Daerah
Belajar Mengurai Kemacetan Kota dari Negara Jerman
Kemacetan nampaknya sudah menjadi budaya kota Metropolitan sekelas Jakarta. Ternyata tidak hanya Jakarta saja yang mengalaminya, kota-kota metropolitan di negara lain juga mengalami hal serupa. Misalnya di Jerman, meski tergolong negara maju kemacetan tetap akan menghantui negara tersebut.
Jumlah pengguna kendaraan roda empat di Jerman dilaporkan mengalami peningkatan setiap tahunnya dan menjadi masalah utama. Namun, tidak seperti Jakarta, warga Jerman memiliki nilai-nilai budaya dalam menghadapi kemacetan.
Bila di Jakarta kita melihat setiap orang berebut jalan, dan meluapkan emosi ketika terjebak macet, warga Jerman akan dengan tertib dan toleran ketika menghadapi kemacetan. Sebuah foto yang diunggah di media Facebook oleh Mercedez-Benz W204 Community Indonesia membuktikannya.
Sederetan kendaraan di Jerman tengah mengalami kemacetan, namun uniknya mobil-mobil yang terjebak macet ini menepi di sisi kanan dan kiri jalan. Badan jalan di bagian tengah akan tetap kosong untuk memberikan tempat bagi Emergency, misalnya Ambulance untuk lewat.
Dari foto tersebut terbukti bahwa warga Jerman selalu menaati peraturan berlalu lintas. Di Jerman sendiri memiliki peraturan bagi pengemudi wajib menepikan kendaraan jika ada suara sirine atau lampu atau mobil polisi sehingga mereka bisa tetap terkena jalan. Jika pengemudi melanggar peraturan tersebut, siap-siap terkena denda.
Di Jerman, sangat sulit untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM). Sehingga warga Jerman akan sangat menghargai SIM tersebut dengan cara tidak melanggar aturan lalu lintas. Ketika membuat SIM, para pengguna harus mengikuti kelas teori wajib, dan latihan praktik minimal 12 jam dan wajib lulus teori dan praktik yang sangat sulit.
Biaya untuk membuat SIM juga tergolong sangat mahal. Untuk pengemudi pemula yang membuat SIM baru harus membayar biaya 1500 Euro atau sekitar Rp 20 juta.
Nah, jika peraturan ini diterapkan di Indonesia, apakah Indonesia akan terbebas dan ruwetnya kemacetan? Semoga saja.