- Home »
- Undang-Undang »
- 1992 » Undang-Undang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan (UU 16 thn 1992)
1992
Undang-Undang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan (UU 16 thn 1992)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
karantina_hewan,_ikan,_tumbuhan_(uu_16_thn_1992)_16.pdf
UU 16/1992, KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 16 TAHUN 1992 (16/1992)
Tanggal: 8 JUNI 1992 (JAKARTA)
Sumber: LN 1992/56; TLN NO. 3482
Tentang: KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN
Indeks: ADMINISTRASI. PERTANIAN. Peternakan/Kehewanan.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa
berbagai jenis sumberdaya alam hayati berupa aneka ragam
jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga dan
dilindungi kelestariannya;
b. bahwa sumberdaya alam hayati tersebut merupakan salah satu
modal dasar dan sekaligus sebagai faktor dominan yang perlu
diperhatikan dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
c. bahwa tanah air Indonesia atau sebagian pulau-pulau di
Indonesia masih bebas dari berbagai hama dan penyakit hewan,
hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan
yang memiliki potensi untuk merusak kelestarian sumberdaya
alam hayati;
d. bahwa dengan meningkatnya lalu lintas hewan, ikan, dan
tumbuhan antarnegara dan dari suatu area kearea lain di
dalam wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam rangka
perdagangan, pertukaran, maupun penyebarannya, semakin
membuka peluang bagi kemungkinan masuk dan menyebarnya hama
dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme
penggangu tumbuhan yang berbahaya atau menular yang dapat
merusak sumber daya alam hayati;
e. bahwa untuk mencegah masuknya hama dan penyakit hewan, hama
dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan ke
wilayah negara Republik Indonesia, mencegah tersebarnya dari
suatu area ke area lain, dan mencegah keluarnya dari wilayah
negara Republik Indonesia, diperlukan karantina hewan, ikan,
dan tumbuhan dalam satu sistem yang maju dan tangguh;
f. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut
perkarantinaan hewan, ikan, dan tumbuhan warisan pemerintah
kolonial yang masih berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kepentingan nasional, perlu dicabut;
g. bahwa peraturan perundang-undangan nasional yang ada
belum menampung dan mengatur secara menyeluruh mengenai
karantina hewan, ikan, dan tumbuhan;
h. bahwa sehubungan dengan hal-hal diatas, perlu ditetapkan
ketentuan tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dalam
suatu Undang-undang;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
3. Undang-undang Nomor 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);
4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3299);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber-daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan
sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan
penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari
suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari
dalam wilayah negara Republik Indonesia;
2. Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah tindakan sebagai
upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit
hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu
tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain
di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara
Republik Indonesia;
3. Hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau
organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang
dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
kematian hewan, ikan, atau tumbuhan;
4. Hama dan penyakit hewan karantina adalah semua hama dan
penyakit hewan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah
masuknya ke dalam, tersebarnya di dalam, dan keluarnya dari
wilayah negara Republik Indonesia;
5. Hama dan penyakit ikan karantina atau organisme
pengganggu tumbuhan karantina adalah semua hama dan penyakit
ikan atau organisme pengganggu tumbuhan yang ditetapkan
Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya
di dalam wilayah negara Republik Indonesia;
6. Media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan
penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal
hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda
lain yang dapat membawa hama dan penyakit hewan karantina,
hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu
tumbuhan karantina;
7. Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang
dipelihara maupun yang hidup secara liar;
8. Bahan asal hewan adalah bahan yang berasal dari hewan yang
dapat diolah lebih lanjut;
9. Hasil bahan asal hewan adalah bahan asal hewan yang telah
diolah;
10. Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh
daur hidupnya berada di dalam air, dalam keadaan hidup atau
mati, termasuk bagian-bagiannya;
11. Tumbuhan adalah semua jenis sumberdaya alam nabati dalam
keadaan hidup atau mati, baik belum diolah maupun telah
diolah;
12. Tempat pemasukan dan tempat pengeluaran adalah pelabuhan
laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar
udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan
tempat-tempat lain yang dianggap perlu, yang ditetapkan
sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan media
pembawa hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan,
atau organisme pengganggu tumbuhan;
13. Petugas karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah pegawai
negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan
karantina berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 2
Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan berasaskan kelestarian
sumber-daya alam hayati hewan, ikan, dan tumbuhan;
Pasal 3
Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan bertujuan :
a. mencegah masuknya hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme
penggangu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia;
b. mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme
pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain
di dalam wilayah negara Republik Indonesia;
c. mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan
karantina dari wilayah negara Republik Indonesia;
d. mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dan
organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara
Republik Indonesia apabila negara tujuan
*8211
menghendakinya.
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan tentang karantina hewan, ikan, dan
tumbuhan meliputi :
a. persyaratan karantina;
b. tindakan karantina;
c. kawasan karantina;
d. jenis hama dan penyakit, organisme pengganggu, dan
media pembawa;
e. tempat pemasukan dan pengeluaran.
BAB II
PERSYARATAN KARANTINA
Pasal 5
Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan
penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia wajib :
a. dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal
dan negara transit bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan
asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagian tumbuhan,
kecuali media pembawa yang tergolong benda lain;
b. melalui tempat-tempat pemasukan yang telah
ditetapkan;
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina
di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan
karantina.
Pasal 6
Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan
penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain
di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib;
a. dilengkapi sertifikat kesehatan dari area asal bagi hewan,
bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan
bagian-bagian tumbuhan, kecuali media pembawa yang tergolong
benda lain;
b. melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah
ditetapkan;
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di
tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan
tindakan karantina.
Pasal 7
(1) Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina yang
akan dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia
wajib :
a. dilengkapi sertifikat kesehatan bagi hewan, bahan
asal hewan, dan hasil bahan asal hewan, keculai media
pembawa yang tergolong benda lain;
*8212 b. melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah
ditetapkan;
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina
di tempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan
karantina.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga
bagi media pembawa hama dan penyakit ikan dan media pembawa
organisme pengganggu tumbuhan yang akan dikeluarkan dari
wilayah negara Republik Indonesia apabila disyaratkan oleh
negara tujuan.
Pasal 8
Dalam hal-hal tertentu, sehubungan dengan sifat hama dan penyakit
hewan atau hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu
tumbuhan, Pemerintah dapat menetapkan kewajiban tambahan
disamping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6,
dan Pasal 7.
BAB III
TINDAKAN KARANTINA
Pasal 9
(1) Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina yang
dimasukkan, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain
di dalam, dan/atau dikeluarkan dari wilayah negara Republik
Indonesia dikenakan tindakan karantina.
(2) Setiap media pembawa hama dan penyakit ikan karantina atau
organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke
dalam dan/atau dibawa atau dikirim dari suatu area ke area
lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia dikenakan
tindakan karantina.
(3) Media pembawa hama dan penyakit ikan karantina dan organisme
pengganggu tumbuhan karantina yang dikeluarkan dari wilayah
negara Republik Indonesia tidak dikenakan tindakan
karantina, kecuali disyaratkan oleh negara tujuan.
Pasal 10
Tindakan karantina dilakukan oleh petugas karantina, berupa :
a. pemeriksana;
b. pengasingan;
c. pengamatan;
d. perlakuan;
e. penahanan;
f. penolakan;
g. pemusnahan;
h. pembebasan.
Pasal 11
(1) Tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf a, dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan
kebenaran isi dokumen serta untuk mendeteksi hama dan
penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina,
atau organisme pengganggu tumbuhan karantina.
(2) Pemeriksaan terhadap hewan, bahan asal hewan, hasil
bahan asal hewan, dan ikan dapat dilakukan koordinasi dengan
instansi lain yang bertanggung jawab dibidang penyakit
karantina yang membahayakan kesehatan manusia.
Pasal 12
Untuk mendeteksi lebih lanjut terhadap hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme
pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang karena sifatnya
memerlukan waktu lama, sarana, dan kondisi khusus, maka terhadap
media pembawa yang telah diperiksa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, dapat dilakukan pengasingan untuk diadakan pengamatan.
Pasal 13
(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina,
hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu
tumbuhan karantina diberikan perlakuan untuk membebaskan
atau menyucihamakan media pembawa tersebut.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan
apabila setelah dilakukan pemeriksana atau pengasingan untuk
diadakan pengamatan ternyata media pembawa tersebut :
a. tertular atau diduga tertular hama dan penyakit
hewan karantina atau hama dan penyakit ikan karantina, atau
b. tidak bebas atau diduga tidak bebas dari organisme
pengganggu tumbuhan karantina.
Pasal 14
(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina,
hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu
tumbuhan karantina dilakukan penahanan apabila setelah
dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
ternyata persyaratan karantina untuk pemasukan ke dalam atau
dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara
Republik Indonesia belum seluruhnya dipenuhi.
(2) Pemerintah menetapkan batas waktu pemenuhan persyaratan,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 15
Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama
dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu
area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia
dilakukan penolakan apabila ternyata :
a. setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut,
tertular hama dan penyakit hewan karantina, atau hama dan
penyakit ikan karantina, atau tidak bebas dari organisme
pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah, atau busuk, atau rusak, atau merupakan
jenis-jenis yang dilarang pemasukannya, atau
b. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pasal 6, dan Pasal 8, tidak seluruhnya dipenuhi, atau
*8214 c. setelah dilakukan penahanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), keseluruhan persyaratan
yang harus dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan
tidak dapat dipenuhi, atau
d. setelah diberi perlakuan di atas alat angkut,
tidak dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari hama dan
penyakit hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan
karantina, atau tidak dapat dibebaskan dari organisme
pengganggu tumbuhan karantina.
Pasal 16
(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina,
hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu
tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan
dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara
Republik Indonesia dilakukan pemusnahan apabila ternyata :
a. setelah media pembawa tersebut diturunkan dari
alat angkut dan dilakukan pemeriksaan, tertular hama dan
penyakit hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan
karantina, atau tidak bebas dari organisme pengganggu
tumbuhan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah,
atau busuk, atau rusak, atau merupakan jenis-jenis yang
dilarang pemasukannya, atau
b. setelah dilakukan penolakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15, media pembawa yang bersangkutan tidak segera
dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia atau
dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu yang
ditetapkan, atau
c. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan,
tertular hama dan penyakit hewan karantina, atau hama dan
penyakit ikan karantina, atau tidak bebas dari organisme
pengganggu tumbuhan karantina tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah, atau
d. setelah media pembawa tersebut diturunkan dari
alat angkut dan diberi perlakukan, tidak dapat disembuhkan
dan/atau disucihamakan dari hama dan penyakit hewan
karantina, atau hama dan penyakit ikan karantina, atau tidak
dapat dibebaskan dari organisme penganggu tumbuhan
karantina.
(2) Dalam hal dilakukan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), pemilik media pembawa hama dan penyakit
hewan karantina, atau hama dan penyakit ikan karantina, atau
organisme pengganggu tumbuhan karantina tidak berhak
menuntut ganti rugi apapun.
Pasal 17
Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama
dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina yang dimasukkan ke dalam atau dimasukkan dari suatu
area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia
dilakukan pembebasan apabila ternyata :
a. setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, tidak tertular hama dan penyakit hewan
*8215 karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau
bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina, atau
b. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, tidak tertular hama dan
penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina,
atau bebas dari organisme pengganggu tumbuhan karantina,
atau
c. setelah dilakukan perlakuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, dapat disembuhkan dari hama dan penyakit
hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau
dapat dibebaskan dari organisme pengganggu tumbuhan
karantina, atau
d. setelah dilakukan penahanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14, seluruh persyaratan yang diwajibkan telah
dapat dipenuhi.
Pasal 18
Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, Pasal 7, dan Pasal 8, terhadap media pembawa hama dan penyakit
hewan karantina, hama dan penyakit ikan, atau organisme penganggu
tumbuhan yang akan dikeluarkan dari dalam atau dikeluarkan dari
suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik
Indonesia dilakukan pembebasan apabila ternyata :
a. setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, tidak tertular hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan, atau bebas dari organisme
pengganggu tumbuhan, atau
b. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, tidak tertular hama dan
penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan, atau bebas
dari organisme penganggu tumbuhan, atau
c. setelah dilakukan perlakuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, dapat disembuhkan dari hama dan penyakit
hewan karantina, hama dan penyakil ikan, atau dapat
dibebaskan dari organisme pengganggu tumbuhan.
Pasal 19
(1) Pembebasan media pembawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17, disertai dengan pemberian sertifikat pelepasan.
(2) Pembebasan media pembawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18, disertai dengan pemberian sertifikat kesehatan.
Pasal 20
(1) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
dilakukan oleh petugas karantina di tempat pemasukan
dan/atau pengeluaran, baik di dalam maupun diluar instalasi
karantina.
(2) Dalam hal-hal tertentu, tindakan karantina sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan di luar tempat
pemasukan dan/atau pengeluaran, baik di dalam maupun di luar
instalasi karantina.
(3) Ketentuan mengenai tindakan karantina di luar tempat
pemasukan dan/atau pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 21
Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9, terhadap orang, alat angkut, peralatan, air, atau pembungkus
yang diketahui atau diduga membawa hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme
pengganggu tumbuhan karantina, dapat dikenakan tindakan
karantina.
Pasal 22
(1) Setiap orang atau badan hukum yang memanfaatkan jasa atau
sarana yang disediakan oleh Pemerintah dalam pelaksanaan
tindakan karantina hewan, ikan, atau tumbuhan dapat
dikenakan pungutan jasa karantina.
(2) Ketentuan mengenai pungutan jasa karantina sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KAWASAN KARANTINA
Pasal 23
(1) Dalam hal ditemukan atau terdapat petunjuk terjadinya
serangan suatu hama dan penyakit hewan karantina, hama dan
penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina di suatu kawasan yang semula diketahui bebas dari
hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan
karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina
tersebut, Pemerintah dapat menetapkan kawasan yang
bersangkutan untuk sementara waktu sebagai kawasan
karantina.
(2) Pemasukan dan pengeluaran media pembawa hama dan penyakit
hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau
organisme pengganggu tumbuhan karantina ke dan dari kawasan
karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur oleh
Pemerintah.
BAB V
JENIS HAMA DAN PENYAKIT
ORGANISME PENGGANGGU, DAN MEDIA PEMBAWA
Pasal 24
Pemerintah menetapkan :
a. jenis hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit
ikan karantina, dan organisme penggangu tumbuhan karantina;
b. jenis media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama
dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu
tumbuhan karantina;
c. jenis media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama
dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu
*8217 tumbuhan karantina yang dilarang untuk dimasukkan
dan/atau dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di
dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal 25
Media pembawa lain yang terbawa oleh alat angkut dan diturunkan
di tempat pemasukan harus dimusnahkan oleh pemilik alat angkut
yang bersangkutan di bawah pengawasan petugas karantina.
BAB VI
TEMPAT PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
Pasal 26
Pemerintah menetapkan tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran
media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan
penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan
karantina.
Pasal 27
Ketentuan terhadap alat angkut yang membawa media pembawa hama
dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina,
atau organisme pengganggu tumbuhan karantina dan melakukan
transit di dalam wilayah negara Republik Indonesia diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 28
Pemerintah bertanggung jawab membina kesadaran masyarakat dalam
perkarantinaan hewan, ikan, dan tumbuhan.
Pasal 29
Peranserta rakyat dalam perkarantinaan hewan, ikan, dan tumbuhan
diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai
kegiatan yang berdayaguna dan berhasilguna.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 30
(1) Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia,
juga pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
pembinaan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan, dapat pula
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
karantina hewan, ikan, dan tumbuhan.
(2) Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
tidak mengurangi kewenangan penyidik sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan dan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang
untuk :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
karantina hewan, ikan, dan tumbuhan;
b. melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar
dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi dalam tindak
pidana di bidang karantina hewan, ikin, dan tumbuhan;
c. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti
tindak pidana di bidang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan;
d. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau
badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang karantina
hewan, ikan, dan tumbuhan;
e. membuat dan menandatangani berita acara;
f. menghentikan penyidikan apabila tidak didapat cukup
bukti tentang adanya tindak pidana di bidang karantina
hewan, ikan, dan tumbuhan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik
pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 31
(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 21, dan Pasal 25, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 150.000.000.- (seratus lima puluh juta
rupiah).
(2) Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 21, dan Pasal 25,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah
kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), adalah pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di
bidang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan yang telah ada tetap
berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini
atau sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru
berdasarkan Undang-undang ini.
*8219 BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, dinyatakan tidak
berlaku lagi :
1. Ordonansi tentang Peninjauan Kembali Ketentuan-ketentuan
tentang Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan
Polisi Kehewanan (Herziening van de Bepalingen Omtrent het
Veeartsenijkundige Staatstoezicht en de Veeartsenijkundige
Politie, Staatsblad 1912 No. 432) yang mengatur karatina
hewan;
2. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Peraturan tentang
Pengawasan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan Polisi
Kehewanan di Hindia Belanda (Wijziging en Aanvulling van het
Reglement op het Veearstsenijkundige Staatstoezicht en de
Veeartsenijkundige Politie in Nederlandsch-Indie, Staatsblad
1913 No. 598);
3. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Lebih Lanjut
Peraturan mengenai Pengawasan Pemerintah dalam Bidang
Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Nadere
Aanvulling en Wijziging van het Reglement op heat
Veeartsenijkundige Staatstoezicht en de Veertsenijkundige
Politie in Nederlandsch- Indie, Staatsblad 1917 No. 9);
4. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Lebih Lanjut
Peraturan mengenai Pengawasan Pemerintah dalam Bidang
Kehewanan dan Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Nedere
Aanvulling en Wijziging van het Reglement op het
Veearstsenijkundige Staatstoezicht en de Veeartsenijkundige
Politie in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1923 No. 289);
5. Ordonansi tentang Perubahan dan Penambahan Peraturan
mengenai Campur Tangan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan dan
Polisi Kehewanan di Hindia Belanda (Wijziging en Aaanvulling
van het Reglement op de Veeartsenijkundige
Overheidsbemoeienis en de Veeartsenijkundige Politie in
Nederiandsch-Indie, Staatsblad 1936 No. 205);
6. Ordonansi tentang Larangan Pengeluaran Buah Pisang,
Tumbuhan, Pisang, Umbi Pisang dan Bagian-bagiannya dari
Sulawesi dan Daerah-daerah Kekuasaannya, Manado (Verbod op
de Uitvoer van Pisang Vruchten, Planten, Knollen of Delen
daarvan uit Celebes en Onderhorigheden, Manado, Staatsblad
1921 No. 532);
7. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Pemasukan Bubuk
Buah Kopi ke Pulau-pulau Sulawesi dan Daerah-daerah
Kekuasaannya, Manado, Amboina, Bali dan Lombok, Timor dan
Daerah-daerah Kekuasaannya (Matregelen ter Voorkoming van
den Invoer van den Koffiebessenboeboek op de Eilanden,
Behorende tot Celebes en Ondehorigheden Manado, Amboina,
Bali en Lombok, Timor en Onderhorigheden, Staatsblad 1924
No. 439);
8. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Penyebaran Hama
Belalang yang Terdapat di Kepulauan Sangihe dan Talaud
(Maatregelen ter Voorkoming van de Verspreiding van de op
Sangihe en Talaudeilanden voorkomende
*8220
Sabelsprinkhaanplaag, Staatsblad 1924 No. 57 1);
9. Ordonansi tentang Peraturan Guna Mencegah Penyebaran Lebih
Lanjut Ulat Umbi Kentang (Maatregelen om verdere
Verspreiding van de Aardappelenknollenrups tegen te gaan,
Staatsblad 1925 No. 114);
10. Ordonansi tentang Ikhtisar dan Perbaikan Peraturan-peraturan
tentang Pemasukan bahan Tumbuhan Hidup Guna Mencegah
Penularan Penyakit dan Hama Tumbuhan Budidaya di Hindia
Belanda (Samenvatting en Herziening van de Regelen op de
Invoer van Levend Plantenmateriaal, strekkende tot het
Tegengaan van de Overbrenging van ZiekLen en Plagen op
Cultuurgewassen in Nederlandsch-Indie, Staatsblad 1926 No.
427);
11. Ordonansi tentang Ketentuan-ketentuan baru mengenai
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Anjing Gila (Rabies)
di Hindia Belanda (Nieuwe Bepalingen ter Voorkoming en
Bestrijding van Hondsdolheid (Rabies) in Nederlandsch-Indie,
Staatsblad 1926 No. 451) sepanjang yang mengatur karantina
hewan;
12. Ordonansi tentang Perubahan Ordonansi dalam Staatsblad 1926
No. 427, mengenai Ikhtisar dan Perbaikan Peraturan-peraturan
tentang Pemasukan Bahan-bahan Tumbuhan Hidup (Wijziging van
de Ordonnantie in Staatsblad 1926 No. 427, Houdende
Samenvatting en Herziening van de Regelen op den Invoer van
Levend Plantenmateriaal, Staatsblad 1932 No. 523);
13. Ordonansi tentang Perubahan Ordonansi tentang Peninjauan
Kembali Ketentuan-ketentuan tentang Pengawasan Pemerintah
dalam Bidang Kehewanan dan Polisi Kehewanan (Staatsblad 1912
No. 432) dan Ordonansi tentang Ketentuan-ketentuan Baru
mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Anjing Gila
(Staatsblad 1926 No. 451) (Wijziging van het Reglement op de
Veeartsenijkundige Overheidsbemoeienis en de
Veeartsenijkundige Politie en van de Hondsdolheids
Ordonnantie, Staatsblad 1936 No. 715) sepanjang mengenai
karantina hewan;
14. Ordonansi Pengangkutan Kentang Antarpulau (Ordonnantie
Interinsulair Vervoer Aardappelen), Staatsblad 1938 No.
699).
Pasal 34
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
*8221
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 1992
TENTANG
KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN
UMUM
Tanah Air Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
kaya akan sumberdaya alam hayati berupa aneka ragam jenis hewan,
ikan, dan tumbuhan merupakan modal dasar pembangunan nasional
yang sangat penting dalam rangka peningkatan taraf hidup,
kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, perlu
dijaga dan dilindungi kelestariannya.
Salah satu ancaman yang dapat merusak kelestarian sumberdaya
alam hayati tersebut adalah serangan hama dan penyakit hewan,
hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan.
Kerusakan tersebut sangat merugikan bangsa dan negara karena akan
menurunkan hasil produksi budidaya hewan, ikan, dan tumbuhan,
baik kuantitas maupun kualitas atau dapat mengakibatkan musnahnya
jenis-jenis hewan, ikan atau tumbuhan tertentu yang bernilai
ekonomis dan ilmiah tinggi. Bahkan beberapa penyakit hewan dan
ikan tertentu dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
masyarakat.
Bahwa wilayah negara Republik Indonesia masih bebas dari
berbagai jenis hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan,
serta organisme pengganggu tumbuhan yang berbahaya. Kondisi
geografis wilayah negara Republik Indonesia yang terdiri dari
ribuan pulau dan terpisah oleh laut, telah menjadi rintangan
alami bagi penyebaran hama dan penyakit serta organisme
pengganggu ke atau dari suatu area ke area lain. Dengan makin
meningkatnya mobilitas manusia atau barang yang dapat menjadi
media pembawa hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan,
dan organisme pengganggu tumbuhan, serta masih terbatasnya
kemampuan melakukan pengawasan, penangkalan, dan pengamanan, maka
peluang penyebaran hama dan penyakit serta organisme pengganggu
tersebut cukup besar. Hal tersebut akan sangat membayakan
kelestarian sumberdaya alam hayati dan kepentingan ekonomi
nasional. Oleh karena itu, diperlukan antisipasi dan kesiagaan
yang tinggi agar penyebaran hama dan penyakit serta organisme
pengganggu tersebut dapat dicegah.
Upaya mencegah masuknya ke dalam, dan tersebarnya dari suatu
area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia hama
dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme
pengganggu tumbuhan yang memiliki potensi merusak kelestarian
sumberdaya alam hayati tersebut dilakukan melalui karantina *8222
hewan, ikan, dan tumbuhan oleh Pemerintah. Sesuai dengan
ketentuan internasional, bangsa Indonesia juga memiliki kewajiban
untuk mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan, hama dan
penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan dari wilayah
negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, penyelenggaraan
karantina hewan, ikan, dan tumbuhan merupakan salah satu wujud
pelaksanaan kewajiban internasional tersebut.
Pentingnya peranan karantina hewan,ikan,dan tumbuhan
memerlukan landasan hukum yang jelas, tegas dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum dalam bentuk undang-undang sebagai dasar
penyelenggaraannya.
Beberapa ordonansi warisan pemerintah kolonial yang sampai
sekarang masih digunakan sebagai dasar penyelenggaraan kegiatan
karantina hewan, ikan, dan tumbuhan di Indonesia isinya sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Demikian pula hukum
nasional yang menjadi landasan penyelenggaraan karantina hewan,
ikan, dan tumbuhan dewasa ini yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun
1961 tentang Pengeluaran dan Pemasukan Tanaman dan Bibit Tanaman,
Undang-undang Nomor. 6 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan
dan Kesehatan Hewan, serta Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985
tentang Perikanan, tidak secara lengkap atau konkrit mengatur
masalah karantina hewan, ikan, atau tumbuhan, sehingga tidak
mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul di bidang
perkarantinaan hewan, ikan, atau tumbuhan.
Sehubungan dengan hal-hal di atas, dipandang perlu untuk
mengatur secara lengkap karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dalam
suatu Undang-undang.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Termasuk pengertian benda lain diantaranya bahan
patogenik, bahan biologik, makanan ikan, bahan pembuat
makanan ternak dan/atau ikan, sarana pengendalian hayati,
biakan organisme, tanah, kompos atau media pertumbuhan
tumbuhan lainnya, dan vektor.
Angka 7
Pengertian hewan, termasuk hewan yang dilindungi
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Angka 8
Pengertian bahan asal hewan termasuk diantaranya
daging, susu, telor, bulu, tanduk, kuku, kulit, tulang,
mani.
*8223 Angka 9
Pengertian hasil bahan asal hewan termasuk diantaranya
daging rebus, dendeng, kulit yang disamak setengah proses,
tepung tulang, tulang, darah, bulu hewan, kuku dan tanduk,
usus, pupuk hewan dan organ-organ, kelenjar, jaringan, serta
cairan tubuh hewan.
Angka 10
Pengertian ikan meliputi :
a. ikan bersirip (Pisces);
b. udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya
(Crustacea);
c. kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput dan
sebangsanya (Mollusca);
d. ubur-ubur dan sebangsanya (Coelenterata);
e. tripang, bulu babi dan sebangsanya
(Echinodermata);
f. kodok dan sebangsanya (Amphibia);
g. buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air dan
sebangsanya (Reptilia);
h. paus, lumba-lumba, pesut, duyung dan sebangsanya
(Mammalia);
i. rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya
di dalam air (Algae);
j. biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan
jenis-jenis tesebut di atas, termasuk ikan yang dilindungi
Angka 11
Pengertian tumbuhan termasuk tumbuhan yang dilindungi,
kecuali rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya
di dalam air (Algae).
Angka 12
Cukup jelas
Angkat 13
Cukup jelas
Pasal 2
Dengan dianutnya asas kelestarian sumberdaya alam hayati
hewan, ikan, dan tumbuhan, berarti penyelenggaraan karantina
hewan, ikan, dan tumbuhan harus semata-mata ditujukan untuk
melindungi kelestarian sumber daya alam hayati hewan, ikan,
dan tumbuhan dari serangan hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme
pengganggu tumbuhan karantina, dan tidak untuk tujuan-tujuan
lainnya.
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pengertian area meliputi daerah dalam suatu pulau, atau
pulau, atau kelompok pulau di dalam wilayah negara Republik
Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran hama
dan penyakit dan organisme pengganggu.
*8224 Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Sertifikat kesehatan dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang. Dianggap telah dimasukkan ke dalam wilayah negara
Republik Indonesia apabila telah dibebaskan dari
tempat-tempat. dilakukannya tindakan karantina atau telah
dilalulintasbebaskan di dalam wilayah negara Republik
Indonesia.
Pasal 6
Dianggap telah dimasukkan ke suatu area dari area lain di
dalam wilayah negara Republik Indonesia apabila telah
dibebaskan dari tempat-tempat dilakukannya tindakan
karantina atau telah dilalulintasbebaskan di area tujuan di
dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Dianggap telah dikeluarkan dari suatu area ke area lain di
dalam wilayah negara Republik Indonesia apabila telah dimuat
dalam suatu alat angkut di tempat-tempat pengeluaran untuk
dibawa ke area lain di dalam wilayah negara Republik
Indonesia.
Pasal 7
Ayat (1)
Dianggap telah dikeluarkan dari wilayah negara Republik
Indonesia apabila telah dimuat dalam suatu alat angkut di
tempat-tempat pengeluaran untuk dibawa ke suatu tempat lain
di luar wilayah negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Kewajiban tambahan yang ditetapkan oleh Pemerintah antara
lain berupa :
a. pemberian perlakuan tertentu terhadap media pembawa
hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan
karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina di
negara asal, atau
b. pengenaan tindakan karantina di negara ketiga, atau
c. larangan diturunkannya media pembawa hama dan penyakit
hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau
organisme pengganggu tumbuhan karantina yang akan dimasukkan
ke dalam wilayah negara Republik Indonesia di negara
tertentu apabila alat angkut yang membawanya transit di
negara tersebut, atau
d. keharusan melengkapi dengan sertifikat tertentu untuk
pemasukan media pembawa tertentu.
*8225
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tindakan karantina dalam ayat ini dapat dikenakan
setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap dokumen
barang yang kemudian disesuaikan dengan daftar hama dan
penyakit ikan karantina, organisme pengganggu tumbuhan
karantina, media pembawa hama dan penyakit ikan karantina,
atau media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Perlakuan dalam ayat ini merupakan tindakan membebaskan
atau menyucihamakan media pembawa dari hama dan penyakit
hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu
tumbuhan, yang dilakukan dengan cara fisik, kimia, biologi
dan lain-lain. Perlakuan secara fisik, antara lain berupa
radiasi, pemanasan, dan pendinginan; perlakuan secara kimia,
antara lain dengan pestisida, antibiotika, dan
khemoterapeutik; dan perlakuan secara biologi antara lain
dengan serum dan vaksin.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Pembebasan dalam tindakan karantina mencakup pembebasan
ke luar atau masuknya media pembawa hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme
pengganggu tumbuhan karantina dari atau ke dalam wilayah
negara Republik Indonesia, serta dari suatu area ke area
lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia. Pembebasan
keluarnya disertai sertifikat kesehatan, sedangkan
pembebasan masuknya disertai sertifikat pelepasan.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
*8226 Penyakit karantina yang membahayakan kesehatan
manusia diantaranya meliputi penyakit karantina sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang
Karantina Laut dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang
Karantina Udara, yaitu :
a. pes (plague);
b. kolera (cholera);
c. demam kuning (yellow fever);
d. cacar (smallpox);
e. typhus bercak wabah, typhus exanthematicus
infectiosa (louse borne typhus);
f. demam balik-balik (louse borne relapsing fever).
Apabila dalam pemeriksaan media pembawa hama dan
penyakit hewan karantina atau hama dan penyakit ikan
karantina ditemukan penyakit karantina, petugas karantina di
tempat pemasukan atau pengeluaran melakukan koordinasi
dengan dokter kesehatan pelabuhan.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Persyaratan karantina belum seluruhnya dipenuhi apabila
misalnya belum dilengkapi dengan sertifikat kesehatan atau
surat keterangan tertentu sebagai kewajiban tambahan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan, bahwa pemusnahan yang
dilakukan membebaskan instansi dan petugas yang bertanggung
jawab di bidang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan dari
segala tuntutan hukum.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
*8227 Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Sertifikat pelepasan dikeluarkan oleh petugas karantina
sesuai bidangnya masing-masing.
Khusus sertifikat pelepasan karantina hewan dikeluarkan
oleh dokter hewan petugas karantina.
Ayat (2)
Sertifikat kesehatan dikeluarkan oleh petugas karantina
sesuai bidangnya masing-masing.
Khusus sertifikat kesehatan karantina hewan dikeluarkan
oleh dokter hewan petugas karantina.
Pasal 20
Ayat (1)
Tindakan karantina di tempat pemasukan dan/atau
pengeluaran di luar instalasi karantina dilakukan antara
lain di kandang, gudang atau tempat penyimpanan barang
pemilik, alat angkut, kade yang letaknya di dalam daerah
pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan,
bandar udara, kantor pos, dan pos perbatasan dengan negara
lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Penyelenggaraan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan
memerlukan biaya yang cukup besar sehingga dipandang perlu
memberikan sebagian biaya tersebut kepada pihak pengguna
jasa dan/atau sarana karantina yang disediakan oleh
Pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Termasuk dalam pengertian media pembawa lain adalah sampah,
antara lain sisa-sisa makanan yang mengandung bahan asal
*8228 hewan, ikan, tumbuhan, sisa makanan hewan, dan kotoran
hewan.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
--------------------------------
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992
Silahkan download versi PDF nya sbb:
karantina_hewan,_ikan,_tumbuhan_(uu_16_thn_1992)_16.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru
Pengertian kawasan karantina.
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






