Previous
Next

1967

Undang-Undang Pokok-pokok Perbankan (UU 14 thn 1967)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-pokok Perbankan :
                    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

                               NOMOR 14 TAHUN 1967

                                       TENTANG

                           POKOK-POKOK PERBANKAN



                   DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang:

a.    bahwa Negara kita adalah Negara yang agraris yang perlu dibangun untuk
     memperbesar produksi dan yang menyangkut langsung bidang industri, prasarana dan
     kesehatan serta kesejahteraan Rakyat;

b.    bahwa dalam rangka pembangunan tata perekonomian Nasional perlu diadakan
     penilaian kembali terhadap tata perbankan yang sekarang berlaku sesuai dengan jiwa
     Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/ MPRS/1966;

c.    bahwa berhubung dengan itu perlu segera mengatur kembali tata perbankan supaya
     dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan perkembangan ekonomi dan moneter;

d.    bahwa karenanya perlu ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok mengenai perbankan
     dengan suatu Undang-undang.



Mengingat:

1.    Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 23 dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;

2.    Pasal 55 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
     XXIII/MPRS/1966;

3.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXXIII/MPRS/1967.
     245 1967, No. 34



                                   Dengan Persetujuan:
                  DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG,



                                    MEMUTUSKAN:



I. Mencabut:

1.    Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1955 tentang pengawasan terhadap urusan kredit
     (Lembaran Negara Republik Indonesia No. 2 tahun 1955) sebagaimana ditambah dan
     diubah);

2.    Undang-undang No. 23 Prp. tahun 1960 tentang rahasia bank.



II. Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG POKOK-POKOK PERBANKAN, SEBAGAI BERIKUT:



                                         BAB I

                                 KETENTUAN UMUM



                                         Pasal 1

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan:

a.    "Bank" adalah Lembaga Keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit
     dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang;

b.    "Lembaga Keuangan" adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di
     bidang keuangan, menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat;

c.    "Kredit" adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan
     itu berdasarkan persetujuan pinjam- meminjam antara bank dengan lain pihak dalam
     hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu
     tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan;

d.    "Kredit jangka pendek" adalah kredit yang berjangka waktu maksimum 1 (satu) tahun.
     Dalam kredit jangka pendek juga termasuk kredit untuk tanaman musiman yang
     berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun. "Kredit jangka menengah" adalah kredit yang
     berjangka waktu antara 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun, kecuali kredit
      untuk tanaman musiman tersebut diatas. "Kredit jangka panjang" adalah kredit yang
      berjangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun;

e.     "Giro" adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat
      dilakukan setiap saat dengan mempergunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya
      atau dengan cara pemindah bukuan;

f.     "Deposito" adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya
      dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga
      dan bank yang bersangkutan;

g.     "Tabungan" adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya
      dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.



                                         Pasal 2

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, maka terhadap
bank yang dimaksud dalam Undang-undang ini berlaku segala macam hukum Indonesia.



                                         BAB II

                   JENIS DAN MACAM LEMBAGA PERBANKAN



                                            Pasal 3

(1)    Menurut fungsinya bank dibedakan dalam:

      a.    Bank Sentral ialah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-
           undang Dasar 1945, dan yang selanjutnya akan diatur dengan Undang-undang
           tersendiri.

      b.    Bank Umum ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima
           simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama
           memberikan kredit jangka pendek.

      c.   Bank Tabungan ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama
           menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam usahanya terutama
           memperbungakan dananya dalam kertas berharga.

      d.    Bank Pembangunan ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama
           menerima simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas
           berharga jangka menengah dan panjang dan dalam usahanya terutama
           memberikan kredit jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan.
(2)    Apabila Bank Pembangunan menerima simpanan giro, maka penggunaannya
      dilakukan menurut bimbingan Bank Indonesia.

(3)    Dengan Undang-undang dapat ditetapkan lain-lain jenis bank menurut kebutuhan dan
      perkembangan ekonomi.



                                         Pasal 4

Suatu Badan atau perorangan yang melakukan usaha serupa dengan usaha bank, wajib
menamakan dirinya "Bank".



                                         BAB III

                         PENDIRIAN DAN PIMPINAN BANK



                                         Pasal 5

Bank Umum milik Negara.

(1)    Bank Umum milik Negara didirikan dengan Undang-undang berdasarkan ketentuan-
      ketentuan dalam Undang-undang ini.

(2)    Pembukaan kantor cabang dan perwakilan dari Bank Umum milik Negara hanya dapat
      dilakukan dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank
      Indonesia.



                                         Pasal 6

(1)    Bank Umum milik Negara dipimpin oleh Direksi yang jumlah anggota dan
      susunannya serta tugas, wewenang dan tanggung jawabnya ditetapkan dalam Undang-
      undang tentang pendirian bank tersebut.

(2)    Anggota Direksi adalah warga negara Indonesia yang diangkat dan diberhentikan oleh
      Presiden atas usul Menteri Keuangan.

(3)    Pengangkatan termaksud dalam ayat (2) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
      dan setelah waktu itu berakhir anggota Direksi yang bersangkutan dapat diangkat
      kembali.

(4)    Anggota Direksi termaksud dalam ayat (1) harus memiliki keahlian dan akhlak serta
      moral yang baik.
                                         Pasal 7

(1)    Dewan Pengawas Bank Umum milik Negara mengawasi pengurusan atas bank yang
      dilakukan oleh Direksi.

(2)    Tugas, wewenang, tanggung jawab dan susunan Dewan Pengawas Bank termaksud
      dalam ayat (1) ditetapkan dalam Undang-undang tentang pendirian bank yang
      bersangkutan.

(3)    Direksi Bank Umum milik Negara bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya
      kepada Dewan Pengawas Bank yang bersangkutan.

(4)    Ketentuan-ketentuan dalam pasal 6 ayat (2), (3) dan (4) berlaku juga untuk Dewan
      Pengawas Bank.



                                         Pasal 8

Bank Umum Swasta.

(1)    Bank Umum Swasta hanya boleh didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank
      setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan
      Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut:

      a.    berbentuk hukum perseroan terbatas.

      b.    mempunyai modal yang telah dibayar sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000,- (satu
           juta rupiah). Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah modal dibayar
           minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan
           memperhatikan kondisi setempat.

      c.    saham-saham dari perseroan terbatas seluruhnya harus dimiliki oleh warga
           negara Indonesia dan/atau badan-badan hukum yang peserta-pesertanya dan
           pimpinannya terdiri atas warga negara Indonesia, menurut syarat-syarat yang
           ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Saham-saham tersebut hanya boleh
           dikeluarkan "atas nama". Setiap pemindahtanganan saham wajib dilaporkan
           kepada Bank Indonesia.

      d.    pimpinan dan pegawai dari bank yang mempunyai kedudukan vital harus
           seluruhnya warga negara Indonesia.

(2)    Pembukaan kantor cabang dan perwakilan dari Bank Umum Swasta hanya dapat
      dilakukan dengan izin Menteri Keuangan, setelah mendengar pertimbangan Bank
      Indonesia.
(3)    Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut tentang syarat-syarat tambahan, cara-cara
      pengajuan permintaan izin usaha Bank Umum Swasta dan syarat-syarat pembukaan
      cabang dan perwakilan.



                                         Pasal 9

Bank Umum Koperasi.

(1)    Bank Umum Koperasi hanya boleh didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank
      setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan
      Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut:

      a.    berbentuk hukum koperasi.

      b.    mempunyai simpanan pokok sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000,- (satu juta
           rupiah) dengan ketentuan bahwa pada waktu pendirian, dari jumlah simpanan
           pokok tersebut sekurang-kurangnya sudah tersedia Rp. 500.000,- (lima ratus ribu
           rupiah) dan sisanya sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) sudah harus
           terkumpul dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal pendirian tersebut.

      c.    Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah simpanan pokok minimum yang
           lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan memperhatikan kondisi
           setempat.

      d.    Pimpinan dan pegawai dari bank seluruhnya adalah Warga Negara Indonesia.

(2)    Pembukaan kantor cabang dan perwakilan dari Bank Umum Koperasi hanya dapat
      dilakukan dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank
      Indonesia.

(3)    Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut tentang syarat- syarat tambahan, cara-cara
      pengajuan permintaan izin usaha Bank Umum Koperasi dan syarat-syarat pembukaan
      cabang dan perwakilan.

(4)    Tata kerja Bank Umum Koperasi akan diatur tersendiri oleh Bank Indonesia bersama-
      sama dengan Departemen yang mengurus masalah perkoperasian dengan
      memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 23, 25 dan 31 Undang-undang ini.



                                         Pasal 10

Bank Tabungan milik Negara.

Bank Tabungan milik Negara didirikan dengan Undang-Undang berdasarkan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-undang ini.
                                         Pasal 11

Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 ayat (2), pasal 6 dan pasal 7 berlaku juga untuk Bank
Tabungan milik Negara.



                                         Pasal 12

Bank Tabungan Swasta.

(1)     Bank Tabungan Swasta hanya boleh didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank
      tabungan setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar
      pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut:

      a.    berbentuk hukum perseroan terbatas,

      b.    mempunyai modal yang telah dibayar sekurang-kurangnya Rp. 50.000,- (lima
           puluh ribu rupiah). Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah modal dibayar
           minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan
           memperhatikan kondisi setempat.

      c.    memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 8 ayat (1) c dan d.

(2)    Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2) dan (3) berlaku juga untuk Bank Tabungan Swasta.



                                         Pasal 13

Bank Tabungan Koperasi.

(1)     Bank Tabungan Koperasi hanya boleh didirikan dan menjalankan usaha sebagai bank
      tabungan setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan mendengar
      pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut:

      a.    berbentuk hukum koperasi.

      b.    mempunyai simpanan pokok sekurang-kurangnya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu
           rupiah), dengan ketentuan bahwa pada waktu pendirian dari jumlah simpanan
           pokok tersebut sekurang-kurangnya sudah tersedia Rp. 25.000,- (dua puluh lima
           ribu rupiah) dan sisanya sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) sudah
           harus terkumpul dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal pendirian
           tersebut. Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah simpanan pokok minimum
           yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan memperhatikan kondisi
           setempat.

      c.    memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 9 ayat (1) huruf d.
(2)    Ketentuan dalam pasal 9 ayat (2), (3) dan (4) berlaku juga untuk Bank Tabungan
      Koperasi.



                                         Pasal 14

Bank Pembangunan milik Negara.

Bank Pembangunan milik Negara didirikan dengan Undang-undang berdasarkan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-undang ini.



                                         Pasal 15

Ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 ayat (2), pasal 6 dan pasal 7 berlaku juga untuk Bank
Pembangunan milik Negara.



                                         Pasal 16

Bank Pembangunan Daerah.

(1)    Bank Pembangunan Daerah didirikan menurut ketentuan yang ditetapkan dengan
      Undang-undang.

(2)    Bank Pembangunan Daerah baru menjalankan usahanya setelah mendapat izin usaha
      dari Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan
      Bank Indonesia.

(3)    Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2) dan (3) berlaku juga usaha Bank Pembangunan
      Daerah.



                                         Pasal 17

Bank Pembangunan milik Swasta.

(1)    Bank Pembangunan milik Swasta hanya boleh didirikan dan menjalankan usahanya
      sebagai bank pembangunan setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan
      mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut:

      a.    berbentuk hukum perseroan terbatas.

      b.    mempunyai modal yang telah dibayar sekurang-kurangnya Rp. 2.000.000,- (dua
           juta rupiah). Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah modal dibayar
           minimum yang lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan
           memperhatikan kondisi setempat.

      c.    memenuhi ketentuan tersebut dalam pasal 8 ayat (1) huruf c dan d.

(2)    Ketentuan dalam pasal 8 ayat (2) dan (3) berlaku juga untuk Bank Pembangunan
      Swasta.



                                         Pasal 18

Bank Pembangunan Koperasi.

(1)    Bank Pembangunan Koperasi hanya boleh didirikan dan menjalankan usahanya
      sebagai bank pembangunan setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan dengan
      mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan atas dasar syarat-syarat sebagai berikut:

      a.    berbentuk hukum koperasi.

      b.    mempunyai simpanan pokok sekurang-kurangnya Rp. 2.000.000,- (dua juta
           rupiah) dengan ketentuan bahwa pada waktu pendirian dari jumlah simpanan
           pokok tersebut sekurang-kurangnya sudah tersedia Rp. 1.000.000,- (satu juta
           rupiah) dan sisanya sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sudah harus
           terkumpul dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal pendirian tersebut.
           Menteri Keuangan dapat menetapkan jumlah simpanan pokok minimum yang
           lebih tinggi menurut perkembangan keadaan dengan memperhatikan kondisi
           setempat.

      c.    memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 9 ayat (1) huruf d.

(2)    Ketentuan dalam pasal 9 ayat (2), (3) dan (4) berlaku juga untuk Bank Pembangunan
      Koperasi.



                                         BAB IV

                                     BANK ASING



                                         Pasal 19

(1)    Bank Asing diperkenankan menjalankan usahanya di Indonesia hanya di bidang bank
      pembangunan dan/atau bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini,
      dengan mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi pembangunan Negara
      dan kepentingan nasional pada umumnya.
(2)    Bank Asing tersebut dalam ayat (1) hanya dapat didirikan dan menjalankan usaha
      sebagai bank setelah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan. Izin tersebut
      diberikan oleh Menteri Keuangan sesudah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.



                                         Pasal 20

Bank Asing tersebut dalam pasal 19 hanya dapat didirikan dalam bentuk:

a.    cabang dari bank yang sudah ada di luar negeri;

b.     suatu Bank Campuran antara Bank Asing dan Bank Nasional di Indonesia yang
      berbadan hukum Indonesia dan berbentuk perseroan terbatas.



                                         Pasal 21

Saham-saham dari perseroan terbatas tersebut dalam pasal 20 huruf (b) hanya boleh
dikeluarkan "atas nama".



                                         Pasal 22

Hal-hal tentang Bank Asing yang belum diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan
Undang-undang.



                                         BAB V

                            USAHA-USAHA PERBANKAN



                                         Pasal 23

(1)     Bank Umum memindahkan uang, baik dengan pemberitahuan secara telegram
      maupun dengan surat, ataupun dengan jalan memberikan wesel tunjuk di antara sesama
      kantornya; penarikan atas saldo kredit yang ada pada koresponden dilakukan secara
      telegram atau dengan wesel tunjuk atau dengan cek.

(2)    Bank Umum menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran,
      menjalankan perintah untuk pemindahan uang, menerima pembayaran dari tagihan atas
      kertas berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga.

(3)    Bank umum mendiskonto:
      a.    surat wesel dan surat order dengan dua penanggung jawab atau lebih secara
           solider dan dengan masa berlaku yang tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
           perdagangan;

      b.    surat wesel dan kertas dagang yang lain yang tidak lebih lama masa berlakunya
           daripada kebiasaan dalam perdagangan baik yang ditarik dengan jaminan surat
           kredit, maupun dengan jaminan dokumen pengangkutan;

      c.    kertas perbendaharaan atas badan Negara;

      d.    surat hutang dengan pelunasan dalam enam dan selama diskontannya turut
           bertanggung jawab secara solider;

      e.    mandat dan/atau surat perintah membayar atas kas Negara untuk rendemen
           lelang.

(4)    Bank Umum membeli dan menjual:

      a.    wesel yang di akseptasi oleh bank yang waktu berlakunya tidak lebih lama dari
           kebiasaan dalam perdagangan;

      b.    kertas perbendaharaan atas beban Negara;

      c.    surat hutang yang tercatat pada suatu bursa efek yang resmi atas beban Negara
           atau bunganya atau pelunasannya dijamin oleh Negara.

(5)     Bank umum membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang yang lain dan
      pembayaran dengan surat dan telegram, yang masa berlakunya sekedar berlaku atas hal
      ini, tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan, dan adanya jaminan yang
      lazim berlaku untuk hal itu.

(6)     Bank Umum membeli kredit terutama dengan tanggungan efek, hasil bumi barang,
      juga dengan tanggungan dokumen pengangkutan dan dokumen penyimpan atau cedul
      yang mewakili barang itu; Begitu juga dengan tanggungan kertas berharga termaksud
      pada ayat (3) dan ayat (5) pasal ini, yang mewakili barang itu.

(7)    Bank Umum memberi jaminan bank (bank garantie) dengan tanggungan yang cukup.

(8)    Bank Umum menyewakan tempat menyimpan barang-barang berharga.

(9)    Bank Umum menjalankan usaha lain lazim dilakukan oleh suatu Bank Umum.



                                          Pasal 24

(1)    Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapa pun juga.

(2)     Pada penyitaan barang tetap atau hasil bumi, barang, efek atau tanggungan lain, yang
      terikat kepada bank, sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap
      bank,maka bank boleh membeli seluruh atau sebagian dari barang tetap atau hasil bumi,
      barang efek atau tanggungan yang lain untuk dijadikan uang kembali secepat-cepatnya.



                                         Pasal 25

(1)    Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf b, Bank
      Umum diperkenankan memberikan kredit jangka menengah hanya untuk tujuan bidang
      produksi. Jumlah kredit itu diberikan menurut perbandingan yang ditetapkan oleh Bank
      Indonesia.

(2)    Bank Umum dapat memberikan kredit jangka panjang dan, atau turut serta dalam
      perusahaan dengan persetujuan dan dengan syarat-syarat yang akan ditetapkan oleh
      Bank Indonesia.



                                         Pasal 26

(1)    Bank Tabungan terutama memperbungakan hanya dalam kertas berharga yang solide.

(2)    Bank Tabungan dapat memberikan kredit yang pelaksanaannya dilakukan menurut
      bimbingan oleh Bank Indonesia.



                                         Pasal 27

Jumlah kredit termaksud dalam pasal 26 ayat (2) hanya boleh diberikan sampai suatu jumlah
menurut perbandingan dengan seluruh simpanan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.



                                         Pasal 28

(1)    Bank Pembangunan diperkenankan mengadakan penyertaan modal dalam perusahaan,
      dengan persetujuan dan dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
      Penyertaan modal tersebut tidak bersifat tetap.

(2)    Bank Indonesia memberikan bimbingan kepada Bank Pembangunan dalam usahanya
      menarik dana-dana jangka panjang.



                                         Pasal 29

(1)    Bank Pembangunan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah
      dan panjang.
(2)    Bank Pembangunan diperkenankan mempergunakan simpanan gironya untuk
      pemberian kredit jangka pendek. Jumlah kredit tersebut hanya boleh diberikan sampai
      suatu jumlah menurut perbandingan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
      mengingat tujuan daripada Bank Pembangunan.



                                         BAB VI

                      PENGAWASAN DAN PEMBINAAN BANK



                                         Pasal 30

(1)    Bank Indonesia dapat menetapkan ketentuan-ketentuan umum mengenai kewajiban
      Direksi dan Dewan Pengawas/Dewan Komisaris, bagi setiap Bank baik milik Negara,
      Swasta maupun Koperasi.

(2)    Terhadap pelanggaran kewajiban termaksud dalam ayat (1) Bank Indonesia dapat
      menetapkan sanksinya.



                                         Pasal 31

(1)    Untuk kepentingan likuiditas dan solvabilitas setiap bank diwajibkan memelihara
      perbandingan tertentu menurut ketentuan-ketentuan umum yang ditetapkan oleh Bank
      Indonesia.

(2)    Bank yang tidak memenuhi kewajiban termaksud dalam ayat (1) dapat dikenakan
      sanksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.



                                         Pasal 32

(1)    Bank wajib memberikan kepada Bank Indonesia segala keterangan dan bahan
      mengenai usahanya menurut cara yang ditentukan oleh Bank Indonesia.

(2)     Setiap Bank wajib atas permintaan Bank Indonesia atau petugas yang ditunjuk oleh
      Bank. Indonesia untuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku dan berkas-
      berkas yang ada adanya guna penyelidikan kebenaran dari keterangan dan bahan yang
      telah diberikan yaitu, dan seterusnya untuk memberikan segala bantuan dalam
      pelaksanaan pemeriksaan buku dan berkas-berkas tersebut.

(3)    Yang menguasai buku dan berkas-berkas termaksud dalam ayat (2) wajib jika diminta,
      memperlihatkannya dengan segera kepada Bank Indonesia atau petugas yang ditunjuk
      oleh Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
(4)    Jika dianggap perlu,Menteri Keuangan atau petugas yang ditunjuk olehnya dapat pula
      minta kepada bank melalui Bank Indonesia segala bahan serta keterangan dan
      melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas sebagai tersebut pada ayat (1)
      dan (2) pasal ini. Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan pasal ini tidak
      diumumkan dan bersifat rahasia.



                                          Pasal 33

Setiap Bank wajib tiap tahun, dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
mengirimkan kepada Bank Indonesia sebuah neraca disertai perhitungan rugi laba dan
penjelasan yang dianggap perlu, menurut bentuk, yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Neraca serta perhitungan rugi laba tersebut disetujui terlebih dahulu oleh seorang akuntan
luar.



                                          Pasal 34

Jika dari keterangan dan bahan yang dimaksud dalam pasal 32 dan 33 Bank Indonesia
melihat tanda-tanda adanya suatu perkembangan yang menurut pendapatnya membahayakan
atau dapat membahayakan solvabilitas atau likuiditas bank yang bersangkutan, maka Bank
Indonesia, mengambil tindakan-tindakan pengamanan untuk mengatasi kesulitan solvabilitas
dan likuiditas tersebut menurut prosedure yang ditetapkannya.



                                          Pasal 35

Semua bank wajib setiap tahun mengumumkan neraca tahunan disertai perhitungan rugi laba.



                                          BAB VII

                           KETENTUAN-KETENTUAN LAIN



                                          Pasal 36

Bank tidak boleh memberikanketerangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya
yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman
dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam Undang-undang ini.



                                          Pasal 37
(1)    Menteri Keuangan berwenang untuk memerintahkan kepada bank secara tertulis,
      supaya memberikan keterangan-keterangan dan memperlihatkan buku-buku, bukti -
      bukti tertulis atau surat-surat dari seorang nasabah kepada penjabat pajak untuk
      keperluan perpajakan.

      Perintah tersebut di atas menyebutkan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki
      keterangannya.

(2)     Untuk kepentingan peradilan dalam perkara tindak pidana, Menteri Keuangan dapat
      memberi izin kepada Jaksa/Hakim untuk meminta pada bank keterangan tentang
      keadaan keuangan tersangka/terdakwa. Izin itu diberikan secara tertulis atas permintaan
      jaksa Agung, apabila yang memerlukan keterangan adalah Jaksa dan atas permintaan
      Ketua Mahkamah Agung, apabila Hakim yang memerlukan keterangan-keterangan itu.

      Apabila yang memerlukan keterangan adalah Jaksa, maka disebutkan nama tersangka,
      sebab-sebab keterangan diminta dan hubungan antara perkara pidana yang
      bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diminta.



                                         BAB VIII



                                 KETENTUAN PIDANA



                                          Pasal 38

Barang siapa menjalankan usaha bank tanpa izin dari Menteri Keuangan, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah).



                                          Pasal 39

(1)     Barang siapa, bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 37 memaksa bank untuk
      memberikan keterangan seperti termaksud pada pasal 36, dihukum dengan hukuman
      penjara selama lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-
      (sepuluh ribu rupiah).

(2)     Anggota Direksi atau pegawai bank yang memberikan keterangan tentang hal-hal
      yang harus dirahasiakan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 (satu)
      tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

(3)    Anggota Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan
      keterangan yang wajib diberikannya menurut pasal 32 dan pasal 37, dihukum dengan
      hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp
      10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

(4)    Tindak pidana tersebut pada pasal ini dianggap sebagai kejahatan.



                                         Pasal 40

(1)    Apabila kewajiban-kewajiban yang tersebut dalam Undang-undang ini kecuali yang
      dimaksud dalam pasal 36 dan 37 tidak dipenuhi oleh bank yang bersangkutan, Bank
      Indonesia dapat menetapkan sanksi-sanksi administratif atau mempertimbangkan
      kepada Menteri Keuangan untuk mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.

(2)    Apabila dianggap perlu Bank Indonesia dapat mengajukan persoalannya kepada
      Pengadilan untuk menuntut yang bersangkutan termaksud dalam ayat (1) di atas
      berdasarkan pasal 216 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.



                                         BAB IX

                              KETENTUAN PERALIHAN



                                         Pasal 41

(1)     Bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank-bank lainnya yang
      dapat dipersamakan dengan itu yang pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini
      telah ada, tetap menjalankan tugasnya dalam sistem perbankan berdasarkan Undang-
      undang ini.

(2)    Pengaturan mengenai status dan tugas dari bank tersebut dalam ayat (1) dilakukan
      dengan Undang-undang.

(3)    Bank tersebut dalam ayat (1) diwajibkan untuk memberikan laporan dan bahan kepada
      Bank Indonesia mengenai keadaan (personil dan administrasi) dan kegiatannya yang
      dilakukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung mulai saat berlakunya Undang-
      undang ini.

(4)    Sambil menunggu dikeluarkannya Undang-undang tersebut dalam ayat (2), Bank
      Indonesia berdasarkan laporan dan bahan-bahan tersebut dalam ayat (3) dapat
      mempertimbangkan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan izin usaha
      berdasarkan Undang-undang ini.



                                         Pasal 42
(1)    Bank koperasi yang pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini telah ada, tetap
      menjalankan tugasnya seperti biasa.

(2)    Dalam waktu 6 (enam) bulan setelah saat mulai berlakunya undang-undang ini, bank
      koperasi yang telah ada diwajibkan memberikan laporan dan bahan kepada Bank
      Indonesia mengenai keadaan (personil dan administrasi) dan kegiatan yang
      dilakukannya.

(3)    Bank Indonesia berdasarkan laporan dan bahan-bahan tersebut dalam ayat (2) dapat
      mempertimbangkan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan izin usaha
      berdasarkan Undang-undang ini, setelah mendengar pertimbangan Menteri yang
      mengatur bidang perkoperasian.



                                         Pasal 43

(1)    Izin usaha bank yang telah dikeluarkan dan belum dicabut pada saat mulai berlakunya
      Undang-undang ini berlaku sebagai izin untuk melakukan usaha bank berdasarkan
      Undang-undang ini.

(2)    Menteri Keuangan mengatur penyesuaian peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan
      berdasarkan peraturan perundangan yang lama dengan ketentuan-ketentuan Undang-
      undang ini.



                                         Pasal 44

Bank-bank yang telah didirikan dengan Undang-undang tetap menjalankan tugasnya sambil
menunggu pengaturannya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.



                                         Pasal 45

Sesudah pengundangan Undang-undang ini tiada suatu badan atau perorangan pun boleh
menamakan dirinya "Bank", jikalau tidak mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan
menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali bank yang didirikan dengan
Undang-undang.



                                         Pasal 46

Sebelum Undang-undang termaksud dalam pasal 22 ditetapkan, Pemerintah diberi wewenang
untuk mengatur berdasarkan peraturan-peraturan perundangan.
                                       BAB X

                              KETENTUAN PENUTUP



                                       Pasal 47

Untuk melaksanakanketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, dan untuk memupuk
suasana yang baik, maka Bank Indonesia mengadakan perembukan dan konsultasi secara
teratur dalam suatu musyawarah yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil
perbankan.



                                       Pasal 48

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Pasal 49. Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Perbankan 1967".
Saat mulai berlakunya Undang-undang ini ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                                 Disahkan Di Jakarta,

                            Pada Tanggal 30 Desember 1967

                   PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                         Ttd.

                                     SOEHARTO

                                   JENDERAL TNI

                               Diundangkan Di Jakarta,

                            Pada Tanggal 30 Desember 1967

                         SEKRETARIS KABINET AMPERA,

                                         Ttd.

                                 SUDHARMONO SH

                                    BRIGJEN TNI

      LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1967
                                          PENJELASAN

                            UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

                                    NOMOR 14 TAHUN 1967

                                           TENTANG

                                  POKOK-POKOK PERBANKAN



PENJELASAN UMUM

I.    Sesuai dengan jiwa dan makna Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
      XXIII/MPRS/1966, maka usaha untuk menuju ke arah perbaikan ekonomi rakyat, adalah
      penilaian kembali dari pada semua landasan-landasan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan
      pembangunan, dengan maksud untuk memperoleh keseimbangan yang tepat antara upaya
      yang diusahakan dan tujuan yang hendak dicapai, yakni masyarakat Indonesia yang adil dan
      makmur berdasarkan Pancasila.
      Berhubung dengan itu maka kini telah tiba waktunya untuk menilai kembali tata perbankan
      yang sekarang berlaku dalam Negara Republik Indonesia sedemikian rupa, hingga dapat
      disesuaikan dan diserasikan dengan landasan-landasan yang telah ditetapkan dalam
      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tersebut di atas.

      Pengaturan kembali tata perbankan di Indonesia wajib dilandaskan pada pembinaan sistem
      ekonomi Indonesia berdasarkan Pancasila yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi
      dan yang bertujuan menciptakan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang
      Maha Esa. Untuk menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi, maka segala potensi, inisiatif
      dan daya kreasi rakyat wajib dimobilisasikan dan diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-
      batas yang tidak merugikan kepentingan umum, sehingga dengan demikian segala kekuatan
      ekonomi potensiil dapat dikerahkan menjadi kekuatan ekonomi riil bagi kemanfaatan
      peningkatan kemakmuran rakyat.

      Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka pengaturan tata perbankan perlu
      dilandaskan pada hal-hal seperti berikut :

      a.    Tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya
            kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesia serta mengawasi
            pelaksanaan kebijaksanaan moneter Pemerintah di bidang perbankan.
      b.    Memobilisasikan dan memperkembangkan seluruh potensi Nasional yang bergerak di
            bidang perbankan berdasarkan azas-azas demokrasi ekonomi.
      c.    Membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut huruf b bagi kepentingan
            perbaikan ekonomi rakyat.
II.   Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka tata perbankan di Indonesia, baik mengenai
      organisasi maupun strukturnya dibentuk sedemikian rupa, hingga Bank Indonesia sebagai
      Bank Sentral membimbing pelaksanaan kebijaksanaan moneter dan mengkoordinir, membina
      serta mengawasi semua perbankan. Bank-bank, baik milik negara ataupun swasta/koperasi,
      membantu Bank Sentral dalam melaksanakan tugasnya di bidang moneter. Dalam hubungan
      ini, maka tugas pokok dari pada perbankan di bawah bimbingan Bank Indonesia ialah untuk
      menghimpun segala dana-dana dari masyarakat guna diarahkan ke bidang-bidang yang
      mempertinggi taraf hidup rakyat.
      Sesuai dengan skala/prioritas nasional sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan Majelis
      Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966, maka khususnya bagi Bank-bank
      Pemerintah perlu ditetapkan prioritas-prioritas yang harus diutamakan dalam pengarahan
      penggunaan perkreditannya, agar supaya dengan demikian usaha-usaha ke arah peningkatan
      kapasitas produksi dapat dilaksanakan, termasuk penyediaan kredit untuk melayani
      kebutuhan masyarakat tani, nelayan dan industri kecil/kerajinan, dimana kredit tersebut
      sejauh mungkin akan disalurkan melalui koperasi-koperasi.

      Mengingat bahwa masyarakat tersebut diliputi golongan yang lemah ekonominya, tetapi
      merupakan dasar bagi ekonomi kita yang harus diperkuat dan dibina, maka suatu
      kebijaksanaan tertentu/tersendiri harus digariskan oleh Pemerintah, di mana Pemerintah
      kalau perlu akan memikul beban-beban tertentu sebagai akibat dari kebijaksanaan tersebut.

      Untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka perlu dihindarkan hambatan-hambatan
      dan birokrasi, yaitu dengan jalan dikonsentrasi management ke daerah-daerah dengan
      memperhatikan kondisi-kondisi daerah, guna menjamin kesatuan ekonomi dan kesatuan
      politik nasional.

      Dengan berlakunya Undang-undang tentang Pokok-pokok Perbankan ini, maka tidak ada lagi
      kegiatan di bidang perbankan yang menimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.



                              PENJELASAN PASAL DEMI PASAL



                                             Pasal 1

Cukup jelas.



                                             Pasal 2

Cukup jelas.



                                             Pasal 3

Ayat (1), (2) dan (3)

      Cukup jelas.
                                                Pasal 4

Cukup jelas.



                                                Pasal 5

Ayat (1)

       Cukup jelas.

Ayat (2)

       Yang dimaksudkan ialah kantor cabang dan perwakilan, baik di dalam maupun di luar negeri.



                                                Pasal 6

Ayat (1), (2) dan (3)

       Cukup jelas.

Ayat (4)

       Sebelum memangku jabatannya, para anggota Direksi harus mengucapkan sumpah jabatan
       menurut peraturan yang berlaku.

       Untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi, harus dipenuhi syarat-syarat tersebut di
       bawah ini :

       a.      Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
       b.      Setia kepada Pancasila;
       c.      Berwibawa;
       d.      Jujur;
       e.      Cakap/ahli;
       f.      Adil;
       g.      Tidak terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra Revolusi G-
               30S/PKI atau organisasi-organisasi terlarang lainnya.
       Dalam mengangkat seseorang menjadi Direktur, harus diperhatikan pula, agar jangan sampai
       ia mempunyai kepentingan-kepentingan lain di luar bank yang dapat berlawanan dengan atau
       merugikan kepentingan bank.



                                                Pasal 7

Ayat (1), (2), (3) dan (4)

       Cukup jelas.
                                            Pasal 8

Ayat (1)

      Mengingat pentingnya peranan bank dalam bidang ekonomi dan keuangan dan mengingat
      pula pentingnya fungsi modal dalam bank, maka untuk dapat mendirikan suatu bank
      diharuskan adanya modal dibayar yang cukup besar sehingga untuk biaya-biaya
      pembuatan/penyediaan gedung dan peralatan bank tidak dipergunakan uang simpanan para
      nasabah.

      Khususnya mengenai permodalan bank, maka syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri
      Keuangan hanya berlaku bagi pendirian bank-bank baru, hingga tidak mempunyai daya surut
      dan tidak diberlakukan terhadap bank-bank yang sudah ada.

      Perizinan-perizinan sebagai yang dimaksudkan, diberikan dengan mendengar pertimbangan
      Bank Indonesia.

Ayat (2)

      Cukup jelas.

Ayat (3)

      Di samping syarat-syarat mengenai permodalan, pemilikan saham dan pimpinan/pegawai
      bank, Menteri Keuangan mempunyai wewenang untuk jika perlu menetapkan syarat-syarat
      tambahan, antara lain dalam hubungannya dengan kehendak yang riil dan urgensi dari
      pendirian suatu bank pada suatu tempat/daerah menurut kondisi sosial ekonomis dari
      tempat/daerah yang bersangkutan.

      Syarat tambahan tersebut diperlukan guna menjuruskan perbankan kepada norma-norma
      penyelenggaraan usaha bank secara sehat dan guna menyesuaikannya dengan kebijaksanaan
      moneter Pemerintah.



                                            Pasal 9

Ayat (1)

      Penjelasan dalam pasal 8 berlaku pula bagi bank yang berbentuk hukum koperasi.
      Perbedaannya terletak terutama pada kebijaksanaan yang diambil oleh Pemerintah
      berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang menghendaki agar supaya kegotong-royongan
      yang dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk koperasi, dijadikan suatu wahana yang esensiil
      dalam kegiatan Rakyat di bidang ekonomi dan keuangan. Dalam hubungan dengan kebutuhan
      modal, kepada bank diberikan fasilitas dalam bentuk kesempatan untuk mengangsur
      kekurangan modalnya dalam waktu 1 (satu) tahun, sebagaimana ditetapkan dalam pasal ini.
      Dalam melaksanakan ketentuan tersebut di atas seyogyanya pendirian bank umum berbentuk
      hukum koperasi itu dilakukan oleh badan-badan hukum koperasi. Hal ini dimaksudkan untuk
      memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi sektor koperasi untuk mendirikan bank
      umum, karena sebagaimana kita maklum, pendirian bank umum yang berbentuk hukum
      koperasi oleh individu-individu kecil sekali kemungkinannya, disebabkan karena memang
      sifatnya koperasi itu ialah usaha bersama dari anggota-anggota yang pada umumnya terdiri
      dari pihak yang lemah keuangannya.

Ayat (2), (3) dan (4)

      Cukup jelas.



                                           Pasal 10

Cukup jelas.



                                           Pasal 11

Cukup jelas.



                                           Pasal 12

Ayat (1) dan (2)

      Cukup jelas.



                                           Pasal 13

Ayat (1) dan (2)

      Cukup jelas.



                                           Pasal 14

Cukup jelas.



                                           Pasal 15

Cukup jelas.
                                            Pasal 16

Ayat (1), (2) dan (3)

      Cukup jelas.



                                            Pasal 17

Ayat (1) dan (2)

      Cukup jelas.



                                            Pasal 18

Ayat (1) dan (2)

      Cukup jelas.



                                            Pasal 19

Ayat (1)

      Macam bank asing yang dimungkinkan melakukan usaha di Indonesia hanya ada dua, yaitu
      bank umum dan bank pembangunan.

      Bank koperasi, bank tabungan, bank pasar dan segala macam perbankan yang lain, tertutup
      bagi usaha bank asing. Dengan demikian jelas bahwa bank asing diperkenankan membuka
      usaha di Indonesia di dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia yang sangat
      membutuhkan saluran untuk modal asing, baik untuk keperluan pembiayaan biasa, maupun
      untuk pembiayaan investasi berjangka panjang.

Ayat (2)

      Cukup jelas.



                                            Pasal 20

a.    Bank asing itu dapat didirikan sebagai badan hukum Indonesia atau hanya sebagai cabang dari
      suatu bank asing yang berkedudukan di luar negeri.
b.    Sebagai badan hukum Indonesia bank asing hanya dapat berbentuk suatu usaha bersama
      (joint venture) antara bank nasional dan suatu bank di luar negeri. Termasuk dalam
      pengertian bank adalah lembaga-lembaga keuangan lainnya menurut pertimbangan Menteri
      Keuangan setelah mendengar pendapatan Bank Indonesia.
                                                      Pasal 21

Cukup jelas.



                                                      Pasal 22

Pengaturan-pengaturan lebih lanjut tentang bank asing akan ditetapkan dengan Undang-undang
tersendiri, dengan memperhatikan pasal 46 Undang-undang ini.



                                                      Pasal 23

Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8) dan (9)

       Cukup jelas.



                                                      Pasal 24

Ayat (1)

       Yang dimaksud dengan jaminan dalam ayat (1) ini adalah jaminan dalam arti luas, yaitu
       jaminan yang bersifat materiil maupun yang bersifat immaterial.

       Dalam hubungan ini perlu kiranya dikemukakan, bahwa bank-bank dalam menilai suatu
       permintaan kredit biasanya berpedoman kepada faktor-faktor antara lain watak, kemampuan,
       modal, jaminan dan kondisi-kondisi ekonomi.

Ayat (2)

       Cukup jelas.



                                                      Pasal 25

Ayat (1)

       Cukup jelas.

Ayat (2)

       Bank umum pada azasnya tidak memberikan kredit jangka panjang dan tidak mengadakan
       penyertaan dalam perusahaan manapun juga. Sungguhpun demikian kita wajib pula
       memperhatikan perkembangan ekonomi pada waktu yang akan datang, yaitu kemungkinan
       bahwa pada suatu saat kredit jangka panjang dan penyertaan dari bank umum dalam kegiatan
       produksi memang diperlukan sebagaimana pula kita lihat dalam perkembangan negara-negara
       lain yang sudah maju.
      Oleh karena itulah maka dalam ayat ini masih dibuka kemungkinan untuk memberikan kredit
      jangka panjang dan mengadakan penyertaan yang tidak bersifat menetap dengan persetujuan
      Bank Indonesia.



                                            Pasal 26

Ayat (1)

      Mengingat bahwa simpanan bank berasal dari penabung-penabung kecil dengan jumlah
      simpanan yang kecil pula, maka kebijaksanaan penanamannya terutama dilakukan dalam
      kertas-kertas berharga yang oleh bank dengan mudah dan tanpa risiko (atau dengan risiko
      yang kecil sekali) dapat diuangkan kembali, bilamana dibutuhkan.

Ayat (2)

      Apabila Bank Indonesia, setelah mendengar bank-bank tabungan yang bersangkutan
      menganggap perlu membuka kemungkinan bagi bank-bank tersebut untuk memberikan kredit
      maka pemberian kredit tersebut diatur oleh Bank Indonesia.



                                            Pasal 27

Agar bank tidak terlalu dibebani risiko yang besar mengenai penggunaan uang tabungan untuk
pinjaman yang diberikan, maka jumlah kredit yang dapat diberikan dibatasi sampai pada suatu
jumlah menurut perbandingan tertentu dengan seluruh simpanan.



                                            Pasal 28

Ayat (1) dan (2)

      Cukup jelas.



                                            Pasal 29

Ayat (1)

      Cukup jelas.

Ayat (2)

      Berbeda dengan keadaan pada waktu sekarang maka bank pembangunan berdasarkan
      Undang-undang ini diperkenankan menjalankan usaha-usaha bank umum seperti termaksud
      dalam ayat ini, dengan ketentuan bahwa bank tersebut hanya diperkenankan
      mempergunakan simpanan gironya untuk pemberian kredit jangka pendek. Dalam memberi
      kredit jangka pendek bank tidak boleh melupakan tujuannya sebagai bank pembangunan.
      Jumlah kredit yang diberikan dengan mempergunakan simpanan jangka pendek dibatasi
      sampai suatu jumlah menurut perbandingan dengan kewajibannya yang segera dapat ditagih.

      Besarnya perbandingan ini ditetapkan oleh Bank Indonesia.



                                            Pasal 30

Ayat (1).

      Sebagai suatu lembaga keuangan yang terutama bekerja dengan uang dari masyarakat yang
      dititipkan kepadanya atas dasar kepercayaan, maka bank wajib memelihara dan membina
      kepercayaan tersebut. Berhubung dengan itu direksi dan dewan pengawas/dewan komisaris
      yang diserahi pemimpin/ mengurus bank mempunyai tanggung jawab yang berat atas segala
      usaha yang dilakukan oleh banknya.

      Mereka tidak dapat begitu saja menyerahkan pengurusan bank kepada orang lain dan
      melepaskan segala tanggung jawab, sehingga pada hakekatnya direksi dan dewan
      pengawas/dewan komisaris tidak melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepada
      mereka oleh para pemegang saham dan oleh Masyarakat. Kepada Bank Indonesia diberikan
      wewenang, untuk menetapkan kewajiban dari direksi dan dewan pengawas/dewan komisaris
      bank dan menetapkan pula sanksi-sanksinya.

Ayat (2)

      Sudah dijelaskan di atas.



                                            Pasal 31

Ayat (1)

      Dalam menjalankan kebijaksanaan moneter dan menjaga simpanan-simpanan masyarakat
      yang dipercayakan kepada bank-bank, maka Bank Indonesia untuk kepentingan likuiditas dan
      solvabilitas dapat mewajibkan bank-bank menurut bentuk Hukum bank itu masing-masing
      untuk memelihara suatu perbandingan tertentu antara alat-alat likuiditas yang dikuasainya
      dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya.

      Kewajiban bank untuk memelihara likuiditas sebagaimana dimaksud dalam pasal ini ialah yang
      secara umum dikenal dengan nama "cash ratio", "reserverequirement" atau "prosentase
      likuiditas" yang merupakan suatu alat kebijaksanaan di bidang moneter guna mempengaruhi
      kemampuan bank untuk memberikan kredit dari dana-dananya yang tersedia.

      Di samping itu dengan adanya kewajiban memelihara alat-alat likuiditas dimaksudkan juga
      untuk menjamin bahwa bank mempunyai dana-dana untuk memenuhi penarikan-penarikan
      yang dilakukan oleh para nasabahnya.
       Cash ratio tersebut ditetapkan berdasarkan suatu perbandingan tertentu antara alat-alat
       likuiditas yang dikuasai bank dan giro, deposito, tabungan serta kewajiban-kewajiban lainnya
       yang segera dapat ditagih.

       Kepada Bank Indonesia diberikan wewenang untuk menetapkan dan merubah cash ratio
       tersebut sesuai dengan kebijaksanaan Moneter yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Ayat (2)

       Cukup jelas.



                                              Pasal 32

Ayat (1), (2), (3) dan (4)

       Cukup jelas.



                                              Pasal 33

Cukup jelas.



                                              Pasal 34

Cukup jelas.



                                              Pasal 35

Maksud daripada ketentuan ini ialah agar supaya masyarakat mengetahui keadaan keuangan dan
kegiatan usaha setiap bank dalam rangka membimbing dan mempertinggi kepercayaan masyarakat
terhadap bank-bank.



                                              Pasal 36

Pasal 36 ini dan demikian pula pasal 37, mengatur persoalan rahasia bank. Yang dimaksudkan
dengan rahasia bank ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari
nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan perlu dirahasiakan.

Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan
masyarakat, yang menyimpan uangnya di bank.

Orang hanya akan mempercayakan uangnya pada bank, apabila dari bank ada jaminan, bahwa
pengetahuan bank tentang simpanan yang ada di bawah pengawasannya tidak akan disalah
gunakan. Dengan adanya pasal tersebut diberi ketegasan bahwa bank harus memegang teguh
rahasia bank. Walaupun demikian, untuk kepentingan umum dan negara dapat diadakan
pengecualian terhadap ketentuan tersebut, tanpa mengurangi kepercayaan masyarakat, bahwa
pengetahuan tentang simpanannya di bank akan disalahgunakan.



                                             Pasal 37

       Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak mengurangi tugas dan kewajiban Bank Indonesia
       tentang pengawasan dan pembinaan perbankan dan kelaziman dunia perbankan dalam tukar-
       menukar informasi.

Ayat (1)

       Sudah selayaknya bahwa untuk keperluan penetapan pajak, bank wajib memberi keterangan
       pula kepada pejabat dari Jawatan Pajak dengan izin dari Menteri Keuangan, asal dicantumkan
       nama wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Ayat (2)

       Demikian pula sudah selayaknya apabila untuk keperluan peradilan, bank dapat diwajibkan
       memberi keterangan kepada Hakim/Jaksa dengan izin dari Menteri Keuangan dengan syarat-
       syarat tersebut dalam ketentuan ini.



                                             Pasal 38

Cukup jelas.



                                             Pasal 39

Ayat (1), (2), (3) dan (4)

       Cukup jelas.



                                             Pasal 40

Ayat (1) dan (2)

       Cukup jelas.



                                             Pasal 41

Ayat (1), (2), (3) dan (4)
      Cukup jelas.



                                            Pasal 42

Ayat (1), (2) dan (3)

      Cukup jelas.



                                            Pasal 43

Ayat (1) dan (2)

      Cukup jelas.



                                            Pasal 44

Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan agar bank-bank yang telah didirikan dengan Undang-
undang, yaitu antara lain Bank Pembangunan Indonesia dan Bank Pembangunan Swasta tetap
menjalankan tugasnya sambil menunggu pengaturannya lebih lanjut berdasarkan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-undang ini.



                                            Pasal 45

Mulai saat berlakunya Undang-undang ini tidak ada suatu bank yang ada di luar sistem perbankan
yang dimaksud dalam Undang-undang ini.

Di samping itu dalam pasal ini ditegaskan, bahwa tidak seorang atau badan pun diperkenankan
mengadakan pengumpulan uang dari masyarakat ramai guna kemudian dipinjamkan lagi kepada
pihak ketiga dengan memungut bunga jikalau tidak mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan atas
dasar syarat-syarat sebagai ditetapkan dalam Undang-undang ini.

Dalam ketentuan ini tidak termasuk Koperasi Kredit/simpan pinjam yang telah diatur berdasarkan
Undang-undang Koperasi yang berlaku.



                                            Pasal 46

Cukup jelas.



                                            Pasal 47

Cukup jelas.
                                     Pasal 48

Cukup jelas.



                                     Pasal 49

Cukup jelas.




        TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2842 TAHUN 1967


Silahkan download versi PDF nya sbb:
pokokpokok_perbankan_(uu_14_thn_1967)_14.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Uu yang mengatur perbankan. Undang undang yang mengatur perbankan. Peraturan pemerintah yang mengatur sektor industri jasa keuangan. Pasal tentang perbankan. Hal yang perlu dirahasiakan terhadap sesama karyawan maupun pihak lain. Uud perbankan. Undang undang yang mengatur tentang perbankan.

Peraturan pemerintah yang mengatur ondustri jasa keuangan th 1967. Peraturan pemerintah yang mengatur bank. Hal yang perlu dirahasiakan terhadap sesama karyawan bank. Undang undang yang mengatur usaha perbankan. Uu yang mengatur tentang perbankan. Uud yang mengatur perbankan. Hal hal yang harus dirahasiakan kepada sesama karyawan maupun pihak lain.

Isi undang undang perbankan. Sebutkan peraturan pemerintah yang mengatur bank. Hal yang harus dirahasiakan sesama karyawan. Sebutkan peraturan pemerintah yang mengatur sektor industri jasa keuangan. Hal hal yang perlu dirahasiakan terhadap sesama karyawan maupun pihak lain. Undang undang yang mengatur tentang bank.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.