Previous
Next

2004

Undang-Undang Sumber Daya Air (UU 7 thn 2004)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air :
                          UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                                NOMOR     7   TAHUN 2004


                                        TENTANG
                                    SUMBER DAYA AIR


                          DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                             PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA




Menimbang :   a.      bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
                   memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
                   Indonesia dalam segala bidang;

              b.      bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air
                   yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat,
                   sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial,
                   lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras;

              c.      bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan
                   sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan
                   antargenerasi;

              d.      bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan
                   keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
                   bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya
                   air;

              e.      bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan sudah
                   tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan keadaan, dan perubahan
                   dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-
                   undang yang baru;
               f.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
                    b, c, d, dan e perlu dibentuk undang-undang tentang sumber daya air;



Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 huruf D ayat
              (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar
              Negara Republik Indonesia Tahun 1945;




                                         Dengan Persetujuan Bersama

                       DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN

                                      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA



                                                MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SUMBER DAYA AIR.




                                                     BAB I

                                             KETENTUAN UMUM

                                                     Pasal 1

              Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

               1.     Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
                    dalamnya.

               2.     Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
                    permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
                    air hujan, dan air laut yang berada di darat.

               3.     Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

               4.     Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
                    bawah permukaan tanah.

               5.     Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
                    terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.

               6.     Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada
      sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi
      kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.

7.       Pengelolaan    sumber    daya       air   adalah   upaya    merencanakan,
      melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi
      sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya
      rusak air.

8.       Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam
      merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
      konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,               dan
      pengendalian daya rusak air.

9.       Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
      menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan
      pengelolaan sumber daya air.

10.      Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
      dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
      luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

11.      Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
      kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
      menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
      hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
      pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
      masih terpengaruh aktivitas daratan.

12.      Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
      hidrogeologis, tempat semua kejadian           hidrogeologis   seperti proses
      pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

13.      Hak guna air    adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau
      mengusahakan air untuk berbagai keperluan.

14.      Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.

15.      Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan
      air.

16.      Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah
      otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah.

17.      Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat
      Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta
       para menteri.

 18.     Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
       keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
       tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
       kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
       datang.

 19.     Pendayagunaan      sumber    daya      air   adalah   upaya   penatagunaan,
       penyediaan,     penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber
       daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.

 20.     Pengendalian     daya    rusak   air   adalah    upaya   untuk   mencegah,
       menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang
       disebabkan oleh daya rusak air.

 21.     Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.

 22.     Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan
       yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka
       mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.

 23.     Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan
       air dan sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber
       daya air.

 24.     Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana
       sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber
       air dan prasarana sumber daya air.

 25.     Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain
       yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung
       maupun tidak langsung.

 26.     Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
       melaksanakan pengelolaan sumber daya air.

                                      Pasal 2

Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas.



                                      Pasal 3
Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air
yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.



                                      Pasal 4

Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang
diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.



                                      Pasal 5

Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan
produktif.



                                      Pasal 6

(1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

(2) kemakmuran rakyat.
      Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap
      mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa
      dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
(3)
      peraturan perundang-undangan.

      Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana
(4)
      dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan
      telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat.

      Atas dasar penguasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditentukan hak guna air.



                                        Pasal 7

(1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak
      guna pakai air dan hak guna usaha air.

(2) Hak guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disewakan
      atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.
                                          Pasal 8

(1) Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok
      sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di
      dalam sistem irigasi.
(2)
      Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan izin
      apabila:

      a. cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami
      sumber air;

      b. ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah
      besar; atau

      c. digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah atau
      pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.

(4) Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk
      mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang
      berbatasan dengan tanahnya.



                                          Pasal 9

(1) Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha
      dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
      kewenangannya.
(2)
      Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain
      berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(3)
      Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa kesepakatan
      ganti kerugian atau kompensasi.



                                        Pasal 10

Ketentuan mengenai hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 11
(1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat
      memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat
      dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air.

(2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air
      permukaan dan air tanah.
(3)
      Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha
(4)
      seluas-luasnya.

      Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan
(5)
      antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.

      Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya air
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
      pemerintah.



                                         Pasal 12

(1) Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai.

(2) Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan air permukaan dan pengelolaan air tanah
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
      peraturan pemerintah.



                                          BAB II

                         WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

                                         Pasal 13

(1) Wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      12 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
      Sumber Daya Air Nasional.
(3)
      Penetapan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
      wilayah   sungai   dalam    satu   kabupaten/kota,   wilayah   sungai   lintas
(4) kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,
      dan wilayah sungai strategis nasional.

      Penetapan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada                ayat (1)
(5) meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air tanah
      lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi, dan cekungan air
      tanah lintas negara.

      Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan
      cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

                                      Pasal 14

Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:

 a.       menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;

 b.       menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
        lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
       nasional;

 c.       menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
       lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
       nasional;

 d.       menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
       sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai
       strategis nasional;

 e.       melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
       provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
       nasional;

 f.       mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
       penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
       provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
       nasional;

 g.       mengatur,   menetapkan,     dan      memberi   rekomendasi   teknis     atas
       penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada
       cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;

 h.       membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air
       wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai
       strategis nasional;
 i.      memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan
      sumber daya air;

 j.      menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber
      daya air;

 k.      menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
      pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
      sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan

 l.      memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
      pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.



                                      Pasal 15

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:

 a.      menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
      berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan
      kepentingan provinsi sekitarnya;

 b.      menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
       lintas kabupaten/kota;

 c.      menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
      lintas   kabupaten/kota   dengan      memperhatikan    kepentingan     provinsi
      sekitarnya;

 d.      menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
      sungai lintas kabupaten/kota;

 e.      melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
      kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;

 f.      mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
      penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
      kabupaten/kota;

 g.      mengatur,   menetapkan,      dan    memberi    rekomendasi    teknis    atas
      penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air
      tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;

 h.      membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
      provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

 i.      memfasilitasi   penyelesaian       sengketa   antarkabupaten/kota      dalam
      pengelolaan sumber daya air;

 j.     membantu       kabupaten/kota     pada     wilayahnya    dalam      memenuhi
      kebutuhan pokok masyarakat atas air;

 k.     menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
      pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
      dan

 l.     memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
      pemerintah kabupaten/kota.



                                      Pasal 16

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi :

 a.     menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
      berdasarkan     kebijakan    nasional   sumber   daya     air   dan   kebijakan
      pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan
      kabupaten/kota sekitarnya;

 b.     menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
      dalam satu kabupaten/kota;

 c.     menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
      dalam    satu    kabupaten/kota     dengan     memperhatikan       kepentingan
      kabupaten/kota sekitarnya;

 d.     menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
      sungai dalam satu kabupaten/kota;

 e.     melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
      satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota
      sekitarnya;

 f.     mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
      penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya
      air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;

 g.     membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
      kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;

 h.     memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat
      di wilayahnya; dan

 i.     menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
       pengelolaan     sumber    daya      air    pada    wilayah        sungai     dalam   satu
       kabupaten/kota.



                                        Pasal 17

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa atau yang disebut dengan
nama lain meliputi:

 a.         mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan
       oleh     masyarakat      dan/atau         pemerintahan       di      atasnya     dengan
       mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;

 b.         menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
       pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;

 c.         memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air
       sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan

 d.         memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan
       sumber daya air di wilayahnya.



                                        Pasal 18

Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat diselenggarakan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



                                        Pasal 19

(1) Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian
      wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16,
      pemerintah    daerah    dapat menyerahkan           wewenang          tersebut    kepada
      pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
      Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh
      pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16
      wajib diambil oleh pemerintah di atasnya dalam hal:

       a.      pemerintah    daerah     tidak     melaksanakan           sebagian     wewenang
             pengelolaan     sumber daya         air   sehingga     dapat     membahayakan
             kepentingan umum; dan/atau
       b.     adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.



                                         BAB III

                             KONSERVASI SUMBER DAYA AIR



                                       Pasal 20

(1) Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan
      keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.

(2) Konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
      melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air,
      serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan
      mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada
      setiap wilayah sungai.
(3)
      Ketentuan tentang konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang.



                                        Pasal 21

(1) Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan
      melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap
      kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk
      kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.
(2)
      Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) dilakukan melalui:

       a.     pemeliharaan     kelangsungan    fungsi   resapan   air   dan   daerah
            tangkapan air;

       b.     pengendalian pemanfaatan sumber air;

       c.     pengisian air pada sumber air;

       d.     pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

       e.     perlindungan sumber air dalam hubungan??nya dengan kegiatan
            pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;

       f.     pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
       g.       pengaturan daerah sempadan sumber air;

       h.       rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau

       i.       pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan
              pelestarian alam.

(3) Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan.

(4) Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif
      dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.

(5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                          Pasal 22

(1) Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air
      atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.

(2) Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
      cara:

      a. menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan
      pada waktu diperlukan;

      b. menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau

      c. mengendalikan penggunaan air tanah.

(3) Ketentuan mengenai pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                          Pasal 23

(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk
      mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada
      pada sumber-sumber air.
(2)
      Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
      dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber
(3)
      daya air.

      Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4)
      dilakukan dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber
      air dan prasarana sumber daya air.

      Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
      air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
      pemerintah.



                                      Pasal 24

Setiap    orang     atau    badan   usaha    dilarang   melakukan   kegiatan    yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya
pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.



                                      Pasal 25

(1) Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa,
      cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka
      alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.

(2) Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di dalam kawasan
      suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai
      diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3)
      Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi sumber daya air sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.




                                           BAB IV


                           PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR


                                        Pasal 26
(1) Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan,
      penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya
      air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan
      pada setiap wilayah sungai.
(2)
      Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber
      daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan
(3)
      pokok kehidupan masyarakat secara adil.

      Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

      Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan secara terpadu dan adil,
(5) baik antarsektor, antarwilayah maupun antarkelompok masyarakat dengan
      mendorong pola kerja sama.

(6) Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air
    hujan, air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan
(7)
    air permukaan.

      Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin.

      Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi
      sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat
      air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan dengan
      melibatkan peran masyarakat.



                                        Pasal 27

(1) Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
      (1) ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan
      peruntukan air pada sumber air.
(2)
      Penetapan zona pemanfaatan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan rencana
      tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah
(3)
      sungai yang bersangkutan.

      Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:

      a. mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;

      b.    menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
      hidrologis;

      c. memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan
      sumber air;

      d. memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;

      e. melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan;
      dan

      f.   memperhatikan fungsi kawasan.

(4) Ketentuan dan tata cara penetapan zona sumber air diatur lebih lanjut
      dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 28

(1) Penetapan peruntukan air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal   27   ayat   (1) pada   setiap   wilayah   sungai dilakukan   dengan
      memperhatikan:

      a. daya dukung sumber air;

      b. jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;

      c. perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan

      d. pemanfaatan air yang sudah ada.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan pelaksanaan
      ketentuan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(

(3) Ketentuan mengenai penetapan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 29

(1) Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
      ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi
      berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas.
(2)
      Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan
      sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk
      memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan,
      industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman
      hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta
(3)
      kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
      undangan.

      Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi
(4)
      pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas
      utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.
(5)
      Urutan prioritas penyediaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3) ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau
      pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
(6) Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4) menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber daya
      air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengatur kompensasi kepada
      pemakainya.

      Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      direncanakan dan ditetapkan sebagai bagian dalam rencana pengelolaan
      sumber daya air pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah
      daerah sesuai dengan kewenangan-nya.



                                      Pasal 30

(1) Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan
      sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai .

(2) Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengambil tindakan penyediaan
      sumber daya air untuk memenuhi kepentingan yang mendesak berdasarkan
      perkembangan keperluan dan keadaan setempat.

                                     Pasal 31

Ketentuan mengenai penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 dan Pasal 30 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                     Pasal 32

(1) Penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
      (1) ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai
      media dan/atau materi.
(2)
      Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan
      rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana
(3)
      pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.

      Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
      hari, sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada
(4)
      sumber air dan lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.

      Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang
(5)
      dilakukan melalui prasarana sumber daya air harus dengan persetujuan dari
      pihak yang berhak atas prasarana yang bersangkutan.
(6)
      Apabila penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
      menimbulkan kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib
(7) mengganti kerugian.

      Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha                    berupaya
      menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air.

      Ketentuan mengenai penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

                                         Pasal 33

Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur
dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi,
persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber
daya air.



                                         Pasal 34

(1) Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
      ayat (1) pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan
      fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah
      tangga,   pertanian,   industri,    pariwisata,   pertahanan,    pertambangan,
      ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.
(2)
      Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.
(3)
      Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan
      rencana    tata    ruang    wilayah      yang     telah   ditetapkan    dengan
      mempertimbangkan:

      a. daya dukung sumber daya air ;

      b. kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;

      c. kemampuan pembiayaan; dan

      d. kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.

(4) Pelaksanaan pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2) dilakukan melalui konsultasi publik, melalui tahapan survei,
      investigasi, dan perencanaan, serta berdasarkan pada kelayakan teknis,
      lingkungan hidup, dan ekonomi.
(5)
      Potensi dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan
      sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditangani
      secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait pada tahap
      penyusunan rencana.



                                     Pasal 35



Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
meliputi:

a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;

b. air tanah pada cekungan air tanah;

c. air hujan; dan

d. air laut yang berada di darat.




                                     Pasal 36

(1) Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air
      permukaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a
      dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik dan fungsi sumber air
      yang bersangkutan.
(2)
      Ketentuan mengenai pengembangan sungai, danau, rawa, dan sumber air
      permukaan lainnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 37

(1) Air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b merupakan salah
      satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat
      mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan.

(2) Pengembangan air tanah pada cekungan air tanah dilakukan secara terpadu
      dalam pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai dengan upaya
      pencegahan terhadap kerusakan air tanah.
(3)
      Ketentuan mengenai pengembangan air tanah diatur lebih lanjut dengan
      peraturan pemerintah.
                                        Pasal 38

(1) Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 35 huruf c dilaksanakan dengan mengembangkan teknologi modifikasi
      cuaca.
(2)
      Badan usaha dan perseorangan dapat melaksanakan pemanfaatan awan
      dengan teknologi modifikasi cuaca setelah memperoleh izin dari Pemerintah.
(3)
      Ketentuan mengenai pemanfaatan awan untuk teknologi modifikasi cuaca
      diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 39

(1) Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan
      memperhatikan fungsi lingkungan hidup.
(2)
      Badan usaha dan perseorangan dapat menggunakan air laut yang berada di
      darat untuk kegiatan usaha setelah memperoleh izin pengusahaan sumber
(3)
      daya air dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

      Ketentuan mengenai pemanfaatan air laut yang berada di darat diatur lebih
      lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 40

(1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem
      penyediaan air minum.
(2)
      Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
(3)
      Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah merupakan
      penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum.
(4)
      Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam
      penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
(5)
      Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum bertujuan
      untuk:
      a. terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas
      dengan harga yang terjangkau;

      b. tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia
      jasa pelayanan; dan

      c. meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

(6) Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diselenggarakan
      secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d.
(7)
      Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air
      minum dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6),
      Pemerintah dapat membentuk badan yang berada di bawah dan bertanggung
(8)
      jawab kepada menteri yang membidangi sumber daya air.

      Ketentuan pengembangan sistem penyediaan air minum, badan usaha milik
      negara dan/atau badan usaha milik daerah penyelenggara pengembangan
      sistem penyediaan air minum, peran serta koperasi, badan usaha swasta,
      dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan
      air minum, dan pembentukan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan peraturan
      pemerintah.



                                          Pasal 41

(1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi.

(2) Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan
      tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dengan ketentuan:

       a.     pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas provinsi
            menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah;

       b.     pengembangan       sistem    irigasi   primer   dan   sekunder   lintas
            kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
            provinsi;

       c.     pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder yang utuh pada
            satu    kabupaten/kota   menjadi    wewenang      dan   tanggung   jawab
           pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.

(3) Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab

(4) perkumpulan petani pemakai air.
      Pengembangan sistem irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat.
(5)
      Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat dilakukan oleh
      perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan
(6)
      dan kemampuannya.

      Ketentuan mengenai pengembangan sistem irigasi diatur lebih lanjut dengan
      peraturan pemerintah.



                                        Pasal 42

(1) Pengembangan sumber           daya air    untuk   industri dan pertambangan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan untuk memenuhi
      kebutuhan air baku dalam proses pengolahan dan/atau eksplorasi
(2)
      Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk industri dan
      pertambangan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 43

(1) Pengembangan sumber daya air untuk keperluan ketenagaan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan untuk memenuhi
      keperluan sendiri dan untuk diusahakan lebih lanjut.
(2)
      Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk ketenagaan
      diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 44

(1) Pengembangan sumber daya air untuk perhubungan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan pada sungai, danau, waduk, dan
      sumber air lainnya.
(2)
      Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air sebagai jaringan
      prasarana angkutan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
                                          Pasal 45

(1) Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan
      fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup.

(2) Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai
      hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha
      milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara
      badan usaha milik negara dengan badan usaha milik daerah.
(3)
      Pengusahaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerja sama antar
      badan    usaha   berdasarkan     izin pengusahaan      dari Pemerintah      atau
(4)
      pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.

      Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk:

       a.     penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
            ditentukan dalam perizinan;

       b.     pemanfaatan      wadah   air   pada    suatu   lokasi   tertentu   sesuai
            persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; dan/atau

       c.     pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan
            yang ditentukan dalam perizinan.



                                          Pasal 46

(1) Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
      mengatur dan menetapkan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan
      sumber daya air oleh badan usaha atau perseorangan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
(2)
      Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam
      rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
(3)
      Alokasi air untuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah atau
(4)
      pemerintah daerah.

      Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin
      pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan berdasarkan
      alokasi air sementara.
                                            Pasal 47

(1) Pemerintah wajib melakukan pengawasan mutu pelayanan atas:

      a.   badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber
      daya air; dan

      b.   badan      usaha    lain   dan   perseorangan        sebagai    pemegang    izin
      pengusahaan sumber daya air.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah               wajib    memfasilitasi pengaduan
      masyarakat      atas    pelayanan     dari    badan   usaha    dan    perseorangan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
      Badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
      ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan
(4)
      kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
(5)
      Rencana pengusahaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik.

      Pengusahaan      sumber daya air             diselenggarakan dengan     mendorong
      keikutsertaan usaha kecil dan menengah.



                                            Pasal 48

(1) Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai yang dilakukan
      dengan membangun dan/atau menggunakan saluran distribusi hanya dapat
      digunakan untuk wilayah sungai lainnya apabila masih terdapat ketersediaan
      air yang melebihi keperluan penduduk pada wilayah sungai                        yang
(2)
      bersangkutan.

      Pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
      bersangkutan.



                                            Pasal 49

(1) Pengusahaan air untuk negara lain tidak diizinkan, kecuali apabila
      penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 29 ayat (2) telah dapat terpenuhi.
(2)
      Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    harus didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
(3) yang bersangkutan, serta memperhatikan kepentingan daerah di sekitarnya.

    Rencana pengusahaan air untuk negara lain dilakukan melalui proses
(4) konsultasi publik oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

      Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
      ayat (3) wajib mendapat izin dari Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari
      pemerintah daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



                                       Pasal 50

Ketentuan mengenai pengusahaan sumber daya air diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.



                                      BAB V

                        PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR



                                     Pasal 51

(1) Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup
      upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.

(2) Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian
      daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola
      pengelolaan sumber daya air.
(3)
      Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat.
(4)
      Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
      tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber
      daya air wilayah sungai dan masyarakat.



                                     Pasal 52

Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
                                       Pasal 53

(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan baik
      melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik maupun melalui penyeimbangan hulu
      dan hilir wilayah sungai.
(2)
      Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih diutamakan pada
(3)
      kegiatan nonfisik.

      Pilihan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh
(4)
      pengelola sumber daya air yang bersangkutan.

      Ketentuan mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat daya rusak
      air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                         Pasal 54

(1) Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
      (1) dilakukan dengan mitigasi bencana.

(2) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
      terpadu oleh instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan koordinasi
      penanggulangan       bencana    pada     tingkat   nasional,   provinsi,   dan
      kabupaten/kota.
(3)
      Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya
      rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                         Pasal 55

(1) Penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional
      menjadi tanggung jawab Pemerintah.

(2) Bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional ditetapkan dengan
      keputusan presiden.



                                       Pasal 56

Dalam keadaan yang membahayakan, gubernur dan/atau bupati/walikota
berwenang mengambil tindakan darurat guna keperluan penanggulangan daya
rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1).
                                      Pasal 57

(1) Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
      dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem
      prasarana sumber daya air.
(2)
      Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab
      Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat.
(3)
      Ketentuan mengenai pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        Pasal 58

(1) Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau
      bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut
      yang berada di darat.
(2)
      Ketentuan mengenai pengendalian daya rusak air pada sungai, danau,
      waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air
      hujan, dan air laut yang berada di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                         BAB VI

                                     PERENCANAAN



                                        Pasal 59

(1) Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan
      rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan
      konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
      pengendalian daya rusak air.
(2)
      Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasar-kan asas
      pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(3)
      Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan pola
      pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(4)
      Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur dalam
      penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau penyempur-naan rencana tata
      ruang wilayah.



                                        Pasal 60

(1) Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur
    dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar
    perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi
    sumber daya air, penyusunan, dan penetapan rencana pengelolaan sumber
    daya air.
(2)
    Ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan perencanaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


                                        Pasal 61
(1) Inventarisasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
      (1) dilakukan pada setiap wilayah sungai di seluruh wilayah Indonesia.

(2) Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
      terkoordinasi pada setiap wilayah sungai oleh pengelola sumber daya air
      yang bersangkutan.
(3)
      Pelaksanaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
      dilakukan oleh pihak lain berdasarkan ketentuan dan tata cara yang
(4)
      ditetapkan.

      Pengelola sumber daya air wajib memelihara hasil inventarisasi dan
(5)
      memperbaharui data sesuai dengan perkembangan keadaan.

      Ketentuan mengenai inventarisasi sumber daya air diatur lebih lanjut dengan
      peraturan pemerintah.



                                        Pasal 62

(1) Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 59 ayat (3) pada setiap wilayah sungai dilaksanakan secara
      terkoordinasi oleh instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya
      dengan mengikutsertakan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber
(2)
      daya air.

      Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya mengumumkan
(3)
      secara terbuka rancangan rencana pengelolaan sumber daya air kepada
      masyarakat.
(4)
      Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana
(5) pengelolaan sumber daya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu
      tertentu sesuai dengan kondisi setempat.

(6) Instansi yang berwenang dapat melakukan peninjauan kembali terhadap
      rancangan rencana pengelolaan sumber daya air atas keberatan masyarakat
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(7)
      Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air ditetapkan oleh instansi
      yang berwenang untuk menjadi rencana pengelolaan sumber daya air.

      Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke
      dalam program yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh
      instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.

      Ketentuan mengenai perencanaan pengelolaan sumber daya air diatur lebih
      lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                        BAB VII

           PELAKSANAAN KONSTRUKSI, OPERASI DAN PEMELIHARAAN



                                       Pasal 63

(1) Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan
      norma, standar, pedoman, dan manual dengan memanfaatkan teknologi dan
      sumber daya lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan
      keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan pelaksanaan
      konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma,
      standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pelaksanaan
    konstruksi pada sumber air wajib memperoleh izin dari Pemerintah atau
      pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(4)
      Pelaksanaan konstruksi prasarana dan sarana sumber daya air di atas tanah
      pihak lain dilaksanakan setelah proses ganti kerugian dan/atau kompensasi
      kepada pihak yang berhak diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-
(5)
      undangan.

      Ketentuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut
      dengan peraturan pemerintah.
                                       Pasal 64

(1) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air terdiri atas
      pemeliharaan sumber air serta operasi dan pemeliharaan prasarana sumber
      daya air.
(2)
      Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) meliputi pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk
      menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air.
(3)
      Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air dilakukan oleh
      Pemerintah, pemerintah daerah, atau pengelola sumber daya air sesuai
(4)
      dengan kewenangannya.

      Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air yang
      dibangun oleh badan usaha, kelompok masyarakat, atau perseorangan
(5)
      menjadi tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang membangun.

    Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
(6) sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

      Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi ditetapkan:

       a.     pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan
            sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan
            pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,

       b.     pelaksanaan    operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier
            menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air.

(7) Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
      mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.

(8) Ketentuan mengenai operasi dan pemeliharaan sumber daya air diatur lebih
      lanjut dengan peraturan pemerintah.



                                       BAB VIII

                       SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR

                                       Pasal 65

(1) Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan pemerintah
      daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya air
(2) sesuai dengan kewenangannya.

      Informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
      informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrome-teorologis, hidrogeologis,
      kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber
      daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan
      sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air.



                                          Pasal 66

(1) Sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
      ayat (1) merupakan jaringan informasi sumber daya air yang tersebar dan
      dikelola oleh berbagai institusi.
(2)
      Jaringan informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      harus dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang
(3)
      sumber daya air.

      Pemerintah dan pemerintah daerah dapat membentuk unit pelaksana teknis
      untuk menyelenggarakan ke?giatan sistem informasi sumber daya air.



                                          Pasal 67

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah serta pengelola sumber daya air, sesuai
      dengan kewenangannya, menyediakan informasi sumber daya air bagi
      semua pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air.

(2) Untuk melaksanakan kegiatan penyediaan informasi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1), seluruh instansi Pemerintah, pemerintah daerah, badan
      hukum, organisasi, dan lembaga serta perseorangan yang melaksanakan
      kegiatan berkaitan dengan sumber daya air menyampaikan laporan hasil
      kegiatannya kepada instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang
      bertanggung jawab di bidang sumber daya air.
(3)
      Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, badan hukum,
      organisasi, lembaga dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) bertanggung jawab menjamin keakuratan, kebenaran, dan
      ketepatan waktu atas informasi yang disampaikan.



                                          Pasal 68
(1) Untuk mendukung pengelolaan sistem informasi sumber daya air diperlukan
      pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan hidrogeologi
      wilayah sungai pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

(2) Kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan
      hidrogeologi ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan usul Dewan Sumber
      Daya Air Nasional.
(3)
      Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
      pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air sesuai dengan
(4)
      kewenangannya.

      Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerja sama
      dengan pihak lain.



                                        Pasal 69

Ketentuan mengenai sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.



                                       BAB IX

                      PEMBERDAYAAN DAN PENGAWASAN



                                      Pasal 70

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pember-dayaan para
      pemilik kepentingan dan kelembagaan sumber daya air secara terencana dan
      sistematis untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air.

(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada
      kegiatan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengawasan, operasi dan
      pemeliharaan sumber daya air dengan melibatkan peran masyarakat.

(3) Kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan upaya
    pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing dengan berpedoman pada
      tujuan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

      Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam
(4) bentuk pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta
      pendampingan.



                                       Pasal 71

(1) Menteri yang membidangi sumber daya air dan menteri yang terkait dengan
      bidang sumber daya air menetapkan standar pendidikan khusus dalam
      bidang sumber daya air.
(2)
      Penyelenggaraan pendidikan bidang sumber daya air dapat dilaksanakan,
      baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah maupun swasta sesuai dengan
      standar pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).




                                       Pasal 72

(1) Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
      sumber daya air diselenggarakan untuk mendukung dan meningkatkan
      kinerja pengelolaan sumber daya air.
(2)
      Menteri yang membidangi ilmu pengetahuan dan teknologi, setelah
      memperoleh saran dari menteri yang membidangi sumber daya air dan
      menteri yang terkait dengan sumber daya air, menetapkan kebijakan dan
      pedoman yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan
(3)
      pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1).
(4)
      Pemerintah   dan   pemerintah   daerah     sesuai   dengan kewenangannya
      melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
      teknologi dalam bidang sumber daya air.

      Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong dan menciptakan kondisi
      yang   mendukung     untuk   meningkatkan       pelaksanaan   penelitian   dan
      pengembangan teknologi dalam bidang sumber daya air oleh masyarakat,
      dunia usaha, dan perguruan tinggi.



                                      Pasal 73

Pemerintah      memfasilitasi perlindungan      hak   penemu dan      temuan     ilmu
pengetahuan dan inovasi teknologi dalam bidang sumber daya air sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.



                                         Pasal 74

(1) Pendampingan dan pelatihan bidang sumber daya air ditujukan untuk
      pemberdayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan pada wilayah
      sungai.
(2)
      Pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan wewenang dan tanggung
      jawabnya dalam pengelolaan sumber daya air, menetapkan pedoman
      kegiatan pendampingan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
      Instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang berkaitan dengan kegiatan
      pengelolaan sumber daya air wajib memberikan dukungan dan bekerja sama
      untuk menyelenggarakan kegiatan pendampingan dan pelatihan.



                                          Pasal 75

(1) Untuk       menjamin   tercapainya    tujuan    pengelolaan   sumber   daya   air,
      diselenggarakan kegiatan pengawasan terhadap seluruh proses dan hasil
      pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung
      jawabnya melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dengan melibatkan peran masyarakat.
(3)
      Peran masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada pihak
(4)
      yang berwenang.

      Pemerintah menetapkan pedoman pelaporan dan pengaduan masyarakat
      dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air.



                                         Pasal 76

Ketentuan mengenai pemberdayaan dan pengawasan pengelolaan sumber daya
air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan Pasal 75 diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.



                                          BAB X
                                        PEMBIAYAAN



                                         Pasal 77

(1) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air ditetapkan berdasarkan kebutuhan
      nyata pengelolaan sumber daya air.

(2) Jenis pembiayaan pengelolaan sumber daya air meliputi:

      a. biaya sistem informasi;

      b. biaya perencanaan;

      c. biaya pelaksanaan konstruksi;

      d. biaya operasi, pemeliharaan; dan

      e. biaya pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat.



(3) Sumber dana untuk setiap jenis pembiayaan dapat berupa:

      a. anggaran pemerintah;

      b. anggaran swasta; dan/atau

      c. hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air.



                                           Pasal 78

(1) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 77 ayat (1) dibebankan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, badan
      usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber daya air,
      koperasi, badan usaha lain, dan perseorangan, baik secara sendiri-sendiri
      maupun dalam bentuk kerja sama.
(2)
      Pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi tanggung jawab
      Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      didasarkan pada kewenangan masing-masing dalam pengelolaan sumber
(3)
      daya air.

      Pembiayaan pelaksanaan konstruksi dan operasi dan pemeliharaan sistem
      irigasi diatur sebagai berikut:

       a.     pembiayaan pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan
            sistem irigasi primer dan sekunder menjadi tanggung jawab Pemerintah
             dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya; dan dapat
             melibatkan peran serta masyarakat petani,

       b.      pembiayaan pelaksanaan konstruksi sistem irigasi tersier menjadi
             tanggung jawab petani, dan dapat dibantu Pemerintah dan/atau
             pemerintah daerah, kecuali bangunan sadap, saluran sepanjang 50 m
             dari bangunan sadap, dan boks tersier serta bangunan pelengkap
             tersier   lainnya   menjadi   tanggung   jawab   Pemerintah   dan/atau
             pemerintah daerah,

       c.      pembiayaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi
             tanggung jawab petani, dan dapat dibantu Pemerintah dan/atau
             pemerintah daerah.

(4) Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk pendayagunaan sumber
      daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, lintas kabupaten/kota, dan
      strategis nasional, pembiayaan pengelolaan-nya ditetapkan bersama oleh
      Pemerintah dan pemerintah daerah yang bersangkutan melalui pola kerja
      sama.



                                           Pasal 79

(1) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 77 ayat (1) yang ditujukan untuk pengusahaan sumber daya air yang
      diselenggarakan oleh koperasi, badan usaha milik negara/badan usaha milik
      daerah pengelola sumber daya air, badan usaha lain dan perseorangan
      ditanggung oleh masing-masing yang bersangkutan.
(2)
      Untuk pelayanan sosial, kesejahteraan, dan keselamatan umum, Pemerintah
      dan pemerintah daerah dalam batas-batas tertentu dapat memberikan
      bantuan biaya pengelolaan kepada badan usaha milik negara/badan usaha
      milik daerah pengelola sumber daya air.



                                           Pasal 80

(1) Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan
      untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya
      air.
(2)
      Pengguna sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air.
(3) Penentuan besarnya biaya jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada perhitungan ekonomi rasional yang
      dapat dipertanggung-jawabkan.
(4)
      Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk setiap
      jenis penggunaan    sumber daya       air   didasarkan pada pertimbangan
      kemampuan ekonomi kelompok pengguna dan volume penggunaan sumber
(5)
      daya air.

      Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk jenis
(6)
      penggunaan nonusaha dikecualikan dari perhitungan ekonomi rasional
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(7)
      Pengelola sumber daya air berhak atas hasil penerimaan dana yang dipungut
      dari para pengguna jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2).

      Dana yang dipungut dari para pengguna sumber daya air sebagaimana
      dimaksud pada ayat (6) dipergunakan untuk mendukung terselenggaranya
      kelangsungan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang
      bersangkutan.



                                      Pasal 81

Ketentuan mengenai pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, dan Pasal 80 diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.




                                      BAB XI

                  HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT



                                      Pasal 82

Dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, masyarakat berhak untuk:

 a.       memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya
       air;

 b.       memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialaminya
       sebagai akibat pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;

 c.       memperoleh manfaat atas pengelolaan sumber daya air;

 d.       menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan sumber daya air
       yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi
       setempat;

 e.       mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas
       kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan penyelenggaraan
       pengelolaan sumber daya air; dan/atau

 f.       mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah
       sumber daya air yang merugikan kehidupannya.



                                     Pasal 83

Dalam menggunakan hak guna air, masyarakat pemegang hak guna air
berkewajiban memperhatikan kepentingan umum yang diwujudkan melalui
perannya dalam konservasi sumber daya air serta perlindungan dan
pengamanan prasarana sumber daya air.



                                     Pasal 84

(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam
      proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan
      sumber daya air.
(2)
      Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
      pemerintah.



                                       BAB XII

                                    KOORDINASI



                                       Pasal 85

(1) Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan
      lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga
      kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air.
(2) Pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
      melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor,
      wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air.



                                         Pasal 86

(1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) dilakukan oleh
      suatu wadah koordinasi yang bernama dewan sumber daya air atau dengan
      nama lain.
(2)
      Wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
      pokok menyusun dan merumuskan kebijakan serta strategi pengelolaan
(3)
      sumber daya air.

      Wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan
(4)
      unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah dalam jumlah yang seimbang
      atas dasar prinsip keterwakilan.

      Susunan organisasi dan tata kerja wadah koordinasi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.



                                         Pasal 87

(1) Koordinasi pada tingkat nasional dilakukan oleh Dewan Sumber Daya Air
      Nasional yang dibentuk oleh Pemerintah, dan pada tingkat provinsi dilakukan
      oleh wadah koordinasi dengan nama dewan sumber daya air provinsi atau
      dengan nama lain yang dibentuk oleh pemerintah provinsi.
(2)
      Untuk pelaksanaan koordinasi pada tingkat kabupaten/kota dapat dibentuk
      wadah koordinasi dengan nama dewan sumber daya air kabupaten/kota atau
(3)
      dengan nama lain oleh pemerintah kabupaten/kota.

      Wadah koordinasi pada wilayah sungai dapat dibentuk sesuai dengan
(4)
      kebutuhan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang
      bersangkutan.
(5)
      Hubungan     kerja   antarwadah     koordinasi   tingkat   nasional,   provinsi,
      kabupaten/kota, dan wilayah sungai bersifat konsultatif dan koordinatif.

      Pedoman mengenai pembentukan wadah koordinasi pada tingkat provinsi,
      kabupaten/kota, dan wilayah sungai diatur lebih lanjut dengan keputusan
      menteri yang membidangi sumber daya air.
                                        BAB XIII

                             PENYELESAIAN SENGKETA



                                        Pasal 88

(1) Penyelesaian sengketa sumber daya air pada tahap pertama diupayakan
      berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
      diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian di
      luar pengadilan atau melalui pengadilan.
(3)
      Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) dilakukan dengan arbitrase atau alternatif penyelesaian
      sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



                                      Pasal 89

Sengketa     mengenai kewenangan pengelolaan          sumber   daya   air antara
Pemerintah dan pemerintah daerah diselesaikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.



                                      BAB XIV

                   GUGATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI



                                      Pasal 90

Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan sumber daya
air berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan.



                                      Pasal 91

Instansi pemerintah yang membidangi sumber daya air bertindak untuk
kepentingan masyarakat apabila terdapat indikasi masyarakat menderita akibat
pencemaran air dan/atau kerusakan sumber air yang mempengaruhi kehi?dupan
masyarakat.
                                         Pasal 92

(1) Organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak me?ngajukan
      gugatan terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang
      menyebabkan kerusakan sumber daya air dan/atau prasarananya, untuk
      kepentingan keberlanjutan fungsi sumber daya air.
(2)
      Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada gugatan untuk
      melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi
      sumber daya air dan/atau gugatan membayar biaya atas pengeluaran nyata.
(3)
      Organisasi yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

       a.     berbentuk organisasi kemasyarakatan yang berstatus badan hukum
            dan bergerak dalam bidang sumber daya air;

       b.     mencantumkan      tujuan     pendirian   organisasi   dalam   anggaran
            dasarnya untuk kepentingan yang berkaitan dengan keberlanjutan
            fungsi sumber daya air; dan

       c.     telah melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.




                                           BAB XV

                                     PENYIDIKAN



                                          Pasal 93

(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat
      pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam
      bidang sumber daya air dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik
      sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)
      Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      berwenang untuk:

       a.     melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
            tentang adanya tindak pidana sumber daya air;

       b.     melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan usaha yang
            diduga melakukan tindak pidana sumber daya air;

       c.     memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau
            tersangka dalam perkara tindak pidana sumber daya air;

       d.     melakukan     pemeriksaan      prasarana    sumber   daya    air   dan
            menghentikan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
            pidana;

       e.     menyegel dan/atau menyita alat kegiatan yang digunakan untuk
            melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;

       f.     meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
            tindak pidana sumber daya air;

       g.     membuat dan menandatangani berita acara dan mengirimkan-nya
            kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau

       h.     menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti atau
            peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.

(3) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penyidik Kepolisian Negara
      Republik Indonesia.
(4)
      Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik
      Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan Kitab Undang-Undang
      Hukum Acara Pidana.



                                        BAB XVI

                                 KETENTUAN PIDANA



                                        Pasal 94

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda
      paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):

       a.     setiap   orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
            mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu
            upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
     b.     setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat
          mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam
          Pasal 52.

(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
   paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

     a.     setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggunaan
          air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan
          kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
          ayat (3); atau

     b.     setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
          mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air sebagaimana
          dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).

(3) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
   banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah):

     a.     setiap    orang    yang   dengan         sengaja   menyewakan       atau
          memindahtangankan      sebagian     atau    seluruhnya   hak   guna    air
          sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);

     b.     setiap orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan sumber
          daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud
          dalam Pasal 45 ayat (3); atau

     c.     setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan
          konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada
          norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud dalam
          Pasal 63 ayat (2);

     d.     setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan
          konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah atau
          pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).



                                      Pasal 95

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan
   denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah):

     a.     setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan
          sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan
          air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air sebagaimana dimaksud
            dalam Pasal 24; atau

       b.     setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang
            dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud
            dalam Pasal 52.

(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
      banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah):

       a.     setiap   orang   yang   karena    kelalaiannya   melakukan   kegiatan
            penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau
            pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud
            dalam Pasal 32 ayat (3); atau;

       b.     setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang
            mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).

(3) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda
      paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah):

       a.     setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pengusahaan
            sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

       b.     setiap   orang   yang   karena    kelalaiannya   melakukan   kegiatan
            pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak
            didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2);

       c.     setiap   orang   yang   karena    kelalaiannya   melakukan   kegiatan
            pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa izin sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).



                                        Pasal 96

(1) Dalam hal tindak pidana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 94 dan Pasal 95 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan
      terhadap badan usaha yang bersangkutan.
(2)
      Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
      terhadap badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda
      ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan.
                                 BAB XVII

                         KETENTUAN PERALIHAN



                                  Pasal 97

Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan sumber daya air dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan
undang-undang ini.




                                  Pasal 98

Perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air yang telah
diterbitkan sebelum ditetapkannya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku
sampai dengan masa berlakunya berakhir.



                                 BAB XVIII

                          KETENTUAN PENUTUP



                                  Pasal 99

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor 11 Tahun
1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046) dinyatakan tidak berlaku.



                                 Pasal 100

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
                          Disahkan di Jakarta
                          pada tanggal 18 Maret 2004
                          PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                                        ttd.
                          MEGAWATI SOEKARNOPUTRI




    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 18 Maret 2004
    SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    BAMBANG KESOWO




           LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 32




           Salinan sesuai dengan aslinya,
Deputi Sekretaris Kabinet
   Bidang Hukum dan
  Perundang-undangan


                Lambock
V. Nahattands


Silahkan download versi PDF nya sbb:
sumber_daya_air_(uu_7_thn_2004)_7.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.