- Home »
- Undang-Undang »
- 1955 » Undang-Undang Pemberian Kuasa Kepada Menteri Keuangan Untuk Mengambil Uang Muka Pada Bank Indonesia Lebih Dari Pada Batas Yang Ditetapkan Dalam Pasal 19 Ayat 2 Undang Undang Pokok Bank Indonesia 1953 (UU 11 thn 1955)
1955
Undang-Undang Pemberian Kuasa Kepada Menteri Keuangan Untuk Mengambil Uang Muka Pada Bank Indonesia Lebih Dari Pada Batas Yang Ditetapkan Dalam Pasal 19 Ayat 2 Undang Undang Pokok Bank Indonesia 1953 (UU 11 thn 1955)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1955 Tentang Pemberian Kuasa Kepada Menteri Keuangan Untuk Mengambil Uang Muka Pada Bank Indonesia Lebih Dari Pada Batas Yang Ditetapkan Dalam Pasal 19 Ayat 2 Undang Undang Pokok Bank Indonesia 1953 :
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pemberian_kuasa_kepada_menteri_keuangan_untuk_men_11.pdf
UU 11/1955, PEMBERIAN KUASA KEPADA MENTERI KEUANGAN UNTUK MENGAMBIL UANG
MUKA PADA BANK INDONESIA LEBIH DARI PADA BATAS YANG DITETAPKAN DALAM
PASAL 19 AYAT 2 UNDANG UNDANG POKOK BANK INDONESIA 1953 (UNDANG UNDANG NO.
11 TAHUN 1953) *)
Tentang:PEMBERIAN KUASA KEPADA MENTERI KEUANGAN UNTUK MENGAMBIL UANG-MUKA
PADA BANK INDONESIA LEBIH DARI PADA BATAS YANG DITETAPKAN DALAM PASAL 19 AYAT
2 UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA 1953 (UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 1953)
*)
MENTERI KEUANGAN.
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :bahwa berhubung dengan penyusunan anggaran tahun 1955 yang menyatakan
kekurangan-kekurangan sebesar Rp. 2.500 juta dan karena hutang Negara kepada Bank Indonesia
sudah meningkat sampai bulat Rp. 4,6 milyard, maka dianggap perlu mengambil tindakan agar
supaya Menteri Keuangan diperbolehkan mengambil uang-muka pada Bank Indonesia lebih daripada
batas yang ditetapkan dalam pasal 19 ayat 2 Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1953 (Undang-
undang No. 11 tahun 1953, Lembaran-Negara No.40 tahun 1953);
Mengingat :pasal 89 dan 111 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERIAN KUASA KEPADA MENTERIKEUANGAN UNTUK
MENGAMBIL UANG-MUKA PADA BANK INDONESIALEBIH DARIPADA BATAS YANG
DITETAPKAN DALAM PASAL 19AYAT 2 UNDANG-UNDANG POKOK BANK INDONESIA 1953
(UNDANG-UNDNAG No. 11 TAHUN 1953).
Pasal 1.
Menteri Keuangan diberi kuasa, untuk membiayai anggaran belanja tahun 1955, mengambil uang-
muka pada Bank Indonesia lebih daripada batas yang ditetapkan dalam pasal 19 ayat 2 Undang-
undang Pokok Bank Indonesia 1953, sampai jumlah sedemikian, hingga hutang Pemerintah pada
Bank tersebut pada akhir tahun 1955 berjumlah sebesar-besarnya Rp. 7,1 milyard, dengan
ketentuan, bahwa maksimum itu dapat dikurangi dengan hasil-hasil tindakan-tindakan baru yang
direncanakan oleh Pemerintah, yaitu :
*1085 a.penerimaan sebenarnya pada akhir 1955 yang berasal dari pinjaman-pinjaman jangka
panjang;
b.penerimaan sebenarnya pada akhir 1955 yang berasal dari usaha-usaha menambah penerimaan
atau mendapatkan sumber-sumber penghasilan baru, masing-masing setelah dikurangi dengan
pengeluaran berhubung dengan anggaran-anggaran untuk 1955.
Pasal 2.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 16 Juli 1955.Presiden Republik Indonesia,
ttd.
SOEKARNO.
Menteri Keuangan,
ttd.
ONG ENG DIE.
Diundangkanpada tanggal 1 Agustus 1955.Menteri Kehakiman,
ttd.
DJODY GONDOKUSUMO.
MEMORI PENJELASANATASUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 11 TAHUN
1955TENTANGPEMBERIAN KUASA KEPADA MENTERI KEUANGANUNTUK MENGAMBIL UANG-
MUKA PADA BANKINDONESIA LEBIH DARI PADA BATAS YANG DITETAPKAN DALAM
Berdasarkan pasal 19 ayat 3 Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1953 (undang-undang No. 11
tahun 1953 Lembaran Negara No. 40/1953), Pemerintah memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat untuk melampaui batas uang muka pada Bank Indonesia, yang menurut ayat 2 pasal itu
ditetapkan setinggi-tingginya 3O% dari penghasilan Negara dalam tahun anggaran, yang mendahului
tahun anggaran pada waktu mana Pemerintah meminta uang muka itu kepada Bank. Adapun alasan-
alasan Pemerintah hendak melampaui batas uang *1086 muka tersebut di atas, adalah seperti
diuraikan di bawah ini. Berhubung dengan penyusunan anggaran tahun 1955, yang akan menyatakan
deficit sebesar bulat Rp. 2.500 juta dan karena hutang Negara kepada Bank Indonesia sudah
meningkat sampai bulat Rp. 4,6 milyard, maka Pemerintah menganggap perlu mengambil tindakan
agar supaya Menteri Keuangan diperbolehkan mengambil uang muka lebih dari pada batas yang
ditetapkan dalam pasal 19 ayat 2 Undang-undang tersebut. Supaya dapat dinyatakan dengan tegas,
apa isi persetujuan yang dimintakan kepada DPR itu, maka pertama-tama harus ditentukan dasar
yang konkrit untuk menghitung batas 30% itu. Kata-kata dalam Undang-undang hanya menyebut
"penghasilan Negara", sehingga memberikan keleluasaan bagi pelbagai pengertian. Penghasilan
Negara itu misalnya dapat diartikan penerimaan termasuk pendapatan di luar anggaran, atau
penerimaan sebagaimana ditetapkan di dalam anggaran ataupun hanya sebagian dari penerimaan
yang disebut terakhir itu. Masing-masing pendapat itu memberikan dasar perhitungan yang berlainan.
Setelah dipertimbangkan dengan saksama, Pemerintah merasa menemukan jiwa dan maksud
Undang-undang itu sebaik-baiknya dengan mengambil sebagai dasar: penerimaan sebagaimana
ditetapkan di dalam anggaran. Ukuran ini adalah yang paling objektip, oleh karena memperluas atau
mempersempit dasar itu akan senantiasa menimbulkan pertimbangan-pertimbangan subjektip
tentang apa yang dimasukkan dan apa yang tidak dimasukkan ke dalam ukuran itu. Jika batas itu
didasarkan pada penerimaan yang telah ditetapkan di dalam sesuatu anggaran, maka batas itu ada
jelas untuk siapapun, sehingga tidaklah mungkin ada pengertian lain. Menurut dasar tersebut di atas
maka batas untuk 1955 akan berjumlah 30% dari hasil anggaran penerimaan 1954. Hasil sementara
dari penerimaan 1954 belum diketahui selengkapnya, sedangkan rancangan anggaran induk 1954
menyatakan penerimaan sebesar bulat Rp. 10.970 juta. Hasil dari anggaran induk serta anggaran
tambahan diduga akan melebihi jumlah rancangan itu, akan tetapi kira-kira tidak akan lebih dari Rp.
12 milyard. Berhubung dengan itu batas (30%) untuk 1955 tidak akan lebih dari Ro. 3,5 milyard, akan
tetapi jumlah ini sekarang belum dapat dihitung dengan pasti. Selanjutnya perlu ditentukan untuk
jumlah mana Pemerintah akan minta persetujuan DPR untuk melampaui batas menurut Undang-
undang tersebut. Menurut pendapat Pemerintah, adalah logis, bahwa pelaksanaan anggaran yang
sudah disahkan dengan undang-undang tidak dihalang-halangi karena dibatasinya dengan keras
cara pembiayaannya khusus, yang lazim dilakukan dengan mengambul kredit pada Bank Indonesia
secara rekening-koran. Sesungguhnya guna membiayai anggaran ada juga jalan lain daripada
meminjam pada Bank Indonesia, misalnya pengadakan pinjaman dan surat perbendaharaan, akan
tetapi tindakan-tindakan itu baru akan benar-benar membawa manfaat, jika dan sepanjang tindakan-
tindakan itu praktis dapat juga direalisasikan. Oleh karena anggaran untuk tahun 1954 dan tahun
1955 belum ditetapkan dengan undang-undang, maka Pemerintah hanya dapat memperhatikan hasil
yang nyata dari pembiayaan anggaran 1953 dan 1954 selama masa 1 Juli 1953 - 31 Desember 1954,
yang mengakibatkan hutang kepada Bank Indonesia sebesar bulat Rp. 4,6 milyard. Selanjutnya,
mengingat akan deficit anggaran tahun 1955, yang dirancangkan sebesar Rp. 2.500 juta, maka
dengan tidak memperhitungkan tindakan-tindakan keuangan luar biasa, hutang *1087 pada Bank
Indonesia pada akhir 1955 dapat dikira-kirakan akan meningkat sampai pada bulat Rp. 7,1 milyard.
Berdasarkan yang tersebut di atas, Pemerintah minta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk
melampaui batas uang muka yang ditetapkan untuk 1955 menurut pasal 19 ayat 2 Undang-undang
termaksud di atas, sehingga pada akhir 1955 hutang pada Bank Indonesia boleh berjumlah sebesar-
besarnya bulat Rp. 7,1 milyard, dengan ketentuan, bahwa jumlah maksimum Rp. 7,1 milyard itu dapat
dikurangi dengan hasil-hasil tindakan-tindakan baru yang direncanakan oleh Pemerintah, yaitu:
a.penerimaan sebenarnya pada akhir 1955 yang berasal dari pinjaman-pinjaman jangka panjang;
b.penerimaan sebenarnya pada akhir 1955 yang berasal dari usaha-usaha menambah penerimaan
atau mendapatkan sumber-sumber penghasilan baru, masing-masing setelah dikurangi dengan
pengeluaran berhubung dengan anggaran tambahan untuk 1955. Yang tersebut pada sub b berarti,
bahwa tidak akan diajukan anggaran tambahan, jika pengeluaran yang bersangkutan tidak dapat
dibiayai dari tambahan penerimaan. Sudah tentu Pemerintah masih dapat sekali lagi minta
persetujuan DPR untuk melampaui batas uang muka tersebut, akan tetapi Pemerintah sekali-kali
tidak mengehndaki tindakan sedemikian itu.
--------------------------------
CATATAN
*)Rapat pleno terbuka D.P.R. ke-50 pada hari Jumat tanggal 24 Juni 1955 (P.84a/1955).
*)Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka ke-50 pada hari Jum'at tanggal 24 Juni 1955
(P.84a/1955)
DICETAK ULANG
Silahkan download versi PDF nya sbb:
pemberian_kuasa_kepada_menteri_keuangan_untuk_men_11.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)






