Previous
Next

1992

Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman (UU 12 thn 1992)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman :

UU 12/1992, SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Bentuk:   UNDANG-UNDANG (UU)

Oleh:      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:     12 TAHUN 1992 (12/1992)

Tanggal:   30 APRIL 1992 (JAKARTA)

Sumber:    LN 1992/46; TLN NO. 3478

Tentang:   SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Indeks:    ADMINISTRASI.       PEMBANGUNAN.   PERTANIAN.   Pangan.
     Perkebunan.

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:
a.   bahwa sumberdaya alam nabati yang jenisnya beraneka ragam
     dan mempunyai peranan penting bagi kehidupan adalah karunia
     Tuhan Yang Maha Esa; oleh karena itu perlu dikelola dan
     dimanfaatkan secari lestari, selaras, serasi, dan seimbang
     bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat;
b.   bahwa sistem pembangunan yang berketanjutan dan berwawasan
     lingkungan   perlu   ditumbuhkembangkan  dalam   pembangunan
     pertanian secara menyeluruh dan terpadu;
c.   bahwa pertanian maju, efisien, dan tangguh mempunyai peranan
     yang penting dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional,
     yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan
     Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
d.   bahwa sistem budidaya tanaman yang merupakan bagian dari
     pertanian perlu dikembangkan sejalan dengan peningkatan
     kualitas sumberdaya manusia untuk mewujudkan pertanian maju,
     efisien, dan tangguh;
e.   bahwa peraturan perundang-undangan yang saat ini masih
     berlaku, baik yang merupakan produk hukum warisan pemerintah
     kolonial maupun produk hukum nasional, sudah tidak sesuai
     lagi dengan perkembangan hukum dan kepentingan nasional
     sehingga perlu dicabut;
f.   bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dipandang
     perlu menetapkan ketentuan tentang sistem budidaya tanaman
     dalam suatu Undang-undang;

Mengingat:
1.   Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33
     Undang-Undang Dasar 1945;
2.   Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
     Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104,
     Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3.   Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
     Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8,
     Tambahan Lembaran Negara Nornor 2823);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
     Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
     Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5.   Undang-undang   Nomor  11   Tahun  1974   tentang  Pengairan
     (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran
     Negara Nomor 3046);
6.   Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
     Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
     1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7.   Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
     Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun
     1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

                       Dengan persetujuan
           DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

                           MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN.

                              BAB I
                         KETENTUAN UMUM

                             Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Sistem budidaya tanaman adalah sistem pengembangan dan
     pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui upaya manusia
     yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya
     menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara
     lebih baik;
2.   Plasma nutfah adalah substansi yang terdapat dalam kelompok
     makhluk hidup, dan merupakan sumber sifat keturunan yang
     dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk
     menciptakan jenis unggul atau kultivar baru;
3.   Pemuliaan   tanaman   adalah    rangkaian   kegiatan   untuk
     mempertahankan kemurnian jenis dan/atau varietas yang sudah
     ada atau menghasilkan jenis dan/atau varietas baru yang
     lebih baik;
4.   Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman
     atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau
     mengembangbiakkan tanaman;
5.   Varietas adalah bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh
     bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan
     sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama;
6.   Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman
     setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta
     memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan;
7.   Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah
     kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh
     organisme pengganggu tumbuhan;
8.   Organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang
     dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
     kematian tumbuhan;
9. Eradikasi adalah tindakan pemusnahan terhadap tanaman,
     organisme   pengganggu  tumbuhan,   dan   benda  lain   yang
     menyebabkan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan di
     lokasi tertentu;
10. Pupuk adalah bahan kimia atau organisms yang berperan dalam
     penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung
     atau tidak langsung;
11. Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur dan
     perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau
     virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.

                             Pasal 2
Sistem budidaya tanaman sebagai bagian       pertanian   berasaskan
manfaat, lestari, dan berkelanjutan.

                             Pasal 3
Sistem budidaya tanaman bertujuan:
     a.   meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil
     tanaman, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan,
     kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor;
     b.   meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani;
     c.   mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha
     dan kesempatan kerja.

                             Pasal 4
Ruang lingkup sistem budidaya tanaman meliputi proses kegiatan
produksi sampai dengan pascapanen.

                              BAB II
                   PERENCANAAN BUDIDAYA TANAMAN

                                Pasal 5
(1)   Untuk    mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
      Pemerintah:
      a.    menyusun rencana pengembangan budidaya tanaman sesuai
      dengan tahapan rencana pembangunan nasional;
      b.    menetapkan wilayah pengembangan budidaya tanaman;
      c.    mengatur produksi budidaya tanaman tertentu berdasarkan
      kepentingan nasional;
      d.    menciptakan    kondisi    yang   menunjang   peranserta
      masyarakat.
(2)   Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1), Pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat.

                              Pasal 6

(1)   Petani memiliki kebebasan untuk menentukaii pilihan jenis
      tanaman dan perribudidayaannya.
(2)   Dalam menerapkan kebebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1), petani berkewajiban berperanserta dalam mewujudkan
      rencana   pengembangan   dan  produksi   budidaya   tanaman,
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(3)   Apabila pilihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak
      dapat terwujud karena ketentuan Pemerintah, maka Pemerintah
      *8078 berkewajiban untuk mengupayakan agar petani yang
      bersangkutan memperoleh jaminan penghasilan tertentu.
(4)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih
      lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                              BAB III

                 PENYELENGGARAAN BUDIDAYA TANAMAN

                           Bagian Kesatu
                  Pembukaan dan Pengolahan Lahan,
                dan Penggunaan Media Tumbuh Tanaman

                              Pasal 7
(1)   Setiap orang atau badan hukum yang membuka dan mengolah
      lahan dalam luasan tertentu untuk keperluan budidaya tanaman
      wajib mengikuti tata cara yang dapat mencegah timbulnya
      kerusakan lingkungan hidup.
(2)   Setiap orang atau badan hukum yang menggunakan media tumbuh
      tanaman untuk keperluan budidaya tanaman wajib mengikuti
      tata   cara  yang   dapat   mencegah  timbulnya   pencemaran
      lingkungan.
(3)   Ketentuan mengenai tata cara sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1)       dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

                           Bagian Kedua
                            Perbenihan
                              Pasal 8
Perolehan benih bermutu untuk pengembangan budidaya tanaman
dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan/atau
introduksi dari luar negeri.

                              Pasal 9
(1)   Penemuan   varietas   unggul  dilakukan   melalui   kegiatan
      pemuliaan tanaman.
(2)   Pencarian dan pengumpulan plasma nutfah dalam rangka
      pemuliaan tanaman dilakukan oleh Pemerintah.
(3)   Kegiatan pencarian dan pengumpulan plasma nutfah sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (2), dapat dilakukan oleh perorangan
      atau badan hukum berdasarkan izin.
(4)   Pemerintah melakukan pelestarian plasma nutfah bersama
      masyarakat.
(5)   Ketentuan mengenai tata cara pencarian, pengumpulan, dan
      pelestarian plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan
      Peraturan Pemerintah.
                                Pasal 10
(1)     Introduksi dari luar negeri dilakukan dalam bentuk benih
        atau materi induk untuk pemuliaan tanaman.
(2)     Introduksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
        oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan
        atau badan hukum.
(3)     Ketentuan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
        diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
*8079
                             Pasal 11
Setiap orang atau badan hukum dapat melakukan pemuliaan tanaman
untuk menemukan varietas unggul.

                                Pasal 12
(1)     Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri
        sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah.
(2)     Varietas hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas
        sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilarang diedarkan.
(3)     Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelepasan
        sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut
        dengan Peraturan Pemerintah.

                                Pasal 13
(1)     Benih dari varietas unggul yang telah dilepas sebagaimana
        dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), merupakan benih bina.
(2)     Benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan
        memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)     Benih bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan
        wajib diberi label.
(4)     Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara sertifikasi
        dan   pelabelan  benih   bina   diatur  lebih  lanjut   oleh
        Pemerintah.

                                Pasal 14
(1)     Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2),
        dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh
        perorangan atau badan hukum berdasarkan izin.
(2)     Ketentuan mengenai persyaratan dan perizinan sebagaimana
        dimaksud   dalam  ayat   (1),   diatur  lebih lanjut oleh
        Pemerintah.

                             Pasal 15
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran
benih bina.
                             Pasal 16
Pemerintah dapat melarang pengadaan, peredaran, dan penanaman
benih tanaman tertentu yang merugikan masyarakat, budidaya
tanaman, sumberdaya alam lainnya, dan/atau lingkungan hidup.

                              Bagian Ketiga
          Pengeluaran dan Pemasukan Tumbuhan dan Benih Tanaman
                                Pasal 17
(1)     Pemerintah menetapkan jenis tumbuhan yang pengeluaran dari
      dan/atau pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik
      Indonesia memerlukan izin.
(2)   Pengeluaran benih dari atau pemasukannya ke dalam wilayah
      negara Republik Indonesia wajib mendapatkan izin.
(3)   Pemasukan benih dari luar negeri harus memenuhi standar mutu
      benih bina.

                          Bagian Keempat
                            Penanaman
                             Pasal 18
(1) Penanaman mcrupakan kegiatan menanamkan benih pada
     petanaman yang berupa lahan atau media tumbuh tanaman.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditujukan
     untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan optimal guna
     mencapai produktivitas yang tinggi.
(3) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
     penanaman harus dilakukan dengan tepat pola tanam, tepat
     benih, tepat cara, tepat sarana, dan tepat waktu pada
     petanaman siap tanam.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dapat diatur
     lebih lanjut oteh Pemerintah.

                           Bagian Kelima
                          Pemanfaatan Air

                             Pasal 19

(1)   Pemerintah mengatur dan membina pemanfaatan air untuk
      budidaya tanaman.
(2)   Pemanfaatan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
      dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
      berlaku.

                           Bagian Keenam
                       Perlindungan Tanaman

                             Pasal 20

(1)   Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian
      hama terpadu.
(2)   Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1), menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah.

                             Pasal 21
Perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
dilakanakan melalui kegiatan berupa :
a.   pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam
     dan tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam
     wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
     perundang-undangan yang berlaku;
b.   pengendalian organisme pengganggu tumbuhan;
c.   eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.
                              Pasal 22
(1)   Dalam pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 21, setiap orang atau badan hukum dilarang
      menggunakan sarana dan/atau cara yang dapat mengganggu
      kesehatan    dan/atau    mengancam   keselamatan    manusia,
      menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam dan/atau
      lingkungan hidup.
(2)   Ketentuan   mengenai   penggunaan  sarana    dan/atau   cara
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut
      oleh Pemerintah.

                             Pasal 23
Setiap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang
dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area
lain di dalam, dan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik
Indonesia dikenakan tindakan karantina tumbuhan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                              Pasal 24

(1)   Setiap orang atau badan hukum yang memiliki atau menguasai
      tanaman   harus   melaporkan   adanya   serangan   organisme
      pengganggu tumbuhan pada tanamannya kepada pejabat yang
      berwenang dan yang bersangkutan harus mengendalikannya.
(2)   Apabila serangan organisme pengganggu tumbuhan sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), merupakan eksplosi, Pemerintah
      bertanggung jawab menanggulanginya bersama masyarakat.

                              Pasal 25
(1)   Pemerintah dapat melakukan atau memerintahkan dilakukannya
      eradikasi   terhadap  tanaman    dan/atau benda   lain yang
      menyebabkan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan.
(2)   Eradikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan
      apabila organisme pengganggu tumbuhan tersebut dianggap
      sangat berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara
      meluas.

                               Pasal 26
(1)   Kepada   pemilik   yang   tanaman    dan/atau   benda   lainnya
      dimusnahkan   dalam    rangka    eradikasi    dapat   diberikan
      kompensasi.
(2)   Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan
      hanya atas tanaman dan/atau benda lainnya yang tidak
      terserang   organisms   pengganggu    tumbuhan   tetapi   harus
      dimusnahkan dalam rangka eradikasi.

                            Pasal 27
Ketentuan   mengenai  pengendalian   dan   eradikasi   organisme
pengganggu tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 butir b
dan butir c serta ketentuan mengenai kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
                          Bagian Ketujuh
                       Pemeliharaan Tanaman

                             Pasal 28

(1)  Pemeliharaan tanaman diarahkan untuk:
     a.   menciptakan  kondisi   pertumbuhan  dan   produktivitas
     tanaman yang optimal;
     b.   menjaga kelestarian lingkungan;
     c.   mencegah timbulnya kerugian pihak lain dan atau
     kepentingan umum.
(2) Dalam pemeliharaan tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat
     (1), setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan
     sarana dan/atau cara yang mengganggu kesehatan dan/atau
     mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan
     kerusakan sumberdaya alam dan/atau lingkungan hidup.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur
     lebih lanjut oleh Pemerintah.

                         Bagian Kedelapan
                               Panen
                             Pasal 29

(1)   Panen merupakan kegiatan pemungutan hasil budidaya tanaman.
(2)   Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditujukan
      untuk   memperoleh  hasil   yang   optimal  dengan   menekan
      kehilangan dan kerusakan hasil serta menjamin terpenuhinya
      standar mutu.
(3)   Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
      panen harus dilakukan tepat waktu, tepat keadaan, tepat
      cara, dan tepat sarana.
(4)   Dalam pelaksanaan panen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),
      harus dicegah timbulnya kerugian bagi masyarakat dan/atau
      kerusakan sumberdaya alam dan/atau lingkungan hidup.

                              Pasal 30
(1)   Pemerintah dan masyarakat berkewajiban untuk mewujudkan
      tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2).
(2)   Pemerintah wajib berupaya untuk meringankan beban petani
      kecil berlahan sempit yang budidaya tanamannya gagal panen
      karena bencana alam.
(3)   Pemerintah dapat menetapkan pengaturan mengenai panen
      budidaya tanaman tertentu.

                         Bagian Kesembilan
                             Pascapanen
                              Pasal 31

(1)   Pascapanen   meliputi   kegiatan  pembersihan,   pengupasan,
      sortasi, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standardisasi
      mutu, dan transportasi hasil produksi budidaya tanaman.
(2)   Kegiatan pascapanen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
      ditujukan   untuk   meningkatkan   mutu,   menekan   tingkat
      kehilangan dan/atau kerusakan, memperpanjang daya simpan,
      dan meningkatkan daya guna serta nilai tambah hasil budidaya
      tanaman.

                              Pasal 32
(1)   Terhadap hasil budidaya tanaman yang dipasarkan diterapkan
      standar mutu.
(2)   Pemerintah menetapkan jenis hasil budidaya tanaman yang
      harus memenuhi standar mutu sebagaimana dimaksud dalam ayat
      (1).
(3)   Pemerintah mengawasi mutu hasil budidaya tanaman sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1).

                             Pasal 33
Ketentuan mengenai pascapanen dan standar mutu hasil budidaya
tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32, diatur
lebih lanjut oleh Pemerintah.

                              Pasal 34
*8083
(1) Pemerintah     menetapkan   standar   unit   pengolahan,   alat
      transportasi, dan unit penyimpanan hasil. budidaya tanaman.
(2) Pemerintah     melakukan   akreditasi   atas   kelayakan   unit
      pengolahan,   alat   transportasi,   dan   unit   penyimpanan
      sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap unit pengolahan,
      alat transportasi, dan unit penyimpanan hasil budidaya
      tanaman, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

                          Pasal 35
Pemerintah menetapkan tata cara pcngawasan atas mutu unit
pengolahan, alat transportasi, dan unit penyimpanan hasil
budidaya tanaman.

                              Pasal 36
(1)   Pemerintah menetapkan harga dasar hasil budidaya tanaman
      tertentu.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih
      lanjut oleh Pemerintah.

                               BAB IV
                          SARANA PRODUKSI
                           Bagian Kesatu
                               Pupuk
                             Pasal 37

(1)   Pupuk yang beredar di dalam wilayah negara Republik
      Indonesia   wajib   memenuhi  standar   mutu  dan   terjamin
      efektivitasnya serta diberi label.
(2)   Pemerintah menetapkan standar mutu pupuk serta jenis pupuk
      yang boleh diimpor.
(3)   Pemerintah mengawasi pengadaan dan peredaran pupuk.
(4)   Ketentuan mengenai tata cara pengawasan, pengadaan dan
      peredaran pupuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), diatur
      lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                            Bagian Kedua
                              Pestisida
                               Pasal 38
(1)   Pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah negara
      Republik Indonesia wajib terdaftar, memenuhi standar mutu,
      terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan
      hidup, serta diberi label.
(2)   Pemerintah menetapkan standar mutu pestisida sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), dan jenis pestisida yang boleh
      diimpor.

                             Pasal 39
Pemerintah   melakukan  pendaftaran   dan   mengawasi   pengadaan,
peredaran, serta penggunaan pestisida.

                             Pasal 40
Pemerintah dapat melarang atau membatasi peredaran dan/atau
penggunaan pestisida tertentu.

                             Pasal 41
Setiap orang atau badan hukum yang menguasai pestisida yang
dilarang peredarannya atau yang tidak memenuhi standar mutu atau
rusak atau tidak terdaflar wajib memusnahkannya.

                            Pasal 42
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, Pasal
40, dan Pasal 41, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

                            Bagian Ketiga
                           Alat dan Mesin
                              Pasal 43
(1)   Pemerintah menetapkan jenis dan standar alat dan mesin
      budidaya tanaman yang produksi serta peredarannya perlu
      diawasi.
(2)   Alat dan mesin budidaya tanaman sebagaimana dimaksud dalam
      ayat (1), diuji terlebih dahulu sebelum diedarkan.
(3)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
      diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                               BAB V
                  TATA RUANG DAN TATA GUNA TANAH
                         BUDIDAYA TANAMAN

(1)   Pemanfaatan    lahan   untuk  keperluan   budidaya   tanaman
      disesuaikan dengan ketentuan tata ruang dan tata guna tanah
      berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)   Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
      dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian dan kemampuan
      lahan   maupun    pelestarian lingkungan   hidup   khususnya
      konservasi tanah.

                            Pasal 45
Perubahan rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan
peruntukan budidaya tanaman guna keperluan lain dilakukan dengan
memperhatikan rencana produksi budidaya tanaman secara nasional.

                              Pasal 46
(1)   Pemerintah menetapkan luas maksimum lahan untuk unit usaha
      budidaya tanaman yang dilakukan di atas tanah yang dikuasai
      oleh Negara.
(2)   Setiap pcrubahan jenis tanaman pada unit usaha budidaya
      tanaman di atas tanah yang dikuasai oleh negara harus
      memperoleh persetujuan Pemerintah.
(3)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2),
      diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                              BAB VI
                           PENGUSAHAAN
                             Pasal 47
(1) Usaha budidaya tanaman hanya dapat dilakukan oleh
     perorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang
     berbentuk badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
     dan berkedudukan di Indonesia.
(2) Badan usaha yang berbentuk badan hukum sebagaimana dimaksud
     dalam ayat (1), dapat berupa:
     a.   Koperasi; atau
     b.   Badan Usaha Milik Negara termasuk Badan Usaha Milik
     Daerah; atau

      c.   Perusahaan swasta.
(3)   Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diarahkan
      untuk bekerja sama secara terpadu dengan masyarakat petani
      dalam melakukan usaha budidaya tanaman.
(4)   Pemerintah dapat menugaskan badan usaha sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (2), untuk pengembangan kerja sama sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (3).

                              Pasal 48
(1)   Perorangan   warga  negara    Indonesia  atau  badan   hukum
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), yang melakukan
      usaha budidaya tanaman tertentu di atas skala tertentu wajib
      memiliki izin.
(2)   Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
      memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, sumberdaya
      alam, lingkungan hidup, dan kepentingan strategis lainnya.
(3)   Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diarahkan
      untuk mengembangkan keterpaduan kegiatan budidaya tanaman
      dengan industri dan pemasaran produknya.

                          Pasal 49
Pemerintah membina usaha lemah serta mendorong dan membina
terciptanya kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan
antara pengusaha lemah dan pengusaha kuat di bidang budidaya
tanaman.

                              Pasal 50
(1)   Setiap orang atau badan hukum yang dalam melakukan budidaya
      tanaman memanfaatkan jasa atau sarana yang disediakan oleh
      Pemerintah dapat dikenakan pungutan,
(2)   Petani kecil berlahan sempit yang melakukan kegiatan
      budidaya tanaman hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup
      sehari-hari tidak dikenakan pungutan sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1).

                            Pasal 51
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal
49, dan Pasal 50, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

                             BAB VII
               PEMBINAAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT

                             Pasal 52
(1)  Pemerintah melaksanakan pembinaan budidaya tanaman dalam
     bentuk pengaturan, pemberian bimbingan, dan pengawasan
     terhadap penyelenggaraan budidaya tanaman.
(2) Pembinaan budidaya tanaman diarahkan untuk meningkatkan
     produksi, mutu, dan nilai tambah hasil budidaya tanaman
     serta efisiensi penggunaan lahan dan sarana produksi.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud data ayat (2), didasarkan
     pada   pemenuhan   kebutuhan     dalam  negeri,   keunggulan
     komparatif, dan permintaan pasar komoditi budidaya tanaman
     yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
     (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh
     Pemerintah.

                             Pasal 53
Pemerintah mendorong dan mengarahkan peranserta organisasi
profesi terkait dalam pembinaan budidaya tanaman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).

                              Pasal 54
(1)   Pemerintah menyelenggarakan penelitian di bidang budidaya
      tanaman yang diarahkan bagi kepentingan masyarakat.
(2)   Pemerintah membina dan mendorong masyarakat untuk melakukan
      kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

                              Pasal 55
(1)   kepada penemu teknologi tepat serta penemu teori dan metode
      ilmiah baru di bidang budidaya tanaman dapat diberikan
      penghargaan oleh Pemerintah.
(2)   Kepada penemu jenis baru dan/atau varietas unggul, dapat
      diberikan penghargaan oleh Pemerintah serta mempunyai hak
      memberi nama pada temuannya.
(3)   Setiap orang atau badan hukum yang tanamannya memiliki
      keunggulan   tertentu   dapat   diberikan  penghargaan   oleh
      Pemerintah.
(4)   Ketentuan   mengenai    pemberian   penghargaan   sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih
      lanjut oleh Pemerintah.

                              Pasal 56
(1)   Pemerintah menyelenggarakan pengembangan sumberdaya manusia
      di bidang budidaya tanaman melalui kegiatan pendidikan dan
      pelatihan serta mendorong dan membina masyarakat untuk
      melakukan kegiatan tersebut.
(2)   Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditujukan
      untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas sumber
      daya manusia.
(3)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2),
      diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

                             Pasal 57
(1) Pemerintah menyelenggarakan penyuluhan budidaya tanaman
     serta mendorong dan membina peranserta masyarakat untuk
     melakukan kegiatan penyuluhan dimaksud.
(2) Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan informasi yang
     mendukung pengembangan budidaya tanaman serta mendorong dan
     membina peranserta masyarakat dalam pemberian pelayanan
     tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
     diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

                             BAB VIII
              PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN

                              Pasal 58
(1)   Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang
      budidaya tanaman kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan
      peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)   Pemerintah dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk
      melaksanakan tugas pembantuan di bidang budidaya tanaman.
(3)   Ketentuan penyerahan sebagian urusan sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan
      Pemerintah.
                               BAB IX
                            PENYIDIKAN

                             Pasal 59
(1)   Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia,
      juga pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
      departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
      bidang budidaya tanaman, dapat diberi wewenang khusus
      sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
      Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk
      melakukan penyidikan dalam tindak pidana di bidang budidaya
      tanaman.
(2)   Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang
      untuk:
      a.   melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
      keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang budidaya
      tanaman;
      b.   melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar
      dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi dalam
      tindak pidana di bidang budidaya tanaman;
      c.   melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti
      tindak pidana di bidang budidaya tanaman;
      d.   meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau
      badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang budidaya
      tanaman,
      e.   membuat dan menandatangani berita acara;
      f.   menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup
      bukti tentang adanya tindak pidana di bidang budidaya
      tanaman.
(3)   Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberitahukan
      dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya
      kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat polisi negara
      Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 107
      Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

                               BAB X
                         KETENTUAN PIDANA

                              Pasal 60
(1)   Barangsiapa dengan sengaja:
      *8088 a. mencari dan mengumpulkan plasma nutfah tidak
      berdasarkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
      (3);
      b.   mengedarkan hasil pemuliaan atau introduksi yang belum
      dilepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);

      c.   mengedarkan benih bina yang tidak sesuai dengan label
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
      d.   mengeluarkan benih dari atau memasukkan ke dalam
      wilayah Negara Republik Indonesia tanpa izin sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2);
      e.   menggunakan cara dan/atau sarana perlindungan tanaman
      yang mengganggu kesehatan dan mengancam keselamatan manusia
      atau menimbulkan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1),
      f.   mengedarkan pupuk yang tidak sesuai dengan label
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1),
      g.   mengedarkan pestisida yang tidak terdaftar atau tidak
      sesuai dengan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
      (1);
      h.   tidak memusnahkan pestisida yang dilarang peredarannya,
      tidak memenuhi standar mutu, rusak atau tidak terdaftar
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41;
      i.   melanggar kelentuan pelaksanaan Pasal 16; dipidana
      dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
      paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta
      rupiah).
(2)   Barang siapa karena kelalaiannya :
      a.   mencari   dan   mengumpulkan    plasma   nutfah   tidak
      berdasarkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
      (3);
      b.   mengedarkan hasil pemuliaan atau introduksi yang belum
      dilepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);
      c.   mengedarkan benih bina yang tidak sesuai dengan label
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
      d.   mengeluarkan benih dari atau memasukkan ke dalam
      wilayah negara Republik Indonesia tanpa izin sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2);
      e.   menggunakan cara dan/atau sarana perlindungan tanaman
      yang mengganggu kesehatan dan mengancam keselamatan manusia
      atau menimbulkan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1);
      f.   mengedarkan pupuk yang tidak sesuai dengan label
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1);
      g.   mengedarkan pestisida yang tidak terdaftar atau tidak
      sesuai dengan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
      (1);
      h.   tidak memusnahkan pestisida yang dilarang peredarannya,
      tidak memenuhi standar mutu, rusak atau tidak terdaftar
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41;
      i.   melanggar ketentuan pelaksanaan Pasal 16; dipidana
      dengan pidana kurungan paling lama 12 (dua belas) bulan atau
      denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta
      rupiah).

                             Pasal 61
(11) Barangsiapa dengan sengaja:
     a.   tidak mengikuti tata cara pembukaan dan pengolahan
     lahan atau penggunaan media tumbuh tanaman sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 7;
     b.   melakukan sertifikasi tanpa izin sebagaimana dimaksud
     dalam Pasal 14 ayat (1);
     c.   dalam memelihara tanaman menggunakan sarana dan/atau
     cara yang mengganggu kesehatan dan mengancam keselamatan
     manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya Alam,
     dan atau lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam asal 28
     ayat (2);
     d.   melakukan usaha budidaya tanaman tanpa izin sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1);
     e.   melanggar ketentuan pelaksanaan Pasal 40; dipidana
     dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
     paling banyak Rp 150.000.000,- (seratus lima puluh juta
     rupiah).
(2) Barangsiapa karena kelalaiannya :
     a.   tidak mengikuti tata cara pembukaan dan pengolahan
     lahan atau penggunaan media tumbuh tanaman sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 7;
     b.   melakukan sertifikisi tanpa izin sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 14 ayat (1),
      c.   dalam memelihara tanaman menggunakan sarana dan/atau
      cara yang mengganggu kesehatan dan mengancam keselamatan
      manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam,
      dan atau lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      28 ayat (2);
      d.   melakukan usaha budidaya tanaman tanpa izin sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1);
      e.   melanggar ketentuan pelaksanaan Pasal 40; dipidana
      dengan pidana kurungan paling lama 12 (dua belas) bulan atau
      denda paling banyak Rp 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah).

                              Pasal 62
(1)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1),
      dan Pasal 61 ayat (1), adalah kejahatan.
(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2),
      dan Pasal 61 ayat (2), adalah pelanggaran.

                             Pasal 63
Tumbuhan dan/atau sarana budidaya tanaman yang diperoleh dan/atau
digunakan untuk melakukan tindak pidana yang dimaksud dalam
Undang-undang ini dapat dirampas.

                               BAB XI
                        KETENTUAN PERALIHAN
                              Pasal 64
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan
perundang-undangan   di   bidang   budidaya tanaman   yang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini tetap berlaku selama belum
ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-undang ini.

                           *8090 BAB XII
                         KETENTUAN PENUTUP
                              Pasal 65
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka :
1.   Undang-undang Nomor 2 Tahun 1961 tentang Pengeluaran dan
     Pemasukan Tanaman dan Bibit Tanaman (Lembaran Negara Tahun
     1961 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2147);
2.   Ketentuan yang mengatur tentang budidaya tanaman yang
     tercantum dalam :
     a.   Ordonansi tentang Krisis Teh (Crisis Thee Ordonnantie,
     Staatsblad 1933 No. 203);
     b.   Ordonansi tentang Krisis Kina (Crisis Kina Ordonnantie,
     Staatsblad 1933 No. 204);
     c.   Ordonansi tentang Krisis Kopi dan Kakao (Crisis Koffie
     en Cacao Ordonnantie, Staatsblad 1933 No. 205);
     d.   Ordonansi    tentang   Pertanaman   Kina    (Kinaaanplant
     Ordonnantie, Staatsblad 1934 No. 70);
     e.   Ordonansi    tentang    Pengeluaran   Karet    Perkebunan
     (Ondernemings Rubber-uitvoer Ordonnantie, Staatsblad 1934
     No. 342);
f.   Ordonansi tentang Pengeluaran Karet Rakyat (Bevolkings
     Rubber-uitvoer Ordonnantie, Staatsblad 1934 No. 343);
g.   Ordonansi    tentang   Pertanaman    Karet   (Rubberaanplant
     Ordonnantie, Staatsblad 1934 No. 346);
h.   Ordonansi      tentang     Kepentingan-kepentingan     Kapok
     (Kapok-belangen Ordonnantie, Staatsblad 1935 No. 165);
i.   Ordonansi tentang Pertanaman Teh (Thee-aanplant Ordonnantie,
     Staatsblad 1936 No. 119);
j.   Ordonansi tentang Krosok (Krosok Ordonnantie, Staatsblad
     1937 No. 604);
dinyatakan tidak berlaku lagi.

                             Pasal 66
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

                            PENJELASAN
                            *8091 ATAS
                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 12 TAHUN 1992
                              TENTANG
                     SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

UMUM
     Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa
kekayaan alam hayati, air, iklim, dan kondisi tanah yang
memberikan sumber kehidupan kepada bangsa, terutama di bidang
pertanian dan sekaligus merupakan salah satu modal dasar bagi
pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya.
     Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan
nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju,
efisien, dan tangguh, serta bertujuan untuk meningkatkan hasil
dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup
petani, peternak, dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan
kesempatan   berusaha,  menunjang   pembangunan   industri  serta
meningkatkan    ekspor,  mendukung    pembangunan   daerah,   dan
mengintensifkan kegiatan transmigrasi. Arah pembangunan pertanian
sedemikian ini akan memperkokoh landasan bidang ekonomi dalam
mencapai tujuan pembangunan nasional.
     Sistem budidaya tanaman sebagai bagian dari pertanian pada
hakekatnya adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya
alam nabati melalui kegiatan manusia yang dengan modal,
teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna
memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik. Oleh karena itu
sistem budidaya tanaman akan dikembangkan dengan berasaskan
manfaat, lestari, dan berkelanjutan.
     Pengembangan budidaya tanaman diarahkan secara bijaksana,
dengan memperhatikan kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam
dan lingkungan hidup serta menggunakan teknologi tepat dengan
tujuan untuk meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil
tanaman,   guna   memenuhi   kebutuhan   pangan,   sandang,  papan,
kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor.
     Untuk mencapai tujuan tersebut di atas Pemerintah menyusun
rencana pengembangan budidaya tanaman yang disesuaikan dengan
tahapan   rencana    pembangunan   nasional,   menetapkan   wilayah
pengembangan budidaya tanaman, mengatur produksi budidaya tanaman
tertentu berdasarkan kepentingan nasional, dan menciptakan
kondisi yang menunjang peranserta masyarakat, dengan tetap
memperhatikan kepentingan masyarakat.
     Dengan semakin ketatnya persaingan dalam era globalisasi,
maka pengembangan budidaya tanaman harus diarahkan pula pada
upaya memanfaatkan keunggulan komparatif produk tanaman yang
dimiliki dengan penerapan prinsip keterpaduan kegiatan budidaya
tanaman dengan industri pengolahan, industri manufaktur, dan
pemasarannya. Dengan arah tersebut, maka nilai tambah produksi
pertanian akan dinikmati pula oleh petani sebagai produsen.
     Dalam kondisi perkembangan yang demikian, posisi petani
dalam keseluruhan sistem budidaya tanaman menjadi sangat sentral
dan strategis. Posisi sentral dan strategis dimaksud hanya dapat
bermanfaat apabila Pemerintah senantiasa berupaya untuk *8092
melaksanakan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan kualitas
sumberdaya manusia terutama masyarakat petani.
     Pengembangan budidaya tanaman hanya dapat dicapai secara
optimal apabila di dalam pelaksanaannya digunakan teknologi tepat
yakni yang sesuai dengan daya dukung sumberdaya alam Indonesia
yang beriklim tropis. Oleh karena itu upaya untuk menemukan dan
menciptakan teknologi budidaya tanaman secara tepat melalui
penelitian (research and development) perlu digalakkan. Dalam
rangka memberikan pelayanan kepada petani, Pemerintah melakukan
penelitian serta membina dan mendorong masyarakat terutama dunia
usaha untuk ikut berperanserta dalam penelitian dan pengembangan
budidaya tanaman, baik yang bersifat rekayasa teknologi, rekayasa
sosial ekonomi, maupun rekayasa sosial budaya.
     Teknologi tepat yang telah ditemukan perlu disebarluaskan
kepada masyarakat, khususnya para petani, agar mereka dapat
memanfaatkannya. Penyebarluasan tersebut dilakukan baik melalui
jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah
seperti penyuluhan, pelatihan, dan lain-lain.
Dalam hubungan ini Pemerintah menyelenggarakan pendidikan sekolah
dan   pendidikan    luar   sekolah    yang   dalam   pelaksanaannya
mengikutsertakan masyarakat.
     Pengikutsertaan peran masyarakat tidak saja diperlukan dalam
penyebarluasan teknologi tepat, tetapi juga dalam pemberian
pelayanan informasi yang menjadi kewajiban Pemerintah, meliputi
antara lain informasi pasar, profil komoditas, penanaman modal,
promosi komoditas, serta prakiraan cuaca dan iklim yang mendukung
pengembangan budidaya tanaman.
     Lahan bagi budidaya tanaman merupakan salah satu faktor
produksi utama. Dilain pihak tersedianya lahan sebagai petanaman
untuk budidaya tanaman semakin terbatas, baik karena tekanan yang
ditimbulkan oleh bertambahnya jumlah penduduk maupun meningkatnya
kebutuhan penggunaan lahan oleh sektor lain. Oleh karena itu
penggunaan lahan untuk keperluan budidaya tanaman harus dilakukan
secara    efektif    dan   efisien   serta    dengan    memperhatikan
terpeliharanya     kemampuan   sumberdaya   alam    dan   kelestarian
lingkungan.
     Masalah yang timbul adalah terjadinya perubahan peruntukan
atau konversi lahan budidaya tanaman menjadi lahan untuk
keperluan    bukan   budidaya   tanaman.   Masalah   tersebut   dapat
mengancam lahan budidaya tanaman terutama untuk penghasil pangan
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ambang batas tingkat
produksi secara nasional. Oleh karena itu maka apabila terjadi
perubahan tata ruang yang mengakibatkan perubahan lahan budidaya
tanaman guna keperluan lain di luar budidaya tanaman, perlu
secara arif dan cermat mempertimbangkan ketersediaan lahan usaha
budidaya tanaman.
     Benih tanaman, sebagai sarana produksi utama dalam budidaya
tanaman perlu dijaga mutunya, sehingga mampu menghasilkan
produksi dan mutu hasil sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena
itu perlu diselenggarakan kegiatan pengumpulan plasma nutfah dan
pemuliaan tanaman maupun kegiatan lain yang berkaitan dengan
upaya untuk menemukan jenis baru serta varietas unggul. Untuk
mendorong terlaksananya hal tersebut maka kepada para penemunya
dapat diberikan penghargaan oleh Pemerintah serta pemberian hak
untuk memberi nama pada temuannya. Penghargaan tersebut dapat
pula *8093 diberikan kepada para pemilik tanaman yang tanamannya
memiliki keunggulan tertentu. Apabila di dalam negeri belum
terdapat    varietas   unggul   tertentu,   maka   Pemerintah   untuk
sementara dapat mengintroduksi varietas unggul tersebut dari luar
negeri. Untuk menjamin bahwa varietas baru hasil pemuliaan
tanaman maupun introduksi dari luar negeri benar-benar unggul,
maka sebelum diedarkan perlu diadakan pengujian untuk kemudian
apabila hasilnya memenuhi persyaratan yang ditentukan, Pemerintah
melepas varietas tersebut untuk dapat diedarkan.
     Suatu varietas yang telah dilepas, benihnya dinyatakan
sebagai benih bina, dalam pengertian produksi dan peredarannya
perlu diatur dan diawasi. Mekanisme pengawasan dan pembinaan yang
efektif untuk dapat menjamin benih bermutu, adalah melalui
sertifikasi benih. Sertifikasi benih ini dapat dilakukan oleh
Pemerintah maupun swasta. Benih yang lulus sertifikasi merupakan
benih yang telah dijamin mutunya baik mutu genetis, fisiologis,
maupun fisik dan dapat diedarkan. Untuk menjamin bahwa benih yang
diedarkan benar-benar bermutu dan dalam rangka mempermudah
pengawasan mutu benih, maka benih yang lulus sertifikasi apabila
akan diedarkan wajib diberi label. Hasil pemuliaan sebelum
dilepas oleh Pemerintah dilarang untuk dikembangkan dan/atau
diedarkan.
     Sarana produksi budidaya tanaman yang lain seperti pupuk,
pestisida, alat dan mesin budidaya tanaman perlu terjamin
efektivitasnya dan aman dalam penggunaannya baik terhadap manusia
maupun lingkungan hidup. Khusus bagi pestisida, karena merupakan
bahan berbahaya dan beracun, jika telah dinyatakan dilarang atau
telah rusak atau tidak memenuhi standar mutu atau tidak terdaftar
harus dimusnahkan.
     Perlindungan tanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan
untuk melindungi tanaman dari serangan organisme pengganggu
tumbuhan.   Kegiatan   tersebut   meliputi   pencegahan   masuknya,
pengendalian   dan   eradikasi   organisme   pengganggu   tumbuhan.
Pelaksanaan   perlindungan    tanaman    menjadi   tanggung   jawab
masyarakat dan Pemerintah. Dalam hal terjadi eksplosi serangan
organisme pengganggu tumbuhan, Pemerintah bertanggung jawab untuk
menanggulanginya bersama masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut
kesemuanya bertujuan untuk mengamankan tanaman dari serangan
organisme pengganggu tumbuhan yang tujuan akhirnya menyelamatkan
produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena
itu   masyarakat   diharapkan    berperanserta   untuk   melaporkan
terjadinya serangan organisme pengganggu tumbuhan pada tanaman di
wilayahnya, terutama yang sifatnya eksplosi dan sekaligus
berusaha untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan
tersebut. Mengingat bahwa dalam hal-hal tertentu kegiatan
perlindungan    tanaman    menggunakan    pestisida    maka   harus
memperhatikan keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan
hidup.

     Usaha budidaya tanaman memerlukan lahan yang sesuai untuk
budidaya tanaman yang bersangkutan. Di samping itu, pengembangan
usaha budidaya tanaman harus disesuaikan dengan sasaran produksi
nasional dan/atau permintaan pasar, baik untuk kebutuhan dalam
negeri maupun ekspor. Usaha budidaya tanaman berskala besar
memerlukan   lahan  yang   luas   dan  produksinya   akan  sangat
berpengaruh terhadap produksi budidaya tanaman secara nasional.
Oleh karena itu untuk mempermudah pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan   usaha          budidaya  tanaman   berskala  besar,
                     *8094
mekanisme yang paling baik adalah melalui perizinan. Perizinan
yang diberikan harus melalui pertimbangan yang cermat terhadap
berbagai aspek seperti aspek ekonomi, sosial budaya, sumberdaya
alam, lingkungan hidup, dan kepentingan strategis lainnya.

     Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani
serta memperluas pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan
kerja, Pemerintah mengambil langkah-langkah yang mendorong
tumbuhnya kerjasama yang saling menguntungkan antara usaha
berskala kecil dengan yang berskala besar. Dengan demikian, akan
terbuka peluang bagi masyarakat petani dan usaha berskala kecil
untuk turut serta dalam pemilikan dan pengelolaan usaha budidaya
tanaman berskala besar.
     Penanganan panen dan pascapanen sebagai salah satu tahapan
kegiatan dalam budidaya tanaman yang meliputi kegiatan pemungutan
hasil, pembersihan, pengupasan, sortasi, pengawetan, pengemasan,
penyimpanan, standardisasi mutu, dan transportasi hasil produksi
perlu diatur sedemikian rupa, sehingga dapat lebih meningkatkan
mutu, menekan tingkat kehilangan,memperpanjang daya simpan,
meningkatkan dayaguna, dan meningkatkan nilai tambah hasil
budidaya tanaman.

     Dengan materi seperti yang dikemukakan di atas disusunlah
Undang-undang ini dengan tujuan untuk memberikan landasan hukum
bagi sistem budidaya tanaman.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
     Angka 1
          Yang dimaksud sumberdaya alam nabati meliputi semua
     jenis tumbuhan termasuk bagiannya baik yang tumbuh di darat
     maupun di air, yang telah maupun belum dibudidayakan,
     terdiri dari tanaman semusim seperti padi, tebu, tembakau,
     kapas, gadung, jamur, kentang, dan sebagainya serta tanaman
     tahunan seperti kelapa, karet, mangga, jati, pinus, sagu,
     enau, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan barang termasuk
     barang yang tidak berwujud (jasa).
     Angka 2
          Kultivar adalah sekelompok tumbuhan yang apabila
     dibudidayakan   untuk   memperoleh  keturunan  akan   tetap
     menurunkan ciri-ciri khas tumbuhan induknya seperti bentuk,
     rasa buah, warna, dan ciri khas lainnya.
     Angka 3
          Cukup jelas
     Angka 4
          Cukup jelas
     Angka 5
          Cukup jelas
     Angka 6
          Cukup jelas
     *8095 Angka 7
          Cukup jelas
     Angka 8
          Cukup jelas
     Angka 9
          Cukup jelas
     Angka 10
          Cukup jelas
     Angka 11
          Cukup jelas

Pasal 2
     Asas   manfaat,   lestari,   dan   berkelanjutan   berarti
     penyelenggaraan budidaya tanaman harus memberikan manfaat
     bagi kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
    menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup
    sehingga sistem budidaya tanaman dapat dilaksanakan secara
    berkesinambungan dan dinamis.

Pasal 3
     Huruf a
           Dalam pengertian pangan termasuk bahan makanan ternak
     dan ikan, sedangkan dalam pengertian kesehatan termasuk
     gizi.
     Huruf b
           Cukup jelas
     Huruf c
           Cukup jelas

Pasal 4
     Proses kegiatan produksi meliputi semua kegiatan mulai dari
     penyiapan lahan dan media tumbuh tanaman, pembenihan,
     penanaman, pemeliharaan, perlindungan tanaman, dan panen.
     Pascapanen adalah tahapan kegiatan yang dimulai sesudah
     panen sampai dengan hasilnya siap dipasarkan.

Pasal 5
     Ayat (1)
          Huruf a
               Cukup jelas
          Huruf b
               Terhadap wilayah yang lahannya mempunyai potensi
     untuk pengembangan budidaya tanaman di seluruh Indonesia
     diadakan penelitian dari berbagai aspek seperti klasifikasi
     dan kemampuan tanah, iklim/cuaca, vegetasi, dan sebagainya.
               Data ditiap wilayah sebagaimana dimaksud di atas
     diolah sedemikian rupa,dan jika perlu dilakukan berbagai
     percobaan ilmiah, sehingga dapat diketahui tanaman yang
     cocok untuk dikembangkan di wilayah yang bersangkutan. Atas
     dasar hal-hal tersebut dapat diketahui potensi wilayah
     budidaya tanaman di seluruh Indonesia yang selanjutnya
     dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi, sosial budaya,
     *8096 prasarana, dan aspek lain dapat ditetapkan wilayah
     pengembangan budidaya tanaman.
          Huruf c
               Budidaya tanaman tertentu adalah budidaya tanaman
     yang mempunyai nilai strategis misalnya padi, tebu, dan
     sebagainya.
               Pengaturan produksi dimulai dari perencanaan dan
     pengendalian tingkat produksi yang disesuaikan dengan
     kepentingan nasional.
          Huruf d
               Dalam pengembangan budidaya tanaman, Pemerintah
     perlu memberikan peluang dan kemudahan tertentu yang dapat
     mendorong masyarakat untuk berperanserta dalam pengembangan
     budidaya tanaman.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
Pasal 6
     Ayat (1)
          Petani adalah orang, baik yang mempunyai maupun tidak
     mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya mengusahakan
     lahan dan/atau media tumbuh tanaman untuk budidaya tanaman.
     Ayat (2)
          Pada prinsipnya petani bebas menentukan pilihan jenis
     tanaman yang akan dibudidayakan. Namun demikian kebebasan
     tersebut diikuti dengan kewajiban berperanserta untuk
     mendukung pelaksanaan program Pemerintah dalam pengembangan
     budidaya tanaman di wilayahnya.
     Ayat (3)
          Jaminan    penghasilan   tertentu   merupakan    imbalan
     penghasilan yang diberikan oleh karena tidak dicapainya
     tingkat   penghasilan   minimum  tertentu   yang   seharusnya
     diperoleh.
     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 7
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan luasan tertentu adalah luasan
     lahan yang dalam pembukaan dan pengolahan untuk budidaya
     tanaman harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh
     Pemerintah.
     Ayat (2)
          Yang dimaksud dengan media tumbuh tanaman adalah
     petanaman selain lahan misalnya air, agar-agar, merang,
     tanah dalam pot dan lain-lain.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 8
     Benih bermutu mempunyai pengertian bahwa benih tersebut
     varietasnya benar dan murni, mempunyai mutu genetis; mutu
     fisiologis, dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar
           *8097 mutu pada kelasnya. Varietas unggul adalah
     varietas yang memiliki keunggulan produksi dan mutu hasil,
     tanggap terhadap pemupukan, toleran terhadap hama penyakit
     utama, umur genjah, tahan terhadap kerebahan, dan tahan
     terhadap pengaruh buruk (cekaman) lingkungan.

Pasal 9
     Ayat (1)
          Pemuliaan tanaman dilakukan dengan cara persilangan
     antara 2 atau lebih tetua, teknik mutasi sifat genetis
     varietas, rekayasa genetika, seleksi, atau cara lain sesuai
     perkembangan teknologi. Tetua adalah organisme yang sebagian
     sifatnya diturunkan untuk menyusun sifat varietas baru yang
     lebih baik dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
          Teknik mutasi sifat genetis varietas adalah cara untuk
     mengadakan perubahan sifat genetis suatu varietas dengan
     perlakuan tertentu, misalnya dengan radiasi, zat mutagen.
          Rekayasa genetik adalah pemindahan bahan genetik dari
     sel suatu jenis ke jenis lain yang tidak memiliki hubungan
     kekerabatan dan dapat menampilkan sifat yang dibawanya di
     dalam sel penerima.
          Seleksi adalah kegiatan pemilihan dari suatu populasi
     jenis tanaman untuk mendapatkan varietas unggul. Seleksi
     dimulai dari tahapan eksplorasi yang merupakan suatu
     kegiatan pencarian dan pendataan dari populasi suatu jenis
     tanaman lokal atau asli untuk mendapatkan varietas unggul
     lokal dan/atau sebagai bahan baku persilangan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Plasma nutfah mempunyai peran sangat mendasar dan
     merupakan kekayaan yang terpendam dan tidak ternilai
     harganya, sehingga menjadi kewajiban Pemerintah bersama
     masyarakat untuk melestarikan dan memanfaatkannya.
          Dalam rangka pemuliaan tanaman dapat dilakukan tukar
     menukar plasma nutfah dengan luar negeri, dengan tidak
     mengurangi kepentingan nasional.
     Ayat (5)
          Cukup jelas

Pasal 10
     Ayat (1)
          Introduksi benih dari luar negeri dapat berupa benih
     dari berbagai kelas yang dilakukan apabila benih atau materi
     induk belum pernah ada di Indonesia.
          Yang dimaksud dengan materi induk adalah tanaman
     dan/atau bagiannya yang digunakan sebagai bahan pemuliaan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          *8098 Cukup jelas

Pasal 11
     Cukup jelas

Pasal 12
     Ayat (1)
          Yang dimaksud dengan dilepas oleh Pemerintah adalah
     pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan menjadi varietas
     unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan
     yaitu silsilah, metoda pemuliaan, hasil uji adaptasi,
     rancangan   dan   analisa    percobaan,   diskripsi,   serta
     ketersediaan benih dari varietas yang bersangkutan pada saat
     dilepas.
     Ayat (2)
          Hasil pemuliaan yang belum diajukan untuk dilepas
     dan/atau sudah diajukan tetapi ditolak untuk dilepas
     dilarang untuk diedarkan karena masih dianggap mempunyai
     kelemahan dan tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

     Pasal 13
          Ayat (1)
               Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang
     telah dilepas, yang produksi dan peredarannya diawasi.
          Ayat (2)
               Sertifikasi      merupakan     kegiatan      untuk
     mempertahankan mutu benih dan kemurniaan varietas, yang
     dilaksanakan dengan :

                a.   pemeriksaan terhadap :

                    1.   kebenaran benih sumber atau pohon induk;
                    2.   petanaman dan pertanaman;
                    3.   isolasi   tanaman   agar  tidak  terjadi
     persilangan liar;
                    4.   alat panen dan pengolahan benih;
                    5.   tercampurnya benih;
               b.   pengujian laboratorium untuk menguji mutu
     benih yang meliputi mutu genetis, fisiologis, dan fisik;
               c.   pengawasan pemasangan label.
     Ayat (3)
          Yang dimaksud dengan label adalah keterangan tertulis
     yang diberikan pada benih atau benih yang sudah dikemas yang
     akan diedarkan dan memuat antara lain tempat asal benih,
     jenis dan varietas tanaman, kelas benih, data hasil uji
     laboratorium, serta akhir masa edar benih.
     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 14
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 15
     Yang dimaksud dengan pengadaan meliputi      produksi   dalam
     negeri maupun pemasukan dari luar negeri.

Pasal 16
     Benih tanaman tertentu adalah benih tanaman yang secara
     potensial dapat membahayakan dan menimbulkan kerugian,
     misalnya dapat merupakan sumber dan/atau menjadi sasaran
     terjadinya eksplosi organisme pengganggu tumbuhan, atau
     membahayakan kesehatan manusia.

Pasal 17
     Ayat (1)
          Dalam pengertian tumbuhan termasuk plasma nutfah.
     Ayat (2)
          Benih atau tumbuhan dianggap telah dikeluarkan dari
     wilayah negara Republik Indonesia apabila telah dimuat dalam
     alat angkut untuk dibawa ke suatu tempat di luar wilayah
     negara Republik Indonesia. Di samping itu juga termasuk
     benih yang telah diangkut dari suatu tempat ke tempat lain
     di dalam wilayah negara Republik Indonesia, tetapi tidak
     sampai pada tempat tujuannya, dan tidak dapat dibuktikan
     oleh pengirim yang bersangkutan bahwa benih tersebut telah
     sampai di tempat lain di dalam wilayah negara Republik
     Indonesia atau telah hilang dalam perjalanan ke tempat
     tujuannya.
          Benih atau tumbuhan dianggap telah dimasukkan ke dalam
     wilayah negara Republik Indonesia apabila telah dibawa ke
     dalam wilayah negara Republik Indonesia dan diturunkan dari
     alat angkut.
     Ayat (3)
          Pemasukan benih dari luar negeri, dalam hal di dalam
     negeri telah terdapat benih bina yang sama, standar mutunya
     mengikuti standar mutu benih bina yang ada. Apabila di dalam
     negeri belum terdapat benih bina yang sama, standar mutunya
     ditetapkan tersendiri oleh Pemerintah. Benih dari luar
     negeri apabila akan diedarkan harus diberi label seperti
     halnya benih bina.

Pasal 18
      Ayat (1)
           Cukup jelas
      Ayat (2)
           Cukup jelas
      Ayat (3)
           Cukup jelas
      Ayat (4)
           Cukup jelas
*8100
Pasal 19
      Ayat (1)
           Cukup jelas
      Ayat (2)
      Cukup jelas

Pasal 20
     Ayat (1)
          Sistem   pengendalian   hama   terpadu  adalah   upaya
     pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme
     pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari
     berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu
     kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis
     dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam sistem ini penggunaan
     pestisida merupakan alternatif terakhir.
          Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan bersifat
     dinamis.
     Ayat (2)
           Pada dasarnya perlindungan tanaman menjadi tanggung
     jawab    masyarakat. Dalam   hal-hal  tertentu   pelaksanaan
     perlindungan tanaman dilakukan oleh masyarakat bersama
     Pemerintah, misalnya dalam menangani daerah sumber serangan
     dan organisme pengganggu tumbuhan yang bersifat eksplosi.

Pasal 21
     Cukup jelas

Pasal 22
     Ayat (1)
          Dalam pengertian sumberdaya alam termasuk satwa.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 23
     Cukup jelas

Pasal 24
     Ayat (1)
          Selain pemilik atau orang yang menguasai tanaman,
     setiap orang yang mengetahui adanya serangan organisme
     penggangu   tumbuhan   terutama   yang   bersifat   eksplosi
     diharapkan melaporkannya kepada pejabat yang berwenang.
          Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang antara lain
     Penyuluh Pertanian, Pengamat Hama Penyakit Tanaman, Mantri
     Tani, dan Kepala Desa.
     Ayat (2)
          Eksplosi adalah serangan organisme penggangu tumbuhan
     yang sifatnya mendadak, populasinya berkembang sangat cepat,
     dan menyebar luas dengan cepat.

Pasal 25
     Ayat (1)
                  Selain   tanaman,   benda   lain   yang   dapat
          *8101
     dieradikasikan adalah benda yang dapat menjadi media pembawa
     atau sumber penyebaran organisme penggangu tumbuhan misalnya
     sisa tanaman, limbah panen dan pascapanen, gudang, dan
     sebagainya.
     Ayat (2)
          Organisme pengganggu tumbuhan dianggap sangat berbahaya
     dan mengancam keselamatan tanaman secara meluas apabila:

          a.   organisme   pengganggu  tumbuhan   tersebut  belum
     pernah diketemukan di wilayah yang bersangkutan;
          b.   organisme pengganggu tumbuhan tersebut telah atau
     pernah ada di wilayah yang bersangkutan; dan
          c.   terhadap organisme pengganggu tumbuhan tersebut
     tidak atau belum ada teknologi pengendalian yang efektif.

Pasal 26
     Ayat (1)
          Bentuk kompensasi yang diberikan dapat berupa uang,
     penggantian sarana produksi dan/atau diberi kemudahan untuk
     melakukan usaha lain. Kesemuanya itu dengan mepertimbangkan
     situasi dan kondisi pada saat dilakukan eradikasi.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 27
     Cukup jelas

Pasal 28
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 29
     Ayat (1)
          Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan berbagai cara
     antara lain pemotongan, pengupasan, penusukan, penorehan,
     dan pemetikan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 30
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          *8102 Yang dimaksud dengan petani kecil berlahan sempit
     adalah petani yang mengusahakan budidaya tanaman dan
     penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
     sehari-hari.
     Ayat (3)
          Pengaturan mengenai panen budidaya tanaman tertentu
     berupa kebijaksanaan Pemerintah yang membatasi luasan yang
     boleh dipanen, saat pemanenan, cara memanen, dan sebagainya.
          Budidaya tanaman tertentu adalah jenis budidaya tanaman
     yang ditetapkan Pemerintah berdasarkan pertimbangan sosial
     ekonomi, perjanjian internasional, dan hal-hal strategis
     lainnya.

Pasal 31
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
Pasal 32
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 33
     Cukup jelas

Pasal 34
     Ayat (1)
          Dalam upaya merumuskan suatu standar unit pengolahan,
     alat transportasi, dan unit penyimpanan hasil budidaya
     tanaman, Pemerintah dapat mengumpulkan semua pihak yang
     berkepentingan terhadap standar tersebut.
          Pihak-pihak yang dapat dipertimbangkan ikut serta dalam
     rapat konsensus standar adalah wakil-wakil dari instansi
     Pemerintah, Dewan Standardisasi Indonesia, Kamar Dagang dan
     Industri Indonesia, produsen, pemakai atau konsumen, tenaga
     peneliti, perguruan tinggi, dan lain-lain.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 35
     Cukup jelas

Pasal 36
     Ayat (1)
          Dalam upaya menetapkan harga dasar hasil budidaya
     tanaman tertentu, Pemerintah perlu mempertimbangkan pendapat
           *8103 masyarakat produsen melalui studi atau survei,
     tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat konsumen.
          Penetapan harga dasar akan disesuaikan dengan situasi
     dan kondisi serta kepentingan produsen dan konsumen hasil
     budidaya tanaman yang bersangkutan serta memperhatikan
     perjanjian internasional.
          Hasil budidaya tanaman tertentu adalah hasil budidaya
     tanaman yang menyangkut kepentingan masyarakat luas baik
     produsen maupun konsumen, misalnya padi, gula, dan lain
     sebagainya.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 37
     Ayat (1)
          Pengertian pupuk menurut ketentuan ini tidak termasuk
     pupuk organik.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 38
     Ayat (1)
          Dalam pengertian pestisida termasuk bahan aktif. Zat
     pengatur atau perangsang tumbuh, dengan dosis tertentu dapat
     berfungsi sebagai pestisida.
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 39
     Yang dimaksud dengan mengawasi pengadaan, peredaran serta
     penggunaan pestisida, adalah Pemerintah melakukan pembinaan
     dan   memberikan    informasi  kepada    masyarakat    tentang
     pengadaan, peredaran, serta penggunaan pestisida untuk
     mencegah   pengaruh   samping  yang   tidak   diinginkan   dan
     memberikan manfaat secara maksimal. Kegiatan pengawasan
     meliputi pemeriksaan jenis, mutu, jumlah, wadah, pembungkus,
     label, residu, keselamatan kerja, dokumen publikasi, alat
     dan   bahan   yang   digunakan  dalam   kegiatan    pengadaan,
     peredaran, dan penggunaan pestisida.
     Pengertian peredaran adalah impor, ekspor, jual beli di
     dalam negeri, serta penyimpanan dan pengangkutan pestisida.

Pasal 40
     Larangan dan pembatasan peredaran dan/atau penggunaan
     pestisida tertentu terutama didasarkan pada pertimbangan
     keamanan   bagi  manusia   dan   lingkungan  hidup,   serta
     pengaruhnya yang menimbulkan kekebalan organisme pengganggu
     tumbuhan sasaran (resistensi) dan/atau meledaknya turunan
     berikutnya dari organisme pengganggu tumbuhan sasaran
     (resurgensi).

Pasal 41
     *8104 Cukup jelas

Pasal 42
     Cukup jelas

Pasal 43
     Ayat (1)
          Dalam pengertian alat dan mesin pertanian termasuk di
     dalamnya rumah kaca, gudang, bengkel dan lain-lain.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 44
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 45
     Yang dimaksud dengan keperluan lain yaitu penggunaan lahan
     yang semula untuk budidaya tanaman menjadi non budidaya
     tanaman sehingga tidak sesuai dengan tata ruang yang ada.

Pasal 46
     Ayat (1)
          Penetapan   luas  maksimum    mengacu  pada  Pasal   33
     Undang-Undang Dasar 1945, serta Pasal 47 ayat (3) dan ayat
     (4), Pasal 48, dan Pasal 49 Undang-undang ini.
          Yang dimaksud dengan unit usaha budidaya tanaman dalam
     hal ini adalah satu satuan luasan lahan yang secara ekonomis
     diperlukan bagi suatu jenis tanaman tertentu.
     Ayat (2)
          Persetujuan perubahan jenis tanaman pada unit usaha
     budidaya tanaman yang dimaksud dalam ayat ini, tidak berlaku
     bagi petani kecil berlahan sempit.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 47
     Ayat (1)
          Dalam pengertian usaha budidaya tanaman termasuk usaha
     di bidang perbenihan.
     Ayat (2)
          Yang dimaksud dengan Perusahaan swasta adalah perseroan
     terbatas.
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
          Cukup jelas

Pasal 48
     Ayat (1)
          *8105 Penentuan skala tertentu didasarkan antara lain
     atas luasan lahan, manajemen, jenis maupun jumlah tanaman,
     jumlah investasi, tingkat teknologi, dan lain-lain yang
     digunakan dalam budidaya tanaman.
          Berdasarkan pendekatan tersebut Pemerintah menetapkan
     skala usaha bagi usaha di bidang budidaya tanaman yang wajib
     memiliki izin.
     Ayat (2)
          Kepentingan   strategis   lainnya   adalah   pertahanan
     keamanan, kependudukan, ketenagakerjaan, dan lain-lain.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 49
     Yang dimaksud dengan usaha lemah adalah usaha di bidang
     budidaya tanaman baik yang dilakukan oleh perorangan maupun
     badan hukum yang ditinjau dari segi permodalan, manajemen,
     dan teknologi masih lemah.

Pasal 50
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 51
     Cukup jelas

Pasal 52
     Ayat (1)
          Cukup    jelas
     Ayat (2)
          Cukup    jelas
     Ayat (3)
          Cukup    jelas
     Ayat (4)
          Cukup    jelas

Pasal 53
     Yang dimaksud dengan organisasi profesi terkait adalah semua
     bentuk perhimpunan profesional, keilmuan, pengusahaan, atau
     perdagangan di bidang budidaya tanaman.

Pasal 54
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 55
     Ayat (1)
          Cukup    jelas
     Ayat (2)
          Cukup    jelas
     *8106 Ayat    (3)
          Cukup    jelas
     Ayat (4)
          Cukup    jelas

Pasal 56
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 57
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Pelayanan   informasi   yang   mendukung   pengembangan
     budidaya tanaman meliputi antara lain informasi pasar,
     profil komoditas, penanaman modal, promosi komoditas, dan
     meteorologi dalam bentuk prakiraan cuaca dan iklim.
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 58
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 59
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas

Pasal 60
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 61
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 62
     Ayat (1)
          *8107 Cukup jelas
     Ayat (2)
          Cukup jelas

Pasal 63
     Cukup jelas

Pasal 64
     Cukup jelas

Pasal 65
     Cukup jelas
Pasal 66
     Cukup jelas

                   --------------------------------

                               CATATAN

Kutipan:   LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1992


Silahkan download versi PDF nya sbb:
sistem_budidaya_tanaman_(uu_12_thn_1992)_12.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Ketentuan pemerintah dalam menerapkan pedoman budidaya yang baik.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.