Previous
Next

2007

Undang-Undang Perkeretaapian (UU 23 thn 2007)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian :
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 23 TAHUN 2007
                                TENTANG
                            PERKERETAAPIAN


               DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam
               mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah
               dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
               dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara, serta
               memperkukuh ketahanan nasional dalam usaha mencapai
               tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
               Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

              b. bahwa perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi
                 dalam sistem transportasi nasional yang mempunyai
                 karakteristik pengangkutan secara massal dan keunggulan
                 tersendiri, yang tidak dapat dipisahkan dari moda
                 transportasi lain, perlu dikembangkan potensinya dan
                 ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah, baik
                 nasional    maupun    internasional, untuk   menunjang,
                 mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional guna
                 meningkatkan kesejahteraan rakyat;

              c. bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang
                 Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
                 Indonesia Nomor 3479) tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
                 dan     perkembangan     hukum      dalam     masyarakat,
                 perkembangan zaman, serta ilmu pengetahuan dan
                 teknologi;

              d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                 dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-
                 Undang tentang Perkeretaapian;


Mengingat   : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara
              Republik Indonesia Tahun 1945;

                                                               Dengan . . .
                                -2-

                    Dengan Persetujuan Bersama
         DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                            dan
                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                           MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKERETAAPIAN.


                              BAB I
                         KETENTUAN UMUM

                                Pasal 1

           Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

           1.   Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
                atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta
                norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk
                penyelenggaraan transportasi kereta api.

           2.   Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga
                gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan
                sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang
                bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta
                api.

           3.   Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun
                kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api
                dapat dioperasikan.

           4.   Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian
                petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta
                api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan
                jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang
                diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.

           5.   Jaringan jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api
                yang terkait satu dengan yang lain yang menghubungkan
                berbagai tempat sehingga merupakan satu sistem.


                                                               6. Jalur . . .
                    -3-

6.   Jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang
     digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu
     untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut.

7.   Jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat
     dari baja, beton, atau konstruksi lain yang terletak di
     permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung
     beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta
     api.

8.   Fasilitas operasi kereta api adalah segala fasilitas yang
     diperlukan agar kereta api dapat dioperasikan.

9.   Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat
     bergerak di jalan rel.

10. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan
    Usaha Milik Daerah, atau badan hukum Indonesia yang
    khusus didirikan untuk perkeretaapian.

11. Fasilitas penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang
    melengkapi penyelenggaraan angkutan kereta api yang
    dapat memberikan kemudahan, kenyamanan, dan
    keselamatan bagi pengguna jasa kereta api.

12. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan
    hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api, baik
    untuk angkutan orang maupun barang.

13. Lalu lintas kereta api adalah gerak sarana perkeretaapian
    di jalan rel.

14. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang
    dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan
    menggunakan kereta api.

15. Awak Sarana Perkeretaapian adalah orang yang
    ditugaskan di dalam kereta api oleh Penyelenggara Sarana
    Perkeretaapian selama perjalanan kereta api.

16. Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak
    yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian.

17. Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha
    yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum.


                                               18. Setiap . . .
                    -4-

18. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

19. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
    adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
    kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
    sebagaimana dimaksud      dalam Undang-Undang Dasar
    Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

20. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau
    Walikota,  dan   perangkat    daerah sebagai unsur
    penyelenggara pemerintahan daerah.

21. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya
    di bidang perkeretaapian.


                   BAB II
              ASAS DAN TUJUAN

                    Pasal 2

Perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan:
a. asas manfaat;
b. asas keadilan;
c.   asas keseimbangan;
d. asas kepentingan umum;
e.   asas keterpaduan;
f.   asas kemandirian;
g.   asas transparansi;
h. asas akuntabilitas; dan
i.   asas berkelanjutan.

                    Pasal 3

Perkeretaapian     diselenggarakan       dengan  tujuan  untuk
memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara
massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar,
tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan,
pertumbuhan,       stabilitas,    pendorong,    dan   penggerak
pembangunan nasional.


                                                  BAB III . . .
                     -5-

                   BAB III
           TATANAN PERKERETAAPIAN

                     Pasal 4

Kereta api menurut jenisnya terdiri dari:
a. kereta api kecepatan normal;
b. kereta api kecepatan tinggi;
c.  kereta api monorel;
d. kereta api motor induksi linear;
e.  kereta api gerak udara;
f.  kereta api levitasi magnetik;
g.  trem; dan
h. kereta gantung.

                     Pasal 5

(1)   Perkeretaapian menurut fungsinya terdiri dari:
      a. perkeretaapian umum; dan
      b. perkeretaapian khusus.

(2)   Perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf a terdiri dari:
      a. perkeretaapian perkotaan; dan
      b. perkeretaapian antarkota.

(3)   Perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf b hanya digunakan secara khusus oleh badan
      usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan
      usaha tersebut.

                     Pasal 6

(1)   Tatanan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
       a. perkeretaapian nasional;
       b. perkeretaapian provinsi; dan
       c. perkeretaapian kabupaten/kota.

(2)   Tatanan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) merupakan satu kesatuan sistem
      perkeretaapian yang disebut tatanan perkeretaapian
      nasional.

                                                  (3) Sistem . . .
                     -6-

(3)   Sistem perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat
      (2) harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.

                    Pasal 7

(1)   Untuk mewujudkan tatanan perkeretaapian sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ditetapkan rencana
      induk perkeretaapian.

(2)   Rencana induk perkeretaapian      sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) terdiri dari:
      a. rencana induk perkeretaapian   nasional;
      b. rencana induk perkeretaapian   provinsi; dan
      c. rencana induk perkeretaapian   kabupaten/kota.

                    Pasal 8

(1)   Rencana induk perkeretaapian nasional sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a disusun dengan
      memperhatikan:
      a. rencana tata ruang wilayah nasional; dan
      b. rencana induk jaringan moda transportasi lainnya.

(2)   Rencana induk perkeretaapian nasional sebagaimana
      dimaksud      pada     ayat     (1) disusun dengan
      mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian
      pada tataran transportasi nasional.

(3)   Rencana induk perkeretaapian nasional sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
      a. arah kebijakan dan peranan perkeretaapian nasional
         dalam keseluruhan moda transportasi;
      b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
         menurut asal tujuan perjalanan;
      c. rencana    kebutuhan     prasarana   perkeretaapian
         nasional;
      d rencana kebutuhan sarana perkeretaapian nasional;
         dan
      e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

                    Pasal 9

(1)   Rencana induk perkeretaapian provinsi sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b disusun dengan
      memperhatikan:

                                                a. rencana . . .
                     -7-

      a.   rencana tata ruang wilayah nasional;
      b.   rencana tata ruang wilayah provinsi;
      c.   rencana induk perkeretaapian nasional; dan
      d.   rencana induk jaringan moda transportasi lainnya
           pada tataran provinsi.

(2)   Rencana induk perkeretaapian provinsi sebagaimana
      dimaksud      pada     ayat     (1) disusun dengan
      mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian
      pada tataran transportasi provinsi.

(3)   Rencana induk perkeretaapian provinsi sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) memuat:
      a. arah kebijakan dan peranan perkeretaapian provinsi
         dalam keseluruhan moda transportasi;
      b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
         menurut asal tujuan perjalanan pada tataran provinsi;
      c. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian provinsi;
      d. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian provinsi;
         dan
      e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

                    Pasal 10

(1)   Rencana     induk     perkeretaapian     kabupaten/kota
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c
      disusun dengan memperhatikan:
      a. rencana tata ruang wilayah nasional;
      b. rencana tata ruang wilayah provinsi;
      c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana
         tata ruang wilayah kota;
      d. rencana induk perkeretaapian provinsi; dan
      e. rencana induk jaringan moda transportasi lainnya
         pada tataran kabupaten/kota.

(2)   Rencana     induk      perkeretaapian    kabupaten/kota
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
      mempertimbangkan kebutuhan angkutan perkeretaapian
      pada tataran transportasi kabupaten/kota.

(3)   Rencana    induk   perkeretaapian kabupaten/kota
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling rendah
      memuat:


                                                   a. arah . . .
                     -8-

      a. arah    kebijakan    dan    peranan    perkeretaapian
         kabupaten/kota       dalam     keseluruhan      moda
         transportasi;
      b. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang
         menurut asal tujuan perjalanan pada tataran
         kabupaten/kota;
      c. rencana     kebutuhan     prasarana    perkeretaapian
         kabupaten/kota;
      d. rencana       kebutuhan     sarana     perkeretaapian
         kabupaten/kota; dan
      e. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

                    Pasal 11

Rencana induk perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) ditetapkan oleh:
a. Pemerintah untuk rencana induk perkeretaapian nasional;
b. pemerintah provinsi untuk rencana induk perkeretaapian
    provinsi; dan
c.  pemerintah kabupaten/kota untuk rencana induk
    perkeretaapian kabupaten/kota.

                    Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis kereta api dan
penyusunan rencana induk perkeretaapian diatur dengan
Peraturan Pemerintah.


                    BAB IV
                  PEMBINAAN

                    Pasal 13

(1)   Perkeretaapian dikuasai oleh Negara dan pembinaannya
      dilakukan oleh Pemerintah.

(2) Pembinaan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) meliputi:
    a. pengaturan;
    b. pengendalian; dan
    c. pengawasan.


                                                  (3) Arah . . .
                     -9-

(3)   Arah pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      bertujuan untuk memperlancar perpindahan orang
      dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman,
      nyaman, cepat, tepat, tertib, dan teratur, serta efisien.

(4)   Sasaran    pembinaan   perkeretaapian   sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menunjang
      pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan
      penggerak pembangunan nasional.

                    Pasal 14

(1)   Pembinaan perkeretaapian nasional dilaksanakan oleh
      Pemerintah yang meliputi:
      a. penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan
         perkeretaapian       nasional,      provinsi,      dan
         kabupaten/kota;
      b. penetapan,    pedoman,     standar,   serta   prosedur
         penyelenggaraan dan pengembangan perkeretaapian;
      c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan
         fungsi di bidang perkeretaapian;
      d. pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan
         teknis kepada Pemerintah Daerah, penyelenggara dan
         pengguna jasa perkeretaapian; dan
      e. pengawasan terhadap perwujudan pengembangan
         sistem perkeretaapian.

(2) Pembinaan perkeretaapian provinsi dilaksanakan oleh
    pemerintah provinsi yang meliputi:
    a. penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan
       perkeretaapian provinsi, dan kabupaten/kota;
    b. pemberian arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan
       teknis kepada kabupaten/kota, penyelenggara dan
       pengguna jasa perkeretaapian; dan
    c. pengawasan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian
       provinsi.

(3)   Pembinaan perkeretaapian kabupaten/kota dilaksanakan
      oleh pemerintah kabupaten/kota yang meliputi:
      a. penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan
          perkeretaapian kabupaten/kota;
      b. pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan
          teknis kepada penyelenggara dan pengguna jasa
          perkeretaapian; dan
      c. pengawasan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian
          kabupaten/kota.

                                                  Pasal 15 . . .
                  - 10 -

                  Pasal 15

Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14, Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus
mengintegrasikan perkeretaapian dengan moda transportasi
lainnya.

                  Pasal 16

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan perkeretaapian
diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                  BAB V
             PENYELENGGARAAN

                  Pasal 17

(1)   Penyelenggaraan perkeretaapian umum sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a berupa
      penyelenggaraan:
      a. prasarana perkeretaapian; dan/atau
      b. sarana perkeretaapian.

(2)   Penyelenggaraan perkeretaapian khusus sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b berupa
      penyelenggaraan:
      a. prasarana perkeretaapian; dan
      b. sarana perkeretaapian.

                  Pasal 18

Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum meliputi
kegiatan :
a. pembangunan prasarana;
b. pengoperasian prasarana;
c.   perawatan prasarana; dan
d. pengusahaan prasarana.

                  Pasal 19

Pembangunan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf a wajib:
a. berpedoman       pada    ketentuan   rencana     induk
    perkeretaapian; dan
b. memenuhi persyaratan teknis prasarana perkeretaapian.

                                              Pasal 20 . . .
                    - 11 -

                    Pasal 20

Pengoperasian prasarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf b wajib memenuhi standar
kelaikan operasi prasarana perkeretaapian.

                    Pasal 21

Perawatan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf c wajib:
a. memenuhi standar perawatan prasarana perkeretaapian;
    dan
b. dilakukan oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan
    kualifikasi keahlian di bidang prasarana perkeretaapian.

                    Pasal 22

Pengusahaan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf d wajib dilakukan berdasarkan
norma, standar, dan kriteria perkeretaapian.

                    Pasal 23

(1)   Penyelenggaraan   prasarana     perkeretaapian  umum
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan oleh
      Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-
      sendiri maupun melalui kerja sama.

(2)   Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan
      prasarana perkeretaapian umum, Pemerintah atau
      Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan prasarana
      perkeretaapian.

                    Pasal 24

(1)   Badan     Usaha    yang     menyelenggarakan prasarana
      perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      23 ayat (1) wajib memiliki:
      a. izin usaha;
      b. izin pembangunan; dan
      c. izin operasi.

(2) Izin usaha penyelenggaraan prasarana perkeretaapian
     umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
     diterbitkan oleh pemerintah.
                                                  (3) Izin . . .
                     - 12 -

(3)   Izin pembangunan prasarana perkeretaapian umum
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan
      setelah dipenuhinya persyaratan teknis prasarana
      perkeretaapian.

(4)   Izin operasi prasarana perkeretaapian umum sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf c diterbitkan setelah
      dipenuhinya persyaratan kelaikan operasi prasarana
      perkeretaapian.

(5)   Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan
      huruf c diberikan oleh :
      a. Pemerintah      untuk     penyelenggaraan     prasarana
          perkeretaapian umum yang             jaringan jalurnya
          melintasi batas wilayah provinsi;
      b. pemerintah provinsi untuk penyelenggaraan prasarana
          perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintasi
          batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi
          setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah; dan
      c. pemerintah kabupaten/kota untuk penyelenggaraan
          perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya dalam
          wilayah     kabupaten/kota        setelah    mendapat
          rekomendasi pemerintah provinsi dan persetujuan
          Pemerintah.

                    Pasal 25

Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b meliputi kegiatan:
a. pengadaan sarana;
b. pengoperasian sarana;
c.  perawatan sarana; dan
d. pengusahaan sarana.

                    Pasal 26

Pengadaan sarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf a wajib memenuhi persyaratan
teknis sarana perkeretaapian.

                    Pasal 27

Pengoperasian     sarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf b wajib memenuhi standar
kelaikan operasi sarana perkeretaapian.

                                                   Pasal 28 . . .
                    - 13 -

                    Pasal 28

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan
operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis,
pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi.

                    Pasal 29

Perawatan sarana perkeretaapian umum              sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf c wajib:
a.    memenuhi standar perawatan sarana perkeretaapian; dan
b.    dilakukan oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan
      kualifikasi keahlian di bidang sarana perkeretaapian.

                    Pasal 30

Pengusahaan sarana perkeretaapian umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf d wajib dilakukan berdasarkan
norma, standar, dan kriteria sarana perkeretaapian.

                    Pasal 31

(1)   Penyelenggaraan    sarana      perkeretaapian   umum
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan oleh
      Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-
      sendiri maupun melalui kerja sama.

(2)   Dalam hal tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan
      sarana    perkeretaapian   umum,    Pemerintah   atau
      Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan sarana
      perkeretaapian.

                    Pasal 32

(1)   Badan     Usaha    yang   menyelenggarakan    sarana
      perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      25 wajib memiliki:
      a. izin usaha; dan
      b. izin operasi.

(2)   Izin usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan
      oleh Pemerintah.
                                                   (3) Izin . . .
                     - 14 -

(3)   Izin operasi sarana perkeretaapian umum sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan oleh:
      a. Pemerintah       untuk       pengoperasian       sarana
          perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintasi
          batas wilayah provinsi dan batas wilayah negara;
      b. pemerintah provinsi untuk pengoperasian sarana
          perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintasi
          batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi;
          dan
      c. pemerintah kabupaten/kota untuk pengoperasian
          sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya
          dalam wilayah kabupaten/kota;

                    Pasal 33

(1)   Penyelenggaraan perkeretaapian khusus sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilakukan oleh badan
      usaha untuk menunjang kegiatan pokoknya.

(2)   Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
      memiliki:
      a. izin pengadaan atau pembangunan; dan
      b. izin operasi.

(3)   Perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) wajib memenuhi persyaratan teknis prasarana dan
      sarana perkeretaapian.

(4)   Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh :
      a. Pemerintah untuk penyelenggaraan perkeretaapian
          khusus yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah
          provinsi dan batas wilayah negara;
      b. pemerintah      provinsi     untuk     penyelenggaraan
          perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya
          melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu
          provinsi   setelah    mendapat     persetujuan    dari
          Pemerintah; dan
      c. pemerintah kabupaten/kota untuk penyelenggaraan
          perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya dalam
          wilayah     kabupaten/kota       setelah    mendapat
          rekomendasi pemerintah provinsi dan persetujuan
          Pemerintah.


                                                  Pasal 34 . . .
                    - 15 -

                   Pasal 34

Ketentuan     lebih   lanjut   mengenai    penyelenggaraan
perkeretaapian umum dan penyelenggaraan perkeretaapian
khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                  BAB VI
         PRASARANA PERKERETAAPIAN

                 Bagian Kesatu
                    Umum

                   Pasal 35

(1)   Prasarana     perkeretaapian umum dan perkeretaapian
      khusus meliputi :
      a. jalur kereta api;
      b. stasiun kereta api; dan
      c. fasilitas operasi kereta api.

(2)   Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf a diperuntukkan bagi pengoperasian kereta api.

(3)   Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      huruf b berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat
      atau berhenti untuk melayani :
      a. naik turun penumpang;
      b. bongkar muat barang; dan/atau
      c. keperluan operasi kereta api.

(4)   Fasilitas operasi kereta api sebagaimana dimaksud pada
      ayat    (1)  huruf    c   merupakan    peralatan untuk
      pengoperasian perjalanan kereta api.


                 Bagian Kedua
                Jalur Kereta Api

                   Pasal 36

Jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf a meliputi:
a. ruang manfaat jalur kereta api;
b. ruang milik jalur kereta api; dan
c.  ruang pengawasan jalur kereta api.

                                                Pasal 37 . . .
                     - 16 -

                     Pasal 37

(1)   Ruang manfaat jalur kereta api sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 36 huruf a terdiri dari jalan rel dan bidang
      tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri,
      kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi
      jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta
      bangunan pelengkap lainnya.

(2) Jalan rel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
     berada:
     a. pada permukaan tanah;
     b. di bawah permukaan tanah; dan
     c. di atas permukaan tanah.

                     Pasal 38

Ruang manfaat jalur kereta api diperuntukkan bagi
pengoperasian kereta api dan merupakan daerah yang tertutup
untuk umum.

                     Pasal 39

(1)   Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada
      permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
      ayat (2) huruf a diukur dari sisi terluar jalan rel beserta
      bidang tanah di kiri dan kanannya yang digunakan untuk
      konstruksi jalan rel termasuk bidang tanah untuk
      penempatan fasilitas operasi kereta api dan bangunan
      pelengkap lainnya.

(2)   Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada
      permukaan tanah yang masuk terowongan diukur dari sisi
      terluar konstruksi terowongan.

(3)   Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel pada
      permukaan tanah yang berada di jembatan diukur dari
      sisi terluar konstruksi jembatan.

                     Pasal 40

Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel di bawah
permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(2) huruf b diukur dari sisi terluar konstruksi bangunan jalan
rel di bawah permukaan tanah termasuk fasilitas operasi
kereta api.
                                                    Pasal 41 . . .
                     - 17 -

                    Pasal 41

Batas ruang manfaat jalur kereta api untuk jalan rel di atas
permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(2) huruf c diukur dari sisi terluar dari konstruksi jalan rel atau
sisi terluar yang digunakan untuk fasilitas operasi kereta api.

                    Pasal 42

(1)   Ruang milik jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 36 huruf b adalah bidang tanah di kiri dan di kanan
      ruang manfaat jalur kereta api yang digunakan untuk
      pengamanan konstruksi jalan rel.

(2)   Ruang milik jalur kereta api di luar ruang manfaat jalur
      kereta api dapat digunakan untuk keperluan lain atas izin
      dari pemilik jalur dengan ketentuan tidak membahayakan
      konstruksi jalan rel dan fasilitas operasi kereta api.

                    Pasal 43

(1)   Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang
      terletak pada permukaan tanah sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a diukur dari batas paling
      luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api.

(2)   Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang
      terletak di bawah permukaan tanah sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b diukur dari
      batas paling luar sisi kiri dan kanan serta bagian bawah
      dan atas ruang manfaat jalur kereta api.

(3)   Batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang
      terletak di atas permukaan tanah sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 37 ayat (2) huruf c diukur dari batas paling
      luar sisi kiri dan kanan ruang manfaat jalur kereta api.

                    Pasal 44

Ruang pengawasan jalur kereta api sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 huruf c adalah bidang tanah atau bidang lain di
kiri dan di kanan ruang milik jalur kereta api untuk
pengamanan dan kelancaran operasi kereta api.


                                                    Pasal 45 . . .
                    - 18 -

                    Pasal 45

Batas ruang pengawasan jalur kereta api untuk jalan rel yang
terletak pada permukaan tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (2) huruf a diukur dari batas paling luar sisi kiri
dan kanan daerah milik jalan kereta api.

                    Pasal 46

(1)   Tanah yang terletak di ruang milik jalur kereta api dan
      ruang manfaat jalur kereta api disertifikatkan sesuai
      dengan peraturan perundang-undangan.

(2)   Tanah di ruang pengawasan jalur kereta api dapat
      dimanfaatkan untuk kegiatan lain dengan ketentuan tidak
      membahayakan operasi kereta api.

                    Pasal 47

Penyelenggara prasarana perkeretaapian harus memasang
tanda batas daerah manfaat jalur kereta api.

                    Pasal 48

(1)   Untuk keperluan pengoperasian dan perawatan, jalur
      kereta api umum dikelompokkan dalam beberapa kelas.

(2)   Pengelompokan kelas jalur kereta api umum sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:
      a. kecepatan maksimum yang diizinkan;
      b. beban gandar maksimum yang diizinkan; dan
      c. frekuensi lalu lintas kereta api.

                   Pasal 49

(1)   Jalur kereta api untuk perkeretaapian umum membentuk
      satu kesatuan jaringan jalur kereta api.

(2)   Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      terdiri dari:
      a. jaringan jalur kereta api nasional yang ditetapkan
          dalam rencana induk perkeretaapian nasional;
      b. jaringan jalur kereta api provinsi yang ditetapkan
          dalam rencana induk perkeretaapian provinsi; dan

                                                  c. jaringan . . .
                     - 19 -

      c. jaringan jalur kereta api      kabupaten/kota yang
         ditetapkan dalam rencana       induk perkeretaapian
         kabupaten/kota.

                    Pasal 50

(1)   Jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal   49   yang   diselenggarakan    oleh beberapa
      penyelenggara prasarana perkeretaapian dapat saling
      bersambungan, bersinggungan, atau terpisah.

(2)   Pembangunan dan pengoperasian jalur kereta api yang
      bersambungan     atau     bersinggungan    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), dilakukan atas dasar kerja sama
      antarpenyelenggara prasarana perkeretaapian.

(3)   Dalam hal penyelenggaraan jalur kereta api sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dioperasikan oleh pihak lain,
      penyelenggaraannya harus dilakukan atas dasar kerja
      sama antara penyelenggara prasarana dan pihak lain
      tersebut.

(4)   Satu jalur kereta api untuk perkeretaapian umum dapat
      digunakan     oleh   beberapa   penyelenggara  sarana
      perkeretaapian.

                    Pasal 51

(1)   Jalur kereta api khusus yang jaringannya melebihi satu
      provinsi ditetapkan oleh Pemerintah.

(2)   Jalur kereta api khusus yang jaringannya melebihi 1 (satu)
      wilayah kabupaten/kota dalam provinsi ditetapkan oleh
      pemerintah provinsi.

(3)   Jalur kereta api khusus yang jaringannya dalam wilayah
      kabupaten/kota ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/
      kota.

                    Pasal 52

(1)   Jalur kereta api khusus dapat disambungkan pada
      jaringan jalur kereta api umum.

(2)   Jalur kereta api khusus dapat disambungkan pada
      jaringan jalur kereta api khusus lainnya.

                                          (3) Penyambungan . . .
                    - 20 -

(3)   Penyambungan jalur kereta api khusus pada jaringan jalur
      kereta api umum dan jalur kereta api khusus dengan
      jaringan jalur kereta api khusus lainnya harus mendapat
      izin   dari     pemerintah    sesuai    dengan   tingkat
      kewenangannya.

                    Pasal 53

Ketentuan lebih lanjut mengenai jalur kereta api diatur dengan
Peraturan Pemerintah.


                 Bagian Ketiga
               Stasiun Kereta Api

                    Pasal 54

(1)   Stasiun kereta api untuk keperluan naik turun
      penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
      (3) huruf a paling rendah dilengkapi dengan fasilitas:
      a. keselamatan;
      b. keamanan;
      c. kenyamanan;
      d. naik turun penumpang;
      e. penyandang cacat;
      f. kesehatan; dan
      g. fasilitas umum.

(2)   Stasiun kereta api untuk keperluan bongkar muat barang
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf b
      dilengkapi dengan fasilitas:
      a. keselamatan;
      b. keamanan;
      c. bongkar muat barang; dan
      d. fasilitas umum.

(3)   Untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun
      dapat dibangun jalan rel yang menghubungkan antara
      stasiun dan tempat bongkar muat barang.

(4)   Stasiun kereta api untuk keperluan pengoperasian kereta
      api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c
      harus dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
      kepentingan pengoperasian kereta api.

                                                 Pasal 55 . . .
                    - 21 -

                    Pasal 55

Di stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (3) dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang angkutan
kereta api dengan syarat tidak mengganggu fungsi stasiun.

                    Pasal 56

(1)   Stasiun kereta api dikelompokkan dalam:
      a. kelas besar;
      b. kelas sedang; dan
      c. kelas kecil.

(2) Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kriteria:
    a. fasilitas operasi;
    b. frekuensi lalu lintas;
    c. jumlah penumpang;
    d. jumlah barang;
    e. jumlah jalur; dan
    f. fasilitas penunjang.

                    Pasal 57

(1)   Stasiun kereta api dapat menyediakan jasa pelayanan
      khusus.

(2)   Jasa pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dapat berupa:
      a. ruang tunggu penumpang;
      b. bongkar muat barang;
      c. pergudangan;
      d. parkir kendaraan; dan/atau
      e. penitipan barang.

(3)   Pengguna jasa pelayanan khusus sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) dikenai tarif jasa pelayanan tambahan.

                    Pasal 58

Ketentuan lebih lanjut mengenai stasiun kereta api diatur
dengan Peraturan Pemerintah.



                                          Bagian Keempat . . .
                       - 22 -

                  Bagian Keempat
        Fasilitas Pengoperasian Kereta Api

                       Pasal 59

Fasilitas pengoperasian kereta api sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c meliputi:
a. peralatan persinyalan;
b. peralatan telekomunikasi; dan
c.    instalasi listrik.

                       Pasal 60

(1)   Peralatan persinyalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      59 huruf a berfungsi sebagai:
      a. petunjuk; dan
      b. pengendali.

(2)   Peralatan persinyalan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) terdiri dari:
      a. sinyal;
      b. tanda; dan
      c. marka.

                       Pasal 61

Peralatan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 huruf b berfungsi sebagai penyampai informasi dan/atau
komunikasi bagi kepentingan operasi perkeretaapian.

                       Pasal 62

(1)   Peralatan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 61 menggunakan frekuensi radio dan/atau kabel.

(2)   Penggunaan frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan
      perundang-undangan di bidang telekomunikasi.

                       Pasal 63

(1)   Instalasi listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
      huruf c terdiri dari:
      a. catu daya listrik; dan
      b. peralatan transmisi tenaga listrik.

                                             (2) Instalasi . . .
                    - 23 -

(2)   Instalasi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      digunakan untuk:
      a. menggerakkan kereta api bertenaga listrik;
      b. memfungsikan peralatan persinyalan kereta api yang
          bertenaga listrik;
      c. memfungsikan peralatan telekomunikasi; dan
      d. memfungsikan fasilitas penunjang lainnya.

(3)   Instalasi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dioperasikan berdasarkan peraturan perundang-undangan
      di bidang ketenagalistrikan.

                    Pasal 64

Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas pengoperasian kereta
api diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                Bagian Kelima
      Perawatan Prasarana Perkeretaapian

                    Pasal 65

(1)   Penyelenggara prasarana perkeretaapian wajib merawat
      prasarana perkeretaapian agar tetap laik operasi.

(2)   Perawatan    prasarana    perkeretaapian sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. perawatan berkala; dan
      b. perbaikan untuk mengembalikan fungsinya.

(3)   Perawatan    prasarana    perkeretaapian     sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi standar dan tata
      cara perawatan yang ditetapkan oleh Menteri.

(4)   Perawatan   prasarana    perkeretaapian    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan oleh tenaga yang
      memenuhi syarat dan kualifikasi yang ditetapkan oleh
      Menteri.

                    Pasal 66

Ketentuan lebih lanjut mengenai perawatan prasarana
perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

                                           Bagian Keenam . . .
                     - 24 -

                Bagian Keenam
       Kelaikan Prasarana Perkeretaapian

                     Pasal 67

(1)   Prasarana perkeretaapian yang dioperasikan wajib
      memenuhi persyaratan kelaikan yang berlaku bagi setiap
      jenis prasarana perkeretaapian.

(2)   Persyaratan kelaikan prasarana perkeretaapian meliputi:
      a. persyaratan teknis; dan
      b. persyaratan operasional.

(3)   Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      huruf a meliputi persyaratan sistem dan persyaratan
      komponen.

(4)   Persyaratan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
      (2) huruf b adalah persyaratan kemampuan prasarana
      perkeretaapian    sesuai    dengan   rencana   operasi
      perkeretaapian.

                     Pasal 68

(1)   Untuk menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian, wajib
      dilakukan pengujian dan pemeriksaan.

(2)   Pengujian   prasarana     perkeretaapian sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah
      dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau
      lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.

(3)   Pemeriksaan prasarana perkeretaapian sebagaimana
      dimaksud    pada   ayat   (1)   wajib   dilakukan oleh
      Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian.

                     Pasal 69

Pengujian prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 ayat (2) terdiri dari:
a.    uji pertama; dan
b.    uji berkala.


                                                 Pasal 70 . . .
                    - 25 -

                    Pasal 70

(1)   Uji pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf
      a wajib dilakukan untuk prasarana perkeretaapian baru
      dan prasarana perkeretaapian yang mengalami perubahan
      spesifikasi teknis.

(2)   Uji pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf
      a dilakukan terhadap:
      a. rancang bangun prasarana perkeretaapian; dan
      b. fungsi prasarana perkeretaapian.

(3)   Uji pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilakukan oleh Pemerintah   dan dapat dilimpahkan
      kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat
      akreditasi dari Pemerintah.

(4)   Prasarana perkeretaapian yang mengalami perubahan
      spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      harus mendapat izin dari Menteri.

                    Pasal 71

(1)   Prasarana perkeretaapian yang lulus uji pertama diberi
      sertifikat uji pertama oleh:
      a. Pemerintah;
      b. badan hukum yang mendapat akreditasi dari
          Pemerintah; atau
      c. lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.

(2)   Sertifikat uji pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      berlaku untuk selamanya, kecuali mengalami perubahan
      spesifikasi teknis.

                    Pasal 72

(1)   Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf
      b wajib dilakukan untuk prasarana perkeretaapian yang
      telah dioperasikan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

(2)   Uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan terhadap fungsi prasarana perkeretaapian.


                                                    (3) Uji . . .
                    - 26 -

(3)   Uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilakukan oleh pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada
      badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi
      dari Pemerintah.

                    Pasal 73

(1)   Prasarana perkeretaapian yang lulus uji berkala diberi
      sertifikat uji berkala oleh:
      a. Pemerintah;
      b. badan hukum yang mendapat akreditasi dari
          Pemerintah; atau
      c. lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.

(2)   Sertifikat uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      berlaku sesuai dengan jadwal uji berkala yang ditetapkan
      untuk setiap jenis prasarana perkeretaapian.

                    Pasal 74

(1)   Pemerintah,   badan    hukum,     atau   lembaga yang
      melaksanakan uji pertama dan uji berkala prasarana
      perkeretaapian wajib memiliki tenaga penguji.

(2)   Tenaga penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      harus memiliki kualifikasi keahlian yang dibuktikan
      dengan sertifikat keahlian.

(3)   Sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diperoleh setelah lulus mengikuti pendidikan dan
      pelatihan.

(4)   Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) diselenggarakan oleh Pemerintah dan dapat
      dilimpahkan kepada badan atau lembaga yang mendapat
      akreditasi dari Pemerintah.

                    Pasal 75

Pelaksanaan pengujian prasarana perkeretaapian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 wajib menggunakan peralatan
pengujian dan sesuai dengan tata cara pengujian yang
ditetapkan oleh Menteri.


                                                 Pasal 76 . . .
                    - 27 -

                    Pasal 76

Setiap badan hukum atau lembaga pengujian prasarana
perkeretaapian yang melakukan pengujian wajib menggunakan
tenaga penguji yang memiliki sertifikat keahlian, menggunakan
peralatan pengujian, dan melakukan pengujian sesuai dengan
tata cara pengujian prasarana perkeretaapian yang ditetapkan.

                    Pasal 77

Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, atau
pencabutan izin operasi.

                    Pasal 78

Setiap tenaga penguji prasarana perkeretaapian wajib
melakukan pengujian prasarana perkeretaapian dengan
menggunakan peralatan pengujian dan sesuai dengan tata cara
pengujian yang ditetapkan.

                    Pasal 79

Tenaga penguji prasarana perkeretaapian yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, dikenai
sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan
sertifikat keahlian, atau pencabutan sertifikat keahlian.

                    Pasal 80

(1)   Pengoperasian prasarana perkeretaapian wajib dilakukan
      oleh petugas yang telah memenuhi syarat dan kualifikasi
      kecakapan yang dibuktikan dengan sertifikat kecakapan.

(2)   Sertifikat   kecakapan    pengoperasian  prasarana
      perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diberikan setelah lulus mengikuti pendidikan dan
      pelatihan.

(3)   Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan dapat
      dilimpahkan kepada badan usaha atau lembaga lain yang
      mendapat akreditasi dari Pemerintah.

                                            (4) Sertifikat . . .
                    - 28 -

(4)   Sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dikeluarkan oleh:
      a. Pemerintah;
      b. badan hukum yang mendapat akreditasi dari
          Pemerintah; atau
      c. lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.

                    Pasal 81

Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian wajib menempatkan
tanda larangan di jalur kereta api secara lengkap dan jelas.

                    Pasal 82

Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, dikenai
sanksi administratif berupa teguran tertulis atau pembekuan
izin atau pencabutan izin operasi.

                    Pasal 83

Ketentuan lebih lanjut mengenai kelaikan prasarana
perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                 Bagian Ketujuh
      Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan
            Prasarana Perkeretaapian

                    Pasal 84

(1)   Pengadaan tanah untuk pembangunan prasarana
      perkeretaapian umum dilaksanakan berdasarkan rencana
      induk perkeretaapian.

(2)   Pembangunan prasarana perkeretaapian sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) disosialisasikan kepada
      masyarakat, baik pada tahap perencanaan maupun
      pelaksanaannya, terutama yang tanahnya diperlukan
      untuk pembangunan prasarana perkeretaapian.

(3)   Pemegang hak atas tanah, pemakai tanah negara, atau
      masyarakat hukum adat, yang tanahnya diperlukan untuk
      pembangunan     prasarana    perkeretaapian,   berhak
      mendapat ganti kerugian sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

                                            (4) Pemberian . . .
                     - 29 -


(4)    Pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
       dilaksanakan berdasarkan kesepakatan sesuai dengan
       ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
       pertanahan.

                     Pasal 85

(1)    Apabila   kesepakatan  tidak   tercapai   dan   lokasi
       pembangunan tidak dapat dipindahkan, dilakukan
       pencabutan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan
       peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

(2)    Pelaksanaan pembangunan prasarana perkeretaapian
       dapat dimulai pada bidang tanah yang telah diberi ganti
       kerugian atau telah dicabut hak atas tanahnya.

                     Pasal 86

Tanah yang sudah dikuasai oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, atau Badan Usaha dalam rangka pembangunan
prasarana perkeretaapian, disertifikatkan sesuai dengan
ketentuan   peraturan  perundang-undangan     di bidang
pertanahan.


                 Bagian Kedelapan
      Tanggung Jawab Penyelenggara Prasarana
                  Perkeretaapian

                     Pasal 87

(1)    Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung
       jawab kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan
       pihak ketiga atas kerugian sebagai akibat kecelakaan yang
       disebabkan      kesalahan     pengoperasian     prasarana
       perkeretaapian.

(2)    Tanggung jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
       kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perjanjian kerja sama
       antara Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan
       Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.

                                          (3) Penyelenggara . . .
                    - 30 -

(3)   Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung
      jawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda,
      luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh
      penyelenggaraan prasarana perkeretaapian.

(4)   Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung
      jawab terhadap Petugas Prasarana Perkeretaapian yang
      mengalami luka-luka, atau meninggal dunia yang
      disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian.

(5)   Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami.

                    Pasal 88

Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian tidak bertanggung
jawab terhadap kerugian yang diderita oleh Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian dan/atau pihak ketiga yang disebabkan
oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian apabila:
a.    pihak yang berwenang menyatakan bahwa kerugian bukan
      disebabkan     kesalahan   pengoperasian   prasarana
      perkeretaapian; dan/atau
b.    terjadi keadaan memaksa.

                    Pasal 89

Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.


              Bagian Kesembilan
       Hak dan Wewenang Penyelenggara
           Prasarana Perkeretaapian

                    Pasal 90

Penyelenggara    Prasarana       Perkeretaapian      berhak     dan
berwenang:
a.    mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan
      kereta api;
b.    menghentikan pengoperasian sarana perkeretaapian
      apabila dapat membahayakan perjalanan kereta api;

                                                  c. melakukan . . .
                     - 31 -

c.    melakukan penertiban terhadap pengguna jasa kereta api
      yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa
      kereta api di stasiun;
d.    mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan
      sebidang dengan jalan;
e.    menerima pembayaran        dari   penggunaan    prasarana
      perkeretaapian; dan
f.    menerima ganti kerugian atas kerusakan prasarana
      perkeretaapian   yang    disebabkan    oleh   kesalahan
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian atau pihak ketiga.


                BAB VII
PERPOTONGAN DAN PERSINGGUNGAN JALUR
   KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

                    Pasal 91

(1)   Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak
      sebidang.

(2)   Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1)      hanya dapat dilakukan dengan tetap
      menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta
      api dan lalu lintas jalan.

                    Pasal 92

(1)   Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan,
      saluran air dan/atau prasarana lain yang memerlukan
      persambungan, dan perpotongan dan/atau persinggungan
      dengan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 91 ayat (2) harus dilaksanakan dengan
      ketentuan   untuk   kepentingan   umum    dan   tidak
      membahayakan keselamatan perjalanan kereta api.

(2)   Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
      mendapat izin dari pemilik prasarana perkeretaapian.

(3)   Pembangunan,      pengoperasian,     perawatan,       dan
      keselamatan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan
      menjadi tanggung jawab pemegang izin.


                                                  Pasal 93 . . .
                     - 32 -

                    Pasal 93

Pemanfaatan tanah pada ruang milik jalur kereta api untuk
perpotongan atau persinggungan dikenakan biaya oleh pemilik
prasarana perkeretaapian.

                    Pasal 94

(1)   Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai
      jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin
      harus ditutup.

(2)   Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah
      Daerah.

                    Pasal 95

Ketentuan    lebih  lanjut   mengenai   perpotongan   dan
persinggungan jalur kereta api dengan bangunan lain diatur
dengan Peraturan Pemerintah.



                  BAB VIII
           SARANA PERKERETAAPIAN

                 Bagian Kesatu
        Persyaratan Teknis dan Kelaikan
             Sarana Perkeretaapian

                    Pasal 96

(1)   Sarana perkeretaapian menurut jenisnya terdiri dari:
      a. lokomotif;
      b. kereta;
      c. gerbong; dan
      d. peralatan khusus.

(2)   Setiap sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) wajib memenuhi persyaratan teknis dan kelaikan
      operasi yang berlaku bagi setiap jenis sarana
      perkeretaapian.


                                                  Pasal 97 . . .
                      - 33 -

                     Pasal 97

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan
kelaikan operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                 Bagian Kedua
           Pengujian dan Pemeriksaan

                     Pasal 98

(1)   Untuk memenuhi persyaratan teknis dan menjamin
      kelaikan operasi sarana perkeretaapian, wajib dilakukan
      pengujian dan pemeriksaan.

(2)   Pengujian sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah dan dapat
      dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang
      mendapat akreditasi dari Pemerintah.

(3)   Pemeriksaan    sarana    perkeretaapian    sebagaimana
      dimaksud    pada   ayat   (1)  wajib   dilakukan   oleh
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.

                     Pasal 99

Pengujian   sarana     perkeretaapian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (2) terdiri dari:
a.    uji pertama; dan
b.    uji berkala.

                     Pasal 100

(1)   Uji pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf
      a wajib dilakukan terhadap setiap sarana perkeretaapian
      baru dan sarana perkeretaapian yang telah mengalami
      perubahan spesifikasi teknis.

(2)   Uji pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf
      a meliputi :
      a. uji rancang bangun dan rekayasa;
      b. uji statis; dan
      c. uji dinamis.

                                                  (3) Uji . . .
                     - 34 -

(3)   Uji pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilakukan oleh Pemerintah   dan dapat dilimpahkan
      kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat
      akreditasi dari Pemerintah.

(4)   Sarana perkeretaapian yang mengalami perubahan
      spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      harus mendapat izin dari Menteri.

                    Pasal 101

(1)   Setiap sarana perkeretaapian yang lulus uji pertama diberi
      sertifikat uji pertama oleh:
       a. Pemerintah;
       b. badan hukum yang mendapat             akreditasi dari
          Pemerintah; atau
       c. lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.

(2)   Sertifikat uji pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      berlaku untuk selamanya, kecuali mengalami perubahan
      spesifikasi teknis.

                    Pasal 102

(1)   Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf
      b wajib dilakukan untuk sarana perkeretaapian yang telah
      dioperasikan sesuai dengan ketentuan.

(2)   Uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan terhadap fungsi sarana perkeretaapian yang
      meliputi:
      a. uji statis; dan
      b. uji dinamis.

(3)   Uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilakukan oleh pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada
      badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi
      dari Pemerintah.

                    Pasal 103

(1)   Sarana perkeretaapian yang lulus uji berkala diberi
      sertifikat uji berkala oleh :
      a. Pemerintah;

                                                  b. badan . . .
                    - 35 -

      b. badan hukum yang mendapat            akreditasi dari
         Pemerintah; atau
      c. lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.

(2)   Sertifikat uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      berlaku:
      a. berdasarkan jarak tempuh yang ditetapkan untuk
          sarana dengan penggerak;
      b. selama 1 (satu) tahun untuk kereta dan gerbong.

                   Pasal 104

(1)   Pemerintah,   badan    hukum,     atau   lembaga yang
      melaksanakan uji pertama dan uji berkala sarana
      perkeretaapian wajib memiliki tenaga penguji.

(2)   Tenaga penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      harus memiliki kualifikasi keahlian yang dibuktikan
      dengan sertifikat keahlian.

(3)   Sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diperoleh setelah lulus mengikuti pendidikan dan
      pelatihan.

(4)   Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) diselenggarakan oleh Pemerintah dan dapat
      dilimpahkan kepada badan atau lembaga yang mendapat
      akreditasi dari Pemerintah.

                    Pasal 105

Pelaksanaan pengujian sarana perkeretaapian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99      wajib menggunakan peralatan
pengujian dan sesuai     dengan tata cara pengujian yang
ditetapkan oleh Menteri.

                    Pasal 106

Setiap badan hukum atau lembaga pengujian sarana
perkeretaapian   wajib     melakukan     pengujian    sarana
perkeretaapian dengan tenaga penguji sarana perkeretaapian
yang memiliki sertifikat keahlian sarana perkeretaapian dan
menggunakan peralatan pengujian prasarana perkeretaapian
yang sesuai dengan tata cara pengujian sarana perkeretaapian
yang ditetapkan.

                                                 Pasal 107 . . .
                    - 36 -

                   Pasal 107

Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106, dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, atau
pencabutan izin operasi.

                   Pasal 108

Setiap tenaga penguji sarana perkeretaapian yang melakukan
pengujian sarana perkeretaapian wajib menggunakan peralatan
pengujian dan melakukan pengujian sesuai dengan tata cara
pengujian yang ditetapkan.

                   Pasal 109

Tenaga penguji sarana perkeretaapian yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, dikenai
sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan
sertifikat keahlian, atau pencabutan sertifikat keahlian.

                   Pasal 110

(1)   Pemeriksaan    sarana  perkeretaapian   sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) dilakukan terhadap
      setiap jenis sarana dan sesuai dengan jadwal yang
      ditetapkan.

(2)   Pemeriksaan     setiap jenis sarana     perkeretaapian
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemeriksaan
      teknis yang meliputi kondisi dan fungsi sarana
      perkeretaapian.

                   Pasal 111

(1)   Pemeriksaan   sarana   perkeretaapian     sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) harus dilakukan oleh
      tenaga yang memiliki kualifikasi keahlian dan sesuai
      dengan tata cara pemeriksaan yang ditetapkan oleh
      Pemerintah.

(2)   Tenaga pemeriksa sarana perkeretaapian sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan pemeriksaan
      wajib menggunakan peralatan yang sesuai dengan
      standar.

                                              Pasal 112 . . .
                    - 37 -

                   Pasal 112

Apabila   penyelenggara      sarana    perkeretaapian    dalam
melaksanakan pemeriksaan tidak menggunakan tenaga yang
memiliki kualifikasi keahlian dan tidak sesuai dengan tata cara
yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111,
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis,
pembekuan izin operasi, atau pencabutan izin operasi.

                   Pasal 113

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian dan pemeriksaan
sarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                Bagian Ketiga
       Perawatan Sarana Perkeretaaapian

                   Pasal 114

(1)   Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib        merawat
      sarana perkeretaapian agar tetap laik operasi.

(2)   Perawatan sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) meliputi:
      a. perawatan berkala; dan
      b. perbaikan untuk mengembalikan fungsinya.

(3)   Perawatan sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) wajib memenuhi standar dan tata cara
      perawatan yang ditetapkan oleh Menteri.

(4)   Perawatan sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) wajib dilakukan oleh tenaga yang memenuhi
      syarat dan kualifikasi yang ditetapkan oleh Menteri.

(5)   Pelaksanaan     perawatan  sarana      perkeretaapian
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di balai
      yasa dan/atau di depo.

                   Pasal 115

Ketentuan    lebih  lanjut   mengenai  perawatan   sarana
perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

                                           Bagian Keempat . . .
                    - 38 -

               Bagian Keempat
          Awak Sarana Perkeretaapian

                   Pasal 116

(1)   Pengoperasian sarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh
      awak yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi
      kecakapan yang dibuktikan dengan sertifikat kecakapan.

(3)   Sertifikat kecakapan     awak   sarana    perkeretaapian
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
      lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan.

(4)   Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan dapat
      dilimpahkan kepada badan usaha atau lembaga lain yang
      mendapat akreditasi dari Pemerintah.

(5)   Sertifikat kecakapan sebagaimana yang dimaksud pada
      ayat (1) dikeluarkan oleh:
      a. Pemerintah;
      b. badan hukum yang mendapat akreditasi dari
          Pemerintah; atau
      c. lembaga yang mendapat akreditasi dari Pemerintah.

                   Pasal 117

Ketentuan lebih lanjut mengenai awak sarana perkeretaapian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.



                 BAB IX
      RANCANG BANGUN DAN REKAYASA
            PERKERETAAPIAN

                   Pasal 118

(1)   Untuk pengembangan perkeretaapian dilakukan rancang
      bangun dan rekayasa perkeretaapian.

(2)   Rancang    bangun   dan    rekayasa      perkeretaapian
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

                                            a. Pemerintah . . .
                      - 39 -

      a.   Pemerintah;
      b.   Pemerintah Daerah;
      c.   badan usaha;
      d.   lembaga penelitian; atau
      e.   perguruan tinggi.

                     Pasal 119

Ketentuan lebih lanjut mengenai rancang bangun dan rekayasa
perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.


                     BAB X
             LALU LINTAS KERETA API

                   Bagian Kesatu
              Tata Cara Berlalu Lintas
                    Kereta Api

                     Pasal 120

Pengoperasian kereta api menggunakan prinsip berlalu lintas
satu arah pada jalur tunggal dan jalur ganda atau lebih dengan
ketentuan:
a.    setiap jalur pada satu petak blok hanya diizinkan dilewati
      oleh satu kereta api; dan
b.    jalur kanan digunakan oleh kereta api untuk jalur ganda
      atau lebih.

                     Pasal 121

(1)   Pengoperasian kereta api yang dimulai dari stasiun
      keberangkatan, bersilang, bersusulan, dan berhenti di
      stasiun tujuan diatur berdasarkan grafik perjalanan kereta
      api.

(2)   Grafik perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dibuat oleh pemilik prasarana perkeretaapian
      sekurang-kurangnya berdasarkan:
      a. jumlah kereta api;
      b. kecepatan yang diizinkan;
      c. relasi asal tujuan; dan
      d. rencana persilangan dan penyusulan.

                                                  (3) Grafik . . .
                    - 40 -

(3)   Grafik perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dapat diubah apabila terjadi perubahan pada:
      a. prasarana perkeretaapian;
      b. jumlah sarana perkeretaapian;
      c. kecepatan kereta api;
      d. kebutuhan angkutan; dan
      e. keadaan memaksa.

(4)   Pengaturan perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pengatur perjalanan
      kereta api yang memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh
      Menteri.

                    Pasal 122

(1)   Sarana perkeretaapian hanya dapat dioperasikan oleh
      awak kereta api yang mendapat tugas dari penyelenggara
      sarana perkeretaapian.

(2)   Awak Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) wajib memiliki surat perintah    tugas dari
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.

(3)   Awak kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      wajib mematuhi perintah atau larangan sebagai berikut:
      a. petugas pengatur perjalanan kereta api;
      b. sinyal; atau
      c. tanda.

(4)   Apabila terdapat lebih dari satu perintah atau larangan
      dalam waktu yang bersamaan, awak kereta api wajib
      mematuhi perintah atau larangan yang diberikan
      berdasarkan prioritas sebagai berikut:
      a. petugas pengatur perjalanan kereta api;
      b. sinyal; atau
      c. anda.

                    Pasal 123

Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan kereta api
yang tidak memiliki surat perintah tugas dari Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
122 ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa teguran
tertulis, pembekuan sertifikat kecakapan, atau pencabutan
sertifikat kecakapan.
                                                Pasal 124 . . .
                   - 41 -


                   Pasal 124

Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan,
pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.



               Bagian Kedua
           Penanganan Kecelakaan
                 Kereta Api


                   Pasal 125

Dalam hal terjadi kecelakaan kereta api, pihak Penyelenggara
Prasarana    Perkeretaapian   dan    Penyelenggara    Sarana
Perkeretaapian harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.   mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan
     lalu lintas;
b.   menangani korban kecelakaan;
c.   memindahkan penumpang, bagasi, dan barang antaran ke
     kereta api lain atau moda transportasi lain untuk
     meneruskan perjalanan sampai stasiun tujuan;
d.   melaporkan kecelakaan kepada Menteri,         pemerintah
     provinsi, pemerintah kabupaten/kota;
e.   mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan
     masyarakat;
f.   segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api setelah
     dilakukan penyidikan awal oleh pihak berwenang; dan
g.   mengurus klaim asuransi korban kecelakaan.


                   Pasal 126

Ketentuan lebih lanjut mengenai lalu lintas kereta api diatur
dengan Peraturan Pemerintah.




                                                  BAB XI . . .
                    - 42 -

                    BAB XI
                  ANGKUTAN

                 Bagian Kesatu
       Jaringan Pelayanan Perkeretaapian

                   Pasal 127

(1)   Angkutan kereta api dilaksanakan dalam lintas-lintas
      pelayanan kereta api yang membentuk satu kesatuan
      dalam jaringan pelayanan perkeretaapian.

(2)   Jaringan    pelayanan    perkeretaapian    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) meliputi:
      a. jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota; dan
      b. jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan.

                   Pasal 128

(1)   Jaringan    pelayanan       perkeretaapian antarkota
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) huruf a
      merupakan pelayanan yang menghubungkan:
      a. antarkota antarnegara;
      b. antarkota antarprovinsi;
      c. antarkota dalam provinsi; dan
      d. antarkota dalam kabupaten.

(2)   Jaringan      pelayanan    perkeretaapian    perkotaan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) huruf b
      yang berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat:
      a. melampaui 1 (satu) provinsi;
      b. melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu)
          provinsi; dan
      c. berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

(3)   Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota antarnegara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
      antarkota antarprovinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf b serta jaringan pelayanan perkotaan yang
      melampaui 1 (satu) provinsi sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Pemerintah.


                                             (4) Jaringan . . .
                    - 43 -

(4)   Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam
      provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
      jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang
      melampaui 1(satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan
      oleh pemerintah provinsi.

(5)   Jaringan pelayanan perkeretaapian antarkota dalam
      kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
      dan jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan yang
      berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan oleh
      pemerintah kabupaten/kota.

                   Pasal 129

Ketentuan lebih lanjut mengenai jaringan pelayanan
perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                 Bagian Kedua
      Pengangkutan Orang dengan Kereta Api

                   Pasal 130

(1)   Pengangkutan orang dengan kereta api dilakukan dengan
      menggunakan kereta.

(2)   Dalam     keadaan   tertentu   Penyelenggara  Sarana
      Perkeretaapian dapat melakukan pengangkutan orang
      sebagaimana    dimaksud     pada   ayat   (1) dengan
      menggunakan gerbong atas persetujuan Pemerintah atau
      Pemerintah Daerah.

(3)   Pengangkutan orang dengan menggunakan gerbong
      sebagaimana   dimaksud     pada      ayat   (2)  wajib
      memperhatikan keselamatan dan fasilitas minimal.

                   Pasal 131

(1)   Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberikan
      fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat,
      wanita hamil, anak di bawah lima tahun, orang sakit, dan
      orang lanjut usia.

                                             (2) Pemberian . . .
                     - 44 -

(2)   Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.

                    Pasal 132

(1)   Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut
      orang yang telah memiliki karcis.

(2)   Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh
      pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.

(3)   Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
      tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.

                    Pasal 133

(1)   Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan
      kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib:
      a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
      b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
      c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang
          ditetapkan;
      d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif
          angkutan kepada masyarakat; dan
      e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.

(2)   Penyelenggara        Sarana       Perkeretaapian     wajib
      mengumumkan kepada pengguna jasa apabila terjadi
      pembatalan        dan        penundaan      keberangkatan,
      keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan
      lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.

                    Pasal 134

(1)   Apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan
      kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib
      mengganti biaya yang telah dibayar oleh orang yang telah
      membeli karcis.

(2)   Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan
      keberangkatan dan sampai dengan batas waktu
      keberangkatan sebagaimana dijadwalkan tidak melapor
      kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, orang
      tersebut tidak mendapat penggantian biaya karcis.

                                                (3) Apabila . . .
                    - 45 -

(3)   Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan
      keberangkatan sebelum batas waktu keberangkatan
      sebagaimana dijadwalkan melapor kepada Penyelenggara
      Sarana Perkeretaapian, mendapat pengembalian sebesar
      75% (tujuh puluh lima perseratus) dari harga karcis.

(4)   Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan
      atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat
      melanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan yang
      disepakati, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib:
      a. menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau
          moda transportasi lain sampai stasiun tujuan; atau
      b. memberikan ganti kerugian senilai harga karcis.

                   Pasal 135

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak menyediakan
angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain
sampai stasiun tujuan atau tidak memberi ganti kerugian
senilai harga karcis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134
ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin
operasi atau pencabutan izin operasi.

                   Pasal 136

(1)   Dalam kegiatan angkutan orang Penyelenggara Sarana
      Perkeretaapian berwenang untuk:
      a. memeriksa karcis;
      b. menindak pengguna jasa yang tidak mempunyai
          karcis;
      c. menertibkan pengguna jasa kereta api atau
          masyarakat yang mengganggu perjalanan kereta api;
          dan
      d. melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap
          masyarakat yang berpotensi menimbulkan gangguan
          terhadap perjalanan kereta api.

(2)   Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam keadaan
      tertentu dapat membatalkan perjalanan kereta api apabila
      terdapat hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan,
      ketertiban, dan kepentingan umum.



                                               Pasal 137 . . .
                   - 46 -

                   Pasal 137

(1)   Pelayanan angkutan orang harus memenuhi standar
      pelayanan minimum.

(2)   Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) meliputi pelayanan di stasiun keberangkatan,
      dalam perjalanan, dan di stasiun tujuan.

                   Pasal 138

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan orang dengan
kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                 Bagian Ketiga
       Angkutan Barang dengan Kereta Api

                   Pasal 139

(1)   Angkutan barang dengan kereta api dilakukan dengan
      menggunakan gerbong.

(2)   Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      terdiri dari:
      a. barang umum;
      b. barang khusus;
      c. bahan berbahaya dan beracun; dan
      d. limbah bahan berbahaya dan beracun.

                   Pasal 140

(1)   Angkutan barang umum dan barang khusus sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) huruf a dan huruf b
      wajib memenuhi persyaratan:
      a. pemuatan, penyusunan, dan pembongkaran barang
          pada tempat-tempat yang telah ditetapkan sesuai
          dengan klasifikasinya;
      b. keselamatan dan keamanan barang yang diangkut;
          dan
      c. gerbong yang digunakan sesuai dengan klasifikasi
          barang yang diangkut.


                                             (2) Kereta . . .
                    - 47 -

(2)   Kereta api untuk mengangkut bahan berbahaya dan
      beracun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2)
      huruf c serta limbah bahan berbahaya dan beracun
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) huruf d
      wajib:
      a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan
          sifat bahan berbahaya dan beracun yang diangkut;
      b. menggunakan tanda sesuai dengan sifat bahan
          berbahaya dan beracun yang diangkut; dan
      c. menyertakan petugas yang memiliki kualifikasi
          tertentu sesuai dengan sifat bahan berbahaya dan
          beracun yang diangkut.

                   Pasal 141

(1)   Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengangkut
      barang yang telah dibayar     biaya angkutannya oleh
      pengguna jasa sesuai dengan tingkat pelayanan yang
      dipilih.

(2)   Pengguna jasa yang telah membayar biaya angkutan
      berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat
      pelayanan yang dipilih.

(3)   Surat angkutan barang merupakan tanda bukti terjadinya
      perjanjian pengangkutan barang.

                   Pasal 142

(1)   Dalam kegiatan pengangkutan barang dengan kereta api,
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berwenang untuk:
      a. memeriksa kesesuaian barang dengan surat angkutan
         barang;
      b. menolak barang angkutan yang tidak sesuai dengan
         surat angkutan barang; dan
      c. melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila
         barang yang akan diangkut merupakan barang
         terlarang.

(2)   Apabila terdapat barang yang diangkut dianggap
      membahayakan keselamatan, ketertiban, dan kepentingan
      umum, penyelenggara sarana perkeretaapian dapat
      membatalkan perjalanan kereta api.

                                               Pasal 143 . . .
                    - 48 -

                   Pasal 143

(1)   Pengguna jasa bertanggung jawab atas kebenaran
      keterangan yang dicantumkan dalam surat angkutan
      barang.

(2)   Semua biaya yang timbul sebagai akibat keterangan yang
      tidak benar serta merugikan Penyelenggara Sarana
      Perkeretaapian atau pihak ketiga menjadi beban dan
      tanggung jawab pengguna jasa.

                   Pasal 144

(1)   Apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan
      kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib
      mengirim barang dengan kereta api lain atau moda
      transportasi lain atau mengganti biaya angkutan barang.

(2)   Apabila pengguna jasa membatalkan pengiriman barang
      dan sampai dengan batas waktu sebagaimana dijadwalkan
      tidak    melapor    kepada     Penyelenggara   Sarana
      Perkeretaapian,   pengguna    jasa    tidak  mendapat
      penggantian biaya angkutan barang.

(3)   Apabila pengguna jasa membatalkan atau menunda
      pengiriman barang sebelum batas waktu keberangkatan
      sebagaimana dijadwalkan, biaya angkutan barang
      dikembalikan dan dapat dikenai denda.

(4)   Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan
      atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat
      melanjutkan     perjalanan sampai     stasiun   tujuan,
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib meneruskan
      angkutan barang dengan:
      a. kereta api lain; atau
      b. moda transportasi lain.

                   Pasal 145

(1)   Pada saat barang tiba di tempat tujuan, Penyelenggara
      Sarana Perkeretaapian segera memberitahu kepada
      penerima barang bahwa barang telah tiba dan dapat
      segera diambil.


                                                (2) Biaya . . .
                    - 49 -

(2)   Biaya yang timbul karena penerima barang terlambat
      dan/atau lalai mengambil barang menjadi tanggung jawab
      penerima barang.

(3)   Dalam hal barang yang diangkut rusak, salah kirim, atau
      hilang    akibat   kelalaian    Penyelenggara     Sarana
      Perkeretaapian, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
      wajib mengganti segala kerugian yang ditimbulkan.

                   Pasal 146

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan
kereta api diatur dengan Peraturan Pemerintah.



                Bagian Keempat
              Angkutan Multimoda

                   Pasal 147

(1)   Angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari
      angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha
      angkutan multimoda.

(2)   Penyelenggaraan angkutan kereta api dalam angkutan
      multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dengan    badan
      usaha    angkutan multimoda dan penyelenggara moda
      lainnya.

(3)   Apabila    dalam    perjanjian   angkutan   multimoda
      menggunakan angkutan kereta api tidak diatur secara
      khusus mengenai kewajiban Penyelenggara Sarana
      Perkeretaapian, diberlakukan ketentuan angkutan kereta
      api.

                   Pasal 148

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.



                                            Bagian Kelima . . .
                     - 50 -

                Bagian Kelima
        Angkutan Perkeretaapian Khusus

                    Pasal 149

(1)   Pelayanan angkutan perkeretaapian khusus sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) hanya digunakan untuk
      menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu.

(2)   Pelayanan angkutan perkeretaapian khusus sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dapat diintegrasikan dengan
      pelayanan jaringan angkutan perkeretaapian umum dan
      pelayanan jaringan angkutan perkeretaapian khusus
      lainnya setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah
      atau Pemerintah Daerah.

(3)   Pelayanan angkutan perkeretaapian khusus disesuaikan
      dengan ketentuan mengenai angkutan orang dan/atau
      angkutan barang perkeretaapian umum.

                    Pasal 150

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan perkeretaapian
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.



                  Bagian Keenam
            Tarif Angkutan Kereta Api

                    Pasal 151

(1)   Tarif angkutan kereta api terdiri dari tarif angkutan orang
      dan tarif angkutan barang.

(2)   Pedoman tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
      Pemerintah.

(3)   Pedoman    penetapan    tarif  angkutan    berdasarkan
      perhitungan modal, biaya operasi, biaya perawatan, dan
      keuntungan.


                                                  Pasal 152 . . .
                    - 51 -

                   Pasal 152

(1)   Tarif angkutan orang ditetapkan oleh Penyelenggara
      Sarana Perkeretaapian dengan memperhatikan pedoman
      tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).

(2)   Tarif angkutan orang dapat ditetapkan oleh Pemerintah
      atau Pemerintah Daerah untuk:
      a. angkutan pelayanan kelas ekonomi; dan
      b. angkutan perintis.

                   Pasal 153

(1)   Untuk pelayanan kelas ekonomi, dalam hal tarif angkutan
      yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2) huruf a
      lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh
      Penyelenggara    Sarana   Perkeretaapian    berdasarkan
      pedoman penetapan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah,
      selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau
      Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan
      publik.

(2)   Untuk pelayanan angkutan perintis, dalam hal biaya yang
      dikeluarkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
      untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian lebih tinggi
      daripada pendapatan yang diperoleh berdasarkan tarif
      yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah,
      selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau
      Pemerintah Daerah dalam bentuk subsidi angkutan
      perintis.

                   Pasal 154

(1)   Apabila     Penyelenggara    Sarana     Perkeretaapian
      menggunakan prasarana perkeretaapian yang dimiliki
      atau    dioperasikan  oleh  Penyelenggara   Prasarana
      Perkeretaapian, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
      membayar biaya penggunaan prasarana perkeretaapian.

(2)   Besarnya biaya penggunaan prasarana perkeretaapian
      sebagaimana   dimaksud     pada   ayat    (1)  dihitung
      berdasarkan pedoman penetapan biaya penggunaan
      prasarana   perkeretaapian   yang    ditetapkan     oleh
      Pemerintah.
                                               Pasal 155 . . .
                    - 52 -

                   Pasal 155

Tarif angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151
ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna
jasa dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan
pedoman penetapan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 ayat (2).

                   Pasal 156

Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif angkutan kereta api dan
biaya penggunaan prasarana perkeretaapian diatur dengan
Peraturan Pemerintah.


               Bagian Kedelapan
      Tanggung Jawab Penyelenggara Sarana
                 Perkeretaapian

                   Pasal 157

(1)   Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab
      terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-
      luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh
      pengoperasian angkutan kereta api.

(2)   Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dimulai sejak pengguna jasa diangkut dari stasiun asal
      sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati.

(3)   Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami.

(4)   Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung
      jawab atas kerugian, luka-luka, atau meninggalnya
      penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian
      angkutan kereta api.

                   Pasal 158

(1)   Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab
      atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena
      barang hilang, rusak, atau musnah yang disebabkan oleh
      pengoperasian angkutan kereta api.

                                            (2) Tanggung . . .
                     - 53 -

(2)    Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       dimulai sejak barang diterima oleh Penyelenggara Sarana
       Perkeretaapian sampai dengan diserahkannya barang
       kepada penerima.

(3)    Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
       berdasarkan kerugian yang nyata dialami, tidak termasuk
       keuntungan yang akan diperoleh dan biaya jasa yang telah
       digunakan.

(4)    Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung
       jawab atas kerugian yang disebabkan oleh keterangan
       yang tidak benar dalam surat angkutan barang.

                     Pasal 159

(1)    Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung
       jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga
       yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api,
       kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa
       kerugian disebabkan oleh kesalahan Penyelenggara
       Sarana Perkeretaapian.

(2)    Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti
       kerugian dari pihak ketiga kepada Penyelenggara Sarana
       Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
       terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.

                     Pasal 160

Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                Bagian Kesembilan
      Hak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian

                     Pasal 161

(1)    Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berhak menahan
       barang yang diangkut dengan kereta api apabila pengirim
       atau penerima barang tidak memenuhi kewajiban dalam
       batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian
       angkutan.

                                                (2) Pengirim . . .
                    - 54 -

(2)   Pengirim atau penerima barang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dikenai biaya penyimpanan atas barang yang
      ditahan.

(3)   Dalam hal pengirim atau penerima barang tidak
      memenuhi kewajiban setelah batas waktu sebagaimana
      dimaksud    pada    ayat  (1),   Penyelenggara     Sarana
      Perkeretaapian dapat menjual barang secara lelang.

(4)   Penjualan barang secara lelang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
      perundang-undangan di bidang pelelangan.

(5)   Hasil penjualan lelang barang sebagaimana dimaksud
      pada ayat (4) digunakan untuk memenuhi kewajiban
      pengirim dan/atau penerima barang.

(6)   Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      bersifat membahayakan atau dapat mengganggu dalam
      penyimpanannya, barang tersebut harus dimusnahkan.

                    Pasal 162

Barang-barang yang tidak diambil setelah melebihi batas waktu
yang telah ditentukan dinyatakan sebagai barang takbertuan
dan dapat dijual secara lelang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan       atau      dimusnahkan         apabila
membahayakan       atau     dapat      mengganggu       dalam
penyimpanannya.

                    Pasal 163

Ketentuan lebih lanjut mengenai hak penyelenggara sarana
perkeretaapian diatur dengan Peraturan Pemerintah.


               Bagian Kesepuluh
       Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
              dan Ganti Kerugian

                   Pasal 164

(1)   Dalam hal pihak penerima barang tidak menyampaikan
      keberatan pada saat menerima barang dari Penyelenggara
      Sarana Perkeretaapian, barang dianggap telah diterima
      dalam keadaan baik.

                                                (2) Dalam . . .
                    - 55 -

(2)   Dalam hal terdapat kerusakan barang pada saat barang
      diterima, penerima barang dapat mengajukan keberatan
      dan permintaan ganti kerugian selambat-lambatnya 7
      (tujuh) hari sejak barang diterima.

(3)   Dalam hal penerima barang tidak mengajukan ganti
      kerugian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2), hak untuk menuntut ganti kerugian kepada
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian menjadi gugur.

                   Pasal 165

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan keberatan dan
ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.


                 BAB XII
       ASURANSI DAN GANTI KERUGIAN

                   Pasal 166

Penyelenggara       Prasarana       Perkeretaapian     wajib
mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 87.

                   Pasal 167

(1)   Penyelenggara     Sarana    Perkeretaapian     wajib
      mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna
      jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 dan Pasal
      158.

(2)   Besarnya nilai pertanggungan paling sedikit harus sama
      dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada
      pengguna jasa yang menderita kerugian sebagai akibat
      pengoperasian kereta api.

                   Pasal 168

Penyelenggara    Sarana      Perkeretaapian    yang      tidak
mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 167 ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi.

                                               Pasal 169 . . .
                     - 56 -

                   Pasal 169

(1)   Penyelenggara    Sarana      Perkeretaapian        wajib
      mengasuransikan awak sarana perkeretaapian.

(2)   Penyelenggara    Sarana       Perkeretaapian       wajib
      mengasuransikan sarana perkeretaapian.

(3)   Penyelenggara      Sarana      Perkeretaapian      wajib
      mengasuransikan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga
      sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api.

                   Pasal 170

Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian berhak menuntut ganti kerugian kepada
pihak yang menimbulkan kerugian terhadap prasarana
perkeretaapian, sarana perkeretaapian, dan orang yang
dipekerjakan.

                   Pasal 171

Ketentuan lebih lanjut mengenai asuransi dan ganti kerugian
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian terhadap pengguna jasa, awak, pihak
ketiga, dan sarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan
Pemerintah.


                  BAB XIII
          PERAN SERTA MASYARAKAT

                   Pasal 172

Masyarakat berhak:

a.    memberi masukan kepada Pemerintah, Penyelenggara
      Prasarana Perkeretaapian, dan Penyelenggara Sarana
      Perkeretaapian      dalam     rangka       pembinaan,
      penyelenggaraan, dan pengawasan perkeretaapian;

b.    mendapat pelayanan penyelenggaraan perkeretaapian
      sesuai dengan standar pelayanan minimum; dan

c.    memperoleh informasi mengenai pokok-pokok rencana
      induk perkeretaapian dan pelayanan perkeretaapian.

                                                Pasal 173 . . .
                    - 57 -

                   Pasal 173

Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban, keamanan,
dan keselamatan penyelenggaraan perkeretaapian.

                   Pasal 174

Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat diatur
dengan Peraturan Pemerintah.



                 BAB XIV
        PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN
          KECELAKAAN KERETA API

                   Pasal 175

(1)   Pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan kereta
      api dilakukan oleh Pemerintah.

(1)   Pelaksanaan pemeriksaan dan penelitian kecelakaan
      kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
      oleh suatu badan yang dibentuk atau ditugaskan oleh
      Pemerintah.

(2)   Hasil pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan
      kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
      dibuat dalam bentuk rekomendasi wajib ditindaklanjuti
      oleh Pemerintah, Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian,
      dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian serta dapat
      diumumkan kepada publik.

                   Pasal 176

(1)   Penyelenggara  Prasarana    Perkeretaapian  dan/atau
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib membiayai
      pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan kereta
      api.

(2)   Biaya pemeriksaan dan penelitian penyebab kecelakaan
      kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
      diasuransikan.


                                               Pasal 177 . . .
                    - 58 -

                   Pasal 177

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan dan penelitian
penyebab kecelakaan kereta api diatur dengan Peraturan
Pemerintah.


                   BAB XV
                  LARANGAN

                   Pasal 178

Setiap orang dilarang membangun gedung, membuat tembok,
pagar, tanggul, bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang
tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta api yang
dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan
keselamatan perjalanan kereta api.

                   Pasal 179

Setiap orang dilarang melakukan kegiatan, baik langsung
maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya
pergeseran tanah di jalur kereta api sehingga mengganggu atau
membahayakan perjalanan kereta api.

                   Pasal 180

Setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, atau
melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan/atau
tidak berfungsinya prasarana dan sarana perkeretaapian.

                   Pasal 181

(1)   Setiap orang dilarang:
      a. berada di ruang manfaat jalur kereta api;
      b. menyeret,       menggerakkan,     meletakkan,  atau
          memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur
          kereta api; atau
      c. menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain,
          selain untuk angkutan kereta api.

(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
      berlaku bagi petugas di bidang perkeretaapian yang
      mempunyai surat tugas dari Penyelenggara Prasarana
      Perkeretaapian.

                                              Pasal 182 . . .
                    - 59 -


                   Pasal 182

Setiap orang    dilarang       melaksanakan pengujian sarana
perkeretaapian dalam hal:
a.    tidak memiliki    sertifikat   keahlian   pengujian   sarana
      perkeretaapian;
b.    melaksanakan pengujian tidak sesuai dengan tata cara
      pengujian; dan/atau
c.    tidak menggunakan peralatan pengujian.


                   Pasal 183

(1)   Setiap orang dilarang berada:
      a. di atap kereta;
      b. di lokomotif;
      c. di dalam kabin masinis;
      d. di gerbong; atau
      e. di bagian kereta yang peruntukannya bukan untuk
          penumpang.

(2)   Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
      berlaku bagi awak kereta api yang sedang melaksanakan
      tugas dan/atau seseorang yang mendapat izin dari
      Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.


                   Pasal 184

Setiap orang dilarang menjual karcis kereta api di luar tempat
yang    telah    ditentukan   oleh    Penyelenggara     Sarana
Perkeretaapian.


                   Pasal 185

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dilarang menugaskan
Awak Sarana Perkeretaapian yang tidak memiliki sertifikat
kecakapan untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian.



                                                    BAB XVI . . .
                    - 60 -

                    BAB XVI
                  PENYIDIKAN

                   Pasal 186

(1)   Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di bidang
      perkeretaapian dapat diberi kewenangan khusus sebagai
      penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
      Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk
      melakukan penyidikan atas pelanggaran ketentuan dalam
      Undang-Undang ini.

(2)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) berwenang untuk:
      a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan,
          pengaduan, atau keterangan tentang terjadinya tindak
          pidana di bidang perkeretaapian;
      b. memanggil orang untuk didengar keterangannya
          sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana di
          bidang perkeretaapian;
      c. melakukan penggeledahan, penyegelan, dan/atau
          penyitaan alat-alat yang digunakan untuk melakukan
          tindak pidana di bidang perkeretaapian;
      d. melakukan pemeriksaan tempat terjadinya tindak
          pidana dan tempat lain yang diduga terdapat barang
          bukti tindak pidana di bidang perkeretaapian;
      e. melakukan penyitaan barang bukti tindak pidana di
          bidang perkeretaapian;
      f. meminta keterangan dan barang bukti dari orang
          dan/atau badan hukum atas terjadinya tindak pidana
          di bidang perkeretaapian;
      g. mendatangkan ahli yang diperlukan untuk penyidikan
          tindak pidana di bidang perkeretaapian;
      h. membuat       dan    menandatangani      berita acara
          pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang
          perkeretaapian; dan
      i. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat
          cukup bukti terjadinya tindak pidana di bidang
          perkeretaapian.

(3)   Pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1)   memberitahukan dimulainya penyidikan dan
      menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut
      umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan
      yang berlaku.

                                                BAB XVII . . .
                    - 61 -

                  BAB XVII
              KETENTUAN PIDANA

                   Pasal 187

(1)   Penyelenggara     Prasarana     Perkeretaapian     yang
      mengoperasikan Prasarana Perkeretaapian umum yang
      tidak memenuhi standar kelaikan operasi prasarana
      perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
      yang mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian
      bagi harta benda atau barang, dipidana dengan pidana
      penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan
      pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
      juta rupiah).

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
      pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
      milyar rupiah).

(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana
      denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua milyar
      rupiah).

                   Pasal 188

Badan     Usaha        yang    menyelenggarakan    prasarana
perkeretaapian umum yang tidak memiliki izin usaha, izin
pembangunan, dan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

                   Pasal 189

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
Sarana Perkeretaapian umum yang tidak memenuhi standar
kelaikan operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 yang mengakibatkan kecelakaan kereta api dan
kerugian bagi harta benda atau barang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
                                              Pasal 190 . . .
                    - 62 -

                   Pasal 190

Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian
umum yang tidak memiliki izin usaha dan izin operasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

                   Pasal 191

(1)   Penyelenggara perkeretaapian khusus yang tidak memiliki
      izin pengadaan atau pembangunan dan izin operasi
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan
      pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus
      lima puluh juta rupiah).

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan kecelakaan kereta api dan
      kerugian bagi harta benda,     dipidana dengan pidana
      penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan
      pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
      juta rupiah).

                   Pasal 192

Setiap orang yang membangun gedung, membuat tembok,
pagar, tanggul, dan bangunan lainnya, menanam jenis pohon
yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta api,
yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan
keselamatan perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 178, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu)   tahun    atau    pidana    denda   paling    banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

                   Pasal 193

(1)   Setiap orang yang melakukan kegiatan, baik langsung
      maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan
      terjadinya pergeseran tanah di jalur kereta api sehingga
      mengganggu atau membahayakan perjalanan kereta api
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179, dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
      pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus
      lima puluh juta rupiah).

                                               (2) Dalam . . .
                    - 63 -

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat    (1)   mengakibatkan      kerusakan   prasarana
      perkeretaapian dan/atau sarana perkeretaapian, dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6
      (enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak
      Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan
      dengan    pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
      dan/atau      pidana     denda       paling    banyak
      Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

                   Pasal 194

Tenaga penguji Prasarana Perkeretaapian yang melakukan
pengujian Prasarana Perkeretaapian tidak menggunakan
peralatan pengujian Prasarana Perkeretaapian dan/atau
melakukan pengujian tidak sesuai dengan tata cara pengujian
Prasarana Perkeretaapian yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)

                   Pasal 195

Petugas prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan
Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

                   Pasal 196

Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
prasarana perkeretaapian dengan petugas yang tidak memiliki
sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

                   Pasal 197

(1)   Setiap orang yang menghilangkan, merusak, dan/atau
      melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan
      tidak berfungsinya prasarana perkeretaapian sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 180,         dipidana dengan pidana
      penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

                                               (2) Dalam . . .
                    - 64 -

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan kecelakaan dan/atau kerugian
      bagi harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling
      lama 5 (lima) tahun.

(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(4)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

                   Pasal 198

(1)   Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang tidak
      menempatkan tanda larangan secara jelas dan lengkap di
      ruang manfaat jalur kereta api dan di jalur kereta api
      sebagaimana     dimaksud   dalam   Pasal    81    yang
      mengakibatkan kerugian bagi    harta benda, dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
      pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus
      lima puluh juta rupiah).

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
      pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
      juta rupiah).

(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
      denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
      rupiah).

                   Pasal 199

Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api,
menyeret barang di atas atau melintasi jalur kereta api tanpa
hak, dan menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain
selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu
perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas
juta rupiah).
                                               Pasal 200 . . .
                    - 65 -

                   Pasal 200

Pemilik Prasarana Perkeretaapian yang memberi izin
pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran
air dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan,
dan perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta
api umum yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

                   Pasal 201

Setiap orang yang membangun jalan, jalur kereta api khusus,
terusan, saluran air, dan/atau prasarana lain yang
menimbulkan atau memerlukan persambungan, perpotongan,
atau persinggungan dengan jalan kereta api umum tanpa izin
pemilik prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

                   Pasal 202

Tenaga penguji sarana perkeretaapian yang melakukan
pengujian sarana perkeretaapian tidak menggunakan peralatan
pengujian dan/atau melakukan pengujian tidak sesuai dengan
tata cara pengujian yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108, mengakibatkan kecelakaan kereta api dan
kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

                   Pasal 203

(1)   Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana
      perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1), dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan       kecelakaan kereta api dan
      kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana
      penjara paling lama 2 (dua) tahun.

                                               (3) Dalam . . .
                    - 66 -

(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

(4)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

                   Pasal 204

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
Sarana Perkeretaapian dengan Awak Sarana Perkeretaapian
yang tidak memiliki sertifikat tanda kecakapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp250.000.000,00. (dua ratus lima puluh juta rupiah).

                   Pasal 205

Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan kereta api
tanpa surat perintah tugas dari Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat
(2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).

                   Pasal 206

(1)   Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan kereta
      api yang tidak mematuhi perintah petugas pengatur
      perjalanan kereta api, sinyal, atau tanda sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 122 ayat (3) dan ayat (4),
      mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian bagi
      harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama
      1 (satu) tahun.

(2)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

(3)   Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan
      pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.


                                               Pasal 207 . . .
                    - 67 -


                   Pasal 207

Setiap orang yang tanpa hak berada di dalam kabin masinis, di
atap kereta, di lokomotif, di gerbong, atau di bagian kereta yang
peruntukannya bukan untuk penumpang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 183 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau pidana denda
paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).


                   Pasal 208

Setiap orang yang menjual karcis kereta api di luar tempat yang
telah ditentukan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan.

                   Pasal 209

Penyelenggara     Prasarana   Perkeretaapian   yang    tidak
mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian, Petugas Prasarana Perkeretaapian, dan
pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

                   Pasal 210

(1)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189,
      Pasal 191, dan Pasal 193 yang mengakibatkan luka berat
      bagi orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
      (tiga)  tahun    dan   pidana   denda paling      banyak
      Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189,
      Pasal 191 dan Pasal 193 yang mengakibatkan matinya
      orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
      (enam) tahun dan pidana denda paling banyak
      Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

                                                 Pasal 211 . . .
                    - 68 -

                   Pasal 211

Penyelenggara      Sarana    Perkeretaapian    yang     tidak
mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap Pengguna Jasa,
Awak Sarana Perkeretaapian, dan pihak ketiga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 167 ayat (1) dan Pasal 169 ayat (1) dan
ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

                   Pasal 212

Selain dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196, Pasal 204, dan Pasal
211, korban dapat menuntut ganti kerugian terhadap
Penyelenggara   Prasarana   atau   Penyelenggara   Sarana
Perkeretaapian yang pelaksanaannya berdasarkan ketentuan
hukum acara pidana.

                   Pasal 213

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
187, Pasal 188, Pasal 189, Pasal 190, Pasal 191, Pasal 196,
Pasal 198, Pasal 200, Pasal 204, Pasal 209, dan Pasal 211
dilakukan oleh suatu korporasi, maka dipidana dengan pidana
denda yang sama sesuai pasal-pasal tersebut ditambah dengan
1/3 (satu pertiga).



                 BAB XVIII
            KETENTUAN PERALIHAN

                   Pasal 214

(1)   Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Badan Usaha yang
      telah menyelenggarakan prasarana perkeretaapian dan
      sarana perkeretaapian tetap menyelenggarakan prasarana
      perkeretaapian dan sarana perkeretaapian berdasarkan
      Undang-Undang ini.


                                              (2) Dalam . . .
                    - 69 -

(2)   Dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-
      undang    ini   berlaku,    penyelenggaraan    prasarana
      perkeretaapian    dan    sarana    perkeretaapian   yang
      dilaksanakan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) serta penyelenggaraan            prasarana
      perkeretaapian milik Pemerintah wajib disesuaikan dengan
      ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.



                  BAB XIX
             KETENTUAN PENUTUP

                   Pasal 215

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan dari    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3479) dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.

                   Pasal 216

Peraturan Pemerintah yang diamanatkan oleh Undang-Undang
ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-
Undang ini berlaku.

                   Pasal 217

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

                   Pasal 218

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
                                - 70 -




                                                                Agar . . .

              Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
              Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
              Negara Republik Indonesia.



                                 Disahkan di Jakarta
                                 pada tanggal 25 April 2007

                                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




                                 DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 April 2007

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,




            HAMID AWALUDIN



    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 65
                               PENJELASAN
                                   ATAS
                 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 23 TAHUN 2007
                                 TENTANG
                             PERKERETAAPIAN

I.   UMUM

     Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki
     karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya
     untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara massal,
     menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor
     keamanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta
     lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan untuk
     angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti
     angkutan perkotaan.

     Dengan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut, peran
     perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pengembangan
     sistem transportasi nasional secara terpadu. Untuk itu, penyelenggaraan
     perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan, pengoperasian, perawatan,
     dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga dapat
     terselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman,
     nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan moda
     transportasi lain. Dengan demikian, terdapat keserasian dan
     keseimbangan beban antarmoda transportasi yang mampu meningkatkan
     penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang dan barang.

     Penyelenggaraan perkeretaapian telah menunjukkan peningkatan peran
     yang penting dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian,
     memantapkan pertahanan dan keamanan, memperlancar kegiatan
     pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta
     meningkatkan hubungan antarbangsa.

     Dengan adanya perkembangan teknologi perkeretaapian dan perubahan
     lingkungan strategis yang semakin kompetitif dan tidak terpisahkan dari
     sistem perekonomian internasional yang menitikberatkan pada asas
     keadilan, keterbukaan, dan     tidak diskriminatif,   dipandang perlu
     melibatkan peran pemerintah daerah dan        swasta guna mendorong
     kemajuan penyelenggaraan perkeretaapian nasional.


                                                                  Sejak . . .
                                    -2-

      Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang
      Perkeretaapian, kondisi perkeretaapian nasional yang masih bersifat
      monopoli dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain kontribusi
      perkeretaapian terhadap transportasi nasional masih rendah, prasarana
      dan sarana belum memadai, jaringan masih terbatas, kemampuan
      pembiayaan terbatas, tingkat kecelakaan masih tinggi, dan tingkat
      pelayanan masih jauh dari harapan.

      Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, peran Pemerintah dalam
      penyelenggaraan perkeretaapian perlu dititikberatkan pada pembinaan
      yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan
      pengawasan dengan mengikutsertakan peran masyarakat sehingga
      penyelenggaraan perkeretaapian dapat terlaksana secara efisien, efektif,
      transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

      Dengan tetap berpijak pada makna dan hakikat yang terkandung dalam
      Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
      1945 serta dengan memperhatikan perkembangan lingkungan strategis,
      baik nasional maupun internasional, terutama di bidang perkeretaapian,
      Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian perlu
      diganti.



II.   PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1
         Cukup jelas.

      Pasal 2
         Huruf a
              Yang dimaksud dengan "asas manfaat" adalah bahwa
              perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-
              besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kemakmuran rakyat,
              kesejahteraan rakyat, dan pengembangan kehidupan yang
              berkesinambungan bagi warga negara.

         Huruf b
            Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa
            perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada segenap
            lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau serta memberi
            kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama kepada
            semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.


                                                                 Huruf c . . .
                          -3-


Huruf c
    Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan" adalah bahwa
    perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar keseimbangan
    antara sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa dan
    penyelenggara, kebutuhan dan ketersediaan, kepentingan
    individu dan masyarakat, antardaerah dan antarwilayah, serta
    antara kepentingan nasional dan internasional.

Huruf d
   Yang dimaksud dengan "asas kepentingan umum" adalah bahwa
   perkeretaapian harus     lebih mengutamakan    kepentingan
   masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau
   kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan,
   kenyamanan, dan ketertiban.

Huruf e
   Yang dimaksud dengan "asas keterpaduan" adalah bahwa
   perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan
   perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling
   menunjang, baik antarhierarki tatanan perkeretaapian, intramoda
   maupun antarmoda transportasi.

Huruf f
   Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah bahwa
   penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan kepercayaan
   diri, kemampuan     dan potensi produksi dalam negeri, serta
   sumber daya manusia dengan daya inovasi dan kreativitas yang
   bersendi pada kedaulatan, martabat, dan kepribadian bangsa.

Huruf g
   Yang dimaksud dengan "asas transparansi" adalah bahwa
   penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada
   masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jelas,
   dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan
   berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian.

Huruf h
   Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah bahwa
   penyelenggaraan perkeretaapian harus didasarkan pada kinerja
   yang terukur, dapat dievaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan
   kepada masyarakat


                                                      Huruf i . . .
                             -4-

   Huruf i
      Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah bahwa
      penyelenggaraan   perkeretaapian harus   dilakukan   secara
      berkesinambungan,    berkembang,  dan   meningkat   dengan
      mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian
      lingkungan    untuk    menjamin  terpenuhinya    kebutuhan
      masyarakat.

Pasal 3
   Yang dimaksud dengan "secara massal" adalah bahwa kereta api
   memiliki kemampuan untuk mengangkut orang dan/atau barang
   dalam jumlah atau volume besar setiap kali perjalanan.

   Yang dimaksud dengan "selamat" adalah terhindarnya perjalanan
   kereta api dari kecelakaan akibat faktor internal.

   Yang dimaksud dengan "aman" adalah terhindarnya perjalanan kereta
   api akibat faktor eksternal, baik berupa gangguan alam maupun
   manusia.

   Yang dimaksud dengan "nyaman" adalah terwujudnya ketenangan dan
   ketenteraman bagi penumpang selama perjalanan kereta api.

   Yang dimaksud dengan "cepat dan lancar" adalah perjalanan kereta
   api dengan waktu yang singkat dan tanpa gangguan.

   Yang dimaksud dengan "tepat" adalah terlaksananya perjalanan kereta
   api sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

   Yang dimaksud dengan "tertib dan teratur" adalah terlaksananya
   perjalanan kereta api sesuai dengan jadwal dan peraturan perjalanan.

   Yang    dimaksud    dengan  "efisien" adalah    penyelenggaraan
   perkeretaapian yang mampu memberikan manfaat yang maksimal.

Pasal 4
   Huruf a
        Yang dimaksud dengan "kereta api kecepatan normal" adalah
        kereta api yang mempunyai kecepatan kurang dari 200 km/jam.

   Huruf b
       Yang dimaksud dengan "kereta api kecepatan tinggi" adalah
       kereta api yang mempunyai kecepatan lebih dari 200 km/jam.


                                                           Huruf c . . .
                             -5-

   Huruf c
      Yang dimaksud dengan "kereta api monorel" adalah kereta api
      yang bergerak pada 1 (satu) rel.

   Huruf d
      Yang dimaksud dengan "kereta api motor induksi linear" adalah
      kereta api yang menggunakan penggerak motor induksi linear
      dengan stator pada jalan rel dan rotor pada sarana
      perkeretaapian.

   Huruf e
      Yang dimaksud dengan "kereta api gerak udara" adalah kereta api
      yang bergerak dengan menggunakan tekanan udara.

   Huruf f
      Yang dimaksud dengan "kereta api levitasi magnetik" adalah
      kereta api yang digerakkan dengan tenaga magnetik sehingga
      pada waktu bergerak tidak ada gesekan antara sarana
      perkeretaapian dan jalan rel.

   Huruf g
      Yang dimaksud dengan "trem" adalah kereta api yang bergerak di
      atas jalan rel yang sebidang dengan jalan.

   Huruf h
      Yang dimaksud dengan "kereta gantung" adalah kereta yang
      bergerak dengan cara menggantung pada tali baja.

Pasal 5
   Ayat (1)
        Huruf a
            Yang dimaksud dengan "perkeretaapian umum" adalah
            perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan
            orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran.
        Huruf b
            Yang dimaksud dengan "perkeretaapian khusus" adalah
            perkeretaapian yang hanya digunakan untuk menunjang
            kegiatan pokok badan usaha tertentu dan tidak digunakan
            untuk melayani masyarakat umum.

   Ayat (2)
       Huruf a
            Yang dimaksud dengan "perkeretaapian perkotaan" adalah
            perkeretaapian yang melayani perpindahan orang di wilayah
            perkotaan dan/atau perjalanan ulang-alik dengan jangkauan:
            a. seluruh wilayah administrasi kota; dan/atau
            b. melebihi wilayah administrasi kota.
                                                          Dalam . . .
                             -6-

           Dalam hal perkeretaapian perkotaan berada di wilayah
           metropolitan disebut kereta api metro.

       Huruf b
          Yang dimaksud dengan "perkeretaapian antarkota" adalah
          perkeretaapian yang melayani perpindahan orang dan/atau
          barang dari satu kota ke kota yang lain.

           Dalam hal perkeretaapian antarkota melayani angkutan
           orang dan/atau barang dari satu kota ke kota di negara lain,
           disebut kereta api antarnegara.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 6
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "tatanan perkeretaapian" adalah hierarki
        kewilayahan pada jaringan perkeretaapian yang membentuk satu
        kesatuan sistem pelayanan perkeretaapian di suatu wilayah.
       Huruf a
          Yang dimaksud dengan "perkeretaapian nasional" adalah
          tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang
          dan/atau barang lebih dari satu provinsi.
       Huruf b
          Yang dimaksud dengan "perkeretaapian provinsi" adalah
          tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang
          dan/atau barang yang melebihi satu kabupaten/kota dalam
          satu provinsi.
       Huruf c
          Yang dimaksud dengan "perkeretaapian kabupaten/kota"
          adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan
          orang dan/atau barang dalam satu kabupaten/kota.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Yang dimaksud dengan "terintegrasi sistem perkeretaapian
       dengan moda transportasi lain" adalah menyinergikan moda
       perkeretaapian dengan moda transportasi lain sehingga terwujud
       keterpaduan jaringan serta mempermudah dan memperlancar
       pelayanan angkutan orang dan/atau barang.


                                                           Pasal 7 . . .
                              -7-


Pasal 7
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "rencana induk perkeretaapian" adalah
        rencana pengembangan jaringan prasarana perkeretaapian, baik
        yang memuat jaringan jalur kereta api yang telah ada maupun
        rencana jaringan jalur kereta api yang akan dibangun.

   Ayat (2)
       Huruf a
            Yang dimaksud dengan "rencana induk perkeretaapian
            nasional" adalah rencana induk perkeretaapian yang
            menghubungkan antarpusat kegiatan nasional serta antara
            pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan provinsi.
       Huruf b
            Yang dimaksud dengan "rencana induk perkeretaapian
            provinsi" adalah rencana induk perkeretaapian         yang
            menghubungkan antarpusat kegiatan provinsi serta antara
            pusat kegiatan provinsi dan pusat kegiatan kabupaten/kota.
       Huruf c
            Yang dimaksud dengan "rencana induk perkeretaapian
            kabupaten/kota" adalah rencana induk perkeretaapian yang
            menghubungkan          antarpusat       kegiatan     dalam
            kabupaten/kota.

Pasal 8
   Ayat (1)
        Huruf a
            Yang dimaksud dengan "rencana tata ruang wilayah
            nasional" adalah rencana tata ruang nasional sebagaimana
            diatur dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.
        Huruf b
            Yang dimaksud dengan "rencana induk jaringan moda
            transportasi lainnya" adalah rencana induk jaringan
            transportasi jalan, laut, dan udara.

   Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan "tataran transportasi" adalah tingkatan
       transportasi yang terbagi dalam tingkat nasional, tingkat provinsi,
       dan tingkat kabupaten/kota.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.


                                                             Pasal 9 . . .
                             -8-

Pasal 9
   Ayat (1)
        Huruf a
            Cukup jelas.
        Huruf b
            Yang dimaksud dengan "rencana tata ruang wilayah provinsi"
            adalah rencana tata ruang provinsi sebagaimana diatur
            dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.
        Huruf c
            Cukup jelas.
        Huruf d
            Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 10
   Ayat (1)
        Huruf a
            Cukup jelas.
        Huruf b
            Cukup jelas.
        Huruf c
            Yang dimaksud dengan "rencana tata ruang wilayah
            kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota" adalah
            rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata
            ruang wilayah kota sebagaimana diatur dalam Undang-
            Undang tentang Penataan Ruang.
        Huruf d
            Cukup jelas.
        Huruf e
            Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 11
   Cukup jelas.

                                                         Pasal 12 . . .
                              -9-


Pasal 12
   Cukup jelas.

Pasal 13
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "dikuasai oleh Negara" adalah bahwa
        Negara     mempunyai      kewenangan      untuk   mengatur
        penyelenggaraan perkeretaapian dan pelaksanaannya dilakukan
        oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

   Ayat (2)
       Huruf a
            Yang dimaksud dengan "pengaturan" meliputi penetapan
            kebijakan umum dan kebijakan teknis, antara lain
            penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, rencana, dan
            prosedur.
       Huruf b
            Yang dimaksud dengan "pengendalian" adalah pemberian
            arahan,      bimbingan,    supervisi,   pelatihan, perizinan,
            sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan
            pengoperasian.
       Huruf c
            Yang dimaksud dengan "pengawasan" adalah kegiatan
            pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
            perkeretaapian agar sesuai dengan peraturan perundang-
            undangan, termasuk melakukan tindakan korektif dan
            penegakan hukum.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

   Ayat (4)
       Cukup jelas.

Pasal 14
   Cukup jelas.

Pasal 15
   Cukup jelas.

Pasal 16
   Cukup jelas.


                                                           Pasal 17 . . .
                           - 10 -

Pasal 17
   Cukup jelas.

Pasal 18
   Cukup jelas.

Pasal 19
   Cukup jelas.

Pasal 20
   Cukup jelas.

Pasal 21
   Huruf a
        Yang    dimaksud    dengan    "standar perawatan prasarana
        perkeretaapian" adalah sistem, prosedur, dan tolok ukur
        perawatan prasarana perkeretaapian yang ditetapkan oleh
        Pemerintah sesuai dengan jenisnya.

   Huruf b
      Cukup jelas.

Pasal 22
   Cukup jelas.

Pasal 23
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan "Pemerintah atau Pemerintah Daerah
       dapat menyelenggarakan prasarana perkeretaapian" adalah
       Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi amanat untuk
       penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang pelaksanaannya
       ditugaskan kepada badan usaha yang dibentuk untuk keperluan
       tersebut.
       Dalam     hal   penyelenggaraan  prasarana  perkeretaapian
       dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang
       secara ekonomi sudah bersifat komersial, penyelenggaraan
       prasarananya dialihkan kepada badan usaha prasarana
       perkeretaapian.

Pasal 24
   Cukup jelas.

                                                      Pasal 25 . . .
                           - 11 -

Pasal 25
   Cukup jelas.

Pasal 26
   Cukup jelas.

Pasal 27
   Cukup jelas.

Pasal 28
   Cukup jelas.

Pasal 29
   Cukup jelas.

Pasal 30
   Cukup jelas.

Pasal 31
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan "Pemerintah atau Pemerintah Daerah
       dapat    menyelenggarakan  sarana   perkeretaapian"  adalah
       Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi amanat untuk
       penyelenggaraan sarana perkeretaapian yang pelaksanaannya
       ditugaskan kepada badan usaha yang dibentuk untuk keperluan
       tersebut.
       Dalam hal penyelenggaraan sarana perkeretaapian dilaksanakan
       oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang secara ekonomi
       sudah bersifat komersial, penyelenggaraan sarananya dialihkan
       kepada badan usaha sarana perkeretaapian.

Pasal 32
   Cukup jelas.

Pasal 33
   Cukup jelas.

Pasal 34
   Cukup jelas.

Pasal 35
   Cukup jelas.
                                                       Pasal 36 . . .
                              - 12 -

Pasal 36
   Cukup jelas.

Pasal 37
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "bangunan pelengkap lainnya" adalah
        fasilitas yang   menunjang kelancaran  dan   keselamatan
        pengoperasian kereta api.

   Ayat (2)
       Huruf a
            Cukup jelas.
       Huruf b
            Cukup jelas.
       Huruf c
            Yang dimaksud dengan "jalan rel di atas permukaan tanah"
            adalah jalan rel layang dan/atau jalan rel gantung.

Pasal 38
   Cukup jelas.

Pasal 39
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "lebar ruang manfaat jalur kereta api"
        adalah ruang yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan
        fasilitas operasi sesuai dengan jenis jalurnya, antara lain jalur
        tunggal, jalur ganda, jembatan, dan terowongan.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 40
   Cukup jelas.

Pasal 41
   Cukup jelas.

Pasal 42
   Ayat (1)
        Batas ruang milik jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri
        dan kanan ruang manfaat jalur kereta api yang lebarnya paling
        rendah 6 (enam) meter.

                                                             Ayat (2) . . .
                             - 13 -

   Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan "untuk keperluan lain" adalah
       kepentingan di luar kereta api, antara lain kepentingan pipa gas,
       pipa minyak, dan kabel telepon.

Pasal 43
   Cukup jelas.

Pasal 44
   Cukup jelas.

Pasal 45
   Batas ruang pengawasan jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri
   dan kanan ruang milik jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 9
   (sembilan) meter.

Pasal 46
   Cukup jelas.

Pasal 47
   Cukup Jelas.

Pasal 48
   Cukup Jelas.

Pasal 49
   Cukup Jelas.

Pasal 50
   Cukup jelas.

Pasal 51
   Cukup jelas.

Pasal 52
   Cukup jelas.

Pasal 53
   Cukup jelas.

Pasal 54
   Ayat (1)
        Huruf a
            Cukup jelas.

                                                           Huruf b . . .
                            - 14 -

       Huruf b
          Cukup jelas.
       Huruf c
          Cukup jelas.
       Huruf d
          Cukup jelas.
       Huruf e
          Cukup jelas.
       Huruf f
          Yang dimaksud dengan "fasilitas kesehatan" adalah
          pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan kelas stasiun.
       Huruf g
          Yang dimaksud dengan "fasilitas umum" adalah sarana
          pelayanan umum, sekurang-kurangnya toilet, musala, dan
          restoran.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

   Ayat (4)
       Cukup jelas.

Pasal 55
   Yang dimaksud dengan "kegiatan usaha penunjang" adalah aktivitas
   usaha untuk mendukung pengusahaan perkeretaapian, antara lain
   usaha pertokoan, restoran, perkantoran, dan perhotelan.

Pasal 56
   Cukup jelas.

Pasal 57
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "jasa pelayanan khusus" adalah fasilitas
        pelayanan yang disediakan oleh Penyelenggara Prasarana
        Perkeretaapian selain fasilitas pelayanan standar.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

                                                        Pasal 58 . . .
                             - 15 -

Pasal 58
   Cukup jelas.

Pasal 59
   Huruf a
        Yang dimaksud dengan "peralatan persinyalan" adalah fasilitas
        pendukung operasi yang memberi petunjuk atau isyarat berupa
        warna atau cahaya dengan arti tertentu yang dipasang pada
        tempat tertentu.

   Huruf b
      Cukup jelas.

   Huruf c
      Cukup jelas.

Pasal 60
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Huruf a
            Yang dimaksud dengan "sinyal" adalah alat atau perangkat
            yang digunakan untuk menyampaikan perintah bagi
            pengaturan perjalanan kereta api dengan peragaan dan/atau
            warna. Perangkat sinyal terdiri atas peralatan luar ruangan
            (outdoor) dan peralatan dalam ruangan (indoor).
       Huruf b
            Yang dimaksud dengan "tanda" adalah isyarat yang berfungsi
            untuk memberi peringatan atau petunjuk kepada petugas
            yang mengendalikan pergerakan sarana kereta api.
       Huruf c
            Yang dimaksud dengan "marka" adalah tanda berupa gambar
            atau tulisan yang berfungsi sebagai peringatan atau petunjuk
            tentang kondisi tertentu pada suatu tempat yang terkait
            dengan perjalanan kereta api.

Pasal 61
   Cukup jelas.

Pasal 62
   Cukup jelas.

Pasal 63
   Cukup jelas.
                                                            Pasal 64 . . .
                               - 16 -

Pasal 64
   Cukup jelas.

Pasal 65
   Cukup jelas.

Pasal 66
   Cukup jelas.

Pasal 67
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "memenuhi persyaratan kelaikan" adalah
        kondisi prasarana siap operasi dan secara teknis aman untuk
        dioperasikan.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Yang dimaksud dengan "persyaratan sistem" adalah kondisi yang
       harus dipenuhi untuk berfungsinya sistem jalan rel, sistem
       jembatan, sistem terowongan, sistem stasiun, sistem persinyalan,
       sistem telekomunikasi, dan sistem perlistrikan.
       Yang dimaksud dengan "persyaratan komponen" adalah
       spesifikasi teknis yang harus dipenuhi setiap komponen sebagai
       bagian dari suatu sistem, misalnya sistem jalan rel terdiri atas rel,
       bantalan, balas, dan alat penambat.

   Ayat (4)
       Cukup jelas.

Pasal 68
   Cukup jelas.

Pasal 69
   Cukup jelas.

Pasal 70
   Cukup jelas.

Pasal 71
   Cukup jelas.



                                                             Pasal 72 . . .
                             - 17 -

Pasal 72
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan " jadwal yang ditetapkan" adalah kegiatan
        pengecekan kelaikan prasarana perkeretaapian sesuai dengan
        jadwal   tertentu  berdasarkan   spesifikasi  teknis,  tingkat
        penggunaan, dan kondisi lingkungan setiap jenis prasarana
        perkeretaapian yang diuji.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 73
   Cukup jelas.

Pasal 74
   Cukup jelas.

Pasal 75
   Cukup jelas.

Pasal 76
   Cukup jelas.

Pasal 77
   Cukup jelas.

Pasal 78
   Cukup jelas.

Pasal 79
   Cukup jelas.

Pasal 80
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "petugas" meliputi antara lain, petugas
        pengatur perjalanan kereta api, tenaga perawatan prasarana
        perkeretaapian, penjaga perlintasan kereta api.

Pasal 81
   Cukup jelas.


                                                         Pasal 82 . . .
                            - 18 -

Pasal 82
   Cukup jelas.

Pasal 83
   Cukup jelas.

Pasal 84
   Cukup jelas.

Pasal 85
   Cukup jelas.

Pasal 86
   Cukup jelas.

Pasal 87
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "pihak ketiga" adalah pihak-pihak selain
        Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pengguna jasa.
        Yang dimaksud dengan "pengoperasian prasarana perkeretaapian"
        adalah kegiatan yang terkait dengan operasional prasarana
        perkeretaapian.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Musibah yang dialami oleh pihak ketiga, antara lain akibat dari
       bangunan stasiun roboh, jembatan kereta api ambruk, dan
       menara telekomunikasi roboh.

   Ayat (4)
       Cukup jelas.

   Ayat (5)
       Cukup jelas.

Pasal 88
   Huruf a
        Cukup jelas.

   Huruf b
      Yang dimaksud dengan "keadaan memaksa" adalah force majeur.


                                                         Pasal 89 . . .
                             - 19 -


Pasal 89
   Cukup jelas.

Pasal 90
   Cukup jelas.

Pasal 91
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "jalan" adalah sebagaimana diatur dalam
        Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
       Yang dimaksud dengan "tidak sebidang" adalah letak jalur kereta
       api tidak berpotongan secara horizontal dengan jalan, tetapi
       terletak di atas atau di bawah jalan.
       Perlintasan antara jalur kereta api dan jalan yang sebidang yang
       telah ada sebelum ditetapkan Undang-Undang ini diupayakan
       untuk dibuat tidak sebidang secara berangsur-angsur sesuai
       dengan kemampuan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

Pasal 92
   Cukup jelas.

Pasal 93
   Cukup jelas.

Pasal 94
   Cukup jelas.

Pasal 95
   Cukup jelas.

Pasal 96
   Ayat (1)
        Huruf a
            Yang    dimaksud       dengan    "lokomotif" adalah sarana
            perkeretaapian yang memiliki penggerak sendiri yang
            bergerak dan digunakan untuk menarik dan/atau mendorong
            kereta, gerbong, dan/atau peralatan khusus, antara lain
            lokomotif listrik dan lokomotif diesel.


                                                           Huruf b . . .
                             - 20 -

       Huruf b
          Yang      dimaksud     dengan     "kereta"   adalah     sarana
          perkeretaapian yang ditarik lokomotif atau mempunyai
          penggerak sendiri yang digunakan untuk mengangkut orang,
          antara lain kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD),
          kereta makan, kereta bagasi, dan kereta pembangkit.
       Huruf c
          Yang     dimaksud     dengan     "gerbong"   adalah     sarana
          perkeretaapian yang ditarik lokomotif digunakan untuk
          mengangkut barang, antara lain gerbong datar, gerbong
          tertutup, gerbong terbuka, dan gerbong tangki.
       Huruf d
          Yang dimaksud dengan "peralatan khusus" adalah sarana
          perkeretaapian yang tidak digunakan untuk angkutan
          penumpang atau barang, tetapi untuk keperluan khusus,
          antara lain kereta inspeksi (lori), gerbong penolong, derek
          (crane), kereta ukur, dan kereta pemeliharaan jalan rel.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

Pasal 97
   Cukup jelas.

Pasal 98
   Cukup jelas.

Pasal 99
   Cukup jelas.

Pasal 100
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Huruf a
            Yang dimaksud dengan "uji rancang bangun dan rekayasa"
            adalah pengujian yang meliputi uji ketepatan atau
            kesesuaian antara rancang bangun dan fisik sarana
            perkeretaapian. Pengujiannya meliputi rangka dasar, badan,
            roda, keseimbangan berat, dan kekuatan konstruksi.
       Huruf b
            Yang dimaksud dengan "uji statis" adalah pengujian yang
            dilakukan untuk mengetahui kondisi peralatan dan
            kemampuan kerja sarana perkeretaapian dalam keadaan
            tidak bergerak.

                                                            Huruf c . . .
                            - 21 -

       Huruf c
          Yang dimaksud dengan "uji dinamis" adalah pengujian yang
          dilakukan untuk mengetahui kondisi peralatan dan
          kemampuan kerja sarana perkeretaapian dalam keadaan
          bergerak.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

   Ayat (4)
       Cukup jelas.

Pasal 101
   Cukup jelas.

Pasal 102
   Cukup jelas.

Pasal 103
   Cukup jelas.

Pasal 104
   Cukup jelas.

Pasal 105
   Cukup jelas.

Pasal 106
   Cukup Jelas.

Pasal 107
   Cukup Jelas.

Pasal 108
   Cukup Jelas.

Pasal 109
   Cukup Jelas.

Pasal 110
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "jadwal yang ditetapkan" adalah waktu
        yang ditentukan untuk pemeriksaan sarana perkeretaapian yang
        berpedoman pada buku petunjuk dan dilaksanakan secara
        harian, bulanan, 6 (enam) bulanan, dan tahunan.

                                                         Ayat (2) . . .
                            - 22 -

   Ayat 2
       Cukup jelas.


Pasal 111
   Cukup Jelas.

Pasal 112
    Cukup Jelas.

Pasal 113
   Cukup Jelas.

Pasal 114
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Cukup Jelas.

   Ayat (3)
       Cukup Jelas.

   Ayat (4)
       Cukup Jelas.

   Ayat (5)
       Yang dimaksud dengan "balai yasa" adalah tempat perawatan
       sarana perkeretaapian untuk 2 (dua) tahunan atau semi
       perawatan akhir (SPA), perawatan 4 (empat) tahunan atau
       perawatan akhir (PA), dan rehabilitasi atau modifikasi.
       Yang dimaksud dengan "depo" adalah tempat perawatan sarana
       perkeretaapian untuk harian, bulanan, 6 (enam) bulanan, dan 1
       (satu) tahunan.


Pasal 115
   Cukup Jelas.

Pasal 116
     Cukup Jelas.

Pasal 117
   Cukup Jelas.

                                                      Pasal 118 . . .
                              - 23 -

Pasal 118
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "rancang bangun" adalah perencanaan,
        perancangan, dan perhitungan teknis material dan komponen, uji
        simulasi, dan pembuatan prototipe atau model sarana
        perkeretaapian.

        Yang dimaksud dengan "rekayasa" adalah peningkatan
        kemampuan dan mengubah fungsi sarana perkeretaapian melalui
        inovasi dan modifikasi sesuai dengan persyaratan teknis, antara
        lain kereta penumpang menjadi kereta bagasi dan kereta rel listrik
        (KRL) menjadi kereta rel diesel elektrik (KRDE).

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

Pasal 119
   Cukup Jelas.

Pasal 120
   Huruf a.
        Yang dimaksud dengan "petak blok" adalah jalan rel di antara dua
        sinyal yang berdekatan.

   Huruf b.
      Cukup jelas.

Pasal 121
   Cukup jelas.

Pasal 122
   Cukup Jelas.

Pasal 123
   Cukup jelas.

Pasal 124
   Cukup jelas.

Pasal 125
   Huruf a
        Yang dimaksud dengan "mengambil tindakan untuk kelancaran
        dan keselamatan lalu lintas" adalah menghentikan semua kereta
        api di stasiun terdekat atau membatasi kecepatan kereta api yang
        akan melewati lintas yang bersangkutan.
                                                             Huruf b . . .
                             - 24 -

   Huruf b
      Cukup jelas.

   Huruf c
      Cukup jelas.

   Huruf d
      Cukup jelas.

   Huruf e
      Cukup jelas.

   Huruf f
      Yang dimaksud dengan "penyidikan awal" adalah pemeriksaan
      dan penelitian untuk mencari dan mengumpulkan barang-barang
      yang dapat dijadikan sebagai bukti adanya tindak pidana yang
      mengakibatkan kecelakaan kereta api yang dapat dilaksanakan
      oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang perkeretaapian
      dengan secepat-cepatnya dan berkoordinasi dengan penyidik
      kepolisian setempat.

   Huruf g
      Cukup jelas.

Pasal 126
   Cukup jelas.

Pasal 127
   Cukup jelas.

Pasal 128
   Cukup Jelas.

Pasal 129
   Cukup Jelas.

Pasal 130
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah:
       a. keadaan darurat;
       b. bencana alam; atau
       c. jumlah orang yang jauh di atas jumlah rata-rata orang yang
            diangkut dan tidak tersedia kereta pada saat itu.

                                                            Ayat (3) . . .
                              - 25 -


   Ayat (3)
       Fasilitas minimal pelayanan penumpang, antara lain tempat
       duduk, lampu penerangan, kipas angin, dan toilet darurat.

Pasal 131
   Ayat (1)
        Fasilitas khusus dapat berupa pembuatan        jalan khusus di
        stasiun dan sarana khusus untuk naik           kereta api atau
        penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi   penempatan kursi
        roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang   pengangkutannya
        mengharuskan dalam posisi tidur.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

Pasal 132
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Yang dimaksud dengan "karcis" adalah tanda bukti pembayaran
       pengguna jasa yang berbentuk lembaran kertas, karton, atau tiket
       elektronik.

Pasal 133
   Ayat (1)
        Huruf a
            Cukup Jelas.
        Huruf b
            Cukup Jelas.
        Huruf c
            Cukup Jelas.
        Huruf d
            Pengumuman jadwal dan tarif angkutan kepada masyarakat
            dapat dilakukan di stasiun atau media cetak atau elektronik.
        Huruf e
            Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

                                                         Pasal 134 . . .
                            - 26 -

Pasal 134
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Batas waktu melapor adalah 30 (tiga puluh) menit sebelum
       keberangkatan.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

   Ayat (4)
       Cukup jelas.

Pasal 135
   Cukup jelas.

Pasal 136
   Ayat (1)
        Huruf a
            Cukup jelas.
        Huruf b
            Penindakan terhadap pengguna jasa yang tidak memiliki
            karcis dapat didenda atau diturunkan di stasiun terdekat.
        Huruf c
            Penertiban terhadap pengguna jasa atau masyarakat dapat
            dilakukan bersama-sama dengan aparat keamanan.
        Huruf d
            Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Hal-hal yang membahayakan          keselamatan, ketertiban, dan
       kepentingan umum, antara lain:
       a. bersumber pada sarana perkeretaapian, misalnya kondisi
            kereta api diragukan kelaikannya untuk dioperasikan; dan
       b. bersumber di luar sarana perkeretaapian, misalnya jalur
            longsor dan ancaman teror.

Pasal 137
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "standar pelayanan minimum" adalah
        kondisi pelayanan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara
        sarana perkeretaapian sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.
                                                         Pasal 138 . . .
                            - 27 -

Pasal 138
   Cukup jelas.

Pasal 139
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Huruf a
            Cukup jelas.
       Huruf b
            Yang dimaksud dengan "barang khusus" adalah bahan atau
            benda yang sifat atau bentuknya harus diperlakukan secara
            khusus, antara lain :
            a. muatan barang curah, misalnya semen curah dan
                batubara;
            b. muatan barang cair, misalnya BBM dan bahan dasar
                gula pasir;
            c. muatan yang diletakkan di atas palet;
            d. muatan kaca lembaran;
            e. pengangkutan barang yang memerlukan fasilitas
                pendingin;
            f.  pengangkutan tumbuh-tumbuhan dan hewan hidup;
                dan
            g. pengangkutan kendaraan.

       Huruf c
          Yang dimaksud dengan "bahan berbahaya dan beracun"
          adalah setiap bahan atau benda yang karena sifat dan ciri
          khasnya dapat membahayakan keselamatan, kesehatan
          manusia, makhluk hidup lainnya, dan ketertiban umum.
       Huruf d
          Yang dimaksud dengan "limbah bahan berbahaya dan
          beracun" adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
          mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
          karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya,
          baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
          mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
          dan/atau dapat membahayakan           lingkungan hidup,
          kesehatan, kelangsungan hidup manusia, dan makhluk
          hidup lain.

Pasal 140
   Cukup jelas.

                                                       Pasal 141 . . .
                           - 28 -

Pasal 141
   Cukup jelas.

Pasal 142
   Cukup jelas.

Pasal 143
   Cukup jelas.

Pasal 144
   Cukup jelas.

Pasal 145
   Cukup jelas.

Pasal 146
   Cukup jelas.

Pasal 147
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "angkutan multimoda" adalah angkutan
        yang menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang
        berbeda atas dasar perjanjian angkutan multimoda    dengan
        menggunakan satu dokumen.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 148
   Cukup jelas.

Pasal 149
   Cukup jelas.

Pasal 150
   Cukup jelas.

Pasal 151
   Cukup jelas.

Pasal 152
   Ayat (1)
        Cukup jelas.
                                                       Ayat (2) . . .
                              - 29 -

   Ayat (2)
       Dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang
       ditetapkan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, Pemerintah
       atau Pemerintah Daerah menetapkan tarif angkutan pelayanan
       kelas ekonomi yang merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban
       pelayanan publik (Public Service Obligation) dan angkutan perintis.
       Huruf a
          Yang dimaksud dengan "angkutan pelayanan kelas ekonomi"
          adalah     angkutan     orang    yang   dilaksanakan   oleh
          Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sesuai dengan standar
          pelayanan minimum.
       Huruf b
          Yang dimaksud dengan "angkutan perintis" adalah
          penyelenggaraan perkeretaapian yang dioperasikan dalam
          waktu tertentu untuk melayani daerah baru atau daerah
          yang sudah ada jalur kereta apinya dalam rangka menunjang
          pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas pembangunan
          nasional, tetapi secara komersial belum menguntungkan.

Pasal 153
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "tarif yang dihitung oleh Penyelenggara
        Sarana Perkeretaapian" adalah besarnya tarif yang dihitung
        berdasarkan pedoman penetapan tarif.
        Yang dimaksud dengan kewajiban pelayanan publik (Public
        Service Obligation) adalah kewajiban pemerintah untuk
        memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat
        dengan tarif yang terjangkau.

   Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan "biaya yang dikeluarkan oleh
       Penyelenggara Sarana Perkeretaapian" adalah besarnya biaya
       yang dikeluarkan untuk mengoperasikan sarana perkeretaapian
       pada lintas perintis yang dihitung berdasarkan asumsi yang
       disepakati oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan
       Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Pasal 154
   Ayat (1)
        Biaya penggunaan prasarana perkeretaapian atau yang dikenal
        dengan Track Acces Charge (TAC) adalah biaya yang harus dibayar
        oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian untuk penggunaan
        prasarana perkeretaapian yang dioperasikan oleh Penyelenggara
        Prasarana Perkeretaapian.

                                                              Ayat (2) . . .
                            - 30 -

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

Pasal 155
   Cukup jelas.

Pasal 156
   Cukup jelas.

Pasal 157
   Ayat (1)
        Bentuk bertanggung jawab adalah pemberian ganti kerugian dan
        biaya pengobatan bagi pengguna jasa yang luka-luka atau
        santunan bagi pengguna jasa yang meninggal dunia.
        Kerugian pengguna jasa yang ditanggung oleh Penyelenggara
        Sarana Perkeretaapian berupa penggantian kehilangan atau
        kerusakan barang sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta
        api.

   Ayat (2)
       Batas     waktu    tanggung      jawab penyelenggara    sarana
       perkeretaapian adalah dipenuhinya kewajiban penyelenggara
       sarana perkeretaapian memberikan ganti kerugian, biaya
       pengobatan, dan santunan paling lama 1 (satu) bulan sejak
       kejadian.
       Pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, dan keluarga
       pengguna jasa yang meninggal dunia harus memberitahukan
       kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian paling lama 12 (dua
       belas) jam terhitung sejak kejadian.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

   Ayat (4)
       Luka atau meninggalnya pengguna jasa yang tidak disebabkan
       oleh pengoperasian kereta api, misalnya pengguna jasa luka atau
       meninggal dunia di dalam kereta api karena sakit bawaan atau
       karena kejahatan.

Pasal 158
   Cukup jelas.

Pasal 159
   Cukup jelas.

                                                       Pasal 160 . . .
                             - 31 -

Pasal 160
   Cukup jelas.

Pasal 161
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Tempat penyimpanan yang disediakan oleh Penyelenggara Sarana
       Perkeretaapian  dapat berupa gerbong, gudang, dan ruang
       terbuka.
       Biaya penyimpanan, antara lain sewa gerbong, biaya
       pembongkaran, biaya pemindahan, biaya penumpukan, dan biaya
       sewa gudang.

   Ayat (3)
       Yang dimaksud dengan "batas waktu" adalah ketentuan yang
       disebutkan dalam perjanjian angkutan.

   Ayat (4)
       Cukup Jelas.

   Ayat (5)
       Cukup Jelas.

   Ayat (6)
       Cukup Jelas.

Pasal 162
   Cukup jelas.

Pasal 163
   Cukup jelas.

Pasal 164
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Yang dimaksud dengan "pengajuan keberatan" adalah pengaduan
       kerusakan barang dengan disertai bukti rusaknya barang serta
       perincian permintaan ganti kerugian dan keterangan nilai barang.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.
                                                        Pasal 165 . . .
                            - 32 -


Pasal 165
   Cukup jelas.

Pasal 166
   Cukup jelas.

Pasal 167
   Cukup jelas.

Pasal 168
   Cukup jelas.

Pasal 169
   Cukup jelas.

Pasal 170
   Yang dimaksud dengan "kerugian" adalah nilai kerusakan pada
   prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian serta luka-luka
   dan meninggalnya orang yang dipekerjakan oleh Penyelenggara
   Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
   Tuntutan kerugian kerusakan pada prasarana perkeretaapian dan
   sarana perkeretaapian serta biaya pengobatan dan santunan harus
   dipenuhi oleh pihak yang menimbulkan kerugian dan luka-luka serta
   meninggal.
   Yang dimaksud dengan "orang yang dipekerjakan" adalah petugas
   Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian atau Penyelenggara Sarana
   Perkeretaapian dalam melaksanakan kegiatan di bidang prasarana
   dan sarana perkeretaapian.


Pasal 171
   Cukup jelas.

Pasal 172
   Cukup jelas.

Pasal 173
   Cukup jelas.

Pasal 174
   Cukup jelas.



                                                       Pasal 175 . . .
                              - 33 -

Pasal 175
   Ayat (1)
        Penelitian sebab-sebab terjadinya kecelakaan adalah bukan dalam
        kaitan dengan penyidikan (penegakan hukum), melainkan
        semata-mata     untuk    mengetahui       sebab-sebab  terjadinya
        kecelakaan dalam rangka perbaikan teknologi dan agar
        kecelakaan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.
        Apabila dalam kecelakaan tersebut memang terdapat unsur
        melawan hukum, pemeriksaannya juga dilakukan oleh penyidik
        dalam rangka penegakan hukum.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 176
   Cukup jelas.

Pasal 177
   Cukup jelas.

Pasal 178
   Yang dimaksud dengan "pandangan bebas" adalah tidak terhalangnya
   pandangan masinis kereta api untuk melihat peralatan persinyalan
   dan kondisi jalan rel.

Pasal 179
   Cukup jelas.

Pasal 180
   Cukup jelas.

Pasal 181
   Ayat (1)
        Huruf a
            Cukup jelas.
        Huruf b
            Yang dimaksud dengan "menyeret" adalah menarik atau
            mendorong barang tanpa roda dan melintasi jalur kereta api.
        Huruf c
            Yang    dimaksud    dengan    "kepentingan   lain"   adalah
            penggunaan jalur kereta api yang tidak sesuai dengan
            fungsinya, antara lain berjualan, menggembala ternak, dan
            menjemur barang.

                                                             Ayat (2) . . .
                              - 34 -

   Ayat (2)
       Yang termasuk surat tugas adalah kartu atau tanda pengenal.

Pasal 182
   Cukup jelas.

Pasal 183
   Cukup jelas.

Pasal 184
   Cukup jelas.

Pasal 185
   Cukup jelas.

Pasal 186
   Ayat (1)
        Cukup jelas.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.

   Ayat (3)
       Pelaksanaan penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
       peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Pasal 7
       ayat (2) dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
       tentang Hukum Acara Pidana.

Pasal 187
   Ayat (1)
        Dalam ketentuan ini, yang dipidana adalah pengurus dari
        Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian sebagai korporasi.
        Pengurus dalam hal ini adalah orang-orang yang mempunyai
        kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi yang
        bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan
        korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan
        lain dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri-sendiri
        atau bersama-sama.

   Ayat (2)
       Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan "luka berat" adalah:
            sakit atau luka yang tidak ada harapan untuk sembuh sama
       -
            sekali atau yang menimbulkan bahaya maut;
            tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas,
       -
            jabatan, atau pekerjaan pencaharian;
                                                       - kehilangan . . .
                                 - 35 -

            kehilangan salah satu panca indera;
        -
            cacat berat;
        -
            lumpuh;
        -
            daya pikir terganggu selama lebih dari 4 (empat) minggu; dan
        -
            gugur atau matinya kandungan.
        -

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 188
   Dalam ketentuan ini, yang dipidana adalah pengurus dari Badan
   Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum
   sebagai korporasi. Pengurus dalam hal ini adalah orang-orang yang
   mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi
   korporasi yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi
   kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar
   hubungan lain dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri-
   sendiri atau bersama-sama.

Pasal 189
   Dalam ketentuan ini, yang dipidana adalah pengurus dari
   Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagai korporasi. Pengurus
   dalam hal ini adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan
   fungsional dalam struktur organisasi korporasi yang bertindak untuk
   dan atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi,
   berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan lain dalam
   lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri-sendiri atau bersama-
   sama.

Pasal 190
   Lihat penjelasan Pasal 187.

Pasal 191
   Ayat (1)
        Dalam ketentuan ini, yang dipidana adalah pengurus dari
        Penyelenggara    Perkeretaapian Khusus     sebagai   korporasi.
        Pengurus dalam hal ini adalah orang-orang yang mempunyai
        kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi yang
        bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan
        korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar hubungan
        lain dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sediri-sendiri
        atau bersama-sama.

   Ayat (2)
       Cukup jelas.
                                                           Pasal 192 . . .
                               - 36 -

Pasal 192
   Cukup jelas.

Pasal 193
   Cukup jelas.

Pasal 194
   Cukup jelas.

Pasal 195
   Yang dimaksud dengan "mengoperasikan" meliputi pengoperasian,
   perawatan, pengelolaan, pengawasan, dan pemeriksaan.

Pasal 196
   Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (1).

Pasal 197
   Cukup jelas.

Pasal 198
   Ayat (1)
        Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (1).

   Ayat (2)
       Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (2).

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 199
   Cukup jelas.

Pasal 200
   Cukup jelas.

Pasal 201
   Cukup jelas.

Pasal 202
   Cukup jelas.

Pasal 203
   Cukup jelas.


                                                   Pasal 204 . . .
                                 - 37 -


Pasal 204
   Lihat penjelasan Pasal 189.

Pasal 205
   Cukup jelas.

Pasal 206
   Ayat (1)
        Yang dimaksud dengan "awak kereta api" dalam ketentuan ini
        adalah masinis dan asisten masinis.

   Ayat (2)
       Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (2).

   Ayat (3)
       Cukup jelas.

Pasal 207
   Cukup jelas.

Pasal 208
   Cukup jelas.

Pasal 209
   Lihat penjelasan Pasal 187 ayat (1).

Pasal 210
   Cukup jelas.

Pasal 211
   Lihat penjelasan Pasal 189.

Pasal 212
   Cukup jelas.

Pasal 213
   Cukup jelas.

Pasal 214
   Ayat (1)
        Cukup jelas.


                                                       Ayat (2) . . .
                             - 38 -

   Ayat (2)
       Waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
       menyesuaikan penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian oleh
       PT. Kereta Api Indonesia (Persero), atas Prasarana Perkeretaapian
       milik Pemerintah, dalam rangka memberikan kesempatan kepada
       Pemerintah      memperbaiki kondisi PT. Kereta Api Indonesia
       (Persero) dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
       a. melakukan audit secara menyeluruh terhadap PT. Kereta Api
            Indonesia (Persero);
       b. melakukan inventarisasi aset prasarana dan sarana PT.
            Kereta Api Indonesia (Persero);
       c. menegaskan status kewajiban pelayanan publik (Public
            Service Obligation) dan kewajiban masa lalu penyelenggaraan
            program pensiun pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
            eks Pegawai Negeri Sipil PJKA/Departemen Perhubungan
            (Past Service Liability);
       d. membuat neraca awal PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Pasal 215
   Cukup jelas.

Pasal 216
   Cukup jelas.

Pasal 217
   Cukup jelas.

Pasal 218
   Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4722


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perkeretaapian_(uu_23_thn_2007)_23.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Uud pidana perjalanan no 23thn2007 tentang kereta api.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.