Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 2008
  • » Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden (UU 42 thn 2008)

2008

Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden (UU 42 thn 2008)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden :
                                 :




                 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

                         NOMOR 42 TAHUN 2008

                                TENTANG

            PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN


                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung oleh rakyat
               merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat guna
               menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis
               berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
               Republik Indonesia Tahun 1945;

             b. bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
                diselenggarakan secara demokratis dan beradab melalui
                partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung,
                umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk memilih
                Presiden dan Wakil Presiden;

             c. bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
                Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sudah tidak
                sesuai dengan perkembangan demokrasi dan dinamika
                masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
                sehingga Undang-Undang tersebut perlu diganti;

             d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
                Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
                Presiden;

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 6,
               Pasal 6A, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 20, dan Pasal 22E
               Undang-Undang       Dasar    Negara    Republik    Indonesia
               Tahun 1945;

             2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
                Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
                Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
                Indonesia Nomor 4721);

                                                      3. Undang-Undang . . .
                                -2-



          3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
             (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2,
             Tambahan     Lembaran     Negara    Republik   Indonesia
             Nomor 4801);

          4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
             Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
             Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
             Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan
             Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836);

                  Dengan Persetujuan Bersama
         DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                             dan
                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                           MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM               PRESIDEN
            DAN WAKIL PRESIDEN.


                             BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                               Pasal 1

         Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
         1. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya
            disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah pemilihan
            umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam
            Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
            dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
            1945.

         2. Partai Politik adalah Partai Politik yang telah ditetapkan
            sebagai peserta pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan
            Rakyat.

         3. Gabungan Partai Politik adalah gabungan 2 (dua) Partai Politik
            atau lebih yang bersama-sama bersepakat mencalonkan
            1 (satu) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.


                                                           4. Pasangan . . .
                       -3-



4. Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya
   disebut Pasangan Calon, adalah pasangan calon peserta
   Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh
   Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang telah
   memenuhi persyaratan.

5. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah
   lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bersifat
   nasional, tetap, dan mandiri.

6. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan
   Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut KPU provinsi dan
   KPU kabupaten/kota, adalah penyelenggara pemilihan umum
   di provinsi dan kabupaten/kota.

7. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut PPK, adalah
   panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk
   menyelenggarakan pemilihan umum di tingkat kecamatan
   atau sebutan lain, yang selanjutnya disebut kecamatan.

8. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS, adalah
   panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk
   menyelenggarakan pemilihan umum di tingkat desa atau
   sebutan    lain/kelurahan,  yang    selanjutnya   disebut
   desa/kelurahan.

9. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disebut PPLN,
   adalah   panitia  yang    dibentuk   oleh   KPU    untuk
   menyelenggarakan pemilihan umum di luar negeri.

10. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya
    disebut KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk
    menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan
    suara.

11. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri,
    selanjutnya disebut KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk
    oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara di
    tempat pemungutan suara di luar negeri.

12. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disebut TPS, adalah
    tempat dilaksanakannya pemungutan suara.


                                                13. Tempat . . .
                       -4-



13. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disebut
    TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di
    luar negeri.

14. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah
    badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan
    umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
    Indonesia.

15. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas
    Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu
    provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota, adalah panitia yang
    dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan
    pemilihan umum di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

16. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut
    Panwaslu kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh
    Panwaslu kabupaten/kota untuk mengawasi penyelenggaraan
    pemilihan umum di wilayah kecamatan.

17. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk
    oleh Panwaslu kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan
    pemilihan umum di desa/kelurahan.

18. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk
    oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan
    umum di luar negeri.

19. Penduduk adalah warga negara Indonesia yang berdomisili di
    wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri.

20. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia
    asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
    undang-undang sebagai warga negara Indonesia.

21. Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap
    berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah
    kawin.

22. Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya
    disebut Kampanye, adalah kegiatan untuk meyakinkan para
    Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Pasangan
    Calon.

                                                    BAB II . . .
                      -5-
                       BAB II
              ASAS, PELAKSANAAN, DAN
  LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL
                     PRESIDEN

                            Pasal 2

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara efektif
dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil.

                            Pasal 3

(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setiap
    5 (lima) tahun sekali.

(2) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan di seluruh
    wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu
    kesatuan daerah pemilihan.

(3) Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari
    libur atau hari yang diliburkan.

(4) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden ditetapkan dengan keputusan KPU.

(5) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah
    pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.

(6) Tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    meliputi:
    a. penyusunan daftar Pemilih;
    b. pendaftaran bakal Pasangan Calon;
    c. penetapan Pasangan Calon;
    d. masa Kampanye;
    e. masa tenang;
    f. pemungutan dan penghitungan suara;
    g. penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan
    h. pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.

(7) Penetapan Pasangan Calon terpilih paling lambat 14 (empat
    belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden dan
    Wakil Presiden.

                                                   Pasal 4 . . .
                        -6-
                                Pasal 4

(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan oleh KPU.

(2) Pengawasan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden dilaksanakan oleh Bawaslu.


                       BAB III
PERSYARATAN CALON PRESIDEN DAN CALON WAKIL PRESIDEN
   DAN TATA CARA PENENTUAN PASANGAN CALON PRESIDEN
                  DAN WAKIL PRESIDEN

                         Bagian Kesatu
      Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden

                                Pasal 5

Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden
adalah:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah
   menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
c. tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah
   melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat
   lainnya;
d. mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas
   dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden;
e. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik
   Indonesia;
f. telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang
   berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara
   negara;
g. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan
   dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung
   jawabnya yang merugikan keuangan negara;
h. tidak sedang      dinyatakan      pailit   berdasarkan   putusan
   pengadilan;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. terdaftar sebagai Pemilih;
k. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
   melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 (lima)
   tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan
   Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;

                                                        l. belum . . .
                        -7-
l. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden
   selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
m. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang
   Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita
   Proklamasi 17 Agustus 1945;
n. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
   pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
   karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
   penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
o. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
p. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas
   (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
   (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain
   yang sederajat;
q. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis
   Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang
   yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI; dan
r. memiliki visi, misi, dan program dalam           melaksanakan
   pemerintahan negara Republik Indonesia.

                              Pasal 6

(1) Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik atau
    Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon
    Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya.

(2) Pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada saat didaftarkan
    oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik di KPU sebagai
    calon Presiden atau calon Wakil Presiden yang dinyatakan
    dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik
    kembali.

(3) Surat pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada KPU oleh Partai
    Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai dokumen
    persyaratan calon Presiden atau calon Wakil Presiden.

                              Pasal 7

(1) Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan
    wakil walikota yang akan dicalonkan oleh Partai Politik atau
    Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon
    Wakil Presiden harus meminta izin kepada Presiden.

                                                      (2) Surat . . .
                       -8-
(2) Surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil
    bupati, walikota, dan wakil walikota sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) disampaikan kepada KPU oleh Partai Politik atau
    Gabungan Partai Politik sebagai dokumen persyaratan calon
    Presiden atau calon Wakil Presiden.

                        Bagian Kedua
Tata Cara Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

                             Pasal 8

Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu)
pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.


                             Pasal 9

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan
perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah
kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari
suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum
pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.


                             Pasal 10

(1) Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden
    dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan
    mekanisme internal Partai Politik bersangkutan.

(2) Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan Partai
    Politik lain untuk melakukan penggabungan dalam
    mengusulkan Pasangan Calon.

(3) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu)
    Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai
    Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik yang
    dilakukan secara demokratis dan terbuka.

(4) Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden yang telah
    diusulkan dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau
    Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau Gabungan
    Partai Politik lainnya.

                                                    Pasal 11 . . .
                        -9-
                              Pasal 11

(1) Kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)
    terdiri atas:
    a. kesepakatan antar-Partai Politik;
    b. kesepakatan antara Partai Politik atau Gabungan Partai
       Politik dan Pasangan Calon.

(2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
    secara tertulis dengan bermeterai cukup yang ditandatangani
    oleh pimpinan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan
    Pasangan Calon.

                              Pasal 12

(1) Partai  Politik atau  Gabungan  Partai   Politik dapat
    mengumumkan bakal calon Presiden dan/atau bakal calon
    Wakil Presiden dalam kampanye pemilihan umum anggota
    DPR, DPD, dan DPRD.

(2) Bakal calon Presiden dan/atau bakal calon Wakil Presiden
    yang diumumkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai
    Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah
    mendapatkan persetujuan tertulis dari bakal calon yang
    bersangkutan.

                      BAB IV
PENGUSULAN BAKAL CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
      DAN PENETAPAN PASANGAN CALON PRESIDEN
                DAN WAKIL PRESIDEN

                        Bagian Kesatu
 Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

                              Pasal 13

(1) Bakal Pasangan Calon didaftarkan oleh Partai Politik atau
    Gabungan Partai Politik.

(2) Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Partai Politik
    ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan
    sekretaris jenderal atau sebutan lain sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.

                                              (3) Pendaftaran . . .
                         - 10 -



(3) Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Gabungan Partai
    Politik ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan
    sekretaris jenderal atau sebutan lain dari setiap Partai Politik
    yang bergabung sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.

                              Pasal 14

(1) Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 13 dilengkapi dengan persyaratan sebagai
    berikut:
    a. kartu tanda penduduk dan akta kelahiran Warga Negara
       Indonesia;
    b. surat keterangan catatan kepolisian dari Markas Besar
       Kepolisian Negara Republik Indonesia;
    c.   surat keterangan kesehatan dari rumah sakit Pemerintah
         yang ditunjuk oleh KPU;
    d. surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta
       kekayaan    pribadi   kepada    Komisi  Pemberantasan
       Korupsi (KPK);
    e.   surat keterangan tidak sedang dalam keadaan pailit
         dan/atau tidak memiliki tanggungan utang yang
         dikeluarkan oleh pengadilan negeri;
    f.   fotokopi NPWP dan tanda bukti pengiriman atau
         penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
         Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi selama 5 (lima)
         tahun terakhir;
    g.   daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak setiap
         bakal calon;
    h. surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai
       Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa
       jabatan dalam jabatan yang sama;
    i.  surat pernyataan setia kepada Pancasila sebagai dasar
        negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
        Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945
        sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-
        Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
     j. surat keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan
        bahwa setiap bakal calon tidak pernah dijatuhi pidana
        penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
        mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan


                                                           tindak . . .
                         - 11 -
          tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
          5 (lima) tahun atau lebih;
     k. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, syahadah,
        sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh
        satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;
     l.   surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan
          G.30.S/PKI dari kepolisian; dan
     m. surat pernyataan bermeterai cukup tentang kesediaan
        yang bersangkutan diusulkan sebagai bakal calon
        Presiden dan bakal calon Wakil Presiden secara
        berpasangan.

(2) Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
    paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara
    nasional hasil Pemilu anggota DPR.


                              Pasal 15

Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam mendaftarkan
bakal Pasangan Calon ke KPU wajib menyerahkan:
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh ketua umum atau
    sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain Partai
    Politik atau ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris
    jenderal atau sebutan lain Partai Politik yang bergabung
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. kesepakatan tertulis antar-Partai Politik           sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a;
c.   surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas
     pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan
     Partai Politik atau para pimpinan Partai Politik yang
     bergabung;
d. kesepakatan tertulis antara Partai Politik atau Gabungan
   Partai Politik dengan bakal Pasangan Calon sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b;
e.   naskah visi, misi, dan program dari bakal Pasangan Calon;
f.   surat pernyataan dari bakal Pasangan Calon tidak akan
     mengundurkan diri sebagai Pasangan Calon; dan
g.   kelengkapan persyaratan bakal calon Presiden dan bakal calon
     Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
     ayat (1).

                                                   Bagian Kedua . . .
                       - 12 -
                           Bagian Kedua
                 Verifikasi Bakal Pasangan Calon

                            Pasal 16
(1) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan
    kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan
    Calon paling lama 4 (empat) hari sejak diterimanya surat
    pencalonan.

(2) KPU memberitahukan secara tertulis hasil verifikasi terhadap
    kelengkapan     dan    kebenaran  dokumen        persyaratan
    administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
    pimpinan Partai Politik atau pimpinan Partai Politik yang
    bergabung dan Pasangan Calon pada hari kelima sejak
    diterimanya surat pencalonan.

                            Pasal 17

(1) Dalam hal persyaratan administratif bakal Pasangan Calon
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 belum
    lengkap, KPU memberikan kesempatan kepada pimpinan
    Partai Politik atau para pimpinan Partai Politik yang
    bergabung     dan/atau    bakal Pasangan   Calon   untuk
    memperbaiki dan/atau melengkapi dalam waktu paling lama
    3 (tiga) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan hasil
    verifikasi dari KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
    ayat (2).

(2) Pimpinan Partai Politik atau para pimpinan Partai Politik yang
    bergabung dan/atau bakal Pasangan Calon menyerahkan
    hasil    perbaikan     dan/atau   kelengkapan     persyaratan
    administratif bakal Pasangan Calon kepada KPU paling lambat
    pada hari keempat sejak diterimanya surat pemberitahuan
    hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) KPU memberitahukan secara tertulis hasil verifikasi ulang
    kepada pimpinan Partai Politik atau para pimpinan Partai
    Politik yang bergabung dan/atau bakal Pasangan Calon paling
    lambat pada hari ketiga sejak diterimanya hasil perbaikan
    dan/atau kelengkapan administratif bakal Pasangan Calon
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi terhadap
    kelengkapan     dan    kebenaran    dokumen       persyaratan
    administratif bakal Pasangan Calon diatur dengan peraturan
    KPU.

                                                     Pasal 18 . . .
                       - 13 -
                            Pasal 18

(1) Dalam hal bakal Pasangan Calon yang diusulkan tidak
    memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    14 dan Pasal 15, KPU meminta kepada Partai Politik dan/atau
    Gabungan     Partai  Politik yang   bersangkutan      untuk
    mengusulkan bakal Pasangan Calon yang baru sebagai
    pengganti.

(2) Pengusulan bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak surat
    permintaan dari KPU diterima oleh Partai Politik dan/atau
    Gabungan Partai Politik.

(3) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan
    kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan
    Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama
    4 (empat) hari setelah diterimanya surat pengusulan bakal
    Pasangan Calon baru.

(4) KPU memberitahukan secara tertulis hasil verifikasi terhadap
    kelengkapan     dan     kebenaran   dokumen      persyaratan
    administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
    pimpinan Partai Politik dan/atau pimpinan Partai Politik yang
    bergabung dan bakal Pasangan Calon paling lama pada hari
    kelima sejak diterimanya surat pengusulan bakal Pasangan
    Calon yang baru.

                            Pasal 19

Dalam hal persyaratan administratif bakal Pasangan Calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak lengkap dan/atau
tidak benar, Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang
bersangkutan tidak dapat lagi mengusulkan bakal Pasangan
Calon.

                            Pasal 20

(1) Dalam hal salah satu calon dari bakal Pasangan Calon atau
    kedua calon dari bakal Pasangan Calon berhalangan tetap
    sampai dengan 7 (tujuh) hari sebelum bakal Pasangan Calon
    ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Partai
    Politik atau Gabungan Partai Politik yang bakal calon atau
    bakal Pasangan Calonnya berhalangan tetap, diberi
    kesempatan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon
    pengganti.

                                                      (2) KPU . . .
                       - 14 -
(2) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan
    kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan
    Calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
    lama 4 (empat) hari sejak bakal Pasangan Calon tersebut
    didaftarkan.

                         Bagian Ketiga
          Penetapan dan Pengumuman Pasangan Calon

                            Pasal 21

(1) KPU menetapkan dalam sidang pleno KPU tertutup dan
    mengumumkan nama-nama Pasangan Calon yang telah
    memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden, 1 (satu) hari setelah selesai verifikasi.

(2) Penetapan nomor urut Pasangan Calon sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara undi dalam sidang
    pleno KPU terbuka dan dihadiri oleh seluruh Pasangan Calon,
    1 (satu) hari setelah penetapan dan pengumuman
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) KPU mengumumkan secara luas nama-nama dan nomor urut
    Pasangan Calon setelah sidang pleno KPU sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2).


                            Pasal 22

(1) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dilarang menarik
    calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkan oleh
    KPU.

(2) Salah seorang dari Pasangan Calon atau Pasangan Calon
    dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan
    sebagai Pasangan Calon oleh KPU.

(3) Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik menarik
    Pasangan Calon atau salah seorang dari Pasangan Calon,
    Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mencalonkan
    tidak dapat mengusulkan calon pengganti.

(4) Dalam hal Pasangan Calon atau salah seorang dari Pasangan
    Calon mengundurkan diri, Partai Politik atau Gabungan Partai
    Politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon
    pengganti.

                                                    Pasal 23 . . .
                       - 15 -



                            Pasal 23

(1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon berhalangan
    tetap sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya
    Kampanye, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang
    Pasangan Calonnya berhalangan tetap, dapat mengusulkan
    Pasangan Calon pengganti kepada KPU paling lama 3 (tiga)
    hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap.

(2) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan Calon
    pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama
    4 (empat) hari sejak Pasangan Calon pengganti didaftarkan.



                            Pasal 24

(1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon berhalangan
    tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari
    pemungutan suara dan masih terdapat dua Pasangan Calon
    atau lebih, tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden dilanjutkan dan Pasangan Calon yang berhalangan
    tetap dinyatakan gugur dan tidak dapat diganti.

(2) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon berhalangan
    tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari
    pemungutan suara sehingga jumlah Pasangan Calon kurang
    dari dua pasangan, tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan
    Wakil Presiden ditunda oleh KPU paling lama 30 (tiga puluh)
    hari, dan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang
    Pasangan Calonnya berhalangan tetap mengusulkan Pasangan
    Calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak Pasangan Calon
    berhalangan tetap.

(3) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan Calon
    pengganti paling lama 4 (empat) hari sejak Pasangan Calon
    pengganti didaftarkan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tahapan Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden yang ditunda sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) diatur oleh KPU.

                                                     Pasal 25 . . .
                      - 16 -
                           Pasal 25

(1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon berhalangan
    tetap sebelum dimulainya hari pemungutan suara putaran
    kedua, KPU menunda tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden paling lama 15 (lima belas) hari sejak
    Pasangan Calon berhalangan tetap.

(2) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang Pasangan
    Calonnya berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) mengusulkan Pasangan Calon pengganti paling lama
    3 (tiga) hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap.

(3) Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sampai
    berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    tidak mengusulkan calon pengganti, KPU menetapkan
    Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak urutan
    berikutnya sebagai Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden pada putaran kedua.

(4) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan Calon
    pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama
    3 (tiga) hari sejak Pasangan Calon pengganti didaftarkan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tahapan Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden yang ditunda sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur oleh KPU.


                       Bagian Keempat
      Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi
          Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

                           Pasal 26

(1) Bawaslu melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi
    kelengkapan dan kebenaran administrasi Pasangan Calon
    yang dilakukan oleh KPU.

(2) Dalam hal Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU
    sehingga merugikan Pasangan Calon, Bawaslu menyampaikan
    temuan tersebut kepada KPU.

(3) KPU wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2).

                                                     BAB V . . .
                      - 17 -
                            BAB V
                         HAK MEMILIH

                           Pasal 27

(1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara
    telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau
    sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.

(2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden dalam daftar Pemilih.


                           Pasal 28

Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai
Pemilih.

                         BAB VI
                PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH

                       Bagian Kesatu
            Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara

                           Pasal 29

(1) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS
    menggunakan Daftar Pemilih Tetap pemilihan umum anggota
    DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai
    Daftar Pemilih Sementara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(2) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS
    memutakhirkan Daftar Pemilih Sementara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(3) Daftar Pemilih Sementara hasil pemutakhiran sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) diumumkan oleh KPU, KPU provinsi,
    KPU kabupaten/kota, dan PPS untuk mendapatkan masukan
    dan tanggapan dari masyarakat selama 7 (tujuh) hari.

(4) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS
    memperbaiki Daftar Pemilih Sementara berdasarkan masukan
    dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) dan selanjutnya menetapkan menjadi Daftar Pemilih
    Tetap paling lama 7 (tujuh) hari.

                                                  (5) Daftar . . .
                        - 18 -


(5) Daftar Pemilih Tetap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    harus sudah ditetapkan 30 (tiga puluh) hari sebelum
    pelaksanaan pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden.

(6) Ketentuan       lebih     lanjut      mengenai     pemutakhiran,
    pengumuman, perbaikan Daftar Pemilih Sementara dan
    penetapan Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam peraturan KPU.


                          Bagian Kedua
                       Rekapitulasi Pemilih

                             Pasal 30

(1) KPU kabupaten/kota melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih
    Tetap di kabupaten/kota.

(2) KPU provinsi melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap di
    provinsi.

(3) KPU melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilih luar
    negeri dan Pemilih secara nasional.


                         Bagian Ketiga
           Pengawasan atas Penyusunan Daftar Pemilih

                             Pasal 31

(1) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
    Panwaslu     kecamatan    melakukan    pengawasan   atas
    pelaksanaan    penyusunan     Daftar Pemilih  Sementara,
    pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara, penyusunan Daftar
    Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, dan rekapitulasi
    Daftar Pemilih Tetap yang dilaksanakan oleh KPU, KPU
    provinsi, KPU kabupaten/kota.

(2) Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas
    pelaksanaan     penyusunan     Daftar     Pemilih  Sementara,
    pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara, penyusunan Daftar
    Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, dan rekapitulasi
    Daftar Pemilih Tetap luar negeri yang dilaksanakan oleh PPLN.


                                                      Pasal 32 . . .
                      - 19 -
                           Pasal 32

(1) Dalam hal pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
    menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU,
    KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPLN yang merugikan
    Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu,
    Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota, dan
    Pengawas Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan tersebut
    kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

(2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan
    PPLN wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu
    provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, dan Pengawas Pemilu
    Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


                           BAB VII
                          KAMPANYE

                        Bagian Kesatu
                    Pelaksanaan Kampanye

                           Pasal 33

Kampanye dilakukan dengan prinsip jujur, terbuka, dialogis serta
bertanggung jawab dan merupakan bagian dari pendidikan politik
masyarakat.

                           Pasal 34

(1) Kampanye dilaksanakan oleh pelaksana Kampanye.

(2) Kampanye diikuti oleh peserta Kampanye.

(3) Kampanye didukung oleh petugas Kampanye.


                           Pasal 35

(1) Pelaksana Kampanye terdiri atas pengurus Partai Politik,
    orang-seorang, dan organisasi penyelenggara kegiatan.

(2) Dalam melaksanakan Kampanye, Pasangan Calon membentuk
    tim Kampanye nasional.

                                                   (3) Dalam . . .
                      - 20 -



(3) Dalam membentuk tim Kampanye sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2), Pasangan Calon berkoordinasi dengan Partai
    Politik atau Gabungan Partai Politik pengusul.

(4) Tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas
    menyusun seluruh kegiatan tahapan Kampanye dan
    bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan
    Kampanye.

(5) Tim Kampanye tingkat nasional dapat membentuk             tim
    Kampanye tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota.

(6) Peserta Kampanye terdiri atas anggota masyarakat.

(7) Petugas Kampanye terdiri atas seluruh        petugas    yang
    memfasilitasi pelaksanaan Kampanye.


                            Pasal 36

(1) Nama-nama pelaksana Kampanye dan anggota tim Kampanye
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus didaftarkan
    pada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sesuai
    dengan tingkatannya.

(2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menyampaikan
    daftar nama pelaksana Kampanye dan nama anggota tim
    Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
    Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota.


                        Bagian kedua
                       Materi Kampanye

                            Pasal 37

(1) Materi Kampanye meliputi visi, misi, dan program Pasangan
    Calon.

(2) Dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi
    penyebarluasan materi Kampanye yang meliputi visi, misi, dan
    program Pasangan Calon melalui website KPU.


                                              Bagian Ketiga . . .
                      - 21 -


                        Bagian Ketiga
                       Metode Kampanye

                            Pasal 38

(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dapat
    dilaksanakan melalui:
   a. pertemuan terbatas;
   b. tatap muka dan dialog;
   c. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik;
   d. penyiaran melalui radio dan/atau televisi;
   e.   penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
   f.   pemasangan alat peraga di tempat Kampanye dan di
        tempat lain yang ditentukan oleh KPU;
   g.   debat Pasangan Calon         tentang materi Kampanye
        Pasangan Calon; dan
   h. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-
      undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Kampanye
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
    KPU.

                            Pasal 39

(1) Debat Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
    ayat (1) huruf g dilaksanakan 5 (lima) kali.

(2) Debat Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diselenggarakan oleh KPU dan disiarkan langsung secara
    nasional oleh media elektronik.

(3) Moderator debat Pasangan Calon dipilih oleh KPU dari
    kalangan profesional dan akademisi yang mempunyai
    integritas tinggi, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada
    salah satu Pasangan Calon.

(4) Selama dan sesudah berlangsung debat Pasangan Calon,
    moderator dilarang memberikan komentar, penilaian, dan
    simpulan apa pun terhadap penyampaian dan materi dari
    setiap Pasangan Calon.

                                                   (5) Materi . . .
                      - 22 -
(5) Materi debat Pasangan Calon adalah visi nasional
    sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
   a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
      darah Indonesia;
   b. memajukan kesejahteraan umum;
   c. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
   d. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
      kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan debat Pasangan
    Calon diatur dalam peraturan KPU.

(7) Penyelenggaraan debat Pasangan Calon dibebankan pada
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

                           Pasal 40

(1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1)
    dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah KPU menetapkan
    nama-nama Pasangan Calon sampai dengan dimulainya masa
    tenang.

(2) Masa tenang selama 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal
    pemungutan suara.


                       Bagian Keempat
                  Larangan dalam Kampanye

                           Pasal 41

(1) Pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye dilarang:
    a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan
        Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
        1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
   b. melakukan kegiatan yang membahayakan           keutuhan
      Negara Kesatuan Republik Indonesia;
   c.   menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon
        dan/atau Pasangan Calon yang lain;
   d. menghasut dan      mengadu-domba     perseorangan   atau
      masyarakat;
   e.   mengganggu ketertiban umum;

                                            f. mengancam . . .
                        - 23 -
   f. mengancam      untuk   melakukan    kekerasan   atau
      menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang,
      sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Pasangan
      Calon yang lain;
   g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye
      Pasangan Calon;
   h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan
      tempat pendidikan;
   i.   membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut
        Pasangan Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut
        Pasangan Calon yang bersangkutan; dan
   j.   menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
        kepada peserta Kampanye.

(2) Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang
    mengikutsertakan:
   a. Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada
      Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan
      peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim
      konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
   b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
      Keuangan;
   c.   Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur
        Bank Indonesia;
   d. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik
      daerah;
   e. pegawai negeri sipil;
   f.   anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
        Republik Indonesia;
   g.   kepala desa;
   h. perangkat desa;
   i.   anggota badan permusyaratan desa; dan
   j.   Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

(3) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
    sampai dengan huruf i dilarang ikut serta sebagai pelaksana
    Kampanye.

(4) Sebagai peserta Kampanye, pegawai negeri sipil dilarang
    menggunakan atribut Partai Politik, Pasangan Calon, atau
    atribut pegawai negeri sipil.

                                                 (5) Sebagai . . .
                      - 24 -
(5) Sebagai peserta Kampanye, pegawai negeri sipil dilarang
    mengerahkan pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya dan
    dilarang menggunakan fasilitas negara.

                           Pasal 42

(1) Kampanye yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden,
    menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati,
    walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
   a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan
      jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat
      negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
      undangan; dan
   b. menjalani cuti Kampanye.

(2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
    dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas
    penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan
    daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
    dengan peraturan KPU.

                           Pasal 43

Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam
jabatan negeri, serta kepala desa atau sebutan lain dilarang
membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu Pasangan Calon selama masa
Kampanye.

                           Pasal 44

(1) Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional
    dalam jabatan negeri serta pegawai negeri lainnya dilarang
    mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
    terhadap Pasangan Calon yang menjadi peserta Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden sebelum, selama, dan sesudah
    masa Kampanye.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
    pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang
    kepada pegawai negeri dalam lingkungan unit kerjanya,
    anggota keluarga, dan masyarakat.
                                                   Pasal 45 . . .
                      - 25 -


                           Pasal 45

Pelanggaran atas larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5)
merupakan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.


                           Pasal 46

(1) Pelaksana Kampanye yang melanggar larangan Kampanye
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dikenai sanksi dengan
    tahapan:
   a. peringatan tertulis apabila pelaksana Kampanye melanggar
      larangan walaupun belum terjadi gangguan;
   b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya
      pelanggaran    atau    di   suatu   daerah  yang   dapat
      mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang
      berpotensi menyebar ke daerah lain.

(2) Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan
    Kampanye diatur dalam peraturan KPU.


                        Bagian Kelima
         Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye

                          Paragraf 1
                           Umum

                           Pasal 47

(1) Pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye dapat dilakukan
    melalui media massa cetak dan lembaga penyiaran sesuai
    dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka
    penyampaian pesan Kampanye oleh Pasangan Calon kepada
    masyarakat.

(3) Pesan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
    berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau
    suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis, karakter,
    interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima
    melalui perangkat penerima pesan.

                                                   (4) Media . . .
                      - 26 -


(4) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dalam
    memberitakan, menyiarkan, dan mengiklankan Kampanye
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mematuhi
    ketentuan mengenai larangan dalam Kampanye sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 41.

(5) Media massa cetak dan lembaga penyiaran sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang
    menyiarkan berita, iklan, rekam jejak Pasangan Calon, atau
    bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan Kampanye
    yang menguntungkan atau merugikan Pasangan Calon.


                           Pasal 48

(1) Lembaga penyiaran publik Televisi Republik Indonesia (TVRI),
    lembaga penyiaran publik Radio Republik Indonesia (RRI),
    lembaga penyiaran publik lokal, lembaga penyiaran swasta,
    dan lembaga penyiaran berlangganan memberikan alokasi
    waktu yang sama dan memperlakukan secara berimbang
    kepada Pasangan Calon untuk menyampaikan materi
    Kampanye.

(2) Lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan proses
    Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai bentuk layanan
    kepada masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk
    kepentingan Kampanye bagi Pasangan Calon.

(3) Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia
    menetapkan standar biaya dan persyaratan iklan Kampanye
    yang sama kepada Pasangan Calon.


                         Paragraf 2
                    Pemberitaan Kampanye

                           Pasal 49

(1) Pemberitaan Kampanye dilakukan oleh lembaga penyiaran
    dengan cara siaran langsung atau siaran tunda dan oleh
    media massa cetak.

(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran yang menyediakan
    rubrik khusus untuk pemberitaan Kampanye harus berlaku
    adil dan berimbang kepada seluruh Pasangan Calon.

                                                 Paragraf 3 . . .
                      - 27 -


                          Paragraf 3
                     Penyiaran Kampanye

                           Pasal 50

(1) Penyiaran Kampanye dilakukan oleh lembaga penyiaran dalam
    bentuk siaran monolog, dialog yang melibatkan suara
    dan/atau gambar pemirsa atau suara pendengar, serta jajak
    pendapat.

(2) Narasumber penyiaran monolog dan dialog harus mematuhi
    larangan dalam Kampanye sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 41.

(3) Siaran monolog dan dialog yang diselenggarakan oleh lembaga
    penyiaran dapat melibatkan masyarakat melalui telepon,
    layanan pesan singkat, surat elektronik (e-mail), dan/atau
    faksimili.

(4) Tata cara penyelenggaraan siaran monolog dan dialog diatur
    oleh KPU bersama Komisi Penyiaran Indonesia.


                          Paragraf 4
                       Iklan Kampanye

                           Pasal 51

(1) Iklan Kampanye dapat dilakukan oleh Pasangan Calon pada
    media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam
    bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan masyarakat.

(2) Iklan Kampanye dilarang berisikan hal yang dapat
    mengganggu kenyamanan pembaca, pendengar, dan/atau
    pemirsa.

(3) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib memberikan
    kesempatan yang sama kepada Pasangan Calon dalam
    pemuatan dan penayangan iklan Kampanye.

(4) Pengaturan dan penjadwalan pemuatan dan penayangan iklan
    Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
    oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.

                                                   Pasal 52 . . .
                       - 28 -
                            Pasal 52

(1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menjual
    blocking segment dan/atau blocking time untuk Kampanye.

(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menerima
    program sponsor dalam format atau segmen apa pun yang
    dapat dikategorikan sebagai iklan Kampanye.

(3) Media massa cetak, lembaga penyiaran, dan Pasangan Calon
    dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh
    salah satu Pasangan Calon kepada Pasangan Calon yang lain.


                            Pasal 53

(1) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye di televisi
    untuk setiap Pasangan Calon secara kumulatif sebanyak
    10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik
    untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa
    Kampanye.

(2) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye di radio untuk
    setiap   Pasangan     Calon    secara    kumulatif  sebanyak
    10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik
    untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa Kampanye.

(3) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk semua
    jenis iklan.

(4) Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan Kampanye
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap Pasangan
    Calon diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan
    kewajiban memberikan kesempatan yang sama kepada setiap
    Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
    ayat (3).

                            Pasal 54

(1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran melakukan iklan
    Kampanye dalam bentuk iklan Kampanye komersial atau iklan
    Kampanye layanan masyarakat dengan mematuhi kode etik
    periklanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                                                     (2) Media . . .
                       - 29 -
(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menentukan
    standar tarif iklan Kampanye komersial yang berlaku sama
    untuk setiap Pasangan Calon.

(3) Tarif iklan Kampanye layanan masyarakat harus lebih rendah
    daripada tarif iklan Kampanye komersial.

(4) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menyiarkan
    iklan Kampanye layanan masyarakat non-partisan paling
    sedikit satu kali dalam sehari dengan durasi 60 (enam puluh)
    detik.

(5) Iklan Kampanye layanan masyarakat sebagaimana dimaksud
    pada ayat (4) dapat diproduksi sendiri oleh media massa cetak
    dan lembaga penyiaran atau dibuat oleh pihak lain.

(6) Penetapan   dan    penyiaran   iklan   Kampanye     layanan
    masyarakat yang diproduksi oleh pihak lain sebagaimana
    dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh media massa cetak dan
    lembaga penyiaran.

(7) Jumlah waktu tayang iklan Kampanye layanan masyarakat
    sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk jumlah
    kumulatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1),
    ayat (2), dan ayat (3).


                            Pasal 55

Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil
dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk
pemasangan iklan Kampanye bagi Pasangan Calon.

                            Pasal 56

(1) Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers melakukan
    pengawasan atas pemberitaan, penyiaran dan iklan Kampanye
    yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media massa
    cetak.

(2) Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas ketentuan dalam
    Pasal 51, Pasal 52, dan Pasal 53 Komisi Penyiaran Indonesia
    atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur
    dalam Undang-Undang ini.

(3) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    diberitahukan kepada KPU dan KPU provinsi.

                                                  (4) Dalam . . .
                          - 30 -


(4) Dalam hal Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers tidak
    menjatuhkan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak ditemukan bukti
    pelanggaran Kampanye, KPU, KPU provinsi, dan KPU
    kabupaten/kota menjatuhkan sanksi kepada pelaksana
    Kampanye.

                               Pasal 57

(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dapat
    berupa:
   a. teguran tertulis;
   b. penghentian sementara mata acara yang bermasalah;
   c. pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran,
      dan iklan Kampanye;
   d. denda;
   e. pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan
      Kampanye untuk waktu tertentu; atau
   f. pencabutan    izin   penyelenggaraan    penyiaran atau
      pencabutan izin penerbitan media massa cetak.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian
    sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
    Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers bersama KPU.


                               Pasal 58

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitaan, penyiaran, iklan
Kampanye, dan pemberian sanksi diatur dengan peraturan KPU.


                       Bagian Keenam
 Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat
                         Negara Lainnya

                               Pasal 59

(1) Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan
    Kampanye.

(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai
    Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.

                                                  (3) Pejabat . . .
                       - 31 -
(3) Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota
    Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye apabila yang
    bersangkutan sebagai:
   a. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
   b. anggota tim Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU;
      atau
   c. pelaksana Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.


                            Pasal 60

Selama melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden
dan    pejabat    negara   lainnya    wajib memperhatikan
keberlangsungan     tugas   penyelenggaraan  negara   dan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.


                            Pasal 61

Presiden atau Wakil Presiden yang telah ditetapkan secara resmi
oleh KPU sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden dalam
melaksanakan Kampanye Pemilu Presiden atau Wakil Presiden
memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden atau Wakil Presiden.


                            Pasal 62

(1) Menteri sebagai anggota tim Kampanye dan/atau pelaksana
    Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3)
    huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti.

(2) Cuti bagi menteri yang melaksanakan Kampanye dapat
    diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa
    Kampanye.

(3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di
    luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


                            Pasal 63

(1) Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau
    walikota dan wakil walikota sebagai anggota tim Kampanye
    dan/atau pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 59 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti.

                                                     (2) cuti . . .
                      - 32 -



(2) Cuti bagi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil
    bupati, walikota atau wakil walikota yang melaksanakan
    Kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap
    minggu selama masa Kampanye.

(3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di
    luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Apabila gubernur dan wakil gubernur, bupati      dan wakil
    bupati, atau walikota dan wakil walikota yang    ditetapkan
    sebagai anggota tim Kampanye melaksanakan        Kampanye
    dalam waktu yang bersamaan, tugas pemerintah     sehari-hari
    dilaksanakan oleh sekretaris daerah.

(5) Pelaksanaan tugas pemerintah oleh sekretaris daerah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
    Dalam Negeri atas nama Presiden.


                            Pasal 64

(1) Dalam melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden
    dan pejabat negara lainnya dilarang menggunakan fasilitas
    negara.

(2) Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
    a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi
       kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas
       pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
    b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik
       Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah
       kabupaten/kota,    kecuali   daerah    terpencil   yang
       pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan
       prinsip keadilan;
    c. sarana         perkantoran,         radio       daerah
       dan      sandi/telekomunikasi      milik     pemerintah
       provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya.

(3) Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan dari
    ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                                                   Pasal 65 . . .
                      - 33 -
                           Pasal 65

(1) Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan
    Presiden dan Wakil Presiden menyangkut pengamanan,
    kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai dengan kondisi
    lapangan secara profesional dan proporsional.

(2) Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden menjadi calon Presiden
    atau calon Wakil Presiden, fasilitas negara yang melekat
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan sebagai
    Presiden dan Wakil Presiden.

(3) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang bukan Presiden
    dan Wakil Presiden, selama Kampanye diberikan fasilitas
    pengamanan, kesehatan, dan pengawalan oleh Kepolisian
    Negara Republik Indonesia.

(4) Pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja
    negara.

(5) Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan pengamanan dan
    pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
    dengan Peraturan Presiden.


                      Bagian Ketujuh
              Pemasangan Alat Peraga Kampanye

                           Pasal 66

(1) KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan
    PPLN berkoordinasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi,
    dan pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan lokasi
    pemasangan alat peraga untuk keperluan Kampanye.

(2) Pemasangan alat peraga Kampanye sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) oleh pelaksana Kampanye dilaksanakan dengan
    mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, kelestarian
    tanaman, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai
    dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemasangan alat peraga Kampanye pada tempat-tempat yang
    menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus dengan
    ijin tertulis dari pemilik tempat tersebut.

                                                    (4) Alat . . .
                      - 34 -
(4) Alat peraga Kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat
    1 (satu) hari sebelum hari pemungutan suara.

(5) Ketentuan   lebih  lanjut  mengenai   pemasangan    dan
    pembersihan alat peraga Kampanye diatur dalam peraturan
    KPU.


                       Bagian Kedelapan
     Peranan Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, dan
     Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Kampanye

                           Pasal 67

(1) Pemerintah,   pemerintah   provinsi,  dan    pemerintah
    kabupaten/kota,    kecamatan,     dan    desa/kelurahan
    memberikan kesempatan yang sama kepada tim Kampanye
    dan/atau pelaksana Kampanye dalam penggunaan fasilitas
    umum untuk penyampaian materi Kampanye.

(2) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
    kecamatan, desa/kelurahan, Tentara Nasional Indonesia, dan
    Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang melakukan
    tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu tim
    Kampanye dan/atau pelaksana Kampanye.


                    Bagian Kesembilan
           Pengawasan atas Pelaksanaan Kampanye

                           Pasal 68

Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu
kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kampanye.

                           Pasal 69

(1) Pengawas Pemilu Lapangan melakukan pengawasan atas
    pelaksanaan Kampanye di tingkat desa/kelurahan.

(2) Pengawas Pemilu Lapangan menerima laporan dugaan adanya
    pelanggaran    pelaksanaan   Kampanye      di    tingkat
    desa/kelurahan yang dilakukan oleh PPS, pelaksana
    Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, dan petugas
    Kampanye.
                                                   Pasal 70 . . .
                      - 35 -
                           Pasal 70

(1) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa PPS
    dengan sengaja melakukan atau lalai dalam pelaksanaan
    Kampanye yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan
    Kampanye di tingkat desa/kelurahan, Pengawas Pemilu
    Lapangan    menyampaikan     laporan  kepada   Panwaslu
    kecamatan.

(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa
    pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, atau
    petugas Kampanye dengan sengaja melakukan atau lalai
    dalam    pelaksanaan    Kampanye   yang    mengakibatkan
    terganggunya     pelaksanaan   Kampanye     di    tingkat
    desa/kelurahan, Pengawas Pemilu Lapangan menyampaikan
    laporan kepada PPS.

                           Pasal 71

(1) PPS wajib menindaklanjuti temuan dan laporan tentang
    dugaan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan
    Kampanye di tingkat desa/kelurahan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 70 ayat (2) dengan melakukan:
   a. penghentian pelaksanaan Kampanye Pasangan Calon yang
      bersangkutan yang terjadwal pada hari itu;
   b. pelaporan kepada PPK dalam hal ditemukan bukti
      permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana
      Pemilu Presiden dan Wakil Presiden terkait dengan
      pelaksanaan Kampanye;
   c. pelarangan kepada pelaksana Kampanye atau tim
      Kampanye untuk melaksanakan Kampanye berikutnya; dan
   d. pelarangan kepada peserta Kampanye untuk mengikuti
      Kampanye berikutnya.

(2) PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan hukum
    sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.


                           Pasal 72

Dalam hal ditemukan dugaan bahwa pelaksana Kampanye, tim
Kampanye, peserta Kampanye, dan petugas Kampanye dengan
sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan
Kampanye di tingkat desa/kelurahan dikenai tindakan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
                                                 Pasal 73 . . .
                     - 36 -



                          Pasal 73

(1) Panwaslu   kecamatan    wajib menindaklanjuti laporan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dengan
    melaporkannya kepada PPK.

(2) PPK wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dengan meneruskannya kepada KPU
    kabupaten/kota.

(3) KPU    kabupaten/kota     wajib  menindaklanjuti laporan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memberikan
    sanksi administratif kepada PPS.


                          Pasal 74

(1) Panwaslu    kecamatan     melakukan    pengawasan    atas
    pelaksanaan Kampanye di tingkat kecamatan.

(2) Panwaslu kecamatan menerima laporan dugaan pelanggaran
    pelaksanaan Kampanye di tingkat kecamatan yang dilakukan
    oleh PPK, pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta
    Kampanye, dan petugas Kampanye.


                          Pasal 75

(1) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa PPK
    dengan sengaja melakukan atau lalai dalam pelaksanaan
    Kampanye yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan
    Kampanye di tingkat kecamatan, Panwaslu kecamatan
    menyampaikan laporan kepada Panwaslu kabupaten/kota.

(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa
    pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye, atau
    petugas Kampanye dengan sengaja melakukan atau lalai
    dalam    pelaksanaan   Kampanye    yang    mengakibatkan
    terganggunya pelaksanaan Kampanye di tingkat kecamatan,
    Panwaslu kecamatan       menyampaikan laporan kepada
    Panwaslu kabupaten/kota dan menyampaikan temuan
    kepada PPK.

                                                 Pasal 76 . . .
                       - 37 -
                            Pasal 76

(1) PPK wajib menindaklanjuti temuan dan laporan tentang
    dugaan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan
    Kampanye di tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 75 ayat (2) dengan melakukan:
   a.   penghentian pelaksanaan Kampanye Pasangan Calon yang
        bersangkutan yang terjadwal pada hari itu;
   b.   pelaporan kepada KPU kabupaten/kota dalam hal
        ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak
        pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden terkait dengan
        pelaksanaan Kampanye;
   c.   pelarangan kepada pelaksana Kampanye atau tim
        Kampanye untuk melaksanakan Kampanye berikutnya;
        dan/atau
   d.   pelarangan kepada peserta Kampanye untuk mengikuti
        Kampanye berikutnya.

(2) KPU    kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
    melakukan tindakan hukum sebagaimana diatur dalam
    Undang-Undang ini.

                            Pasal 77

(1) Panwaslu kabupaten/kota wajib menindaklanjuti laporan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dengan
    melaporkan kepada KPU kabupaten/kota.

(2) KPU    kabupaten/kota     wajib  menindaklanjuti laporan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan
    sanksi administratif kepada PPK.


                            Pasal 78

(1) Panwaslu     kabupaten/kota     melakukan     pengawasan
    pelaksanaan Kampanye di tingkat kabupaten/kota, terhadap:
   a.   kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian anggota
        KPU kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat
        KPU kabupaten/kota melakukan tindak pidana Pemilu
        Presiden   dan  Wakil   Presiden   atau   pelanggaran
        administratif  yang   mengakibatkan     terganggunya
        Kampanye yang sedang berlangsung; atau

                                             b. kemungkinan . . .
                      - 38 -
   b.   kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
        pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye
        dan petugas Kampanye melakukan tindak pidana Pemilu
        Presiden   dan  Wakil   Presiden  atau  pelanggaran
        administratif  yang    mengakibatkan   terganggunya
        Kampanye yang sedang berlangsung.

(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), Panwaslu kabupaten/kota:
   a. menerima    laporan   dugaan  pelanggaran     terhadap
      ketentuan pelaksanaan Kampanye;
   b. menyelesaikan   temuan   dan   laporan   pelanggaran
      Kampanye yang tidak mengandung unsur pidana;
   c.   menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
        kabupaten/kota tentang pelanggaran Kampanye untuk
        ditindaklanjuti;
   d. meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran
      tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian Negara Republik
      Indonesia;
   e.   menyampaikan laporan dugaan adanya tindakan yang
        mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye oleh
        anggota KPU kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai
        sekretariat KPU kabupaten/kota kepada Bawaslu;
        dan/atau
   f.   mengawasi pelaksanaan rekomendasi Bawaslu tentang
        pengenaan sanksi kepada anggota KPU kabupaten/kota,
        sekretaris dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota
        yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan
        terganggunya Kampanye yang sedang berlangsung.


                           Pasal 79

(1) Panwaslu kabupaten/kota menyelesaikan laporan dugaan
    pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan
    Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2)
    huruf a, pada hari yang sama dengan diterimanya laporan.

(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
    pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye, tim
    Kampanye, dan peserta Kampanye di tingkat kabupaten/kota,
    Panwaslu kabupaten/kota menyampaikan temuan dan
    laporan tersebut kepada KPU kabupaten/kota.

                                                  (3) KPU . . .
                     - 39 -
(3) KPU kabupaten/kota menetapkan penyelesaian laporan dan
    temuan yang mengandung bukti permulaan yang cukup
    adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye,
    tim Kampanye, dan peserta Kampanye pada hari diterimanya
    laporan.

(4) Dalam hal Panwaslu kabupaten/kota menerima laporan
    dugaan pelanggaran administratif terhadap ketentuan
    pelaksanaan    Kampanye     Pemilu oleh anggota    KPU
    kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
    kabupaten/kota, Panwaslu kabupaten/kota meneruskan
    laporan tersebut kepada Bawaslu.

                          Pasal 80

(1) KPU bersama Bawaslu dapat menetapkan sanksi tambahan
    terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 79 ayat (3) selain yang diatur dalam Undang-
    Undang ini.

(2) Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 79 ayat (4) selain yang diatur dalam
    Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun
    secara bersama oleh KPU dan Bawaslu sesuai dengan
    peraturan perundang-undangan.


                          Pasal 81

Dalam hal Panwaslu kabupaten/kota menerima laporan dugaan
adanya tindak pidana dalam pelaksanaan Kampanye oleh anggota
KPU kabupaten/kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
kabupaten/kota, pelaksana dan peserta Kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80, Panwaslu kabupaten/kota melakukan:
a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana Pemilu
   Presiden dan Wakil Presiden dimaksud kepada Kepolisian
   Negara Republik Indonesia; atau
b. pelaporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan
   rekomendasi Bawaslu tentang sanksi.


                          Pasal 82

Panwaslu kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81.

                                                 Pasal 83 . . .
                       - 40 -


                            Pasal 83

(1) Panwaslu provinsi melakukan pengawasan          pelaksanaan
    Kampanye di tingkat provinsi, terhadap:
   a. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian anggota
      KPU provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
      provinsi melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan
      Wakil Presiden atau pelanggaran administratif yang
      mengakibatkan terganggunya Kampanye yang sedang
      berlangsung; atau
   b. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
      pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye
      dan petugas Kampanye melakukan tindak pidana Pemilu
      Presiden   dan  Wakil   Presiden  atau  pelanggaran
      administratif  yang    mengakibatkan   terganggunya
      Kampanye yang sedang berlangsung.

(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), Panwaslu provinsi:
   a. menerima    laporan   dugaan  pelanggaran         terhadap
      ketentuan pelaksanaan Kampanye;
   b. menyelesaikan   temuan   dan   laporan   pelanggaran
      Kampanye yang tidak mengandung unsur pidana;
   c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU provinsi
      tentang pelanggaran Kampanye untuk ditindaklanjuti;
   d. meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran
      tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada
      Kepolisian Negara Republik Indonesia;
   e.   menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar
        untuk    mengeluarkan     rekomendasi     Bawaslu    yang
        berkaitan dengan dugaan adanya tindak pidana Pemilu
        Presiden    dan   Wakil    Presiden   atau    pelanggaran
        administratif    yang    mengakibatkan      terganggunya
        pelaksanaan Kampanye oleh anggota KPU provinsi,
        sekretaris dan pegawai sekretariat KPU provinsi; dan/atau
   f.   mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
        Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU
        provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU provinsi
        yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu Presiden
        dan Wakil Presiden atau pelanggaran administratif yang
        mengakibatkan terganggunya Kampanye yang sedang
        berlangsung.

                                                     Pasal 84 . . .
                      - 41 -
                           Pasal 84

(1) Panwaslu provinsi menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran
    administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf a pada
    hari yang sama dengan diterimanya laporan.

(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
    pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye, tim
    Kampanye, dan peserta Kampanye di tingkat provinsi,
    Panwaslu provinsi menyampaikan temuan dan laporan
    tersebut kepada KPU provinsi.

(3) KPU provinsi menetapkan penyelesaian laporan dan temuan
    yang mengandung bukti permulaan yang cukup adanya
    pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye, tim
    Kampanye, dan peserta Kampanye pada hari diterimanya
    laporan.

(4) Dalam hal Panwaslu provinsi menerima laporan dugaan
    pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan
    Kampanye oleh anggota KPU provinsi, sekretaris dan pegawai
    sekretariat KPU provinsi, Panwaslu provinsi meneruskan
    laporan tersebut kepada Bawaslu.


                           Pasal 85

(1) KPU bersama Bawaslu dapat menetapkan sanksi tambahan
    terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 84 ayat (1) selain yang diatur dalam Undang-
    Undang ini.

(2) Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 84 ayat (4) selain yang diatur dalam
    Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun
    secara bersama oleh KPU dan Bawaslu sesuai dengan
    peraturan perundang-undangan.


                           Pasal 86

Dalam hal Panwaslu provinsi menerima laporan dugaan adanya
tindak pidana dalam pelaksanaan Kampanye oleh anggota KPU
provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU provinsi,
pelaksana Kampanye, tim Kampanye, dan peserta Kampanye

                                             sebagaimana . . .
                      - 42 -
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, Panwaslu provinsi
melakukan:
a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana  Pemilu
   Presiden dan Wakil Presiden dimaksud kepada Kepolisian
   Negara Republik Indonesia; atau
b. pelaporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan
   rekomendasi Bawaslu tentang sanksi.


                           Pasal 87

Panwaslu provinsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86.


                           Pasal 88

(1) Bawaslu melakukan pengawasan          pelaksanaan   tahapan
    Kampanye secara nasional, terhadap:
   a. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian anggota
      KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris
      Jenderal KPU,      pegawai Sekretariat Jenderal KPU,
      sekretaris KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi,
      sekretaris KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat
      KPU kabupaten/kota melakukan tindak pidana Pemilu
      Presiden    dan   Wakil    Presiden   atau    pelanggaran
      administratif   yang      mengakibatkan      terganggunya
      pelaksanaan Kampanye yang sedang berlangsung; atau
   b. kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian
      pelaksana Kampanye, tim Kampanye, peserta Kampanye,
      dan petugas Kampanye melakukan tindak pidana Pemilu
      Presiden   dan  Wakil   Presiden  atau    pelanggaran
      administratif  yang    mengakibatkan     terganggunya
      pelaksanaan Kampanye yang sedang berlangsung.

(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), Bawaslu:
   a. menerima laporan dugaan adanya pelanggaran terhadap
      ketentuan pelaksanaan Kampanye;
   b. menyelesaikan temuan dan laporan adanya pelanggaran
      Kampanye yang tidak mengandung unsur pidana;
   c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU tentang
      adanya pelanggaran Kampanye untuk ditindaklanjuti;

                                              d. meneruskan . . .
                      - 43 -


   d. meneruskan temuan dan laporan tentang dugaan adanya
      tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada
      Kepolisian Negara Republik Indonesia;
   e.   memberikan rekomendasi kepada KPU tentang dugaan
        adanya tindakan yang mengakibatkan terganggunya
        pelaksanaan Kampanye oleh anggota KPU, KPU provinsi,
        KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai
        Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi,
        pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
        kabupaten/kota,    dan   pegawai    sekretariat KPU
        kabupaten/kota berdasarkan laporan Panwaslu provinsi
        dan Panwaslu kabupaten/kota; dan/atau
   f.   mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
        pengenaan sanksi kepada anggota KPU, KPU provinsi,
        KPU kabupaten/kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai
        Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi,
        pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
        kabupaten/kota,    dan   pegawai    sekretariat KPU
        kabupaten/kota yang terbukti melakukan tindakan yang
        mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye
        yang sedang berlangsung.


                           Pasal 89

(1) Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan adanya
    pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan
    Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2)
    huruf a, Bawaslu menetapkan penyelesaian pada hari yang
    sama diterimanya laporan.

(2) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup tentang
    dugaan adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana
    Kampanye, tim Kampanye, dan peserta Kampanye di tingkat
    pusat, Bawaslu menyampaikan temuan dan laporan kepada
    KPU.

(3) Dalam hal KPU menerima laporan dan temuan yang
    mengandung bukti permulaan yang cukup tentang dugaan
    adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana Kampanye,
    tim Kampanye, dan peserta Kampanye sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2), KPU langsung menetapkan penyelesaian pada
    hari yang sama dengan hari diterimanya laporan.

                                               (4) Dalam . . .
                      - 44 -
(4) Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan pelanggaran
    administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye oleh
    anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris
    Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris
    KPU provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris
    KPU kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU
    kabupaten/kota, Bawaslu memberikan rekomendasi kepada
    KPU untuk memberikan sanksi.


                           Pasal 90

(1) Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) selain yang diatur dalam
    Undang-Undang ini ditetapkan oleh KPU bersama Bawaslu.

(2) Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 89 ayat (4) selain yang diatur dalam
    Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun
    secara bersama oleh KPU dan Bawaslu sesuai dengan
    peraturan perundang-undangan.


                           Pasal 91

Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan adanya tindak
pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan oleh
anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris
Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU
provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota,
pelaksana Kampanye, tim Kampanye, dan peserta Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) dalam
pelaksanaan Kampanye, Bawaslu melakukan:
a. pelaporan tentang dugaan adanya tindak pidana Pemilu
   Presiden dan Wakil Presiden dimaksud kepada Kepolisian
   Negara Republik Indonesia; atau
b. pemberian rekomendasi kepada KPU untuk menetapkan
   sanksi.


                           Pasal 92

Bawaslu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindak
lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
penonaktifan sementara dan/atau sanksi administratif kepada

                                                  anggota . . .
                      - 45 -
anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris
Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU
provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota
yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan
Wakil    Presiden   atau   pelanggaran     administratif   yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye yang
sedang berlangsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91.


                           Pasal 93

Pengawasan oleh Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu
kabupaten/kota serta tindak lanjut KPU, KPU provinsi, dan KPU
kabupaten/kota terhadap temuan atau laporan yang diterima
tidak memengaruhi jadwal pelaksanaan Kampanye sebagaimana
yang telah ditetapkan.


                    Bagian Kesepuluh
      Dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                           Pasal 94

(1) Dana Kampanye menjadi tanggung jawab Pasangan Calon.

(2) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    diperoleh dari:
   a. Pasangan Calon yang bersangkutan;
   b. Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang
      mengusulkan Pasangan Calon; dan
   c. pihak lain.

(3) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
    berupa uang, barang, dan/atau jasa.


                           Pasal 95

Dana Kampanye yang berasal dari pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf c berupa sumbangan
yang sah menurut hukum dan bersifat tidak mengikat dan dapat
berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau
badan usaha nonpemerintah.

                                                  Pasal 96 . . .
                      - 46 -
                           Pasal 96

(1) Dana Kampanye yang berasal dari perseorangan sebagaimana
    dimaksud    dalam    Pasal    95    tidak boleh  melebihi
    Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Dana Kampanye yang berasal dari kelompok, perusahaan,
    atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 95 tidak boleh melebihi Rp5.000.000.000,00 (lima
    miliar rupiah).

(3) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.


                           Pasal 97

(1) Dana Kampanye berupa uang sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 94 ayat (3) wajib dicatat dalam pembukuan khusus dana
    Kampanye dan ditempatkan pada rekening khusus dana
    Kampanye Pasangan Calon pada Bank.

(2) Dana Kampanye berupa sumbangan dalam bentuk barang
    dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (3)
    dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat
    sumbangan itu diterima.

(3) Dana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94
    ayat (2) wajib dicatat dalam pembukuan penerimaan dan
    pengeluaran khusus dana Kampanye yang terpisah dari
    pembukuan keuangan Pasangan Calon masing-masing.

(4) Pembukuan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah Pasangan Calon
    ditetapkan sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden dan ditutup 7 (tujuh) hari sebelum penyampaian
    laporan penerimaan dan pengeluaran dana Kampanye kepada
    kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.


                           Pasal 98

(1) Dalam rangka Kampanye, Pasangan Calon dan tim Kampanye
    di tingkat pusat wajib memiliki rekening khusus dana
    Kampanye.

                                               (2) Rekening . . .
                       - 47 -
(2) Rekening khusus dana Kampanye Pasangan Calon dan tim
    Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan
    ke KPU paling lama 7 (tujuh) hari setelah Pasangan Calon
    ditetapkan sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden oleh KPU.

                            Pasal 99

(1) Pasangan Calon dan tim Kampanye di tingkat pusat
    melaporkan penerimaan dana Kampanye kepada KPU 1 (satu)
    hari sebelum dimulai Kampanye dan 1 (satu) hari setelah
    berakhirnya Kampanye.

(2) Laporan penerimaan dana Kampanye ke KPU sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) mencantumkan nama atau identitas
    penyumbang, alamat, dan nomor telepon yang dapat
    dihubungi.

(3) KPU mengumumkan laporan penerimaan dana Kampanye
    setiap Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    kepada masyarakat melalui media massa 1 (satu) hari setelah
    menerima laporan dana Kampanye dari Pasangan Calon.

                            Pasal 100

(1) Pasangan Calon dan tim Kampanye di tingkat pusat
    melaporkan penggunaan dana Kampanye kepada KPU, KPU
    provinsi, KPU kabupaten/kota paling lama 14 (empat belas)
    hari sejak berakhirnya masa Kampanye.

(2) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota menyampaikan
    laporan penerimaan dan penggunaan dana Kampanye yang
    diterima dari Pasangan Calon dan tim Kampanye sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) kepada kantor akuntan publik yang
    ditunjuk paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya laporan.

(3) Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada
    KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota paling lama
    45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya laporan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota memberitahukan
    hasil audit dana Kampanye kepada masing-masing Pasangan
    Calon dan tim Kampanye paling lama 7 (tujuh) hari setelah
    KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota menerima hasil
    audit dari kantor akuntan publik.

                                                       (5) KPU . . .
                       - 48 -
(5) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota mengumumkan
    hasil audit dana Kampanye kepada masyarakat paling lama
    10 (sepuluh) hari setelah diterimanya laporan hasil audit dari
    kantor akuntan publik.


                            Pasal 101

(1) KPU menetapkan kantor akuntan publik sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) yang memenuhi
    persyaratan di setiap provinsi.

(2) Kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a. membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai
       cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas
       pemeriksaan laporan dana Kampanye tidak berafiliasi
       secara langsung ataupun tidak langsung dengan
       Pasangan Calon dan/atau tim Kampanye; dan
    b. membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai
       cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas
       pemeriksaan laporan dana Kampanye bukan merupakan
       anggota atau pengurus Partai Politik yang mengusulkan
       Pasangan Calon.

(3) Biaya jasa akuntan publik sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
    negara.

                            Pasal 102

(1) Dalam hal kantor akuntan publik yang ditetapkan oleh KPU
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) dalam proses
    pelaksanaan audit diketahui tidak memberikan informasi yang
    benar mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 101 ayat (2), KPU membatalkan penetapan kantor
    akuntan publik yang bersangkutan.

(2) Kantor akuntan publik yang dibatalkan pekerjaannya
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak
    mendapatkan pembayaran jasa sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 101 ayat (3).

(3) KPU menetapkan kantor akuntan publik pengganti untuk
    melanjutkan pelaksanaan audit atas laporan dana Kampanye
    Pasangan Calon yang bersangkutan.

                                                   Pasal 103 . . .
                      - 49 -
                           Pasal 103

(1) Pasangan Calon dilarang menerima sumbangan pihak lain
    yang berasal dari:
    a. pihak asing;
    b. penyumbang yang tidak benar atau tidak             jelas
       identitasnya;
    c. hasil tindak pidana dan bertujuan menyembunyikan atau
       menyamarkan hasil tindak pidana;
    d. Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara,
       dan badan usaha milik daerah; atau
    e. pemerintah desa atau sebutan lain dan badan usaha milik
       desa.
(2) Pelaksana    Kampanye     yang     menerima     sumbangan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan
    menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada
    KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut ke kas negara
    paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye
    berakhir.

(3) Pelaksana Kampanye yang tidak memenuhi ketentuan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
    sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(4) Setiap orang yang menggunakan anggaran Pemerintah,
    pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan
    usaha milik daerah (BUMD), pemerintah desa atau sebutan
    lain dan badan usaha milik desa untuk disumbangkan atau
    diberikan kepada pelaksana Kampanye dikenai sanksi
    sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.


                         BAB VIII
             PERLENGKAPAN PENYELENGGARAAN
           PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

                           Pasal 104
(1) KPU    bertanggung     jawab  dalam   merencanakan      dan
    menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan            dan
    pendistribusian perlengkapan pemungutan suara.

(2) Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU provinsi, dan
    sekretaris KPU kabupaten/kota bertanggung jawab dalam
    pelaksanaan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan
    pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


                                                   Pasal 105 . . .
                        - 50 -
                             Pasal 105

(1) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
    a. kotak suara;
    b. surat suara;
    c.   tinta;
    d. bilik pemungutan suara;
    e. segel;
    f.   alat untuk memberi tanda pilihan; dan
    g.   TPS.

(2) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan,
    kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara
    dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan
    lainnya.

(3) Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan
    pemungutan suara ditetapkan dengan peraturan KPU.

(4) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
    huruf e dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal KPU dengan
    berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf d, dan huruf f, serta
    ayat (2), Sekretaris Jenderal KPU dapat melimpahkan
    kewenangannya kepada sekretaris KPU provinsi.

(6) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan oleh KPPS
    bekerja sama dengan masyarakat.

(7) Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,
    dan ayat (2) harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 (satu)
    hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara.

(8) Pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dilakukan
    oleh Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU provinsi, dan
    sekretariat KPU kabupaten/kota.


                                                   (9) Dalam . . .
                      - 51 -
(9) Dalam pendistribusian dan pengamanan perlengkapan
    pemungutan suara, KPU dapat bekerja sama dengan
    Pemerintah, pemerintah daerah, Tentara Nasional Indonesia,
    dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

                           Pasal 106

(1) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1)
    huruf b untuk memuat foto, nama, dan nomor urut Pasangan
    Calon.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat suara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan KPU.


                           Pasal 107

Jenis, bentuk, ukuran, warna, dan spesifikasi teknis lain surat
suara ditetapkan dalam peraturan KPU.


                           Pasal 108

(1) Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri dengan
    mengutamakan kapasitas cetak yang sesuai dengan
    kebutuhan surat suara dan hasil cetak yang berkualitas baik.

(2) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih
    tetap ditambah dengan 2% (dua persen) dari jumlah Pemilih
    tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan keputusan
    KPU.

(3) Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), KPU menetapkan besarnya jumlah
    surat suara untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang.

(4) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    ditetapkan oleh KPU untuk setiap kabupaten/kota sebanyak
    1.000 (seribu) surat suara pemungutan suara ulang yang
    diberi tanda khusus.


                           Pasal 109

(1) Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat
    suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU dan harus
    menjaga kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.


                                                    (2) KPU . . .
                     - 52 -
(2) KPU meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia
    untuk mengamankan surat suara selama proses pencetakan
    berlangsung, penyimpanan, dan pendistribusian ke tempat
    tujuan.

(3) KPU memverifikasi jumlah surat suara yang telah dicetak,
    jumlah yang sudah dikirim dan/atau jumlah yang masih
    tersimpan dengan membuat berita acara yang ditandatangani
    oleh pihak percetakan dan petugas KPU.

(4) KPU mengawasi dan mengamankan desain, film separasi, dan
    plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara,
    sebelum dan sesudah digunakan serta menyegel dan
    menyimpannya.

(5) Tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap pencetakan,
    penghitungan,      penyimpanan,    pengepakan,      dan
    pendistribusian surat suara ke tempat tujuan ditetapkan
    dengan peraturan KPU.


                          Pasal 110

Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU, KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota serta Sekretariat Jenderal
KPU,    sekretariat KPU    provinsi, dan sekretariat   KPU
kabupaten/kota mengenai pengadaan dan pendistribusian
perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 104 dilaksanakan oleh Bawaslu dan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia.


                         BAB IX
                    PEMUNGUTAN SUARA

                          Pasal 111

(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS
    meliputi:

   a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS
      yang bersangkutan; dan
   b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.

(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
    menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain/TPSLN
    dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk
    memberikan suara di TPS lain/TPSLN.

                                                  (3) Dalam . . .
                      - 53 -


(3) Dalam hal pada suatu TPS terdapat Pemilih sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf b, KPPS pada TPS tersebut
    mencatat dan melaporkan kepada KPU kabupaten/kota
    melalui PPK.

                           Pasal 112

Pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dilaksanakan paling lama 3 (tiga) bulan setelah pengumuman
hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota.


                           Pasal 113

(1) Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan ratus)
    orang.

(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
    lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh
    penyandang cacat, tidak menggabungkan desa, dan
    memperhatikan aspek geografis serta menjamin setiap Pemilih
    dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan
    rahasia.

(3) Jumlah, lokasi, bentuk dan tata letak TPS diatur dalam
    peraturan KPU.

(4) Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih
    yang tercantum di dalam Daftar Pemilih Tetap dan Daftar
    Pemilih Tambahan ditambah dengan 2% (dua persen) dari
    Daftar Pemilih Tetap sebagai cadangan.

(5) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (4) dibuatkan berita acara.

(6) Format berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
    ditetapkan dengan peraturan KPU.


                           Pasal 114

(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh KPPS.

(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.


                                             (3) Pelaksanaan . . .
                      - 54 -
(3) Pelaksanaan pemungutan     suara   disaksikan   oleh   saksi
    Pasangan Calon.

(4) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di
    setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang
    ditetapkan oleh PPS.

(5) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Pengawas
    Pemilu Lapangan.

(6) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau
    Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah diakreditasi
    oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

(7) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
    menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan Calon/tim
    Kampanye.

                           Pasal 115

(1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan
    kegiatan yang meliputi:
   a. penyiapan TPS;
   b. pengumuman dengan menempelkan Daftar Pemilih Tetap,
      Daftar Pemilih Tambahan, serta nama dan foto Pasangan
      Calon di TPS; dan
   c. penyerahan salinan Daftar Pemilih Tetap dan Daftar
      Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas
      Pemilu Lapangan.

(2) Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara, KPPS
    melakukan kegiatan yang meliputi:
    a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
    b. rapat pemungutan suara;
    c. pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan petugas
        ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;
    d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan
        suara; dan
    e. pelaksanaan pemberian suara.

                           Pasal 116

(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
   a. membuka kotak suara;
   b. mengeluarkan seluruh isi kotak suara;


                                         c. mengidentifikasi . . .
                        - 55 -
    c.   mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
    d. menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
    e.   memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
    f.   menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh
         Pemilih.

(2) Saksi Pasangan Calon, pengawas Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden, pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan
    warga masyarakat berhak menghadiri kegiatan KPPS
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketua KPPS wajib membuat dan menandatangani berita acara
    kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita
    acara tersebut ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang
    anggota KPPS dan saksi Pasangan Calon yang hadir.


                             Pasal 117

(1) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh
    KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran Pemilih.

(2) Apabila Pemilih menerima surat suara yang ternyata rusak,
    Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS
    dan KPPS wajib memberikan surat suara pengganti hanya
    1 (satu) kali dan mencatat surat suara yang rusak dalam
    berita acara.

(3) Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara, Pemilih
    dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS
    hanya memberikan surat suara pengganti 1 (satu) kali.


                             Pasal 118

(1) Pemberian suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    dilakukan dengan memberikan tanda satu kali pada surat
    suara.

(2) Memberikan tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan Pemilih,
    akurasi dalam penghitungan suara, dan efisien dalam
    penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara memberikan tanda
    diatur dengan peraturan KPU.

                                                     Pasal 119 . . .
                      - 56 -
                           Pasal 119
(1) Pada saat memberikan suaranya di TPS, Pemilih tunanetra,
    tunadaksa, dan/atau yang mempunyai halangan fisik lain
    dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan Pemilih.

(2) Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan
    pilihan Pemilih.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada
    Pemilih diatur dengan peraturan KPU.

                           Pasal 120

(1) Pemungutan suara bagi Warga Negara Indonesia yang berada
    di luar negeri dilaksanakan di setiap Perwakilan Republik
    Indonesia dan dilakukan pada waktu yang sama atau waktu
    yang disesuaikan dengan waktu pemungutan suara di
    Indonesia.

(2) Dalam hal Pemilih tidak dapat memberikan suara di TPSLN
    yang telah ditentukan, Pemilih dapat memberikan suara
    melalui pos yang disampaikan kepada PPLN di Perwakilan
    Republik Indonesia setempat.


                           Pasal 121

(1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPSLN
    meliputi:
   a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada
      TPSLN yang bersangkutan; dan
   b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.

(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
    menggunakan haknya untuk memilih di TPSLN lain/TPS
    dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPLN untuk
    memberikan suara di TPSLN lain/TPS.

(3) KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat dan
    melaporkan kepada PPLN.


                           Pasal 122

Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri yang tidak
terdaftar sebagai Pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk
memilih.

                                               Pasal 123 . . .
                      - 57 -



                           Pasal 123

(1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPSLN dipimpin oleh
    KPPSLN.

(2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.

(3) Pelaksanaan pemungutan      suara   disaksikan    oleh    saksi
    Pasangan Calon.

(4) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Pengawas
    Pemilu Luar Negeri.

(5) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau
    Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah diakreditasi
    oleh KPU.

(6) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
    menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan Calon/tim
    Kampanye.


                           Pasal 124

(1) Dalam rangka persiapan pemungutan            suara,   KPPSLN
    melakukan kegiatan yang meliputi:
   a. penyiapan TPSLN;
   b. pengumuman dengan menempelkan Daftar Pemilih Tetap,
      Daftar Pemilih Tambahan, dan nama dan foto Pasangan
      Calon di TPSLN; dan
   c. penyerahan salinan Daftar Pemilih Tetap dan Daftar
      Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas
      Pemilu Luar Negeri.

(2) Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara, KPPSLN
    melakukan kegiatan yang meliputi:
   a. pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
   b. rapat pemungutan suara;
   c.   pengucapan sumpah atau janji anggota KPPSLN dan
        petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPSLN;


                                                 d. penjelasan . . .
                      - 58 -
   d. penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan
      suara; dan
   e.   pelaksanaan pemberian suara.


                           Pasal 125

(1) Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau catatan
    lain pada surat suara.

(2) Surat suara yang terdapat tulisan dan/atau catatan lain
    dinyatakan tidak sah.


                           Pasal 126

(1) Pemilih yang telah memberikan suara, diberi tanda khusus
    oleh KPPS/KPPSLN.

(2) Tanda khusus sebagaimana dimaksud          pada   ayat   (1)
    ditetapkan dalam peraturan KPU.


                           Pasal 127

(1) KPPS/KPPSLN dilarang mengadakan       penghitungan    suara
    sebelum pemungutan suara berakhir.

(2) Ketentuan mengenai waktu berakhirnya pemungutan suara
    ditetapkan dalam peraturan KPU.


                           Pasal 128

(1) KPPS/KPPSLN    bertanggung      jawab   atas   pelaksanaan
    pemungutan suara secara tertib dan lancar.

(2) Pemilih melakukan pemberian suara dengan tertib dan
    bertanggung jawab.

(3) Saksi melakukan tugasnya dengan tertib dan bertanggung
    jawab.

(4) Petugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan wajib
    menjaga ketertiban, ketenteraman dan keamanan di
    lingkungan TPS/TPSLN.

                                               (5) Pengawas . . .
                      - 59 -
(5) Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri
    wajib melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan
    suara dengan tertib dan bertanggung jawab.


                           Pasal 129

(1) Warga masyarakat yang tidak memiliki hak pilih atau yang
    tidak sedang melaksanakan pemberian suara dilarang berada
    di dalam TPS/TPSLN.

(2) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang berada
    di dalam TPS/TPSLN.

(3) Warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) memelihara ketertiban dan kelancaran
    pelaksanaan pemungutan suara.


                           Pasal 130

(1) Dalam hal terjadi penyimpangan pelaksanaan pemungutan
    suara     oleh      KPPS/KPPSLN,      Pengawas    Pemilu
    Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri memberikan saran
    perbaikan disaksikan oleh saksi yang hadir dan petugas
    ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS/TPSLN.

(2) KPPS/KPPSLN seketika itu juga menindaklanjuti saran
    perbaikan yang disampaikan oleh pengawas Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


                           Pasal 131

(1) Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban, dan
    keamanan pelaksanaan pemungutan suara oleh anggota
    masyarakat dan/atau oleh pemantau Pemilu Presiden dan
    Wakil Presiden, petugas ketenteraman, ketertiban, dan
    keamanan melakukan penanganan secara memadai.

(2) Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden tidak mematuhi penanganan oleh
    petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan, yang
    bersangkutan diserahkan kepada petugas Kepolisian Negara
    Republik Indonesia.

                                                     BAB X . . .
                      - 60 -
                          BAB X
                   PENGHITUNGAN SUARA

                       Bagian Kesatu
              Penghitungan Suara di TPS/TPSLN

                           Pasal 132

(1) Penghitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan setelah
    waktu pemungutan suara berakhir.

(2) Penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    hanya   dilakukan   dan    selesai di  TPS/TPSLN yang
    bersangkutan pada hari/tanggal pemungutan suara.


                           Pasal 133

(1) KPPS melakukan penghitungan suara Pasangan Calon di
    dalam TPS.

(2) KPPSLN melakukan penghitungan suara Pasangan Calon di
    dalam TPSLN.

(3) Saksi menyaksikan dan mencatat pelaksanaan penghitungan
    suara Pasangan Calon di dalam TPS/TPSLN.

(4) Pengawas   Pemilu    Lapangan    mengawasi    pelaksanaan
    penghitungan suara Pasangan Calon di dalam TPS.

(5) Pengawas Pemilu Luar Negeri mengawasi pelaksanaan
    penghitungan suara Pasangan Calon di dalam TPSLN.

(6) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden memantau
    pelaksanaan penghitungan suara Pasangan Calon di luar TPS.

(7) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden memantau
    pelaksanaan penghitungan suara Pasangan Calon di luar
    TPSLN.

(8) Warga masyarakat menyaksikan pelaksanaan penghitungan
    suara Pasangan Calon di luar TPS.

(9) Warga masyarakat menyaksikan pelaksanaan penghitungan
    suara Pasangan Calon di luar TPSLN.


                                                Pasal 134 . . .
                      - 61 -
                           Pasal 134

(1) Sebelum melaksanakan penghitungan suara, KPPS/KPPSLN
    menghitung:
   a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan
      salinan Daftar Pemilih Tetap;
   b. jumlah Pemilih yang berasal dari TPS/TPSLN lain;
   c. jumlah surat suara yang tidak terpakai;
   d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena
      rusak atau salah dalam cara memberikan suara; dan
   e. sisa surat suara cadangan.

(2) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) huruf e dibuatkan berita acara yang
    ditandatangani oleh ketua KPPS/KPPSLN dan oleh paling
    sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS/KPPSLN yang hadir.


                           Pasal 135

(1) Suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan
    sah apabila:
   a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
   b. pemberian tanda satu kali pada nomor urut, atau foto,
      atau nama salah satu Pasangan Calon dalam surat suara.

(2) Ketentuan    mengenai pedoman    teknis   pelaksanaan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
    dengan peraturan KPU.


                           Pasal 136

(1) Ketua KPPS/KPPSLN melakukan penghitungan suara dengan
    suara yang jelas dan terdengar dengan memperlihatkan surat
    suara yang dihitung.

(2) Penghitungan suara dilakukan secara terbuka dan di tempat
    yang terang atau yang mendapat penerangan cahaya cukup.

(3) Penghitungan suara dicatat pada lembar/papan/layar
    penghitungan dengan tulisan yang jelas dan terbaca.


                                                  (4) Format . . .
                       - 62 -
(4) Format penulisan penghitungan suara sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) ditetapkan dalam peraturan KPU.


                            Pasal 137

(1) Pasangan Calon, saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu
    Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri dan masyarakat
    dapat   menyampaikan    laporan   atas   dugaan  adanya
    pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
    pelaksanaan penghitungan suara kepada KPPS/KPPSLN.

(2) Pasangan Calon dan warga masyarakat melalui saksi
    Pasangan Calon atau Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas
    Pemilu Luar Negeri yang hadir dapat mengajukan keberatan
    terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS/KPPSLN
    apabila ternyata terdapat hal yang tidak sesuai dengan
    peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal keberatan yang diajukan melalui saksi Pasangan
    Calon atau Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar
    Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterima,
    KPPS/KPPSLN seketika itu juga mengadakan pembetulan.


                            Pasal 138

(1) Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke dalam
    berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke
    dalam sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan
    Wakil Presiden dengan menggunakan format yang ditetapkan
    dalam peraturan KPU.

(2) Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta
    sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota
    KPPS/KPPSLN dan saksi Pasangan Calon yang hadir.

(3) Dalam hal terdapat anggota KPPS/KPPSLN dan saksi
    Pasangan Calon yang hadir tidak bersedia menandatangani
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara
    pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil
    penghitungan    suara    ditandatangani  oleh   anggota
    KPPS/KPPSLN dan saksi Pasangan Calon yang hadir yang
    bersedia menandatangani.

                                                   Pasal 139 . . .
                      - 63 -
                           Pasal 139

(1) KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara di
    TPS/TPSLN.

(2) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara
    pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil
    penghitungan suara kepada saksi Pasangan Calon, Pengawas
    Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS pada hari yang
    sama.

(3) KPPSLN wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara
    pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil
    penghitungan suara kepada saksi Pasangan Calon, Pengawas
    Pemilu Luar Negeri dan PPLN pada hari yang sama.

(4) KPPS/KPPSLN wajib menyegel, menjaga, dan mengamankan
    keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara.

(5) KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara tersegel yang
    berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, serta
    sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS
    atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama.

(6) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara,
    berita acara pemungutan dan penghitungan suara, serta
    sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK sebagaimana
    dimaksud pada ayat (5) wajib diawasi oleh Pengawas Pemilu
    Lapangan dan Panwaslu kecamatan serta wajib dilaporkan
    kepada Panwaslu kabupaten/kota.


                           Pasal 140

PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan
suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan
salinan tersebut di tempat umum.


                        Bagian Kedua
        Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kecamatan

                           Pasal 141

(1) PPK membuat berita acara penerimaan hasil penghitungan
    suara Pasangan Calon dari TPS melalui PPS.

                                                   (2) PPK . . .
                      - 64 -




(2) PPK melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
    suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan Panwaslu
    kecamatan.

(3) Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan membuka
    kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi
    berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil
    penghitungan suara, kemudian kotak ditutup dan disegel
    kembali.

(4) PPK membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon dan membuat sertifikat
    rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.

(5) PPK     mengumumkan      hasil rekapitulasi  penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) di tempat umum.

(6) PPK    menyerahkan     berita  acara   rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dan sertifikat
    rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut
    kepada saksi Pasangan Calon, Panwaslu kecamatan, dan KPU
    kabupaten/kota.


                           Pasal 142

(1) Panwaslu kecamatan wajib menyampaikan laporan atas
    dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau
    kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon kepada PPK.

(2) Saksi Pasangan Calon dapat menyampaikan laporan dugaan
    adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan
    dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
    suara Pasangan Calon kepada PPK.

(3) PPK wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan
    rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan
    Calon.

                                                  Pasal 143 . . .
                       - 65 -


                            Pasal 143

(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK
    dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan
    menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU.

(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditandatangani oleh seluruh anggota PPK dan saksi Pasangan
    Calon yang hadir.

(3) Dalam hal terdapat anggota PPK dan saksi Pasangan Calon
    yang    hadir,   tetapi  tidak  bersedia    menandatangani
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon
    ditandatangani oleh anggota PPK dan saksi Pasangan Calon
    yang hadir yang bersedia menandatangani.


                            Pasal 144

PPK wajib menyerahkan kepada KPU kabupaten/kota surat suara
Pasangan Calon dari TPS dalam kotak suara tersegel serta berita
acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Pasangan Calon di tingkat PPK yang dilampiri berita acara
pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari
TPS.


                            Pasal 145

(1) PPLN melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
    suara Pasangan Calon dari seluruh KPPSLN di wilayah
    kerjanya serta melakukan penghitungan perolehan suara yang
    diterima melalui pos dengan disaksikan oleh saksi Pasangan
    Calon yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.

(2) PPLN wajib membuat dan menyerahkan berita acara
    rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat
    rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dari seluruh
    KPPSLN di wilayah kerjanya kepada KPU.

                                                Bagian Ketiga . . .
                       - 66 -



                         Bagian Ketiga
      Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kabupaten/Kota

                            Pasal 146

(1) KPU kabupaten/kota membuat berita acara penerimaan
    rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan
    Calon dari PPK.

(2) KPU    kabupaten/kota    melakukan    rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi
    Pasangan Calon dan Panwaslu kabupaten/kota.

(3) KPU kabupaten/kota membuat berita acara rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.

(4) KPU kabupaten/kota mengumumkan rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3).

(5) KPU    kabupaten/kota    menetapkan    rekapitulasi      hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.

(6) KPU kabupaten/kota menyerahkan berita acara rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada
    saksi Pasangan Calon, Panwaslu kabupaten/kota, dan KPU
    provinsi.

                            Pasal 147

(1) Panwaslu kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan atas
    dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau
    kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan
    perolehan    suara    Pasangan    Calon     kepada     KPU
    kabupaten/kota.

(2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya
    pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
    pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon kepada KPU kabupaten/kota.


                                                     (3) KPU . . .
                       - 67 -
(3) KPU kabupaten/kota wajib langsung menindaklanjuti laporan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari
    pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon.

                            Pasal 148

(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU
    kabupaten/kota dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan
    menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU.

(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditandatangani oleh seluruh anggota KPU kabupaten/kota dan
    saksi Pasangan Calon yang hadir.

(3) Dalam hal terdapat anggota KPU kabupaten/kota dan saksi
    Pasangan     Calon    yang   hadir   tetapi  tidak   bersedia
    menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita
    acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
    sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan     Calon    ditandatangani    oleh   anggota   KPU
    kabupaten/kota dan saksi Pasangan Calon yang hadir yang
    bersedia menandatangani.


                            Pasal 149

KPU kabupaten/kota menyimpan, menjaga, dan mengamankan
keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.


                        Bagian Keempat
          Rekapitulasi Penghitungan Suara di Provinsi

                            Pasal 150

(1) KPU provinsi membuat berita acara penerimaan rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dari KPU
    kabupaten/kota.


                                                      (2) KPU . . .
                       - 68 -
(2) KPU provinsi melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan
    Panwaslu provinsi.

(3) KPU provinsi membuat berita acara rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.

(4) KPU provinsi mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3).

(5) KPU provinsi menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon.

(6) KPU provinsi menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada saksi
    Pasangan Calon, Panwaslu provinsi, dan KPU.


                            Pasal 151

(1) Panwaslu provinsi wajib menyampaikan laporan atas dugaan
    adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan
    dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
    suara Pasangan Calon kepada KPU provinsi.

(2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya
    pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
    pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon kepada KPU provinsi.

(3) KPU provinsi wajib langsung menindaklanjuti laporan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari
    pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon.

                            Pasal 152

(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU
    provinsi dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan
    menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU.

                                                     (2) Berita . . .
                       - 69 -


(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditandatangani oleh seluruh anggota KPU provinsi dan saksi
    Pasangan Calon yang hadir.

(3) Dalam hal terdapat anggota KPU provinsi dan saksi Pasangan
    Calon yang hadir tetapi tidak bersedia menandatangani
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi
    hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon
    ditandatangani oleh anggota KPU provinsi dan saksi Pasangan
    Calon yang hadir yang bersedia menandatangani.


                         Bagian Kelima
        Rekapitulasi Penghitungan Suara Secara Nasional

                            Pasal 153

(1) KPU membuat berita acara penerimaan rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dari KPU
    provinsi.

(2) KPU melakukan rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan
    Bawaslu.

(3) KPU membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan
    perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon.

(4) KPU     mengumumkan     rekapitulasi  hasil  penghitungan
    perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3).

(5) KPU menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
    suara Pasangan Calon.

(6) KPU    menyerahkan     berita  acara     rekapitulasi    hasil
    penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada saksi
    Pasangan Calon dan Bawaslu.

                                                   Pasal 154 . . .
                       - 70 -
                            Pasal 154

(1) Bawaslu wajib menyampaikan laporan atas dugaan adanya
    pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
    pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon kepada KPU.

(2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya
    pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
    pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon kepada KPU.

(3) KPU wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan
    rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pasangan Calon.


                            Pasal 155

(1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU
    dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan
    menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU.

(2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditandatangani oleh seluruh anggota KPU dan saksi Pasangan
    Calon yang hadir.

(3) Dalam hal terdapat anggota KPU dan saksi Pasangan Calon
    yang hadir tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil
    penghitungan perolehan suara Pasangan Calon ditandatangani
    oleh anggota KPU dan saksi Pasangan Calon yang hadir yang
    bersedia menandatangani.


                            Pasal 156

Saksi Pasangan Calon dalam rekapitulasi suara Pasangan Calon
di PPK, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, dan KPU harus
menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan Calon/tim
Kampanye.

                                             Bagian Keenam . . .
                       - 71 -
                        Bagian Keenam
     Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan
          Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara

                            Pasal 157

(1) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
    Panwaslu      kecamatan,     dan      Pengawas       Pemilu
    Lapangan/Pengawas     Pemilu   Luar    Negeri   melakukan
    pengawasan atas rekapitulasi penghitungan perolehan suara
    yang   dilaksanakan   oleh   KPU,   KPU    provinsi,   KPU
    kabupaten/kota, PPK, dan PPS/PPLN.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
    terhadap kemungkinan adanya pelanggaran, penyimpangan,
    dan/atau kesalahan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU
    kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan KPPS/KPPSLN dalam
    melakukan rekapitulasi penghitungan perolehan suara.

(3) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya
    pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam
    rekapitulasi penghitungan perolehan suara, Bawaslu,
    Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu
    kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu
    Luar Negeri melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan,
    dan/atau kesalahan kepada Kepolisian Negara Republik
    Indonesia.

(4) Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
    PPS/PPLN, dan KPPS/KPPSLN yang melakukan pelanggaran,
    penyimpangan, dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum
    sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.


                       BAB XI
 PENETAPAN HASIL PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

                            Pasal 158

(1) KPU menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan
    mengumumkan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh Pasangan Calon
    dan Bawaslu.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
    paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hari pemungutan suara.

                                                     BAB XII . . .
                      - 72 -
                        BAB XII
               PENETAPAN PASANGAN CALON
          PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERPILIH

                           Pasal 159

(1) Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang
    memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari
    jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap
    provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah
    provinsi di Indonesia.

(2) Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang
    memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih
    kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden.

(3) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang
    sama diperoleh oleh 2 (dua ) Pasangan Calon, kedua
    Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara
    langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(4) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang
    sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih,
    penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan
    berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih
    luas secara berjenjang.

(5) Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah
    yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) Pasangan Calon,
    penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah
    perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.


                           Pasal 160

(1) Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 159 ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan dituangkan
    dalam berita acara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat               (1)
    disampaikan pada hari yang sama oleh KPU kepada:
    a. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
    b. Dewan Perwakilan Rakyat;

                                                   c. Dewan . . .
                       - 73 -
    c.   Dewan Perwakilan Daerah;
    d. Mahkamah Agung;
    e.   Mahkamah Konstitusi;
    f. Presiden;
    g. Partai Politik atau Gabungan Partai           Politik   yang
       mengusulkan Pasangan Calon; dan
    h. Presiden dan Wakil Presiden terpilih.


                            BAB XIII
                          PELANTIKAN

                            Pasal 161

(1) Pasangan Calon terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil
    Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2) Dalam hal calon Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap
    sebelum pelantikan, calon Presiden terpilih dilantik menjadi
    Presiden.

(3) Dalam hal calon Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum
    pelantikan, calon Wakil Presiden yang terpilih dilantik menjadi
    Presiden.

                            Pasal 162

(1) Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut
    agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
    sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat bertepatan
    dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil
    Presiden.

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dapat bersidang
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden dan Wakil
    Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji
    dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna
    Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Jika Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat bersidang
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden dan Wakil
    Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji
    dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis
    Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan
    Mahkamah Agung.

                                               (4) Pengucapan . . .
                       - 74 -


(4) Pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) dan ayat (3) merupakan pelantikan Presiden dan Wakil
    Presiden terpilih.

                            Pasal 163

Sumpah/janji Presiden/Wakil Presiden sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-
Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden):
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik
Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-
undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa."


                      BAB XIV
             PEMUNGUTAN SUARA ULANG,
  PENGHITUNGAN SUARA ULANG, DAN REKAPITULASI HASIL
              PENGHITUNGAN SUARA ULANG

                        Bagian Kesatu
                     Pemungutan Suara Ulang

                            Pasal 164

Pemungutan suara di TPS wajib diulang seketika itu juga apabila
dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas Pemilu Lapangan
terbukti terdapat keadaan sebagai berikut:
a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan
   penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang
   ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
b. petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus,
   menandatangani, atau menuliskan nama atau alamatnya pada
   surat suara yang sudah digunakan; dan/atau

                                                  c. petugas . . .
                      - 75 -
c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah
   digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi
   tidak sah.

                           Pasal 165

(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi
    bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil
    pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan
    suara tidak dapat dilakukan.

(2) Pemungutan suara ulang yang disebabkan terjadi bencana
    alam dan/atau kerusuhan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) diusulkan oleh KPPS setelah bermusyawarah dengan
    Pengawas Pemilu Lapangan dan para saksi yang hadir dengan
    menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya
    pemungutan suara ulang.

(3) Usul KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diteruskan
    kepada PPK untuk selanjutnya diajukan kepada KPU
    kabupaten/kota untuk pengambilan keputusan diadakannya
    pemungutan suara ulang.

(4) Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan paling lama
    10 (sepuluh) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara
    berdasarkan keputusan PPK.


                        Bagian Kedua
                  Penghitungan Suara Ulang

                           Pasal 166

(1) Penghitungan suara ulang dapat dilakukan di TPS.

(2) Penghitungan suara di TPS diulang seketika itu juga apabila
    terjadi hal sebagai berikut:
   a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
   b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang
      terang atau yang kurang mendapat penerangan cahaya;
   c. penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang
      jelas;
   d. penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang
      jelas;

                                                       e. saksi . . .
                      - 76 -
   e.   saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
        warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses
        penghitungan suara secara jelas;
   f.   penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau waktu
        lain dari yang telah ditentukan; dan/atau
   g.   terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara
        yang sah dan surat suara yang tidak sah.


                           Pasal 167

(1) Penghitungan suara ulang dapat dilakukan di PPK.

(2) Penghitungan suara ulang di PPK dapat dilakukan dalam hal
    terdapat perbedaan jumlah suara pada sertifikat hasil
    penghitungan suara dari TPS dengan sertifikat hasil
    penghitungan suara yang diterima PPK melalui PPS.

(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), saksi Pasangan Calon tingkat kecamatan dan saksi
    Pasangan Calon di TPS, Panwaslu kecamatan, atau Pengawas
    Pemilu Lapangan dapat mengusulkan penghitungan suara
    ulang di PPK.

(4) Penghitungan suara ulang untuk TPS yang terdapat
    perbedaan jumlah suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    dilakukan dengan cara membuka kotak suara dan
    menghitung surat suara di PPK.


                         Bagian Ketiga
          Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Ulang

                           Pasal 168

(1) Rekapitulasi penghitungan suara ulang berupa rekapitulasi
    hasil penghitungan suara di PPK, KPU kabupaten/kota, dan
    KPU provinsi.

(2) Rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK, KPU
    kabupaten/kota, dan KPU provinsi dapat diulang apabila
    terjadi keadaan sebagai berikut:
   a.   rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara
        tertutup;

                                              b. rekapitulasi . . .
                       - 77 -
   b.   rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
        yang    kurang     terang  atau   kurang    mendapatkan
        penerangan cahaya;
   c.   rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan
        suara yang kurang jelas;
   d.   rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan
        tulisan yang kurang jelas;
   e.   saksi Pasangan Calon, pengawas Pemilu Presiden dan
        Wakil Presiden, dan warga masyarakat tidak dapat
        menyaksikan proses rekapitulasi hasil penghitungan
        suara secara jelas; dan/atau
   f.   rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat
        lain atau waktu lain dari yang telah ditentukan.

(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), saksi Pasangan Calon atau Panwaslu kecamatan,
    Panwaslu kabupaten/kota, dan Panwaslu provinsi dapat
    mengusulkan      untuk   dilaksanakan rekapitulasi hasil
    penghitungan suara di PPK, KPU kabupaten/kota, dan KPU
    provinsi yang bersangkutan.

(4) Rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK, KPU
    kabupaten/kota, dan KPU provinsi harus dilaksanakan dan
    selesai pada hari/tanggal pelaksanaan rekapitulasi.

(5) Rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang yang disebabkan
    kerusuhan     yang     mengakibatkan     rekapitulasi  hasil
    penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan dilaksanakan
    paling lama 5 (lima) hari setelah hari/tanggal pemungutan
    suara    berdasarkan      keputusan    PPK,     atau    KPU
    kabupaten/kota, atau KPU provinsi.


                            Pasal 169

(1) Dalam hal terjadi perbedaan jumlah suara pada sertifikat
    rekapitulasi hasil penghitungan suara dari PPK dengan
    sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
    yang diterima oleh KPU kabupaten/kota, atas usul saksi
    Pasangan Calon tingkat kabupaten/kota, saksi Pasangan
    Calon tingkat kecamatan, Panwaslu kabupaten/kota, atau
    Panwaslu kecamatan, KPU kabupaten/kota melakukan
    pembetulan data setelah melaksanakan pengecekan dan/atau
    rekapitulasi ulang data yang termuat pada sertifikat
    rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk PPK
    yang bersangkutan.

                                                  (2) Dalam . . .
                       - 78 -
(2) Dalam hal terjadi perbedaan data jumlah suara pada sertifikat
    rekapitulasi   hasil    penghitungan      suara    dari   KPU
    kabupaten/kota      dengan    sertifikat   rekapitulasi  hasil
    penghitungan suara yang diterima oleh KPU provinsi, atas
    usul saksi Pasangan Calon tingkat provinsi, saksi Pasangan
    Calon tingkat kabupaten/kota, Panwaslu provinsi, atau
    Panwaslu     kabupaten/kota,    KPU      provinsi   melakukan
    pembetulan data setelah melaksanakan pengecekan dan/atau
    rekapitulasi ulang data yang termuat pada sertifikat
    rekapitulasi   hasil   penghitungan      suara    untuk   KPU
    kabupaten/kota yang bersangkutan.

(3) Dalam hal terjadi perbedaan data jumlah suara pada sertifikat
    rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU provinsi
    dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang
    diterima oleh KPU, atas usul saksi Pasangan Calon tingkat
    pusat, saksi Pasangan Calon tingkat provinsi, Bawaslu, atau
    panitia   pengawas    Pemilu    provinsi,   KPU   melakukan
    pembetulan data setelah melaksanakan pengecekan dan/atau
    rekapitulasi ulang data yang termuat pada sertifikat
    rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk KPU provinsi
    yang bersangkutan.


                       BAB XV
   PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN LANJUTAN DAN
     PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SUSULAN

                            Pasal 170

(1) Dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan
    Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan,
    bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan
    sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden lanjutan.

(2) Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden lanjutan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahap
    penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
    terhenti.

                            Pasal 171

(1) Dalam hal di sebagian atau seluruh Wilayah Negara Kesatuan
    Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan,
    bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan

                                                      seluruh . . .
                       - 79 -
   seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
   Presiden tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu Presiden
   dan Wakil Presiden susulan.

(2) Pelaksanaan Pemilu susulan dilakukan        untuk   seluruh
    tahapan penyelengaraan Pemilu.


                            Pasal 172

(1) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden lanjutan dan Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden susulan dilaksanakan setelah ada
    penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden.

(2) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden dilakukan oleh:
    a. KPU kabupaten/kota atas usul PPK apabila penundaan
       pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi
       satu atau beberapa desa/kelurahan;
    b. KPU kabupaten/kota atas usul PPK apabila penundaan
       pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi
       satu atau beberapa kecamatan;
    c.   KPU provinsi atas usul KPU kabupaten/kota apabila
         penundaan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil
         Presiden meliputi satu atau beberapa kabupaten/kota;
         atau
    d. KPU atas usul KPU provinsi apabila penundaan
       pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi
       satu atau beberapa provinsi.

(3) Dalam hal Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat
    dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah provinsi
    atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar
    secara nasional tidak dapat menggunakan haknya untuk
    memilih, penetapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    lanjutan atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden susulan
    dilakukan oleh Presiden atas usul KPU.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu
    pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden lanjutan
    atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden susulan diatur
    dalam peraturan KPU.

                                                   BAB XVI . . .
                         - 80 -
                      BAB XVI
   PEMANTAUAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

                          Bagian Kesatu
            Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                              Pasal 173

(1) Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat
    dipantau oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(2) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    a. lembaga swadaya masyarakat pemantau Pemilu Presiden
       dan Wakil Presiden dalam negeri;
    b. badan hukum dalam negeri;
    c. lembaga pemantau pemilihan dari luar negeri;
    d. lembaga pemilihan luar negeri; dan
    e. perwakilan negara sahabat di Indonesia.


                           Bagian Kedua
                     Persyaratan dan Tata Cara
         Menjadi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                              Pasal 174

(1) Pemantau Pemilu Presiden         dan   Wakil   Presiden    harus
    memenuhi persyaratan:
    a. bersifat independen;
    b. mempunyai sumber dana yang jelas; dan
    c.    terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU, KPU
          provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan
          cakupan wilayah pemantauannya.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), pemantau dari luar negeri sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 173 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e harus
    memenuhi persyaratan khusus:
    a. mempunyai   kompetensi     dan    pengalaman    sebagai
       pemantau Pemilu di negara lain, yang dibuktikan dengan
       surat pernyataan dari organisasi pemantau yang


                                                   bersangkutan . . .
                        - 81 -
         bersangkutan atau dari pemerintah negara lain tempat
         yang bersangkutan pernah melakukan pemantauan;
    b. memperoleh visa untuk menjadi pemantau Pemilu
       Presiden dan Wakil Presiden dari Perwakilan Republik
       Indonesia di Luar Negeri; dan
    c.   memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang diatur
         dalam peraturan perundang-undangan.


                             Pasal 175

(1) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) mengajukan permohonan
    untuk melakukan pemantauan Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden dengan mengisi formulir pendaftaran yang disediakan
    oleh KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota.

(2) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) mengembalikan formulir pendaftaran
    kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota dengan
    menyerahkan kelengkapan administrasi yang meliputi:
   a.    profil organisasi/lembaga;
   b.    nama dan jumlah anggota pemantau;
   c.    alokasi anggota pemantau yang akan ditempatkan ke
         daerah;
   d.    rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah
         yang akan dipantau; dan
   e.    nama, alamat, dan pekerjaan penanggung            jawab
         pemantau yang dilampiri pas foto diri terbaru.

(3) KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota meneliti
    kelengkapan administrasi pemantau Pemilu Presiden dan
    Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
    memenuhi persyaratan diberi tanda terdaftar sebagai
    pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta
    mendapatkan sertifikat akreditasi.

(5) Dalam hal pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    tidak memenuhi kelengkapan administrasi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), pemantau Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden yang bersangkutan dilarang melakukan pemantauan
    Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

                                                  (6) Khusus . . .
                      - 82 -


(6) Khusus pemantau yang berasal dari perwakilan negara
    sahabat di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173
    ayat (2) huruf e, yang bersangkutan harus mendapatkan
    rekomendasi Menteri Luar Negeri.

(7) Tata cara akreditasi pemantau Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden diatur lebih lanjut dalam peraturan KPU.


                       Bagian Ketiga
  Wilayah Kerja Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                           Pasal 176

(1) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden melakukan
    pemantauan pada satu daerah pemantauan sesuai dengan
    rencana pemantauan yang telah diajukan kepada KPU, KPU
    provinsi, atau KPU kabupaten/kota.

(2) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
    melakukan pemantauan pada lebih dari satu provinsi harus
    mendapatkan persetujuan KPU dan wajib melapor ke KPU
    provinsi masing-masing.

(3) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
    melakukan pemantauan pada lebih dari satu kabupaten/kota
    pada satu provinsi harus mendapatkan persetujuan KPU
    provinsi dan wajib melapor ke KPU kabupaten/kota masing-
    masing.

(4) Persetujuan atas wilayah    kerja   pemantau    luar    negeri
    dikeluarkan oleh KPU.


                     Bagian Keempat
 Tanda Pengenal Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                           Pasal 177

(1) Tanda pengenal pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) huruf a dan
    huruf b dikeluarkan oleh KPU, KPU provinsi, atau KPU
    kabupaten/kota   sesuai  dengan     wilayah  kerja    yang
    bersangkutan.

                                                   (2) Tanda . . .
                       - 83 -



(2) Tanda pengenal pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) huruf c,
    huruf d, dan huruf e dikeluarkan oleh KPU.

(3) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
    atas:
   a. tanda pengenal pemantau asing biasa; dan
   b. tanda pengenal pemantau asing diplomat.

(4) Pada tanda pengenal pemantau Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
    dimuat informasi tentang:
   a. nama dan alamat pemantau Pemilu Presiden dan Wakil
      Presiden yang memberi tugas;
   b. nama anggota pemantau yang bersangkutan;
   c.   pas   foto  diri   terbaru      anggota    pemantau    yang
        bersangkutan;
   d. wilayah kerja pemantauan; dan
   e.   nomor dan tanggal akreditasi.

(5) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    digunakan dalam setiap kegiatan pemantauan Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden.

(6) Bentuk dan format tanda pengenal pemantau Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden diatur dalam peraturan KPU.


                       Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                            Pasal 178

(1) Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mempunyai
    hak:
   a. mendapat perlindungan          hukum   dan    keamanan   dari
      Pemerintah Indonesia;
   b. mengamati    dan   mengumpulkan      informasi   proses
      penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
   c.   memantau proses pemungutan dan penghitungan suara
        dari luar TPS;

                                              d. mendapatkan . . .
                       - 84 -
     d. mendapatkan akses informasi yang tersedia dari KPU,
        KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota; dan
     e.   menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan
          kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan
          pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(2) Pemantau asing yang berasal dari perwakilan negara asing
    yang berstatus diplomat berhak atas kekebalan diplomatik
    selama menjalankan tugas sebagai pemantau Pemilu Presiden
    dan Wakil Presiden.

                             Pasal 179

Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mempunyai
kewajiban:
a. mematuhi peraturan perundang-undangan dan menghormati
   kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mematuhi kode etik pemantau Pemilu Presiden dan Wakil
   Presiden yang diterbitkan oleh KPU;
c.   melaporkan diri, mengurus proses akreditasi dan tanda
     pengenal ke KPU, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota
     sesuai dengan wilayah kerja pemantauan;
d. menggunakan       tanda      pengenal   selama   menjalankan
   pemantauan;
e.   menanggung semua biaya pelaksanaan kegiatan pemantauan;
f.   melaporkan jumlah dan keberadaan personel pemantau
     Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta tenaga pendukung
     administratif kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU
     kabupaten/kota sesuai dengan wilayah pemantauan;
g.   menghormati kedudukan, tugas, dan wewenang penyelenggara
     Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
h. menghormati adat istiadat dan budaya setempat;
i. bersikap    netral  dan    objektif dalam    melaksanakan
   pemantauan;
j. menjamin akurasi data dan informasi hasil pemantauan yang
   dilakukan dengan mengklarifikasikan kepada KPU, KPU
   provinsi atau KPU kabupaten/kota; dan
k. melaporkan hasil akhir pemantauan pelaksanaan Pemilu
   Presiden dan Wakil Presiden kepada KPU, KPU provinsi, dan
   KPU kabupaten/kota.

                                              Bagian Keenam . . .
                        - 85 -
                         Bagian Keenam
     Larangan bagi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                             Pasal 180

Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang:
a. melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan
   Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
b. memengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk
   memilih;
c.   mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara
     Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
d. memihak kepada Pasangan Calon tertentu;
e.   menggunakan seragam, warna, atau atribut           lain   yang
     memberikan kesan mendukung Pasangan Calon;
f.   menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas
     apa pun dari atau kepada Pasangan Calon;
g.   mencampuri dengan cara apa pun         urusan politik      dan
     pemerintahan dalam negeri Indonesia;
h. membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan berbahaya
   lainnya selama melakukan tugas pemantauan;
i.   masuk ke dalam TPS; dan/atau
j.   melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan tujuan
     sebagai pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.


                          Bagian Ketujuh
      Sanksi bagi Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                            Pasal 181

Pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang melanggar
kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179
dan Pasal 180 dicabut status dan haknya sebagai pemantau
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.


                             Pasal 182

(1) Pelanggaran oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden atas kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 179 dan Pasal 180 dilaporkan kepada KPU
    kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti.

                                                   (2) Dalam . . .
                      - 86 -



(2) Dalam hal pelanggaran atas kewajiban dan larangan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 dan Pasal 180
    dilakukan oleh pemantau dalam negeri dan terbukti
    kebenarannya, KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota
    mencabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden.

(3) Dalam hal pelanggaran atas kewajiban dan larangan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 dan Pasal 180
    dilakukan oleh pemantau asing dan terbukti kebenarannya,
    KPU mencabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden.

(4) Pelanggaran atas kewajiban dan larangan yang bersifat tindak
    pidana dan/atau perdata yang dilakukan oleh pemantau
    Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang bersangkutan
    dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

                           Pasal 183

Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia
menindaklanjuti penetapan pencabutan status dan hak pemantau
asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (3) setelah
berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.


                       Bagian Kedelapan
                   Pelaksanaan Pemantauan

                           Pasal 184

Sebelum melaksanakan pemantauan, pemantau Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden melapor kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU
kabupaten/kota, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di
daerah.


                           Pasal 185

Petunjuk teknis pelaksanaan pemantauan diatur dalam peraturan
KPU dengan memperhatikan pertimbangan dari Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

                                                  BAB XVII . . .
                       - 87 -



                        BAB XVII
    PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN
          PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

                            Pasal 186

(1) Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden, dapat melibatkan partisipasi
    masyarakat.

(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi Pemilu Presiden dan
    Wakil Presiden, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau
    jajak pendapat tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
    dan penghitungan cepat hasil Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden, dengan ketentuan:
    a. tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau
       merugikan salah satu Pasangan Calon;
    b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan          tahapan
       Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
    c.   bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat
         secara luas; dan
    d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi
       penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
       aman, damai, tertib, dan lancar.


                            Pasal 187

(1) Partisipasi masyarakat dalam sosialisasi Pemilu Presiden dan
    Wakil Presiden dan pendidikan politik bagi Pemilih
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 ayat (2), dapat
    dilakukan kepada Pemilih pemula dan warga masyarakat
    lainnya melalui seminar, lokakarya, pelatihan, dan simulasi
    serta bentuk kegiatan lainnya.

(2) Pelaksana survei atau jajak pendapat dan pelaksana
    penghitungan cepat hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 ayat (2), melaporkan
    status badan hukum atau surat keterangan terdaftarnya,
    susunan kepengurusan, sumber dana, alat dan metodologi
    yang digunakan kepada KPU.

                                                   Pasal 188 . . .
                       - 88 -
                            Pasal 188

(1) Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden, pendidikan politik bagi Pemilih,
    survei atau jajak pendapat tentang Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden, dan penghitungan cepat hasil Pemilu Presiden dan
    Wakil Presiden wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh
    KPU.
(2) Hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh diumumkan
    dan/atau disebarluaskan pada masa tenang.

(3) Hasil penghitungan cepat dapat diumumkan dan/atau
    disebarluaskan paling cepat pada hari berikutnya dari
    hari/tanggal pemungutan suara.

(4) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat dalam mengumumkan
    dan/atau menyebarluaskan hasilnya sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) wajib memberitahukan bahwa hasil
    penghitungan cepat yang dilakukannya bukan merupakan
    hasil resmi penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(5) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
    merupakan tindak pidana Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden.

                            Pasal 189

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden diatur dalam peraturan KPU.


                       BAB XVIII
    PENYELESAIAN PELANGGARAN PEMILU PRESIDEN DAN
     WAKIL PRESIDEN DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
       HASIL PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

                         Bagian Kesatu
                    Penyelesaian Pelanggaran

                           Paragraf 1
                      Laporan Pelanggaran

                            Pasal 190

(1) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
    Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
    Pengawas Pemilu Luar Negeri menerima laporan pelanggaran


                                                       Pemilu . . .
                       - 89 -
   Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada setiap tahapan
   penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(2) Laporan sebagaimana         dimaksud   pada   ayat   (1)   dapat
    disampaikan oleh:

    a. Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih;
    b. pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; atau
    c.   Pasangan Calon/tim Kampanye.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
    secara tertulis kepada Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu
    kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu
    Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dengan paling
    sedikit memuat:
    a. nama dan alamat pelapor;
    b. pihak terlapor;
    c.   waktu dan tempat kejadian perkara; dan
    d. uraian kejadian.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
    paling lama 3 (tiga) hari sejak terjadinya pelanggaran Pemilu
    Presiden dan Wakil Presiden.

(5) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota,
    Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
    Pengawas Pemilu Luar Negeri mengkaji setiap laporan
    pelanggaran yang diterima.

(6) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    terbukti kebenarannya,      Bawaslu, Panwaslu provinsi,
    Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas
    Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri wajib
    menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah
    laporan diterima.

(7) Dalam     hal     Bawaslu,    Panwaslu  provinsi, Panwaslu
    kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu
    Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri memerlukan
    keterangan tambahan dari pelapor mengenai tindak lanjut
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama
    5 (lima) hari setelah laporan diterima.

                                                   (8) Laporan . . .
                       - 90 -
(8) Laporan pelanggaran administrasi Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden diteruskan kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU
    kabupaten/kota.

(9) Laporan pelanggaran pidana Pemilu Presiden dan Wakil
    Presiden diteruskan kepada penyidik Kepolisian Negara
    Republik Indonesia.

(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan
     pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam
     peraturan Bawaslu.

                            Paragraf 2
   Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                            Pasal 191

Pelanggaran administrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
adalah pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang ini yang
bukan merupakan ketentuan pidana Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalam
peraturan KPU.


                            Pasal 192

Pelanggaran administrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
diselesaikan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
berdasarkan laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan
Panwaslu kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya.

                            Pasal 193

KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota memeriksa dan
memutus pelanggaran administrasi Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya
laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu
kabupaten/kota.


                            Pasal 194

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian
pelanggaran administrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
diatur dalam peraturan KPU.

                                                  Paragraf 3 . . .
                      - 91 -


                          Paragraf 3
     Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

                           Pasal 195

Pelanggaran pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah
pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden yang diatur dalam Undang-Undang ini yang
penyelesaiannya    dilaksanakan  melalui pengadilan    dalam
lingkungan peradilan umum.


                           Pasal 196

(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan
    hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut
    umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak menerima
    laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu
    kabupaten/kota.

(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, dalam
    waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum
    mengembalikan berkas perkara kepada penyidik kepolisian
    disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk
    dilengkapi.

(3) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu
    paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan berkas
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah
    menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada
    penuntut umum.

(4) Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) kepada pengadilan negeri paling lama
    5 (lima) hari sejak menerima berkas perkara.


                           Pasal 197

(1) Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus
    perkara pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
    kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.


                                                 (2) Sidang . . .
                       - 92 -



(2) Sidang pemeriksaan perkara pidana Pemilu Presiden dan
    Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan oleh hakim khusus.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan
    peraturan Mahkamah Agung.


                            Pasal 198

(1) Pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan memutus
    perkara pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden paling
    lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.

(2) Dalam hal terhadap putusan pengadilan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diajukan banding, permohonan
    banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan
    dibacakan.

(3) Pengadilan negeri melimpahkan berkas perkara permohonan
    banding kepada pengadilan tinggi paling lama 3 (tiga) hari
    setelah permohonan banding diterima.

(4) Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 7 (tujuh)
    hari setelah permohonan banding diterima.

(5) Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak
    ada upaya hukum lain.


                            Pasal 199

(1) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198
    ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan kepada
    penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan
    dibacakan.

(2) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198
    harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan
    diterima oleh jaksa.

                                                    Pasal 200 . . .
                       - 93 -
                            Pasal 200

(1) Putusan pengadilan terhadap kasus pelanggaran pidana
    Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang menurut Undang-
    Undang ini dapat memengaruhi perolehan suara Pasangan
    Calon harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum
    KPU menetapkan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    secara nasional.

(2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib
    menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1).

(3) Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) harus sudah diterima KPU, KPU provinsi, atau KPU
    kabupaten/kota dan Pasangan Calon pada hari putusan
    pengadilan tersebut dibacakan.


                          Bagian Kedua
    Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil
                              Presiden

                            Pasal 201

(1) Terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
    dapat diajukan keberatan hanya oleh Pasangan Calon kepada
    Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari
    setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh
    KPU.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
    terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi
    penentuan terpilihnya Pasangan Calon atau penentuan untuk
    dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(3) Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul
    akibat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya
    permohonan keberatan oleh Mahkamah Konstitusi.

(4) KPU wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.

(5) Mahkamah     Konstitusi  menyampaikan         putusan      hasil
    penghitungan suara kepada:
   a. Majelis Permusyawaratan Rakyat;

                                                   b. Presiden . . .
                      - 94 -
   b. Presiden;
   c.   KPU;
   d. Pasangan Calon; dan
   e.   Partai Politik atau    Gabungan   Partai   Politik   yang
        mengajukan calon.


                         BAB XIX
                     KETENTUAN PIDANA

                           Pasal 202

Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain
kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).

                           Pasal 203

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang
tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang
suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00   (tiga  juta    rupiah)  dan    paling    banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

                           Pasal 204

Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada
padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalang-halangi
seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden menurut Undang-Undang ini, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                           Pasal 205

Setiap anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu
dalam melaksanakan verifikasi kebenaran dan kelengkapan


                                               administrasi . . .
                       - 95 -
administrasi Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

                            Pasal 206

Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS
yang dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau tidak
memperbaiki Daftar Pemilih Sementara setelah mendapat
masukan dari masyarakat dan Pasangan Calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).


                            Pasal 207

Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu,
Panwaslu    provinsi,    Panwaslu    kabupaten/kota,    Panwaslu
kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri dalam melakukan penyusunan dan pengumuman
Daftar Pemilih Sementara, perbaikan Daftar Pemilih Sementara,
penetapan Daftar Pemilih Tetap, yang merugikan Warga Negara
Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                            Pasal 208

Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai,
atau setiap orang yang dengan sengaja menggunakan surat atau
dokumen yang dipalsukan untuk menjadi Pasangan Calon,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh
enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).

                                                   Pasal 209 . . .
                      - 96 -
                           Pasal 209

Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS, dan PPLN yang dengan sengaja menambah atau mengurangi
daftar pemilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden setelah
ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah).


                           Pasal 210

Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS, dan PPLN yang dengan sengaja membuat keputusan
dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu calon atau Pasangan Calon dalam masa
Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                           Pasal 211

Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan
dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu calon atau Pasangan Calon dalam masa
Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                           Pasal 212

Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja
membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu calon atau Pasangan
Calon dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


                                                   Pasal 213 . . .
                       - 97 -
                            Pasal 213

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye di luar
jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU untuk masing-
masing Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) atau paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


                            Pasal 214

Setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan
pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, huruf g, atau
huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling
banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)


                            Pasal 215

Setiap pelaksana Kampanye yang dengan sengaja menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan
kepada peserta Kampanye secara langsung ataupun tidak
langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau
memilih Pasangan Calon tertentu, atau menggunakan haknya
untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya
tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf j,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).


                            Pasal 216

Setiap   pelaksana    Kampanye      yang   melanggar    larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).

                                                     Pasal 217 . . .
                       - 98 -
                            Pasal 217

Setiap Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung, hakim
konstitusi, hakim pada semua badan peradilan, Ketua, Wakil
Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi
Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia serta
pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda
paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).


                            Pasal 218

Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan
perangkat desa, dan anggota badan permusyaratan desa yang
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (3), dan ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling
banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


                            Pasal 219

Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, Sekretaris
Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU
provinsi, pegawai sekretariat KPU provinsi, sekretaris KPU
kabupaten/kota, dan pegawai sekretariat KPU kabupaten/kota
yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden dalam pelaksanaan Kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf a, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).


                            Pasal 220

Setiap orang yang memberi atau menerima dana Kampanye
melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 96 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara

                                                       paling . . .
                      - 99 -
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).


                           Pasal 221

(1) Pelaksana Kampanye yang menerima dan tidak mencatatkan
   dana Kampanye berupa uang dalam pembukuan khusus dana
   Kampanye dan/atau tidak menempatkannya pada rekening
   khusus dana Kampanye Pasangan Calon sebagaimana
   dimaksud dalam Pasal 97, dipidana dengan pidana penjara
   paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 48 (empat
   puluh delapan) bulan dan denda sebanyak tiga kali dari
   jumlah sumbangan yang diterima.

(2) Pelaksana Kampanye yang menerima dan tidak mencatatkan
   berupa barang atau jasa dalam pembukuan khusus dana
   Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, dipidana
   dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
   paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda
   sebanyak tiga kali dari jumlah sumbangan yang diterima.


                           Pasal 222

(1) Pasangan Calon yang menerima sumbangan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) dan tidak melaporkan
    kepada KPU dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara,
    dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
    bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan
    denda sebanyak tiga kali dari jumlah sumbangan yang
    diterima.

(2) Pelaksana Kampanye yang menggunakan dana dari
    sumbangan yang dilarang dan/atau tidak melaporkan
    dan/atau tidak menyetorkan ke kas negara sesuai batas
    waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    103 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
    6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
    dan denda sebanyak tiga kali dari jumlah sumbangan yang
    diterima.

                                                   Pasal 223 . . .
                      - 100 -
                           Pasal 223

Setiap orang yang melanggar larangan menggunakan anggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (4), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


                           Pasal 224

Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi,
atau mengganggu jalannya Kampanye, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).


                           Pasal 225

(1) Pelaksana      Kampanye       yang     karena    kelalaiannya
    mengakibatkan       terganggunya   tahapan    penyelenggaraan
    Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di tingkat desa/kelurahan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72, dipidana dengan
    pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
    12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00
    (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua
    belas juta rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana
    penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18
    (delapan   belas)   bulan   dan     denda    paling sedikit
    Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
    Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).


                           Pasal 226

Setiap pelaksana, peserta, atau petugas Kampanye yang terbukti
dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

                                                   Pasal 227 . . .
                       - 101 -



                            Pasal 227

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak
benar dalam laporan dana Kampanye sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 99 dan Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).


                            Pasal 228

Setiap orang yang mengumumkan dan/atau menyebarluaskan
hasil survei atau hasil jajak pendapat dalam masa tenang yang
dapat atau bertujuan memengaruhi Pemilih, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).

                            Pasal 229

Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara
yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).


                            Pasal 230

Setiap orang dan/atau perusahaan pencetak surat suara yang
dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang
ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua
puluh empat) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan)
bulan dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
                                                    Pasal 231 . . .
                      - 102 -
                           Pasal 231

Setiap orang dan/atau perusahaan pencetak surat suara yang
tidak menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan
paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan dan denda paling
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

                           Pasal 232

Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara
menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada
Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih
Pasangan Calon tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan
cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                           Pasal 233

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan
melakukan haknya untuk memilih atau melakukan kegiatan yang
menimbulkan      gangguan    ketertiban    dan    ketenteraman
pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).

                           Pasal 234
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau
menyebabkan Pasangan Calon tertentu mendapat tambahan
suara atau perolehan suara Pasangan Calon menjadi berkurang,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda
paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling
banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                                                   Pasal 235 . . .
                      - 103 -
                           Pasal 235

Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara
mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta
rupiah).

                           Pasal 236

Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara
memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau
lebih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).


                           Pasal 237

Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan
suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua
puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan
denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta
rupiah) dan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).

                           Pasal 238

Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan
kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya pada
pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan
tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas)
bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)
dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


                           Pasal 239

Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan
hasil pemungutan suara yang sudah disegel, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

                                                  Pasal 240 . . .
                      - 104 -
                           Pasal 240

Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak
memberikan surat suara pengganti hanya satu kali kepada
Pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak
mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).

                           Pasal 241

Setiap orang yang bertugas membantu Pemilih yang dengan
sengaja memberitahukan pilihan Pemilih kepada orang lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga
juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).

                           Pasal 242

(1) Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPK
    yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau
    berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan
    perolehan suara dan/atau sertifikat penghitungan suara,
    dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
    dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
    Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
    Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan
    pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
    lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit
    Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
    Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).


                           Pasal 243
Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau
hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara
dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara yang sudah disegel,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)

                                                       bulan . . .
                      - 105 -
bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


                           Pasal 244

Setiap orang yang dengan sengaja mengubah berita acara hasil
penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas)
bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

                           Pasal 245

(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan
    sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon Presiden
    dan Wakil Presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan
    suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara
    paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
    60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit
    Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
    paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
    rupiah).

(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik
    yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan
    Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan
    pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana
    dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat)
    bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda
    paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
    rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
    miliar rupiah).


                           Pasal 246

(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan
    sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara
    putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan
    suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling
    singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh
    puluh     dua)     bulan   dan    denda     paling   sedikit
    Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan paling
    banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).


                                                (2) Pimpinan . . .
                      - 106 -
(2) Pimpinan Partai Politik atau gabungan pimpinan Partai Politik
    yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau Pasangan
    Calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan
    pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana
    dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam)
    bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda
    paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
    dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
    rupiah).

                            Pasal 247
(1) Dalam     hal   KPU    kabupaten/kota   tidak    menetapkan
    pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 165 ayat (3) sementara persyaratan dalam
    Undang-Undang      ini   telah  terpenuhi,    anggota   KPU
    kabupaten/kota dipidana dengan pidana penjara paling
    singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat)
    bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta
    rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
    juta rupiah).

(2) Ketua dan anggota KPPS yang dengan sengaja tidak
    melaksanakan ketetapan KPU kabupaten/kota untuk
    melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS, dipidana
    dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
    lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
    Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
    Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

                            Pasal 248
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau
mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 60 (enam puluh) bulan dan paling lama 120
(seratus dua puluh) bulan dan denda paling sedikit
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

                            Pasal 249

Ketua dan anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak
membuat dan/atau menandatangani berita acara perolehan suara
Pasangan Calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan
dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

                                                     Pasal 250 . . .
                      - 107 -
                            Pasal 250

Setiap KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan
salinan satu eksemplar berita acara pemungutan dan
penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara
kepada saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Lapangan,
Pengawas Pemilu Luar Negeri, PPS, PPLN, dan PPK melalui PPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) dan ayat (3),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00   (tiga  juta    rupiah)  dan    paling    banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).


                            Pasal 251

Setiap KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan
keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel
yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan
sertifikat hasil penghitungan suara, kepada PPK melalui PPS atau
kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 139 ayat (4) dan ayat (5), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18
(delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan
belas juta rupiah).

                            Pasal 252

Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi
penyerahan kotak suara tersegel kepada PPK dan Panwaslu
kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel
kepada KPU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
139 ayat (6), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan
denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

                            Pasal 253

Setiap PPS yang tidak mengumumkan hasil penghitungan suara
dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 140, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda
paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

                                                   Pasal 254 . . .
                      - 108 -
                           Pasal 254

Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden secara nasional sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, anggota KPU dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama
60    (enam   puluh)   bulan   dan    denda    paling   sedikit
Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).


                           Pasal 255

Setiap orang atau lembaga yang mengumumkan hasil
penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).


                           Pasal 256

Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat
yang tidak memberitahukan bahwa hasil penghitungan cepat
bukan merupakan hasil resmi Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).


                           Pasal 257

Ketua dan anggota KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 200 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).

                           Pasal 258

Ketua dan anggota Bawaslu, Panwaslu          provinsi, Panwaslu
kabupaten/kota, Panwaslu  kecamatan,          Pengawas   Pemilu


                                                  Lapangan . . .
                      - 109 -
Lapangan, atau Pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan
sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan
pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan
oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK,
PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00    (tiga  juta  rupiah)   dan   paling  banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).


                           Pasal 259

Dalam hal penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
melakukan pelanggaran pidana Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202, Pasal 203,
Pasal 204, Pasal 208, Pasal 223, Pasal 224, Pasal 227, Pasal 232,
Pasal 233, Pasal 234, Pasal 235, Pasal 236, Pasal 237, Pasal 239,
Pasal 241, Pasal 243, Pasal 244, dan Pasal 248, pidana bagi yang
bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana
yang ditetapkan dalam pasal-pasal tersebut.


                          BAB XX
                    KETENTUAN PERALIHAN

                           Pasal 260

Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, anggota
Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih.


                          BAB XXI
                     KETENTUAN PENUTUP

                           Pasal 261

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


                           Pasal 262

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

                                                         Agar . . .
                                 - 110 -
            Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
            Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
            Negara Republik Indonesia.

                                   Disahkan di Jakarta
                                   pada tanggal 13 November 2008

                                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                               ttd.

                                   DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,

                    ttd.


             ANDI MATTALATTA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 176


       Salinan sesuai dengan aslinya
        SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
 Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




             Wisnu Setiawan
                                  :




                               PENJELASAN

                                      ATAS

                 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

                         NOMOR 42 TAHUN 2008

                                 TENTANG

           PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN



I. UMUM
  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
  bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
  Undang-Undang Dasar. Salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah
  penyelenggaraan Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Wakil
  Presiden yang dilaksanakan secara demokratis dan beradab melalui
  partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
  rahasia, jujur, dan adil.
  Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
  pasangan secara langsung oleh rakyat. Pasangan Calon Presiden dan Wakil
  Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta
  pemilihan umum sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum.
  Untuk menjamin pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
  berkualitas, memenuhi derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan dapat
  dipertanggungjawabkan perlu dibentuk suatu Undang-undang tentang
  Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang sesuai dengan perkembangan
  demokrasi dan dinamika masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
  bernegara. Oleh karena itu perlu dilakukan penggantian terhadap Undang-
  Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
  Presiden.
  Dalam Undang-Undang ini penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
  Presiden dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil
  Presiden yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat sehingga mampu
  menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara dalam rangka
  tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disamping
  itu, pengaturan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam
  Undang-Undang ini juga dimaksudkan untuk menegaskan sistem
  presidensiil yang kuat dan efektif, dimana Presiden dan Wakil Presiden
  terpilih tidak hanya memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, namun

                                                                  dalam . . .
                                    -2-
  dalam rangka mewujudkan efektifitas pemerintahan juga diperlukan basis
  dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
  Undang-Undang ini mengatur mekanisme pelaksanaan Pemilu Presiden dan
  Wakil Presiden untuk menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden yang
  memiliki integritas tinggi, menjunjung tinggi etika dan moral, serta memiliki
  kapasitas dan kapabilitas yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam
  Undang-Undang ini diatur beberapa substansi penting yang signifikan
  antara lain mengenai persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden wajib
  memiliki visi, misi, dan program kerja yang akan dilaksanakan selama
  5 (lima) tahun ke depan. Dalam konteks penyelenggaraan sistem
  pemerintahan Presidensiil, menteri yang akan dicalonkan menjadi Presiden
  atau Wakil Presiden harus mengundurkan diri pada saat didaftarkan ke
  Komisi Pemilihan Umum. Selain para Menteri, Undang-Undang ini juga
  mewajibkan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi,
  Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Panglima Tentara Nasional Indonesia,
  Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pimpinan Komisi
  Pemberantasan Korupsi mengundurkan diri apabila dicalonkan menjadi
  Presiden atau Wakil Presiden. Pengunduran diri para pejabat negara tersebut
  dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan
  terwujudnya etika politik ketatanegaraan. Untuk menjaga etika
  penyelenggaraan pemerintahan, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil
  bupati, atau walikota/wakil walikota perlu meminta izin kepada Presiden
  pada saat dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden.
  Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih adalah pemimpin
  bangsa, bukan hanya pemimpin golongan atau kelompok tertentu. Untuk
  itu, dalam rangka membangun etika pemerintahan terdapat semangat bahwa
  Presiden atau Wakil Presiden terpilih tidak merangkap jabatan sebagai
  Pimpinan Partai Politik yang pelaksanaannya diserahkan kepada masing-
  masing Partai Politik.
  Proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan melalui
  kesepakatan tertulis Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam
  pengusulan Pasangan Calon yang memiliki nuansa terwujudnya koalisi
  permanen guna mendukung terciptanya efektifitas pemerintahan. Adapun
  mengenai pengaturan Kampanye, Undang-Undang ini mengatur perlunya
  dilaksanakan debat Pasangan Calon dalam rangka mengefektifkan
  penyebarluasan visi, misi, dan program Pasangan Calon yang bersifat
  edukatif dan informatif.

II. PASAL DEMI PASAL

  Pasal 1
     Cukup jelas.


                                                                   Pasal 2 . . .
                               -3-
Pasal 2
   Cukup jelas.

Pasal 3
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan pada hari libur
        atau hari yang diliburkan bertujuan untuk memberikan
        kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
        menggunakan hak pilihnya tanpa beban psikologis untuk
        melaksanakan kegiatan lain yang dapat mengganggu konsentrasi
        penyaluran aspirasinya pada saat pemungutan suara.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

  Ayat (6)
        Huruf a
             Cukup jelas.

        Huruf b
             Cukup jelas.

        Huruf c
             Cukup jelas.

        Huruf d
             Yang dimaksud dengan "masa Kampanye" adalah tenggang
             waktu berlakunya Kampanye yang ditetapkan Undang-
             Undang ini.

        Huruf e
             Cukup jelas.

        Huruf f
             Cukup jelas.

        Huruf g
             Cukup jelas.
                                                            Huruf h . . .
                               -4-


        Huruf h
             Cukup jelas.

  Ayat (7)
        Cukup jelas.

Pasal 4
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan "Bawaslu" termasuk Panwaslu provinsi,
        Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu
        Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.

Pasal 5
   Huruf a
        Yang dimaksud dengan "bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa"
        dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya.

  Huruf b
       Warga negara yang menjadi calon Presiden dan calon Wakil
       Presiden adalah warga negara yang telah mengalami akulturasi
       nilai-nilai budaya, adat istiadat dan keaslian bangsa Indonesia,
       serta memiliki semangat patriotisme dan jiwa kebangsaan Negara
       Kesatuan Republik Indonesia.
        Yang dimaksud dengan "tidak pernah menerima kewarganegaraan
        lain karena kehendak sendiri" adalah tidak pernah menjadi warga
        negara selain warga negara Republik Indonesia atau tidak pernah
        memiliki dua kewarganegaraan atas kemauan sendiri.

  Huruf c
       Yang dimaksud dengan "tidak pernah mengkhianati negara" adalah
       tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah melakukan
       gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk
       mengubah dasar negara serta tidak pernah melanggar Undang-
       Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Huruf d
       Cukup jelas.

  Huruf e
       Yang dimaksud dengan "bertempat tinggal di wilayah Negara
       Kesatuan Republik Indonesia" dalam ketentuan ini termasuk Warga
       Negara Indonesia yang karena alasan tertentu pada saat


                                                        pendaftaran . . .
                             -5-
     pendaftaran calon, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan
     melengkapi persyaratan surat keterangan dari Perwakilan Negara
     Republik Indonesia setempat.

Huruf f
     Cukup jelas.

Huruf g
     Cukup jelas.

Huruf h
     Cukup jelas.

Huruf i
     Yang dimaksud dengan "tidak pernah melakukan perbuatan
     tercela" adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang
     bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma
     adat antara lain seperti judi, mabuk, pecandu narkoba, dan zina.

Huruf j
     Cukup jelas.

Huruf k
     Dalam hal 5 (lima) tahun terakhir, bakal Pasangan Calon tidak
     sepenuhnya atau belum memenuhi syarat sebagai wajib pajak,
     kewajiban pajak terhitung sejak calon menjadi wajib pajak.

Huruf l
     Yang dimaksud dengan "2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan
     yang sama" adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat
     dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik
     berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa
     jabatan tersebut kurang dari 5 (lima) tahun.

Huruf m
     Persyaratan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
     Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-
     cita Proklamasi 17 Agustus 1945 didasarkan atas rekomendasi dan
     jaminan pimpinan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.

Huruf n
     Orang yang dipidana penjara karena kealpaan atau alasan politik
     dikecualikan dari ketentuan ini.

Huruf o
     Cukup jelas.

                                                         Huruf p . . .
                               -6-
  Huruf p
       Yang dimaksud dengan "bentuk lain yang sederajat" antara lain
       Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Pondok Pesantren
       Salafiah, Sekolah Menengah Theologia Kristen, dan Sekolah
       Seminari.
        Kesederajatan pendidikan dengan SMA ditetapkan oleh Pemerintah
        dan/atau pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-
        undangan.

  Huruf q
       Ketentuan huruf q termasuk bagi anggota organisasi terlarang
       lainnya menurut peraturan perundang-undangan.

  Huruf r
       Cukup jelas.

Pasal 6
   Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "pejabat negara" dalam ketentuan ini
         adalah Menteri, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah
         Konstitusi, Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Panglima
         Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
         Indonesia, dan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 7
   Ayat (1)
         Permintaan izin kepada Presiden dalam rangka untuk menegakkan
         etika penyelenggaraan pemerintahan.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 8
   Cukup jelas.

Pasal 9
   Cukup jelas.

Pasal 10
   Cukup jelas.

                                                          Pasal 11 . . .
                                -7-
Pasal 11
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Kesepakatan yang dimaksud terbatas pada kesediaan untuk
        mengusulkan dan diusulkan menjadi Pasangan Calon oleh Partai
        Politik atau Gabungan Partai Politik.
        Yang dimaksud dengan "Pimpinan Partai Politik" adalah ketua
        umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain.

Pasal 12
   Cukup jelas.

Pasal 13
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan "sesuai dengan ketentuan peraturan
        perundang-undangan" adalah sebagaimana diatur dalam Undang-
        Undang tentang Partai Politik.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 14
   Ayat (1)
         Huruf a
              Cukup jelas.

        Huruf b
             Cukup jelas.

        Huruf c
             Cukup jelas.

        Huruf d
             Cukup jelas.

        Huruf e
             Yang dimaksud dengan "pengadilan negeri" adalah pengadilan
             negeri setempat sesuai dengan domisili dari calon Presiden
             atau calon Wakil Presiden yang bersangkutan.


                                                             Huruf f . . .
                             -8-
     Huruf f
          Cukup jelas.

     Huruf g
          Bentuk daftar riwayat hidup, profil singkat dan rekam jejak
          ditetapkan oleh KPU.

     Huruf h
          Cukup jelas.

     Huruf i
          Cukup jelas.

     Huruf j
          Pengadilan negeri dapat meminta keterangan atau penjelasan
          dari pengadilan militer bagi bakal calon Presiden atau bakal
          calon Wakil Presiden yang pernah berdinas berada pada
          yurisdiksi peradilan militer.

     Huruf k
          Bukti kelulusan dalam bentuk fotokopi yang dilegalisasi atas
          ijazah, STTB, syahadah dari satuan pendidikan yang
          terakreditasi, atau ijazah, syahadah, STTB, sertifikat, dan
          surat keterangan lain yang menerangkan kelulusan dari
          satuan pendidikan atau program pendidikan yang diakui
          sama dengan kelulusan satuan pendidikan jenjang
          pendidikan menengah.
          KPU dalam menyusun peraturan KPU dalam kaitan ini
          berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan Nasional dan
          Menteri Agama.
          Legalisasi oleh Pemerintah dalam hal ini oleh Departemen
          Pendidikan Nasional, Departemen Agama, atau pemerintah
          daerah dalam hal ini dinas pendidikan, kantor wilayah atau
          kantor Departemen Agama sesuai dengan peraturan
          perundang-undangan.

     Huruf l
          Cukup jelas.

     Huruf m
          Cukup jelas.

Ayat (2)
      Cukup jelas.


                                                          Pasal 15 . . .
                              -9-
Pasal 15
   Huruf a
         Cukup jelas.

  Huruf b
       Cukup jelas.

  Huruf c
       Cukup jelas.

  Huruf d
       Cukup jelas.

  Huruf e
       Visi, misi dan program strategis bakal Pasangan Calon dibuat
       berdasarkan prinsip bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
       kekuasaan    pemerintahan     menurut   Undang-Undang    Dasar
       sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar
       Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta merupakan
       penjabaran dari peraturan perundang-undangan.

  Huruf f
       Cukup jelas.

  Huruf g
       Cukup jelas.

Pasal 16
   Cukup jelas.

Pasal 17
   Cukup jelas.

Pasal 18
   Cukup jelas.

Pasal 19
   Cukup jelas.

Pasal 20
   Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "berhalangan tetap" adalah meninggal
         dunia atau tidak diketahuinya keberadaannya.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

                                                         Pasal 21 . . .
                             - 10 -
Pasal 21
   Cukup jelas.

Pasal 22
   Cukup jelas.

Pasal 23
   Cukup jelas.

Pasal 24
   Cukup jelas.

Pasal 25
   Cukup jelas.

Pasal 26
   Cukup jelas.

Pasal 27
   Cukup jelas.

Pasal 28
   Cukup jelas.

Pasal 29
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Dalam melaksanakan pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara,
        KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dibantu oleh PPK,
        PPS, dan petugas pemutakhiran daftar pemilih.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

  Ayat (6)
        Cukup jelas.

Pasal 30
   Cukup jelas.


                                                        Pasal 31 . . .
                                - 11 -


Pasal 31
   Cukup jelas.

Pasal 32
   Cukup jelas.

Pasal 33
   Cukup jelas.

Pasal 34
   Cukup jelas.

Pasal 35
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

   Ayat (2)
         Yang dimaksud dengan "tim Kampanye" adalah tim yang dibentuk
         oleh Pasangan Calon bersama-sama Partai Politik atau Gabungan
         Partai Politik yang bertugas membantu penyelenggaraan Kampanye
         serta bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan
         Kampanye.

   Ayat (3)
         Cukup jelas.

   Ayat (4)
         Cukup jelas.

   Ayat (5)
         Cukup jelas.

   Ayat (6)
         Cukup jelas.

   Ayat (7)
         Cukup jelas.

Pasal 36
   Cukup jelas.

Pasal 37
   Ayat (1)
         Visi dan misi Pasangan Calon harus mengacu pada Rencana
         Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional sebagaimana diatur

                                                                 dalam . . .
                                - 12 -
        dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
        Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan
        harus dapat dijabarkan dalam program kerja pemerintah apabila
        Pasangan Calon tersebut terpilih. Hal ini agar tercermin dalam
        Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional dan
        Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang merupakan rencana kerja
        tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25
        Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 38
   Ayat (1)
         Huruf a
              Yang dimaksud dengan "pertemuan terbatas" adalah
              pertemuan yang diikuti paling banyak oleh 3000 (tiga ribu)
              orang untuk tingkat pusat, 2000 (dua ribu) orang untuk
              tingkat provinsi, dan 1000 (seribu) orang untuk tingkat
              kabupaten/kota.

        Huruf b
             Cukup jelas.

        Huruf c
             Cukup jelas.

        Huruf d
             Cukup jelas.

        Huruf e
             Cukup jelas.

        Huruf f
             Cukup jelas.

        Huruf g
             Cukup jelas.

        Huruf h
             "Kegiatan lain" yang dimaksud dalam ketentuan ini, antara
             lain, kegiatan deklarasi atau konvensi Pasangan Calon oleh
             Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.


                                                           Pasal 39 . . .
                                - 13 -
Pasal 39
   Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "5 (lima) kali debat Pasangan Calon" dalam
         ketentuan ini adalah dilaksanakan 3 (tiga) kali untuk calon
         presiden dan 2 (dua) kali untuk calon wakil presiden.

  Ayat (2)
        Dalam penyelenggaraan debat Pasangan Calon,         KPU    dapat
        menghadirkan audiens dalam jumlah terbatas.

  Ayat (3)
        Format debat dan moderator yang dipilih KPU dalam ketentuan ini
        harus mendapat kesepakatan/persetujuan para Pasangan Calon
        peserta debat.

  Ayat (4)
        Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa penilaian
        kualitas Pasangan Calon bukan ditentukan oleh moderator, tetapi
        ditentukan oleh Pemilih.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

  Ayat (6)
        Cukup jelas.

  Ayat (7)
        Cukup jelas.

Pasal 40
   Cukup jelas.

Pasal 41
  Ayat (1)
         Huruf a
              Cukup jelas.

        Huruf b
             Cukup jelas.

        Huruf c
             Cukup jelas.

        Huruf d
             Cukup jelas.


                                                            Huruf e . . .
                                - 14 -
        Huruf e
             Yang dimaksud dengan "ketertiban umum" adalah suatu
             keadaan      yang     memungkinkan      penyelenggaraan
             pemerintahan, pelayanan umum, dan kegiatan masyarakat
             dapat berlangsung sebagaimana biasanya.

        Huruf f
             Cukup jelas.

        Huruf g
             Cukup jelas.

        Huruf h
             Yang dimaksud dengan "tempat pendidikan" pada ayat ini
             adalah gedung dan halaman sekolah/perguruan tinggi.

        Huruf i
             Cukup jelas.

        Huruf j
             Yang dimaksud "menjanjikan atau memberi" adalah
             inisiatifnya berasal dari pelaksana Kampanye yang
             menjanjikan dan memberikan untuk mempengaruhi Pemilih.
              Yang dimaksud "materi" dalam pasal ini tidak termasuk
              barang-barang yang merupakan atribut Kampanye, antara
              lain kaos, bendera, topi dan atribut lainya.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

Pasal 42
   Cukup jelas.

Pasal 43
   "Pejabat negara" yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi
   Presiden, Wakil Presiden, menteri/pimpinan lembaga pemerintahan non
   kementerian, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota,
   dan wakil walikota.
  Keputusan/kebijakan yang menguntungkan atau merugikan didasarkan
  pada pengaduan yang signifikan dan didukung dengan bukti.

                                                             Pasal 44 . . .
                              - 15 -


Pasal 44
   Cukup jelas.

Pasal 45
   Cukup jelas.

Pasal 46
   Cukup jelas.

Pasal 47
   Cukup jelas.

Pasal 48
   Cukup jelas.

Pasal 49
   Cukup jelas.

Pasal 50
   Cukup jelas.

Pasal 51
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan "dilarang berisikan hal yang dapat
        mengganggu kenyamanan" antara lain bersifat fitnah, menghasut,
        menyesatkan dan/atau bohong, menonjolkan unsur kekerasan,
        cabul, perjudian, atau mempertentangkan suku, agama, ras, dan
        antar golongan, memperolok-olokkan, merendahkan, melecehkan,
        dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia
        Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

  Ayat (3)
        Yang dimaksud dengan "kesempatan yang sama" adalah peluang
        yang sama untuk menggunakan kolom pada media cetak dan jam
        tayang pada lembaga penyiaran bagi semua peserta Kampanye.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

                                                          Pasal 52 . . .
                                    - 16 -
    Pasal 52
       Ayat (1)
             Yang dimaksud dengan "blocking segment" adalah kolom pada
             media cetak dan sub-acara pada lembaga penyiaran yang
             digunakan untuk keperluan pemberitaan bagi publik.
            Yang dimaksud dengan "blocking time" adalah hari/tanggal
            penerbitan media cetak dan jam tayang pada lembaga penyiaran
            yang digunakan untuk keperluan pemberitaan bagi publik.

      Ayat (2)
            Cukup jelas.

      Ayat (3)
.           Cukup jelas.

    Pasal 53
       Cukup jelas.

    Pasal 54
       Cukup jelas.

    Pasal 55
       Cukup jelas.

    Pasal 56
       Ayat (1)
             Yang dimaksud dengan "Komisi Penyiaran Indonesia" adalah komisi
             sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
             2002 tentang Penyiaran.
            Yang dimaksud dengan "Dewan Pers" adalah dewan sebagaimana
            dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
            Pers.

      Ayat (2)
            Cukup jelas.

      Ayat (3)
            Cukup jelas.

      Ayat (4)
            Cukup jelas.

    Pasal 57
       Cukup jelas.


                                                                Pasal 58 . . .
                               - 17 -
Pasal 58
   KPU dalam merumuskan peraturan tentang pemberitaan, penyiaran,
   iklan Kampanye, dan pemberian sanksi berkoordinasi dengan Komisi
   Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers.


Pasal 59
   Cukup jelas.

Pasal 60
   Cukup jelas.

Pasal 61
   Cukup jelas.

Pasal 62
   Cukup jelas.

Pasal 63
   Cukup jelas.

Pasal 64
   Cukup jelas.

Pasal 65
   Cukup jelas.

Pasal 66
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Pemerintah    daerah     provinsi   dan     pemerintah    daerah
        kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah dan/atau
        peraturan kepala daerah tentang tata cara pemasangan alat peraga
        Kampanye.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.


                                                           Pasal 67 . . .
                              - 18 -
Pasal 67
   Cukup jelas.

Pasal 68
   Cukup jelas.

Pasal 69
   Cukup jelas.

Pasal 70
   Cukup jelas.

Pasal 71
  Ayat (1)
         Huruf a
              Cukup jelas.

        Huruf b
             Yang dimaksud dengan "tindak pidana Pemilu pada tahap
             pelaksanaan Kampanye di tingkat desa/kelurahan", antara
             lain tidak adil terhadap Pasangan Calon, mengubah jadwal
             yang menguntungkan salah satu Pasangan Calon dan
             merugikan Pasangan Calon lain, melepas atau menyobek alat
             peraga Kampanye, merusak tempat Kampanye, berbuat
             keonaran,    mengancam     pelaksana   dan/atau   peserta
             Kampanye.

        Huruf c
             Cukup jelas.
        Huruf d
             Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 72
   Cukup jelas.

Pasal 73
   Cukup jelas.

Pasal 74
   Cukup jelas.

Pasal 75
   Cukup jelas.

                                                         Pasal 76 . . .
                                - 19 -
Pasal 76
  Ayat (1)
         Huruf a
              Cukup jelas.

        Huruf b
             Yang dimaksud dengan "tindak pidana Pemilu pada tahap
             pelaksanaan Kampanye di tingkat kecamatan", antara lain
             tidak adil terhadap Pasangan Calon, mengubah jadwal yang
             menguntungkan salah satu Pasangan Calon dan merugikan
             Pasangan Calon lain, melepas atau menyobek alat peraga
             Kampanye, merusak tempat Kampanye, berbuat keonaran,
             mengancam pelaksana dan/atau peserta Kampanye.

        Huruf c
             Cukup jelas.

        Huruf d
             Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 77
   Cukup jelas.

Pasal 78
   Cukup jelas.

Pasal 79
   Ayat (1)
         Penyelesaian dalam ketentuan ini dapat berupa peringatan tertulis
         dan/atau penghentian kegiatan Kampanye.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

Pasal 80
   Cukup jelas.

                                                              Pasal 81 . . .
                                  - 20 -
Pasal 81
   Cukup jelas.

Pasal 82
   Cukup jelas.

Pasal 83
   Cukup jelas.

Pasal 84
   Cukup jelas.

Pasal 85
   Cukup jelas.

Pasal 86
   Cukup jelas.

Pasal 87
   Cukup jelas.

Pasal 88
   Cukup jelas.

Pasal 89
   Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "menetapkan penyelesaian"                  dalam
         ketentuan ini dapat bersifat final atau berupa tindak lanjut.

   Ayat (2)
         Cukup jelas.

   Ayat (3)
         Cukup jelas.

   Ayat (4)
         Cukup jelas.

Pasal 90
   Cukup jelas.

Pasal 91
   Cukup jelas.

Pasal 92
   Cukup jelas.

                                                                   Pasal 93 . . .
                               - 21 -
Pasal 93
   Cukup jelas.

Pasal 94
  Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
         Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Yang dimaksud dengan "jasa" adalah pelayanan/pekerjaan yang
        dilakukan pihak lain yang manfaatnya dinikmati oleh penerima
        jasa.

Pasal 95
   Yang dimaksud dengan "sumbangan yang sah menurut hukum" adalah
   sumbangan yang tidak berasal dari tindak pidana.

Pasal 96
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Yang dimaksud dengan "identitas yang jelas" adalah nama dan
        alamat penyumbang.

Pasal 97
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Termasuk yang harus dibukukan adalah semua kontrak dan
        pengeluaran yang dilakukan sebelum masa yang diatur dalam
        ketentuan ini tetapi pelaksanaan dan penggunaannya dilakukan
        pada saat Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
        ayat (1).
                                                          Pasal 98 . . .
                               - 22 -


Pasal 98
   Cukup jelas.

Pasal 99
   Cukup jelas.

Pasal 100
   Cukup jelas.

Pasal 101
   Ayat (1)
         Dalam menetapkan kantor akuntan publik yang memenuhi
         persyaratan  di  setiap  provinsi,  KPU     bekerjasama dan
         memperhatikan masukan dari Ikatan Akuntansi Indonesia.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 102
   Cukup jelas.

Pasal 103
   Ayat (1)
         Huruf a
              Yang dimaksud dengan "pihak asing" dalam ketentuan ini
              meliputi negara asing, lembaga swasta asing termasuk
              perusahaan swasta yang ada di Indonesia dengan sebahagian
              sahamnya dimiliki oleh pihak asing, lembaga swadaya
              masyarakat asing, dan/atau warga negara asing.

        Huruf b
             Yang dimaksud dengan "penyumbang yang tidak benar atau
             tidak jelas identitasnya" dalam ketentuan ini meliputi:
              1. penyumbang yang menggunakan identitas orang lain
                 tanpa sepengetahuan dan/atau tanpa seijin pemilik
                 identitas tersebut;
              2. penyumbang yang menurut kewajaran dan kepatutan
                 tidak  memiliki kemampuan    untuk   memberikan
                 sumbangan sebesar yang diterima oleh pelaksana
                 Kampanye.

                                                            Huruf c . . .
                                - 23 -


        Huruf c
             Tindak pidana pada ketentuan ini sesuai dengan ketentuan
             dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
             tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah
             diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, serta
             tindak pidana lain seperti judi dan perdagangan narkotika.

        Huruf d
             Cukup jelas.

        Huruf e
             Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

Pasal 104
   Cukup jelas.

Pasal 105
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan "dukungan perlengkapan pemungutan
        suara lainnya" meliputi sampul kertas, tanda pengenal
        KPPS/KPPSLN, tanda pengenal petugas keamanan TPS/TPSLN,
        tanda pengenal saksi, karet pengikat surat suara, lem/perekat,
        kantong plastik, ballpoint, gembok, spidol, formulir untuk berita
        acara dan sertifikat, sticker nomor kotak suara, tali pengikat alat
        pemberi tanda pilihan, dan alat bantu tuna netra.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

                                                              Ayat (6) . . .
                               - 24 -
  Ayat (6)
        Cukup jelas.

  Ayat (7)
        Cukup jelas.

  Ayat (8)
        Cukup jelas.

  Ayat (9)
        Cukup jelas.

Pasal 106
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        KPU menetapkan peraturan tentang format surat suara setelah
        berkonsultasi dengan Pemerintah dan DPR.

Pasal 107
   Cukup jelas.

Pasal 108
   Cukup jelas.

Pasal 109
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Yang dimaksud dengan "memverifikasi jumlah surat suara yang
        telah dicetak" adalah memverifikasi jumlah surat suara yang
        dicetak sesuai dengan ketentuan dan surat suara yang dicetak yang
        tidak sesuai dengan ketentuan untuk dimusnahkan.
        Yang dimaksud dengan "memverifikasi jumlah surat suara yang
        dikirim" adalah memverifikasi jumlah surat suara yang sudah
        dikirim ke KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.
        Yang dimaksud dengan "memverifikasi jumlah surat suara yang
        masih tersimpan" adalah memverifikasi jumlah surat suara yang
        masih tersimpan di percetakan.


                                                             Ayat (4) . . .
                                 - 25 -
  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

Pasal 110
   Cukup jelas.

Pasal 111
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Selain menunjukkan surat pemberitahuan, pemilih            harus
        menunjukkan kartu tanda penduduk atau identitas lainnya.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 112
   Cukup jelas.

Pasal 113
   Ayat (1)
         Dalam menentukan jumlah Pemilih untuk setiap TPS, KPU harus
         memperhatikan prinsip partisipasi masyarakat sebagai berikut:
        a. tidak menggabungkan desa;
        b. memudahkan Pemilih;
        c. memperhatikan aspek geografis;
        d. batas waktu yang disediakan untuk pemungutan suara; dan
        e. jarak tempuh menuju TPS.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

                                                            Ayat (6) . . .
                              - 26 -


  Ayat (6)
        Cukup jelas.

Pasal 114
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Petugas yang menangani ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
        dalam     ketentuan  ini   berasal dari   satuan    pertahanan
        sipil/perlindungan masyarakat.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

  Ayat (6)
        Cukup jelas.

  Ayat (7)
        Cukup jelas.

Pasal 115
   Cukup jelas.

Pasal 116
   Cukup jelas.

Pasal 117
   Cukup jelas.

Pasal 118
   Cukup jelas.
Pasal 119
   Cukup jelas.

Pasal 120
   Cukup jelas.


                                                         Pasal 121 . . .
                                - 27 -
Pasal 121
  Ayat (1)
         Huruf a
              Pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tetap pada TPSLN
              dalam melaksanakan haknya untuk memilih menunjukkan
              alat bukti diri berupa paspor atau keterangan lain yang
              dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia.

        Huruf b
             Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas

Pasal 122
   Cukup jelas.

Pasal 123
   Cukup jelas.

Pasal 124
   Cukup jelas.

Pasal 125
   Cukup jelas.

Pasal 126
   Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "tanda khusus" adalah tanda yang
         menandai Pemilih dengan tinta sehingga tanda itu jelas dan mudah
         terlihat, tidak terhapus sampai penghitungan suara dilaksanakan.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 127
   Cukup jelas.

Pasal 128
   Cukup jelas.

Pasal 129
   Cukup jelas.
                                                            Pasal 130 . . .
                               - 28 -
Pasal 130
   Cukup jelas.

Pasal 131
   Cukup jelas.

Pasal 132
   Cukup jelas.

Pasal 133
   Cukup jelas.

Pasal 134
   Cukup jelas.

Pasal 135
   Cukup jelas.

Pasal 136
   Cukup jelas.

Pasal 137
   Cukup jelas.

Pasal 138
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Format berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan
        sertifikat penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat ini
        dibuat dengan menyediakan tempat untuk memuat hasil
        penghitungan suara dan penandatanganannya di halaman yang
        sama.     Dalam    hal   penyediaan   tempat   dimaksud   tidak
        memungkinkan, KPU menyediakan kolom untuk tanda tangan pada
        setiap halaman.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 139
   Ayat (1)
         Cukup jelas.


                                                            Ayat (2) . . .
                                - 29 -
  Ayat (2)
        Sertifikat hasil penghitungan suara yang disampaikan kepada saksi
        Pasangan Calon dan Pengawas Pemilu Lapangan yang hadir
        memuat surat suara yang diterima, yang digunakan, yang rusak,
        yang keliru di coblos, sisa surat suara cadangan, jumlah pemilih
        dalam daftar pemilih tetap, dan dari TPS lain, serta jumlah
        perolehan suara sah tiap Pasangan Calon.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Yang dimaksud dengan "surat suara" adalah surat suara terpakai,
        surat suara tidak terpakai, surat suara rusak, dan sisa surat suara
        cadangan yang masing-masing dimasukkan ke dalam amplop
        terpisah.

  Ayat (6)
        Cukup jelas.

Pasal 140
   Cukup jelas.

Pasal 141
   Cukup jelas.

Pasal 142
   Cukup jelas.

Pasal 143
   Cukup jelas.

Pasal 144
   Yang dimaksud dengan "surat suara" adalah surat suara terpakai, surat
   suara tidak terpakai, surat suara rusak, dan sisa surat suara cadangan
   yang masing-masing dimasukkan ke dalam amplop terpisah.

Pasal 145
   Cukup jelas.

Pasal 146
   Cukup jelas.

                                                             Pasal 147 . . .
                        - 30 -
Pasal 147
   Cukup jelas.

Pasal 148
   Cukup jelas.

Pasal 149
   Cukup jelas.

Pasal 150
   Cukup jelas.

Pasal 151
   Cukup jelas.

Pasal 152
   Cukup jelas.

Pasal 153
   Cukup jelas.

Pasal 154
   Cukup jelas.

Pasal 155
   Cukup jelas.

Pasal 156
   Cukup jelas.

Pasal 157
   Cukup jelas.

Pasal 158
   Cukup jelas.

Pasal 159
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

                                 Ayat (4) . . .
                             - 31 -
  Ayat (4)
        Yang dimaksud dengan "perolehan suara yang lebih luas secara
        berjenjang" adalah calon yang unggul di lebih banyak jumlah
        provinsi, kabupaten/kota.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

Pasal 160
   Cukup jelas.

Pasal 161
   Cukup jelas.

Pasal 162
   Cukup jelas.

Pasal 163
   Cukup jelas.

Pasal 164
   Cukup jelas.

Pasal 165
   Cukup jelas.

Pasal 166
  Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Huruf a
             Cukup jelas.

        Huruf b
             Cukup jelas.

        Huruf c
             Cukup jelas.

        Huruf d
             Cukup jelas.

        Huruf e
             Cukup jelas.

                                                         Huruf f . . .
                               - 32 -


        Huruf f
             Cukup jelas.

         Huruf g
              Yang dimaksud dengan "ketidakkonsistenan" adalah terjadi
              pembedaan dalam menentukan sah tidaknya surat suara.
Pasal 167
   Cukup jelas.

Pasal 168
   Cukup jelas.

Pasal 169
   Cukup jelas.

Pasal 170
   Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
         lanjutan" adalah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk
         melanjutkan tahapan yang terhenti dan/atau tahapan yang belum
         dilaksanakan.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 171
   Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
         susulan" adalah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk
         melaksanakan semua tahapan Pemilu yang tidak dapat
         dilaksanakan.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

Pasal 172
   Cukup jelas.

Pasal 173
   Cukup jelas.

Pasal 174
  Ayat (1)
         Cukup jelas.
                                                          Ayat (2) . . .
                              - 33 -
  Ayat (2)
         Huruf a
              Kompetensi dan pengalaman sebagai pemantau Pemilu di
              negara lain dibuktikan dengan rekam jejak yang
              bersangkutan.

        Huruf b
             Cukup jelas.

        Huruf c
             Cukup jelas.

Pasal 175
  Ayat (1)
         Huruf a
              Cukup jelas.

        Huruf b
             Cukup jelas.

        Huruf c
             Cukup jelas.

        Huruf d
             Yang dimaksud "daerah yang ingin dipantau" adalah wilayah
             administrasi pemerintahan dapat berupa desa/kelurahan,
             kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi.

        Huruf e
             Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Cukup jelas.

  Ayat (6)
        Cukup jelas.

                                                            Ayat (7) . . .
                                - 34 -
  Ayat (7)
        Cukup jelas.

Pasal 176
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Persyaratan bagi pemantau luar negeri sesuai dengan persyaratan
        bagi pemantau sebagaimana termuat di Pasal 174.

Pasal 177
   Cukup jelas.

Pasal 178
   Cukup jelas.

Pasal 179
   Cukup jelas.

Pasal 180
   Huruf a
         Yang dimaksud dengan "kegiatan yang mengganggu proses
         pelaksanaan Pemilu" antara lain penggunaan alat elektronik yang
         dapat mengganggu sistem komunikasi dan informasi Pemilu.

  Huruf b
       Cukup jelas.

  Huruf c
       Cukup jelas.

  Huruf d
       Cukup jelas.

  Huruf e
       Cukup jelas.

  Huruf f
       Cukup jelas.
                                                               Huruf g . . .
                               - 35 -
  Huruf g
       Cukup jelas.

  Huruf h
       Cukup jelas.

  Huruf i
       Cukup jelas.

  Huruf j
       Cukup jelas.

Pasal 181
   Cukup jelas.

Pasal 182
   Cukup jelas.

Pasal 183
   Yang dimaksud dengan "menindaklanjuti penetapan pencabutan status
   dan hak pemantau asing" dalam ketentuan ini adalah melakukan
   tindakan hukum yang diperlukan terhadap pemantau asing sesuai
   dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 184
   Pelaporan rencana pelaksanaan kegiatan pemantauan Pemilu kepada
   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dimaksudkan agar KPU,
   KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dapat mengatur keseimbangan
   distribusi penempatan pemantau Pemilu sehingga tidak terjadi
   penumpukan pemantau Pemilu di suatu lokasi tertentu.
  Pelaporan rencana kegiatan pemantauan oleh pemantau kepada
  kepolisian ditujukan untuk memudahkan kepolisian memberikan
  pelayanan perlindungan hukum dan keamanan sesuai ketentuan
  Pasal 178 ayat (1) huruf a, disamping untuk memenuhi kewajiban
  melaporkan diri.
  Bagi pemantau dalam negeri, pelaporan rencana pemantauan Pemilu
  disesuaikan dengan cakupan pemantauan. Dalam hal cakupan
  pemantauan meliputi hanya satu wilayah kabupaten/kota saja, pelaporan
  kehadiran pemantau di kabupaten/kota tersebut dilaporkan kepada
  kepala kepolisian resor setempat. Dalam hal cakupan pemantauan
  meliputi lebih dari satu kabupaten/kota, maka pelaporan dilakukan
  kepada kepala kepolisian daerah provinsi.
  Bagi pemantau asing, pelaporan rencana pemantauan Pemilu ditujukan
  kepada kepala kepolisian daerah provinsi, mengikuti ketentuan
  perundang-undangan yang mengatur pelaporan keberadaan orang asing.


                                                          Pasal 185 . . .
                              - 36 -


Pasal 185
   Cukup jelas.

Pasal 186
   Cukup jelas.

Pasal 187
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Yang dimaksud "badan hukum" antara lain perseroan terbatas,
        yayasan, atau perkumpulan lainnya sesuai dengan peraturan
        perundang-undangan.
        Yang dimaksud dengan "surat keterangan terdaftar" adalah surat
        keterangan yang dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri atau
        instansi lainnya berdasarkan Undang-Undang tentang Organisasi
        Kemasyarakatan.

Pasal 188
   Cukup jelas.

Pasal 189
   Cukup jelas.

Pasal 190
   Cukup jelas.

Pasal 191
   Cukup jelas.

Pasal 192
   Cukup jelas.

Pasal 193
   Cukup jelas.

Pasal 194
   Cukup jelas.

Pasal 195
   Cukup jelas.

Pasal 196
   Cukup jelas.
                                                          Pasal 197 . . .
                               - 37 -


Pasal 197
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Yang dimaksud dengan "hakim khusus" adalah hakim karier pada
        pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang ditetapkan secara
        khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana
        Pemilu.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 198
   Ayat (1)
         Cukup jelas.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.

  Ayat (4)
        Cukup jelas.

  Ayat (5)
        Yang dimaksud dengan "upaya hukum lain" adalah kasasi ataupun
        peninjauan kembali (PK).

Pasal 199
   Cukup jelas.

Pasal 200
   Ayat (1)
         Yang dimaksud dengan "putusan pengadilan" dalam ketentuan ini
         adalah putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
         hukum tetap.

  Ayat (2)
        Cukup jelas.

  Ayat (3)
        Cukup jelas.


                                                        Pasal 201 . . .
                                  - 38 -
Pasal 201
   Ayat (1)
         Untuk mengajukan keberatan atas penetapan hasil Pemilu Presiden
         dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat memberikan kuasa
         kepada Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang
         mengusulkan, tim Kampanye, atau pengacara. Keberatan dimaksud
         diajukan paling lambat 3 (tiga) hari atau 3 x 24 (tiga kali dua puluh
         empat) jam dan setelah itu Mahkamah Konstitusi wajib
         memberikan konfirmasi kepada KPU terhadap ada atau tidak
         adanya keberatan atas penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil
         Presiden.

   Ayat (2)
         Cukup jelas.

   Ayat (3)
         Cukup jelas.

   Ayat (4)
         Cukup jelas.

   Ayat (5)
         Cukup jelas.

Pasal 202
   Cukup jelas.

Pasal 203
   Cukup jelas.

Pasal 204
   Cukup jelas.

Pasal 205
   Cukup jelas.

Pasal 206
   Cukup jelas.

Pasal 207
   Cukup jelas.

Pasal 208
   Cukup jelas.

Pasal 209
   Cukup jelas.
                                                               Pasal 210 . . .
                  - 39 -
Pasal 210
   Cukup jelas.

Pasal 211
   Cukup jelas.

Pasal 212
   Cukup jelas.

Pasal 213
   Cukup jelas.

Pasal 214
   Cukup jelas.

Pasal 215
   Cukup jelas.

Pasal 216
   Cukup jelas.

Pasal 217
   Cukup jelas.

Pasal 218
   Cukup jelas.

Pasal 219
   Cukup jelas.

Pasal 220
   Cukup jelas.

Pasal 221
   Cukup jelas.

Pasal 222
   Cukup jelas.

Pasal 223
   Cukup jelas.

Pasal 224
   Cukup jelas.

Pasal 225
   Cukup jelas.
                           Pasal 226 . . .
                  - 40 -


Pasal 226
   Cukup jelas.

Pasal 227
   Cukup jelas.

Pasal 228
   Cukup jelas.

Pasal 229
   Cukup jelas.

Pasal 230
   Cukup jelas.

Pasal 231
   Cukup jelas.

Pasal 232
   Cukup jelas.

Pasal 233
   Cukup jelas.

Pasal 234
   Cukup jelas.

Pasal 235
   Cukup jelas.

Pasal 236
   Cukup jelas.

Pasal 237
   Cukup jelas.

Pasal 238
   Cukup jelas.

Pasal 239
   Cukup jelas.

Pasal 240
   Cukup jelas.

                           Pasal 241 . . .
                  - 41 -
Pasal 241
   Cukup jelas.

Pasal 242
   Cukup jelas.

Pasal 243
   Cukup jelas.

Pasal 244
   Cukup jelas.

Pasal 245
   Cukup jelas.

Pasal 246
   Cukup jelas.

Pasal 247
   Cukup jelas.

Pasal 248
   Cukup jelas.

Pasal 249
   Cukup jelas.

Pasal 250
   Cukup jelas.

Pasal 251
   Cukup jelas.

Pasal 252
   Cukup jelas.

Pasal 253
   Cukup jelas.

Pasal 254
   Cukup jelas.

Pasal 255
   Cukup jelas.

Pasal 256
   Cukup jelas.

                           Pasal 257 . . .
                            - 42 -
  Pasal 257
     Cukup jelas.

  Pasal 258
     Cukup jelas.

  Pasal 259
     Cukup jelas.

  Pasal 260
     Cukup jelas.

  Pasal 261
     Cukup jelas.

  Pasal 262
     Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4924


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pemilihan_umum_presiden_wakil_presiden_(uu_42_thn_42.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Uu42/2008 246:1.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.