Previous
Next

2007

Undang-Undang Penanaman Modal (UU 25 thn 2007)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal :
                 UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 25 TAHUN 2007

                                TENTANG

                          PENANAMAN MODAL



                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :   a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
                   berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
                   Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan
                   pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan
                   dengan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai
                   tujuan bernegara;

                b. bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam
                   Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
                   Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi
                   dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman
                   modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan
                   yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil,
                   menengah, dan koperasi;

                c. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi
                   nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi
                   Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal
                   untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan
                   ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal,
                   baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;

                d. bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian
                   global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja
                   sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman
                   modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian
                   hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan
                   kepentingan ekonomi nasional;

                                                             e. bahwa . . .
                                    -2-

                 e. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
                    Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan
                    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan
                    dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
                    tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang
                    Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
                    Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
                    Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
                    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
                    Modal Dalam Negeri perlu diganti karena tidak sesuai lagi
                    dengan      kebutuhan     percepatan      perkembangan
                    perekonomian dan pembangunan hukum nasional,
                    khususnya di bidang penanaman modal;

                 f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                    dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu
                    membentuk Undang-Undang tentang Penanaman Modal.


Mengingat    :   Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), ayat (2),
                 dan ayat (5), Pasal 20, serta Pasal 33 Undang-Undang Dasar
                 Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


                         Dengan Persetujuan Bersama
            DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                               dan
                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                MEMUTUSKAN :

Menetapkan :     UNDANG-UNDANG TENTANG PENANAMAN MODAL.


                                   BAB I
                              KETENTUAN UMUM

                                    Pasal 1

                 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

                 1.   Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan
                      menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri
                      maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha
                      di wilayah negara Republik Indonesia.

                                                            2. Penanaman . . .
                  -3-

2.   Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan
     menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
     negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam
     modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam
     negeri.

3.   Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam
     modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
     Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal
     asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
     maupun yang berpatungan dengan penanam modal
     dalam negeri.

4.   Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha
     yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa
     penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.

5.   Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga
     negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara
     Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan
     penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

6.   Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara
     asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing
     yang melakukan penanaman modal di wilayah negara
     Republik Indonesia.

7.   Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain
     yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang
     mempunyai nilai ekonomis.

8.   Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara
     asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha
     asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum
     Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki
     oleh pihak asing.

9.   Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh
     negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara
     Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan
     hukum atau tidak berbadan hukum.

                                         10. Pelayanan . . .
                 -4-

10. Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan
    penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang
    mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari
    lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan
    perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya
    dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap
    terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

11. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
    daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
    urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
    setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan.

12. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
    adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
    kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
    Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau
    walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
    penyelenggara pemerintahan daerah.

                 Pasal 2

Ketentuan  dalam    Undang-Undang      ini  berlaku   bagi
penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik
Indonesia.


                 BAB II
            ASAS DAN TUJUAN

                 Pasal 3

(1) Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas:
    a. kepastian hukum;
    b. keterbukaan;
    c. akuntabilitas;
    d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal
       negara;
                                       e. kebersamaan . . .
                    -5-

      e.   kebersamaan;
      f.   efisiensi berkeadilan;
      g.   berkelanjutan;
      h.   berwawasan lingkungan;
      i.   kemandirian; dan
      j.   keseimbangan kemajuan    dan   kesatuan   ekonomi
           nasional.

(2)   Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain
      untuk:
      a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
      b. menciptakan lapangan kerja;
      c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
      d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha
         nasional;
      e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi
         nasional;
      f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
      g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan
         ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal,
         baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan
      h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


               BAB III
  KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL

                    Pasal 4

(1)   Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman
      modal untuk:
      a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang
         kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan
         daya saing perekonomian nasional; dan
      b. mempercepat peningkatan penanaman modal.

(2)   Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
      a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal
         dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap
         memperhatikan kepentingan nasional;

                                                b. menjamin
                    -6-

      b. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan
         keamanan     berusaha bagi penanam modal sejak
         proses   pengurusan    perizinan sampai   dengan
         berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai
         dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
         dan
      c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan
         memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil,
         menengah, dan koperasi.

(3)   Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum
      Penanaman Modal.



              BAB IV
 BENTUK BADAN USAHA DAN KEDUDUKAN

                    Pasal 5

(1)   Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam
      bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak
      berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai
      dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)   Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan
      terbatas    berdasarkan      hukum       Indonesia  dan
      berkedudukan di dalam wilayah negara Republik
      Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

(3)   Penanam modal dalam negeri dan asing yang
      melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran
      terbatas dilakukan dengan:
      a. mengambil bagian saham pada saat pendirian
         perseroan terbatas;
      b. membeli saham; dan
      c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan
         peraturan perundang-undangan.




                                                 BAB V . . .
                   -7-



               BAB V
PERLAKUAN TERHADAP PENANAMAN MODAL

                   Pasal 6

(1)   Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada
      semua penanam modal yang berasal dari negara mana
      pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di
      Indonesia sesuai dengan ketentuan        peraturan
      perundang-undangan.

(2)   Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
      berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang
      memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan
      Indonesia.

                   Pasal 7

(1)   Pemerintah tidak     akan     melakukan     tindakan
      nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan
      penanam modal, kecuali dengan undang-undang.

(2)   Dalam      hal     Pemerintah melakukan     tindakan
      nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah akan
      memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan
      berdasarkan harga pasar.
(3)   Jika di antara kedua belah pihak tidak tercapai
      kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaiannya
      dilakukan melalui arbitrase.

                   Pasal 8

(1)   Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya
      kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal
      sesuai  dengan   ketentuan   peraturan   perundang-
      undangan.

(2)   Aset yang tidak termasuk aset sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) merupakan aset yang ditetapkan oleh
      undang-undang sebagai aset yang dikuasai oleh negara.


                                          (3) Penanam . . .
                    -8-

(3)   Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer
      dan repatriasi dalam valuta asing, antara lain terhadap:
      a. modal;
      b. keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan
         lain;
      c. dana yang diperlukan untuk:
         1. pembelian bahan baku dan penolong, barang
            setengah jadi, atau barang jadi; atau
         2. penggantian     barang    modal     dalam    rangka
            melindungi kelangsungan hidup penanaman modal;
      d. tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan
         penanaman modal;
      e. dana untuk pembayaran kembali pinjaman;
      f. royalti atau biaya yang harus dibayar;
      g. pendapatan dari perseorangan warga negara asing
         yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal;
      h. hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal;
      i. kompensasi atas kerugian;
      j. kompensasi atas pengambilalihan;
      k. pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan
         teknis, biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik
         dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di
         bawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas
         kekayaan intelektual; dan
      l. hasil penjualan aset sebagaimana dimaksud pada ayat
         (1).

(4)   Hak    untuk   melakukan    transfer  dan  repatriasi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai
      dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
      mengurangi:
      a. kewenangan Pemerintah untuk memberlakukan
         ketentuan peraturan perundang-undangan yang
         mewajibkan pelaporan pelaksanaan transfer dana;
      b. hak    Pemerintah    untuk   mendapatkan      pajak
         dan/atau royalti dan/atau pendapatan Pemerintah
         lainnya dari penanaman modal sesuai dengan
         ketentuan peraturan perundang-undangan;

                                           c. pelaksanaan . . .
                   -9-

      c. pelaksanaan hukum yang melindungi hak kreditor;
         dan
      d. pelaksanaan  hukum untuk menghindari kerugian
         negara.

                   Pasal 9

(1)   Dalam hal adanya tanggung jawab hukum yang belum
      diselesaikan oleh penanam modal:
      a. penyidik atau Menteri Keuangan dapat meminta bank
         atau lembaga lain untuk menunda hak melakukan
         transfer dan/atau repatriasi; dan
      b. pengadilan berwenang menetapkan penundaan hak
         untuk melakukan transfer dan/atau repatriasi
         berdasarkan gugatan.

(2) Bank atau lembaga lain        melaksanakan penetapan
    penundaan      berdasarkan      penetapan  pengadilan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hingga
    selesainya seluruh tanggung jawab penanam modal.



                  BAB VI
             KETENAGAKERJAAN

                   Pasal 10

(1)   Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi
      kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga
      kerja warga negara Indonesia.

(2)   Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan
      tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan
      keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan.

(3)   Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan
      kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui
      pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan.


                                         (4) Perusahaan . . .
                   - 10 -

(4)   Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan
      tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan
      pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga
      kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

                   Pasal 11

(1)   Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib
      diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah
      antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja.

(2)   Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      tidak mencapai hasil, penyelesaiannya dilakukan melalui
      upaya mekanisme tripartit.

(3)   Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      tidak mencapai hasil, perusahaan penanaman modal dan
      tenaga kerja menyelesaikan perselisihan       hubungan
      industrial melalui pengadilan hubungan industrial.


                  BAB VII
               BIDANG USAHA

                   Pasal 12

(1)   Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi
      kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau
      jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka
      dengan persyaratan.

(2)   Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing
      adalah:
      a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan
         perang; dan
      b. bidang usaha     yang secara eksplisit dinyatakan
         tertutup berdasarkan undang-undang.

(3)   Pemerintah        berdasarkan    Peraturan      Presiden
      menetapkan       bidang usaha yang tertutup untuk
      penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri,
      dengan    berdasarkan     kriteria   kesehatan,   moral,
      kebudayaan,    lingkungan     hidup,   pertahanan    dan
      keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.

                                              (4) Kriteria . . .
                   - 11 -

(4)   Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan
      yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang
      usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan
      persyaratan    masing-masing    akan    diatur   dengan
      Peraturan Presiden.

(5)   Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka
      dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan
      nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam,
      perlindungan, pengembangan        usaha mikro, kecil,
      menengah, dan koperasi, pengawasan       produksi dan
      distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi
      modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan
      usaha yang ditunjuk Pemerintah.


               BAB VIII
  PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL
 BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH,
            DAN KOPERASI

                   Pasal 13

(1)   Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang
      dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan
      koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha
      besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha
      mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

(2)   Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan
      usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui
      program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian
      dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran
      informasi yang seluas-luasnya.


                    BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG JAWAB
          PENANAM MODAL

                   Pasal 14

Setiap penanam modal berhak mendapat:
a.    kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

                                              b. informasi . . .
                  - 12 -

b.   informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang
     dijalankannya;
c.   hak pelayanan; dan
d.   berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan
     ketentuan peraturan perundang-undangan.

                  Pasal 15

Setiap penanam modal berkewajiban:
a.   menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b.   melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c.   membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal
     dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi
     Penanaman Modal;
d.   menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi
     kegiatan usaha penanaman modal; dan
e.   mematuhi semua        ketentuan   peraturan     perundang-
     undangan.

                  Pasal 16

Setiap penanam modal bertanggung jawab:
a.   menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber
     yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
     perundang-undangan;
b.   menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan
     kerugian jika penanam modal menghentikan atau
     meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya
     secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan
     perundang-undangan;
c.   menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat,
     mencegah praktik monopoli,  dan hal lain yang
     merugikan negara;
d.   menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e.   menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
     kesejahteraan pekerja; dan
f.   mematuhi semua        ketentuan   peraturan     perundang-
     undangan.


                                                   Pasal 17 . . .
                   - 13 -

                   Pasal 17

Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang
tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap
untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan
lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.



                    BAB X
       FASILITAS PENANAMAN MODAL

                   Pasal 18

(1)   Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal
      yang melakukan penanaman modal.

(2)   Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dapat diberikan kepada penanaman modal yang :
      a. melakukan peluasan usaha; atau
      b. melakukan penanaman modal baru.

(3)   Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) adalah yang sekurang-kurangnya
      memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
      a. menyerap banyak tenaga kerja;
      b. termasuk skala prioritas tinggi;
      c. termasuk pembangunan infrastruktur;
      d. melakukan alih teknologi;
      e. melakukan industri pionir;
      f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah
         perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;
      g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
      h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan,
         dan inovasi;
      i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau
         koperasi; atau
      j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin
         atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri.


                                               (4) Bentuk . . .
                    - 14 -

(4)   Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat
      berupa:
      a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan
         neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah
         penanaman modal yang dilakukan dalam            waktu
         tertentu;
      b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor
         barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan
         produksi yang belum dapat diproduksi di dalam
         negeri;
      c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku
         atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk
         jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
      d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan
         Nilai atas impor barang modal atau mesin atau
         peralatan    untuk keperluan produksi yang belum
         dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu
         tertentu;
      e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
      f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya
         untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau
         daerah atau kawasan tertentu.

(5)   Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan
      dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat diberikan
      kepada penanaman modal baru yang merupakan industri
      pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas,
      memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi,
      memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai
      strategis bagi perekonomian nasional.

(6)   Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang
      melakukan penggantian mesin atau barang modal
      lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau
      pembebasan bea masuk.

(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian  fasilitas
      fiskal sebagaimana   dimaksud pada ayat (4) sampai
      dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri
      Keuangan.


                                                   Pasal 19 . . .
                     - 15 -

                    Pasal 19

Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dan
ayat (5) diberikan berdasarkan kebijakan industri nasional
yang ditetapkan oleh Pemerintah.

                    Pasal 20

Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak berlaku
bagi penanaman modal asing yang tidak berbentuk perseroan
terbatas.

                    Pasal 21

Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau
perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk
memperoleh:
a.    hak atas tanah;
b.    fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c.    fasilitas perizinan impor.

                    Pasal 22

(1)   Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas
      tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a
      dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan
      dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam
      modal, berupa:
      a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95
         (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat
         diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama
         60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama
         35 (tiga puluh lima) tahun;
      b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah
         80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan
         dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima
         puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga
         puluh) tahun; dan
      c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh
         puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan
         diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat
         puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25
         (dua puluh lima) tahun.

                                                 (2) Hak . . .
                   - 16 -

(2)   Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus
      untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan
      antara lain:
      a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka
         panjang dan terkait dengan perubahan struktur
         perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
      b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman
         modal yang memerlukan pengembalian modal dalam
         jangka panjang sesuai dengan jenis          kegiatan
         penanaman modal yang dilakukan;
      c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang
         luas;
      d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas
         tanah negara; dan
      e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa
         keadilan   masyarakat    dan     tidak    merugikan
         kepentingan umum.

(3)   Hak atas   tanah dapat diperbarui setelah dilakukan
      evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan
      diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat,
      dan tujuan pemberian hak.

(4)   Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang
      diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
      dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika
      perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah,
      merugikan kepentingan umum, menggunakan atau
      memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan
      tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar
      ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
      pertanahan.

                   Pasal 23

(1)   Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas
      keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
      huruf b dapat diberikan untuk:
      a. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja
         asing dalam merealisasikan penanaman modal;

                                           b. penanaman . . .
                   - 17 -

      b. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja
         asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan
         mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan
         purnajual; dan
      c. calon penanam modal yang akan melakukan
         penjajakan penanaman modal.

(2)   Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas
      keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
      diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi
      dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.

(3)   Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:
      a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal
         asing selama 2 (dua) tahun;
      b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi
         penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat
         dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua)
         tahun berturut-turut;
      c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali
         perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan
         dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk
         jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
         terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan;
      d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali
         perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan
         dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk
         jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
         terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan
      e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali
         perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan
         untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
         bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan.

(4)   Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal
      asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan
      huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas
      dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman
      Modal.



                                                Pasal 24 . . .
                   - 18 -

                   Pasal 24

Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas
perizinan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf
c dapat diberikan untuk impor:
a.    barang yang selama tidak bertentangan dengan
      ketentuan   peraturan    perundang-undangan yang
      mengatur perdagangan barang;
b.    barang yang tidak memberikan dampak negatif terhadap
      keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
      dan moral bangsa;
c.    barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke
      Indonesia; dan
d.    barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan
      produksi sendiri.



                    BAB XI
PENGESAHAN DAN PERIZINAN PERUSAHAAN

                   Pasal 25

(1)   Penanam modal yang melakukan penanaman modal di
      Indonesia harus sesuai dengan ketentuan Pasal 5
      Undang-Undang ini.

(2)   Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal
      dalam negeri yang berbentuk badan hukum atau tidak
      berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(3)   Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal
      asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan
      sesuai  dengan    ketentuan  peraturan perundang-
      undangan.

(4)   Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan
      kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi
      yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam
      undang-undang.

(5)   Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh
      melalui pelayanan terpadu satu pintu.

                                               Pasal 26 . . .
                   - 19 -

                   Pasal 26

(1)   Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu
      penanam    modal    dalam    memperoleh   kemudahan
      pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai
      penanaman modal.

(2)   Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga
      atau instansi  yang berwenang di bidang penanaman
      modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan
      wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki
      kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat
      atau   lembaga    atau   instansi   yang    berwenang
      mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi
      atau kabupaten/kota.

(3)   Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan
      pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.


                 BAB XII
       KOORDINASI DAN PELAKSANAAN
       KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL

                   Pasal 27

(1)   Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal,
      baik koordinasi antarinstansi Pemerintah, antarinstansi
      Pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi
      Pemerintah   dengan    pemerintah   daerah,   maupun
      antarpemerintah daerah.

(2)   Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
      Badan Koordinasi Penanaman Modal.

(3)   Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala
      dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

(4)   Kepala     Badan     Koordinasi    Penanaman      Modal
      sebagaimana dimaksud pada         ayat (3) diangkat dan
      diberhentikan oleh Presiden.

                                                Pasal 28 . . .
                   - 20 -


                  Pasal 28

(1)   Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan
      pelayanan    penanaman     modal,   Badan  Koordinasi
      Penanaman Modal mempunyai tugas dan fungsi sebagai
      berikut :
      a. melaksanakan     tugas dan koordinasi pelaksanaan
         kebijakan di bidang penanaman modal;
      b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan
         penanaman modal;
      c. menetapkan      norma,   standar,   dan   prosedur
         pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman
         modal;
      d. mengembangkan peluang dan potensi penanaman
         modal di daerah dengan memberdayakan badan
         usaha;
      e. membuat peta penanaman modal Indonesia;
      f. mempromosikan penanaman modal;
      g. mengembangkan sektor usaha penanaman modal
         melalui pembinaan penanaman modal, antara lain
         meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing,
         menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan
         menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam
         lingkup penyelenggaraan penanaman modal;
      h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan
         konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam
         modal dalam menjalankan kegiatan penanaman
         modal;
      i. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang
         menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar
         wilayah Indonesia; dan
      j. mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu
         satu pintu.

(2)   Selain tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 27 ayat (2), Badan Koordinasi Penanaman Modal
      bertugas melaksanakan pelayanan penanaman modal
      berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.



                                              Pasal 29 . . .
                   - 21 -

                   Pasal 29

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta pelayanan
terpadu satu pintu, Badan Koordinasi Penanaman Modal
harus melibatkan perwakilan secara langsung dari setiap
sektor dan daerah terkait dengan pejabat yang mempunyai
kompetensi dan kewenangan.


                BAB XIII
        PENYELENGGARAAN URUSAN
           PENANAMAN MODAL

                   Pasal 30

(1)   Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin
      kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan
      penanaman modal.

(2)   Pemerintah    daerah     menyelenggarakan   urusan
      penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali
      urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi
      urusan Pemerintah.

(3)   Penyelenggaraan     urusan pemerintahan di bidang
      penanaman modal yang merupakan urusan wajib
      pemerintah     daerah     didasarkan     pada    kriteria
      eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan
      kegiatan penanaman modal.

(4)   Penyelenggaraan     penanaman       modal   yang ruang
      lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah.

(5)   Penyelenggaraan    penanaman modal  yang  ruang
      lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan
      pemerintah provinsi.

(6)   Penyelenggaraan   penanaman     modal   yang ruang
      lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi
      urusan pemerintah kabupaten/kota.

(7)   Dalam urusan     pemerintahan di bidang penanaman
      modal, yang menjadi kewenangan Pemerintah adalah :
      a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam
         yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko
         kerusakan lingkungan yang tinggi;

                                            b. penanaman . . .
                   - 22 -

      b. penanaman modal pada bidang industri yang
         merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
      c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu
         dan penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya
         lintas provinsi;
      d. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan
         strategi pertahanan dan keamanan nasional;
      e. penanaman modal asing dan penanam modal yang
         menggunakan modal asing,          yang berasal dari
         pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian
         yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara
         lain; dan
      f. bidang      penanaman modal lain yang menjadi
         urusan Pemerintah menurut undang-undang.

(8)   Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman
      modal     yang     menjadi kewenangan Pemerintah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemerintah
      menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada
      gubernur selaku wakil Pemerintah,    atau menugasi
      pemerintah kabupaten/kota.

(9) Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di
    bidang penanaman modal diatur lebih lanjut dengan
    Peraturan Pemerintah.


                BAB XIV
        KAWASAN EKONOMI KHUSUS

                   Pasal 31

(1)   Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah
      tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan
      ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan
      kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan
      dikembangkan kawasan ekonomi khusus.

(2)   Pemerintah    berwenang     menetapkan  kebijakan
      penanaman    modal tersendiri di kawasan ekonomi
      khusus.

(3)   Ketentuan  mengenai  kawasan   ekonomi    khusus
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
      undang-undang.

                                               BAB XV . . .
                    - 23 -



                 BAB XV
          PENYELESAIAN SENGKETA

                    Pasal 32

(1)   Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal
      antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak
      terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui
      musyawarah dan mufakat.

(2)   Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa
      tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif
      penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)   Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal
      antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri,
      para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut
      melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak,
      dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak
      disepakati, penyelesaian sengketa tersebut       akan
      dilakukan di pengadilan.

(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal
    antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para
    pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui
    arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para
    pihak.


                    BAB XVI
                    SANKSI

                    Pasal 33

(1)   Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing
      yang melakukan penanaman modal dalam bentuk
      perseoran   terbatas   dilarang membuat     perjanjian
      dan/atau    pernyataan     yang menegaskan      bahwa
      kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan
      atas nama orang lain.


                                                 (2) Dalam . . .
                   - 24 -

(2)   Dalam hal penanam modal dalam negeri dan
      penanam modal asing     membuat perjanjian dan/atau
      pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal
      demi hukum.

(3)   Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan
      usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama
      dengan Pemerintah melakukan kejahatan korporasi
      berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan
      biaya pemulihan, dan bentuk penggelembungan biaya
      lainnya    untuk   memperkecil    keuntungan     yang
      mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan
      atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang
      dan    telah  mendapat   putusan    pengadilan   yang
      berkekuatan hukum tetap, Pemerintah mengakhiri
      perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam
      modal yang bersangkutan.

                   Pasal 34

(1)   Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban
      sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai
      sanksi administratif berupa:
      a. peringatan tertulis;
      b. pembatasan kegiatan usaha;
      c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas
         penanaman modal; atau
      d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas
         penanaman modal.

(2)   Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang
      sesuai   dengan     ketentuan   peraturan  perundang-
      undangan.

(3)   Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau
      usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai
      dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



                                               BAB XVII . . .
                  - 25 -



                 BAB XVII
           KETENTUAN PERALIHAN

                  Pasal 35

Perjanjian internasional, baik bilateral, regional, maupun
multilateral, dalam bidang penanaman modal yang telah
disetujui oleh Pemerintah Indonesia sebelum Undang-Undang
ini berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
perjanjian tersebut.

                  Pasal 36

Rancangan perjanjian internasional, baik bilateral, regional,
maupun multilateral, dalam bidang penanaman modal yang
belum disetujui oleh Pemerintah Indonesia pada saat Undang-
Undang ini berlaku wajib disesuaikan dengan ketentuan
Undang-Undang ini.

                  Pasal 37

(1)   Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua ketentuan
      peraturan   perundang-undangan     yang   merupakan
      peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1
      Tahun    1967   tentang   Penanaman     Modal  Asing
      sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
      Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
      Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6
      Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
      sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
      Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
      Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
      Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tetap
      berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur
      dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan
      Undang-Undang ini.



                                         (2) Persetujuan . . .
                   - 26 -

(2)   Persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan
      yang telah diberikan oleh Pemerintah berdasarkan
      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
      Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah
      dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang
      Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1
      Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan
      Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
      Penanamana Modal Dalam Negeri sebagaimana telah
      diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970
      tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
      Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
      Negeri dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
      berakhirnya persetujuan penanaman modal dan izin
      pelaksanaan tersebut.

(3)   Permohonan penanaman modal dan permohonan lainnya
      yang berkaitan dengan penanaman modal yang telah
      disampaikan kepada instansi yang berwenang dan pada
      tanggal  disahkannya    Undang-Undang     ini belum
      memperoleh persetujuan Pemerintah wajib disesuaikan
      dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

(4)   Perusahaan penanaman modal yang telah diberi izin
      usaha oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang
      Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
      sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
      Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
      Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6
      Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
      sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
      Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
      Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
      Penanaman Modal Dalam Negeri dan, apabila izin usaha
      tetapnya telah berakhir, dapat diperpanjang berdasarkan
      Undang-Undang ini.




                                              BAB XVIII . . .
                  - 27 -

                BAB XVIII
           KETENTUAN PENUTUP

                 Pasal 38

Dengan berlakunya Undang-Undang ini:

a.   Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
     Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik
     Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran
     Negara Republik Indonesia Nomor 2818) sebagaimana
     telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
     1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
     Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor
     46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
     Nomor 2943); dan

b.   Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
     Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan
     Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2853)
     sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
     Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
     Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan
     Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

                  Pasal 39

Semua Ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan secara langsung dengan penanaman modal wajib
mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada
Undang-Undang ini.

                 Pasal 40

Undang-Undang      ini     mulai   berlaku   pada     tanggal
diundangkan.

                                                    Agar . . .
                                - 28 -

                Agar   setiap  orang    mengetahuinya,    memerintahkan
                pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
                dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



                                  Disahkan di Jakarta
                                  pada tanggal 26 April 2007

                                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




                                  DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,




           HAMID AWALUDIN


    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 67
                            PENJELASAN
                                ATAS
              UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 25 TAHUN 2007
                              TENTANG
                        PENANAMAN MODAL



I. UMUM

  Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk
  memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah
  dijabarkan dalam Pasal 33       Undang-Undang Dasar Negara Republik
  Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari
  pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang
  perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi
  nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan
  terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan
  ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan
  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI
  Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi
  sebagai sumber hukum materiil. Dengan demikian, pengembangan
  penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
  menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal.

  Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian
  dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai
  upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan
  lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan,
  meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong
  pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan
  masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.

  Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila
  faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi,
  antara lain melalui perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat
  dan daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang
  penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim
  usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.
  Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi
  penanaman modal akan membaik secara signifikan.


                                                              Suasana . . .
                               -2-

Suasana kebatinan pembentukan Undang-Undang tentang Penanaman
Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman
modal yang kondusif sehingga Undang-Undang tentang Penanaman Modal
mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan
cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk
badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta
keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan
yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman
modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban,
dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal,
pengesahan dan perizinan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan
penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan,
penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur
tentang penyelesaian sengketa.

Undang-Undang ini mencakupi semua kegiatan penanaman modal
langsung di semua sektor. Undang-Undang ini juga memberikan jaminan
perlakuan    yang   sama dalam rangka penanaman modal. Selain itu,
Undang-Undang ini memerintahkan agar Pemerintah meningkatkan
koordinasi antarinstansi Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan
Bank Indonesia, dan antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah.
Koordinasi dengan pemerintah daerah harus sejalan dengan semangat
otonomi daerah. Pemerintah daerah bersama-sama dengan instansi atau
lembaga, baik swasta maupun Pemerintah, harus lebih diberdayakan lagi,
baik dalam pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam
koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal. Pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas
otonomi daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi. Oleh karena
itu, peningkatan koordinasi kelembagaan tersebut harus dapat diukur dari
kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman modal dengan
biaya yang berdaya saing. Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi,
Undang-Undang ini juga memerintahkan penyusunan peraturan
perundang-undangan mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang
terbuka dengan persyaratan, termasuk bidang usaha yang harus
dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi.

Permasalahan pokok yang dihadapi penanam modal dalam memulai usaha
di Indonesia diperhatikan oleh Undang-Undang ini sehingga terdapat
pengaturan mengenai pengesahan dan perizinan yang di dalamnya terdapat
pengaturan mengenai pelayanan terpadu satu pintu. Dengan sistem itu,
sangat diharapkan bahwa pelayanan terpadu di pusat dan di daerah dapat
menciptakan penyederhanaan perizinan dan percepatan penyelesaiannya.
Selain pelayanan penanaman modal di daerah, Badan Koordinasi
Penanaman Modal diberi tugas mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan

                                                        penanaman . . .
                                -3-

penanam modal. Badan Koordinasi Penanaman Modal dipimpin oleh
seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Jabaran
tugas pokok dan fungsi Badan Koordinasi Penanaman Modal pada dasarnya
memperkuat peran badan tersebut guna mengatasi hambatan penanaman
modal, meningkatkan kepastian pemberian fasilitas kepada penanam
modal, dan memperkuat peran penanam modal. Peningkatan peran
penanaman modal tersebut harus tetap dalam koridor kebijakan
pembangunan nasional yang direncanakan dengan tahap memperhatian
kestabilan makroekonomi dan keseimbangan ekonomi antarwilayah, sektor,
pelaku usaha, dan kelompok masyarakat, mendukung peran usaha
nasional, serta memenuhi kaidah tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance).

Fasilitas penanaman modal diberikan dengan mempertimbangkan tingkat
daya saing perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus promotif
dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya
kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong pengaturan secara
lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal, fasilitas hak atas tanah,
imigrasi, dan fasilitas perizinan impor. Meskipun demikian, pemberian
fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan sebagai upaya
mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi
dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih
menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang modal
atau mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait
dengan lokasi penanaman modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan
infrastruktur terbatas yang akan diatur lebih terperinci dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dengan memperhatikan hal tersebut, Undang-Undang ini juga memberikan
ruang kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi
berbagai perjanjian internasional yang terjadi dan sekaligus untuk
mendorong kerja sama internasional lainnya guna memperbesar peluang
pasar regional dan internasional bagi produk barang dan jasa dari
Indonesia. Kebijakan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu
ditempatkan sebagai bagian untuk menarik potensi pasar internasional dan
sebagai daya dorong guna meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu
kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi
pengembangan perekonomian nasional. Selain itu, Undang-Undang ini juga
mengatur hak pengalihan aset dan hak untuk melakukan transfer dan
repatriasi dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hukum, kewajiban
fiskal, dan kewajiban sosial yang harus diselesaikan oleh penanam modal.
Kemungkinan timbulnya sengketa antara penanam modal dan Pemerintah
juga diantisipasi    Undang-Undang ini dengan pengaturan mengenai
penyelesaian sengketa.


                                                                 Hak . . .
                                  -4-

  Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus
  guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam
  modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat,
  memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan
  melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaturan tanggung
  jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan
  usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan
  pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong
  ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.

  Perekonomian dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang semakin
  ketat sehingga kebijakan penanaman modal harus didorong untuk
  menciptakan daya saing perekonomian nasional guna mendorong integrasi
  perekonomian Indonesia menuju perekonomian global. Perekonomian dunia
  juga diwarnai oleh adanya blok perdagangan, pasar bersama, dan perjanjian
  perdagangan bebas yang didasarkan atas sinergi kepentingan antarpihak
  atau antarnegara yang mengadakan perjanjian. Hal itu juga terjadi dengan
  keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional yang terkait
  dengan penanaman modal, baik secara bilateral, regional maupun
  multilateral (World Trade Organization/WTO), menimbulkan berbagai
  konsekuensi yang harus dihadapi dan ditaati.

  Berbagai pertimbangan di atas dan mengingat hukum penanaman modal
  yang telah berlaku selama kurang lebih 40 (empat puluh) tahun semakin
  mendesak kebutuhan Undang-Undang tentang Penanaman Modal sebagai
  pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
  Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
  1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
  1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
  1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah
  dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
  Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
  Modal Dalam Negeri yang selama ini merupakan dasar hukum bagi kegiatan
  penanaman modal di Indonesia perlu diganti karena tidak sesuai lagi
  dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan
  perekonomian nasional melalui konstruksi pembangunan hukum nasional
  di bidang penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak kepada
  kepentingan nasional.



II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
      Cukup jelas.
                                                                Pasal 2 . . .
                                -5-

Pasal 2
    Yang dimaksud dengan "penanaman modal di semua sektor di wilayah
    negara Republik Indonesia" adalah penanaman modal langsung dan
    tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

Pasal 3
    Ayat (1)
        Huruf a
             Yang dimaksud dengan "asas kepastian hukum" adalah asas
             dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan
             peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap
             kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
        Huruf b
             Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah asas yang
             terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
             informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
             kegiatan penanaman modal.
        Huruf c
             Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah asas yang
             menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
             penyelenggaraan        penananam         modal         harus
             dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat
             sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
             ketentuan peraturan perundang-undangan.
          Huruf d
              Yang dimaksud dengan "asas perlakuan yang sama dan tidak
              membedakan asal negara" adalah asas perlakuan pelayanan
              nondiskriminasi     berdasarkan     ketentuan   peraturan
              perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam
              negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam
              modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara
              asing lainnya.
          Huruf e
              Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah asas yang
              mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-
              sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan
              kesejahteraan rakyat.
          Huruf f
              Yang dimaksud dengan "asas efisiensi berkeadilan" adalah
              asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan
              mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk
              mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya
              saing.

                                                             Huruf g . . .
                               -6-

        Huruf g
            Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah asas yang
            secara   terencana   mengupayakan     berjalannya   proses
            pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin
            kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan,
            baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
        Huruf h
            Yang dimaksud dengan       "asas berwawasan lingkungan"
            adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
            memerhatikan dan mengutamakan perlindungan dan
            pemeliharaan lingkungan hidup.
        Huruf i
            Yang dimaksud dengan      "asas kemandirian" adalah asas
            penanaman      modal   yang    dilakukan    dengan    tetap
            mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak
            menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya
            pertumbuhan ekonomi.
        Huruf j
           Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan kemajuan dan
           kesatuan ekonomi nasional" adalah asas yang berupaya
           menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam
           kesatuan ekonomi nasional.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 4
    Ayat (1)
        Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Huruf a
             Yang dimaksud dengan "perlakuan yang sama" adalah bahwa
             Pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam
             modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia,
             kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-
             undangan.
        Huruf b
             Cukup Jelas.
        Huruf c
             Cukup Jelas.

    Ayat (3)
        Cukup Jelas.

                                                            Pasal 5 . . .
                               -7-

Pasal 5
    Cukup jelas.


Pasal 6
    Ayat (1)
        Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan "hak istimewa" adalah antara lain hak
        istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah
        perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan
        moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara
        Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral,
        regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa
        tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.


Pasal 7
    Ayat (1)
        Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan "harga pasar" adalah harga yang
        ditentukan menurut cara yang digunakan secara internasional
        oleh penilai independen yang ditunjuk oleh para pihak.

    Ayat (3)
        Yang dimaksud dengan "arbitrase" adalah cara penyelesaian suatu
        sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada
        kesepakatan tertulis oleh para pihak yang bersengketa.


Pasal 8
    Ayat (1)
        Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

    Ayat (3)
        Cukup jelas.

    Ayat (4)
        Cukup jelas.

                                                             Ayat (5) . . .
                               -8-

    Ayat (5)
        Huruf a
             Cukup jelas.
        Huruf b
             Cukup jelas.
        Huruf c
             Cukup jelas.
        Huruf d
             Dalam hal terjadi kerugian negara,      Pemerintah dapat
             melakukan tindakan hukum, antara lain berupa peringatan,
             pembekuan, pencabutan izin usaha, tuntutan ganti rugi, dan
             sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
             undangan.
Pasal 9
    Cukup jelas.

Pasal 10
    Cukup jelas.

Pasal 11
    Cukup jelas.

Pasal 12
    Ayat (1)
         Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka
         dengan persyaratan      ditetapkan melalui Peraturan Presiden
         disusun dalam suatu daftar yang berdasarkan standar klasifikasi
         tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku di Indonesia,
         yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
         Indonesia (KBLI) dan/atau Internasional Standard for Industrial
         Classification (ISIC).

    Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan "alat peledak" adalah alat yang digunakan
        untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.

    Ayat (3)
        Cukup jelas.

    Ayat (4)
        Cukup jelas.


                                                             Ayat (5) . . .
                               -9-

    Ayat (5)
        Cukup jelas.


Pasal 13
    Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "bidang usaha yang dicadangkan" adalah
         bidang usaha yang khusus diperuntukkan bagi usaha mikro, kecil,
         menengah, dan koperasi agar mampu dan sejajar dengan pelaku
         ekonomi lainnya.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.



Pasal 14
    Huruf a
         Yang dimaksud dengan "kepastian hak" adalah jaminan
         Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh hak
         sepanjang penanam modal telah melaksanakan kewajiban yang
         ditentukan.
        Yang dimaksud dengan "kepastian hukum" adalah jaminan
        Pemerintah untuk menempatkan hukum dan ketentuan peraturan
        perundang-undangan sebagai landasan utama dalam setiap
        tindakan dan kebijakan bagi penanam modal.
        Yang dimaksud dengan "kepastian perlindungan" adalah jaminan
        Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh perlindungan
        dalam melaksanakan kegiatan penanaman modal.

    Huruf b
       Cukup jelas.

    Huruf c
       Cukup jelas.

    Huruf d
       Cukup jelas.

Pasal 15
    Huruf a
         Cukup jelas.


                                                           Huruf b . . .
                              - 10 -

    Huruf b
       Yang dimaksud dengan "tanggung jawab sosial perusahaan"
       adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan
       penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang
       serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan
       budaya masyarakat setempat.

    Huruf c
       Laporan kegiatan penanam modal yang memuat perkembangan
       penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanam modal
       disampaikan secara berkala kepada Badan Koordinasi Penanaman
       Modal dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang
       penanaman modal.

    Huruf d
       Cukup jelas.

    Huruf e
       Cukup jelas.

Pasal 16
    Cukup jelas.

Pasal 17
    Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kerusakan
    lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan penanaman modal.


Pasal 18
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

    Ayat (3)
        Huruf a
             Cukup   jelas.
        Huruf b
             Cukup   jelas.
        Huruf c
             Cukup   jelas.
        Huruf d
             Cukup   jelas.

                                                            Huruf e . . .
                             - 11 -

        Huruf e
            Yang dimaksud dengan "industri pionir" adalah industri yang
            memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan
            eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru,
            serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
        Huruf f
            Cukup jelas.
        Huruf g
            Cukup jelas.
        Huruf h
            Cukup jelas.
        Huruf i
            Cukup jelas.
        Huruf j
            Cukup jelas.
    Ayat (4)
        Cukup jelas.

    Ayat (5)
        Cukup jelas.
    Ayat (6)
        Cukup jelas.

    Ayat (7)
        Cukup jelas.


Pasal 19
    Cukup jelas.

Pasal 20
    Cukup jelas.

Pasal 21
    Cukup jelas.

Pasal 22
    Ayat (1)
         Huruf a
             Hak Guna Usaha (HGU) diperoleh dengan cara dapat
             diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60
             (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga
             puluh lima) tahun.

                                                           Huruf b . . .
                              - 12 -

        Huruf b
            Hak Guna Bangunan (HGB) diperoleh dengan cara dapat
            diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima
            puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh)
            tahun.
        Huruf c
           Hak Pakai (HP) diperoleh dengan cara dapat diberikan dan
           diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima)
           tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima)
           tahun.

    Ayat (2)
        Huruf a
             Cukup jelas.
        Huruf b
             Cukup jelas.
        Huruf c
             Yang dimaksud dengan "area yang luas" adalah luas tanah
             yang diperlukan untuk kegiatan penanaman modal dengan
             mempertimbangkan kepadatan penduduk, bidang usaha, atau
             jenis usaha yang ditentukan dengan peraturan perundang-
             undangan.
        Huruf d
             Cukup jelas.
        Huruf e
             Cukup jelas.

    Ayat (3)
        Cukup jelas.

    Ayat (4)
        Cukup jelas.

Pasal 23
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Rekomendasi diberikan setelah penanaman modal memenuhi
        ketentuan penggunaan tenaga kerja asing       sesuai dengan
        ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

    Ayat (3)
        Cukup jelas.

                                                             Ayat (4) . . .
                            - 13 -

    Ayat (4)
        Cukup jelas.

Pasal 24
    Cukup jelas.


Pasal 25
    Cukup jelas.

Pasal 26
    Cukup jelas.

Pasal 27
    Ayat (1)
         Cukup jelas.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

    Ayat (3)
        Yang dimaksud dengan bertanggung jawab langsung kepada
        Presiden adalah bahwa Badan Koordinasi Penanaman Modal
        dalam melaksanakan tugas, menjalankan          fungsi, dan
        menyampaikan tanggung jawabnya langsung kepada Presiden.


Pasal 28
    Ayat (1)
         Huruf a
             Cukup jelas.
         Huruf b
             Cukup jelas.
         Huruf c
             Dalam rangka penetapan norma, standar, dan prosedur
             Badan Koordinasi Penanaman Modal berkoordinasi dengan
             departemen/instansi terkait.
         Huruf d
             Cukup jelas.
         Huruf e
             Cukup jelas.
         Huruf f
             Cukup jelas.

                                                      Huruf g . . .
                               - 14 -

        Huruf g
            Cukup   jelas.
        Huruf h
            Cukup   jelas.
        Huruf i
            Cukup   jelas.
        Huruf j
            Cukup   jelas.
    Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 29
    Cukup jelas.


Pasal 30
    Cukup jelas.


Pasal 31
    Cukup jelas.

Pasal 32
    Cukup jelas.

Pasal 33
    Ayat (1)
         Tujuan pengaturan ayat ini adalah menghindari terjadinya
         perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara
         materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang
         lain.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

    Ayat (3)
        Yang dimaksud dengan "tindak pidana perpajakan" adalah
        informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan
        pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan,
        tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau
        melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat
        menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang
        diatur dalam undang-undang yang mengatur perpajakan.

                                                               Yang . . .
                             - 15 -

        Yang dimaksud dengan "penggelembungan biaya pemulihan"
        adalah biaya yang dikeluarkan di muka oleh penanam modal yang
        jumlahnya tidak wajar dan kemudian diperhitungkan sebagai
        biaya pengeluaran kegiatan penanaman modal pada saat
        penentuan bagi hasil dengan Pemerintah

        Yang dimaksud dengan "temuan oleh pihak pejabat yang
        berwenang" adalah temuan dengan indikasi unsur pidana
        berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK atau
        pihak lainnya yang memiliki kewenangan untuk memeriksa, yang
        selanjutnya ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-
        undangan.

Pasal 34
    Cukup jelas.

Pasal 35
    Cukup jelas.

Pasal 36
    Cukup jelas.

Pasal 37
    Cukup jelas.

Pasal 38
    Cukup jelas.


Pasal 39
    Cukup jelas.


Pasal 40
    Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4724


Silahkan download versi PDF nya sbb:
penanaman_modal_(uu_25_thn_2007)_25.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.