Previous
Next
  • Home
  • »
  • Undang-Undang
  • »
  • 1966
  • » Undang-Undang Perubahan Dan Tambahan Atas Anggaran Moneter Tahun 1966 (UU 13 thn 1966)

1966

Undang-Undang Perubahan Dan Tambahan Atas Anggaran Moneter Tahun 1966 (UU 13 thn 1966)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1966 Tentang Perubahan Dan Tambahan Atas Anggaran Moneter Tahun 1966 :
                      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 13 TAHUN 1966
                                  TENTANG
           PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATAS ANGGARAN MONETER TAHUN 1966

                          DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                               PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




Menimbang :
bahwa Anggaran Moneter tahun anggaran 1966, sebagaimana ditetapkan dengan Undang-undang No.
22 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 No. 117) perlu ditambah dan diubah
sesuai dengan kebijaksanaan pokok tertera dalam keterangan Pemerintah dalam Sidang pleno terbuka
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong pada tanggal 16 Agustus 1966;

Mengingat :
1.    Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar;
2.    Pasal-pasal 7, 8 ayat (2) dan 10 Ketetapan No. II/MPRS/ 1960, jo pasal 12 dan 17 No.
     VI/MPRS/1965;
3.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No.
     XXIII/MPRS/1966;




                                 Dengan Persetujuan :
                       DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG

                                        MEMUTUSKAN :




Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN MONETER TAHUN
ANGGARAN 1966, SEBAGAIMANA DITETAPKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1965
(LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1965 NO. 117).




                                               Pasal 1
(1)   Anggaran Belanja Routine ditambah dengan 12.310.000.000 Rupiah baru dan diperinci sebagai
      berikut :
      a.    Belanja Pegawai dan Pensiun ditambah dengan 6.450.000.000 rupiah baru dan
      b.    Belanja Routine lainnya ditambah dengan 5.860.000.000 rupiah baru.
(2)   Anggaran Belanja untuk membiayai proyek-proyek pembangunan dari Departemen-departemen
      dan Lembaga-lembaga Negara ditambah dengan 2.200.000.000 Rupiah baru.
(3)   Anggaran Pendapatan dan Belanja Khusus ditambah dengan 2.260.000.000 Rupiah baru.
(4)   Jumlah kenaikan kredit atas beban Anggaran Kredit pada akhir tahun anggaran 1966 ditambah
      dengan 250.000.000 Rupiah baru.
                                             Pasal 2
Target penerimaan Negara untuk tahun 1966 diperkirakan bertambah dengan 318.000.000 Rupiah baru.

                                               Pasal 3
(1)   Ketentuan dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), pasal 4 ayat (3) dan ayat (4) serta pasal
      6 Undang-undang No. 22 Tahun 1965 tentang Anggaran Moneter tahun Anggaran 1966
      ditiadakan.
(2)   Anggaran Pendapatan dan Belanja Khusus selama tahun Anggaran 1966 masih dapat digunakan
      secara administratif dengan pengertian, bahwa baik perencanaan serta pelaksanaannya, maupun
      pelaporan dan pertanggungan jawabnya dilakukan menurut aturan-aturan yang berlaku bagi
      Anggaran Pendapatan dan Belanja Routine atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
      Pembangunan.
                                               Pasal 4
Kata-kata "Presidium Kabinet Dwikora Republik Indonesia" diganti dengan kata-kata "Presidium Kabinet
Ampera Republik Indonesia".

                                            Pasal 5
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara (I.C.W.) yang bertentangan
dengan bentuk dan susunan Undang-undang ini tidak berlaku lagi.

                                               Pasal 6
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan mempunyai daya surut, sepanjang pasal 3
dan pasal 4 sampai dengan tanggal 28 Juli 1966 dan sepanjang pasal-pasal lainnya sampai dengan
tanggal 1 Januari 1966.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.




                                       Ditetapkan Di Jakarta,
                                  Pada Tanggal 31 Desember 1966
                                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                                                Ttd.
                                            SUKARNO.

                                    Diundangkan Di Jakarta,
                                Pada Tanggal 31 Desember 1966
                           SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
                                             Ttd.
                                       MOHD. ICHSAN.

               LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1966
                                PENJELASAN
                      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 13 TAHUN 1966
                                  TENTANG
           TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN MONETER TAHUN 1966




1. UMUM

1.   Landasan pokok yang dipergunakan untuk menyusun Anggaran Moneter 1966 adalah Penetapan
     Presiden No. 26 tahun 1965 tertanggal 22 November 1965 yang menentukan kebijaksanaan pokok
     mengenai Anggaran Rutin; Anggaran Pembangunan, Anggaran Kredit, Anggaran Devisa dan
     mengenai lain soal dalam bidang ekonomi/keuangan Negara.

     Sangat disayangkan bahwa rencana-rencana yang disusun berdasarkan landasan pokok di atas
     belum realistis dan masih banyak terdapat kesimpangsiuran dan miscalculations lebih-lebih dalam
     penyelenggaraan secara kuantitatif dari Anggaran Negara masih belum terkikis habis usaha-usaha
     untuk mendahulukan kepentingan politik diatas kepentingan perekonomian nasional.

     Soal-soal yang langsung mempengaruhi kehidupan rakyat belum mendapatkan perhatian yang
     wajar. Keadaan pemikiran ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut oleh karena itu MPRS mengadakan
     sidangnya ke-IV dengan hasil antara lain pembentukan Kabinet Ampera dan penentuan
     kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan yang baru.

     Dengan demikian Kabinet Ampera wajib dan harus berani menerima warisan keadaan ekonomi
     yang sudah bobrok ini sebagai suatu realitas dan atas puing-puing peninggalan golongan
     Gestapu/PKI inilah dibangun suatu landasan baru untuk menuju keadaan ekonomi yang sehat.

     Dengan berpedoman kepada Ketetapan MPRS dimaksud, oleh Kabinet Ampera telah disusun
     strategi dasarnya dengan pembabakan yang jelas yakni yang mengenai tahun Anggaran 1966
     ialah fase penyelamatan yang meliputi masa 6 bulan terakhir dari tahun 1966.

2.   Untuk sekedar menggambarkan perkembangan dari Anggaran Moneter tahun Anggaran 1966,
     yang telah ditetapkan dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1965, pada waktu Kabinet Ampera
     mengoper warisan dari Kabinet Dwikora yang telah disempurnakan lagi, maka bersama ini
     dilampirkan perangkaan mengenai ikhtisar Anggaran Moneter tahun anggaran 1966 (Lampiran I).

     Jumlah-jumlah rupiah yang dinyatakan dalam penjelasan ini serta lampiran-lampirannya adalah
     nilai rupiah baru.

3.   Lampiran I memperlihatkan sekaligus Induk, Realisasi s/d Juli 1966. Taksiran realisasi pengeluaran
     Agustus s/d Desember 1966. Taksiran realisasi tahun 1966 dan Anggaran Tambahan 1966 serta
     defisit Anggaran Moneter untuk masing-masing masa.

     Realisasi Anggaran Moneter semenjak 1 Januari 1966 s/d 31 Juli 1966 yaitu masa aktivitas
     Kabinet Dwikora, Kabinet Dwikora yang telah disempurnakan lagi sudah berjumlah Rp. 9.232 juta
     atau 134,2% dari plafond setahun penuh sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang No. 22
     Tahun 1965. Sehingga jelas bahwa plafondering semula, baik secara menyeluruh maupun secara
     terperinci menurut tiap komponen Anggaran Moneter tidak dapat lagi dipakai sebagai landasan
     untuk dijadikan pedoman bagi Kabinet Ampera. yang dilantik pada tanggal 28 Juli 1966, dalam
     melaksanakan program-programnya secara kuantitatif.
     Dalam hubungan kenyataan itu dikemukakan disini, bahwa sungguhpun waktu memajukan laporan
     perhitungan 1966 tidak ditentukan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1965, namun Pemerintah
     ingin memajukan selekas mungkin Anggaran Tambahan 1966 kepada Dewan Perwakilan Rakyat
     Gotong Royong untuk memperoleh persetujuannya sebelum disampaikan Rencana Undang-
     undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam bentuk Anggaran Moneter 1967 kepada
     Dewan itu; lagi pula hal itu kiranya lebih sesuai dengan makna ayat (2) pasal 9 Undang-undang
     No. 22 tahun 1965.

     Lampiran I memperlihatkan pula besarnya defisit yang sudah dialami Negara dalam 7 bulan
     pertama tahun 1966 yang menjadi sebab utama dari kenaikan uang beredar.

     Defisit Anggaran Moneter untuk masa tersebut sudah berjumlah Rp. 6.683 juta; dengan demikian
     jumlah uang beredar pada akhir Juli 1966 menjadi Rp. 2.688 juta + Rp.6.683 juta = Rp. 9.371 juta,
     berarti suatu persentasi kenaikan uang beredar sebesar 248.6% terhadap jumlah uang beredar
     pada akhir 1966.

     Menurut laporan angka-angka Mingguan No. 452 dari BNI Unit jumlah uang beredar pada awal
     1965 adalah Rp. 675 juta, sedangkan jumlah itu pada akhir Juli 1965 meningkat sampai Rp. 1.250
     juta atau kenaikan sebesar Rp. 575 juta = 85,2%.

     Dapat diambil kesimpulan, bahwa arus inflasi dalam 7 bulan pertama dalam tahun 1966 adalah
     sangat meningkat. Malahan lebih gesit jika dibandingkan dengan arus inflasi dalam 7 bulan
     pertama dalam tahun 1965 (248,6% lawan 85,2%).

     Tidaklah sulit dipahami, bahwa segala itu menambah lagi kepincangan serta ketidakseimbangan
     yang mencolok antara gaji/upah, biaya produksi, harga/tarif dan pendapatan Negara.

     Dalam tingkat inflasi, dan kenaikan harga yang terus meningkat itu dengan sendirinya diperlukan
     pembiayaan nominal yang sangat meninggi pula, bila diinginkan bahwa hasil fisik pembangunan
     serta daya fisik pelaksanaan tugas rutin sesuai dengan keputusan MPRS sidang ke-IV No. XXIII
     dipertahankan pada nilai riil yang sama walaupun pembangunan dibatasi hanya pada melanjutkan
     proyek-proyek yang sudah dimulai dan yang erat hubungannya dengan pemulihan produksi di
     bidang pangan, ekspor dan sandang beserta pemulihan prasaran ekonomis yang berhubungan
     dengan bidang-bidang tersebut dan walaupun dalam bidang Anggaran rutin telah dimulai dengan
     penyederhanaan dan penghematan dalam aparatur Negara.

     Melihat kepada laju inflasi yang telah berlangsung itu, tingkat harga adalah sulit untuk dapat
     dikendalikan. Kalau diteliti sebab-musabab dari meng-"gilanya"arus inflasi kiranya mudah
     dipahami, jika diketahui bahwa hal tersebut telah mulai "sangat meningkat pada masa kerja
     Kabinet Dwikora dan tambah lagi dalam masa Kabinet Dwikora yang diperbaharui yang masing-
     masing mempunyai program kerja yang tidak dikoordinasikan, malahan yang sangat dapat
     dikatakan simpang siur dalam perencanaan, yang diliputi oleh salah urus, salah duduk,
     pemborosan, birokrasi, korupsi dan sebagainya dan dalam pelaksanaannya tidak ada pengawasan
     dan kaburnya tanggung jawab dan pertanggungan jawab.

     Di samping itu tragedi Nasional gerakan kontra revolusi G.30.S/PKI yang terkutuk itu tentu dengan
     segala akibatnya meninggalkan pula bekasnya dan meninggalkan pula beban-beban baru.

4.   Sekedar untuk mengetahui kenaikan dalam tingkat harga umum dengan maksud untuk dapat
     menilai secara global anggaran tambahan 1966 yang kini dimajukan sebesar Rp. 17.020 juta disini
     disajikan perhitungan ala kadarnya tentang efek berganda (multiplier) kenaikan uang beredar
     terhadap tingkat harga umum. Sudah barang tentu bahwa efek berganda itu bagi berbagai macam
     barang adalah sangat berlainan mengingat fungsi barang itu serta kedudukannya yang khas dalam
     peredaran barang dan uang serta kehidupan.
     Sudah menjadi kelaziman bahwa indeks biaya hidup dianggap menggambar resultante daripada
     komponen-komponen yang mempengaruhi pembentukan harga dan untuk itu dilampirkan disini
     daftar perhitungan sepanjang mengenai indeks biaya hidup di Jakarta (lihat lampiran II).

     Daftar dimaksud memperlihatkan, bahwa perbandingan kenaikan uang beredar tidaklah
     berbanding langsung (niet rechtvenredig) dengan perbandingan kenaikan harga.

     Kalau efek berganda per akhir Juli 1965 1,11 digunakan untuk menghitung indeks biaya hidup per
     akhir Juli 1966, maka akan didapat indeks sebesar (1,11 X 249%) + 100% atau 349/100 X 36.347
     = 126.851 (tercatat dalam statistik 149.609), tentunya perbedaan itu disebabkan oleh pengaruh
     kenaikan antara Juli 1965 dan Desember 1965. Dapat dikatakan, bahwa tingkat harga akhir bulan
     Juli 1966 adalah ± 3,49 harga pada awal 1966. Akan tetapi registrasi menunjukkan bahwa efek
     berganda per akhir Juli 1966 adalah 1,25.

     Ini berarti, bahwa kenaikan uang beredar sebesar 249% mengakibatkan kenaikan harga secara
     umum dengan 1,25 X 249% = 3,11 kali atau tingkat harga umum menjadi 4,09 X harga pada awal
     1966.

     Tindakan Moneter (pengganti mata uang) yang dilakukan Pemerintah (Kabinet Dwikora) menjelang
     akhir tahun 1965 memburukkan keadaan ekonomi/keuangan yang sudah sangat gawat itu dan
     merupakan suatu sebab melonjaknya harga-harga sebagai digambarkan secara global di atas.

     Untuk indeks biaya hidup hal itu berarti bahwa indeks akhir Juli 1966 akan menjadi 4,11 X 36,347 =
     149,386 (tercatat dalam statistik 149,609).

     Efek berganda per 30 Juni 1966 menurut perhitungan adalah 1,12 (lihat lampiran 11). Persentase
     kenaikan uang beredar adalah 249%, sehingga kenaikan harga diperkirakan adalah 1,12 X 249% -
     278,9%, dengan sendirinya tingkat harga adalah 378,9% atau 3,79 terhadap awal 1966.

     Dengan demikian untuk mencapai keadaan yang berimbang dengan semester 1, maka yang
     diperlukan untuk semester II adalah 3,79 kali dari pada jumlah anggaran yang telah disediakan
     dalam semester 1, agar harga sepanjang semester 11 dapat dipertahankan pada tingkat harga
     akhir Juni 1966. Atas dasar ini seharusnya jumlah pengeluaran yang diperlukan untuk seluruh
     tahun 1966 adalah 4,79 X Rp. 7.210 juta = Rp. 34.536 juta.

     Walaupun demikian Pemerintah mengemukakan sebagai usul jumlah pengeluaran seluruh tahun
     hanya Rp. 23.900 juta atau 69,2% daripada perhitungan tadi. Hal ini dimungkinkan karena
     Pemerintah benar-benar bertekad untuk menghilangkan kesimpangsiuran dalam perencanaan dan
     pelaksanaan yang tidak terkoordinir pula serta kaburnya tanggung jawab dan pertanggungan
     jawab sebagai ciri khas dari zaman lampau dan di samping itu melakukan suatu
     penghematan/penyederhanaan (austerity) dalam segala bidang baik sipil maupun militer, sesuai
     dengan keputusan MPRS sidang ke-IV No. XXIII serta mengadakan prioritas yang lebih tajam
     dalam proyek-proyek pembangunan yang akan diintikan pada proyek-proyek ekonomis.

5.    Pengembalian sikap sedemikian dipengaruhi pula oleh kenyataan, bahwa penerimaan Negara,
     baik volume maupun komposisinya tidak mengizinkan sikap lain.

     Sebenarnya problematik yang menonjol pada bidang keuangan ialah bagaimana meningkatkan
     penerimaan Negara, baik Pusat maupun di Daerah, sebab bila dibandingkan penerimaan itu
     dengan Pendapatan Nasional, maka pungutan-pungutan pajak itu hanyalah sebagian kecil dari
     Pendapatan Nasional ± 5,3% (1962), ± 5,6% (1963), ± 3,9% (1964) dan 1,5% (1965), sedang
     beberapa Negara Asia lain, yang mempunyai Pendapatan Nasional per kapita lebih rendah dari
     kita masih sanggup mencapai penerimaan sebesar 15% dan 19% dari Pendapatan Nasional
     mereka.
      Karena itu lebih daripada masa yang lalu, Pemerintah harus memikirkan cara-cara baru untuk lebih
      meningkatkan serta melipatgandakan volume penerimaan itu dan mengadakan usaha-usaha baru
      supaya ada pergeseran dalam komposisinya, satu dan lain dalam rangka peraturan perpajakan
      yang telah ada. Dalam hubungan ini Pemerintah telah memajukan suatu rancangan undang-
      undang tentang penyempurnaan dan pembaharuan cara-cara pemungutan pajak-pajak Negara
      kepada D.P.R.G.R.

6.     Perlu dicatat disini bahwa dalam Rancangan Undang-undang tentang Tambahan dan Perubahan
      atas Anggaran Moneter tahun 1966 ini belum diperhitungkan akibat Keputusan-
      keputusanPresidium Kabinet tanggal 3 Oktober 1966 No. 48/EK/KEP/10/1966 tentang Perubahan
      besarnya bonus ekspor No. 49/EK/KEP/10/1966 tentang Pembebanan dan Pembiayaan atas
      impor, No. 50/EK/KEP/10/1966 tentang Penyediaan devisa dari Dana Devisa dan Kredit-kredit
      Luar Negeri untuk keperluan impor barang dan jasa dan No. 51/EK/KEP/10/1966 tentang
      Penegasan tugas dan tanggung jawab di bidang ekspor serta Instruksi-instruksi Presidium Kabinet
      tanggal 3 Oktober 1966 No. 13/EK/IN/10/1966 tentang Melancarkan Realisasi ekspor, No.
      14/EK/IN/10/1966tentang Pedoman kebijaksanaan Pemerintah di bidang pemberian subsidi dan
      harga berbagai barang dan jasa dan No. 15/EK/IN/10/1966 tentang Pedoman kebijaksanaan di
      bidang perkreditan. Kesemuanya ini sebagai pelaksanaan daripada Strategi Dasar Kabinet
      Ampera dalam kebijaksanaannya mengenai Rehabilitasi Ekonomi.

      Peraturan-peraturan di atas akan mengakibatkan penambahan baik terhadap penerimaan maupun
      terhadap pengeluaran Negara.

      Pemerintahan berusaha agar penambahan ini tidak akan membawa defisit yang lebih besar
      daripada yang diajukan dalam Rancangan Undang-undang tentang Tambahan dan Perubahan
      atas Anggaran Moneter ini.

      Selanjutnya realisasi dari akibat Peraturan-peraturan tanggal 3 Oktober 1966 tersebut terhadap
      Anggaran Moneter tahun 1966 akan disampaikan Pemerintah kepada D.P.R.G.R dalam laporan
      Pelaksanaan Anggaran Moneter triwulan IV 1966.




II. PENJELASAN KHUSUS ANGGARAN RUTIN

1.    Plafondering menurut Undang-undang No. 22 tahun 1965 adalah sebagai berikut :
      a. Belanja Pegawai/Pensiun                         = Rp. 5.030 juta          90,9%
      b. Belanja Rutin Lainnya                           = Rp. 500 juta            9,1%
                                                           Rp. 5.530 juta          100%
Sebagaimana diutarakan tadi dalam Bab Umum, bahwa penyusunan plafon dering pada umumnya tidak
realistis juga hal ini berlaku dalam jenis anggaran ini, oleh karena realisasi 1965 menunjukkan
perbandingan 52,8% lawan 47,8%.


2.  Realisasi Anggaran Rutin sampai dengan Juli 1966 sudah berjumlah Rp. 6.814 juta dan telah
    merupakan ± 123,2% dari plafond tahunan semula. Dalam jutaan rupiah.
    Perinciannya adalah sebagai berikut :
                                                  Dalam jutaan rupiah      Perc.
a. Belanja Pegawai.                               = 5.398,-                79,2
    - Pegawai Pusat Sipil/Militer                 = 3.534,-                51,9
    - Subsidi untuk belanja Pegawai
                                                         1
Daerah Otonom                                     = 471,- )                6,9
    - Pembelian padi/beras 67,1% X 1900 ditambah 118 beras impor =         20,4
    1.393,-2)
b.   Belanja Rutin Lainnya.                        =   1.416,-              20,8
Belanja Barang                                     =   504,-                7,4
    - Subsidi/Uang Kerja P.N.2                     =   99,-                 1,4
    - Bunga/cicilan hutang dalam Negeri            =   60,-                 0,9
    - Impor/jasa-jasa                              =   99,-                 1,4
    - Bunga/cicilan hutang luar Negeri             =   29,-                 0,5
    - Pembelian padi/beras 32,9% X 1.900           =   625,-                9,2
c. Jumlah realisasi Anggaran Rutin                 =   6.814,-              100

Catatan :

1)    Dalam administrasi anggaran dibukukan sebagai subsidi Daerah Otonom pada Belanja Rutin.

2)    Dalam administrasi anggaran dibukukan tersendiri dalam pos Belanja Pegawai, akan tetapi
      sebagian adalah atas beban belanja Rutin lainnya.

Dari perincian diatas nyata, bahwa realisasi Belanja Pegawai sudah meliputi 79,2% dari Anggaran Rutin
atau 58,5% dari seluruh pengeluaran Anggaran Moneter, sedangkan Belanja Rutin lainnya sudah
berjumlah 20,8% dari Anggaran Routine atau 15,3% dari seluruh pengeluaran Anggaran Moneter
(termasuk 6,7% untuk pembelian padi/beras dan 1,1% subsidi/uang kerja P.N.-P.N.).

Subsidi/uang kerja P.N.-P.N. dan pembelian padi/beras merupakan pembiayaan pendahuluan yang kelak
harus diperhitungkan dengan pihak ketiga yang bersangkutan, maka dapat dapat dikatakan bahwa
Belanja Rutin lainnya adalah 15,3% - (6,7% + 1,1%) = 7,5% saja. Dihadapkan dengan Anggaran Rutin,
maka ia merupakan hanya 10,2%. Imbangan-imbangan yang dicatat, di atas menunjukkan bahwa sudah
dimulai dengan penyederhanaan dan penghematan dalam bidang aparatur Pemerintahan, karena
pengeluaran lebih ditujukan untuk sektor kepegawaian, yakni 58,5% dalam mana termasuk 15,1% untuk
pembelian beras. Selama jumlah pegawai sipil/militer seperti sekarang masih dipertahankan, maka
selama itu pula pengeluaran untuk pegawai yang sebegitu tinggi merupakan suatu hal yang mutlak.

Namun disinilah pula letaknya kemutlakan peningkatan efisiensi kerja dengan memikirkan pengalihan
tenaga kerja ke lain-lain sektor.

3.    Tambahan Anggaran Rutin berjumlah Rp. 12.310 juta yang terdiri dari tambahan Belanja Pegawai
      = Rp. 6.450 juta dan tambahan Belanja Rutin lainnya = Rp. 5.860 juta.




Tambahan Belanja Pegawai.

Dalam Anggaran Induk yang berjumlah Rp. 5.030 juta termasuk Belanja Pegawai/upah harian/Belanja
Pensiun dari Daerah Otonom yang dalam tahun 1966 seluruhnya dipikul oleh Pemerintah yakni sebesar
Rp. 785 juta. Dalam pelaksanaan, jumlah ini adalah merupakan Subsidi dan karena itu harus dikeluarkan
dari Belanja Pegawai, dan dimasukkan dalam Belanja Rutin lainnya. Dalam tambahan yang diajukan ini,
pengurangan tersebut telah diperhitungkan.

Selanjutnya dalam jumlah baru, termasuk pula biaya pembelian impor beras oleh Kolognas sebesar Rp.
1.500 juta.

Jumlah ini adalah perkiraan dari jumlah sisa pembelian pada akhir tahun yang belum diperhitungkan
dengan tunjangan beras/ pegawai yang disediakan berupa uang. Sampai akhir Juni uang yang telah
disediakan bagi pembelian beras dalam negeri kepada Kolognas adalah Rp. 2.311 juta dan yang telah
direalisasikan oleh Kolognas sampai dengan akhir Juni Rp. 1.574 juta.
Di samping telah diberikan pula impor beras sampai akhir Juni sebesar Rp. 116 juta tanpa
pembelian/impor beras ini realisasi Belanja Pegawai dalam Semester I adalah Rp. 2.521 juta. Walaupun
mulai bulan Juli gaji telah dinaikkan menjadi 15 X gaji bulan Desember 1965 jumlah baru dari Belanja.

Pegawai tahun 1966 sesudah diperhitungkan kenaikan tersebut tidak sampai 4,11 kali jumlah realisasi
Semester I.

Ini adalah disebabkan karena Belanja Pegawai tidak terdiri dari unsur gaji saja, tapi juga dari unsur-unsur
lain seperti kesejahteraan pegawai, pakaian dinas, biaya hotel/losmen dll. yang walaupun juga harga
dalam unsur-unsur itu naik, tapi biaya kenaikannya tidak dapat diberikan sepenuhnya, satu dan lainnya
disesuaikan dengan austerity-program.

Jelas kiranya,bahwa dengan jumlah tambahan kredit anggaran buat Belanja Pegawai yang dimintakan itu
belum menjamin sepenuhnya perbaikan nasib pegawai, akan tetapi dalam penyelenggaraan anggaran ini
Pemerintah akan berusaha keras untuk meringankan beban para pegawai dalam batas kemungkinan
yang ada.




Tambahan Belanja Rutin.

Sesuai dengan yang dicatatkan di atas mengenai Belanja Pegawai, maka Belanja Routine lainnya harus
ditambah dengan Rp. 785 juta yakni subsidi kepada Daerah Otonom yang dalam penyusunan Anggaran
Moneter yang telah disahkan dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1965 dimasukkan dalam Belanja
Pegawai.

Sampai dengan akhir Juni 1966 jumlah realisasi dari jenis pengeluaran ini adalah ± Rp. 400 juta.
Berhubung dengan kenaikan gaji yang berlaku mulai Juli 1966 yaitu 15 X gaji bulan Desember 1965,
maka jumlah Subsidi untuk Daerah Otonom yang akan diperlukan dalam tahun 1966 harus ditambah
sehingga menjadi Rp. 1.870 juta.

Hal-hal lain yang menyebabkan tambahan dalam golongan pengeluaran ini adalah sebagai berikut :
a.    Kenaikan harga (lihat penjelasan Bab Umum).
b.    Pelunasan hutang-hutang tahun 1965 dan sebelumnya.
c.    Perubahan struktur Kabinet.
d.    Penampungan akibat-akibatPeraturan-peraturan Pemerintah misalnya :
      Mengenai Retribusi Impor sebesar Rp. 9.75 untuk tiap $ yang tidak atau kurang disediakan dalam
      anggaran semula.
e.    Subsidi kepada beberapa P.N. (public utilities) yang tadinya tidak disediakan dalam anggaran
      semula,
f.    Pembayaran bunga/cicilan hutang-hutang luar negeri yang belum cukup tertampung dalam
      anggaran semula.




III. PENJELASAN KHUSUS ANGGARAN PEMBANGUNAN

1.     Anggaran Pembangunan tahun 1966 berdasarkan Undang- undang No. 22/tahun 1965 untuk
      membiayai proyek-proyek Departemen-departemen dan Lembaga Negara Tertinggi semula
      disedangkan batas jumlah (plafond) sebesar Rp. 1.000 juta dan untuk Subsidi Pembangunan
      Daerah disediakan batas jumlah sebesar Rp. 100 juta.
     Jumlah tersebut merupakan angka yang minim, jika ditinjau dari permintaan yang telah diajukan
     pada waktu itu oleh Departemen-departemen dan Lembaga Negara Tertinggi yang jumlahnya
     berkisar pada angka Rp. 4.000 juta lebih jumlah mana berdasarkan kalkulasi harga pada triwulan
     ke-III tahun 1965.

2.   Perincian dan arah penggunaan jumlah tersebut di atas diatur sesuai dengan kebijaksanaan
     ekonomi keuangan Pemerintah (Kabinet Dwikora), seperti yang dituangkan dalam Penetapan
     Presiden No. 26 tahun 1965, yaitu:
     a.    menaikkan produksi dan berdiri diatas kaki sendiri di bidang ekonomi.
     b.    mengadakan penghematan sebesar-besarnya terutama mengenai proyek-proyek yang tidak
           dapat diselesaikan dalam tahun 1966.
     c.    pembangunan prasarana ekonomis diberikan prioritas utama.

     Untuk menyusun perincian Anggaran Pembangunan tersebut lebih lanjut, Pemerintah telah
     membentuk sebuah panitia yang terdiri dari unsur-unsur BAPPENAS, Anggaran Negara, Bank
     Pembangunan Indonesia dan Bank Negara Indonesia Unit 1.

     Dengan adanya beberapa kali perubahan Kabinet dan sesuai dengan Ketetapan MPRS No.
     XXIII/1966 dimana diadakan perubahan aksen pada program tersebut di atas dengan program
     penyelamatan, rehabilitasi, konsolidasi dan stabilisasi, maka jumlah-jumlah yang semula
     dicadangkan untuk proyek-proyek tertentu telah beberapa kali ditinjau dan ditinjau kembali, bahkan
     sesuai dengan urgensinya sudah harus disediakan biayanya.

3.     Pemerintah menyadari sepenuhnya, bahwa defisit Anggaran Negara harus ditekan serendah
     mungkin, namun mengingat akan faktor-faktor dan hal tersebut dibawah ini, maka perkiraan batas
     jumlah semula sebesar Rp. 1.000 juta untuk pembangunan proyek- proyek Departemen dan
     Lembaga Negara Tertinggi dan Rp. 100 juta untuk Subsidi proyek-proyek Daerah ternyata tidak
     memadai lagi dengan kebutuhan-kebutuhan urgen dari proses pelaksanaan proyek-proyek
     Pembangunan tersebut di atas.

     Selain kenyataan bahwa realisasi s/d Juli 1966 sudah berjumlah Rp. 929 juta atau 84,5% dari
     plafond setahun penuh semula, maka faktor-faktor dan hal-hal yang menyebabkan keharusan
     perubahan/kenaikan Anggaran Belanja Pembangunan ialah :

     a.     bagi proyek-proyek yang diteruskan pelaksanaannya, baik karena urgensi ekonomi atau
           yang diperkirakan selesai dalam tahun 1966 atau permulaan tahun 1967, ternyata karena
           kenaikan tingkat harga umum yang mencolok sejak Desember 1965 (lihat penjelasan Bab
           Umum) maka perkiraan biaya nominal yang semula direncanakan untuk suatu target fisik
           tertentu, tidak lagi memadai dengan kebutuhan riil yang diperlukan sesuai dengan
           kemampuan tenis yang telah tersedia di proyek, seperti halnya pada proyek serba guna Jati
           Luhur, rehabilitasi berat dari jalan-jalan, jembatan-jembatan, pengairan-pengairan,
           pelabuhan-pelabuhan laut dan udara, proyek-proyek tenaga listrik, proyek-proyek industri
           dasar seperti pilot proyek Rayon Bandung, proyek-proyek kertas dan proyek-proyek
           perindustrian tekstil dan sebagainya.

     b.     Dalam Anggaran Belanja Pembangunan tahun 1965, biaya yang diperlukan untuk
           pelaksanaan proyek-proyek sesuai dengan schedule kerja dan rencana Anggaran yang
           disediakan pada waktu itu, ternyata telah jauh melampaui batas kemampuan pembiayaan
           Negara dimana Pemerintah menghadapi kesukaran cash-supply, sehingga. Banyak
           pembayaran-pembayaran untuk pelunasan kontrak-kontrak kerja yang seharusnya
           dibebankan pada anggaran Pembangunan Tahun I 965 menjadi beban anggaran
           Pembangunan Tahun 1966.
     c.    bagi proyek-proyek yang dihentikan pelaksanaannya dalam Tahun 1966, tetapi yang pasti
           akan dilanjutkan dalam waktu mendatang, biaya-biaya yang disediakan semula tidak cukup
           untuk menghindarkan kerusakan daripada mesin-mesin, alat-alat perlengkapan, dan bahan-
           bahan lain (baik yang masih ada di gudang pelabuhan atau yang sudah ada di plant site
           atau untuk menghindarkankerugian-kerugian yang lebih besar dari bangunan-bangunan
           setengah jadi yang perlu diamankan penyelesaiannya sampai taraf tertentu.

           Di samping itu untuk proyek-proyek ini perlu juga disediakan biaya untuk mempertahankan
           sejumlah karyawan/pekerja untuk pengamanan proyek-proyek tersebut dan pula untuk
           menampung adanya tagihan-tagihan terlambat seperti tersebut dalam subsidi atas.

     d.     bagi proyek yang dihentikan pelaksanaannya dalam tahun 1966 yang menurut perkiraan
           dalam waktu dekat tidak akan dilanjutkan lagi, perlu disediakan biaya untuk belanja pegawai
           para karyawan/pekerja yang mengurus barang-barang/bangunan yang telah ada, memberi
           jaminan sosial untuk penyaluran tenaga kerja yang tidak diperlukan lagi, uang pesangon
           dsb.

     e.    proyek-proyek pembangunan yang semula dibiayai melalui Anggaran khusus dalam Tahun
           1965 atau 1966 berhubung dengan kedudukan dan tata kerja baru dalam penyelenggaraan
           Anggaran Khusus (lihat rencana undang-undang), maka proyek-proyek itu dipindahkan
           mulai 28 Juli 1966 harus disediakan anggarannya dalam Anggaran Pembangunan sejauh
           proyek- proyek tersebut diteruskan pelaksanaannya.

     f.    berhubung dalam batas jumlah semula belum dapat ditampung pembayaran kredit-kredit
           luar negeri bagi pembiayaan proyek- proyek yang tengah berlangsung dan nilai lawan bagi
           impor barang-barang yang harus didatangkan dari luar Negeri bagi penyelesaian proyek-
           proyek pembangunan, dianggap perlu untuk menyediakan Rp. 1.000 juta yaitu untuk :
           -    hutang luar negeri ± $ 50 juta @ Rp. 10 = Rp. 500 juta.
           -    impor barang ± $.25 juta @ Rp. 20 = Rp. 500 juta.

4.   Berhubung dengan faktor-faktor dan hal-hal tersebut di atas, maka Pemerintah menganggap perlu
     untuk merubah/menaikkan batas jumlah anggaran Pembangunan seluruhnya menjadi Rp. 3.300
     juta uang baru, yaitu untuk : Pengeluaran proyek-proyek Pemerintah Pusat Rp. 3.200 juta
     termasuk pembayaran luar negeri sebesar Rp. 1.000 juta.

     Subsidi proyek-proyek Pembangunan Daerah Rp. 100 juta. Dengan demikian tambahan Kredit
     anggaran yang diminta sebesar Rp. 2.200 juta adalah hanya untuk proyek-proyek Pemerintah
     Pusat (lihat Lampiran III).

     Untuk subsidi di proyek-proyek Pembangunan Daerah tidak diminta tambahan, selain realisasinya
     per 31 Juli 1966 masih berjumlah Rp. 44 juta menjadi 44% dari plafond semula, juga oleh karena
     pada hakekatnya proyek-proyek Pemerintah Pusat dilakukan di Daerah dan dengan adanya
     pungutan baru luran Pembangunan Daerah diharapkan proyek-proyek Pembangunan Daerah
     dapat dilanjutkan dan ditingkatkan oleh Pemerintah Daerah. luran Pembangunan Daerah
     Langsung dibayarkan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan tanpa melalui Kas
     Pemerintah Pusat.

     Menurut catatan terakhir jumlah pungutan tersebut adalah :
     -   s/d Juni 1966 Rp. 62 juta.
     -   s/d Juli 1966 Rp. 148 juta.
IV. PENJELASANKHUSUS MENGENAI ANGGARAN KHUSUS.

1.      Berbeda daripada yang telah ditetapkan dalam Undang-undang No. 22 tahun 1965, dimana
      dinyatakan bahwa jatah untuk Anggaran Khusus adalah P.M. guna memberikan keluasan bagi
      Presiden/P.B.R./Mandataris M.P.R.S. untuk menguasainya sepenuhnya, Pemerintah sekarang
      berpendapat bahwa hal yang sedemikian tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena hal itu hanya
      memungkinkan terjadinya peng-ambeg-parama-artaan yang tidak sesuai dengan strategi dasar
      serta pembabakan Dwi Dharma dan Catur Karya Kabinet Ampera.
      Maka itu dalam Rencana Undang-undang tentang Perubahan dan Tambahan atas Anggaran
      Moneter tahun anggaran 1966 ketentuan dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), pasal 4 ayat
      (3) dan ayat (4) serta pasal 6 Undang-undang No. 22 Tahun 1965 ditiadakan.
      Namun demikian Anggaran Pendapatan dan Belanja Khusus selama Tahun anggaran 1966 masih
      diperlukan secara administratif dengan pengertian baik bahwa perencanaan serta pelaksanaannya
      maupun pelaporan dan pertanggungan jawabnya dilakukan menurut aturan-aturan yang berlaku
      bagi anggaran biasa lainnya.
2. Anggaran Belanja Tambahan yang dimintakan untuk komponen Anggaran ini adalah sebagai berikut
      :
      Koti                                               Rp. 1.500 juta
      Irian Barat                                        Rp. 500 juta
      Pembangunan Khusus ABRI                            Rp. 200 juta
      Khusus Murni                                       Rp. 60 juta
                                                         Rp. 2.260 juta
      Pembiayaan Koti untuk sementara masih tetap diperlukan, walaupun konfrontasi telah dihentikan.
      Pengarahan dari tugas Koti saat ini lebih ditekankan kepada penyelesaian dari para Sukarelawan,
      pengaturan dari "civic-actions" di samping mempertinggi dan membina kesiapsiagaan.
      Pembiayaan untuk Irian Barat lebih ditekankan pada pemulihan kembali keadaan ekonomi,
      kesejahteraan dan pendidikan masyarakat.
      Pembangunan Khusus ABRI, ialah rencana yang diperuntukkan bagi membiayai pembangunan-
      pembangunan yang sangat urgent dari ABRI. Dalam tahun yang lalu Anggarannya masuk Anggaran
      Pembangunan tapi berhubung dengan sifatnya yang sangat khusus dianggap lebih tepat untuk
      mengeluarkannya dari Anggaran Pembangunan.
3.      Mengenai realisasinya selama 7 bulan pertama dalam, tahun 1966 dapat diberi perangkaan
      sebagai berikut :
      - pengeluaran Koti cs                              Rp. 1.129 juta
      - pengeluaran Irian Barat                          Rp. 34 juta
      - Pembangunan ABRI                                 Rp. 76 juta
      - Pengeluaran Khusus Murni                         Rp. 59 juta
                                                         Rp. 1.298 juta
Sehingga realisasi selama 5 bulan terakhir dalam Tahun 1966 ditaksir Rp. 2.260 juta - Rp. 1.298 juta =
Rp. 962 juta, terperinci :
      - Pengeluaran Koti                                 Rp.    371 juta
      - Pengeluaran Irian Barat                          Rp.    466 juta
      - Pembangunan ABRI                                 Rp. 124 juta
      - Pengeluaran Khusus Murni                         Rp. 1 juta
                                                         Rp.    962 juta
Mengingat tingkat harga sebagai disebut dalam penjelasan Bab Umum, maka secara umum dapat
dikatakan, sebagai tadi juga dijelaskan pada sub 2 dana-dana itu dibutuhkan untuk menyelesaikan hal-
hal yang berkenaan dengan penghentian konfrontasi.
Khusus mengenai Irian Barat dapat diberitahukan, bahwa justru sekarang perlu ditingkatkan aktivitas-
aktivitas baru untuk memperbaiki keadaan ekonomi, kesejahteraan dan pendidikan masyarakat.
V. PENJELASAN KHUSUS MENGENAI ANGGARAN KREDIT DAN DEVISA.

1.   Mengenai pelaksanaan Anggaran Kredit dan Devisa kiranya dapat ditunjuk kepada Laporan
     tentang Pelaksanaan Anggaran Moneter Semester I Tahun 1966 yang telah disampaikan kepada
     D.P.R.G.R.

2.    Memadai bila disini distipulir, bahwa anggaran Kredit mempunyai efek inflatoir terhadap peredaran
     uang rupiah sebesar Rp. 272 juta per 31 Juli 1966 dengan pelampauan sebanyak Rp. 22 juta
     rupiah dari plafond semula (Rp. 250 juta).
     Sebaliknya Anggaran Devisa menunjukkan efek deflatoir sebesar Rp. 81 juta per 31 Juli 1966.
     Mengenai tambahan kenaikan kredit atas beban anggaran sebesar Rp. 150 juta dapat diuraikan,
     bahwa pemberian kredit untuk tahun 1966 di perkirakan maksimal Rp. 5.290 juta, sedangkan efek
     inflatoirnya dapat diperkirakan ± 8,4% X Rp. 5.290 juta Rp. 444 juta dapat dibulatkan Rp. 500 juta.
     Angka 8,4% diperoleh dari perbandingan pemberian kredit kuartal I/1966 sebanyak Rp. 1.900,4
     juta dan efek inflatoir yang disebabkannya itu Rp. 159,5 juta atau 8,4%.


VI. PENJELASAN KHUSUS MENGENAI PENERIMAAN NEGARA.

1.   Dalam Undang-undang No. 22 tahun 1965 ditentukan target penerimaan Negara sebesar Rp.
     7.232 juta. Agar supaya target itu dicapai maka diundangkan Perpu. No. 2 tahun 1965 pada
     tanggal 31 Desember1965, yang antara lain memuat :
     -   penaikan tarif-tarif cukai dan berbagai pajak lainnya,
     -   diadakan pungutan pajak baru, yaitu Materai Revolusi,
     -   wewenang untuk mengadakan opsenten bea masuk.
     Di samping itu dinaikkan harga-harga penjualan bahan bakar minyak antara lain harga penjualan
     bensin seliter dinaikkan menjadi Rp. 1,-.

2.    Dalam rangka Tri tuntutan Hati Nurani Rakyat harga penjualan bahan bakar minyak diturunkan
     lagi antara lain harga penjualan bensin seliter diturunkan menjadi Rp. 0.50. Dengan sendirinya
     hasil penjualan minyak turun dengan Rp. 2.500 juta. Berhubung dengan kesulitan teknis dalam
     pelaksanaan pungutan Meterai Revolusi hingga sekarang belum ditagih. Kekurangan disebabkan
     hal ini adalah Rp. 800 juta. Diperkirakan pula, bahwa Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan dan
     penerimaan dari Obligasi akan menurun masing-masing dengan Rp. 20 juta. Dengan demikian
     target semula ada Rp. 7-3 juta diturunkan menjadi Rp. 3.892 juta (Rp. 7.323 juta minus Rp. 3,340
     juta).

3.   Terang, bahwa realisasi Anggaran Moneter per 31 Juli 1966 sebagai digambarkan dalam Bab
     Umum menghendaki usaha-usaha Pemerintah untuk meningkatkan/melipatgandakan penerimaan
     Negara.

     Hal ini diperkirakan akan memberi hasil, oleh karena intensifisikasi serta perbaikan cara pungutan
     pajak-pajak sedang dilaksanakan secara tekun, teratur dan dikoordinir;lagi pula dengan adanya
     kredit luar negeri untuk semester II sebesar U.S. $. 883 juta merupakan bantuan untuk menambah
     penerimaan Negara dalam rupiah, sehingga dengan demikian dapat ditentukan target baru
     sebesar Rp. 7.550 juta sebagaimana dicantumkan dalam Ikhtisar Anggaran Moneter 1966 (lihat
     lampiran 1).




      TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2817 TAHUN 1966


Silahkan download versi PDF nya sbb:
perubahan_tambahan_atas_anggaran_moneter_tahun_19_13.pdf
(ogi/Carapedia)
Pencarian Terbaru

Penjelasan anggaran fisik dengan anggaran moneter. Anggaran fisik dan anggaran moneter. Menyusun komponen anggaran moneter. Perbedaan anggaran perubahan dan anggaran tambahan. 2 program yang di beban oleh mprs kepada kabinet ampera. Beban mprs pada kabinet ampara program. 2program kerja yang dibebankan mprs kepada kabinet ampera.

Program kerja yang di bebankan oleh mprs.

Tambahkan komentar baru
Komentar Sebelumnya (0)
Belum ada komentar untuk produk ini.
FIND US ON FACEEBOOK