cukup jelas

Pasal 60
     Cukup jelas

Pasal 61
     Cukup jelas

Pasal 62
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Yang dimaksud dengan halangan yang dapat dibenarkan
     oleh hukum, misalnya, saksi yang sudah sangat tua, atau
     menderita penyakit yang tidak memungkinkannya hadir di
     persidangan.
          Majelis dapat menugaskan salah seorang Anggota Sidang
     untuk mengambil sumpah atau janji.

Pasal 63
     Cukup jelas

Pasal 64
     Ketua berwenang menetapkan pemeriksaan dengan acara cepat
     dilakukan oleh Majelis atau Anggota Tunggal.
Pasal 65
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan sengketa yang bukan merupakan
     wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana
     dimaksud pada huruf f, misalnya, gugatan pihak ketiga
     terhadap pelaksanaan sita berdasarkan pengakuan hak milik
     atas barang yang disita.
     Ayat (2)
          Yang dimaksud dengan sengketa pajak tertentu ialah
     sengketa pajak yang diajukan kepada Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak yang banding atau gugatannya tidak memenuhi
     syarat formal, atau berkaitan dengan sengketa pajak dengan
     jumlah yang disengketakan tidak melebihi Rp. 1.000.000,00
     (satu juta rupiah).
     Ayat (3)
          Besarnya jumlah pajak yang disengketakan dapat diubah
     oleh Menteri berdasarkan pertimbangan keadaan ekonomi
     *9797 dan moneter.

Pasal 66
     Cukup jelas

Pasal 67
     Ketentuan pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk
     pemeriksaan dengan acara cepat, yaitu ketentuan mengenai
     pembukaan sidang, pengunduran diri dan penggantian Anggota
     Sidang dan Sekretaris Sidang, ketentuan yang berkaitan
     dengan saksi, kerahasiaan, dan ahli alih bahasa sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal
     53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal
     59, Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 63.
Pasal 68
     Ayat (1)
          Badan Penyelesaian Sengketa pajak menganut prinsip
     pembuktian bebas. Majelis atau Anggota Tunggal sedapat
     mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum
     menggunakan alat bukti yang lain.
     Ayat (2)
          Keadaan yang diketahui oleh umum, misalnya:
          a.   derajat akte otentik lebih tinggi tingkatnya
     daripada akte dibawah tangan;
          b.   Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau
     Paspor merupakan salah satu identitas diri.

Pasal 69
     Bukti berupa surat atau tulisan tidak terikat pada
     bentuknya. Surat atau tulisan dapat berupa fotokopi,
     rekaman, film, disket, kaset, faksimile, teleks, keluaran
     cetak (print out), atau tanda terima.

Pasal 70
     Cukup jelas
Pasal 71
     Cukup jelas

Pasal 72
     Cukup jelas

Pasal 73
     Cukup jelas

Pasal 74
     Cukup jelas

Pasal 75
     Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran
     materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam undang-undang
     perpajakan.
     Oleh karena itu, Anggota Sidang berupaya untuk menentukan
     apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang
     *9798 adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang
     terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan
     hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
     Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal
     baru, yang dalam banding atau gugatan, surat uraian banding,
     atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan.
     Pemohon banding atau penggugat tidak harus hadir dalam
     sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan
     terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon
     banding atau penggugat untuk diberikan jawaban.

Pasal 76
     Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan
     akhir yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

     Banding atau gugatan yang diajukan kepada Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak merupakan upaya hukum terakhir.
     Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan merupakan
     keputusan Tata Usaha Negara, karena itu terhadap putusan
     dimaksud tidak dapat diajukan gugatan ke Peradilan Tata
     Usaha Negara.

Pasal 77
     Keyakinan   Anggota  Sidang  didasarkan  pada   penilaian
     pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
     perpajakan.

Pasal 78
     Cukup jelas

Pasal 79
     Pasal ini menentukan jenis putusan Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak dan tidak mengenal jenis putusan berupa
     penetapan atau putusan sela.
     Terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tidak
     dapat lagi diajukan gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan
     Tata Usaha Negara, atau Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
     lain, kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang
     menyangkut kewenangan (kompetensi).

Pasal 80
     Ayat (1)
          Penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dalam
     pengambilan putusan dapat diberikan contoh sebagai berikut :
     banding diterima tanggal 5 April 1999, putusan harus diambil
     selambat-lambatnya tanggal 4 April 2000. Apabila setelah
     lewat tanggal 4 April 2000 Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
     belum mengambil putusan, maka sengketa dimaksud diperiksa
     dengan acara cepat dengan putusan mengabulkan seluruh
     permohonan banding.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          *9799 Cukup jelas

Pasal 81
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Batas waktu membetulkan kekeliruan dimaksud hanya dapat
     dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan
     diambil.
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Cukup jelas
     Ayat (5)
          Cukup jelas

Pasal 82
     Cukup jelas

Pasal 83
     Cukup jelas

Pasal 84
     Cukup jelas

Pasal 85
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan identitas lainnya, antara lain,
     Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena
     Pajak, Kartu Tanda Penduduk, atau Paspor.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Cukup jelas
     Ayat (5)
          Cukup jelas

Pasal 86
     Cukup jelas

Pasal 87
     Pada dasarnya putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
     langsung dapat dilaksanakan, kecuali putusan dimaksud
     menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
     Misalnya,   putusan   Badan  Penyelesaian   Sengketa   Pajak
     menyebabkan pajak lebih dibayar, dalam hal ini Kepala Kantor
     Pelayanan Pajak masih harus menerbitkan Surat Perintah
     Membayar Kelebihan Pajak yang diperlukan pembayar pajak
     untuk dapat memperoleh kelebihan dimaksud.

Pasal 88
     Pengajuan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
     *9800 disyaratkan utang pajak dilunasi terlebih dahulu,
     karena itu selayaknya diberikan imbalan bunga dalam hal
     putusan banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
     Dengan   mempertimbangkan    ketentuan   imbalan  bunga   pada
     Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
     Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
     Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, imbalan bunga diberikan
     untuk kelebihan pembayaran pajak:
     a.   yang   permohonan    bandingnya   diajukan   ke   Majelis
     Pertimbangan    Pajak   mengenai    Tahun   Pajak   1995   dan
     selanjutnya.
     b.   yang    permohonan    bandingnya    diajukan   ke   Badan
     Penyelesaian Sengketa Pajak.
     Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak berikut
     bunganya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 89
     Cukup jelas

Pasal 90
     Cukup jelas

Pasal 91
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Dengan terbentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
     untuk pertama kali pada tanggal berlakunya Undang-undang
     ini, berdasarkan peraturan peralihan ini dinyatakan bahwa
     banding yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Majelis
     Pertimbangan Pajak atau Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai
     yang   belum  diputus   sampai  dengan   tanggal  berlakunya
     Undang-undang ini dilimpahkan kepada Badan Penyelesaian
     Sengketa Pajak dalam Berita Acara untuk diselesaikan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 92
     Cukup jelas

Pasal 93
     Cukup jelas

Pasal 94
     Cukup jelas


Silahkan download versi PDF nya sbb:
badan_penyelesaian_sengketa_pajak_(uu_17_thn_1997_17.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa pajak. Bentuk alternatif penyelesaian sengketa pajak yang di berikan oleh uup. Pajak hasil bpsp. Jenis sengketa pajak yang dapat di selesaikan melalui bpsp. Jenis sengketa pajak yang dapat diselesaikan melalui bpsp. Lembaga yg berwenag menyelesaikan sengketa pajak.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.