- Home »
- Undang-Undang »
- 1997 » Undang-Undang Penyandang Cacat (UU 4 thn 1997)
1997
Undang-Undang Penyandang Cacat (UU 4 thn 1997)
UU 4/1997, PENYANDANG CACAT
TENTANG
PENYANDANG CACAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, penyandang cacat merupakan
bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan,
hak, kewajiban dan peran yang sama;
b. bahwa penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat
dan oleh karena itu perlu semakin diupayakan peningkatan
kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat;
c. bahwa dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak,
kewajiban, dan peran sebagaimana tersebut di atas, dipandang
perlu memberikan landasan hukum bagi upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat di segala aspek
kehidupan dan penghidupan dalam suatu Undang-undang.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG CACAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan
fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara
selayaknya, yang terdiri dari:
a. penyandang cacat fisik;
b. penyandang cacat mental;
c. penyandang cacat fisik dan mental.
2. Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan
cacat yang disandang seseorang.
3. Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang
kepada penyandang cacat untuk mendapatkan kesempatan yang
sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
4. Aksebilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang
cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan.
5. Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mempu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
masyarakat.
6. Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada
penyandang cacat yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap,
agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan
sosialnya.
7. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya
perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar
penyandang cacat dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
Pasal 3
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,manfaat, kekeluargaan,
adil dan merata, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam
perikehidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pasal 4
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diselenggarakan
melalui pemberdayaan penyandang cacat bertujuan terwujudnya
kemandirian dan kesejahteraan.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 5
Setiap penyang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal 6
Setiap penyandang cacat berhak memperoleh:
1. pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan;
2. pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan
derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;
3. perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan
menikmati hasil-hasilnya;
4. aksebilitas dalam rangka kemandiriannya;
5. rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial; dan
6. hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan
kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pasal 7
(1) Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya
disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan,
dan kemampuannya.
Pasal 8
Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan
terwujudnya hak-hak penyandang cacat.
BAB IV
KESAMAAN KESEMPATAN
Pasal 9
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal 10
(1) Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan
aksebilitas.
(2) Penyediaan aksebilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan
dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat
sepenuhnya hidup bermasyarakat.
(3) Penyediaan aksebilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
Pasal 11
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Pasal 12
Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan
yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada
satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis
dan derajat kecacatan serta kemampuannya.
Pasal 13
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatannya.
Pasal 14
Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan
yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang
cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan,
pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan
jumlah karyawan dan/atau kua;ifikasi perusahaan.
Pasal 15
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 12, dan
Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
UPAYA
Pasal 16
Pemerintah dan/atau masyarakat menyelenggarakan upaya:
1. rehabilitasi;
2. bantuan sosial;
3. pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 17
Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan
mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang
cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan, dan pengalaman.
Pasal 18
(1) Rehabilitasi dilaksanakan pada fasilitas yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial.
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan rehabilitasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Bantuan sosial diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar
dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
Pasal 20
(1) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
diberikan kepada:
a. penyandang cacat yang tidak mampu, sudah
direhabilitasi, dan belum bekerja;
b. penyandang cacat yang tidak mampu, belum
direhabilitasi, memiliki keterampilan, dan belum bekerja.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, jumlah, tata cara, dan
pelaksanaan pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial diarahkan pada
pemberian perlindungan dan pelayanan agar penyandang cacat dapat
memelihara taraf hidup yang wajar.
Pasal 22
(1) Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 diberikan kepada penyandang cacat yang
derajat kecacatannya tidak dapat direhabilitasi dan
kehidupannya bergantung pada bantuan orang lain.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, tata cara, dan syarat-syarat
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 23
(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan pembinaan terhadap
upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Pasal 24
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat melalui penetapan
kebijakan, koordinasi, penyuluhan, bimbingan, bantuan, perijinan,
dan pengawasan.
Pasal 25
(1) Masyarakat melakukan pembinaan melalui berbagai kegiatan
dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(2) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial
penyandang cacat.
Pasal 26
Ketentuan mengenai pembinaan dan peran masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang
mempekerjakan penyandang cacat.
(2) Penghargaan diberian juga kepada lembaga, masyarakat,
dan/atau perseorangan yang berjasa dalam upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat.
(3) Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 28
(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda
setinggi-tingginya Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 29
(1) Barangsiapa tidak menyediakan aksebilitas sebagaimana
dimaksud pada Pasal 10 atau tidak memberikan kesempatan dan
perlakuan yang sama bagi penyandang cacat sebagai peserta
didik pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dikenakan sanksi
administrasi.
(2) Bentuk, jenis, dan tata cara pengenaan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan penyandang cacat yang
telah ada, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan/atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 9
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1997
TENTANG
PENYANDANG CACAT
UMUM
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara
Kesetuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang
aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan
dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup
seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh
masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama
pembangunan dan Pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing,
melindungi serta menumbuhkan suasana yang menunjang. Kegiatan
masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling menunjang, saling
mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju
tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan
peran serta penyandang cacat adalah sama dengan warga negara
lainnya. Oleh karena itu, peningkatan peran para penyandang cacat
dalam pembangunan dalam pembangunan nasional sangat penting untuk
mendapat perhatian dan didayagunakan sebagaimana mestinya.
Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang
cacat telah dilakukan melalui berbagai peraturan
perundang-undangan, yaitu yang mengatur masalah ketenagakerjaan,
pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas
dan angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, penerbangan, dan
kepabeanan.
Namun demikian, upaya perlindungan saja belumlah memadai;
dengan pertimbangan bahwa jumlah penyandang cacat akan meningkat
pada masa yang akan datang, masih diperlukan lagi sarana dan
upaya lain terutama dengan penyediaan sarana untuk memperoleh
kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan
dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Yang
dimaksud dengan kesejahteraan sosial dalam Undang-undang ini
adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material
maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan,
dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga
negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri,
keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan
kewajiban warga negara sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu,
sesuai dengan ketentuan mengenai kedudukan, hak, dan kewajiban
warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945,
perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih memadai, terpadu, dan
berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan
penyandang cacat.
Kesempatan untuk mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan
kewajiban bagi penyandang cacat hanya dapat diwujudkan jika
tersedia aksebilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang cacat
untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan
kedudukan, hak, dan kewajiban sehingga perlu diadakan upaya
penyediaan aksebilitas bagi penyandang cacat. Dengan upaya
dimaksud, diharapkan penyandang cacat dapat berintegrasi secara
total dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya
serta meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat pada
khususnya.
Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang
antara lain dilaksanakan melalui kesamaan kesempatan bagi
penyandang cacat pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama
Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri.
Oleh karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif
untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan tersebut
diharapkan para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi
sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan
interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat.
Kesamaan kesempatan dilaksanakan melalui penyediaan aksebilitas
baik oleh Pemerintah maupun masyarakat, yang dalam pelaksanaannya
disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat terhadap keberadaan penyandang cacat, yang merupakan
unsur penting dalam rangka pemberdayaan penyandang cacat.
Berdasarkan hal tersebut, Undang-undang ini disusun dengan
meletakkan masalah penyelenggaraan upaya peningkatan
kesejahteraan sosial dan kesamaan kesempatan sebagai materi
pokok.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang terdiri dari:
a. cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan
pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan,
pendengaran, dan kemampuan bicara;
b. cacat mental adalah kelainan mental dan/atau tingkah
laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit;
c. cacat fisik mental adalah keadaan seseorang yang
menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.
Yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan
dalam Pasal ini meliputi antara lain aspek agama kesehatan,
pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan
umum, hukum, budaya, politik, pertahanan keamanan, olah
raga, rekreasi, dan informasi.
Pasal 6
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Ketentuan ini dimaksudkan agar penyandang cacat anak
memperoleh:
a. hak untuk hidup dan menjalani sepenuhnya kehidupan
kanak-kanak, dalam suatu keadaan yang memungkinkan dirinya
meningkatkan martabat dan kepercayaan diri, serta mampu
berperan aktif dalam masyarakat;
b. hak untuk mendapatkan perlakuan dan pelayanan secara
wajar, baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat;
c. hak untuk sedini mungkin mendapatkan akses pendidikan,
latihan, keterampilan, perawatan kesehatan, rehabilitasi, dan
rekreasi, sehingga mampu mandiri dan menyatu dalam masyarakat.
Pasal 7
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Penyediaan aksebilitas bagi penyandang cacat diupayakan
berdasarkan kebutuhan penyandang cacat sesuai dengan jenis dan
derajat kecacatan serta standar yang ditentukan.
Standardisasi yang berkenaan dengan aksebilitas ditetapkan
oleh instansi yang berwenang.
Penyediaan aksebilitas dapat berupa fisik dan non fisik,
antara lain sarana dan prasarana umum serta informasi yang
diperlukan bagi penyandang cacat untuk memperoleh kesamaan
kesempatan.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar penyandang cacat dapat
memperoleh dan memanfaatkan kesamaan kesempatan seperti
anggota masyarakat lainnya dalam berbagai aspek kehidupan dan
penghidupan sehingga dapat menunjang mobilitas dan kemandirian
penyandang cacat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ketentuan ini mempertegas hak dan kesempatan yang sama bagi
penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal
6 Undang-undang ini yang berkaitan dengan bidang pendidikan.
Pasal 12
Perlakuan yang sama dimaksudkan agar penyandang cacat sebagai
peserta didik mendapatkan kesamaan perlakuan sebagaimana
peserta didik lainnya, termasuk di dalamnya kesamaan perlakuan
untuk mendapatkan sarana dan prasarana pendidikan. Sedangkan
yang dimaksud satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
1989 tentan Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 13
Ketentuan ini mempertegas hak dan kesempatan yang sama bagi
penyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal
6 Undang-undang ini yang berkaitan dengan bidang
ketenagakerjaan.
Pasal 14
Perusahaan negara meliputi badan usaha milik negara (BUMN) dan
badan usaha milik daerah (BUMD), sedangkan perusahaan swasta
termasuk di dalamnya koperasi.
Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan
kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100
(seratus) orang karyawan.
Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus
mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang
cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan
yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari
100 (seratus) orang.
Perlakuan yang sama diartikan sebagai perlakuan yang tidak
diskriminatif termasuk di dalamnya kesamaan pengupahan untuk
pekerjaan dan jabatan yang sama.
Pasal 15
Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal ini diupayakan
dalam waktu tidak terlalu lama sudah dapat diundangkan.
Mengenai penyediaan aksebilitas khususnya sarana dan prasarana
umum yang sebelum diundangkannya Undang-undang ini dan
peraturan pelaksanaannya selambat-lambatnya 5 (lima) tahun
sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah kemampuan dan peran
seseorang untuk berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi
dalam hidup bermasyarakat.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan fasilitas dalam ayat ini adalah sarana
dan prasarana pelayanan rehabilitasi, misalnya panti sosial,
balai latihan kerja, rumah sakit, dan unit rehabilitasi sosial
keliling.
Ayat (2)
Rehabilitasi medik adalah kegiatan pelayanan kesehatan secara
utuh dan terpadu, melalui tindakan medik agar dapat mencapai
kemampuan fungsional semaksimal mungkin.
Rehabilitasi pendidikan adalah kegiatan pelayanan pendidikan
secara utuh dan terpadu melalui proses belajar mengajar agar
dapat mengikuti pendidikan secara optimal sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya.
Rehabilitasi pelatihan adalah kegiatan pelayanan pelatihan
secara utuh dan terpadu agar penyandang cacat dapat memiliki
keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara
utuh dan terpadu melalui pendekatan fisik, mental, dan sosial
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam
hidup bermasyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Bantuan sosial dapat berbentuk material, finansial, fasilitas
pelayanan, dan informasi yang bersifat mendidik dan mendorong
tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab sosial penyandang
cacat. Bantuan sosial ini diberikan sewaktu-waktu sesuai
dengan maksud dan tujuannya.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Perlindungan dan pelayanan sosial dalam Pasal ini dapat
dilaksanakan melalui keluarganya, keluarga pengganti, panti
sosial dan organisasi sosial yang merawat penyandang cacat
tersebut.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Pembinaan adalah kegiatan untuk mengarahkan agar supaya
peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat dapat
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan Pemerintah.
Ayat (2)
Pembinaan pada segala aspek kehidupan dan penghidupan
dilaksanakan agar penyandang cacat dapat hidup mandiri dan
sejahtera. Khusus pada aspek agama diarahkan pada peningkatan
penghayatan dan pengamalan nilai-nilai spiritual.
Pasal 24
Pembinaan melalui perijinan dan pengawasan dalam Pasal ini
mencakup pula evaluasi dan pengendalian terhadap kegiatan yang
dilaksanakan oleh organisasi sosial yang menerima bantuan,
baik dari dalam maupun luar negeri, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 25
Ayat (1)
Pembinaan oleh masyarakat dilaksanakan sesuai dengan lingkup
kegiatan yang dilakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah.
Ayat (2)
Peran masyarakat dapat berbentuk sumbangan pemikiran, tenaga,
sarana dan prasarana, dana, dan lain-lain.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan lembaga pada ayat ini adalah lembaga
Pemerintah dan lembaga masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bentuk sanksi administrasi dapat berupa teguran, baik lisan
maupun tertulis, dan denda administrasi, yang pelaksanaannya
dilakukan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3670
Silahkan download versi PDF nya sbb:
penyandang_cacat_(uu_4_thn_1997)_4.pdf
Pencarian Terbaru
Proposal bantuan sosial penyandang cacat. Contoh proposal penyandang cacat. Contoh proposal bantuan penyandang cacat. Proposal penyandang cacat. Contoh proposal bantuan anak cacat. Cara membuat proposal bantuan anak cacat. Contoh proposal dana sosial penyandang disabilitas.
Contoh proposal bantuan dana sosial untuk penyandang disabilitas. Undang undang cacat tubuh. Cara buat proposal anak cacat. Proposal bantuan buat penyandang cacat. Contoh proposal penyandang sosial. Bantuan dana untuk hidup untuk orang cacat. Contoh proposal bantuan penyandang disabilitas.
Contoh proposal bantuan panti penyandang cacat. Cara mengajukan proposal bagi penyandang cacat. Cara membuat proposal bantuan dana untuk penyandang cacat. Proposal bantuan dana penyandang cacat. Contoh proposal lengkap sarana dan prasarana panti rehabilitasi penyandang cacat. Http://carapedia.com/penyandang_cacat_thn_1997_info1433.html.






