Previous
Next

2003

Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU 24 thn 2003)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi :
                         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                                   NOMOR 24 TAHUN 2003
                                            TENTANG
                                   MAHKAMAH KONSTITUSI


                       DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




Menimbang :   a.     bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang
                   berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
                   Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang
                   tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;

                     bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan
              b.
                   kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan
                   konstitusi    dan   prinsip   negara       hukum   sesuai   dengan   tugas   dan
                   wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar
                   Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

                     bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang
              c.
                   Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu mengatur tentang
                   pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara, dan
                   ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi;

                     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
              d.
                   huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal III Aturan
                   Peralihan     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
                   1945, perlu membentuk Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi;
            :   1.
Mengingat              Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24C, dan Pasal 25
                     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

                2.     Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
                     Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor
                     74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana
                     telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 (Lembaran Negara
                     Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
                     Republik Indonesia Nomor 3879);




                                           Dengan Persetujuan Bersama

                          DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                                                       dan

                                      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA




                                               MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI.
                                        BAB I

                                KETENTUAN UMUM



                                        Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

 1.     Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
      sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
      Tahun 1945.

 2.     Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan
      Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
      Republik Indonesia Tahun 1945.

 3.     Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah
      Konstitusi mengenai:

      a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
           Indonesia Tahun 1945;

      b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
           Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

      c.pembubaran partai politik;

      d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau

      e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah
           melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
           negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
           perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi     memenuhi   syarat sebagai
           Presiden    dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
           Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.



                                        BAB II

                             KEDUDUKAN DAN SUSUNAN

                                     Bagian Pertama

                                       Kedudukan
                                      Pasal 2

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.



                                      Pasal 3

Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.



                                   Bagian Kedua

                                     Susunan



                                      Pasal 4
(1) Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim
    konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Susunan Mahkamah Kontitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang
    Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi.

(3) Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan
    selama 3 (tiga) tahun.

(4) Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3), rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
    Konstitusi dipimpin oleh hakim konstitusi yang tertua usianya.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.


                                          Pasal 5



Hakim konstitusi adalah pejabat negara.



                                          Pasal 6



(1) Kedudukan protokoler dan hak keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota hakim
    konstitusi berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat negara.
(2) Hakim konstitusi hanya dapat dikenakan tindakan kepolisian atas perintah Jaksa
    Agung setelah mendapat persetujuan tertulis Presiden, kecuali dalam hal:

     a.     tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau

     b.      berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak
          pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana
          kejahatan terhadap keamanan negara.
                                     Bagian Ketiga

                         Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan



                                          Pasal 7

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi dibantu
oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan.
                                          Pasal 8

Ketentuan mengenai susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenang Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden
atas usul Mahkamah Konstitusi.



                                          Pasal 9

Anggaran Mahkamah Konstitusi dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.



                                          BAB III

                     KEKUASAAN MAHKAMAH KONSTITUSI

                                       Bagian Pertama

                                         Wewenang



                                          Pasal 10

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
    putusannya bersifat final untuk:

     a.      menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
          Indonesia Tahun 1945;

     b.      memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
          diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

     c.      memutus pembubaran partai politik; dan

     d.      memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden
    dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
    pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
    perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
    Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
    Republik Indonesia Tahun 1945.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

     a.      pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan
          negara sebagaimana diatur dalam undang-undang.

     b.      korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan
          sebagaimana diatur dalam undang-undang.

     c.      tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan
          pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

     d.      perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat
          Presiden dan/atau Wakil Presiden.

     e.      tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah
          syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara
          Republik Indonesia Tahun 1945.

                                         Pasal 11

Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau
warga masyarakat untuk memberikan keterangan.



                                      Bagian Kedua

                           Tanggung Jawab dan Akuntabilitas



                                         Pasal 12

Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi,
dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih.



                                         Pasal 13



(1) Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada masyarakat
    secara terbuka mengenai:

    a. permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputus;

    b. pengelolaan keuangan dan tugas administrasi lainnya.



(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita berkala yang
    diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.
                                           Pasal 14

Masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan putusan Mahkamah Konstitusi.



                                           BAB IV

                      PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

                                  HAKIM KONSTITUSI

                                      Bagian Pertama

                                         Pengangkatan



                                           Pasal 15



Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;

b. adil; dan

c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.



                                           Pasal 16

(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat:

     a.        warga negara Indonesia;

     b.        berpendidikan sarjana hukum;

     c.        berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada saat pengangkatan;

     d.        tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
          telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
          diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

     e.        tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan

     f.        mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10
          (sepuluh) tahun.

(2) Calon hakim konstitusi yang bersangkutan wajib membuat surat pernyataan tentang
    kesediaannya untuk menjadi hakim konstitusi.
                                        Pasal 17

Hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi:

a. pejabat negara lainnya;

b. anggota partai politik;

c. pengusaha;

d. advokat; atau

e. pegawai negeri.



                                        Pasal 18

(1) Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3
    (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan
    Keputusan Presiden.

(2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka
    waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden.



                                        Pasal 19

Pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.



                                        Pasal 20



(1) Ketentuan mengenai tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi
    diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 18 ayat (1).

(2) Pemilihan hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
    obyektif dan akuntabel.



                                           Pasal 21

(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim konstitusi mengucapkan sumpah atau janji
    menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut:
    Sumpah hakim konstitusi:

    ?Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi
    dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
    Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
    perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar
    Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa?



    Janji hakim konstitusi:

    ?Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban
    hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan
    segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-
    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa
    dan bangsa?

(2) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di
    hadapan Presiden.

(3) Sebelum memangku jabatannya, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi
    mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Mahkamah Konstitusi
    yang berbunyi sebagai berikut:



    Sumpah Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi:

    ?Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil
    Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
    teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
    menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut
    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
    nusa dan bangsa?



    Janji Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi:

    ?Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban
    Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
    memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
    menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut
    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
    nusa dan bangsa?



                                       Bagian Kedua

                                       Masa Jabatan



                                          Pasal 22

Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya
untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya.



                                       Bagian Ketiga

                                      Pemberhentian



                                          Pasal 23

(1) Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila:

     a.      meninggal dunia;

     b.      mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua
          Mahkamah Konstitusi;

     c.      telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun;

     d.      telah berakhir masa jabatannya; atau

     e.      sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus yang dibuktikan dengan surat
          keterangan dokter.

(2) Hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila:

     a.      dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
          memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
          diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

     b.      melakukan perbuatan tercela;

     c.      tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama
          5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
     d.      melanggar sumpah atau janji jabatan;

     e.      dengan sengaja menghambat Mahkamah Konstitusi memberi putusan dalam
          waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar
          Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

     f.      melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; atau

     g.      tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.

(3) Permintaan pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dilakukan setelah yang
    bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan
    Mahkamah Konstitusi.

(4) Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas
    permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.

(5) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan
    Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.



                                           Pasal 24

(1) Hakim konstitusi sebelum diberhentikan dengan tidak hormat, diberhentikan
    sementara dari jabatannya dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua
    Mahkamah Konstitusi, kecuali alasan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 23 ayat (2) huruf a.

(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 60 (enam
    puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

(3) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir
    tanpa dilanjutkan dengan pemberhentian, yang bersangkutan direhabilitasi dengan
    Keputusan Presiden.

(4) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan
    dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan
    Ketua Mahkamah Konstitusi.

(5) Sejak dimintakan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    hakim konstitusi yang bersangkutan dilarang menangani perkara.



                                           Pasal 25
(1) Apabila terhadap seorang hakim konstitusi ada perintah penahanan, hakim konstitusi
    yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya.

(2) Hakim konstitusi diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dituntut di
    muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
    Pidana meskipun tidak ditahan.

(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
    paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling
    lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

(4) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir
    dan belum ada putusan pengadilan, terhadap yang bersangkutan diberhentikan sebagai
    hakim konstitusi.

(5) Apabila di kemudian hari putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan tidak
    bersalah, yang bersangkutan direhabilitasi.



                                            Pasal 26

(1) Dalam hal terjadi kekosongan hakim konstitusi karena berhenti atau diberhentikan,
    lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) mengajukan
    pengganti kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
    kerja sejak terjadi kekosongan.

(2) Keputusan Presiden tentang pengangkatan pengganti sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 ( tujuh) hari kerja sejak
    pengajuan diterima Presiden.



                                          Pasal 27

Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.



                                          BAB V

                                      HUKUM ACARA

                                       Bagian Pertama
                                        Umum



                                       Pasal 28



(1) Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno
    Mahkamah Konstitusi dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, kecuali dalam
    keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua
    Mahkamah Konstitusi.

(2) Dalam hal Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan memimpin sidang pleno
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sidang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah
    Konstitusi.

(3) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan pada waktu
    yang bersamaan, sidang pleno dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan
    oleh Anggota Mahkamah Konstitusi.

(4) Sebelum sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi
    dapat membentuk panel hakim yang anggotanya terdiri atas sekurang-kurangnya 3
    (tiga) orang hakim konstitusi untuk memeriksa yang hasilnya dibahas dalam sidang
    pleno untuk diambil putusan.

(5) Putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

(6) Tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakibat putusan
    Mahkamah Konstitusi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.



                                       Bagian Kedua

                                   Pengajuan Permohonan



                                         Pasal 29

(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau
    kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pemohon atau
    kuasanya dalam 12 (dua belas) rangkap.

                                       Pasal 30

Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai:
 a.        pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
       Indonesia Tahun 1945;

 b.        sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
       Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 c.        pembubaran partai politik;

 d.        perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau

 e.        pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
       pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
       tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
       syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
       Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.



                                          Pasal 31

(1) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:

      a.       nama dan alamat pemohon;

      b.       uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan sebagaimana
           dimaksud dalam Pasal 30; dan

      c.       hal-hal yang diminta untuk diputus.

(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan
      alat bukti yang mendukung permohonan tersebut.



                                          Bagian Ketiga

                        Pendaftaran Permohonan dan Penjadwalan Sidang



                                              Pasal 32

(1) Terhadap setiap permohonan yang diajukan, Panitera Mahkamah Konstitusi
      melakukan pemeriksaan kelengkapan permohonan.

(2) Permohonan yang belum memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      29 dan Pasal 31 ayat (1) huruf a dan ayat (2), wajib dilengkapi oleh pemohon dalam
      jangka   waktu   paling   lambat    7    (tujuh)   hari   kerja   sejak   pemberitahuan
      kekuranglengkapan tersebut diterima pemohon.
(3) Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan dicatat dalam Buku Registrasi
    Perkara Konstitusi.



                                      Pasal 33

Buku Registrasi Perkara Konstitusi memuat antara lain catatan tentang kelengkapan
administrasi dengan disertai pencantuman nomor perkara, tanggal penerimaan berkas
permohonan, nama pemohon, dan pokok perkara.



                                      Pasal 34

(1) Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama, setelah permohonan
    dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dalam jangka waktu paling
    lambat 14 (empat belas) hari kerja.

(2) Penetapan hari sidang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan
    kepada para pihak dan diumumkan kepada masyarakat.

(3) Pengumuman kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
    dengan menempelkan salinan pemberitahuan tersebut di papan pengumuman
    Mahkamah Konstitusi yang khusus digunakan untuk itu.



                                          Pasal 35

(1) Pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan
    Mahkamah Konstitusi dilakukan.

(2) Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan permohonan
    tidak dapat diajukan kembali.



                                     Bagian Keempat

                                       Alat Bukti


                                          Pasal 36
(1) Alat bukti ialah:

     a.      surat atau tulisan;

     b.      keterangan saksi;
     c.      keterangan ahli;

     d.      keterangan para pihak;

     e.      petunjuk; dan

     f.      alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
          disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dapat
    dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum.

(3) Dalam hal alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat
    dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum, tidak dapat dijadikan alat bukti
    yang sah.

(4) Mahkamah Konstitusi menentukan sah atau tidak sahnya alat bukti dalam persidangan
    Mahkamah Konstitusi.



                                         Pasal 37

Mahkamah Konstitusi menilai alat-alat bukti yang diajukan ke persidangan dengan
memperhatikan persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.



                                         Pasal 38

(1) Para pihak, saksi, dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi.

(2) Surat panggilan harus sudah diterima oleh yang dipanggil dalam jangka waktu paling
    lambat 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan.

(3) Para pihak yang merupakan lembaga negara dapat diwakili oleh pejabat yang ditunjuk
    atau kuasanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Jika saksi tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun sudah dipanggil secara patut
    menurut hukum, Mahkamah Konstitusi dapat meminta bantuan kepolisian untuk
    menghadirkan saksi tersebut secara paksa.



                                        Bagian Kelima

                                  Pemeriksaan Pendahuluan



                                           Pasal 39
(1) Sebelum mulai memeriksa pokok perkara, Mahkamah Konstitusi mengadakan
      pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan.

(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Mahkamah Konstitusi wajib
      memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki
      permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.



                                         Bagian Keenam

                                    Pemeriksaan Persidangan



                                            Pasal 40



(1) Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan

(2) hakim.
      Setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib menaati tata tertib persidangan.
(3)
      Ketentuan mengenai tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diatur oleh Mahkamah Konstitusi.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan
      penghinaan terhadap Mahkamah Konstitusi.



                                            Pasal 41

(1) Dalam persidangan hakim konstitusi memeriksa permohonan beserta alat bukti yang

(2) diajukan.
      Untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim
      konstitusi wajib memanggil para pihak yang berperkara untuk memberi keterangan
      yang dibutuhkan dan/atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga negara
      yang terkait dengan permohonan.

(3) Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan
      penjelasannya dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permintaan
      hakim konstitusi diterima.



                                          Pasal 42
Saksi dan ahli yang dipanggil wajib hadir untuk memberikan keterangan.



                                        Pasal 43

Dalam pemeriksaan persidangan, pemohon dan/atau termohon dapat didampingi atau
diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus untuk itu.



                                        Pasal 44



(1) Dalam hal pemohon dan/atau termohon didampingi oleh selain kuasanya di dalam
    persidangan, pemohon dan/atau termohon harus membuat surat keterangan yang
    khusus untuk itu.

(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dan diserahkan
    kepada hakim konstitusi di dalam persidangan.



                                      Bagian Ketujuh

                                             Putusan

                                             Pasal 45



(1) Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
    Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim.

(2) Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan harus didasarkan pada
    sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti.

(3) Putusan Mahkamah Konstitusi wajib memuat fakta yang terungkap dalam
    persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan.

(4) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil secara musyawarah untuk
    mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang.

(5) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan
    pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan.

(6) Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (4) tidak dapat menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah
    sidang pleno hakim konstitusi berikutnya.
(7) Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh
    tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.

(8) Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno
    hakim konstitusi menentukan.

(9) Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau ditunda pada
    hari lain yang harus diberitahukan kepada para pihak.

(10)Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
    dan ayat (8), pendapat anggota Majelis Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan.



                                        Pasal 46

Putusan Mahkamah Konstitusi ditandatangani oleh hakim yang memeriksa, mengadili,
dan memutus, dan panitera.



                                        Pasal 47

Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan
dalam sidang pleno terbuka untuk umum.



                                        Pasal 48

(1) Mahkamah Konstitusi memberi putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

(2) Maha Esa.
    Setiap putusan Mahkamah Konstitusi harus memuat:

     a.     kepala    putusan   berbunyi:    ?DEMI     KEADILAN        BERDASARKAN
          KETUHANAN YANG MAHA ESA?;

     b.     identitas pihak;

     c.     ringkasan permohonan;

     d.     pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan;

     e.     pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan;

     f.     amar putusan; dan

     g.     hari, tanggal putusan, nama hakim konstitusi, dan panitera.

                                        Pasal 49
Mahkamah Konstitusi wajib mengirimkan salinan putusan kepada para pihak dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan.



                                   Bagian Kedelapan

               Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar



                                        Pasal 50

Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang
diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.



                                        Pasal 51

(1) Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
    dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

     a.      perorangan warga negara Indonesia;

     b.      kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
          dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
          Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

     c.      badan hukum publik atau privat; atau

     d.      lembaga negara.

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak
    dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib
    menguraikan dengan jelas bahwa:

     a.      pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan
          Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau

     b.      materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap
          bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
          1945.

                                        Pasal 52

Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi kepada DPR dan Presiden untuk diketahui, dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi
Perkara Konstitusi.



                                       Pasal 53

Mahkamah Konstitusi memberitahukan kepada Mahkamah Agung adanya permohonan
pengujian undang-undang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.



                                       Pasal 54

Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan
dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat,
DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden.



                                       Pasal 55

Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang
dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar
pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai
ada putusan Mahkamah Konstitusi.



                                       Pasal 56

(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau
    permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan
    Pasal 51, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar
    putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah
    Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari
    undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945.

(4) Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan
    pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(5) Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang
    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun
    materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.



                                          Pasal 57

(1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi
    muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-
    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal,
    dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(2) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa
    pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan
    undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
    Tahun 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(3) Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam
    Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
    putusan diucapkan.



                                       Pasal 58

Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan
yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.



                                       Pasal 59

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disampaikan kepada DPR, Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden, dan Mahkamah Agung.



                                       Pasal 60

Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah
diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.



                                  Bagian Kesembilan
                      Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang

                 Kewenangannya Diberikan oleh Undang-Undang Dasar



                                        Pasal 61



(1) Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan
    langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang
    kepentingan langsung pemohon dan menguraikan kewenangan yang dipersengketakan
    serta menyebutkan dengan jelas lembaga negara yang menjadi termohon.



                                        Pasal 62

Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi kepada termohon dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.



                                        Pasal 63

Mahkamah Konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan pada pemohon
dan/atau termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang
dipersengketakan sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.



                                        Pasal 64

(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau
    permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, amar
    putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar
    putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah
    Konstitusi menyatakan dengan tegas bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan
    untuk melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan.

(4) Dalam hal permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan
    ditolak.



                                       Pasal 65

Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 pada Mahkamah Konstitusi.



                                       Pasal 66



(1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa
    termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan
    yang dipersengketakan, termohon wajib melaksanakan putusan tersebut
    dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diterima.

(2) Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), pelaksanaan kewenangan termohon batal demi hukum.



                                       Pasal 67

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa kewenangan disampaikan kepada DPR,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden.



                                  Bagian Kesepuluh

                              Pembubaran Partai Politik



                                       Pasal 68



(1) Pemohon adalah Pemerintah.

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi,
    asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap
    bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.



                                       Pasal 69
Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi kepada partai politik yang bersangkutan dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi
Perkara Konstitusi.



                                        Pasal 70



(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi
    syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, amar putusan menyatakan permohonan
    tidak dapat diterima.

(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar
    putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(3) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan,
    amar putusan menyatakan permohonan ditolak.



                                        Pasal 71

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pembubaran partai politik
wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak
permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.



                                        Pasal 72

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pembubaran partai politik disampaikan kepada
partai politik yang bersangkutan.



                                        Pasal 73



(1) Pelaksanaan putusan pembubaran partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    71, dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada Pemerintah.

(2) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh
    Pemerintah dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling
    lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan diterima.
                                       Bagian Kesebelas

                            Perselisihan Hasil Pemilihan Umum



                                           Pasal 74

(1) Pemohon adalah:

     a.      perorangan    warga       negara   Indonesia      calon    anggota     Dewan
          Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum;

     b.      pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan
          umum Presiden dan Wakil Presiden; dan

     c.      partai politik peserta pemilihan umum.

(2) Permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang
     dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi:

     a.      terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;

     b.      penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua
          pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon
          Presiden dan Wakil Presiden;

     c.      perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah
          pemilihan.

(3) Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 X 24 (tiga kali
     dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil
     pemilihan umum secara nasional.

                                         Pasal 75

Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang:

a.        kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi
      Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; dan

b.        permintaan   untuk   membatalkan          hasil   penghitungan    suara    yang
      diumumkan     oleh   Komisi      Pemilihan      Umum    dan      menetapkan    hasil
      penghitungan suara yang benar menurut pemohon.



                                         Pasal 76

Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi kepada Komisi Pemilihan Umum dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara
Konstitusi.



                                       Pasal 77

(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau
      permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      74, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan,
      amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
      Mahkamah Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara
      yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil
      penghitungan suara yang benar.

(4) Dalam hal      permohonan tidak beralasan amar putusan menyatakan
      permohonan ditolak.



                                       Pasal 78

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil pemilihan
umum wajib diputus dalam jangka waktu:

 a.      paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat
      dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum
      Presiden dan Wakil Presiden;

 b.      paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam
      Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum anggota
      DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

                                       Pasal 79

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perselisihan hasil pemilihan umum disampaikan
kepada Presiden.



                                  Bagian Keduabelas

                     Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran

                         oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
                                        Pasal 80

(1) Pemohon adalah DPR.

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai
    dugaan:

     a.      Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
          hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
          tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau

     b.      Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
          Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar
          Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib
    menyertakan keputusan DPR dan proses pengambilan keputusan mengenai pendapat
    DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
    Republik Indonesia Tahun 1945, risalah dan/atau berita acara rapat DPR, disertai
    bukti mengenai dugaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).



                                        Pasal 81

Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.



                                        Pasal 82

Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri pada saat proses
pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi, proses pemeriksaan tersebut dihentikan dan
permohonan dinyatakan gugur oleh Mahkamah Konstitusi.



                                        Pasal 83



(1) Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak
    memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, amar putusan
    menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
    Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
    terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
    perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
    tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar
    putusan menyatakan membenarkan pendapat DPR.

(3) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
    Presiden tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
    terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
    perbuatan tercela dan/atau tidak terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil
    Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
    Presiden, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.



                                        Pasal 84

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, wajib diputus dalam jangka
waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi.



                                        Pasal 85

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pendapat DPR wajib disampaikan kepada DPR
dan Presiden dan/atau Wakil Presiden.




                                        BAB VI

                                 KETENTUAN LAIN-LAIN



                                        Pasal 86

Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya menurut Undang-Undang ini.



                                        BAB VII

                                 KETENTUAN PERALIHAN
                                                    Pasal 87

             Pada saat Undang-Undang ini berlaku, seluruh permohonan dan/atau gugatan yang
             diterima Mahkamah Agung dan belum diputus berdasarkan ketentuan Pasal III Aturan
             Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dialihkan
             kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak
             Mahkamah Konstitusi dibentuk.



                                                    BAB VIII

                                               KETENTUAN PENUTUP



                                                    Pasal 88

             Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



             Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
             dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                         Disahkan di Jakarta

                         pada tanggal 13 Agustus 2003

                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                         ttd.

                         MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 13 Agustus 2003

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO


           LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 98


Silahkan download versi PDF nya sbb:
mahkamah_konstitusi_(uu_24_thn_2003)_24.pdf
(ogi/Carapedia)
Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.